Lp Askep Aids.docx

  • Uploaded by: Ajeng Ciptaning Dyah Ayumonika
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Askep Aids.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,963
  • Pages: 30
MAKALAH Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan AIDS Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II Dosen Pembimbing :Rusana, M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun Oleh: 1. Hana Fahrun Nisa

(108116009)

2. Fitri Wulandari

(108116024)

3. Isnaeni Romayanti

(108116030)

4. Sukma Wardhana

(108116031)

5. Yola Amelia

(108116034)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP TAHUN 2018/2019

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penyusunan makalah ini atas dasar tugas mata kuliah Keperawatan Anak II tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan AIDS” untuk melengkapi materi berikutnya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis sampaikan apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena kami masih dalam tahap belajar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk menambah wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Cilacap, 8 November 2018

Penyusun

ii

DAFTAR ISI Cover ....................................................................................................... i Kata Pengantar ..................................................................................... ii Daftar Isi ............................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 2 D. Manfaat Penulisan ....................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 4 A. Definisi Aids ................................................................................. 4 B. Epidemiologi Aids ........................................................................ 4 C. Etiologi Aids ................................................................................. 5 D. Evaluasi Diagnostik Aids ........................................................... 5 E. Patofisologi Aids .......................................................................... 6 F. Pathways Aids .............................................................................. 8 G. Manifestasi Klinis Aids ............................................................... 9 H. Pemeriksaan Penunjang Aids ................................................... 10 I. Pencegahan Aids ........................................................................ 12 J. Penatalaksanaan Aids ............................................................... 14 K. Komplikasi Aids......................................................................... 18 L. Asuhan Keperawatan Aids ....................................................... 19 BAB III PENUTUP ............................................................................. 25 A. Kesimpulan ............................................................................... 25 B. Saran .......................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 26

iii

iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan

tubuh

secara

progresif,

menyebabkan

terjadinya

infeksi

oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa). Diperkirakan bahwa, untuk waktu mendatang yang dapat diduga, sedikitnya 500.000 bayi akan terlahir terinfeksi HIV setiap tahun, kebanyakan dalam negara penghasilan rendah dengan epidemi generalized. Penularan HIV dari ibu-ke-bayi bertanggung jawab untuk hampir semua 2,3 juta (1,73,5 juta) anak di bawah usia 15 tahun yang diperkirakan hidup dengan HIV, hampir 90 persen di Afrika sub-Sahara. Diperkirakan bahwa, dari anak tersebut, 780.000 membutuhkan terapi antiretroviral (ART), dan bahwa, pada 2006, 380.000 anak di bawah usia 15 tahun meninggal karena alasan terkait AIDS. Walaupun ada peningkatan 40 persen dalam jumlah anak yang menerima ART pada 2006, hanya 6 persen orang yang memakai ART secara global adalah anak, sementara 14 persen mereka yang membutuhkan ART adalah anak. Program nasional yang mampu melaporkan berdasarkan usia menunjukkan bahwa sangat sedikit anak yang mendapatkan ART adalah di bawah usia 2 tahun. ART dan pengobatan untuk infeksi oportunistik yang terjangkau semakin tersedia tetapi hal ini memberi sedikit manfaat pada bayi bila mereka tidak dapat didiagnosis secara dini. Kebanyakan anak yang terinfeksi HIV meninggal di bawah usia 2 tahun dan kurang lebih 33 persen meninggal di bawah usia 1 tahun [3-5]. Sayangnya menafsirkan hasil dari tes darah (antibodi) dipakai untuk orang dewasa yang tersedia paling luas adalah sulit untuk bayi di bawah usia 9-12 bulan. Hasil antibodi-negatif memberi kesan bahwa bayi tidak terinfeksi. Hasil antibodi-positif tidak memastikan bayi terinfeksi karena antibodi ibu pada anak yang terlahir oleh ibu terinfkesi HIV dapat ditahan; oleh karena itu, tes virologis adalah cara yang dibutuhkan

1

untuk mendiagnsosis HIV pada bayi. Penyusuan, walau terkait dengan ketahanan hidup yang lebih baik, menempatkan bayi dalam risiko tertular HIV selama masa penyusuan, walau bayi tidak terinfeksi pada awal.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi AIDS? 2. Bagaimana epidemiologi AIDS? 3. Bagaimana etiologi AIDS? 4. Bagaimana evaluasi diagnostic AIDS? 5. Bagaimana patofisiologi AIDS? 6. Bagaimana pathways AIDS? 7. Bagaimana manifestasi klinik AIDS? 8. Bagaimana pemeriksaan penunjang AIDS? 9. Bagaimana pencegahan AIDS? 10. Bagaimana penatalaksanaan AIDS? 11. Bagaimana komplikasi AIDS? 12. Bagaimana asuhan keperawatan AIDS?

C. Tujuan Penulisan a. Tujuam Umum Untuk mengetahui dan membahas asuhan keperawatan dengan AIDS sesuai dengan kasus. b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tentang definisi AIDS 2. Untuk mengetahui tentang epidemiologi AIDS 3. Untuk mengetahui tentang etiologi AIDS 4. Untuk mengetahui tentang evaluasi diagnostic AIDS 5. Untuk mengetahui tentang patofisiologi AIDS 6. Untuk mengetahui tentang pathways AIDS 7. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinik AIDS 8. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang AIDS 9. Untuk mengetahui tentang pencegahan AIDS

2

10. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan AIDS 11. Untuk mengetahui tentang komplikasi AIDS 12. Untuk mengetahui dan membahas AIDS serta konsep asuhan keperawatan sesuia dengan kasus.

D. Manfaat Penulisan 1. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang definisi AIDS 2. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang epidemiologi AIDS 3. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang etiologi AIDS 4. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang evaluasi diagnostic AIDS 5. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang patofisiologi AIDS 6. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang pathways AIDS 7. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang manifestasi klinik AIDS 8. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang pemeriksaan penunjang AIDS 9. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang pencegahan AIDS 10. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang penatalaksanaan AIDS 11. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang komplikasi AIDS 12. Agar Mahasiswa dapat memahami tentang AIDS serta konsep asuhan keperawatan sesuia dengan kasus.

3

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi AIDS AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162) AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000) AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601) AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. (FKUI, 1993 : 354) Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.

B. Epidemiologi AIDS WHO memperkirakan bahwa pada akhir tahun 1996, terdapat 2,6 juta anak-anak di seluruh dunia yang sudah terinfeksi HIV dan 1,3 juta meninggal dunia karena infeksi tersebut. Angka perkiraan 5 hingga 10 juta anak diperoyeksikan terinfeksi HIV pada tahun 2000, dengan 5 hingga 10 juta anak menjadi yatim piatu karena pandemi (epidemic yang luas) HIV/AIDS. Pada Juni 1998, sudah terdapat 8.280 anak yang menderita AIDS dilaporkan pada CDC (Centers For Disease Control and Prevention), angka

4

ini merepresentasikan 1% dari jumlah total kasus AIDS di Amerika Serikat yang terdapat sampai saat ini (CDC, 1998a). Lebih dari 90% anak-anak ini mendapatkan AIDS dari ibu mereka sewaktu perinatal. Sejumlah kecil anak terinfeksi AIDS melalui transfuse darah / produk darah yang terkontaminasi sebelum tahun 1985, atau terinfeksi penganiayaan seksual. Sebaiknya, aktivitas seksual dan penggunaan obat IV merupakan sumber utama infeksi HIV pada remaja. Lebih dari 3.300 remaja penderita penyakit AIDS berusia 13 hingga 19 tahun telah dilaporkan hingga bulan Juni 1998. Jumlah anak-anak yang diperkirakan terinfeksi AIDS dalam periode perinatal mencapai puncaknya selama tahun 1992; dalam tahun-tahun berikutnya terlihat penurunan yang signifikan. Kecenderungan ini merupakan hasil implementasi konseling HIV dan pelaksanaan test secara suka rela seperti yang direkomendasikan serta penggunaan terapi sidovudine untuk mencegah penularan melalui perinatal. Pada tahun 1994, terapi sidovudil pada ibu hamil yang terinfeksi HIV, dan selanjutnya pada bayi-bayi mereka, terlihat menurunkan dua per tiga dari angka penularan, yaitu dari 25% menjadi 8% (Connor dkk, 1994). Efektivitas obat-obatan HIV lainnya untuk mencegah penularan perinatal kini sedang diteliti (Luzuriaga dan Sullivan, 1998). Konseling rutin HIV dan uji secara suka rela bagi ibu hamil merupakan tindakan yang direkomendasikan (Americcan Academy Of Pediatrics, 1995). Pedoman pemakaian obat-obatan antiretrovirus pada ibu hamil yang terinfeksi HIV, untuk mengurangi penularan perinatal, kini sudah tersedia (CDC, 1998b).

C. Etiologi AIDS Ada berbagai strain HIV. HIV2 merupakan strain yang prevalen di Afrika, sedangkan strain HIV1 dominan di Amerika Serikat dan bagian dunia lainnya. Transmisi horizontal HIV terjadi melalui kontak seksual yang intima tau pajanan parenteral dengan darah atau cairan tubuh yang terlihat mengandung darah. Transmisi perinatal (vertikal) terjadi ketika ibu hamil terinfeksi HIV meneruskan infeksi pada bayinya. Tidak terdapat bukti yang

5

menunjukkan bahwa kontak secara sepintas antara orang yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi dapat menyebarkan virus tersebut.

D. Evaluasi diagnostic AIDS Pada anak-anak berusia 18 bulan atau lebih,pemeriksaan ELISA (HIV enzyme-linked immunosorbent assay) dan western blot immunoassay dilakukan untuk menentukan infeksi HIV. Pada bayi yang dilahirkan dari ibu terinfeksi HIV,pemeriksaan assay (uji-kadar) ini akan memberikan hasil positif

karena

adanya

antibody

maternal

yang

diperoleh

secara

transpalansental. Antibody maternal dapat bertahan dalam tubuh bayi sampai usia 18 bulan. Oleh karena itu dilakukan uji diagnostic lain, yaitu reaksi rantai polymerase (polymerase chain reaction,PCR) HIV yang paling sering dilakukan untuk mendeteksi DNA proviral. Dengan teknik ini terdapat lebih dari 90% bayi yang terinfeksi biasanya didiagnosis pada usia 1 bulan (luzuriaga dan Sullivan, 1998).

E. Patofisologi AIDS Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah selsel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh

6

tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi

limfosit

T

sitotoksit,

memproduksi

limfokin,

dan

mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Ketika sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

7

F. Pathways AIDS HIV

Plasenta ASI Transfusi darah jarum suntik Transmisi dari ibu ke anak

Hubungan seksual

HIV masuk ke dalam tubuh

Menyerang system imun (sel darah putih/limfosit)

(

Menginfeksi limfosit

DNA virus terintegrasi dalam sel DNA host

Imun menurun AIDS

Resiko infeksi

Mual muntah

Diare kronik BB menurun

Kehilangan volume cairan aktif

Kekurangan volume cairan

8

Kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas

Ketidaksei mbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

G. Manifestasi Klinis AIDS Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain: 1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit. 2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh. 3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pnemonia. Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain : 1. Berat badan lahir rendah 2. Gagal tumbuh 3. limfadenopati umum 4. Hepatosplenomegali 5. Sinusitis

9

6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang 7. Parotitis 8. Diare kronik atau kambuhan 9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan 10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten 11. Sariawan orofarings 12. Trombositopenia 13. Infeksi bakteri seperti meningitis 14. Pneumonia interstisial kronik Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.

H. Pemeriksaan Penunjang AIDS 1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua cara : a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ; 1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis. 2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif 3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi 4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah. b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya : 1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.

10

2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif. 3) Imonofivoresceni assay (IFA) 4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA) 2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV a. Status imun 1) Tes fungsi sel CD4 2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen 3) Kadar imunoglobutin meningkat 4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun 5) Rasio CD4 : CD8 menurun 3. Complete Blood Covnt (CBC) Dilakukan

untuk

mendeteks

adanya

anemia,

leukopenia

dan

thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV. 4. CD4 cell count Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan. 5. Blood Culture 6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus. 7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau spesifik antara lain : a. Tuberkulin skin testing Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC. b. Magnetik resonance imaging (MRI) Mendeteksi adanya lymphoma pada otak c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)

11

d. Pap smear setiap 6 bulan Mendeteksi dini adanya kanker rahim. Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan. Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV : 1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut 2. Penurunan persentase CD4 3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3 4. Limfopenia 5. Anemia, trombositopenia 6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM) 7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus) 8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus influenzae tipe B) Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIVpositif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan “seroreverter”.

I. Pencegahan AIDS Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan member

12

konsultasi pada pasien dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada peran ini. Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi. Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada 26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-

13

kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1. Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran pertukaran cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang mengurangi penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.

J. Penatalaksanaan AIDS Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan menggunakan tiga parameter: status kekebalan, status infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau persentase CD4, yang tergantung usia anak. Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS Kategori Imun

Kategori Klinis (N) Tanpa (A) Tanda (B) Tanda (C) Tanda Tanda dan dan Gejala dan Gejala dan Gejala Gejala

Ringan

Sedang

Hebat

(1) Tanpa tanda supresi

N1

A1

B1

C1

(2) Tanda supresi sedang

N2

A2

B2

C2

(3) Tanda supresi berat

N3

A3

B3

C3

Keterangan : Kategori Klinis HIV: 1. Kategori N : Tidak bergejala Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV

14

2. Kategori A: Gejala ringan Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini: a. Limfadenopati b. Hepatomegali c. Splenomegali d. Dermatitis e. Parotitis f. Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis media. 3. Kategori B: Gejala sedang Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut : a. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis c. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan d. Kardiomiopati e. Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan f. Diare, kambuhan atau kronik g. Hepatitis h. Stomatitis herpes, kambuhan i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan j. Herpes zoster, dua atau lebih episode k. Leiosarkoma l. Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH) m. Varisela zoster persisten n. Demam persisten > 1 bulan o. Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan p. Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi) 4. Kategori C : Gejala Hebat

15

Anak dengan kondisi berikut ini: a. Infeksi bakterial multipel atau kambuhan b. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus c. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner d. Kriptosporodisis, intestinal kronik e. Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1 bulan. f. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan) g. Ensefalopati HIV h. Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis, awitan saat berusia > 1 bulan. i. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner j. Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan) k. Sarkoma Kaposi l. Limfoma, primer di otak m. Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik) n. Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau ekstrapulmoner. o. Penumonia Pneumocystis carinii p. Leukoensefalopati multifokal progresif q. Septikemia salmonela, kambuhan r. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan. s. Wasting syndrome karena HIV Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan penumonia interstisial. Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk penyakit sistem saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini Pneumocystis (PCP). Pemberian imunoglobulin

16

secara intravena setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV). Memulihkan sistem imun: 1. Obat-obat yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti isoprenosino, interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai sekarang belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. 2. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang. Memberantas virusnya: Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan “inhibiton reserve transcriptace” dengan obat suramin untuk menghambat efek sitopatis virus terhadap sel limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik. Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah : 1. Upaya preventif meliputi : a. Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS. b. Anjuran

bagi

yang

telah

terinfeksi

virus

ini

untuk

tidak

menyumbangkan darah, organ atau cairan semen. c. Modifikasi tingkah laku dengan : 1). Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah kebiasaan seksual guna mencegah terjadinya penularan. 2). Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan vitamin yang cukup. 3). Pandangan hidup yang positif 4). Memberikan dukungan psikologis dan sosial d. Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV 2. Edukasi yang bertujuan :

17

a. Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan hidup bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain. b. Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan.

K. Komplikasi AIDS 1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC) 2. Pneumonia interstitial limfoid 3. Tuberkulosis (TB) 4. Virus sinsitial pernapasan 5. Candidiasis esophagus 6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening) 7. Diare kronik

18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN AIDS A. Pengkajian 1. Data Subjektif, mencakup: a. Pengetahuan klien tentang AIDS b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun c. Dispneu (serangan) d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya) 2. Data Objektif, meliputi: a. Kulit, lesi, integritas terganggu b. Bunyi nafas c. Kondisi mulut dan genetalia d. BAB (frekuensi dan karakternya) e. Gejala cemas 3. Pemeriksaan Fisik a. Pengukuran TTV b. Pengkajian Kardiovaskuler c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV. d. Pengkajian Respiratori e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas. f. Pengkajian Neurologik g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan. h. Pengkajian Gastrointestinal i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa. j. Pengkajain Renal

19

k. Pengkajaian Muskuloskeletal l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia) m. Pengkajian Hematologik n. Pengkajian Endokrin 4. Kaji status nutrisi 5. Kaji adanya infeksi oportunistik 6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan Uji Laboratorium dan Diagnostik 1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun). 2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV. 3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi. 4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak). 5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV. 6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi). Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV : 1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut 2. Penurunan persentase CD4 3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8 4. Limfopenia 5. Anemia, trombositopenia 6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM) 7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus) 8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili, Haemophilus influenzae tipe B)

20

B. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko infeksi berhubungan dengan Imunosupresin 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif 4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Ketidakmampuan makan

C. Intervensi Keperawatan No 1.

Diagnose

NOC

NIC

Resiko infeksi b.d NOC :

NIC : kontrol infeksi

imunosepresin

1. Berikan

1. Keparahan infeksi 2. Keparahan infeksi :

Kriteria hasil :

yang

2. Dorong

1. Hilang nafsu makan kultur

darah 3. Ketidaksetabilan suhu 4. Nyeri

antibiotic sesuai

baru lahir

2. Kolonisasi

terapi

intake

cairan yang sesuai 3. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat 4. Batasi

jumlah

pengunjung 5. Anjurkan pengunjung untuk mencuci

tangan

pada

saat

memasuki

dan

meninggalkan ruangan pasien 6. Cuci sebelum sesudsh keperawatan pasien

21

tangan dan

2.

Intoleransi

NOC

aktivitas b.d

:

intoleransi NIC

:

Manajemen

aktivitas

energi

1.

1. Kaji

status

Toleransi terhadap aktivitas

fisiologis

pasien

2.

Daya tahan

yang menyebabkan

3.

Energy psikomotor

kelelahan

sesuai

Kriteria hasil :

dengan

1. Aktivitas fisik

usia

2. Daya tahan otot

perkembangan

3. Hemoglobin

konteks dan

2. Tentukan persepsi

4. Hematocrit

pasien/orang

5. Tenaga yang terkuras

terdekat

6. kelelahan

pasien

dengan mengenai

penyebab kelelahan 3. Perbaiki

deficit

status

fisiologis

(mis,

kemoterapi

yang menyebabkan anemia)

sebagai

prioritas utama 4. Monitor intake/asupan nutrisi

untuk

mengetahui sumber

energy

yang adekuat 5. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan asupan energy dari makanan

22

6. Anjurkan untuk

pasien memilih

aktivitas-aktivitas yang membangun ketahanan 7. Anjurkan

periode

istirahat

dan

kegiatan

secara

bergantian 3.

Kekurangan

NOC :

NIC

:

manajemen

volume cairan b.d 1. Keseimbangan

cairan

kehilangan cairan

1. Berikan

aktif

cairan

cairan

dengan tepat

2. Hidrasi Kriteria hasil :

2. Monitor status gizi

1. Keseimbangan intake

3. Timbang

berat

dan output dalam 24

badan setiap hari

jam

dan monitor status

2. Turgor kulit

pasien

3. Kelembaban

4. Monitor

membrane mukosa

status

hidrasi 5. Monitor

tanda-

tanda vital pasien 6. Monitor perubahan berat badan pasien sebelum

dan

setelah dialysis 4.

Ketidakseimbang an

nutrisi

kurang

NOC :

NIC

: 1. Status nutrisi bayi

b.d ketidakmampuan

nutrisi

asupan nutrisi Kriteria hasil :

23

manajemen

nutrisi

dari 2. Status nutrisi

kebutuhan tubuh 3. Status

:

1. Tentukan :

gizi

pasien

status dan

kemampuan untuk memenuhi

makan

1. Asupan gizi

kebutuhan gizi

2. Asupan makanan

2. Tentukan apa yang

3. Energy 4. Rasio

menjadi preferensi berat

badan/tinggi badan

makanan

bagi

pasien 3. Tentukan kalori

dan

nutrisi dibutuhkan

jumlah jenis yang untuk

memenuhi persyaratan gizi 4. Monitor

asupan

kalori dan asupan makanan 5. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan kenaikan badan

24

dan berat

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162). Etiologi AIDS sendiri bisa melalui Transmisi horizontal HIV terjadi melalui kontak seksual yang intima tau pajanan parenteral dengan darah atau cairan tubuh yang terlihat mengandung darah. Transmisi perinatal (vertikal) terjadi ketika ibu hamil terinfeksi HIV meneruskan infeksi pada bayinya. Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa.

B. Saran Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah : 1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian HIV AIDS. 2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien HIV maupun AIDS.

25

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta http://www.academia.edu/34884395/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_ANA K_DENGAN_HIV_AIDS Diunduh pada tanggal 8 November 2018

26

Related Documents

Lp Askep Aids.docx
December 2019 22
Lp Askep Tumor Tulang.docx
December 2019 23
Lp Dan Askep Diare.docx
October 2019 27
Lp Dan Askep Dbd.docx
December 2019 29
Askep Lp Fraktur.docx
November 2019 10

More Documents from "Regina Sinaga"

101473.docx
November 2019 15
Contoh Cv.doc
December 2019 18
Kasus 3 Sibad.docx
December 2019 12
Benar-1.docx
December 2019 9
Lp Askep Aids.docx
December 2019 22