Lp Ami Hcu.docx

  • Uploaded by: Dyana Ayuliawati
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ami Hcu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,369
  • Pages: 25
LAPORAN PENDAHULUAN AKUT MIOKARD INFARK

Disusun Oleh :

MEGA GIRINDA PUTRI SN171113

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2017

LAPORAN PENDAHULUAN AKUT MIOKARD INFARK

A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Brunner & Sudarth, 2012). Infark miokard akut adalah: penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung (Huan H Gray,dkk,2015). Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Suyono, 2009).

2. Etiologi a. Faktor penyebab : 1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor : a) Faktor pembuluh darah : 

Aterosklerosis.



Spasme



Arteritis

b) Faktor sirkulasi : 

Hipotensi



Stenosos aurta



Insufisiensi

c) Faktor darah : 

Anemia



Hipoksemia



Polisitemia

2) Curah jantung yang meningkat : a) Aktifitas berlebihan b) Emosi c) Makan terlalu banyak d) Hypertiroidisme 3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada : a) Kerusakan miocard b) Hypertropimiocard c) Hypertensi diastolic

b. Faktor predisposisi : 1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah : a) Usia lebih dari 40 tahun b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause c) Hereditas d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam. 4) Faktor resiko yang dapat diubah : a) Mayor : 

Hiperlipidemia



Hipertensi



Merokok



Diabetes



Obesitas



Diet tinggi lemak jenuh, kalori

b) Minor: 

Inaktifitas fisik



Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).



Stress psikologis berlebihan.

3. Manifestasi Klinis Tidak semua serangan mulai secara tiba-tiba disertai nyeri yang sangat parah seperti yang sering kita lihat pada tayangan TV atau sinema. Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack). Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini ditandai oleh beberapa hal berikut a. Nyeri Dada Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy. gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan oedem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian.

Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut). Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal. Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.

Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif. b. Sesak Nafas Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna c. Gejala Gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan morfin untuk rasa sakitnya. d. Gejala LainTermasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas) e. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.

f. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun, kembali normal pada akhir dari minggu pertama.

4. Komplikasi Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi, supraventrikuler takiaritmia, aritmia ventrikular, gangguan konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, dan shock), infarkventrikel kanan, defek mekanik, ruptur miokard,aneurisma ventrikel kiri,perikarditis, dan trombus mural.

5. Patofisiologi AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung) Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.

Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis

sehingga

bisa

menimbulkan

infark

jika

terlambat

dalam

penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior.Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri.

Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahanperubahan sebagai berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya kembang dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi. Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini: Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi Infark àdinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral à berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal; Mekanisme kompensasi à bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.

PATHWAY

6. Pemeriksaan Penunjang: a. CPK - MB / CPK Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4 - 6 jam, memucat dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 38 - 48 jam. b. LDH / HBDH Meningkat dalam 12 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal. c. AST / SGOT Meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6 - 12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 - 4 hari. d. EKG Perubahan EKG pada fase awal adanya gelombang t tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen st. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang q / qs yang menandakan adanya nekrosis. e. Elektrolit. Ketidakseimbangan

dapat

mempengaruhi

konduksi

dan

kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi f. GDA Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis. g. Kolesterol Atau Trigliserida Serum Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab ami. h. Foto Dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga gejala jantung koroner atau aneurisma ventrikuler. i. Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

j. Angiografi Koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase ami kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi. k. Tes Stress Olahraga Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan

sehubungan

dengan

pencitraan

talium

pada

fase

penyembuhan.

7. Penatalaksanaan Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI: a. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul. b. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan c. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga

mencegah

kerusakan

otot

jantung

lebih

lanjut.

Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada selselnya untuk memulihkan diri

d. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung. e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel. f. Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin. g. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin h. Pada

prinsipnya

mendapatkan

jika

serangan

mendapatkan jantung,

korban

segera

yang

hubungi

dicurigai

118

untuk

mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit, nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi Obat - obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya :

a. Obat - obatan trombolitik b. Obat - obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun Contohnya adalah streptokinase c. Beta Blocker d. Obat - obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah

serangan

jantung

tambahan.

Beta

bloker

juga

bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan noncardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol) e. Angiotensin - Converting Enzyme (ACE) Inhibitors f. Obat - obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya captropil g. Obat - obatan antikoagulan Obat - obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin. h. Obat - obatan Antiplatelet Obat - obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan. Jika obat - obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain :

1) Angioplasti Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri terbuka.

yang

tersumbat

sehingga

menjaganya

tetap

Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang

mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri. 2) CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung. 3) Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan: 4) Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obatobatan maupn mengikuti program rehabilitasi. 5) Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari

merokok,

meningatkan aktivitas fisik

menurunkan

BB,

merubah

dit,

dan

B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pengkajian primer Airway 1) Sumbatan atau penumpukan secret 2) Wheezing atau krekles Breathing 1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat 2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal 3) Ronchi, krekles 4) Ekspansi dada tidak penuh 5) Penggunaan otot bantu nafas Circulation 1) Nadi lemah , tidak teratur 2) Takikardi 3) TD meningkat / menurun 4) Edema 5) Gelisah 6) Akral dingin 7) Kulit pucat, sianosis 8) Output urine menurun b. Pengkajian sekunder 1) Aktifitas Tanda : Takikardi,dispnea pada istirahat / aktifitas 2) Sirkulasi Tanda : TD dapat normal atau naik/turun. Nadi dapat normal, penuh / tak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (distritnya). Bunyi jantung: bunyi jantung

ekstra

S3

/

S4

mungkin

menunjukkan

gagal

jantung/penurunan kontraktilitas ventrikel. Murmur, bila ada menunjukkan gagal katub/disfungsi otot papiler.

Friksi dicurigai perikarditis. Irama jantung : dapat teratur/tidak teratur. Edema : distensi vena jugular, edema dependen / perifer, edema umum krekels mungkin ada dengan gagal jantung. Warna: pucat/ sianosis/ kulit abu-abu kuku datar pada membran mukosa dan bibir. 3) Integritas Ego Tanda: mendak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri 4) Eliminasi Tanda : normal/bunyi usus menurun. 5) Makanan / Cairan Tanda : muntah, perubahan berat badan. 6) Higiene Tanda/gejala : kesulitan melakukan tugas perawatan 7) Neurosensori Tanda : perubahan mental,kelemahan. 8) Nyeri / ketidaknyamanan Tanda : Wajah meringis, Perubahan postur tubuh, Menarik diri, kehilangan kontak mat, Respon otomatik : perubahan frekuensi / irama jantung,

tekanan darah, pernafasan, warna kulit,

kelembaban, kesadaran. 9) Pernafasan Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, Sianosis, Bunyi nafas : bersih/krekels, Sputum : bersih, merah muda kental. 10) Interaksi social Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, Menarik diri dari keluarga

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang bisa muncul diantaranya: a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Gangguan stroke volume (preload, afterload, kontraktilitas) c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen. d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, kecemasan e. Kelebihan

volume

cairan

berhubungan

dengan.

gangguan

mekanisme regulasi f. Cemas berhubungan dengan nyeri yang diantisipasi dengan kematian g. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

3. Perencanaan Keperawatan Dx. Kep. 1

Tujuan & Kriteria Hasil NOC : Tingkat nyeri Nyeri terkontrol Tingkat kenyamanan Kriteria Hasil : 1. Mengontrol nyeri, dengan indikator :  Mengenal faktor-faktor penyebab  Mengenal onset nyeri  Tindakan pertolongan non farmakologi  Menggunakan analgetik  Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.  Nyeri terkontrol

Intervensi Manajemen nyeri :  Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.  Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.  Kurangi control presipitasi nyeri.  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).

 Ajarkan teknik non farmakologis 2. Menunjukkan tingkat nyeri, (relaksasi, distraksi dll) untuk dengan indikator: mengatasi nyeri..  Melaporkan nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi  Frekuensi nyeri nyeri.  Lamanya episode nyeri  Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.  Ekspresi nyeri; wajah  Kolaborasi dengan dokter bila ada  Perubahan respirasi rate komplain tentang pemberian  Perubahan tekanan darah analgetik tidak berhasil.  Kehilangan nafsu makan  Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri. Administrasi analgetik :.  Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.  Cek riwayat alergi.  Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal  Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.  Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.  Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2

NOC  Cardiac pump effectiveness  Circulation status  Vital sign status Kriteria Hasil :  Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi)  Dapat mentoleransi aktifitas, tidak ada kelelahan  Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asietes  Tidak ada penurunan kesadaran

Cardiac care :  Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)  Catat adanya disritmia jantung  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output  Monitor status cardiovaskuler  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi  Monitor balance cairan  Monitor adanya perubahan tekanan darah  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia

 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan  Monitor toleransi aktifitas pasien  Monitor adanya dyspnea, fatique, takipnea, ortopnea  Anjurkan untuk menurunkan stress Vital sign monitoring :  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR  Catat adanya fluktuasi tekanan darah  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR selama dan setalah aktifitas  Monitor bunyi jantung  Monitor pola pernafasan abnormal  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit  Monitor sianosis perifer  Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

3

NOC  Energy conservation  Activity tolerance  Self care : (ADLS) Kriteria Hasil :  Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, pernafasan  Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri  TTV normal  Energy psikomotor  Level kelemahan  Mampu berpinda dengan atau tanpa bantuan alat  Status kardiopulmonary adekuat  Sirkulasi status baik

Activity Therapi :  Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan  Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktifitas yang diinginkan  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktifitas seperti kursi roda atau krek  Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

4

 Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

 Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan  Monitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual

NOC  Respiratory status : Ventilation  Respiratory status : Airway patency  Vital sign Status

Respiratori Status Management  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi  Lakukan fisioterapi dada jika perlu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan  Berikan bronkodilator  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.  Monitor respirasi dan status O2  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea  Pertahankan jalan nafas yang paten  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi  Monitor vital sign  Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas  Ajarkan bagaimana batuk secara efektif  Monitor pola nafas. Fluid managemen :  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat  Pasang urine kateter jika diperlukan

Kriteria Hasil :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

5

NOC  Elektrolit and balance  Fluid balance

acid

base

 Hydration Kriteria hasil :  Terbebas dari edema, efusi, anasarka  Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea / ortopnea  Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)  Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal  Terbebas dari kelelahan, kecemasan, atau kebingungan  Menjelaskan indikator kelebihan cairan

6

NOC  Anxiety self-control  Anxiety level  Coping Kriteria hasil :  Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas  Vital sign dalam batas normal  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

 Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Ht, osmolaritas urin)  Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP  Monitor vital sign  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP, edema, distensi vena leher, asites)  Kaji lokasi dan luas edema  Monitor masukan cairan / makanan dan hitung intake kalori  Monitor status nutrisi  Kolaborasi pemberian diuretic sesuai intruksi  Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremi dilusi dengan serum Na <130 mEq/l  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk Anxiety reduction :  Gunakan pendekatan yang menenangkan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur  Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut  Dorong keluarga untuk menemani anak  Lakukan back/neck rub  Dengarkan dengan penuh perhatian  Identifikasi tingkat kecemasan  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

7

NOC  Knowledge disease process  Knowledge : health behavior Kriteria Hasil :  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi prognosis dan program pengobatan  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya

 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi  Berikan obat untuk mengurangi kecemasan Teaching : disease process  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat  Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat  Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat  Sediakan informasi pada pasien tentang kkondisi dengan cara yang tepat  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan yang tepat  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

4. Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemingkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil. Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan selain itu tahap ini juga merupakan tahap penilaian keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan. Penulis menggunakan eveluasi formatif dan evaluasi sumatif, dalam hal ini eveluasi formatif dicantumkan dalam catatan keperawatan berupa respon klien dan evaluasi sumatif untuk menilai apakah tujuan dapat tercapai atau tidak, yaitu dalam bentuk soap (subjektif, objektif, analisa, dan planning).

DAFTAR PUSTAKA Arif Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius. Carolyn M. Hudak. 2007. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC. Clevo, M. Clevo & Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika. Corwin, E.J. 2012. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2009. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC. Heni Rokhaeni. 2012. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Edisi Pertama Jakarta, Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung Dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita. Judith M. Wilkinson. 2015. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey. Kasuari. 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang. Price, S.A. & Wilson, L.M. 2012. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika. Smeltzer & Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Suryono, Bambang dkk. 2015. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

Related Documents

Lp Ami Icu.docx
October 2019 34
Lp Ami Hcu.docx
October 2019 15
Ami..
June 2020 15
Ami
November 2019 30
Ami
November 2019 35
Ami
August 2019 39

More Documents from "Rekha Perumal Vijayan"

Materi Hipertensi.docx
October 2019 34
Lp Ami Hcu.docx
October 2019 15
Daftar Isi
October 2019 75
Histoplasma Capsulatum
October 2019 46
Electron Radiation
June 2020 18