LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA
1. PENGERTIAN Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007:3). Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001) Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. 2. ETIOLOGI Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175). a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma: 1) Kulit: Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural. 2) Tulang: Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup & terbuka). 3) Otak: Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat), difusi laserasi. b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi: 1) Oedema otak 2) Hipoksia otak 3) Kelainan metabolic WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
1
4) Kelainan saluran nafas 5) Syok 3. TANDA DAN GEJALA a. Berdasarkan anatomis 1) Gegar otak (comutio selebri) a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah d) Kadang amnesia retrogard 2) Edema Cerebri a) Pingsan lebih dari 10 menit b) Tidak ada kerusakan jaringan otak c) Nyeri kepala, vertigo, muntah 3) Memar Otak (kontusio Cerebri) a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan derajad b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK) d) Penekanan batang otak e) Penurunan kesadaran f) Edema jaringan otak g) Defisit neurologis h) Herniasi 4) Laserasi a) Hematoma Epidural Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
2
kacau mental → koma
gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural
Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan
Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
perluasan massa lesi
peningkatan TIK
sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
Nyeri kepala hebat
Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) 1) Cidera kepala Ringan (CKR) a) GCS 13-15 b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit c) Tidak ada fraktur tengkorak d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma 2) Cidera Kepala Sedang (CKS) a) GCS 9-12 b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam c) Dapat mengalami fraktur tengkorak 3) Cidera Kepala Berat (CKB) a) GCS 3-8 WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
3
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
4. POHON MASALAH (PATHWAY)
Trauma kepala
Metabolisme otak meningkat
Kebutuhan oksigen (CO2) meningkat
Aliran darah ke otak terganggu
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Jaringan Otak rusak
Gangguan fungsi otak
Oedema Serebral
Disfungsi serebral
Nyeri
Ketidakefektifan fungsi jaringan serebral
- Dipsneu - Henti Napas - Perubahan Pola Napas
Ketidakefektifnya pola pernapasan
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
4
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
5
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi.. b. CT-scan: mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan otak. c. Foto Rontgen: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang. d. MRI: sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras. e. Angiografi serebral: menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan. f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid
6. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak. (Tunner, 2000) Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000) Penatalaksanaan umum adalah: 1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi 2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma 3. Berikan oksigenasi 4. Awasi tekanan darah 5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik 6. Atasi shock 7. Awasi kemungkinan munculnya kejang. Penatalaksanaan lainnya : 1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. 2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi. 3. Pemberian analgetika WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
6
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %. 5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin). 6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea. Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu: 1. Pemantauan TIK dengan ketat 2. Oksigenisasi adekuat 3. Pemberian manitol 4. Penggunaan steroid 5. Peningkatan kepala tempat tidur 6. Bedah neuro. Tindakan pendukung lain yaitu: 1. Dukungan ventilasi 2. Pencegahan kejang 3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi 4. Terapi anti konvulsan 5. Klorpromazin untuk menenangkan klien 6. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
7
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Umum a. Airway 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas 2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis 3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut b. Breathing 1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman 2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen c. Circulation 1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis pada kuku, bibir) 2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap cahaya 3) Monitoring tanda – tanda vital 4) Pemberian cairan dan elektrolit 5) Monitoring intake dan output
Khusus a. Konservatif
:
Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid b. Operatif
:
Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial
:
yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema d. Pemberian diet/nutrisi e. Rehabilitasi, fisioterapi Prioritas Keperawatan a. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
8
b. Mencegah/meminimalkan komplikasi c. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma d. Meningkatkan koping individu dan keluarga e. Memberikan informasi Kebutuhan sehari-hari : a. Aktivitas/Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastic b. Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia c. Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis) Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan inpulsif d. Eliminasi Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi e. Makanan/Cairan Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia) f. Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia. g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
9
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh h. Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. i. Pernafasan Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena respirasi) j. Keamanan Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan. k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS). l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh. m. Interaksi Sosial Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang ulang, disartris, anomia. n. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
10
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia. 2. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder. 3. Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN DX 1 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia. Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapat d minimalkan /distabilkan. Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-tanda peningktan TIK, Intervensi Rasional Kaji ulang tanda-tanda vital Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat klien dan status relirologis klien kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangankerusakan ssp. Monitor tekanan darah, catat adanya Peningkatan tekanan darah sistemik yang hipertensi sistolik secara teratur dan tekanan diikuti penurunan tekanan darah distolik (nadi nadi yang makin berat, obs, ht, pada klien yang yang mengalami trauma multiple. membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, juga diikuti ( yang berhubungan dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang berhubungan dengan trauma multiples) dapat mengakibatkan kerusakan / iskemik serebral. Monitor Heart Rate, catat adanya bradikardi, Perubahan pada ritme (paling sering takikardi atau bentuk disritmia lainya. bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang encerminkan adanya depresi / trauma pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Monitor pernafasan meliputi pola dan ritme, Nafas tidak teratur menunjukkan adanya seperti periode apnea setelah hiperventilasi gangguan (pernafasan cheyne – stokes). serebral/ peningkatan TIK dan memerlukan WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
11
intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan nafas buatan. Gangguan penglihatan dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, merupakan konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempngaruhi pilihan intervensi Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah lain yang selanjutnya akan meningkat TIK.
Kaji perubahan pada penglihatan ( penglihatan kabur, ganda, lap. Pandang menyempit dan kedalaman persepsi. Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah/ pada posisi netral. Sokong dengan handuk kecil / bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15 – 45o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi. Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai indikasi Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : · - Diuretik - Steroid - Analgetik sedang · - Sedatif ·
·
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga mengurangi kongesti dan edema / resiko terjadinya peningkatan TIK. Menurunkan hipoksemia yang mana dapat menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral yang meningkatkan TIK. Untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak TIK. Menurunkan inflasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat Θ pada TIK tetapi harus digunakan dengan hasil untuk mencegah gangguan pernafasan. Untuk mengendalikan kegelisahan agitas
DX 2 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah. Intervensi Rasional Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi pereda nyeri nonfarmakologi dan non- dan nonfarmakologi lainnya telah invasif. menunujukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. Ajarkan relaksasi : Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan Akan melansarkan peredaran darah sehingga otot rangka, yang dapat menurunkan kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
12
intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi dan akan mengurangi nyerinya. masase. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. Berikan kesempatan waktu istirahat bala Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman sehingga akan meningkatkan kenyamanan. misalnya ketika tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengkajian yang optimal akan memberikan nyeri dan respons motorik klien, 30 menit perawat data yang objektif untuk mencegah setelah pemberian obat analgesic untuk kemungkinan komplikasi dan melakukan mengkaji efektivitasnya serta setiap 1-2 jam intervensi yang tepat. setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari. Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga analgetik. nyeri akan berkurang. DX 3 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali efektif. Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab. Intervensi Rasionalisasi Berikan posisi yang nyaman, biasanya Meningkatkan inspirasi maksimal, dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk pada sisi yang tidak sakit. sebanyak mungkin. Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada perubahan tanda-tanda vital. tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunujukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut Pengetahuan apa yang diharapkan dapat dilakukan untuk menjamin keamanan. mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. Jelaskan pada klien tentang etiologi/factor Pengetahuan apa yang diharapkan dapat pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. Pertahankan perilaku tenang, bantu klien Membantu klien mengalami efek fisiologi untuk control diri dengan menggunakan hipoksia, yang dapat dimanifestasikan pernapasan lebih lambat dan dalam. sebagai ketakutan/ansietas. Periksalah alarm pada ventilator sebelum Ventilator yang memiliki alarm yang bias difungsikan. Jangan mematikan alarm. dilihat dan didengar misalnya alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen. Tarulah kantung resusitasi disamping tempat Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
13
§ § § §
tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu- berguna untuk mempertahankan fungsi waktu dapat digunakan. pernapasan jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak. Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan Melatih klien untuk mengatur napas seperti jika ventilator tiba-tiba berhenti. napas dalam, napas pelan, napas perut, pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat membantu memaksimalkan fungsi dan system pernapasan. Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara Memerhatikan letak dan fungsi ventilator rutin. sebagai kesiapan perawat dalam memberikan Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tindakan pada penyakit primer setelah tekanan oksigen dalam tabung, monitor menilai hasil diagnostik dan menyediakan manometer untuk menganalisis batas/kadar sebagai cadangan. oksigen. Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). periksa fungsi spirometer. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi. mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas Pemberian antibiotik. pengembangan parunya. Pemberian analgesic. Fisioterapi dada. Konsul foto thoraks.
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
14
DAFTAR PUSTAKA
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2016. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi 12”. Jakarta: ECG Ditjen PP & PL Depkes RI. 2012. Laporan Triwulan Situasi Perkembangan cidera kepala di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2012.www.depkes.go.id diakses 20 Maret 2019. Purwanto, Hadi. 2016.Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan MedikalBedah II.Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan
WA ODE SRI ASNANIAR-Profesi NERS UMS |
15