Lp Fraktur.pdf

  • Uploaded by: Danang Budi Setiawan
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Fraktur.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,393
  • Pages: 14
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ORIF (OPEN REDUCTION INTERNAL FIXTATION) DENGAN INDIKASI FRAKTUR PEDIS SINISTRA DI IBS RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

Oleh : DANANAG BUDI SETIAWAN NIM . 1501460020

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG 2019

KONSEP DASAR FRAKTUR A. PENGERTIAN FRAKTUR Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang

penyebabnya

dapat

dikarenakan

penyakit

pengeroposan

tulang

atau

osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, 2003). Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002). B. KLASIFIKASI FRAKTUR Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : a. Berdasarkan sifat fraktur. 1) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 2) Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka digradasi menjadi: a) Grade 1 : luka atau laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal b) Grade 2 : luka atau laserasi > 2 cm, kontosio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas. c) Grade 3 : luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar. b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur 1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti : a) Hair Line Fraktur ( patah retak rambut ) b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma

1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasinya. 3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang di sebabkan trauma rotasi. 4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5) Fraktur Avulsi: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. d. Berdasarkan jumlah garis patah 1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan 2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan 3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang 1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh 2) Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga di sebut lokasi fragmen, terbagi atas: a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping) b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut) c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh) f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang g. Fraktur Patologis: fraktur yang di akibatkan karena proses patologis tulang. h. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya 2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan 3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan 4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

C. TUJUAN PENGOBATAN FRAKTUR a. Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmen-fragmen ke posisi anatomi. b. Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen-fragmen tulang tersebut setelah direposisi sampai terjadi union. c. Penyambungan fraktur (union) d. mengembalikan fungsi (rehabilitasi) - Prinsip Dasar Penanganan Fraktur a. Revive : yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation) agar pernafasan lancar. b. Review : yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi: look feel, novemert dan pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgen untuk memastikan adanya fraktur. c. Repair : yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif. Tindakan operatif meliputi: orif, Oref, sedangkan tindakan konservatif berupa pemasangan gips dan traksi. d. Refer : yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan dengan hati-hari, sehingga tidak memperparah luka yang diderita. e. Rehabilitation : yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif. D. TANDA DAN GEJALA a. Nyeri Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Deformitas Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat maupun terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang normal. c. Krepitus Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan krepitus yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. d. Pembengkakan dan perubahan warna Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi pembengkakan dan perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera e. Berkurangnya gerakan tangan yang sakit f. Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan saraf, di mana syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.

g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan tulang. h. Pergerakan abnormal E. PATOFISIOLOGI Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black et al, 1995). F. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah: 1) Perdarahan arteri Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat menimbulkan pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cidera ini menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil. 2) Sindroma Kompartemen Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan. Tanda dan gejala sindroma kompartemen adalah : a.

Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan. Nyeri terjadi karena saraf mendapat tekanan dari luar.

b.

Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen tersebut.

c.

Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat tekanan dari luar.

d.

Paralysis

e.

Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang karena pembuluh darah mendapat tekanan dari luar

3) Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar. 4) Mal union Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara menyilang 5) Delayed union Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah. 6) Non union Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara klafikula, scapula, humerus, radius, ulna, carpal, metacarpal, falank. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan menurut James (2003) pada pasien fraktur diantaranya: a. Pemeriksaan Radiologi Sebagai

penunjang,

pemeriksaan

yang

penting

adalah

“pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-ray: 1. bayangan jaringan lunak;

2. tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi; 3. trobukulasi ada tidaknya rare fraction; 4. sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. b. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur. c. Tomografi Pemeriksaan ini menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. d. Myelografi Pemeriksaan ini menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. e. Arthrografi Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. f. Computed Tomography-Scan (CT-Scan) Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. g. Pemeriksaan Laboratorium 1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 2. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. 3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. H. PENATALAKSANAAN MEDIS Pengobatan akan sangat tergantung pada kerusakan dan jenis fraktur yang terjadi. Kebanyakan klavikula patah sembuh dengan sendiri. Anda mungkin perlu istirahat dan melakukan latihan khusus untuk membantu menyembuhkanya. Hal ini sangat penting untuk menjaga lengan Anda dari bergerak untuk memungkinkan klavikula untuk sembuh total atau perlu salah satu dari tindakan dibawah berikut: 1. Obat-obatan: Obat-obatan dapat diberikan untuk meringankan rasa sakit. Anda juga mungkin perlu obat antibiotik atau suntikan tetanus jika terdapat luka robek di kulit. 2. Sling atau selempang

Ada beberapa jenis sling yang dapat digunakan untuk mencegah klavikula patah dari kerusakan lebih lanjut. Sling di ikatkan di lengan dan digantungkan ke leher untuk kenyamanan dan keamanan. 3. Terapi pendukung Paket es dapat ditempatkan pada klavikula yang patah untuk mengurangi pembengkakan, nyeri, dan kemerahan. Latihan yang meningkatkan jangkauan gerak dapat dilakukan setelah rasa sakit berkurang. Hal ini membantu untuk membawa kembali kekuatan dan kekuatan bahu dan lengan. 4. Pembedahan Mungkin memerlukan pembedahan untuk mengembalikan tulang kembali ke posisi normal jika patah/ fraktur parah. Pembedahan juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki klavikula yang menonjol keluar keluar melalui kulit. Pemasangan Plate screw / pen dapat digunakan untuk menahan tulang lebih stabil. Masalah lebih lanjut, seperti cedera pada saraf atau pembuluh darah juga dapat diobati dengan operasi.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengumpulan Data a. Identitas klien b. keluhan utama. Biasanya keluhannya adalah nyeri. Nyeri itu bisa akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan. Menggunakan PQRST. c. Riwayat penyakit sekarang. Menentukan penyebab fraktur sehingga membantu dalam membuat rencana tindakan pada klien. d. Riwayat penyakit terdahulu. Menemukan adanya penyakit-penyakit yang mempengaruhi penyembuhan tulang seperti osteo porosis maupun kanker tulang. e. Riwayat penyakit keluarga. f. Riwayat penyakit keluarga Yang berhubungan dengan penyembuhan tulang antara lain diabetes, osteoporosis dan kanker tulang. g. Riwayat psikososial Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat. h. Pola fungsi kesehatan 1) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Ketidak adekuatan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang. 2) Pola nutrisi dan metabolik. Perlunya mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit.C dan lainnya untuk membentu proses penyembuhan tulang. 3) Pola eliminasi. Umumnya tidak terjadi kelainan. 4) Pola istirahat tidur. Kesulitan tidur akibat nyeri dan ketidak nyamanan akibat pemasangan bidai ataupun alat bantu lainnya. 5) Pola aktivitas. Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, mungkin akan mengganggu semua aktivitas. 6) Pola hubungan peran. Ganguan peran akbat perawatan.

7) Pola persepsi dan konsep diri. Timbul ketidak adekuatan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, ketidak nyamanan, ketidak mampuan beraktivitas, dan gangguan body image. 8) Pola sensori dan kognitif. Kemampuan raba berkurang terutama pada bagian dista dari bagian yang fraktur. 9) Pola reproduksi seksual. Kehilangan libido ataupun kemampuan akibat kelemahan fisik maupun ketidak nyamanan akibat nyeri. 10) Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas pada dirinya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif. 11) Pola tata nilai dan keyakinan. i. Pemeriksaan fisik Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan fisik umum dan lokalis. 1) Gambaran umum: meliputi - keadaan umum, kesadaran, nyeri, tanda vital. - Secara sistemik: kepala sampai kaki. 2) Keadaan lokal. Perlu diperhitungkan keadaan paroksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler å 5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan. j. Pemeriksaan Diagnosis 1) Radiologi. 2) Pemeriksaan laboratorium. 3) Pemeriksaan lain-lain - Pemeriksaan mikroorganisme kultur mikroorganisme penyebab infeksi. - Biopsi tulang dan otot. - Elektromyografi. - Arthroscopy. - Indium imaging. - MRI.

dan

test

sensitivitas,

didapatkan

k. Pathway

Trauma/ kompresi pada tulang

Melebihi kemampuan tulang menahan dan kelenturan tulang

FRAKTUR

Perubahan bentuk/ Fungsi bagian tubuh

kurang pengetahuan

Ansietas

(Apendicitis) terputusnya kontinuitas jaringan

Reaksi sensitifitas histamin & bradikinin

Stimulasi nociseptor

perubahan persepsi

Harga diri rendah

Gangguan konsep diri Hilangnya kemampuan motorik

Nyeri Intoleransi aktivitas Gangguan rasa nyaman Nyeri

Insisi/ perlukaan

PEMBEDAHAN (Apendicitis) proses pembedahan

Terputusnya kontinuitas/ kerusakan jaringan saraf dan pembuluh darah

kurang pengetahuan Port dientere kuman cemas

Pajanan alat/instrumen, alat-alat elektro surgical

Pajanan Lingkungan, alat, tehnik aseptik yang tidak tepat

Resti infeksi resti cidera ANASTESI GA

Depresi SSP

Penurunan fungsi sal. Pernapasan

spinal

penurunn fungsi Otot/rangka

Imobilitas ekstremitas bawah

resti aspirasi intoleransi aktivitas bersihan jalan napas inefektif

2. Diagnosa Keperawatan a. PREOPERASI 1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. 2) Ansietas berhubungan dengan diagnosa, pengobatan dan prognosis. 3) Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh dan disfungsi tubuh.

b. INTRA OPERASI 1) Resti cidera berhubungan dengan pajanan alat, penggunaan electro surgical. 2) Resti cidera berhubungan dengan pajanan lingkungan, peralatan, penggunaaan tehnik aseptik yang kurang tepat. c. POST OPERASI 1) Resiko bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penurunan fungsi saluran pernapasan. 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anastesi. 3. Intervensi Keperawatan a. Preoperasi Nyeri akut berhubungan dengan terputusny kontinuitas jaringan. Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan selama 2X24 jam dengan kriteria: a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. b. Ekspresi wajah rileks. c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit. d. VS normal. e. Skala nyeri 0-5 1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan durasi Sebagai data dasar dalam menentukan nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai 2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon nyeri. 3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat mengalihkan perhatian dari konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi diharapkan dapat mengontrol nyeri. 4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi. 5. Kolaborasi pemberian analgetik maupun Analgetik igunakan sebagai anti nyeri dan sedatif yang sesuai. sedasi digunakan untuk merelaksasi dan meningkatkan kenyamanan klien. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan. Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang dengan kriteria: a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang. b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi ansietasnya. d. Pasien kooperatif terhadap tindakan. e. Ekspresi wajah Nampak rileks. 1. Bantu pasien mengekspresikan perasaan Ansietas berkelanjutan dapat memberikan marah, kehilangan dan takut dampak serangan jantung 2. Kaji tanda ansietas verbal dan nonverbal. Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan Damping pasien dan berikan tindakan bila rasa agitasi, marah dan gelisah. pasien menunjukan tindakan merusak. 3. Jelaskan tentang prosedur pembedahan Pasien yang teradaptasi dengan tindakan sesuai jenis operasi. pembedahan yang akan dilalui akan merasa lebih nyaman. 4. Beri dukungan prabedah Hubungan yang baik antara perawat dengan pasien akan mempengaruhi penerimaan pasien akan pembedahan.

5. Hindari konfrontasi

Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan. 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan Mengurangi rangsangan eksternal yang nyaman agar pasien bisa beristirahat. tidak diperlukan. 7. Tingkatkan control sensasi pasien Control sensasi pasien dalam menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan sumbersumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu relaksasi dan tehniktehnik pengalihan dan memberikan dan memberikan respon balik yang positif. 8. Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan rutin dan aktivitas yang diharapkan 9. Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap mengungkapkan ansietasnya kehaatiran yang tidak diekspresikan. 10. Beri privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekpresikan terdekat perasaan, menghilangkan rasa cemas dan perilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien untuk memenuhi aktivitas pengalih. 11. Kolaborasi: Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya Diazepam b. Intra operasi Resti infeksi b.d. tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga. Tujuan: klien akan menunjukan bebas dari resiko infeksi setelah dilakukan tindakan selama 30 menit dengan kriteria: a. Memastikan indikator steril sudah sesuai. b. Malakukan tehnik aseptik. c. Penutupan luka secara steril. 1. Perhatikan indikator yang ditempel pada Indikator akan berubah warna pada proses packing instrumen sebelum membuka atau pensterilan alat. Memastikan kesterilan menggunakan. alat. 2. Pastikan urutan dan tata cara scrubing, Menjaga keadaan aseptik dan mencegah gawning dan glowing secara tepat. terjadinya infeksi silang pada pasien. 3. Buka packing dengan posisi steril setelah Menjaga kesterilan alat tetap terjaga. mengenakan gaun dan sarung tangan steril. 4. Pastikan meja instrumen telah dialas Menjaga kesterilan alat. dengan linen steril sekurang2nya dua lapis 5. Perhatikan agar alat tidak terkontaminasi Menjaga kesterilan alat. atau tersentuh benda lain yang tidak steril, tutup instrumen yang telah ditata dengan linen steril. 6. Kolaborasi pemberian antibiotika yang Antibiotika sebagai anti kuman yang sesuai. mencegah infeksi. c. Setelah operasi Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan selama 2X24 jam dengan kriteria: a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

b. c. d. e.

Ekspresi wajah rileks. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit. VS normal. Skala nyeri 0-5

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan durasi Sebagai data dasar dalam menentukan nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai 2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon nyeri. 3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat mengalihkan perhatian dari konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi diharapkan dapat mengontrol nyeri. 4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi. 5. Kolaborasi pemberian analgetik maupun Analgetik igunakan sebagai anti nyeri dan sedatif yang sesuai. sedasi digunakan untuk merelaksasi dan meningkatkan kenyamanan klien. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas kulit yang tidak utuh) Tujuan: klien akan menunjukan pertahanan tubuh adekuat dengan kriteria: a. Suhu tubuh normal b. Tidak ada pus atau nanah pada luka c. Luka kering d. Leukosit normal 1. Kaji dan pantau bentuk dan karakteristik Membantudalam menentukan tehnik dan luka proses penanganan luka yang sesuai. 2. Lakukan perawatan luka secara aseptic Meminimalisir dan mencegah masuknya mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. 3. Ganti pembalut/perban sesuai indikasi Menjaga kebersihan dan kesterilan luka 4. Anjurkan klien untuk makan makanan Protein dan albumin dianjurkan dalam bergizi. proses penyembuhan luka. 5. Pantau vital sign Memntau perubahan dan tanda infeksi sedini mungkin. 6. Kolaborasi pemberia antibiotika Antbiotika sebagai anti kuman yang dapat mencegah perkembangan kuman endogen dan eksogen yang dapat menyebabkan infeksi pada luka.

DAFTAR PUSTAKA Joanne McCloskey,dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of America : Mosby Mutaqin,Arif & Sari,Kumala.2013.Asuhan Keperawatan Perioperatif : Konsep, Proses dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC Sue Moorhead,dkk.2008 . Nursing Outcome Classification (NOC). United States of American : Mosby Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta : EGC

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"