ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA (HEAD INJURY) DI RUANGAN RECOVERY ROOM/HCU BEDAH RUMAH SAKIT Dr. M DJAMIL PADANG
UCI RAMADHANI ANWAR 1841312074
PROFESI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2019
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA (HEAD INJURY)
1. Anatomi fisiologi kepala 1. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective aponeurotika,
tissue atau loose
conective
jaringan
penyambung, aponeurosis atau galea
tissue atau
jaringan
penunjang
longgar
dan pericranium. 2. Tulang Tengkorak (skull ) Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagian bawah batang otak dan serebelum. 3. Tengkorak Wajah Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak. Lubang-lubang lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas. Dinding belakang lekuk mata juga dibentuk oleh tulang baji (sayap besar dan kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh tulang langitan, tulang lapisan dan tulang air mata. Selain oleh toreh lekuk mata atas dan oleh lubang untuk saraf penglihat maka dinding lekuk mata itu tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak antara tulang baji, tulang pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke lekuk wajah pelipis. Tulang air mata mempunyai sebuah lekuk yang jeluk, yaitu lekuk kelenjar air mata yang disambung ke arah bawah oleh tetesan air mata yang bermuara di dalam rongga hidung.
4. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : a.
Duramater Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). b. Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. c. Piamater Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater. 5. Otak Otak terdiri dari atas 100 miliar lebih neuron dan serabut terkait. Jaringan otak memiliki konsistensi seperti gelatin. Organ semisolid ini memiliki berat 1,4 kg pada dewasa. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebelum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan. Otak terdiri atas 1. Serebrum Serebrum terbagi oleh suatu lekukan dalam (fisura longitudinalis ) menjadi 2 bagian yang disebut dengan hemisfer serebri. Suatu fisura berjalan transversal memisahkan serebrum dari serebelum. Lapisan paling luar sebrum disebut korteks serebri dengan ketebalan 2-5 mm. Dibawah ini terdapat traktus asosiasi yang terletak diatas traktus komisura sebagai korpus kolosum. Korteks serebri tersususun atas substansi girus (badan sel saraf dan dendrit). Lekukan dangkal diantara girus (sulkus) membagi korteks serebri menjadi lima lobus ; frontal, parietal, oksipital, temporal, dan sentral (insula). Kedua korteks serebri kanan dan kiri menginterpretasikan data sensori, menyimpan memori, mempelajari dan membentuk konsep akan tetapi hemisfer mendominasi hemisfer yang lain dalam beberapa fungsi. a. Area prefrontalis : mengontrol perhatian jangka panjang (konsentrasi), motivasi, kemampuan memformulasikan atau memilih tujuan, kemampuan perencanaan, kemampuan inisiasi, mempertahankan dan mengakhiri aksi, kemampuan monitor diri dan kemampuan menggunakan umpan balik serta stabilitas emosi. b. Lobus parietalis ; girus postsentralis dan bagian anterior lobus parietalis merupakan area reseptif primer (interpretasi) untuk sensasi taktil (suhu sentuhan tekanan) c. Lobus oksipital ; mengandung area resptif primer (interpretasi) dan area asosiasi visual. Memori visual disimpan pada area ini yang memberikan
kontribusi pada kemampuan kita mengenali secara visual dan memahami lingkungan. d. Lobus temporalis mengandung area reseptif auditori primer (interpretasi) dan area asosiasi auditori.memori bahasa disimpan di asosiasi auditori temporalis kiri. Semua memori suara selain bahasa (musik, aneka binatang, suara lain) disimpan di auditori temporalis kanan. e. Lobus sentral (insula) terletak di dalam sulkus lateral dan dikelilingi lobus frontalis, parietalis, dan temporalis. Serabut saraf untuk pengecapan melalui lobus parietalis menuju lobus insula. 2. Bangsal ganglia Fungsi bangsal ganglia kerja samanya dengan bagian-bagian otak yang lebih rendah dalam memberikan sirkuit unutk gerakan tubuh sadar dan dibawah sadar.ganglia basal bersama dengan traktus kortikospinal penting untuk mengontrol aktivitas motorik komlpeks. Lesi pada basal ganglia ini akan menyebabkan berbagai abnormalitas seperti chorea, hemibalismus, dan penyakit parkinson. 3. Diansefalon Terdapat dibagian bawah serebrum. Dibagian bawahnya terdapat hipotalamus dan diabgian atasnya adalah epitalamus.Diansefalon tersusun atas talamus dan hipotalamus. Area ini mengandung ventrikel ketiga thalamus. Talamus menyalurkan semua informasi asendens sensorik kecuali penghidu menuju sel kortikal. Hipotalamus mengatur fungsi sistem saraf autonom seperti denyut jantung, TD, keseimbangan air dan elektrolit, motilitas lambung dan usus, suhu tubuh, lapar , BB, dan siklus tidur terjaga.
6. Batang otak Batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medula oblongata. 1. Midbrain
Bidbrain terletak antara diensefalon dan pons dari batang otak. Disinilah terdapat nucleus endinger westphal. Nukleus ini menerima serabut-serabut dari retina melalui saraf kranial II kemudian mengeluarkan impils motorik melalui serabutserabut simpatik dan parasimpatik ke otot polos iris. Kerusakan akomodasi pupil menandakan sedikitnya terjadi kerusakan satu asupan atau haluaran suatu midbrain sendiri karena mengalami tekanan. (sering karena herniasi tentorial ) 2. Serebelum Serebelum terletak tepat pada posterior dan superior medula oblongata. Serebelum mengirimkan pesannya sendiri ke basal ganglia dan korteks, juga kebagian otak untuk melakukan 3 fungsi bawah sadar. Fungsi serebelum adalah menghasilakn kehalusan, keseimbangan, keharmonisan, dan koordinasi gerak otot rangka,mempertahankan keseimbangan tubuh, serta mengontrol postur tubuh tanpa kejang atau gerakan tanpa kompensasi atau tanda beergoyang- goyang. 3. Medula oblongata Medula oblongata terletak diantara pons, dan medulla spinalis. Pada medula ini terdapat pusat- pusat otonom yang mengatur fungsi- fungsi vital seperti pernapasan frekuensi jantung, tonus vasomotor, juga pusat muntah, refleks batuk , dan prilaku refleks bersin. Juga terdapat sel saraf kranial ke IX sampai XII. 7. Cairan serebrospinalis Fungsi cairan serebrosfinal adalah sebagai penahan getaran serta menjaga jaringan SPP yang sangat halus dari benturan terhadap struktur tulang yang mengelilinginya dan dari cedera mekanik. Selain itu juga berfungsi dalam pertukaran nutrien antara plasma dan kompartemen seluler. Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan
takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari. Pembentukan dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik koloid dan hidrostatik yang sama yang mengatur perpindahan cairan dan partikel-partikel kecil antara plasma dan kompartemen cairan interstisial tubuh. Secara singkat direview, kerja dari tekanan ini adalah sebagai berikut : dua tim yang berlawanan dari tekanan mendorong dan menarik mempengaruhi gerakan air dan partikelpartikel kecil melalui membran kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri atas tekanan osmotik plasma dan tekanan hidostatik CSS. Ini memudahkan gerakan air dari kompartemen CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan dipengaruhi oleh tim dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS. Tim yang berpengaruh bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel, aliran CSS menurunkan tekanan hidrostatik CSS. Hal ini memungkinkan tim bersama mempengaruhi gerakan air dan partikel kecil dari plasma ke ventrikel. 8. Perdarahan Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis
9. SPP (sistem saraf pusat ) Saraf motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf kranial, 12 pasang saraf kranial adalah : 1) Nervus I (Olfaktorius) Sifatnya sensorik mensarafi hidung membawa rangsangan aroma (baubauan) dari aroma rongga hidung ke otak. 2) Nervus II (Optikus)
Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan ke otak 3) Nervus III (Okulomotorius) Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata) / sebagai pembuka bola mata. 4) Nervus IV (Trochlear) Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital, sebagai pemutar bola mata 5) Nervus V (Trigeminus) Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) bertanggung jawab untuk pengunyah. 6) Nervus VI (Abdusen) Sifatnya motorik, sebagai pemutar bola mata ke arah luar 7) Nervus VII (Fasial) Sifatnya majemuk (sensorik- motorik), sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap, asam, asin dan manis. 8) Nervus VIII (Vestibulokokhlearis) Sifatnya sensorik, saraf kranial ini mempunyai dua bagian sensoris yaitu auditori dan vestibular yang berperan sebagai penterjemah. 9) Nervus IX (Glosofharyngeal) Berperan dalam menelan dan respons sensori terhadap rasa pahit di lidah. 10) Nervus X (Vagus) Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) mensarafi faring, laring dan platum 11) Nervus XI (Asesoris) Sifatnya motorik, saraf ini bekerja sama dengan vagus untuk memberi informasi ke otot laring dan faring. 12) Nervus XII (Hipoglosal): Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah. 2. Cedera Kepala Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak. Trauma serebral adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan.
(paula kristanty : 2014 hal. 64 ).yang termasuk cedera kepala adalah cedera kulit kepala, tengkorak kepala, cedera otak dan kombinasi dari itu. Klasifikasi cedera kepala adalah sebagai berikut : 1. Cedera kulit kepala Cedera kulit kepala dapat menyebabkan laserasi, hematoma, dan kontusi atau abrasi pada kulit. Cedera ini mungkin tidak enak dilihat dan dapat berdarah deras. Karena kaya akan suplai darah di kulit kepala. Perdarahan yang terjadi pada kulit dan mungkin menjadi bingung pada pertama kita mencoba mengkaji pasien . keberadaan perdarahan dibawah kulit lengkap bisa seperti cedera tengkorak. Klien dengan cedera kulit kepala ringan yang tidak disertai dengan kerusakan pada daerah lain tidak memerlukan hospitalisasi. Laserasi pada kulit kepala cenderung menyebabkan perdarahan hebat dan harus ditangani dengan pengaplikasian penekanan langsung. Kegagalan mengontrol perdarahan dapat menyebabkan terjadinya syok.
Hal yang perlu
dilakukan pada cedera kulit kepala adalah memeriksa kulit kepala dengan menggunakan sarung tangan, sisihkan rambut untuk menginspeksi. Palpasi tengkorak dan catat adanya fragmen tulang namunjangan memberikan tekanan pada kepala atau jaringan otak dan area sekitarya. Kemudian rambut disekitar laserasi kepala harus dicukur dan luka dibersihkan, debridemen 2. Cedera / fraktur tengkorak Karena tengkorak berbentuk bola dengan ketebalannya, umumnya hanya fraktur jika mengalami trauma ekstrim. Fraktur kepala bisa terbuka dimana sebuah luka/ robek pada kontinuitas kulit dan tulang atau fraktur tertutup dengan kulit kepala lengkap. Deformitas pada cedera tengkorak tidak menyebabkan kecacatan atau kematian dari pada ini merusak dasar otak yang lebam dengan akibat serius Fraktur tengkorak sering disebabkan oleh kekuatan yang cukup keras untuk menimbulkan fraktur pada tengkorak dan menyebabkan cedera otak. Fraktur ini sendiri tidak menandai bahwa cedera otak juga terjadi.tetapi fraktur otak sering kali menyebabkan kerusakan otak yang serius. fraktur tengkorak
depresi mencedrai otak dengan menimbulkan memar (mengakibatkan kontusi) atau dengan mengarahkan fragmen tulang kedalamnya (menyebabkan laserasi). fraktur kalvaria (atap tengkorak ) apabila tidak terbuka, tidak memerlukan perhatian segera. Yang lebih penting adalah keaadaan intrakranial. Fraktur tengkorak tidak memerlukan tindakan pengobatan istimewa
apabila
ada
fraktur
impresi
tulang
maka
operasi
untuk
mengembalikan posisi. Pada fraktur basis kranium dapat berbahaya terutama karena perdarahan yang ditimbulkan sehingga menimbulkan ancaman terhadap jalan napas. Ada 3 jenis fraktur tengkorak a. Fraktur tengkorak linear muncul sebagai garis tipis pada foto rontgen (sinar X) dan tidak memerlukan pengobatan, fraktur penting hanya jika ada kerusakan otak signifikan yang mendasari b. Fraktur tengkorak depresi dapat diraba dan terlihat pada foto rontgen (sinar X ) c. Fraktur tengkorak basilar terjadi pada tulang- tulang yang berada didasar lobus frontal dan temporal. Fraktur ini tidak terlihat di rotgen tapi dimanifestasikan sebagai ekimosis disekitar mata atau dibelakang telinga atau dengan darah atau css yang keluar dari telinga. 3. Cedera otak Cedera kepala terbuka adalah cedera yang menembus tengkorak, cedera kepala tertutup berasal dari trauma tumpul. Seperti yang sudah dijelaskan, otak itu sendiri tertutup oleh tengkorak -sebuah kasus yang kaku dan pantang menyerah. Cedera bisa menyebabkan pembengkakan jaringan otak atau perdarahan di dalam tengkorak. Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada tengkorak. Cedera otak mungkin langsung (dari trauma tembus), tidak langsung (dari pukulan ke tengkorak), atau sekunder (misalnya dari kekurangan oksigen, pembentukan karbon dioksida, atau perubahan tekanan darah). Cedera bisa tertutup atau terbuka.Dalam kasus cedera kepala tertutup, kulit kepala mungkin terkoyak tapi tengkorak tetap utuh dan tidak akan ada lubang ke
otak. Kerusakan otak di dalam tengkorak utuh bagaimanapun bisa menjadi luas. Jumlah luka dan kekuatan yang terlibat. Secara umum jaringan otak rentan terhadap jenis luka yang sama seperti jaringan lunak lainnya, terutama kontusi dan laserasi. Cedera kepala terbuka melibatkan cela di tengkorak, seperti disebabkan oleh benturan dengan kaca depan atau benda yang tertusuk. Ini melibatkan kerusakan lokal langsung pada jaringan terlibat, namun juga dapat menimbulkan kerusakan otak akibat infeksi, laserasi jaringan otak, atau setelah menembus tengkorak. Cedera pada otak akibat pangkasan, robek, dan peregangan serabut saraf disebut cedera aksonal difus (DAI). jenis cedera ini mengganggu komunikasi dan transmisi impuls saraf ke seluruh otak. DAI paling umum dalam kecelakaan mobil dan pejalan kaki yang ditabrak mobil. Akselerasi dan deselerasi yang parah menyebabkan pencukuran, robek, dan peregangan. DAI dikategorikan ringan, sedang, atau berat. Gegar otak adalah cedera aksonal ringan yang menyerang. Cedera aksonal yang menyebar parah melibatkan batang otak. Tidak ada klasifikasi tunggal untuk cedera otak namun istilah kontusi konkusi dan terbuka, tertutup. a. konkusi konkusi adalah trauma kepala yang dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran selama 5 menit atau kurang dan amnesia retrograd. Tidak ada kerusakan pada tengkorak atau dura, serta tidak ada kerusakan yang terlihat pada pemindaian CT atau MRI. Penderita mungkin mengalami kebingungan, iritabilitas, disorientassi, dan beberapa saat amnesia pasca trauma. Pasien mungkinmengeluhkan sakit kepala, kelelahan, pusing, katidakmampuan untuk kosentrasi dan gangguan ingatan. ( cynthia lee terry dan aurora weaver : 2013) b. kontusi kontusi berhubungan dengan kerusakan yang lebih luas dari konkusi. pasien mengalami lebam pada otak dengan sedikit perdarahan parenkimal superfisial
yang sebagian besar terjadi di area temporal. kontusio bisa bertambah ukuranya dan derajat keparahannya beberapa hari setelah cedera yang diiringi dengan perdarahan dan edema otak yang terjadi, menimbulkan perburukan gejala dan peningkatan tekanan intrakranial ekimosis eksterm tampak jelas pada lokasi cedera. c. Cedera aksonal yang menyebar Ini adalah bentuk cedera kepala yang paling parah karena tidak ada lesi fokal yang dihilangkan. Cedera ini melibatkan seluruh jarigan otak dan terjadi pada tingkat mikroslopik. Pada cedera aksonal ringan yang menyebar, kehilangan kesadaran berlangsung 6-24 jam. Pada cedera aksonal sedang yang menyebar koma berlangsung < 24 jam . cedera aksonal parah yang menyebar melibatkan cedera primer pada batang otak cedera aksonal yang menyebar dimulai dengan hilangnya kesadaran dengan cepat , koma berkepanjangan, postur fleksi atau ekstensi yang abnormal, hipertensi dan demam. d. Cedera fokal 1). Hematoma Epidural ini terjadi karena adanya sekumpulan darah diantara tengkorak bagian dalam dan lapisan terluar durameter yag tetarik keluar dari tengkorak. Sering terjadi akibat jatuh, pukulan di kepala, atau MVA yang menyebabkan tengkorak mengalami fraktur dan goresan pada arteri meninges bagian tengah. Tanda-tandanya meliputi hilangnya kesadaran singkat diikuti dengan periode lusid yang berlangsung hingga 12 jam. Penurunan tingkat kesadaran mulai terjadi disertai hemiparesis pada sisi tubuh yang berlawanan dengan area otak yang terkena dan pupil dilatasi terjadi pada mata disisi yang sama dengan bagian otak yang terkena. 2). Hematoma Subdural merupakan perdarahan yang terjadi diantara durameter dan membran araknoid yang kemungkinan disebabkan oleh pecahnya vena diantara otak dan dura meter. Gejalanya berdasarkan waktu dan onset gejala, rentang hematoma subdural mulai
dari akut (48 jam), subakut (2 hari hingga 2 minggu), hingga kronis (2 minggu hingga 2 bulan). 3). Hematoma Intraserebral Hematoma ini jarang terjaddi dibandingkan hematoma subdural dan epidural. Hematoma intraserebral terjadi ketika ada perdarahan aktual di dalam jaringan otak dan dapat terjadi diarea cedera, sedikit lebih jauh atau sangat jauh didalam otak . akibat fraktur tengkorak yang tertekan dan luka penetrasi. Derajat perdarahan berbeda- beda secara signifikan dan intervensi bedah diperlukan untuk mengontrol perdarahan. Manifestasinya mirip dengan homatoma subdural dan epidural meskipun hemiplegia lebih banyak terjadi dari hemiparesis.
3. Etiologi Kecelakaan kenderaan bermotor merupakan penyebab utama cedera kepala dan penyebab lainnya adalah penyerangan, jatuh, dan cedera yang berhubungan dengan olahraga. a. Menurut penyebabnya cedera tumpul dibagi atas 1. Trauma tumpul Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan menyebar, berat ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi – deselerasi,
kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat menyebabkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena pada saat otak bergeser akan terjadi pergeseran antara permukaan otak dengan tonjolantonjolan yang terdapat dipermukaan dalam tengkorak laserasi jaringan otak sehingga mengubah integritas veskuler otak. 2. Trauma tajam Disebbakan oleh pisau atau peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada keceatan gerak (velocity) benda tajam tersebut menancap kekepal atau otak. Kerusakan terjaddi hanya paada area dimana benda tersebut merobek otak (lokal)
b.
Menurut cynthia lee terry dan aurora weaver ( 2013 : hal. 292) penyebab trauma kepala terdiri dari 1.
Cedera primer Cedera primer terjadi pada benturan, dan merupakan akibat langsung dari benturan yang menyebabkan cedera ada daerah otak dibawah sisi kontak. Biasanya terjadi fraktur tengkorak. misalnya luka tembak, luka pukulan tongkat baseball , kecelakaan kendraan bermotor
2. Cedera sekunder Yaitu cedera yang muncul setelah peristiwa primer terjadi misalnya ada beberapa cedera yang lebih berat, memerlukan pembedahan mengangkat fragmen tulang atau mengevakuasi hematoma lewat lubang burr atau kraniotomi. c. Berdasarkan penyebab mekanisme cedera, maka cedera kepala terdiri dari 1. Cedera akselerasi Yaitu benda bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak, contohnya pemukul baseball menghantam kepala atau peluru ditembakan kekepala. 2. Cedera deselerasi Cedera terjadi ketika kepala bergerak menghantam objek statis seperti saat jatuh atau MVA ketika kepala menghantam dashboard atau jendela 3. Cedera kup/ kont rakup
Ketika kepala terpukul otak bergerak atau berpindah maju mundur didalam kranium. Jika cedera terjadi pada lokasi pukulan pertama langsung dibawahnya disebut sebagai cedera kup, jika cedera terjadi pada posisi yang berlawanan maka disebut cedera kontrakup 4. Rotasi terjadi ketika otak yang cedera berputar/ terpuntir didalam tengkorak menyebabkan substansi putih otak dan pembulu darah menjadi robek.
Ket gambar: A. Cedera tembus yang dapat menimbilkan fraktur tengkorak B. Cedera menyebar : dapat menyebabkan otak bergerak cukup keras hingga merobek beberapa vena C. Cedera contrecoup 4. Manifestasi Klinik 1.
Peningkatan TIK dengan manifestasi sbb a. trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah/ iritable, papil edema, muntah proyektil. b. penurunan fungsi neurologi, seperti : perubahan bicara, perubahan reaksi pupil, sensori motorik berubah c. sakit kepala, mual, pandangan kabur( diplopia )
2. Fraktur tengkorak, dengan manifestasi a. CSS (cairan serebrospinal) / darah mengalir dari telinga dan hidung b. bukti berbagai cedera saraf kranial c. perdarahan dibelakang membran timpani d. ekimosis periorbital (memar disekitar mata ) e. . battle’s sign (memar di daerah mastoid)
3. Kerusakan saraf kranial dan telinga dalam dapat terjadi saat kecelakaan terjadi atau kemudian dengan menifestasi : a.
perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus
b.
hilangnya daya penciuman karena kerusakan nervus alfaktori
c.
pendengaran berkurang karena rusaknya nervus auditorius
d.
pupil dilatasi, strabismus atau terfiksasi karena tidak mampu bergerak akibat rusaknya nervus okulomotor
e.
vertigo akibat kerusakan otolith ditelinga dalam
f.
nistagmus karena kerusakan sistem vestibular
4. Konkusi setelah konkusi, pengamat melaporkan adanya kehilangan kesadaran selama 5 menit atau kurang. Amnesia retrograd, amnesia pascatrauma, atau keduanya dapat terjadi, klien mengalami sakit kepala dan pusing serta dapat mengeluh mual dan muntah. 5. Kontusi a. kontusio serebral kontusio pada lobus temporal menimbulkan agitasi, confuse; kontusio frontal: hemiparese, klien sadar; kotusio fronto temporal : aphasia. Namun tanda dan gejala ini irreversibel. b. Kontusio batang otak Respon menghilang dan pasien mengalami koma parsial, penurunan tingkat kesadaran terjadi berhari – hari bila keruskan berat. pada perubahan tingkat kesadaran respirasi dapat normal/ periodik/cepat, pupil simestris kontriksi dan reaktif, jika kerusakan mengenai batang otak bagian atas pupil dapat abnormal dan gerakan bola mata tidak ada 5. Patofisiologi Cedera kepala dapat terjadi karena beberapa mekanisme cedera. Suatu sentakan traumatik pada kepala menyebabkan cedera kepala. Sentakan ini dapat terjadi secara tiba- tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti jatuh kecelakaan kendraan bermotor, atau kepala terbentuk. Jika sentakan menyebabkan suatu
melalui mekanisme trauma akselesari- deselerasi atau coup- countercoup. Maka kontusio serebri dapat terjadi. Cedera kepala besar menyebabkan kerusakan langsung pada parenkim otak. Energi kinetik ditransmisikan ke otak dan memar terlihat pada cedera jaringan lunak yang disebabkannya. Sebuah benturan pada permukaan otak menyebabkan perpindahan jaringan otak yang cepat dan gangguan pembuluh darah, menyebabkan perdarahan, cedera jaringan, serta edema. Kerusakan otak dan tengkorak meliputi benturan itu sendiri (cedera primer) dan cedera yang berlanjut dari edema, inflamasi, serta perdarahan dalam otak (cedera sekunder). Cedera sekunder dapat mengakibatkan manifestasi yang lebih parah dibandingkan yang disebabkan oleh benturan itu sendiri. Inflamasi menyebabkan edema serebral dan peningkatan TIK. Perdarahan dapat menyebar jika terjadi akibat robekan beberapa pembuluh darah kecil didalam otak. Setiap kali tekanan di dalam otak meningkat, otak dapat mengalami hipoksia, masalah sekunder terjadi dari beberapa jam sampai beberapa hari setelah benturan. Konkusi biasanya menyebabkan cedera otak yang reversibel. Beberapa kerusakan biokimia dan ultrastruktur seperti deplesi trifosfat adenosin mitokondria serta perubahan permebilitas vaskular dapat terjadi.Klien dengan kerusakan aksonal yang menyebar mengalami cedera mikroskopik pada akson diserebrum, korpus kalosum, dan batang otak. Cedera substansi putih yang meluas, degenerasi substansi putih, disfungsi saraf dan edema serebral global merupakan gambaran yang Khas. Jika autoregulasi terganggu, seperti ada cedera kepala, hipoperfusi serebral menyebabkan iskemia jaringan otak. Hipoksia memiliki efek yang rendah terhadap mortalitas selama perfusi otak adekuat karena otak dapat mengekstrak oksigen selama periode singkat. Kombinasi hipotensi arteri dan hipoksia merupakan hal yang signifikan dalam terjadinya cedera sekunder. Penyebab lain cedera otak sekunder meliputi peningkatan TIK, masalah pernapasan, ketidakseimbangan elektrolit, dan infeksi. Cedera reperfusi terjadi ketika iskemia dibalik dan aliran darah terbentuk kembali. Hal ini juga menyebabkan cedera sekunder. Cedera reperfusi mungkin
disebabkan oleh radikal bebas oksigen, yang merupakan produk normal dari metabolisme aerobik yang biasanya terurai menjadi oksigen dan air. Pada cedera sel, pemecahan radikal ini terganggu sehingga terjadi penumpukan yang menyebabkan penghancuran asam nukleat, protein, karbohidrat dan lipids serta membran dalam jaringan otak. Pengaruh cedera kepala terhadap asam basa tubuh. Ketika terjadi cedera pada kepala, akan menimbulkan gangguan autoregulasi karena terputusnya/ robeknya kontinuitas pembuluh darah dan sel jaringan menuju otak. Maka aliran darah ke otak berkurang Kekurangan oksigen menyebabkan gangguan metabolisme pada
jaringan
otak, sehingga menimbulkan peningkatan asam laktat. Kemudian bila PCO2 bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan pertambahan CBF, yang kemudian menyebabkan terjadinya penambahan tekanan intrakranial (TIK) edema otak. Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak juga akan mengalami penekanan yang berakibat aliran darah ke otak semakin berkurang, sehingga terjadi hipoksia dan berlanjut menimbulkan iskemia yang akhirnya gangguan pernapasan asidosis metabolik (Penurunan PH, peningkatan asam laktat dan peningkatan PCO2 ).
WOC Cedera Kepala
Benturan kepala Trauma kepala
Trauma pada jaringan lunak
Trauma akibat deseleraksi/aselekrasi
Robekan dan distorsi
Jaringan sekitar tertekan
Cedera jaringan
Rusaknya jaringan kepala
Luka terbuka
Hematoma MK : Gangguan rasa nyaman nyeri
Perubahan pada cairan lutra dan ekstra sel edema
edema
Peningkatan suplai darah MK : Resiko tinggi terhadap infeksi
ke daerah trauma
vasodilatasi
Tekanan intrakranial Aliran darah ke otak
MK : Perubahan perfusi jaringan serebral.
Penurunan Merangsang hipotalamus
Merangsang inferior
Kerusakan hemisfer
hipofise
motorik
Hipoksia jaringan
kesadaran
Kerusakan Produksi ADH & aldosteron
Mengeluarkan steroid & adrenal
pertukaran gas Penurunan kekuatan dan tahanan otot
Hipotalamus terviksasi (pd diensefalon)
Sekresi HCL
Pernafasan
MK :Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit
Kekacauan pola bahasa
dangkal
digaster MK : Gangguan mobilitas fisik
Retensi Na+H2o
MK : Gangguan persepsi sensorik
MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
MK : Pola nafas tidak efektif
MK : Gangguan komunikasi verbal
6. Penatalaksanaan A. Penatalaksanaan a. primer Manajemen klien dengan cedera kepala adalah sama dengan manajemen awal untuk cedera lain Meliputi : 1. Buka jalan napas dengan teknik jaw thrust – kepala jangan ditekuk, isap lendir kalau perlu. 2. Berikan O2 4-6 liter / menit eningkatkan vasokontriksi pembulu darah otak sehingga edema serebri menurun. Kontrol perdarahan, jangan beri tekanan pada luka perdarahan kepala, tutup saja dengan kassa, diplester. Jangan berusaha menghentikan aliran darah dari lubang telinga atau hidung dengan menutup lubang tersebut. 3. Pasang infus b. Manajemen lanjutan Asuhan yang berkelanjutan untuk mempertahankan perfusi serebral dan mengurangi TIK adalah fokus dari asuhan kritis. Laju metabolisme serebral diturunkan dengan pemberian sedatif, agen paralitik, antipiretik, barbiturat, dan hipotermi. Morfin adalah opioid yang bisa digunakanuntuk klien cedera kepala. Morfin dapat mengurangi nyeri dan diberikan secara intravena. Depresi pernapasan dikontrol pada klien yang diintubasi dan berventilasi. B. Penatalaksanaan oleh Penelitian Berdasarkan dua studi keperawatan yang dilakukan oleh Jintana Damkliang, Julie Considine , Bridie Kent dan Maryann Street di Thailand menunjukan adanya perbaikan Pengetahuan perawat darurat Thai tentang perawatan untuk pasien dengan Cedera otak traumatis parah ketika menggunakan kumpulan perawatan berbasis bukti terhadap pasien dewasa.
Bentuk kumpulan perawatan berbasis bukti atau manajemen keperawatan emergensi awal tersebut adalah : 1. Airway and C-spine protection - Tetapkan jalan napas yang aman dengan C- Spine Protection a.
menggunakan jaw trhust untuk membuka dan membersihkan saluran napas
b.
Terapkan bag-valve- mask dengan oksigen > 10 lit / menit sebelum intubasi
2.
c.
Terapkan membantu pernafasan dengan intubasi ETT
d.
berikan ukuran cervikal collar yang sesuai dan tepat
Oksigenasi dan ventilasi : Pertahankan kecukupan oksigenasi dan ventilasi a. Pemantauan saturasi oksigen, menjaga SpO2 > 90% dan catat setiap 15 menit. b. Pantau ventilasi menggunakan capnoghraphy, pertahankan ETCO2 35-40 minutes c. Pantau tingkat pernapasan dan catat setiap 15 menit
3. Sirkulasi : Pertahankan sirkulasi dan keseimbangan cairan a. Berikan normal saline solution (NSS) atau larutan lain sesuai resep b. menjaga tekanan darah sistolik (SBP> 90 mmHg) setiap 15 menit c. Pantau denyut nadi / denyut jantung dan catat setiap 15 menit sekali. 4. Disabilitas dan manajemen tekanan intrakranial a. Pemantauan skor GCS secara teratur, dan ukuran pupil dan reaktivitas b. Pantau nilai GCS, ukuran papillary dan reaktivitas dan catat setiap 15 menit
c. Beritahu dokter atau ahli bedah saraf jika ada perubahan dari berikut : Skor GCS drop, dilatasi pupil atau asimetris dan lesu atau tidak reaktif d. Pertahankan arus keluar vena serebral e. Jaga agar kepala dan leher tetap seimbang f. Jaga 30 0 ditinggikan kepala tempat tidur ( kecuali kontraindikasi) g. Pastikan menggunakan cervical collar yang sesuai 5. Pengelolaan nyeri, agitasi dan mudah tersinggung a.
Berikan obat penenang dan analgesik sesuai yang ditentukan
b.
Membebat fraktur tungkai
c.
Urinary chateterisation
6. Mengatur untuk CT scan otak yang mendesak a. CT scan otak segera setelah posibble setelah ABC distabilkan b. hubungi staf CT c. SBP aman> 90 mmHg SP02> 90% ETCO2 35-40 mmHg
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CEDERA KEPALA (HEAD INJURY) 1.
Pengkajian
A. Biodata Umum a. Identitas klien b. Identitas penanggung jawab. B. Pengkajian Primery Survey 1. Menilai tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan metode AVPU A (Alert / sadar )
: pasien dapat dikatakan sadar apabila pasien
mampu berorientasi terhadap tempat, waktu, dan orang. V (Verbal/ respon terhadap suara)
: pasien dalam keadaan disorientasi
tetapi masih bisa diajak bicara. P (pain/ respon terhadap rangsang nyeri )
:
dimana
pasien
hanya
berespon terhadap rangsang nyeri. U (unresponsive/ tidak sadar) : pasien tidak memberikan respon apa- apa, baik diberi rangsang suara maupun rangsang nyeri.
2. Lakukan penilaian ABCDE A. Airway 1) Airway harus dikaji kepatenannya a. Apakah pasien mampu berkomunikasi verbal b. Inspeksi adanya benda asing c. Kaji adanya stridor, hoarseness, gurgling, secret yang menumpuk atau darah 2) Assumsikan cedera c-spine pada pasien dengan multisystem trauma, trauma tumpul diatas cervical, gangguan tingkat kesadaran a. Pemerikasaan C-spine dilakukan secara klinis dan radiografis b. C-collar
harus
selalu
pemeriksaan klinik
terpasang
sampai
pasien
menjalani
3) Penyulit: a. b.
Jalan nafas yang sulit Fraktur laryng
Pada beberapa pasien dengan cedera kepala terdapat muntah. Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan trauma serebral yang akan berkembnag menjadi kematian otak (anoxid brain death). Airway harus bersih dari berbagai secret. B. Breathing Setelah jalan napas aman, brething menjadi prioritas berikutnya dalam primary survay. Pengkajian ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat pasien bernapas. 3 hal yang dilakukan dalam breathing 1). Nilai apakah breathing baik (look, listen, and feel ) 2). Ventilasi tambahan apabila breathing kurang adekuat 3). Berikan oksigen sesuai indikasi Kondisi
peningkatan PCO2
pada cedera kepala akan
memperburuk edema serebri. Adanya pernafasan cheyne stokes dapat berhubungan dengan perdarahan kedalam ganglia basalis, kondisi yang mendorong pada pusat pernafasan medularis, lesi hemisfer bilateral dalam serebrum atau suatu disfungsi serebelum, otak tengah, dan pons atas. Hiperventilasi neurogenik pusat adalah hiperventilasi berkelanjutan pada RR 40 -45 x/ menit, ini mungkin terjadi pada infark pons atau akibat dari berbagai lesi di pons (seperti hematoma serebral). Pernafasan apneustik (misalnya pernapasan dalam yang cepat diikuti dengan 2 -3 detik pause ) menunjukkan
kerusakan
struktur
pada
pusat
kontrol
pernapasan
dipertengahan sampai bawah pons, biasanya menunjukkan kematian yang akan segera terjadi.
C. Circulation Ada 3 observasi dalam hitungan detik yang dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik pasien 1.
Tingkat kesadaran, jika terjadi penurunan darah, perfusi otak dapat berkurang, sehingga dapat mengakibatkan penurunna kesadaran.
2.
Warna kulit
3.
Nadi dan tekanan darah Tekanan darah dan nadi aslinya adalah stabil pada awal periode setelah trauma kepala, tetapi ketika tekanan perfusi serebral menjadi terancam,
karena
berbagai
sebba,
reseptor
pressor
dalam
vasokolumotor medulla terstimulasi untuk menaikkan tekanan darah. Nadi biasanya lambat dan terikat hubungannya dengan trauma kepala mayor. Jika bradikardia muncul, ini mendorong penekanan pada batang otak, suatu massa dalam fossa posterior, atau suatu trauma spinal dimana jalur simpatis asenden terputus. Dalam kasus peningkatan TIK yang berat nadi melambat dan penuh, kadang kala 45- 50 bpm. Disritmia terjadi pada pasien dengan darah dalam cairan serebrosfinal dan berhubungan dengan gangguan otak tertentu. Ruptur anerisma ventrikuler dan infeksi tertentu dari sistem saraf pusat dapat diikuti peningkatan suhu. Akan tetapi, pada trauma kepala akut, suhu mungkin berfluktuasi mungkin mengalami hipotermi atau hipertermi. D. Disability
: nilai tingkat kesadaran dengan glaslow coma scale (GCS),
respon pupil apakah simetris atau tidak. Nilai adakah perubahan pupil. Pupil yang tidak sama besar (anisokor) kemungkinan menandakan lesi masa intraakranial (perdarahan). Pada kontusio batang otak pupil simetris kontriksi dan reaktif, namun kerusakan pada batang otak bagian atas pupil dapat abnormal.
Glaslow Coma Scale (GCS ) Eye
Nilai
Buka mata spontan
4
Buka mataa terhadap suara
3
Buka maata terhadap nyeri
2
Tidak buka mata
1 Verbal
Bicara biasa
5
bicara mengacau
4
Hanya kata- kata
3
Hanya suara
2
Tidak ada respon
1 Motorik
Mengikuti perintah
6
Melokalisir nyeri
5
Manjauhi nyeri
4
Fleksi abnormal
3
Ekstensi abnormal
2
Tidak ada respon
1
Berdasarkan hasil penilaian GCS maka cedera kepala dapat dikelompokan : 1). GCS 13-15 = cedera kepala Ringan Terjadi hilang kesadaran hingga 30 menit, trauma sekunder dan neurologis tidak ada, kepala pusing beberapa jam hingga beberapa hari. pasien umumnya dibolehkan pulang setelah menjalani observasi di UGD 2). GCS 9-12 = Sedang Penurunan kesadaran selama 30 menit – 24 jam. Terdapat trauma sekunder dan gangguan neurologis sedang.
3.) GCS 3-8 ( berat) Penderita dirawat ditempat perawatan kritis. Kehilangan kesadaran 24 jam sampai berhari-hari. Terdapat cedera sekunder : kontusio, fraktur tengkorak, perdarahan dan hematoma intrakranial. E. Exposure
: inspeksi kepala, wajah dan leher serta bagian tubuh yang
lain untuk mengatahui sumber perdarahan dan luka. Biasanya terdapat perdarahan, fraktur, dan nyeri tekan pada kepala.perhatikan adanya tanda battle’s yaitu blush discoloration atau memar dibelakang telinga (mastoid) menandakan adanya fraktur dasar tengkorak. lihat adanya
periorbital
ecchymosis akan ditemukan pada fraktur anterior basilar. 3 imobilisasi kepala atau leher dengan collar neck atau alat lain dan dipertahankan sampai hasil X- ray membuktikan tidak ada fraktur cervikal.
C. Secondary Survey 1. Anamnesis a. Riwayat mekanisme cedera (mekanisme trauma, posisi klien saat ditemukan ) Mekanisme cedera dengan perhatian khusus pada deformites roda kemudi atau benturan dengan roda kemudi. Benturan disamping kendaraan dan kedalaman. b. Riwayat kesehatan yang lalu Hal yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk menoleransi cedera seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, penyakit asma atau obstruksi paru kronik, riwayat merokok, penggunaan obat-obatan dan alkohol dan riwayat jantung. c. Keluhan utama. Vokalisasi, tingkat kesadaran, pemberian oksigen, dan pengkajian pernapasan.
Anamnesis juga harus meliputi anamnesis AMPLE ( Alergi, medikasi/ obat- obatan, penyakit sebelumnya yang diderita misalnya : hipertensi atau DM, Last meal : waktu makan terakhir sebelum kecelakaan, event : hal- hal yang bersangkutan dengfan penyebab cedera. ) 2. Pemeriksaan fisik head to toe 1). Kepala / tengkorak a. Inspeksi dan palpasi keseluruhan kulit kepala, hal ini penting karena kulit kepala biasanya tidak terlihat karena tertutup rambut. b. Catat adanya perdarahan, laserasi, memar, atau hematom. c. Catat adanya darah atau drainase dari telinga. Inspeksi adanya memar dibelakang telinga (mastoid) yang disebut dengan battle sign. Menandakan adanya fraktur dasar tengkorak. d. Kaji respon dan orientasi pasien akan waktu, tempat dan diri.observasi bagaimana pasien merespon pertanyaan dan berinteraksi dengan lingkungan. e. Catat adanya tremor atau kejang. 2). Wajah a. Inspeksi dan palpasi tulang wajah b. Kaji ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya. Lihat adakah kontak lensa terpasang, jika ya, lepaskan. c. Perhatikan adanya gangguan penglihatan, apakah pupil simetris atau tidak. d. Lihat adakah sunkey eye (mata terdorong kedalam ) satu atau keduanya. periorbital ecchymosis ditemukan pada fraktur anterior basilar e. Catat adanya darah, atau drainase dari telinga, mata , hidung, atau mulut. Rinorea atau otorea mennadakan kebocoran CSF f. Observasi bibir, daun telinga, dan ujung kuku terhadap sianosis g. Cek adanya gigi yang tanggal h. Cek adanya gigi palsu. Jika ada dan pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran atau gigi palsu mempengaruhi jalan naps, lepaskan, beri nama daan simpan di tempat yang aman.
3). Leher a.
Observasi adanya bengkak, atau deformitas dileher
b.
Cek spinal servikal untuk deformitas dan nyeri palpasi Dan jangan menggerakkan leher atau kepala pasien dengan kemungkinan trauma leher sampai fraktur servikal sudah dipastikan.
c.
Observasi adanya distensi vena jugularis.
4). Dada a. Inspeksi dinding dada untuk kualitas kedalaman pernafasan dan untuk kesimetrisan pergerakan catat adanya flail chest b. Cek adanya fraktur iga c. Catat keluhan pasien adanya dispnea, cheyne stokes d. Catat adanya memar. Perdarahan dan luka pada daerah dada e. Auskultasi paru untuk kualitas dan kesimetrisan bunyi nafas. 5). Abdomen a. Inspeksi dan palpasi adanya memar, atau lainnya dari kecelakaan. b. Genetalia pelvis c. Observasi
dan palpasi adanya abrasi, edema perdarahan karena
kecelakaan. 6). Tulang belakang. a. Mulai tempatkan satu tangan dibawah leher pasien. Dengan lembut palpasi vertebra. Rasakan adanya deformitas dan catat lokasinya jika terdapat respon nyeri b. Palpasi sudut costovertebral melewati ginjal 7). Ekstremitas a. Cek adanya laserasi, perdarahan. Edema, pallor, nyeri, dan asiemtris sendi b. Cek pergerakan Range of motion (ROM) c. Palpasi nadi distal dan capilarry refill pada ujung kuku.kaji warna kulit pada ekstremitas.
8). Ukur tanda-tanda vital a. Hipertensi dan bradikardi menandakan peningkatan TIK b. Nadi irreguler atau cepat menandakan disritmia jantung c. Apnea, perubahan pola napas terdapat pada cedera kepala d. Suhu maningkat dapat dihubungkan dengan head injuri (trauma panas)
3. Pemeriksaan Penunjang 1). CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. 2). MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. 3). Cerebral Angiography Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma 4). EEG (Elektroencepalograf ) : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis 5). X-Ray Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. 6). BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil 7). PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak 8). CSF, Lumbal Pungsi Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal. 9). ABGs Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10). Kadar Elektrolit Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial 2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1.
Bersihan
jalan
Outcome (NOC )
Intervensi (NIC)
1. Status pernapasan : 1. Manajemen jalan napas
nafas Kepatenan
jalan -
Posisikan
pasien
untuk
tidak
efektif napas
memaksimalkan ventilasi yang
b.d
adanya
-
Tidak ada demam
potensial
pada
-
Tidak ada cemas
-
Tidak
cairan hidung.
ada
- Identifikasi masukan jalan nafas
rasa
baik
tercekik. -
-
Frekuensi
nafas
dalam
batas
ataupun
-
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya ventilasi yang turun atau
normal.
yang hilang dan catat adanya
Irama nafas dalam
bunyi tambahan -
Atur
intake
cairan
untuk
Mampu
mengoptimalkan keseimbangan
mengeluarkan
cairan
dahak. -
aktual
potensial
batas normal. -
yang
-
Posisikan
Bebas dari suara nafas tambahan.
pasien
untuk
mengurangi dispnea -
Monitor pernafasan dan status oksigen
2. Status pernapasan:
-
Ventilasi -
Rata-rata pernafasan rentang
-
2.
Terapi oksigen Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
dalam
-
yang
Pertahankan jalan nafas yang paten
diharapkan
-
Atur peralatan oksigenasi
Irama
-
Monitor aliran oksigen
pernafasan
dalam
rentang
yang diharapkan. -
-
Pertahankan posisi pasien
-
Observasi adanya tanda tanda
Kedalaman
hipoventilasi
pernafasan normal. -
Mudah bernafas.
-
Tidak
ada
penggunaan otot
-
-
3. Tindakan pencegahan aspirasi -
otot-
Periksa
tingkat
kesadaran,
refleks batuk, refleks muntah,
bantu
dan kemampuan menelan.
oernafasan.
-
Monitor status paru-paru.
Tidak ada nafas
-
Pertahanan jalan nafas.
pendek.
-
Posisikan dengan benar 90
Kapasitas dalam
vital rentang
yang diharapkan.
derajat atau sejauh mungkin. -
Pecahkan dan hancurkan pilpil
3. pencegahan aspirasi -
Identifikasi faktor resiko
-
Menghindari faktor resiko
-
Memposisikan tubuh sesuai saat makan atau minum
e. Ketidakefekti fan
1. Perfusi jaringan :
perfusi
jaringan serebral
b.d -
fraktur tengkorak.
-
-
1. Pemantauan neurologis
serebral
Aktivitasnya:
Indikator :
- Monitor
Tekanan intrakranial
kesimetrisan,
diharapkan normal
pupil.
ukuran, dan
bentuk, reaktivitas
Cerebral angiogram
- Monitor tingkat kesadaran.
normal
- Monitor tingkat orientasi.
Tidak ada gangguan
- Monitor GCS.
reflek neurologi
- Monitor
neurologikal
:
Indikator :
kontrol
motorik normal
motorik
diharapkan normal -
-
-
Pola
dan
- Monitor status pernafasan: level ABG, kedalaman, pola, frekuensi, dan kekuatan nafas.
Sensorik kranial dan fungsi
emosi,
darah, nadi, dan pernafasan.
diharapkan normal
-
mood,
- Monitor TTV: suhu, tekanan
Kesadaran
Pusat
lampau, prilaku.
kesadaran
-
sekarang,
rentang perhatian, memori masa
2. Status
-
memori
nafas
- Jika
diindikasikan,
parameter hemodinamik invasif. - Monitor tekanan intrakranial dan tekanan kardiopulmonal.
diharapkan normal
2.
Tekanan
intrakranial
darah
Pemantauan
diharapkan normal
Aktivitasnya:
Denyut
-
nadi
monitor
diharapkan normal
tekanan
Membantu pemasangan alat monitoring TIK
-
Berikan
informasi
kepada
3. Cognitive orientasi
keluarga dan orang penting
-
lainnya.
-
Tepat
dalam
mengidentifikasi
-
Irigasi sistem aliran.
hari
-
Atur pengingat waktu.
-
Ambil
Tepat
dalam
mengidentifikasi tempat -
Tepat
dalam
Tepat
-
Monitor
tekanan
perfusi
perubahan
respon
serebral. dalam
-
mengidentifikasi tahun
Rekam gambaran TIK dan analisa bentuk gelombangnya.
bulan -
cairan
serebrospinal -
mengidentifikasi
sampel
Catat
pasien terhadap stimulus. -
Monitor
TIK
pasien
dan
-
Tepat
dalam
respon
mengidentifikasi musim
neurologis
untuk
aktivitas perawatan. -
Monitor jumlah atau tingkat drainase cairan serebrospinal.
3. Perawatan Sirkulasi -
Lakukan
penilaian
dari
sirkulasi keseluruhan (ex : periksa detak keseluruhan, edema, kapiler refil, warna, dan suhu dari ekstremitas) -
Kaji derajat ketidaknyamanan dan nyeri
-
Angkat badan 200 atau lebih diatas
jantung
untuk
meningkatkan venous return, jika memungkinkan -
Berikan
pengobatan
antiplatelet atau antikoagulan, jika memungkinkan -
Pelihara/atur adekuat
hidrasi
untuk
yang
mencegah
peningkatan kekentalan darah -
Monitor
status
cairan,
pemasukan intake dan output 4. penurunan kapasitas
status neurologis :
1. Peningkatan perfusi serebral 2. Manajemen edema serebral
kesadaran
adaptif
kontrol kejang
3. Pemantauan neurologis
intrakranial
perfusi
– kaji status neurologis sesuai
b.d
cedera
jaringan
standar unit dan kondisi klien,
serebral
otak
Klien
traumatis
kembali ke status
akan
termasuk satus mental dan saraf kranial, motorik, dan sensorik
neurologis
yang c. Pemantauan tekanan intrakranial
fungsional
dan
- pantau TIK dan CPP untuk
bebas dari kejang
memastikan terkirimnya oksigen dan nutrisi ke otak d.
Pencegahan manajemen kejang
- pantau adanya kejang, berikan obat anti kejang sesuai perintah 4.Nyeri Akut b.d
1. Kontrol nyeri
agen cedera fisik
Indikator :
1. Manajemen nyeri Aktivitas :
a. Pernafasan dalam
- Lakukan penilaian nyeri secara
rentang
komprehensif dimulai dari lokasi,
normal
karakteristik, durasi, frekuensi,
b. Denyut jantung dalam
rentang
kualitas, intensitas dan penyebab. -
normal
nonverbal,
c. Denyut
nadi
radial
pasien
dalam
d. Tekanan
darah
yang
tidak
untuk bisa
efektif -
rentang
normal
terutama
mengkomunikasikannya secara
renntang normal
dalam
Kaji ketidaknyamanan secara
Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic
-
Kontrol faktor lingkungan yang dapat
2. Tingkat nyeri
menimbulkan
Indikator :
ketidaknyamanan pada pasien
- Klien melaporkan
(suhu ruangan, pencahayaan,
nyeri
yang
dirasakan
telah
berkurang
atau
keributan) -
dibutuhkan dalam mengatasi
menghilang
nyeri
- Panjangnya episode
Menyediakan analgesic yang
nyeri
Gunakan
pendekatan
dari
berbagai disiplin ilmu dalam
berkurang - Klien tidak lagi
manajemen nyeri -
Monitor
kepuasan
pasien
mengekpresikan
terhadap manajemen nyeri yang
wajah nyeri
diberikan dalam interval yang
- Klien tidak merasa
ditetapkan.
gelisah lagi - TTV dalam batas 2. normal
Alat
bantu
/
mengontrol
analgesik (pca)
- Nafsu makan klien diharapkan meningkat.
Aktivitas : -
Menentukan
lokasi,
karakteristik, intensitas
mutu,
nyeri
dan
sebelum
mengobati pasien -
Periksa order/pesanan medis untuk
obat,
frekuensi
dosis,
yang
dan
ditentukan
analgesik -
Cek riwayat alergi obat
-
Tentukan
jenis
analgesik
yang digunakan
(narkotik,
non narkotik atau NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat nyeri. -
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian
obat
narkotik
dengan
dosis
pertama atau jika ada catatan luar biasa. -
Cek selama
pemberian 24
analgesik
jam
untuk
mencegah terjadinya puncak
nyeri
tanpa
rasa
sakit,
terutama dengan nyeri yang menjengkelkan -
Dokumentasikan pasien
tentang
respon analgesik,
catat efek yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA Herdman, T.H & Kamitsuru. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification (NANDA) 2015 – 2017. Tenth edition . Oxford : Willey Blackwell Krisanty, paula dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : trans info media ( hal. 19 -27 hal 63 – 81.) Moorhead, sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. Copy raight Mosby . Elsivier Nayduch, donna. 2014. Nurse to Nurse : Perawatan Trauma. Jakarta : Selemba Medika (hal. 117, 120, 28-129). Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI ( hal. 146 ) Terry, Cynthia lee & Aurora Weaver. 2013. Keperawatan kritis. Yogyakarta : Rapha Publishing. (Hal. 292 – 299) Saunders. 2014. Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive Outcomes. Singapore : Elsevier (hal 729 -740 )