Lp Cks Icu.docx

  • Uploaded by: Gracia Pattinasarany
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Cks Icu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,767
  • Pages: 12
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA SEDANG

OLEH : GRACIA MARCEILINA PATTINASARANY 46201028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

A. Pengertian Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak, dan cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Brunner & Suddarth, 2008) Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan GCS (Galsgow Coma Scale) antara 9 sampai 13 (Mansjoer, Arif. 2009). Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan Skala Koma Glssgow (SKG) antara 912 dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam serta dapat mengalami fraktur tengkorak (Hudak dan Gallo, 2013) B. Etiologi Penyebab dari cedera kepala sedang antara lain: a. Kecelakaan sepeda motor atau lalu lintas b. Jatuh, benturan dengan benda keras c. Karena pukulan dengan benda tajam, tumpul dan perkelahian d. Cerdera karena olah raga Berbagai macam penyebab dari cedera kepala diantaranya karena adanya percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergrak. Kerusakan otak bias terjadi pada titik benturan pada sisi yang berlawanan . C. Manisfestasi klinis Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal tergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, bisanya menunjukkan adanya fraktur. a. Fraktur Kubah Kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan atas alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar-x. b. Fraktur dasar tengkorak Cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, dimana dapat menimbulkan tanda seperti :

1) Hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva 2) Ekimosis atau memar, mungkin terlihat diatas mastoid (battle sign) c. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah. d. Penurunan kesadaran e. Sakit kepala f. Mual, muntah g. Pingsan

D. Pohon masalah / Pathway

Trauma kepala

Ekstra kranial

Tulang kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan otot dan vaskuler

Terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Intra kranial

Jaringan otak rusak

Kerusakan sel otak ↑ Gangguan suplai darah ke jaringan

Kerusakan jaringan tulang ↑ Stress

Kejang

Mengenai sel saraf ↑ katekolamin

Iskemia

Spasme otot pernafasan

Penurunan kesadaran ↑ sekresi asam lambung

Hipoksia Intoleransi aktfitas Gg. Perfusi Jaringan

- Perubahan autoregulasi - Odema sereberal

Mual dan muntah

Gangguan pertukaran gas

Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

E. Pemeriksaan Penunjang a. CT Scan b. Ventrikulografi udara c. Angiogram d. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) e. Ultrasonografi

F. Manajemen Terapi a. Air dan Breathing 1. Perhatian adanya apnoe 2. Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. 3. Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg. b. Circulation Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari. c. disability (pemeriksaan neurologis)

1. Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal 2. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

G. Proses Keperawatan 1. Assesment a. Identitas klien dan penanggung jawab Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital. b. Keluhan utama Riwayat keluhan utama c. Data riwayat penyakit i. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang dirasakan saat ini ii. Riwayat kesehatan dahulu Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama iii. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada juga mempunyai riwayat. PENGKAJIAN PRIMER a. Airway Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis b. Breathing

Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing. c. Sirkulasi Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin. d. Disability Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum. e. Eksposure Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka. PENGKAJIAN SKUNDER -

Kepala Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital

-

Leher Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

-

Neurologis Penilaian fungsi otak dengan GCS

-

Dada Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG

-

Abdomen Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen

-

Pelvis dan ekstremitas Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral

b. Resti pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan; missal tirah baring, imobilisasi. d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik

3. Rencana Intervensi a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral. Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat Kriteria Hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD, nadi, RR, dan suhu tubuh), pupil isokor, klien tidak gelisah, GCS 15, tidak ada tanda peningkatan TIK Intervensi

Rasional

1. Kaji status status neurologis yang 1. mengkaji berhubungan

dengan

tanda-tanda

TIK; terutama GCS.

adanya

kecenderungan

pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. 2. normalnya

2. Monitor tanda-tanda vital secara rutin sampai keadaan klien stabil

autoregulasi

mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik. 3. meningkatkan aliran balik vena dari

3. Naikkan kepala dengan sudut 15o45o tanpa bantal dan posisi netral.

kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema. 4. pembatasan

4. Monitor asupan setiap delapan jam sekali.

cairan

mungkin

diperlukan untuk menurunkan edema serebral.

5. dapat digunakan pada fase akut untuk 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatananti edema seperti manitol, gliserol dan lasix. 6. Berikan oksigen sesuai program terapy.

menurunkan

air

dari

sel

otak,

menurunkan edema otak dan TIK. 6. menurunkan hipoksemia yang dapat meningkatkan volume

vasodilatasi

dan

serebral

yang

darah

meningkatkan TIK.

b. Resti pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial Tujuan : pola nafas tetap efektif. Kriteria hasil : pola napas dalam batas normal frekuensi 16 – 24 x/menit dan iramanya teratur, tidak ada suara nafas tambahan, gerakan dada simetris tidak

Intervensi 1. Kaji

kecepatan,

Rasional kedalaman, 1. perubahan

frekuensi, irama dan bunyi napas.

dapat

menandakan

awitan komplikasi pulmonal atau menandakan luasnya keterlibatan otak.

2. Atur posisi klien dengan posisi semi 2. untuk memudahkan ekspansi paru fowler (15o – 45o).

dan

menurunkan

adanya

kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas. 3. Pada

klien

yang

mengalami

penurunan reflek menelan dan 3. Kaji reflek menelan dan batuk klien

batuk dapat meningkatkan resiko gangguan pernafasan 4. Mencegah / menurunkan atelektasis

5. untuk 4. Anjurkan klien latihan napas dalam

mencegah

terjadinya

komplikasi

apabila sudah sadar. 5. Lakukan

kolaborasi

dengan

tim

medis dalam pemberian terapi.

c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan; missal tirah baring, imobilisasi. Tujuan: mampu melakukan aktivitas fisik, tidak terjadi komplikasi dekubitus dan kontraksi sendi. Kriteria hasil : klien mampu dan pulih kembali setelah pasca akut dan gerak, mampu melakukan aktivitas ringan pada tahap rehabilitasi sesuai dengan kemampuan. Intervensi

Rasional

1. Kaji kemampuan mobilisasi.

1. dapat

mengidentifikasi

tingkat

ketergantungan klien. 2. Kaji derajat ketergantungan klien 2. Untuk dengan

menggunakan

skala

ketergantungan.

mengetahui

derajat

ketergantungan klien : (0) : Klien mandiri (1) : Klien

memerlukan

bantuan

memerlukan

bantuan

minimal (2) :Klien sedang,

pengawasan

dan

pengarahan (3) : Memerlukan

bantuan

terus

menerus dan memerlukan alat Bantu (4) : Memerlukan bantuan total 3. Atur posisi klien dan ubahlah secara teratur tiap dua jam sekali bila tidak ada kejang.

3. perubahan posisi secara teratur dapat meningkatkan dan mencegah

adanya penekanan pada organ yang menonjol. 4. Bantu klien dalam gerakan-gerakan 4. mempertahankan fungsi sendi dan kecil secara pasif apabila kesadaran

mencegah penurunan tonus otak.

menurun dan secara aktif bila klien kooperatif. 5. Berikan motivasi dan latihan pada klien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan. 6. Lakukan kolaborasi

5. meminimalkan dengan tim

kesehatan lain (fisioterapy).

atrofi

otot,

meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. 6. program

yang

khusus

dapat

dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan

tersebut

keseimbangan,

dalam

koordinasi

dan

kekuatan.

d. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik Tujuan : kekurangan nutrisi tidak terjadi. Kreteria hasil : BB klien normal, tanda-tanda malnutrisi tidak ada, nafsu makan tatap ada, Hb tidak kurang dari 10 gr%. Intervensi 1. Kaji kemampuan

Rasional 1. kelemahan otot dan refleks yang

mengunyah, menelan, reflek batuk

hipoaktif/

hiperaktif

dan pengeluaran sekret.

mengidentifikasikan

dapat kebutuhan

akan metode makan alternatif. 2. kelemahan

otot

dan

hilangnya

peristaltik usus merupakan tanda

2. Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising usus.

bahwa fungsi defekasi hilang yang kemudian

berhubungan

kehilangan

dengan

persyarafan

parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba. 3. dapat diberikan jika klien tidak mampu untuk menelan. 3. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi

sering

baik

melalui

NGT 4. mengkaji keefektifan aturan diet.

maupun oral. 4. Timbang berat badan.

5. latihan sedang membantu dalam mempertahankan tonus otot /berat badan dan melawan depresi.

5. Tinggikan kepala klien ketika makan 6. pengobatan masalah dasar tidak dan buat posisi miring dan netral

terjadi

setelah makan.

nutrisi.

6. Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemeriksaan HB, Albumin, protein total dan globulin.

tanpa

perbaikan

status

DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan NANDA & NIC-NOC Edisi Revisi. (2015). Yogyakarta: Media Hardy Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2008. Doengos Merlyn E. 2009 .Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta

Hudak & Gallo, 2013, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI Volume 2, EGC, Jakarta. Mansjoer, A, dkk, 2009, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta. Tarwoto, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto.

Related Documents

Lp Cks Edit.docx
November 2019 32
Lp Cks Icu.docx
June 2020 11
Lp Cks Edit.docx
December 2019 18
Cks
May 2020 21
Askep Cks Bayu.docx
November 2019 31
Lp
August 2019 105

More Documents from ""

Lp Cks Icu.docx
June 2020 11
May 2020 1
May 2020 1
Leccion 18
May 2020 1