Lp Dhf.docx

  • Uploaded by: Anonymous nCZgR9DlxH
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Dhf.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,811
  • Pages: 35
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN DHF DI RUANG FLAMBOYAN RSUD DR. R. SOETIJONO BLORA

Disusun Oleh : Nama : Tanti Anjani NIM : P1337420415086 Tingkat II B

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG PRODI D III KEPERAWATAN BLORA 2016/2017

KONSEP DASAR DHF PADA ANAK

Konsep Dasar Penyakit I.

Pengertian Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang

disebabkan oleh empat serotip virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya perdarahan sebagai akibat kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Soegijanto, 2002) Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anakanak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama. (Nabiel 2014) Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut dengan ciriciri demam manifestasi perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, Arif 2008) Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah contoh dari penyakit yang disebabkan oleh vektor. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang disebarkan melalui populasi manusia yaitu oleh aedes aegypti ( Smeltzer, 2001) Kesimpulannya : dengue hemorogik fever atau demam berdarah dengue merupakan deman oleh infeksi akut yang disebabkan oleh virus atau arto virus dengan melalui gigitan nyamuk aedes dengan ditandai pelebaran permiabilitas kapiler, kelainan nomeostasis, perdarahan dan bertendensi menyebabkan syok.

II.

Anatomi Fisiologi Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk

sum-sum tulang dan nodus limfa. Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut : 1) Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah. 2) Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut: a. Sel darah merah (eritrosit) Merupakan cairan bikonkav dengan diameter sekitar 7 mikron, yang memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membrane dan inti sel, warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin. Sel darah merah Komponen eritrosit :  membran eritrosit  sistem enzim  hemoglobin, komponennya terdiri atas : 

Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi



Globin : bagian protein yang terdiri aats 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.

Terdapat sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Tugas akhir Hb adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari Hb.

Sifat-sifat sel darah merah :  Normositik = sel yang ukurannya normal.  Normokromik = sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.  Mikrositik = sel yang ukurannya terlalu kecil.  Makrositik = sel yang ukurannya terlalu besar.  Hipokromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.  Hiperkromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak. b. Sel darah putih (Leukosit) Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu. Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B: monosit dan makrofag serta golongan yang bergranula,yaitu eosinofil, basofil, dan neutrofil. Fungsi sel darah putih adalah : 1) Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan sistem retikulo endotel. 2) Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus melalui limfa terus ke pembuluh darah. Jenis-jenis sel darah putih: 1) Agranulosit, Memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Granulosit terbagi menjadi 3 kelompok:  Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula, banyaknya sekitar 60-70%.  Eosinofil : berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil banyaknya kira-kira 24%.  Basofil : berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil dari pada eosinofil, mempunyai inti yang bentuknya teratur banyaknya kira-kira 0.5% disumsum merah. Basofil bekerja sebaga limfosit sel mast dan mengeluarkan peptide vasoaktif.

2) Granulosit Terdiri atas limfosit dan monosit: a. Limfosit Memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikro, banyaknya 2025 % dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan B.  Limfosit T : meninggalkan susmsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju ketimus, kemudian sel-sel beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah diprogramkan untuk mungenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya.

Sel

ini akan mengahasilkan

bahan-bahan

kimia

yang

menghancurkan mikroorganisme dan memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi.  Limfosit B : terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan antibody. b. Monosit Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-abu serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit dibentuk didalam sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi dalam bentuk hematom dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai fagosit, jumlahnya 34 % dari total komponen yang ada di sel darah putih.

Jumlah sel darah putih. Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l yang terbagi sebagi berikut. Granulosit :  Neutrofil 2,5 – 7,5 x 109  Eosinofil 0,04 – 0,44 x 109  Basofil 0 – 0,10 x 109  Limfosit 1,5 – 3,5 x 109  Monosit 0,2 – 0,8 x 109

c. Keping darah (Trombosit) Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari. Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/milimeter), sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam darah. Fungsi trombosit yaitu berperan penting dalam pembentukan bekuan darah diantaranya mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera.

d. Plasma darah Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air. Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :  Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.  Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lainlain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.  Protein darah (albumin dan globulin) menigkatkan viskositas darah juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh

 Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).  Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.  Antibody. e. Limpa Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan. Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah costa, limpa terdiri atas kapsula limpa fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit). Faktor-faktor Pembekuan Darah : Faktor

Nama

I

Fibrinogen

II

Protombin

IV

Kalsium

V

Labile factor, proaccelerin, dan accelerator (AC-) globulin

VII

Proconvertin, serum, protrombin convertin accelerator (SPCA), cotromboplastin, dan autoprotrombin I

VIII (AHG)

Antihemophilic, factor, antihemophilic globulin

IX

Plasma thromboplastin component (PTC)/chrismas factor

XII

Factor Hageman

XIII

Factor stabilisasi febris

f. Imunitas Imunitas adalah keadaan seseorang yang terlindung dari pembentukan penyakit. Imunitas dapat bersifat inheren/bawaan (innate), pasif, atau didapatkan setelah panjanan terhadap suatu mikroorganisme. a. Imunitas Inheren Imunitas inheren atau bawaan adalah imunitas yang terjadi karena retensi alami organisme. Imunitas inheren mencakup sawar terhadap infeksi yang dihasilkan oleh kulit, asam lambung atau usus, air mata serta mediator-mediator peradangan yang nonspesifik. b. Imunitas Pasif Imunitas pasif mengacu kepada imunitas yang diberikan kepada seseorang melalui transfer antibody dari orang lain atau pemberian suatu sitotoksin yang telah dipersiapkan. Antitoksin adalah antibody yang diproduksi secara spesifik terhadap toksin bakteri tertentu. Imunitas pasif teradi apabila antibody dari suatu ibdividu untuk melawan virus hepatitis B di ambil dan dipindahkan ke individu lain yang telah terpajan pada virus, namun sel-selnya belum terinfeksi oleh virus tersebut. c. Imunitas Aktif Imunitas aktif adalah respon imun selular dan humoral yang dibentuk seseorang yang telah secara bermakna terpajan ke suatu mikroorganisme atau toksin. Pajanan dapat terjadi dalam bentuk proses penyakit atau akibat imunisasi. Imunitas aktif di tandai oleh memori baik di sel T maupun sel B, dan pembentukan sel T dan antibody spesifik. Dapat dilakukan pengukuran titer (kadar) antibody dalam serum biakan untuk mengetahui telah terbentuknya imunitas terhadap suatu mikoorganisme atau toksin. Titer yang positif (kecuali pada bayi) mencerminkan imunitas aktif.

g. Status Imun Janin dan Bayi Baru Lahir Imunitas diperantarai sel (sel T) berawal di dalam Rahim. Respons imun humoral primer (IgM) terhadap berbagai mikroorganisme dapat dirangsang di dalam janin pada trimester ketiga kehamilan. Respons-respons imunlain terhadap suatu antigen (IgG dan IgA) , fagotosis neutrofil dan makrofag dan pembentukan zat-zat antara peradangan belum terdapat secara signifikan sampai 6-8 bulan setelah lahir. Hal ini membuat janin dan bayi baru lahir rentan terhadap infeksi dan penyakit. Dalam uterus , antibody IgG ibu secara aktif dipindahkan melintasi sel-sel plasenta dan dapat dideteksi di dalam tubuh bayi selama paling sedikit 6 bulan setelah lahir. Antibody-antibodi ini menghasilkan imunitas pasief terhadap berbagai mikroorganisme bagi janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lian dapat sampai ke bayi melalui air susu. Bayi sangat rentan ketika berusia sekitar 5-6 bulan setelah lahir sewaktu kadar IgG ibu mulai berkurang, namun system imun bayi itu sendiri belum bekerja pada puncaknya. Hal ini terutama berlaku apabila bayi tersebut tidak di beri air susu ibunya. (Corwin, 2009)

TEORI TUMBUH-KEMBANG MENURUT PAKAR KEPERAWATAN

1. Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan pakar psikoanalisis. Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan pentingnya arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan bahwa berbagai problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya. Dasar psikaonalisis yang dilakukannya adalah untuk menelusuri akar gangguan jiwa yang dialami penderita jauh kemasa anak, bahkan kemasa bayi. Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang secara berurut dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan menuju kedewasaan.

a) Fase Oral Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan kepuasan berbagai pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup tahun pertama kehidupan ketika anak sangat tergantung dan tidak berdaya. Ia perlu dilindungi agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental sangat tergangtung dari hubungan ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat gangguan atau hambatan dalam hal ini maka akan terjadi fiksasi oral, artinya pengalaman buruk, tentang masalah makan dan menyapih akan menyebabkan anak terfiksasi pada fase ini, sehingga perilakunya diperoleh pada fase oral. Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka persoalan ini akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil dituupi biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan tingkah laku. b) Fase Anal Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic. Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan dari pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini adalah perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya mengeluarkan bahasa suara yang tidak ada artinya, hanya untuk merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya. Pada fase ini hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda-benda hanya untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak masi bermain sendiri, ia belum bias berbagi atau main bersama dengan anak lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.

c) Fase Falik Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal denagn pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun. Disini anak mulai belajar menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat. Perasaan seksual yang negative ini kemudia menyebabkania menjauhi orang tua dengan jenisn kelamin yang sama. Disinilah proses identifikasi seksual. Anak pada fase praoediopal biasanya senang bermain denagn anak yang jenis kelaminnya berbeda, sedangkan anak pasca oediopal lebih suka berkelompok dengan anak sejenis. d) Fase Laten Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang terentang 712 tahun, untuk kemudian anak masuk ke permulaan masa pubertas. Periode ini merupakan integrasi, yang bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa. Anak belajar untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru ini. Dalam fase berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang sedang dialami si anak. e) Fase Genital Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan yang kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si anak belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.

2. Teori tumbuh Kembang Erik Erikson Erikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan psikologis. Ia melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara perkembangan psikologis dan pertumbuhan fisis. Erikson membagi perkembangan manusi dari awal hingga akhir hayatnya menjadi 8 fase dengan brbagai tugas yang harus diselesaikan pada setiap fase. Lima fase pertama adalah saat anak tumbuh dan berkembang.

a) Masa Bayi Kepercayaan dasar vs ketidak percayaan. Dalam masa ini terjadi interaksi sosial yang erat antara ibu dan anak yang menimbulkan rasa aman dalam diri si anak. Dari rasa aman tumbuh rasa kepercayaan dasar terhadap dunia luar. b) Masa Balita Kemandirian vs ragu dan malu. Masa balita dari Erikson ini kira-kira sejajar dengan fase anal. Pada masa ini anak sedang belajar untuk menegakkan kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir, oleh karena itu masih perlu mebdapat bimbingan yang tegas. Psikopatologi yang banyak ditemukan sebagai akibat kekurangan fase ini adalah sifat obsesif-kompulsif dan yang lebih berat lagi adalah sifat atau keadaan paranoid. c) Masa Bermain Inisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak pada umur ini sangat aktif dan banyak bergerak. Ai mulai belajar mengembangkan kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai berkembang pula dan bersama

temannya

mulai

belajar

merencanakan

suatu

permainan

dan

melakukannya dengan gembira. d) Masa Sekolah Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai senang untuk belajar bersama. e) Masa Remaja Identitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13 tahun masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan fisis menjadi sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua sebagai figure identifikasi lain. Nilai-nilai dianutnya mulai diaragukan lagi satu per satu.

3. Teori Tumbuh Kembang Menurut Piaget Piaget adalah pakar terkemuka dalam bidang teori perkembangan kognitif. Seperti juga Freud, Piaget melihat bahwa perkembangan itu mulai dari suatu orientasi yang egosentrik, kemudian makin meluas dan akhirnya memasuki dunia sosial. Piaget membagi perkembangan menjadi empat fase: a) Fase Sensori-motor (0-2 tahun) Seorang anak mempunyai sifat yang sangat egosentrik dan sangat terpusat pada diri sendiri. Oleh karena itu kebutuhan pada fase ini bersifat fisik, fungsi ini menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali dengan keterampilan tersebut melangkah ke fase berikutnya. b) Fase Pra-operasional (2-7 tahun) Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase intuitif. Fase pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai mengembangkan kemampuan bahasa yang memungkinkan untuk berkomunikasi dan bermasyarakat dengan dunia kecilnya. Fase intuitif (4-7 tahun) anak makin mampu bermasyarakat namun ia belum dapat berfikir secara timbal balik. Ia banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang dewasa. c) Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun) Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman-temannyadan belajar menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya sendiri. d) Fase Operasional Formal (11-16 tahun) Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf kemampuan berfikir orang dewasa. Tercapainya kemampuan ini memungkinkan remaja untuk masuk ke dalam dunia pendidikan yang lebih kompleks, yaitu dunia pendidikan tinggi.

Dari tiga teori berkembang tersebut diatas, yaitu teori Freud, Erikson, dan Piaget, maka kita dapat melihat bagaimana para pakar tersebut mempelajari perkembangan anak dari sudut yang berbeda namun semuanya sepeandapat bahwa: 1. Perkembanagn suatu proses yang diatur dan berurutan, yang dimulai dari beberapa hal sederhana, dan terus berkembang menjadi semakin kompleks. 2. Timbulnya gangguan jiwa disebabkan oleh adanya kegagalan disalah satu fase untuk menyelesaikan suatu tugas perkembangan tertentu. 3. Adanya kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dari pihak anak sendiri.

III.

Etiologi a) Virus dengue Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam

Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36). b) Vektor Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2002) Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan

di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. c) Host Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

IV.

Patofisiologi

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement (ADE). b) Limfosit T baik T-helper (CD 4) dan T sitotoksik (CD 8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH 1 akan memproduksi interferon gamma, IL 2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL 4, IL 5,IL6 dan IL 10; c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi, namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag

d) Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya c3a dan c5a Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, dua peptida berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu sebaliknya diperlukan waktu yang cukup lama untuk sampai terjadinya DIC (Disseminated intravaskular coagulated) disamping trombositopenia , menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V,VII, IX ,X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus gastrointestinal pada DHF. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan berbagai derajat perdarahan dihampir semua organ, yang berupa diapedesis beberapa eritrosit sekitar pembuluh darah kecil sampai perdarahan sekitar pembuluh darah kapiler dan arteriol. Sel endotel arteriol dan kapiler membengkak. Kemerahan atau bercak-bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada wajah, leher, dan dada dada selama separuh pertama periode demam dan ruam yang jelas yang kemungkinan makulopapular ataupun menyerupai bentuk demam skarlatina akan muncul pada hari ketiga atau hari keempat. Menjelang akhir periode demam atau setelah fase defervesens, ruam diseluruh tubuh mulai menghilang secara bertahap dan kumpulan bintik merah yang terlokalisasi akan muncul didaerah punggung kaki, tungkai dan dilengan serta tangan. Pertemuan ruam dan bintik merah ditandai dengan bidang-bidang bulat yang pucat dan menyebar pada kulit normal. Ruam kadang disertai gatal. Pada uji torniket hasil positif dan atau ptekhie. Trombositopenia sedang sampai berat yang disertai hemokonsentrasi dapat dibedakan dengan hasil temuan laboratorium klinis. Komplikasi perdarahan seperti epistaksis, gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal, hematuria dan hipermenorhi mungkin menyertai. Perubahan patologis utama yang menentukan tingkat keparahan penyakit DHF dan membedakannya dengan DF adalah hemostatis yang abnormal dan kebocoran

plasma yang dimanifestasikan dengan trombositopenia dan jumlah hematokrit yang meningkat. Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan tetap dalam kasus DHF. Penurunan jumlah trombosit dalam jumlah drastis sampai dibwah 100.000/mm3 biasanya ditemukan pada hari ketiga dan kedelapan penyakit. Peningkatan jumlah hematokrit pada kasus DHF terutama kasus syok. Peningkatan hemokonsentrasi dan hematokrit sampai 20% atau lebih dianggap sebagai bukti objektif aanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1. Supresi sumsum tulang 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadi tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariosit. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan,hal ini

menunjukkan terjadinya

stimulasi

trombopoesis

sebagai

mekanisme

kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuentrasi diperifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trommbosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terdinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (Kalikrein C1-inhibitor complex )

V.

Tanda dan gejala  Demam tinggi selama 5 – 7 hari  Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.  Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.  Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.  Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.  Sakit kepala.  Pembengkakan sekitar mata.  Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.  Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

VI.

Komplikasi:

Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut : 1. Perdarahan Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah

trombosit

(trombositopenia)

<100.000

/mm³

dan

koagulopati,

trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena. 2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,

sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien meninggal dalam 12-24 jam. 3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibodi. 4. Efusi pleura Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.

VII.

Klasifikasi: a) Derajat I :

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi. b) Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat. c) Derajat III : Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.

d) Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

VIII.

Pemeriksaan diagnostik 1. Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD

adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain: a) Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total lekosit) disertai adanya limfosit plasma biru >15% dari jumlah total lekosit yang pada fase syok akan meningkat. b) Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 c) Hematokrit:

kebocoran

plasma

dibuktikan

dengan

ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam. d) Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. e) Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma f) SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat g) Ureum, kreatinin:bila didapatkan gangguan fungsi ginjal h) Elektrolit: sebagai pemantauan pemberian cairan. i) Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.

j) Imunoserologi dilakukan pemeriksaaan IgM dan IgG terhadap dengue:  IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari.  IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2  Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari perta,a serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk keperluan surveilans. k) Pemeriksaan Radiologis Pada foto didapatkan efusi pleura, terutama pada hemothoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

IX.

Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif a. DHF tanpa perdarahan (renjatan) Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai ang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital.

Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : 1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi. 2) Hematokrit yang cenderung meningkat Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita DHF harus diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak. b. DHF disertai renjatan (DSS) Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran yang diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan infs harus diguyur dengan cara membuka klem infus. Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10 l/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik. Pada pasien renjatan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP (Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menutun sedangkan perdarahanna sedikit tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka engan keadaan ini dianjurka pemberian darah.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian : Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. a) Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur b) Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit c) Riwayat Kesehatan d) Riwayat Kesehatan Dahulu Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil. Kemudian apakah anak sebelumnya pernah mengalami DBD juga atau tidak atau Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain e) Alasan Masuk Rumah Sakit Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah. f) Riwayat Kesehatan Sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis. Riwayat Kesehatan Keluarga

g) Riwayat imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan. h) Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang. i) Kondisi lingkungan Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar). j) Pola kebiasaan  Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun.  Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena. Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.  Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.  Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.  Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga kesehatan.

k) Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :  Kesadaran : Apatis  Vital sign : TD : 110/70 mmHg  Kepala

: Bentuk mesochepal

 Mata

: Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,

mata anemis  Telinga

: Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan

pendengaran  Hidung

: Ada perdarahan hidung / epsitaksis

 Mulut

:

Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada

perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.  Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher

tidak ada, nyeri telan  Dada

:

Inspeksi

: Simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan

Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan Perkusi

: Sonor

Palpasi

: Taktil fremitus normal

 Abdomen : Inspeksi

: Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)

Auskultasi : Bising usus 8x/menit Perkusi

: Tympani

Palpasi

: Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas

 Ekstrimitas: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang  Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter

l) Pemeriksaan system a. Sistem integumen Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis atau tidak. b. Kepala dan leher Kepala Kepala dan leher Kepala terasa nyeri muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV). c. Dada Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV. d. Abdomen Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

m) Pemeriksaan Penunjang  Uji rumple leed / tourniquet positif Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia. Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan  Serologi Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa  Isolasi virus  Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan)

 Identifikasi virus Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate  Radiologi Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi thorax kanan

2. Diagnosa Keperawatan a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan konvulsi, peningkatan suhu tubuh di atas normal, takikardi, kulit kemerahan. b. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. c. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan d. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factorfaktor pembekuan darahditandai dengan e. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasiditandai dengan f. Kurangnya

volume

cairan

berhubungan

dengan

hemokonsentrasi ditandai dengan g. Risiko tinggi terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan penurunan faktor pertahanan tubuh.

3. Intervensi Keperawatan No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

Keperawatan 1

Hipertermi

Suhu tubuh

§ Kaji suhu tubuh

§ Mengetahui

berhubungan

normal setelah

klien

peningkatan suhu

dengan proses

dilakukan

§ Beri kompres air

tubuh, mempermudah

infeksi virus

tindakan

hangat

intervensi

dengue.

keperawatan

§ Anjurkan klien

§ Mengurangi panas

selama 3x24

untuk banyak minum dengan pemindahan

jam.

§ Anjurkan klien

panas secara konduksi

KH :

untuk memakai baju

§ Untuk mengganti

tipis dan menyerap

cairan tubuh yang

tubuh antara

keringat

hilang akibat evaporasi

36-37,5 0 C

§ Observasi intake

§ Memberikan rasa

2.

dan output, tanda

nyaman dan tidak

mengatakan

vital

merangsang

tidak panas

§ Kolaborasi

peningkatan suhu

lagi.

pemberian cairan

tubuh.

intravena dan

§ Mendeteksi dini

pemberian obat

kekurangan cairan serta

sesuai program

mengetahui

1.

Suhu

Klien

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. § Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien.

§ Pemberian cairan

sangat penting pada klien dengan suhu tubuh tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan suhu tubuh klien. 2

Risiko deficit

Tidak terjadi

§ Observasi vital

§ Vital sign membantu

volume cairan

deficit volume

sign tiap 3 jam

mengidentifikasi

berhubungan

cairan setelah

§ Observasi

fluktuasi cairan

dengan pindahnya

dilakukan

capillary refill

intravaskuler.

cairan

tindakan

§ Observasi intake

§ Menunjukkan

intravaskuler ke

keperawatan

output, catat warna

indikasi keadekuatan

ekstravaskuler

selam 3x24

urine, konsentrasi, bj

sirkulasi perifer

jam

urine

§ Penurunan keluaran

KH :

§ Anjurkan klien

urine pekat dan

- Intake dan

untuk banyak minum peningkatan BJ

output

§ Kolaborasi

merupakan indikasi

seimbang

pemberian cairan

dehidrasi

- Vital sign

intravena

§ Untuk memenuhi

dalam batas

kebutuhan cairan tubuh

normal

peroral.

- Tidak ada

§ Dapat meningkatkan

tanda presyok.

cairan tubuh, untuk

- Akral hangat

mencegah terjadinya

- Capillary

syok hipovolemik.

refill < 2 dtk

3

Resiko syok

Syok tidak

§ Monitor keadaan

§ Untuk mengetahui

hipovolemik

terjadi setelah

umum klien

tanda-tanda awal syok

berhubungan

dilakukan

§ Observasi vital

§ Untuk memastikan

dengan perdarahan

tindakan

sign setiap 3

tidak terjadi

yang berlebihan

keperawatan

jam/lebih

presyok/syok

selama 3x24

§ Jelaskan pada

§ Dengan melibatkan

jam.

klien dan keluarga

klien dan keluarga

KH :

tanda perdarahan

maka tanda-tanda

- Tanda vital

dan anjurkan untuk

perdarahan dapat segera

dalam batas

melaporkan bila

diketahui dan tindakan

normal

terjadi perdarahan

yang cepat dan tepat

§ Kolaborasi dalam

dapat segera diberikan.

pemberian cairan

§ Cairan intravena

intravena

diperlukan untuk

§ Kolaborasi dalam

mengatasi kehilangan

pemberian Hb,

cairan tubuh yang hebat

Trombosit

§ Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami klien dan untuk acuan dalam melakukan tindakan lebih lanjut.

4

Risiko gangguan

Tidak terjadi

§ Kaji riwayat

§ Untuk

pemenuhan

gangguan

nutrisi, termasuk

mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi

pemenuhan

makanan yang

defisiensi, menduga

kurang dari

kebutuhan

disukai klien

kemungkinan intervensi

kebutuhan tubuh

nutrisi setelah

§ Observasi dan

§ Mengawasi asupan

berhubungan

dilakukan

catat masukan

kalori/kwalitas

dengan intake

tindakan

makanan klien.

kekurangan konsumsi

nutrisi yang tidak

keperawatan

§ Timbang BB tiap

makanan.

adekuat akibat

selama 3x24

hari bila

§ Mengawasi

mual dan

jam.

memungkinkan

penurunan BB

penurunan napsu

KH :

§ Berikan makanan

§ Makanan sedikit

makan

-

sedikit tapi sering

dapat menurunkan

ada tanda-

atau makan diantara

kelemahan dan

tanda

waktu makan

meningkatkan masukan

malnutrisi

§ Berikan dan bantu

juga mencegah distensi

-

oral hygiene

gaster

§ Hindari makanan

§ Meningkatkan napsu

yang merangsang

makan dan masukan

Tidak

BB

seimbang

dan mengandung gas peroral § Dapat menurunkan distensi dan iritasi gaster. 5

Risiko terjadinya

Tidak terjadi

§ Monitor tanda-

§ Penurunan trombosit

perdarahan

perdarahan

tanda penurunan

merupakan tanda

berhubungan

setelah

jumlah trombosit

adanya kebocoran

dengan penurunan

dilakukan

yang disertai tanda

pembuluh darah yang

faktor-faktor

tindakan

klinis.

pada tahap tertentu

perdarahan

keperawatan

§ Anjurkan klien

dapat menimbulkan

selama 3x24

untuk bedrest

tanda klienis seperti

jam. KH :

epistaksis dan ptekie. § Berikan

§ Aktifitas klien yang

-Tidak ada

penjelsaan kepada

tidak terkontrol dapat

perdarahan

klien dan keluarga

menimbulkan

lebih lanjut

untuk melaporkan

perdarahan.

- Nilai

jika ada tanda

§ Keterlibatan klien

trombosit

perdarahan seperti

dan keluarga dapat

dalam batas

hematemesis,

membantu penanganan

normal.

epistaksis, melena.

dini penanggulangan

-TD 100/60

§ Antisipasi adanya

perdarahan.

mmHg, N:

perdarahan, gunakan

§ Mencegah terjadinya

80_100 x/mnt,

sikat gigi yang

perdarahan lebih lanjut

pulsasi kuat,

lunak, pelihara

§ Dapat mengetahui

reguler.

kebersihan mulut,

kemungkinan

berikan tekanan 5-10 perdarahan klien dan menit setiap selesai

tingkat kebocoran

mengambil darah.

pembuluh darah.

§ Kolaborasi dalam memonitor nilai trombosit setiap hari. 6

Kurang

Keluarga

§ Kaji tingkat

§ Untuk mengetahui

pengetahuan

mengutarakan

pengetahuan klien

Seberapa jauh

keluarga tentang

pemahaman

dan keluarga tentang

pengalaman dan

penyakit,

tentang

penyakitnya.

pengetahuan klien dan

prognosis, efek

kondisi, efek

§ Berikan

keluarga

prosedur, dan

prosedur dan

penjelasan kepada

tentang penyakitnya.

perawatan anggota

proses

klien dan keluarga

§ Dengan mengetahui

keluarga yang

pengobatan

tentang penyakitnya

penyakit dan

ssakit

setelah

dan kondisi klien

kondisinya sekarang,

berhubungan

dilakukan

§ Anjurkan klien

klien dan keluarganya

dengan kurang

tindakan

dan keluarga untuk

akan merasa tenang dan

memperhatikan diet

mengurangi rasa cemas.

terpajan/mengingat keperawatan

informasi.

3x24 jam.

makanan nya.

§ Diet dan pola makan

KH :

§ Anjurkan keluarga yang tepat membantu

-Melakukan

untukmemperhatikan proses penyembuhan

prosedur yang

perawatan diri dan

§ Perawatan diri

diperlukan dan lingkungan bagi

(mandi, toileting,

menjelaskan

anggota keluarga

berpakaian/berdandan)

alasan dari

yang sakit. Lakukan/

dan kebersihan

suatu

demonstrasikan

lingkungan penting

tindakan.

teknik perawatan diri untuk menciptakan

-keluarga

dan lingkungan

perasaan nyaman/rileks

memulai

klien.

klien sakit.

perubahan

§ Minta

§ Mengetahui seberapa

gaya hidup

klien/keluarga

jauh pemahaman klien

yang

mengulangi kembali

dan keluarga serta

diperlukan dan tentang materi yang

menilai keberhasilan

ikut serta

dari tindakan yang

telah diberikan.

dalam

dilakukan.

perawatan 7

Risiko tinggi

Infeksi

§ Kaji tanda dan

§ Untuk mengetahui

terjadi infeksi

sekunder tidak

gejala adanya

lebih dini adanya

sekunder

terjadi setelah

peradangan dan

infeksi

berhubungan

dilakukan

infeksi

§ Untuk memberikan

dengan penurunan

tindakan

penatalaksanaan dengan

faktor pertahanan

keperawatan

cepat.

tubuh.

selama 3x24 jam

KH :

§ Informasikan

Ø Tidak ada

kepada tim kes lain

luka dan

tentang perubahan

peradangan

kondisi klien berupa

Ø Nilai

panas, nadi

Leukosit

meningkat, napas

dalam batas

meningkat.

normal

4. Implementasi Keperawatan 5. Evaluasi  Suhu dalam batas normal  Tidak terjadi defisit volume cairan  Tidak terjadi syok hipovolemik  Tidak terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi  Tidak terjadi perdarahan  Keluarga memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan DBD  Kebersihan lingkungan tetap terjaga  Timbulnya kesadaran klien, keluarga dan masyarakat terhadap kebiassaan dan budaya yang benar  Cairan klien terpenuhi  Tidak terjadi infeksi sekunder

DAFTAR PUSTAKA

http://keperawatanjenius.blogspot.co.id/2016/08/laporan-pendahuluan-penyakitdhf-pada.html Medicastore, 2004, Demam Berdarah, http : // www.medicastore. Com Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC Jakarta. Nurachmah, Elly, 2001, Nutrisi Dalam Keperawatan, CV. Sagung Seto, Jakarta Nursalam, 2000, Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung Potter, Patricia A, 1997, Fundamental of Nursing, Consept, Process and Practice, 4th, Mosby-Year Book, inc, St. Louise-Missouri Price, Sylvia Anderson, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 4, jilid 2, Jakarta : EGC

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"