Lp Balita.docx

  • Uploaded by: Zulfa septi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Balita.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,582
  • Pages: 17
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis 1. Definisi Balita Balita atau sering disebut anak bawah lima tahun merupakan usia dalam daur kehidupan dimana pertumbuhan tidak sepesat pada masa bayi, tetapi aktivitas mulai meningkat. usia balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu perhatian serius (Adriani, 2012). Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan). Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita. Pertumbuhan dasae yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan selanjutnya. Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Kemenkes, 2014). 2. Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan dan perkembangan dimulai sejak dalam kandungan, bayi, anak, praremaja, remaja, tua. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Kemenkes RI, 2014). Tumbuh adalah bertambahnya ukuran ukuran tubuh sepertinya tambah berat badannya,tambah tinngi dan tambah lingkar kepalanya sedangkan kembang berarti anak tambah pintar dan tambah nakal(Atilla D,2008) Pertumbuhan (Growth) adalah Berkembangan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (kg/gr) atau ukuran panjang (meter/centimeter) (Soetjiningsih : 1998).

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.sedangkan perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,gerak halus bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian(Kemenkes RI,2014). Berdasarkan penelitian Kusminarti (2009), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhn balita yaitu status gizi, penyakit infeksi, pendapatan orangtua dan pengetahuan ibu tentang gizi. 3. Ciri-ciri dan Prinsip Tumbuh Kembang Anak a. Perkembangan menimbulkan perubahan b. Pertumbuhan

perkembangan

pada

tahap

awal

menentukan

perkembangan berikutnya c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda d. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap f. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan 4. Karakteristik a. Perkembangan Fisik-Motorik Pertumbuhan fisik pada setiap anak tidak selalu sama. Ada yang mengalami pertumbuhan secara cepat, ada pula yang lambat. Pada masa kanak-kanak pertambahan tinggi dan pertambahan berat badan relatif seimbang. Perkembangan motorik anak terdiri dari dua, ada yang kasar dan ada yang halus (Rahman, 2009) Perkembangan motorik kasar seorang anak pada usia 3 tahun adalah melakukan gerakan sederhana seperti berjingkrak, melompat, berlari ke sana ke mari dan ini menunjukkan kebanggaan dan prestasi. Sedangkan usia 4 tahun, si anak tetap melakukan gerakan yang sama, tetapi sudah berani mengambil resiko seperti jika si anak dapat naik tangga dengan satu kaki lalu dapat turun dengan cara yang sama dan memperhatikan waktu pada setiap langkah. Lalu, pada usia 5 tahun si anak lebih percaya diri dengan mencoba untuk berlomba dengan teman sebayanya atau orang tuanya (Rahman, 2009)

Adapun perkembangan keterampilan motorik halus dapat dilihat pada usia 3 tahun yakni kemampuan anak-anak masih terkait dengan kemampuan bayi untuk menempatkan dan memegang bendabenda. Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat seperti bermain balok, kadang sulit menyusun balok sampai tinggi sebab khawatir tidak akan sempurna susunannya. Sedangkan pada usia 5 tahun, mereka sudah memiliki koordinasi mata yang bagus dengan memadukan tangan, lengan, dan anggota tubuh lain- nya untuk bergerak (Rahman, 2009). Berdasarkan jurnal penelitian tentang hubungan pemberian asi eksklusif dengan perkembangan motorik kasar balita di Kelurahan Brontokusuman Kecamatan Mergangsan Yogyakarta yang dilakukan oleh Lisa didapatkan hasil balita di Kelurahan Brontokusuman Kecamatan Mergangsan Yogyakarta yang diberi ASI eksklusif sebanyak 39 Balita (16,9 %), sedangkan yang tidak diberi ASI Eksklusif sebanyak 192 Balita (83,1 %). berkembang sesuai umur sebanyak 88 Balita (38,1 %), sedangkan yang tidak berkembang sesuai umur sebanyak 143 Balita (61,9 %). Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar balita, pemberian

ASI

tidak

eksklusif

beresiko

5,6

kali

terjadi

perkembangan motorik kasar balita tidak sesuai umur dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif (Lisa, 2012). b. Perkembangan Kognitif Tahap sensori motor yang berlangsung pada usia 0-2 tahun merupakan bagian dari perkembangan kognitif yang tampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak membentuk representasi mental, dapat meniru tindakan masa lalu orang lain, dan merancang sarana baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara mental skema dengan pengetahuan yang diper- olehnya. Inteligensi anak masih bersifat primitif yakni didasarkan pada perilaku terbuka (tindakan konkret dan bukan imajiner atau yang hanya dibayangkan saja). Hal ini amat penting karena menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Lalu, pada usia 18-24 bulan muncul kemampuan

untuk mengenal objek permanen atau telah menjadi cakap dalam berpikir simbolik. Sedangkan usia 2-7 tahun, si anak berada dalam periode perkem- bangan kognitif pra-operasional yakni usia di mana penguasaan sempurna akan objek permanen dimiliki. Artinya, si anak memiliki kesadaran akan eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada. Juga mengem- bangkan peniruan yang tertunda seperti ketika ia melihat perilaku orang lain seperti saat orang merespons barang, orang, keadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lalu. c. Perkembangan Sosio Emosional Kepribadian dan kemampuan anak berempati dengan orang lain merupakan kombinasi antara bawaan dengan pola asuh ketika ia masih anak-anak. Ketika anak berusia satu tahun, senang dengan permainan yang melibatkan interaksi sosial, senang bermain dengan sesama jenis kelamin jika berada dalam kelompok yang berbeda. Namun, ketika berumur antara 1 s/d 1,5 tahun, biasanya menunjukkan keinginan untuk lebih mandiri yakni melakukan kegiatan sendiri, seperti main sendiri, makan dan berpakaian sendiri, cemburu, tantrum (marah jika kemauannya tidak dipenuhi). Pada usia 1,5 s/d 2 tahun, ia mulai berinteraksi dengan orang lain, tetapi butuh waktu untuk bersosialisasi, ia masih sulit berbagi dengan orang lain, sehingga ia akan menangis bila berpisah dengan orang tuanya meski hanya sesaat. Sedangkan untuk usia 2,5 sampai 6 tahun, perkembangan emosi mereka sangat kuat seperti ledakan amarah, ke-takut-an yang hebat, iri hati yang tidak masuk akal karena ingin memiliki barang orang lain dan biasanya terjadi dalam lingkungan keluarga yang besar. Demikian pula denga rasa cemburu muncul karena kurangnya perhatian yang diterima dibanding dengan yang lainnya, dan terjadi dalam keluarga yang kecil. Terjadi sebagai akibat dari lamanya bermain, tidak mau tidur siang dan makan terlalu sedikit. d. Perkembangan Bahasa Kemampuan setiap orang dalam berbahasa berbeda-beda. Ada yang berkualitas baik dan ada yang rendah. Perkembangan ini mulai sejak awal kehidupan. pada usia satu tahun si anak dapat menyebut 1 kata

atau periode holoprastik. Kemudian usia 18-24 bulan, anak mengalami perce- patan perbendaharaan kata dengan memproduksi kalimat dua atau tiga kata disebut periode telegrafik sebab menghilangkan tanda atau bagian kecil tata bahasa dan mengabaikan kata yang kurang penting. Selanjutnya pada usia 2,5 s/d 5 tahun, pengucapan kata meningkat. Bahasa anak mirip orang dewasa. Anak mulai memproduksi ujaran yang lebih panjang, kadang secara gramatik, kadang tidak. Lalu, pada usia 6 tahun ke atas, anak mengucapkan kata seperti orang dewasa. 5. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang a. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang 1) Ras Anak yang dilahirkan dari ras Amerika maka tidak akan memiliki faktor heriditer bangsa Indonesia. 2) Keluarga Ada kecenderungan keluarga memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus 3) Umur Pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan remaja 4) Jenis kelamin Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat. 5) Genetik Adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil 6) Kelainan kromosom Kelainan

kromosom

umumnya

disertai

dengan

kegagalan

pertumbuhan seperti pada sindome down's dan sindroma turner's b. Faktor luar (eksternal) 1) Faktor prenatal

Faktor prenatal yang berpengaruh antara lain Gizi, mekanik (posisi fetus yang abnormal), toksin, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imonologi, anoksia embrio, psikologi ibu (kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan yang salah/kekerasan mental pada ibu hamil) 2) Faktor persalinan Faktor persalinan yang memeperngaruhi masa tumbuh kembang adalah komplikasi persalinan seperti trauma kepala pada bayi dan asfeksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. 3) Faktor pasca salin Faktor pasca salin yang berpengaruh pada tumbuh kembang adalah gizi, penyakit kronik, lingkungan fisik/kimia, psikologis, endokrin, sosio ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obat-obatan. Sejalan dengan penelitian yang dipublikasikan oleh Kaunang, M, dkk.(2016) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pemberian imunisasi dasar dengan tumbuh kembang pada bayi (0–1tahun) Di Puskesmas Kembes Kecamatan Tombulu Kabupaten Minahasa dan penelitian Yogi, E (2014) terdapat pengaruh pola pemberian asi dan pola makanan pendamping asi terhadap status gizi bayi usia 6-12 bulan. 6. Gangguan Tumbuh Kembang a. Gangguan bicara dan bahasa b. Cerebral palsy c. Sindroma down d. Perawakan pendek e. Gangguan autisme f. Retardasi mental g. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas 7. SDIDTK (Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang) SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan. Pembinaan ini diselenggarakan dalam bentuk kemitraa antara keluarga dan masyarkat dengan tenaga profesional (kesehatan, pendidikan dan sosial).

a. Stimulasi Tumbuh Kembang Balita dan Anak Prasekolah Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan terus-menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah atau yang merupakan orang terdekat. Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan para pendidik, pengasuh dan orang tua yaitu: 1) Stimulasi dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai petunjuk tenaga kesehatan yang menangani bidang tumbuh kembang anak 2) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak 3) Selalu menunjukan perilaku baik karena anak cenderung meniru tingkah laku orang-orang terdekatnya 4) Berikan stimulasi sesuai kelompok umur anak 5) Dunia anak adalah dunia bermain. Oleh karena itu, lakukanlah stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi dan variasi lain yang menyenangkan tanpa paksaan dan hukuman 6) Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak 7) Gunakan alat bantu/alat permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar kita 8) Berikan kesempatan yang sama bagi anak laki-laki maupun perempuan Stimulasi yang diberikan kepada anak dalam rangka meragsang pertumbuhan dan perkembangan anak dapat diberikan oleh orangtua/ keluarga sesuai dengan pembagian kelompok umur anak berikut ini. No Periode Tumbuh Kembang 1

Masa

prenatal,

janin

Kelompok Umur Stimulasi dalam Masa prenatal

kandungan 2

Masa bayi 0-12 bulan

Umur 0-3 bulan Umur 3-6 bulan Umur 6-9 bulan Umur 9-12 bulan

3

Masa anak balita 12-60 bulan

Umur 12-15 bulan Umur 15-18 bulan Umur 18-24 bulan Umur 24-36 bulan Umur 36-48 bulan Umur 48-60 bulan

4

Masa

anak

prasekolah

60-72 Umur 60-72 bulan

bulan

b. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah. Jika penyimpangan atau masalah tumbuh kembang anak ditemukan secara dini, intervensi akan mudah dilakukan. Tenaga kesehatan juga mempunyai waktu dalam membuat rencana tindakan yang tepat, terutama untuk melibatan ibu dan keluarga. Kegiatan stimulasi deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita yang menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat) dan tenaga profesional (kesehatan, pendidikan dan sosial). Melalui kegiatan SDIDTK kondisi terparah dari penyimpangan pertumbuhan anak seperti gizi buruk dapat dicegah. Hal tersebut dikarenakan sebelum anak jatuh dalam kondisi gizi buruk, penyimpangan pertumbuhan yag terjadi pada anak dapat terdeteksi melalui

kegiatan

SDIDTK.

Selain

mencegah

terjadinya

penyimpangan pertumbuhan, kegiatan SDIDTK juga mencegah terjadinya penyimpangan perkembangan dan penyimpangan mental emosional. Menurut Kemenkes (2014), terdapat 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya berupa

1) Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu mengetahui/ menemukan status gizi kurang/ buru dan mikro/ makrosefali. Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA). Tujuan dari pengukuran BB/TB adalah menemukan status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk. Sedangkan tujuan dari pengukuran LKA untuk mengetahui batas lingkar kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal. Jadwal pemeriksaan disesuaikan dengan umur anak. Pada umur 12-72 bulan, pengukuran dilakukan setiap enam bulan.

Gambar 1 Grafik Berat Badan Panjang Badan/ Berat Badan (Laki-Laki)

Sumber: Buku Kesehatan Ibu Anak (2015) Gambar 2 Grafik Berat Badan Panjang Badan/ Berat Badan (Perempuan)

Sumber: Buku Kesehatan Ibu Anak (2015)

Gambar 3 Lingkaran Kepala Perempuan

Sumber: Buku Kesehatan Ibu Anak (2015)

Gambar 3 Grafik Lingkaran Kepala Laki- Laki

Sumber: Buku Kesehatan Ibu Anak (2015)

2) Deteksi

dini

penyimpangan

perkembangan,

yaitu

untuk

mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya liat, gangguan daya dengar. Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi skrining atau pemeriksaan menggunakan Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP), Tes Daya Lihat (TDL) dan Tes Daya Dengar (TDD). Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dilakukan di semua tingkat pelayanan. Tingkat Pelayanan Pelaksana Keluarga dan



Orang Tua

Masyarakat



Kader kesehatan, BLB, TPA

Alat yang digunakan Buku KIA



Petugas PAUD  

TDL

TK 

TDD

terlatih 

Guru

KDSP

terlatih Puskesmas



Dokter



KPSP



Bidan



TDL



Perawat



TDD

Keterangan Buku KIA

: Buku Kesehatan Ibu Anak

KPSP

: Kuesioner Praskrining Perkembangan

TDL

: Tes Daya Lihat

TDD

: Tes Daya Dengar

BKB

: Bina Keluarga Balita

TPA

: Tempat Penitipan Anak

Sumber: Maternity (2018) 3) Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas 8. Intervensi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak Penyimpangan atau masalah perkembangan pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya tingkat kesehatan dan status gizi anak disamping pengaruh lingkungan hidup dan tumbuh kembang anak yang juga merupakan salah satu faktor dominan. Tujuan intervensi dan rujukan dini perkembangan anak adalah untuk mengkoreksi, memperbaiki dan mengatasi masalah atau penyimpangan perkembangan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya. Waktu yang paling tepat untuk melakukan intervensi dan rujukan dini penyimpangan perkembangan anak adalah sesegera mungkin ketika usia anak masih dibawah lima tahun. Rujukan diperlukan jika masalah atau penyimpangan perkembangan tidak dapat ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi dini. Rujukam penyimpangan tumbuh kembang anak dilakukan secara berjenjang, sebagai berikut: a. Tingkat Keluarga dan Masyarakat b. Tingkat Puskesmas dan Jaringannya

c. Tingkat Rumah Sakit rujukan 9. Imunisasi dan Vaksinasi Imunisasi dan vaksinasi merupakan salah satu upaya pencegahan primer. Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cidera dan cacat. Imunisasi dan vaksinasi menjadi salah satu cara menghindarkan sakit yang dapat menghambat tumbuh kembang anak. Imunisasi dan vaksinasi adalah dua istilah yang berbeda, akan tetapi oleh masyarakat dianggap sama. Imunisasi adalah proses untuk mendapatkan kekebalan (imunitas) terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke tubuh manusia dengan tujuan untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap penyakit tertentu. Dari pengertian tersebut bisa diketahui bahwa imunisasi merupakan istilah yang lebih umum untuk proses kekebalan tubuh, sedangkan vaksinasi adalah proses imunisasi yang khusus menggunakan vaksin saja. Artinya vaksinasi adalah bagian dari imunisasi sedangkan imunisasi belum tentu merupakan vaksinasi. Imunisasi ada 2 golongan, yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi pasif dibedakan alami dan buatan. Imunisasi pasif alami didapatkan dari transplasenta yaitu antibodi diberikan ibu melalui plasenta kepada janin saat dikandung dan ASI yang diberikan saat ibu menyusui. Sedangkan imunisasi pasif buatan adalah pemberian antibodi (imunitas) yang sudah disiapkan dan dimasukkan ke dalam tubuh anak. Seperti pada bayi baru lahir dengan ibu HbsAg positif, memerlukan imunoglobulin spesifik hepatitis B (HBIG) yang harus diberikan segera setelah lahir. Imunisasi aktif dilihat dari cara mendapatkannya juga dibagi dua yaitu imunisasi aktif alami dan buatan. Imunisasi aktif alami didapatkan apabila anak terjangkit suatu penyakit, kemudian antigen yang masuk tersebut merangsang tubuh anak untuk membentuk antibodi. Secara aktif anak akan menjadi kebal karenanya. Sedangkan imunisasi aktif buatan (Vaksinasi) yaitu dengan mekanisme pemberian vaksin baik dari kuman yang dimatikan ataupun yang dilemahkan, yang dapat merangsang pembentukan antibodi. (Satgas Imunisasi, IDAI. 2017) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu

terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal (Depkes, 2018). Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi (DPT-HB-Hib dan Campak/MR), kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan Campak/MR), kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td). Vaksin DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib. Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi MR diberikan untuk mencegah penyakit campak sekaligus rubella. Rubella pada anak merupakan penyakit ringan, namun apabila menular ke ibu hamil, terutama pada periode awal kehamilannya, dapat berakibat pada keguguran atau bayi yang dilahirkan menderita cacat bawaan, seperti tuli, katarak, dan gangguan jantung bawaan. Agar terbentuk kekebalan masyarakat yang tinggi, dibutuhkan cakupan imunisasi dasar dan lanjutan yang tinggi dan merata di seluruh wilayah, bahkan sampai tingkat desa. Bila tingkat kekebalan masyarakat tinggi, maka yang akan terlindungi bukan hanya anak-anak yang mendapatkan imunisasi tetapi juga seluruh masyarakat.

B. Tinjaun Teori Asuhan Kebidanan 1. Definisi Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Muslihatun, Mufdillah, Nanik, 2010). 2. Langkah Manajemen Kebidanan Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan san setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan

dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: a. Langkah 1. Pengumpulan Data Dasar Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengavuluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu: riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya meninjau catatan terbaru atau catatn sebelumnya, meninjau data laboratorium (Muslihatun, Mufdillah, Nanik, 2010). b. Langkah 2. Interpretensi Data Dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau maslah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik (Muslihatun, Mufdillah, Nanik, 2010). c. Langkah 3. Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang telah diidentifikasi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman d. Langkah 4. Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera Diperlukan untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien. Langkah ini sebagai cerminan

keseimbangan

dari

proses

manajemen

kebidanan

(Muslihatun, Mufdillah, Nanik, 2010). e. Langkah 5. Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/ data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Semua

keputusan

yang

dikembangkan

dalam

asuhan

menyeluruh ini haruslah rasional dan benar-benar valid berdasarkan

pengetahuan dan teori up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien (Muslihatun, Mufdillah, Nanik, 2010). f. Langkah 6. Melaksanakan Perencanaan Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi dilakukan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap bertanggung jawab dalam pelaksanaannya memastikan perencanaan-perencanaan tersebut terlaksanan. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan adalah sebagai penanggung jawab terlaksananya renana asuhan yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta mningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, Mufdillah, Nanik, 2010). g. Langkah 7. Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah telah

terpenuhi

sesuai

dengankebutuhan

sebagaimana

telah

diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis (Muslihatun, Mufdillah, Nanik, 2010). 3. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Dokumentasi kebidanan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan bidan sendiri (Wildan, Moh dan A. Aziz Alimul Hidayat, 2008). Pendokumentasian asuhan kebidanan yaitu dengan menggunakan metode SOAP. Menurut Muslihatun (2009) metode SOAP adalah catatan sederhana, jelas, logis, dan singkat. Metode SOAP terdiri dari: a. S (data subyektif) Data subyektif merupakan langkah pertama pendokumentasian manajemen kebidanan, berupa pengkajiaan data yang dilakukan

melalui anamnesis. Data ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis yang akan disusun. b. O (data obyektif) Data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fsik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnosis lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data obyektif. Data ini akan memberikan bukti gejala klnis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. c. A (analisis) Merupakan (kesimpulan)

pendokumentasian dari

data

hasil

subyektif

analisis dan

dan

interprestasi

obyektif.

Dalam

pendokumentsian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subyektif maupun data obyektif, maka proses pengkajian data akan menjadi singkat. d. P (penatalaksanaan) Merupakan pendokumentasian hasil pelaksanaan dari data subyektif dan obyektif. Berupa mencatat seluruh perencanaan pentalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipasif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi, follow up dan rujukan.

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"