Lp Dahlia 4.docx

  • Uploaded by: elinaria
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Dahlia 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,333
  • Pages: 18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 latar belakang Hematuria adalah kehadiran sel-sel darah merah (eritrosit) dalam Urin Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0%. Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu: ematuria makroskopik Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra atau leher kandung kemih. (Wim de Jong, dkk, 2004) Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis. (Mellisa C Stoppler, 2010) 

ematuria mikroskopik. Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler, 2010). Meskipun gross hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria mikroskopik American Urological Association (AUA) mendefinisikan hematuria mikroskopis klinis yang signifikan karena terdapat lebih dari 3 sel darah merah (sel darah merah) pada lapangan pandang besar pada 2 dari 3 spesimen urin dikumpulkan dengan selama 2 sampai 3 minggu. Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk penyakit urologi harus dievaluasi secara klinis untuk hematuria jika urinalisis tunggal menunjukkan 2 atau lebih sel darah merah pada lapangan pandang besar.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Demam Berdarah Dengue di ruang Flamboyan RSUD dr.DORIS SYLVANUS palangkaraya. 1.3 Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

1

2 a.

Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien Tn. J dengan

Dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. b.

Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah menggambarkan Pengkajian status

kesehatan pada pasien c.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Hematuria

d.

Intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul pada pasien An.j dengan

e.

Pelaksanaan iimplementasi keperawatan pada pasien hematuria dengan Demam

f.

Evaluasi asuhan keperawatan yang benar pada pasien An hematuria

3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1

KONSEP PENYAKIT

2.1.1 Definisi Hematuria adalah kehadiran sel-sel darah merah (eritrosit) dalam Urin Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0%. Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu: 1.

ematuria makroskopik Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra atau leher kandung kemih. (Wim de Jong, dkk, 2004) Hematuria makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis. (Mellisa C Stoppler, 2010)

2.

ematuria mikroskopik. Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler, 2010). Meskipun gross hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria mikroskopik American Urological Association (AUA) mendefinisikan hematuria mikroskopis klinis yang signifikan karena terdapat lebih dari 3 sel darah merah (sel darah merah) pada lapangan pandang besar pada 2 dari 3 spesimen urin dikumpulkan dengan selama 2 sampai 3 minggu. Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk penyakit urologi harus dievaluasi secara klinis untuk hematuria jika urinalisis tunggal menunjukkan 2 atau lebih sel darah merah pada lapangan pandang besar.

3

4 1.1.3 Patofisiologi Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang neflogi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada perempuan harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi atau tidak Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder eritrosit, merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial atau kelainan urologi. Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan nefritis tubulointerstisial. Bila disertai hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada kelompok faktor resiko penyakit ginjal kronik harus di lakukan evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya adalah uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji penapisan yang baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan sendiri oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria selama pengobatan.

1.1.3 Etiologi Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem urogenitali atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia. Penyebab paling umum dari hematuria pada populasi orang dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran prostat jinak, dan keganasan dalam urologi. Namun, diferensial lengkap sangat luas, beberapa insiden khusus kondisi yang berhubungan dengan hematuria bervariasi dengan umur pasien, jenis hematuria (gross atau mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan adanya faktor risiko keganasan Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria mikroskopis dan sampai dengan 40% pasien dengan gross hematuria ditemukan pada neoplasma dari urinary tract. genitourinari. Sebaliknya, pada hingga 40% pasien dengan asimptomatik mikrohematuria sulit di identifikasikan penyebabnya Akibatnya dokter harus mempertimbangkan hematuria yang tidak jelas penyebabnya dari tingkat manapun dan mampu mempertimbangkan kemungkinan suatu keganasan. Beberapa penyebab terjadinya darah dalam urin (hematuria) adalah: 1. Batu ginjal (atau kencing batu)

5 2. Kanker kandung kemih 3. Karsinoma sel ginjal, kadang-kadang disertai perdarahan 4. Infeksi saluran kemih dengan beberapa spesies termasuk bakteri strain EPEC dan Staphylococcus saprophyticus. 5. Sifat sel sabit dapat memicu kerusakan sejumlah besar sel darah merah, tetapi hanya sejumlah kecil individu menanggung masalah ini 6. Varises kandung kemih, yang mungkin jarang mengembangkan obstruksi sekunder dari vena kava inferior. 7. Alergi mungkin jarang menyebabkan hematuria gross episodik pada anak-anak. 8. Hipertensi vena ginjal kiri, juga disebut "pemecah kacang fenomena" atau "sindrom alat pemecah buah keras," adalah kelainan vaskular yang jarang terjadi, yang bertanggung jawab atas gross hematuria.

1.1.3 Klasifikasi a. Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing. Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini b. kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang membuat c. pembuluh darah kecil melebar. d. Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal ini e. kemungkinanakibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ seperti ureter atau ginjal.

1.1.4 Manifestasi Klinik Terjadi retensi urin akibat sumbatan di vesika urinaria oleh bekuan darah. Pemeriksaan Penunjang 

Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin, ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila terdapat kemungkinan urolithiasis.



Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik, bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan

6 terakhir, adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif, adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem. Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit (SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal pada perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan lokasi hematuria. 

Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.



Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel urotelial.



IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus hematuria & sering

digunakan

untuk

menentukan

fungsi

ekskresi

ginjal.

Umumnya,

menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih. 

USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat (padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal, disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.



Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk pemeriksaan prostat dan buli-buli



Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.



Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah obstruksi dihilangkan



Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy

7 

Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan antara isi dan tekanan di buli-buli



Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)

1.1.5 Penatalaksanaan Medis Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. (Mellisa C Stoppler, 2010). Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria. (Mellisa C Stoppler, 2010). •

Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya tergantung pada penyebabnya:  Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.  Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat dilakukan ESWL atau pembedahan.  Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.  Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker

1.1.6 Konsep Kebutuhan Dasar Eliminasi 1.1.7 Definisi Eleminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Eleminasi merupakan pengeluaran racun atau produk limbah dari dalam tubuh. Gangguan Eleminasi urine 1. Gangguan eleminasi urine adalah keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eleminasi urine (Lynda Juall Carpenitro-Moyet, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13, hal 582, 2010). Gangguan eleminasi urine merupakan suatu kehilangan urine involunter yang dikaitkan dengan distensi berlebih pada kandung kemih (Nanda International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 271, 2011).

8 2. Gangguan Eleminasi Fekal Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/ atau pengelaran feses yang keras, kering dan banyak (Nanda International, Diagnosis Keperawatan 20122014, hal 281, 2011).

2.1.8 Anatomi Fisiologi 1.

Ginjal pada dasarnya dapat dibagi dua zona, yaitu korteks (luar) dan medulla (dalam). Korteksmeliputi daerah antara dasar malfigi pyramid yang juga disebut pyramid medulla hingga kedaerah kapsula ginjal. Daerah kortes antara pyramid-pyramid tadi membentuk suatu kolumdisebut Kolum Bertini Ginjal. Pada potongan ginjal yang masih segar, daerah kortek terlihatbercak-bercak merah yang kecil (Petichie) yang sebenarnya merupakan kumpulan veskulerkhusus yang terpotong, kumpulan ini dinamakan renal corpuscle atau badan malphigi. Kortek ginjal terutama terdiri atas nefron pada bagian glomerulus, tubulus Konvulatus proximalis,tubulus konvulatus

distalis.

Sedangkan

pada daerah

medulla

dijumpai

sebagian

besar nefronpada bagian loop of Henle’s dan tubulus kolectivus. Tiap-tiap ginjal mempunyai 1-4 juta filtrasiyang fungsional dengan panjang antara 30-40 mm yang disebut nefron .Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buahdalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zatterlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsicairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akandibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawanarus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang beradadalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding

9

kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karenaadanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman terdapattiga lapisan:1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus2.Lapisan kaya protein sebagai membran dasar3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula bowman (podosit)Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketigalapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtratglomerular.Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Proteindalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjalsebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtratglomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsiginjal.Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman.Bagian yang mengalirkan filtratglomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal.Bagian selanjutnyaadalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi.Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP danmemungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, danberbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubuluskonvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:o Tubulus penghubungo Tubulus kolektivus kortikalo Tubulus kolektivus medularisTempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular,mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah

10 tempat terjadinya sintesis dan sekresi rennin.Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dansaluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.

2.

Ureter

Urin meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan mentranspor urin kepelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertamapembuangan urin. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cmdan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneumuntuk memasuki kandung kemih di dalam rongga pelvis pada sambungan ureterovesikalis.Urinyang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. Gerakan peristaltik uretermenyebabkan urin masuk ke kandung kemih dalam bentuk semburan.Ureter masuk ke dalamdinding posterior kandung kemih dengan posisi miring agar mencegah refluks urin darikandung kemih ke ureter.

3.

Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan

otot

serta

merupakan

wadah

tempat

urin

dan

merupakan

organ

ekskresi.Apabilakosong, kandung kemih berada dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis. Pada pria,kandung kemih terletak pada rectum bagian posterior dan pada wanita terletak pada dindinganterior uterus dan vagina. Kandung kemih dapat menampung sekitar 600 ml urin, walaupunpengeluaran urin normal sekitar 300 ml.

11 3.

Uretra

Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra.Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulensi membuat urin bebas dari bakteri.Merman mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk menecegahmasuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelili uretra

1.19 Etiologi 1. Makanan Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidak mampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses.Makan yang teratur mempengaruhi defekasi.Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan polaaktivitas peristaltik di colon. 2. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan

cairan

yang

adekuat

ataupun

pengeluaran

contoh:

urine

,muntah yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan

cairan

memperlambat

perjalanan

chime

di

sepanjang

intestinal,

sehinggameningkatkan reabsorbsi cairan dari chime 3. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi.Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisamemperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi 2) Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectumdalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga fesesmengerase.Obat-obatan beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruhterhadap eliminasi yang normal. Beberapa

12 menyebabkan diare; yanglain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti

dengan

prosedur

pemberian

morphin

dan

codein,

menyebabkan

konstipasi.Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus danmemudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan

feses,mempermudah

defekasi.

Obat-obatan

tertentu

seperti dicyclominehydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadangkadang digunakan untuk mengobati diare 3) Usia Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.Anakanak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi 4) Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkanstimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketikadia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani

1.1.10 Klasifikasi 1.1.11 Eleminasi urine 1. Retensi urine Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat ketidakmampuanmengosongkan kandung kemih . 2. Dysuria Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih . 3. PolyuriaProduksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500 ml /hari , tanpa adanya intakecairan . 4.Inkontinensi urineKetidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter eksternal untuk mengontrol keluarnyaurine dari kantong kemih . 5. Urinari suppresi Adalah berhenti mendadak produksi urine

13 1.1.12 Eleminasi fekal a) KonstipasiKonstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama ataukeras dan kering b) ImpaksiImfaksi feses merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi . Imfaksi adalah kumpulan fesesyang mengeras , mengendap di dalam rektum , yang tidak dapat dikeluarkan. c) Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk . Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi , dansekresi di dalam saluran GI .Inkontinensial feses adalah ketidak mampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus . d) FlatulenFlatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh , terasa nyeri , dan kram. e) Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi , membengkak dilapisan rektum

1.1.13

Patofisiologi (Patway)

Gangguan Eliminasi Fekal Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum.Hal ini juga disebut bowel movement.Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali per minggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalamrektum

dirangsang

dan

individu

menjadi

sadar

terhadap

kebutuhan

untuk defekasi.Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refle ksdefekasi instrinsik.Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.Gelombang ini menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila

spingter

eksternal

tenang maka

feses

keluar.Refleks

defekasi

kedua

yaitu

parasimpatis.Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenangdengan sendirinya.Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dandiaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan

14 di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.Jika refleks

defekasi

diabaikan

atau

jika

defekasi

dihambat

secara

sengaja

dengan

mengkontraksikan muskulusspingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.Cairan fesesdi absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

1.1.14

Komplikasi

1) Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. 2) Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. 3) Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. 4) Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat. 5) Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. 6) Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

15 1.1.15

Pemeriksaan Penunjang

1.Pemeriksaan urine ( urinalisis) 1) Warna urine normal yaitu jernih 2) pH normal yaitu 4,6-8,0 glukosa dalam keadaan normal negatif 3) Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml 4) Keton dalam kondisi normal yaitu negatif 5) Berat jenis yang normal 1,010-1,030 6) Bakteri dalam keadaan normal negatif 2.Pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, natrium, pencitraan radionulida, klorida, fosfat dan magnesium meingkat. 1) Pemeriksaaan ultrasound ginjal 2) Arteriogram ginjal 3) EKG 4) CT scan 5) Enduorologi 6) Urografi 7) Ekstretorius

1.1.16

Penatalsanaan Medis

Gangguan eleminasi urine 1. Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu: a. Pemanfaatan kartu berkemih b. Terapi non famakologi c. Terapi farmakologi d. Terapi pembedahan e.

Modalitas lain

2. Penatalaksanaan medis retensio urine yaitu a.

Kateterisasi urethra.

b.

Dilatasi urethra dengan boudy.

c.

Drainage suprapubik.

Gangguan Eliminasi Fekal a. Penatalaksanaan

medis

konstipasi

Pengobatan

non-farmakologis

Pengobatan farmakologis b. Penatalaksanaan medis diare Pemberian cairan c. Pengobatan dietetik (cara pemberian makanan) Obat- obatan

Dan

16 1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Pengkajian Keperawatan 1.

Anamnesa

1)

Identitas Anamnesa meliputi nama, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, alamat, suku/bangsa,

agama, tingkat pendidikan (bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini) Adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis

akan

membantu

penentuan

status

kesehatan

dan

pola

pertahanan

klien,mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.Data subyektif meliputi anoreksia, mual, tidak nyaman perut pada tingkat tertentu.Data obyektif meliputi selaput mukosa kering, otot lemah, muntah (jumlah, frekuensi, adanyadarah), ada tanda- tanda ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, haus, penurunan turgorkulit.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah). b. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi (mual, muntah). d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri. e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi. f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan mual, muntah, nyeri

17 2.`1. 3 E Intervensi Keperawatan a) Pasien dibantu untuk menghadapi gejala yang dapat mencakup mual, muntah, sakit ulu hatidan kelelahan.\ b) Makanan dan cairan tidak diijinkan melalui mulut selama beberapa jam atau beberapa hari sampai gejala akut berkurang. c) Bila terapi intravena diperlukan, pemberiannya dipantau dengan teratur, sesuai dengan nilaielektrolit serum. d) Bila gejala berkurang, pasien diberikan es batu diikuti dengan cairan jernih. e) Makanan padat diberikan sesegera mungkin untuk memberikan nutrisi oral, menurunkankebutuhan terhadap terapi intravena. f) Meminimalkan iritasi pada mukosa lambung g) Bila makanan diberikan, adanya gejala yang menunjukkan berulangnya episode gastritisdievaluasi dan dilaporkan. h) Masukan minuman mengandung kafein dihindari, demikian juga merokok. i) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan berlebihan karena muntah. 2.3.5 Implementasi Keperawatan ImplementasiImplementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. beberapa petunjuk pada implementasi adalah ; 1) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana. 2) Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien padasituasi yang tepat. 3) Keamanan fisik dan psikologis dilindungi 4) Dokumentasi intervensi dan respons klien.

2.3.6 Evaluasi Keperawatan Bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan harus dievaluasi.Hasil yang diharapkan : 1) Menunjukkan berkurangnya ansietas . 2) Menghindari makan makanan pengiritasan, atau minuman yang mengandung kafein atau alkoholik. 3) Mempertahankan keseimbangan cairan. 4) Mentoleransi terapi intravena sedikitnya 1,5 liter setiap hari. 5) Minum 8 gelas air setiap hari. 6) Mempunyai haluaran urine 1 liter setiap hari.

18 7) Menunjukkan turgor kulit yang adekuat. 8) Mematuhi program pengobatan. 9) Memilih makanan dan minuman bukan pengiritasi. 10) Menggunakan obat-obatan sesuai resep. 11) Melaporkan nyeri berkurang

Related Documents

Lp Dahlia 4.docx
November 2019 8
Dahlia
October 2019 12
Dahlia
November 2019 13
Dahlia
November 2019 11
Origami - Dahlia
November 2019 15
The Black Dahlia Review
October 2019 6

More Documents from ""

Labkesda Lp.docx
November 2019 2
Lp Dahlia 4.docx
November 2019 8