Lp & Askep Scabies.docx

  • Uploaded by: Rimha
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp & Askep Scabies.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,154
  • Pages: 18
BAB I KONSEP MEDIS

A. Definisi Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei. Pada penyakit ini terdapat keluhan gatal-gatal yang hebat karena kutu tersebut menggali kulit dan membuat terowongan dalam kulit, khususnya diantara jarijari tangan, pada alat genitalia serta bokong. (Harahap, 2013) Skabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. homini dan produknya. (Mansjoer, 2008). Seluruh siklus hidup Sarcoptes Scabies mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari yang jantan mati setelah kopulasi yang betina menggali terowongan di stratum korneum dan bertelur. Setelah 3-5 hari menetas menjadi larva dan 2-3 hari kemudian menjadi nimfa berkaki 8 (jantan dan betina) waktu yang diperlukan sejak menetasnya telur sampai menjadi bentuk dewasa adalah 7-8 hari, diluar tubuh penderita parasit hanya dapat hidup selama 2-3 hari pada suhu kamar. Perkembangan skabies dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain:

keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, sering berganti pasangan seksual, minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies, kesalahan diagnosa dan penatalaksanaannya (Mansjoer A, 2008).

1

Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah sebagai berikut : 1. Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan

tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. 2. Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh,

termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka. 3. Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang

pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih. 4. Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering

dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies. 5. Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan

gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi

2

bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respons imun selular. 6. Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan

orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. 7. Skabies krustosa

(Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran

eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah didiagnosis, kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif. (Harahap, 2013)

B. Etiologi Penyebabnya adalah Sarcoptes (Djuanda, 2010): 1. Klasifikasi Sarcoptes Scabies terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida, Ordo Akrarima, super famili Sarcoptes. Selain Sarcoptes Scabies, misalnya pada kambing dan sapi. Sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. 2. Kebiasaan Hidup Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan, bahu dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memeliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut. 3. Siklus Hidup

3

Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang jantan mati setelah membuai tungau betina. Tungau betina yang telah dibuai menggali terowongan dalam startum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari mencapai 40-50. Bentuk betina yang dibuhai dapat hidup selamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan dan dapat juga diluar. Setelah 2-3 larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua padabetina terakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina berkisar antara 330-450 mikron kali 250-350 mikro. Ukuran jantan lebih kecil 200-240 mikro kali 150-200 mikro. Seluruh siklusnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Kurang lebih 10% telur yang dapat menjadi bentuk dewasa, yang dapat menularkan penyakitnya.

C. Patofisiologi Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2008). Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun cara penularannya adalah: 1. Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan

4

seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya. 2. Kontak tidak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut (Djuanda, 2010) D. Pathway Agen transmitter sarcoptes scabies

Kontak tidak langsung

Kontak langsung

Membentuk kanakuli (terowogan) di sela jari, tangan, siku, pegelangan tangan

Gangguan body image

Sensitivitas terhadap sekret

Timbul papul, vesikel, urtika

Timbul rasa gatal

Gangguan pola tidur

Timbul keinginan untuk menggaruk Kerusakan integritas kulit

Ulkus, erosi, eklovarasi

Resiko infeksi 5

E. Manifestasi Klinis 1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. 4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. (Djuanda, 2010) 5. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit. 6. Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi,hygiene perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit. Batognomatik berupa terowongan halu dengan ukuran 0,3-0,5 milimeter, sedikit meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan panjang 10 milimeter sampai 3 centimeter dan bergelombang (Harahap, 2013)

6

F. Diagnosis Scabies Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes (.Harahap, 2013) Diagnosis ditegakkan atas dasar : 1. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau

kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. 2. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian

volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. 3. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang

efektif. 4. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga

menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat. Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali. Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok secara perlahan-lahan. (Harahap, 2013)

7

G. Komplikasi Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul: 1) Dermatitis akibat garukan 2) Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel. 3) Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbul komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis. 4) Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering. (Harahap, 2013)

H. Penatalaksanaan Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian: 1. Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan: a. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan secara serentak. b. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika. c. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa jam.

8

2. Penatalaksanaan secara khusus. Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain: a. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. c. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. e. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan. 3. Pencegahan Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan : a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun. b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu. c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali. d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain. e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies.

9

f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik. b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering. c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket. d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes,2007). Departemen Kesehatan RI (2007) memberikan beberapa cara pencegahan yaitu dengan dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak dengan penderita skabies,meliputi : a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan. b. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. c. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini dapat membunuh kutu dan telur.

10

I. Prognosis Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene), maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik (Djuanda, 2010).

11

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas klien 2. Indentitas terdiri dari nama, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, status, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no bed, nama ruangan dan diagnosa medis. 3. Riwayat Kesehatan a. Keluhan saat didata. Klien merasakan gatal, ketidaknyaman pada kulit, tidak bisa tidur akibat gatal yang dirasakan. Kulit klien tampak kemerahan, terdapat ulkus dan erosi. b. Riwayat kesehatan masa lalu Tidak menjaga kebersihan badan, rambut dan pubis (personal hiygine yang buruk) c. Data sosial Hubungan klien dengan keluarga dan perawat baik tetapi hubungan dengan masyarakat kurang baik karena klien merasa malu akibat penyakit yang diderita. 4. Data biologis a. Nutrisi Penderita tidak nafsu makan akibat penyakit yang diderita. b. Istirahat tidur Penderita kurang tidur akibat rasa gatal yang diderita c. Eliminasi Pola eliminasi teratur. d. Personal hygnies. Personal hygnies klien buruk. e. Pola aktifitas. Aktivitas terhambat akibat penyakit yang diderita.

12

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum: keadaan umum klien lemah b. Kesadaran: composmetis c. Kulit: Pada klien dengan skabies, terdapat terowongan dan di ujungnya ada papul dan vesikel pada daerah-daerah tertentu. d. Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, kulit terasa kasar. e. Badan:

pada penderita scabies terlihat bekas garukan sejajar,

perubahan-perubahan urtikaria, papula erithematosa yang awet, lesi tampak jelas.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya erosi 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak baik. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas/gatal. 4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder. (NANDA-I. 2018)

C. Intervensi Keperawatan Berdasarkan NOC-NIC 2015: No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

Keperawatan 1

Kerusakan

Setelah dilakukan 1. Jagalah kebersihan 1. Mengurangi

integritas kulit tindakan

kulit

berhubungan

bersih dan kering

keperawatan 3x24

dengan adanya diharapkan erosi

lapisan

agar

tetap

gatal

yang

dirasakan

2. Monitor kulit akan 2. Mengetahui kulit

adanya kemerahan

kondisi

kulit

terlihat

normal 3. Menganjurkan

dan

demgan

kriteria

tanda-tanda

hasil

pasien menjaga

untuk

adanya

infeksi

13

-

Integritas kulit

kebersihan dengan 3. Mengurangi

yang

cuci

baik

dapat

-

-

dan

mandi

gatal

dan

mencegah

dipertahankan

4. Observasi

Tidak ada luka

lokasi,

atau lesi pada

kedalaman

kulit

karakteristik,

kondisi

Perfusi

warna cairan,.

pasien

jaringan baik -

tangan

dimensi,

pemberian

melindungi

topikal

terjadinya gatal ditempat baru

luka, 4. Mengetahui

5. Kolaborasikan

Mampu

kulit

luka:

luka

5. Mengurangi obat

gatal

dan

mencegah

dan 6. Bantu pasien untuk

penyebaran luka

mempertahank

mengoleskan obat

ditempat lain

an kelembban

topikal pada tubuh

6. Mencegah luka

kulit

bertambah didaerah lain

2

Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. anjurkan

pasien 1. mencegah

berhubungan

asuhan

untuk

dengan

keperawatan

kebersihan

pertahanan

selama 2x24 jam

dengan sering cuci 2. mengetahui

primer tidak baik.

yang bersihan terjadi infeksi

tidak

diri

tangan dan mandi

resiko 2. Monitor tanda dan dengan

kriteria hasil: a) klien

menjaga

bebas

gejala infeksi

terjadinya infeksi

kondisi tanda-tanda

adanya infeksi

3. Inspeksii kuliit dan 3. mengetahui membran mukosa

kondisi

dari tanda dan

terhadap

serta

gejala infeksi

kemerahan, panas,

infeksi

b) menunjukkan kemampuan untuk mencegah

dan

drain 4. tingkatkan

tanda

4. meningkatkan intake

nutrisi 5. anjurkan

kulit

daya

tahan

tubuh terhadap pasien

infeksi

14

timbulnya

untuk

infeksi

meningkatkan

daya

istirahat

tubuh terhadap

c) menunjukkan

5. meningkatkan

periaku hidup 6. ajarkan sehat

pada

pasien

d) mendeskripsik an

prose

tahan

infeksi

dan 6. mengantisipasi

keluarga tanda dan

terjadinya

gejala infeksi

infeksi

penularan penyakit, faktor

yang

mempengaruhi penularannya dan penatalaksana annya 3

Gangguan citra Setelah dilakukan 1. kaji secara verbal 1. mengetahui tubuh

asuhan

dan

non

berhubungan

keperawatan

respon

dengan

selama 1 x 8 jam

terhadap tubuhnya

perubahan

gangguan

dalam

image

teratasi

penampilan

dengan

kriteria 3. jelaskan

sekunder.

hasil :

.

a) body

body 2. monitor

image

positif

verbal

penilaiian

pasien

pasien terhadap

frekuensi

mengkritik dirinya

dan

kondisinya saat ini

tentang 2. mengetahui

pengobatan,

seberapa

perawatan,

gangguan body

kemajuan

b) mampu

dirinya

dan

prognosis penyakit

berat

image

yang

dirasakan pasien

mengdentifika 4. dorong pasien untuk 3. meningkatkan si

kekuatan

personal

mengungkapkan

pengetahuan

perasaannya

pasien

c) mendiskripsik 5. fasilitasi an

secara

kontak

dengan individu lain

tentang

penyakit prognosis

15

dan

faktual

dan kelompok

penyakitnya

perubahan

4. mengetahui

fungsi tubuh

perasaan pasien

d) mempertahank an

terhadap

interaksi

kondisinya

sosial

sekarang 5. membantu pasien

untuk

mengatasi ganguan

body

image 4

Gangguan pola Setelah dilakukan 1. kaji

penyebab 1. mengetahui

tidur

asuhan

berhubungan

keperawatan

dengan

selama 1 x 24 jam

efek

pruritas/gatal.

gangguan

terhadap pola tdur

tidur teratasi

gangguan tidur 2. determinasi

pola

tidur

dengan

gangguan tidur

medikasi

yang dirasakan

tidur yang adekuat 4. fasilitasi

jam dalam

batas normal 2) pola

efek-

pasien 3. jelaskan pentingnya

kriteria hasil: 1) jumlah

penyebab dari

untuk

mempertahankan aktivita

batas nrmal

tidur

3) perasaan fresh sesudah tidur

yang nyaman 6. kolaborasi

penyebab gangguan tidur dari efek obat atu yang lain

sebelum 3. meningkatkan

tidur, 5. ciptakan lingkungan

kualitas dalam

2. mengetahui

pengetahuan pasien tehadap kondisi yang dialami

pemberian obat tidur 4. mengurangi aktivitas berat

4) mampumengid

sebelum tidur

entifikasi hal-

5. meningkatkan

hal yang dapat

kenyamanan

meningkatkan

6. mengatasi

16

tidur

gangguan tidur yang tidak dapat hilang dengan intervensi nonfarmakologi

17

DAFTAR PUSTAKA Depkes. (2007). Cegah dan Hilangkan Penyakit “Khas” Pesantren. Jakarta. Website:

http://suhelmi.wordpress.com/2007/10/23/cegah-dan-

hilangkan-penyakit-khas-pesantren/ Djuanda, Adhi. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Handoko, (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Harahap, Mawali. (2013). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Masjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC NANDA-I. (2018). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasfiikasi 2018-2020 Edisi 11. Jakarta: EGC. NIC. (2015). Nursing Intervention Classification. Mosby: Elsevier NOC. (2015). Nursing Outcomes Classification. Mosby: Elsevier Sudirman. (2006). Diagnosis dan Pengobatan Scabies.

Yogyakarta: Nuha

Medika

18

Related Documents

Lp Askep Aids.docx
December 2019 22
Lp Askep Tumor Tulang.docx
December 2019 23
Lp Dan Askep Diare.docx
October 2019 27
Lp Dan Askep Dbd.docx
December 2019 29
Askep Lp Fraktur.docx
November 2019 10

More Documents from "Regina Sinaga"