LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN “CA. MAMMAE” DI RUANG BEDAH C RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Disusun Oleh: Risqi Laili Rahmawati (14901.05.18041)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2019
A. DEFINISI Dengue haemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutam pada anak (Aryu, 2010). Demam berdarah atau demam berdarah dengue adalah penyakit febril akut dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi (Bruce, 2010) Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit menular yang di sebabkan oleh virus dengue dengan gejala demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan syock, nyeri otot dan sendi dan kematian (Cristianti,1995). Penyakit ini ditularkan lewat nyamuk Aides aegepty yang menbawa virus dengue (antropad bone virus) atau disebut arbo virus (sharifah, 2013)
B. ETIOLOGI Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan salah satu tipe serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar. Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri: 1. Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap 2. Warnanya hitam dan belang-belang 3. Menggigit pada siang hari 4. Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap 5. Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia 6. Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.
7. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari. Faktor predisposisi terjadinya DHF meliputi : 1) Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih 2) Banyaknya genangan air pada musim hujan 3) Tidak menutup tempat penampungan air 4) Kurangnya informasi mengenai DHF (Lestari, 2010)
C. KLASIFIKASI Klasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : 1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung (uji tourniquet). Panas 2-7 hari,trombositopenia dan hemokonsentrasi. 2. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena atau perdarahan gusi. 3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah. 4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. (Knowlton, 2015)
D. PATOFISIOLOGI Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Chuansumrit, 2013). Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi
ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi . Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktivasi system koagulasi. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya megakariosit muda dalam sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik (Chuansumrit, 2013).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa: 1) Suhu tinggi (>37,5 oC) 2) Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah), 3) Nyeri pada otot dan tulang, abdomen dan ulu hati 4) Mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan, lidah kotor, tidak ada nafsu makan 5) Diare, konstipasi 6) Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. 7) Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal. Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu dan muncul kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekie. Pada awalnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekasbekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan. Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis melena, hematuria. Hati, limpa dan kelenjar getah bening. umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.uga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan DHF, meliputi:
a) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin untuk penderita DBD adalah jumlah trombosit dan kadar hematokrit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat menjadi pertanda penyakit demam berdarah adalah:
1) Ig G dengue positif. 2) Trombositopenia, yaitu menurunnya jumlah trombosit darah hingga kurang dari 100.000/mm3
3) Hemokonsentrasi; peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih. 4) Dua kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura (tampak melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan trombositopenia memperkuat diagnosis terjadinya Dengue Shock Syndrom
5) Leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofilyang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
b) Isolasi virus c) Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder d) Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat. 2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat. 3) Waktu perdarahan memanjang. 4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan. f) Foto toraks lateral dekubitus kanan : Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler H. PENATALAKSANAAN 1. Tirah baring/istirahat baring. 2. Diet makan lunak. 3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa susu, teh manis, sirup. 4. Pemberian cairan intra vena (RL, NaCl). 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, respirasi). Jika kondisi memburuk, observasi ketat tiap jam. 6. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit tiap hari. 7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asitamenofen, eukinin atau dipiron (kolaborasi dengan dokter) juga pemberian kompres dingin. 8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan dokter). 10. Monitor tanda-tanda dini rejatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. 11. Pemberian O2 pada pasien yang mengalami rejatan. 12. Antibiotika diberikan atas indikasi misalnya komplikasi infeksi bakterial. 13. Eksponder plasma/dextan (pada kasus rejatan hebat). Pengobatan 1) Untuk mengatasi demam sebaiknya diberikan parasetamol. Salisilat tidak digunakan karena akan memicu perdarahan asidosis. 2) Parasetamol diberikan selama demam masih mencapai 39 ºC, paling banyak 6 dosis dalam 24 jam. 3) Kadang-kadang diperlukan obat penenang pada anak-anak yang sangat gelisah. Kegelisahan ini dapat terjadi karena dehidrasi atau gangguan fungsi hati. 4) Haus dan dehidrasi merupakan akibat dari demam tinggi, tidak adanya nafsu makan dan muntah. 5) Untuk mengganti cairan yang hilang, harus diberikan cairan yang cukup melalui mulut atau intra vena. Cairan yang diminum sebaiknya mengandung elektrolit seperti oralit. Cairan yang lain yang bisa juga diberikan adalah jus buah-buahan.
I. KOMPLIKASI Komplikasi dari DHF diantaranya: 1. Syock atau renjatan 2. Efusi pleura 3. Penurunan kesadaran
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian 1. Identitas : Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal
mrs, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam medik) 2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama : Pasien dengan DBD biasanya datang dengan keluhan panas tinggi dengan keluhan yang menyertai demam, anoreksia, mual-muntah, perdarahan terutama perdarahan dibawah kulit.
Riwayat kesehatan dahulu : Kaji penyakit yang pernah diderita. Pada DBD biasanya pasien bisa mengalami serangan ulang DBD dengan tipe virus yang lain
Riwayat kesehatan keluarga : Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan lingkungan : Pasien DBD biasanya berada dilingkungan yang kurang bersih dan padat penduduknya.
2) Kebutuhan dasar.
Pola nafas : Frekuensi pernafasan meningkat
Nutrisi : Pasien dengan DBD mengalami anoreksia, mual dan muntah
Eliminasi : - Bak : Pada grade IV sering terjadi hemafuria
Bab : Pada grade III-IV sering terjadi melena
Istirahat dan tidur : Pada tidur pasien mengalami perubahan karena hipertermia dan pengaruh lingkungan rumah sakit yang ribut
Aktifitas : Pergerakan yang berhubungan dengan sikap aktifitas pasien terganggu
Kebersihan dan kesehatan tubuh : Pemenuhan kebersihan dan kesehatan tubuh pasien dibantu.
3) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Grade I : Compos mentis Grade II : Compos mentis
Grade III : Apatis Grade IV : Koma.
TTV : TD : Menurun RR : Meningkat N : Menurun S : Meningkat
Wajah : Ekspresi wajah meringis
Kulit : Adanya petekia, turgor kulit menurun
Kepala : Terasa nyeri
Mata : Anemis
Hidung : Kadang mengalami perdarahan
Mulut : Mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri tekan
Dada : Bentuk simetis dan kadang-kadang sesak, ronchi.
Abdomen : Nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Ekstremitas : Akral dingin, sering terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.
4) Pemeriksaan penunjang : Hemoglobin, Hematokrit, Hitung trombosit, Uji serologi, Dengue blot, HIA B. Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi 2. Perubahan kenyamanan nyeri 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 4. Intoleransi aktivitas 5. Kekurangan volume cairan intravaskular 6. Gangguan pola nafas 7. Resiko gangguan perfusi perifer 8. Resiko Perdarahan
C. Intervensi 1. Hipertermi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam termoregulasi menjadi normal dengan skala sebagai berikut : 1. Berat 2. Cukup berat 3. Sedang 4. Ringan 5. Tidak ada No.
Indikator
1.
Peningkatan suhu kulit
2.
Penurunan suhu kulit
3.
Sakit kepala
4.
Dehidrasi
5.
Kram panas
6.
Radang dingin
1
2
3
4
5
Intervensi : 1. Perawatan demam a. Pantau suhu dan tanda – tanda vital lainnya b. Monitor warna kulit dan suhu c. Monitor asupan dan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tidak dirasakan d. Beri obat atau cairan iv ( misalnya, antipiretik, agen anti bakteri, dan agen anti menggigil ) e. Dorong komsumsi cairan 2. Pengaturan suhu a. Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan b. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan c. Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipotermia Dan hipertermia d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
2. Gangguan rasa nyaman Tujuan
Setelah dilakukan
Kriteria Hasil
Kontrol terhadap gejala
Yang diperoleh
Yang diharapkan
tindakan asuhan
Relaksasi otot
keperawatan status
Kesejahteraan fisik
kenyamanan fisik
Posisi yang nyaman
pasien efektif Intervensi : Manajemen nyeri 1) lakukan pengkajian nyeri secara komprehnsif 2) observasi adanya petunjuk nonverbal 3) gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri Terapi Relaksasi 1) gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi yang tersedia 2) tentukan apakah ada intervensi relaksasi dimasa lalu yang sudah memberikan manfaat 3) pertahankan keinginan individu untuk berpartisipasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan status nutrisi terpenuhi dengan skala sbb: Status nutrisi: 1= sangat menyimpang dari rentang normal 2= banyak emnyimpang dari rentang normal 3= cukup menyimpang dari rentang normal 4= sedikit menyimpang dari rentang normal 5= tidak menyimpang dari rentang normal No
Indikator
1
Asupan gizi
2
Asupan makanan
3
Asupan cairan
4
Energi
5
Rasio berat badan/tinggi bedan
6
Hidrasi
1
2
3
4
5
Intervensi: 1. Manajemen nutrisi a. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi kebutuhan gizi b. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi mkanan yang dimiliki pasien c. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi d. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan 2. Manajemen saluran cerna a. Monitor BAB termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan warna, dengan cara yang tepat b. Monitor bising usus c. Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, dengan cara yang tepat 3. Manajemen energi a. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan b. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami c. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologis maupun non farmakologis dengan tepat d. Monitor intake/asupan nutrisi untuk emgetahui sumber energi yang adekuat.
4. Intoleransi aktivitas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pergerakan pasien kembali stabil. Kriteria Hasil : Indikator
Di Pertahankan
Di tingkatkan
Keseimangan
3
4
Gerakan otot
3
4
Gerakan sendi
3
4
Bergerak dengan mudah
3
4
Intervensi
:
1. Peningkatan mekanika tubuh a. Informasikan pada pasien tentang struktur dan fungsi tulang belakang dan postur yang optimal untuk bergerak dan menggunakan tubuh. b. Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur tubuh yang benar. c. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki terlebih dahulu kemudian badan ketika memulai berjalan dari posisi berdiri. d. Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangkan mekanika tubuh dan latihan (misalnya, mendemonstrasikan kembali teknik melakukan aktivitas / latihan yang benar) 2. Terapi latihan : Ambulasi a. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh. b. Instruksikan pasien mengenai pemindahan dan tekhnik ambulasi yang aman. c. Bantu pasien untuk ambulasi dengan jarak tertentu d. Monitor kruk pasien atau alat bantu berjalan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
R Bruce Guerdan. 2010. Dengue Fever/Dengue Hemorrhagic Fever. American Journal of linical edicine Candra Aryu. 2010. Dengue Hemorrhagic Fever: Epidemiology, Pathogenesis, and Its Transmission Risk Factors. Staf Pengajar FK-UNDIP Semarang Lestari K. 2010. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia. Farmaka. Chuansumrit A. 2013. Tangnararatchakit K. Pathophysiology and Management of Dengue Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Ramathibodi Hospital, Mahidol University. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. 2015. Mosquito-Borne Dengue Fever Threat Spreading i n the Americas. New York: Natural Resources Defense Council Issue Paper. Josi V, Sharma R. 2011. Impact of Vertically transmitted Dengue Virus on Viability of Eggs of Virus-Inoculated Aedes aegypti. Dengue Bulletin. Bulechek, buther, dochterman, wagner. 2016. NANDA NIC – NOC. Ed. 6. Singapore : Elsevier. Moorhead, johnson, maas, swanson. 2016. NANDA NIC – NOC. Ed. 5. Singapore : Elsevier.