LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. X DENGAN FRAKTUR DI RUANGAN KELAS 1 BEDAH RSUP DR. M. JAMIL PADANG
OLEH NANA ARFI SURYA 1841312078
PROFESI KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2019
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
A. Landasan Teoritis Penyakit 1. Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840). Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar (soedarman, 2000) Fraktur collum femoris merupakan fraktur yang terjadi antara ujung permukaan articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum femur merupakan bagian terlemah dari femur. Secara umum fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular dimana suplai pembuluh darah arterial ke lokasi fraktur dan caput femur terganggu dan dapat menghambat proses penyembuhan. Pembuluh yang memiliki risiko tinggi terkena adalah cabang cervical ascenden lateralis dari arteri sircumflexa femoralis medialis. Aliran darah yang terganggu dapat meningkatkan risiko nonunion pada lokasi fraktur dan memungkinkan terjadinya nekrosis avaskular pada caput femur. Fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum tulang femur
2. Klasifikasi Fraktur Penampikan fraktur sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: 1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) a) Fraktur Tertutup (closed), bila tidakterdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b) Fraktur Terbuka (open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. 2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitas fraktur a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. b) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: -
Hair Line Fracture adalah salah satu jenis fraktur tidak lengkap pada tulang. Hal ini disebebkan oleh “stress yang tidak biasa atau berulang-ulang” dan juga berat badan terus menerus pada pergelangan kaki atau kaki. Hal ini berbeda dengan jenis patah tulang yang lain, yang biasanya ditandai dengan tanda yang jelas. Hal ini dapat digambarkan dengan garis sangat kecilatau retak pada tulang. Ini biasanya terjadi di tibia, metatarsal (tulang kaki), dan walau tidak umum kadang bisa terjadi pada tulang femur. Hair Line Fractur atau Stress Fracture umumnya terjadi paa cidera olahraga, kebanyakan kasus berhubungan dengan olahraga.
-
Buckle atau Torus Fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
-
Green Stick Fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang\
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. b) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. c) Fraktur Oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi. d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaan lain. e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang a) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tak bergeser dan periosteum masih utuh. b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen terbagi atas: -
Dislokasi ad longitudinm cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping)
-
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
-
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
6. Berdasarkan posisi fraktur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian: a) 1/3 proksimal b) 1/3 medial c) 1/3 distal 7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang 8. Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanoa cidera jaringan lunak sekitarnya 2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan 3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan 4. Tingkat 3: cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement Lokasi Terjadinya Fraktur Femur Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya:
a) Kolum femoris b) Trokhanter c) Batang femur d) Suprakondiler e) Kondiler f)
Kaput
3. Etiologi a) Trauma atau ruda paksa 1. Trauma langsung yaitu trauma yang langsung menyebabkan fraktur pada daerah yang terluka. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Trauma tidak langsung
yaitu daya trauma yang dilangsungkan oleh
sumbu tulang dan terjadi patah, jatuh dari tempat trauma sedangkan fraktur ditempat lain. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan b) Patologis Tulang tersebut sudah memiliki kelainan sehingga trauma hanya merupakan faktor predisposisi seperti osteoporosjs, penyakit kanker tulang dan tumor tulang. c) Akibat stress dan penekanan Terjadi bila ligamentum dan tendon mengalami putus dari tulang atau hubungan otot tidak mampu menyarap energi seperti biasa. Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran. Penyebab fraktur yang lain : Trauma, gerakan plintir mendadak, kontraksi otot ekstem. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh: Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita, kelenturan tulang, jenis tulang. Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor bisa mengalami patah tulang.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Fraktur a) Factor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan dan kepadatan atau kekerasan tulang. b) Factor ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
5. Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
6. WOC
7. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna (smeltzer, 2002). Gelaja umum fraktur menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk 1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnta sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang meminimalkan gerakan antarfragmen tulang. 2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran
fragmen
pada
fraktur
lengan
atau
tungkai
menyebabkan deformitas terlihat maupun teraba. Ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. 3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi) 4) Saat ekstremiras diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. 5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
8. Komplikasi 1. Komplikasi Awal a) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebarm dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi spliting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduks dan pembedahan
b) Kompartement syndrom Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. c) Fat Embolism Syndom Merupakan komplikasi serius tabf sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam d) Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma othorpedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa jga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. e) Afaskular nekrosis Avaskuler nekrosis terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volman’s Ischemic f) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permebilitas kapiker yang menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama a) Delayed Union Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ketulang. b) Non Union Non Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseudoartrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. c) Mal Union Mal union merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
3. Pemeriksaan Diagnostik a) Pemeriksaan Rotgen: menentukan lokasi/luasnta fraktur/luasnya trauma, akan
tulang, termogram, scan Cl: memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak b) Hitung darah lengkap: Hb mungkin meningkat/menurun c) Peningkatan jumlah sop adalah respon stress normal setelah trauma d) Kretinin: Trauma oto meningkatkan beban kretinin untuk ginjal e) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel atau cedera hati
4.
Penatalaksanaan Medik 1. Pengobatan dan Terapi Medis a) Pemberian anti obat antiinflamasi. b) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut c) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot d) Bedrest, Fisioterapi 2. Konservatif Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi dapat berlangsung lebih cepat. Pembedahan yang sering dilakukan seperti disektomi dengan peleburan yang digunakan untuk menyatukan prosessus spinosus vertebra; tujuan peleburan spinal adalah untuk menjembatani discus detektif, menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka kekambuhan. Laminectomy mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks. Microdiskectomy atau percutaeneus diskectomy
untuk
menggambarkan
penggunaan
operasi
dengan
mikroskop, melihat potongan yang mengganggu dan menekan akar syaraf
-
Fraktur Terbuka Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai pendarahan yg hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan : a) Pembersihan luka b) Eksisi jaringan mati/debridement c) Hecting situasi d) Antibiotik
-
Seluruh Fraktur a) Rekognisis/pengenalan b) Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. c) Reduksi/Manipulasi/Reposisi Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).
Proses Penyembuhan tulang a) Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah luka dan akan membentuk hematoma diantar kedua sisi fraktur. b) Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus internal sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. c) Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
d) Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3 minggu, patah tulang melalui proses penulangan endokondrol, mineral terusmenerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. e) Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahanlahan
terjadi
reabsorbsi
secara
eosteoklastik
dan
tetap
terjadi
prosesosteoblastik pada tulang dan kalus eksternal secara perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 : 400 ).
A. Landasan Teoritis Askep 1. Pengkajian a. Identitas Inisial pasien, usia, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, agama, pekerjaan. b. Riwayat Kesehatan 1. Alasan Masuk Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya. e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
2. Riwayat Kesehatan Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain 3. Riwayat Kesehatan Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk
berapa
lama
tulang
tersebut
akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang 4. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic
c. Fungsional Gordon 1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan Kaji bagaimana pesepsi klien terhadap penyakitnya, apa arti sehat dan sakit buat pasien, bagaimana pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya 2. Pola nutrisi Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien
bisa
membantu
menentukan
penyebab
masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Kaji bagaimana masukan atau intake makanan pasien. Kaji
bagaimana
nafsu
makan
pasien
dan
hal
yang
mempengaruhi nafsu makan klien. Kaji makanan favorit pasien, makanan yang dibenci dan makanan yang dapat membuat pasien alergi. Kaji apakah pasien menggunakan suplemen penambah nafsu makan atau penggunaan obat diet. Kaji perubahan berat badan sebelum dan sesudah sakit. Kaji terjadinya mual muntah, nyeri tekan abdomen, diet purin dan ketidakadekuatan intake cairan, distensi abdomen dan penurunan bunyi bising usus (<5x/i) 3. Eliminasi dan cairan klien Biasanya pasien mengalami diare yang hilang timbul, peningkatan frekuensi urin Kaji pola output urine pasien beupa frekuensi , warna dan bau urine Kaji apakah ada gangguan saat berkemih, seperti rasa terbakar, oliguria, hematuria atau pola berkemih berubah. Kaji pola defekasi pasien, seberapa sering, warna dan karakteristiknya apakah keras, padat, cair atau lunak. Kaji penggunaan alat bantu berkemih dan defekasi Kaji riwayat infeksi saluran kemih kronis 4. Aktivitas/latihan Kaji aktivitas klien sebelum sakit, apa pekerjaan pasien, aktivitas seperti apa yang biasa dilakukan sebelum sakit Kaji keterbatasan klien dalam melakukan aktivitas 5. Tidur dan Istirahat
Kaji pola tidur pasien, berapa lama tidur dan nyenyak atau tidak. Kaji kebiasaan klien sebelum tidur, kebiasaan jam bangun dan jam tidur dan apakah ada gangguan tidur karena penyakit. 6. Kognitif dan Persepsi Kaji kemampuan pasien dalam menulis, membaca dan mendengar. Kaji apakah ada penggunaan alat bantu mendengar dan lihat. 7. Persepsi Diri- Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) Kaji bagaimana gambaran siri klien. Kaji bagaimana pasien memandang dirinya saat sebelum dan sesudah sakit. Kaji apakah ada hal yang membebani pasien Kaji apakah pasien sering merasa cemas, takut dan depresi akan penyakitnya. 8. Peran – Hubungan Kaji apa pekerjaan klien Kaji hubungan klien dengan teman kerja, keluarga dan lingkunag sekitar rumah. Kaji peran klien dalam keluarga Kaji keadaan ekonomi dan kegiatan sosial klien sebelum dan sesudah sakit 9. Seksualitas dan Reproduksi Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya Kaji hubungan klien dengan pasangan (jika sudah menikah) Kaji apakah saat melakukan hubungan seks dengan pasangan menggunakan alat pelindung atau tidak.
Kaji Adanya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan seksualitas pasien sebelum dan sesudah sakit 10. Koping – Toleransi Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul
kecacatan
pada
diri
dan
fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif Kaji bagaimana visi klien setelah sembuh Kaji apa yang ingin pasien capai setelah sembuh Kaji koping stress pasien. 11. Nilai- Kepercayaan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien Kaji agama atau keyakinan klien. Kaji ketaataan pasien terhadap keyakinannya. Kaji sejauh mana keyakinan pasien merubah pandangan pasien terhadap penyakitnya 2. Pemeriksaan Fisik a) Pemeriksaan tanda-tanda vital Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu b) Pemeriksaan head to toe 1. Kepala : bagaimana bentuk kepala pasien, adanya oedema atau tidak, ada lesi atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau tidak. 2. Wajah : Ada kemerahan atau tidak, adanya jerawat atau minyak pada muka. 3. Mata o Inpeksi : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada kotoran atau tidak, Konjungtiva : Anemis, Sklera ikterik atau tidak, Pupil Tidak dilatasi (isokor).
4. Hidung o inpeksi : apakah simetris atau tidak, ada sekret atau tidak ada, ada pernafasan cuping hidung atau tidak o Palpasi : ada polip atau tidak,. 5. Mulut o Inpeksi :lihat bagaimana kelembaban mukosa bibir, dan apakah pucat atau tidak. 6. Telinga o Inpeksi : simetris kiri dan kanan, apakah ada serumen atau tidak. 7. Leher o Palpasi : raba apakah ada pembesaran kelenjar tyroid (getah bening) atau tidak, pembesaran vena jugularis (distensi vena jugularis) atau tidak. 8. Thorax Paru – paru o Inspeksi
: pergerakan dada simetris atau tidak
o Palpasi
: apakah ada nyeri saat ditekan atau tidak
o Perkusi
: apakah bunyi yang dihasilkan sonor atau Tidak
o Auskultasi : Tidak ada suara tambahan Jantung o Inspeksi
: normalnya :Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi
: normalnya : Ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5
midclavicula o Perkusi
: Normalnya : Pekak
o Auskultasi : Irama teratur dan tidak ada bunyi suara Tambahan
9. Abdomen o Inspeksi
: Tidak simetris, dan edema, striae
o Palpasi
: Nyeri tekan
o Perkusi
: Suara redup
o Auskultasi : adanya Bising usus 10. Ekstremitas
: apakah ada hambatan dalam beraktivitas atau
tidak, ada nyeri atau tidak, ada oedema atau tidak ada kekakuan atau tidak. 11. Integument
: Normalnya : Turgor kulit baik, kulit tidak kemerahan,
terdapat bulu halus. 12. Genitalia
: apakah genitalia bersih atau tidak, terpasang kateter
atau tidak
2. Diagnosa Keperawatan -
Ansietas
-
Nyeri akut
-
Hambatan mobilitas fisik
-
Resiko infeksi
NANDA Nyeri Akut
NOC
NIC
- Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri Indikator : Aktivitas : Menilai faktor penyebab Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif Monitor TTV untuk dimulai dari lokasi, memantau perawatan karakteristik, durasi, Menilai gejala nyeri frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab. - Tingkat kenyamanan Kaji ketidaknyamanan Indikator : secara nonverbal, terutama Melaporkan untuk pasien yang tidak bisa perkembangan fisik
Melaporkan perkembangan kepuasan Melaporkan kepuasan dengan tingkatan nyeri - Tingkatan nyeri Melaporkan nyeri Persen respon tubuh Frekuensi nyeri
mengkomunikasikannya secara efektif Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan seharihari (tidur, nafsu makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan tanggung jawab sehari-hari) Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau yang mengakibatkan cacat Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
Administrasi Analgesik Aktifitas: tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis dan frekuensi cek riwayat alergi pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)
2. Administrasi Pengobatan 3. Aktivitas: Pertahankan kebijakan lembaga dan prosedur untuk akurasi dan keamanan administrasi dari pengobatan Pelihara lingkungan yang memaksimalkan keamanan dan efisien administrasi pengobatan Hindari interupsi ketika persiapan pemeriksaan dari administrasi obat. Ikuti lima benar dari administrasi pengobatan
Ansietas
Periksa dosis dari pesanan obat sebelum pemberian obat. Menulis resep obat dari obat yang direkomendasikan, harus tepat, mengikuti penulisan resep dari dokter Monitor kemungkinan dari alergi obat, interaksi dan kontraindikasi obat termasuk obat di apotik dan obat herbal Catat alergi pasien sebelum pemberian masing-masing obat dan obat pegangan, jika diperlukan Informasikan tipe dari pengobatan pasien, alasan pemberian, aksi obat yang diharapkan, dan efek yang merugikan dari pengobatan, jika diperlukan Pastikan bahwa obat hipnotik, narkotik dan antibiotik masingmasingnya tidak saling berhubungan atau pesan kembali pada tanggal perpanjangan mereka 1. Anxiety Control 1. Menurunkan cemas /Anxiety 2. Aggression Control Reduction: 3. Coping a. Tenangkan pasien 4. Impulse Control b. Jelaskan seluruh prosedur Kriteria Hasil : tindakan kepada pasien dan a. Klien mampu perasaan yang mungkin mengidentifikasi dan muncul pada saat melakukan mengungkapkan gejala tindakan cemas c. Berusaha memahami keadaan b. Mengidentifikasi, pasien mengungkapkan, dan d. Berikan informasi tentang menunjukkan teknik diagnosa, prognosis dan untuk mengontrol cemas tindakan c. Vital sign (TD, nadi, e. Mendampingi pasien untuk
respirasi) dalam batas normal d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan. e. Menunjukkan peningkatan konsenrtasi dan akurasi dalam berpikir f. Menunjukkan peningkatan fokus eksternal
Hambatan mobilitas Fisik
mengurangi kecemasan meningkatkan kenyamanan f. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya g. Kaji tingkat kecemasan h. Dengarkan pasien dengan penuh perhatian i. Ciptakan hubungan saling percaya j. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan kecemasan k. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat cemas l. Ajarkan pasien teknik relaksasi m. Berikan obat obat yang mengurangi cemas NOC : Setelah dilakukan 1. Lower extremity monitoring tindakan keperawatan selama 1. Inspeksi hyiene kulit 3x24 jam, pasien mampu 2. Kaji adanya edema pada melakukan mobilisasi secara ekstremitas bertahap dengan kriteria: 3. Kaji kuku terhadap adanya 1.Joint Movement : penebalan jamur 1.Pasien mampu melakukan 4. Kaji warna kulit, suhu, hidrasi, ROM secara pasif atau aktif tekstur dengan melakukan gerakan 5. Kaji status mobility misalnya fleksi, ekstensi, berjalan tanpa pendamping, hiperekstensi, abduksi, atau menggunakan alat bantu adduksi, rotasi dalam, rotasi atau tidak bisa berjalan atau luar, gerakan memutar. menggunakan kursi roda. 2. Body Mechanics 6. Inspeksi adanya kelaiann pada tungkai Perfomance : 1.Mempertahankan kekuatan 7. Kaji capilar refill time otot yang normal 8. Kaji reflex tendon 2.Mempertahankan fleksibilitas sendi yang 2. Exercise Therapy: Joint normal Mobiltity 1. Kaji adanya keterbatasan pergerakan sendi dan kekuatan otot pasien
Resiko Infeksi
1. Pengetahuan:Kontrol infeksi a. Menerangkan cara-cara penyebaran infeksi b. Menerangkan factorfaktor yang berkontribusi dengan penyebaran c. Menjelaskan tandatanda dan gejala d. Menjelaskan aktivitas yang dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi 2. Risk Control a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi c. Jumlah sel darah putih dalam batas normal d. Menunjukkan perilaku hidup sehat (menjaga kebersihan) seperti
2. Jelaskan kepada pasien dan kelaurga tentang pentingnya latihan 3. Kaji dan pantau areaynag nyeri selama melakukan latihan ROM aktif 4. Lindungi pasien dari cedera selamaalatihan 5. Lakukan ROM paif atau aktif sesuai kemampuan pasien 6. Tentukan jadwal melakukan latihan ROM . Libatkan keluarga dalam latihan 8. Kaji respon pasie setelah melakukan latihan ROM 9. Beri pujian setiap tindakan yang dilakuakn pasien. Pengawasan Kulit Aktivitas: Periksa kulit dan membran mukosa untuk kemerahan, kehangatan ekstrim, edema atau drainase/ cairan yang dikeluarkan. Amati ekstremitas untuk warna, kehangatan, bengkak, denyut nadi, tekstur, edema dan ulserasi Periksa kondisi insisi bedah, yang sesuai Gunakan alat penilaian untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko untuk kerusakan kulit Pantau warna dan suhu kulit Pantau kulit dan membran mukosa untuk daerah perubahan warna, memar dan kerusakan Pantau sumber tekanan dan gesekan Pantau infeksi, terutama
mencuci tangan, perawatan mulut, dan lain-lain
dari daerah edema Ajarkan anggota keluarga/ pengasuh tentang tandatanda kerusakan kulit, yang sesuai
Identifikasi Resiko Aktivitas: Lihat kembali riwayat kesehatan yang lalu dan dokumentasi sebagai petunjuk dari diagnose medis dan keperawatan yang masih ada atau yang dahulu Tinjau data yang berasal dari tindakan penilaian risiko rutin Menentukan ketersediaan dan kualitas sumber daya (misalnya, psikologis, keuangan, pendidikan, keluarga dan masyarakat sosial, dan lainnya) Mengidentifikasi sumber daya instansi untuk membantu dalam mengurangi faktor risiko Mengidentifikasi risiko biologis, lingkungan, dan perilaku dan keterkaitan mereka Menentukan kesesuaian dengan perawatan medis dan keperawatan Menginstruksikan faktorfaktor risiko dan rencana pengurangan risiko Mendiskusikan dan merencanakan kegiatankegiatan pengurangan risiko bekerja sama dengan individu atau kelompok
Melaksanakan kegiatan pengurangan risiko Memulai rujukan ke perawatan kesehatan pribadi dan / atau instansi Rencana pemantauan jangka panjang risiko kesehatan Rencana jangka panjang tindak lanjut dari strategi dan kegiatan pengurangan risiko Perawatan Luka Aktivitas : Mencukur rambut di sekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan Memantau karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau Mengukur dasar luka, yang sesuai Bersihkan dengan saline normal atau pembersih tidak beracun, yang sesuai Tempatkan daerah yang terkena dalam pusaran air mandi, yang sesuai Berikan perawatan sayatan, sesuai kebutuhan Berikan perawatan ulkus kulit, sesuai kebutuhan Gunakan salep yang sesuai dengan kulit / lesi, yang sesuai Gunakan balutan, yang cocok untuk jenis luka Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase