I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kota Tarakan yang meliputi Pulau Ta-rakan dan Pulau Sedau dengan luas total 657,33 km2 terdiri dari luas daratan 250,80 km2 (38%) dan luas lautan 406,53 km2 (61,8%). Secara geografis Kota Tarakan terletak pada 3019’-3020’ LU dan 117034’-117038’ BT. Adapun secara ad-ministrasi pemerintahan Kota Tarakan terbagi menjadi empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Tarakan Utara seluas 109,36 km2 (43,60%), Kecamatan Tara-kan Tengah seluas 55,54 km2 (22,45%), Kecamatan Tarakan Timur 58,01 km2 (23,13%),dan Kecamatan Tarakan Barat seluas 27,89 km2 (11,12%) (Badan Pusat Statistik Kota Tarakan, 2010). Kawasan hutan di Kota Tarakan ditetapkan berdasarkan pemanfaatannya, secara ekologis dan biologis
terbagi ke da-lam hutan lindung
dan hutan
konservasi dengan tujuan khusus sebagai hutan kota dan hutan mangrove (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2010). Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem pesisir Kota Tarakan yang menyediakan sumberdaya alam produktif, baik seba-gai sumber pangan, tambang mineral dan energi seperti minyak dan gas serta ba-tubara, media komunikasi maupun ka-wasan rekreasi atau pariwisata (Pratiwi, 2013). Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). Peranan hutan mangrove dalam kehidupan ditunjukkan oleh fungsi mangrove terkait aspek sosio-ekologis, sosio-ekonomis, dan sosiokultural. Fungsi ekologis hutan mangrove yang paling menonjol adalah sebagai pelindung garis pantai dan kehidupan di
belakang-nya dari gempuran tsunami dan angin,
1
mencegah terjadinya salinasi pada wilayah-wilayah di belakangnya, dan sebagai habitat bagi biota perairan. Secara ekonomis, pemanfaatan hutan mangrove berasal dari hasil kayunya sebagai kayu bangunan, kayu bakar dan bahan kertas serta hasil hutan bukan kayu, selain juga difungsikan sebagai kawasan wisata alam pantai. Secara sosial, hutan mangrove juga berfungsi melestarikan keterkaitan hubungan sosial dengan masyarakat lokal, sebagai tempat mencari ikan, kepiting, udang, dan bahan obat-obatan (Dahuri et al., 2001). Ekosistem adalah kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik (tumbuhan, hewan dan manusia), dan abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa organik dan anorganik). Menurut undang-undang lingkungan hidup (UULH) tahun 1982 ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubungan antar keduanya (Irwan, 1992). Penetapan KKMB diikuti dengan pembangunan fasilitas pada tahun 2003 berupa jembatan, menara pengamatan, gazebo, perpustakaan, dan karantina untuk pemeriksaan satwa. Pada tahun 2006, KKMB diperluas menjadi 22 ha atas kesepakatan dan dukungan Pemerintah Kota Tarakan dan DPRD Kota Tarakan. Se-lain itu, World Wildlife Fund (WWF) sebagai mitra, memberikan dukungan serta berperan aktif dalam penelitian dan kelestarian mangrove di Kota Tarakan, tertuang bentuk Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Kota Tarakan, WWF, dan PT Minanusa Aurora untuk mereha-bilitasi kawasan ini. Selanjutnya, pada tahun 2007 kawasan ini direhabilitasi de-ngan penanaman tumbuhan mangrove melalui kemitraan bersama antara PT Minanusa Aurora dan Nichirei Fresh Ltd, Ganko Food Industries, Provident Indo-nesia Energy, PT Medco, danPT PLN (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup,2010). Kawasan
Konservasi
Mangrove
Bekantan
yang
ditujukan
untuk
melestarikan ekosistem mangrove dan satwaliar dalam perkembangannya diarahkan sebagai da-erah tujuan ekowisata alternatif (Dinas Lingkungan Hidup dan SDA Kota Tara-kan, 2007; Yusuf, 2008). Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisa-tawan untuk menikmati keindahan alam dan budaya lokal serta
2
mempelajari tentang
pentingnya berbagai ragam mahluk hidup yang ada di
dalamnya. Selain itu, kegiatan ekowisata juga dapat mening-katkan pendapatan untuk pelestarian alam serta menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya(Subadra, 2008). 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Kegiatan Praktikum dari mata kuliah Avertebrata Air dan Ekologi Perairan bertujuan memfasilitasi proses pembelajaran secara langsung di lapangan kepada mahasiswa/i untuk melatih daya nalar dan kritis dengan menelaah pengamatan mengenai Avertebrata Air dan Ekologi Perairan yang berada pada ekosistem mangrove di KKMB (Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan) Kota Tarakan. 1.2.1 Tujuan Khusus Secara khusus, tujuan pelaksanaan Praktikum ini adalah :
Agar mahasiswa/i lebih mengenal, mengetahui serta memahami tentang beberapa Avertebrata Air Dan Ekologinya yang berada di ekosistem secara visualisasi dengan cara pengidentifikasian dan pencatatan.
Agar mahasiswa/I mengetahui dan memahami dan mengerti mengenai jenis-jenis biota / spesies Avertebrata Air laut baik di bagian Terestrial ataupun di bagian akuatik yang berada di ekosistem mangrove di KKMB Kota Tarakan. 1.3 Manfaat Manfaat dari pelaksanaan praktikum ini sebagai berikut: 1. Mengenalkan sekaligus menumbuhkan rasa empati mahasiswa terhadap ekosistem sungai dan ekosistem mangrove. 2. Bagi peneliti atau lembaga ilmiah, sebagai sumber informasi keilmuan dan dasar untuk penulisan ataupun penelitian lebih lanjut berkaitan dengan ekosistem sungai dan ekosistem kolam II. TINJAUAN PUSTAKA II.1Hutan mangrove
3
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut (Macnae, 1968). Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Hutan mangrove adalah tumbuhan halofit yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan subtropik (Aksornkoae, 1993). Manfaat langsung dari hutan mangrove menjadi pendapatan masyarakat. Jumlah dan nilai dari hasil yang di ambil secara langsung dari hutan oleh masyarakat sekitarnya merupakansumbangan hutan yang sekaligus dapat menjadi faktor yang dapat menjaga kelestarian hutan tersebut. Secara garis besar hutan mangrove mempunyai banyak fungsi, selain sebagai pelindung lingkungan sekitar, hutan mangrove juga berfungsi sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi hewan primata seperti bekantan. II.2Avertebrata Avertebrata air adalah hewan yang tidak bertulang belakang yang sebagian atau seluruh daur hidupnya di dalam air. Bila di pandang dari sisilain, adayang membagi dumia hewan menjadi kelompok moluska dan non moluska atau berdasarkan ruas apendiks mnjadi kelompok arthropoda mencapai 80% dari hewan di dunia. Habitat avertebrata air adalah lingkungan dan air tawar. Air lautmerupakan perairan yang memiliki salinitas 34-35% dan kestabilan lingkungan yang tinggi (sahami dan hamzah ,2014). Salah satu kelompok fauna avertebrata yang hidup di ekosistem mangrove adalah Moluska, yang didominasi oleh kelas Gastropoda dan Bivalvia. Gastropoda merupakan salah satu sumberdaya hayati non-ikan yang mempunyai
4
keanekaragaman tinggi. Gastropoda dapat hidup di darat, perairan tawar, sampai perairan bahari. Gastropoda berasosiasi dengan ekosistem mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung, memijah dan juga sebagai daerah suplai makanan yang menunjang pertumbuhan mereka. Komunitas makrozoobenthos termasuk Gastropoda dapat digunakan juga sebagai indikator pulihnya fungsi vegetasi mangrove, yaitu dengan mempelajari struktur komunitas Gastropoda yang terdapat dalam berbagai tingkatan vegetasi mangrove. Kondisi habitat vegetasi mangrove yang meliputi komposisi dan kerapatan jenisnya akan menentukan karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan yang selanjutnya akan menentukan struktur komunitas organisme yang berasosiasi dengan mangrove termasuk komunitas Gastropoda (Sirante, 2006). Hewan dapat dikategorikan berdasarkan habitat atau cara hidupnya. Kategori ini mencerminkan derajat kesamaan ekologi dan bukan hubungan evolusi. Contohnya, ada kelompok hewan teresterial ditujukan untuk kelompok hewan yang hidup di daratan. Kelompok hewan laut adalah kumpulan kelompok hewan yang hidup di lautan. Hewan laut dapat pula dikelompokkan menjadi intertidal (hidup pada daerah pasang-surut dan terpapar dengan udara secara teratur); subtidal (hidup
di bawah garis surutsehingga
tidak terkena udara,
kecuali pada kondisi ekstre m); atau laut lepas. 2.2
Ekologi perairan Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haechekel, ahli
Biologi Jerman pada tahun 1869. Arti kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan logos bersifat telaah dan studi. Jadi ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Yang dimaksud makhluk hidup adalah kelompok dari makhluk hidup itu sendiri (Resosoedarmo, et al.,1990). Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan. Istilah ekologi pertama kali ditemukan oleh Haeckel, seorang ahli biologi pada akhir pertengahan dasawarsa 1960. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu,
5
sehingga secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Kristanto, 2002). Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan satu kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubunan antara keduanya (Irwan,1992). Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut. Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan lentik. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme (Odum,1996). Ekosistem sungai merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponenkomponen tersebut (misalnya perubahan nilai parameter fisika-kimia perairan), maka akan mmenyebabkan perubahan pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif dan kuantitafif organismenya).
III. METODOLOGI III.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum Kegiatan Praktikum dari mata kuliah Avertebrata Air dan Ekologi Perairan dilaksanakan pada hari Sabtu/15 Desember 2018 Jam 8.30 WITA bertempat di daerah KKMB Kota Tarakan.
6
III.2
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan Praktikum adalah :
Alat tulis menulis/ pencatatan. (per Orang)
Alat dokumentasi (kamera foto/ digital kamera/hp). (per Orang)
Tisu. (per Kelompok)
Milimeter Blok yang sudah delaminating (per Kelompok)
Thermometer (Semua Kelas)
pH meter (Semua Kelas)
Hand Refraktometer (Semua Kelas)
Secchi disk (Semua Kelas)
III.3
Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam kegiatan Praktikum mata kuliah Avertebrata Air dan Ekologi Perairan yaitu : I. Pengamatan Tujuan : Mengenal
dan mengetahui
secara
visualisasi mengenai
jenis-jenis
Avertebrata air dan habitatnya yang berada di KKMB. Mengamati mengenai kegunaan dan fungsi keberadaan Hutan Mangrove di kawasan Konservasi Mangrove Bekantan (KKMB). Mengamati dan mengidentifikasi jenis-jenis Avertebrata air dan berbagai macam Ekologi di KKMB. Mengamati Ekologi perairan di bagian Terestrial dan bagian Akuatik di kawasan Konservasi mangrove bekantan (KKMB) Kota Tarakan. II. Pencatatan Tujuan : Mencatat
dan
mendokumentasikan
mengenai
berbagai
jenis-jenis
Avertebrata air dan Ekologi mangrove. Mendeskripsikan jenis-jenis Avertebrata Air dan berbegai macam Ekologi di KKMB. III. Tanya Jawab Tujuan :
7
Memberikan pengarahan dan pemahaman yang dilakukan oleh mahasiwa/i yaitu pengamatan secara langsung baik secara visualisasi maupun pencatatan yang dapat dijadikan sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang di miliki secara aplikatif terhadap media di kawasan konservasi mangrove bekantan (KKMB) kota Tarakan.
IV. Pelaporan / Tugas Tujuan : Memberikan kemampuan responsibilty kepada mahasiswa/i dalam kegiatan Praktikum dan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan dengan di aplikatifkan yang di sinkronkan dengan dasar teori baik menggunakan sistem teknologi E-Learning ataupun Book. Proses pembelajaran dan pemahaman dalam pembuatan laporan akhir.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Avertebrata 4.1.1 Temberungun (Telecopium telescopium) Temberungun (Telescopium telescopium) merupakan biota laut yang banyak dijumpai pada perairan payau dan area pertambakan (Oktaviana, 2003). Telescopium telescopium juga dapat ditemukan di
8
zona intertidal. Menurut Rosenberg (2011) klasifikasi Telescopium telescopium sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca
Class
: Gastropoda
Order
: Caenogastropoda
Family
: Potamididae
Genus
: Telescopium
Species
: Telescopium telescopium Linnaeus, 1758.
Gambar 1. Temberungun (Telescopium telescopium) Temberungun memiliki cangkang mengerucut, dan meruncing dengan bagian samping lurus. Columella berputar dengan sebuah tonjolan pada pada pusat yang melingkar dan keras. Bagian luar terukir dengan beberapa alur yang melingkar. Warnanya biru kecoklatan. Spesies ini hidup di pasir yang berlumpur di daerah bakau. 4.1.2 Chicoreus capucinus (Muricidae) Klasifikasi Chicoreus capucinus sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca
Class
: Gastropoda
Superfamily : Muricoidea Family
: Muricidae
Subfamily
: Muricinae
9
Genus
: Chicoreus
Species
: Chicoreus capucinus
Gambar 2. Chicoreus capucinus Chicoreus capucinus memiliki beentuk cangkang turbinat. Pinggiran bibir dalam mempunyai gerigi yang kasar. Pada columella terdapat tiga atau lebih gerigi yang besar . Pembungkus cangkang kasar dan. Bagian luar terukir dengan sejumlah tonjolan yang menonjol berbentuk seperti duri. Variasi warna secara umum hijau menghitam, kadang-kadang. Hidup di pasir, dan pada karang yang hancur. 4.1.3 Neritidae (Nerita costata) Nerita costata adalah bahasa Yunani yaitu Nereites atau nerites adalah kata siput laut dari berbagai jenis. Costata berasal dari bahasa Latin kata Costa, memiliki tampilan ribs, atau tulang rusuk. Nerita costata tumbuh dengan panjang antara 20 - 35 mm.. Di luar bibir dan ujung yang tajam (Wilson, B. 1993). Inner lip dari sel telah membuka gundukan disebut gigi kuat, dengan satu besar satu di belakang akhir Yang abu-abu atau hijau operculum yang ditandai dengan sangat halus granules.dan operculum berfungsi mencegah kehilangan air. Sel adalah puntul eksterior hitam, dengan garis-garis putih ke kuning antara ribs. Sel interior adalah putih. Klasifikasi dari Nerita costata sebagai berikut Phylum
: Molusca
Class
: Gastropoda
10
Ordo
: Caenogastropoda
Famili
: Neritidae
Genus
: Nerita
Spesies
: Nerita costata
Gambar 3. Nerita costata 4.1.4 Kelomang atau umang umang Kelasifikasi kelomang adalah sebagai berikut : Kindom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas: Malacostraca Ordo : Decapoda Kelomang merupakan hewan yang termasuk ke dalam phylum Arthropoda kelas Crustacea (udang-udangan), dan bangsanya adalah decapoda yang berarti hewan berkaki sepuluh dan termasuk ke dalam sub ordo Anomura (Romimohtarto & Juwana, 2007, h. 195). Menurut MacGinitie & N. MacGinitie (1959, h. 284 & 293), sub ordo Anomura, ialah hewan transisi antara macrurans dan brachyurans, dalam hal abdomen lebih besar dari pada kelompok brachyurans, tetapi di samping itu sering kali melengkung. Kaki kelima tereduksi dalam hal ukuran dan posisi dari kakikaki yang lainnya.
Gambar 4. Kalomang
11
Menurut MacGinitie & N. MacGinitie (1959, h. 293), kelomang adalah penghuni daerah pasang surut. Pergerakan kelomang sangat aktif dan mampu menghibur ketika kita dapat duduk secara diam-diam melihat tingkah lucunya. Di samping itu, daerah pasang-surut sangat representatif dengan banyaknya ordo dari crustacea. Namun menurut Pramono (2006, h. 4), pada prinsipnya
4.1.5 Kerang Bambu Adapun Klasifikasi Kerang Bambu yaitu: Kingdom: Animalia Filum: Mollusca Kelas: Bivalva; Ordo: Heterodonta Famili: Solenidae Genus: SolenSpesies: Solen spp. kerang yang bentuknya agak berbeda dari kerang lainnya. Seperti namanya, kerang ini memiliki cangkang persis bambu, panjangnya sekitar se-ibu jari orang dewasa, dan dagingnya berwarna putih seperti daging udang yang telah dikupas. Ia banyak didapati di perairan Madura dan dikenal dengan nama Lorjuk.
Gambar 5. Kerang bambu Ensis hidup dengan membuat lubang (meliang) dan membenamkan diri di dalam pasir. Siphon pendek yang dimiliki biota ini akan berada di atas permukaan substrat saat tergenang air untuk mencari makan (Baron et al. 2004). Hasil penelitian
yang
dilaporkan
oleh
Baron et
al. (2004)
menunjukkan
bahwaEnsis tidak hanya hidup meliang di substrat, ternyata biota ini mampu
12
merayap di permukaan substrat dan berenang. Diduga bahwa Ensis mampu bergerak aktif untuk mencari substrat yang sesuai dengan keinginannya.Biota yang mampu menancapkan kaki dengan sangat kuat di substrat ini juga memiliki kemampuan menggali lubang dengan sangat cepat. Ensis akan memberikan pancaran air pada saat membuat lubang. Pancaran air ini berfungsi sebagai tekanan, sehingga Ensis bisa dengan cepat masuk ke dalam substrat. Berikut diilustrasikan proses penggalian lubang di substrat pasir oleh Ensis sp. 4.1.6 Kerang Kapa Bakau(Polymesoda bengalensis) Adapun Klasifikasi Kerang Kapa Bakau (Polymesoda bengalensis)yaitu: Filum : Mollusca Kelas : Bivalvia Sub Kelas : Heterodonta Ordo : Veroida Famili : Corbiludae Genus : Polymesoda, Spesies : Polymesoda erosa
Gambar 6. Kerang Kapa Bakau Morfologi kerang kepah mempunyai bentuk cangkang seperti piring atau cawan yang terdiri dari dua katub yang bilateral simetris, pipih pada bagian pinggirnya dan cembung pada bagian tengah cangkang, bentuk cangkang yang equivalve atau berbentuk segitiga yang membulat, tebal, flexure jelas mulai dari umbo sampai dengan tepi posterior. Pada saat terjadi pemijahan, ovarium dan sperma di lepas ke air dan terjadi fartilasasi yang berkembang menjadi zigot. Selanjutntnya zigot
13
berkembang menjadi larva trochopore bersilia dan kemudian menjadi larva veliger. Setelah menjadi masa larva yang berenang di kolam air, larva ini tenggelam kedasar perairan menjadi bivalvia muda dan menetap sampai dewasa. Pada waktu perairan surut,kerang kapah dapat dilihat membenamkan diri kedalam substrat di sele-sela akar mangrove atau pun di dalam lubang-lubang rumah kepiting (Bernes dan Rupert,1991). 4.1.7 Kepiting Uca Biola(Fiddler Crab) Adapun Klasifikasi dari kepiting Uca(Fiddler Crab) yaitu: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Sub Phylum : Crustacea Class : Malacostraca Ordo : Decapoda Family : Ocypodidae Genus :Uca
Gambar 7. Kepiting uca biola Kepiting Uca atau disebut juga Kepiting Fiddler mempunyai 97 spesies yang tersebar di hutan bakau, rawa-rawa, dan pada pantai berpasir atau berlumpur Barat Afrika, Atlantik Barat, Timur Pasifik dan Indo-Pasifik. Mereka sering ditemukan dalam jumlah besar.Kepiting ini termasuk kepiting yang berukuran kecil (yang terbesar cuman sekitar 2-3 cm) Seperti semua kepiting, Kepiting Uca mengalami moulting atau berganti cangkang saat mereka tumbuh (seperti ganti kulit pada ular).Dalam proses moulting ini, capit dan kaki yang telah putus sebelumnya akan kembali muncul.
14
Karakteristik habitat, kepiting biola, ekosistem mangrove Penelitian tentang habitat kepiting biola (Uca sp) di Kawasan Ekosistem Mangrove Gampong Asoe Nanggroe Kota Banda Aceh”, telah dilaksanakan pada Juni sampai September 2015. Betina membawa kumpulan telur di sisi bawah tubuhnya dan akan menetap dalam liangnya selama dua minggu. Setelah itu betina akan berusaha keluar untuk melepaskan telurnya ke dalam air pasang surut. Telur menetas menjadi larva berenang bebas yang hanyut dengan plankton, namun berubah menjadi bentuk lain sebelum menetap dan berkembang menjadi Kepiting Uca.\ IV.1 Ekologi perairan
4.2.1 Ekositem magrove Ekosistem Hutan Mangrove biasanya tumbuh dilingkungan yang cukup ekstrim dimana membutuhkan salinitas air yang cukup tinggi, berlumpur dan selalu tergenang serta berada dalam jangkauan pasang surut air, seperti di daerah delta, muara sungai ataupun sungai pasang berlumpur. Vegetasi ini justru akan mengalami gangguan jika banyaknya aktivitas manusia yang berlebihan di sekitar lingkungan tersebut, terlebih lagi semaian dan anakannya. Ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang sangat tinggi melalui sumbangan serasah. Serasah mangrove berupa daun, ranting, bunga, buah dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber nutrien bagi biota perairan dan menentukan produktivitas perikanan laut (Zamroni dan Rohyani, 2008). Salah satu faktor kesuburan pada ekosistem mangrove ialah serasah daun yang jatuh dan mengalami proses dekomposisi. Serasah mangrove yang terdekomposisi oleh mikroorganisme akan menghasilkan bahan organik yang diserap oleh tanaman dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya (Dewi, 2010).
Gambar Ekosistem magrove
15
4.2.2 Ekosistem sungai Ekosistem sungai merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen tersebut (misalnya perubahan nilai parameter fisikakimia perairan), maka akan mmenyebabkan perubahan pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif dan kuantitafif organismenya). Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Sungai merupakan perairan yang mengalir (lotik), oleh karena itu sungai memiliki arus yang berbeda-beda di setiap tempatnya. Dan disetiap aliran memiliki organisme yang berbeda pula. PH di perairan KKMB berkisar 6,7- 7,8, Tait (1981) menyatakan bahwa kisaran ph optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah 5,6-9,4. Artinya kisaran ph yang didapatkan masih dalam kisaran yang optimum untuk melakukan aktivitas penguraian serasah daun mangrove. Perairan KKMB memiliki kandungan DO berkisar 1,07 mg/l – 6,15 mg/l, Tis’in (2008) menyatakan bahwa kandungan oksigen yang lebih rendah sesuai dengan produksi serasah yang cenderung lebih tinggi sehingga kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi juga relatif lebih besar. Selain itu diduga karena di KKMB memiliki substrat berlumpur yang kaya bahan organik dan tingginya populasi dan individu bakteri di dalam sedimen menyebabkan meningkatnya pemakaian oksigen.
Gambar Ekosistem sungai
16
V. PENUTUP V.1 Kesimpulan Avertebrata air adalah hewan yang tidak bertulang belakang yang sebagian atau seluruh daur hidupnya di dalam air. Bila di pandang dari sisilain, adayang membagi dumia hewan menjadi kelompok moluska dan non moluska atau berdasarkan ruas apendiks mnjadi kelompok arthropoda mencapai 80% dari hewan di dunia. Habitat avertebrata air adalah lingkungan dan air tawar. Hewan avertebrata banyank ditemukan dikawasan KKMB antara lain : Temberungun (Telescopium telescopium), Muricidae (Chicoreus capucinus), kerang hijau (perna viridis) dan lain-lain. Ekosistem adalah kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik (tumbuhan, hewan dan manusia), dan abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa organik dan anorganik). Menurut undang-undang lingkungan hidup (UULH) tahun 1982 ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubungan antar keduanya. Ekosistem yang terdapat di kawan KKMB yaitu ekosistem magrove dan ekosistem sungai. V.2 Saran Di harapkan pada praktikum selanjutnya diberikan waktu yang lebih lama agar pengamatan atau penelitian dapat dilaksanakan dengan lebih baik karena dalam pengamatan dan penelitian organisme avertebrata membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan organisme mengingat proses penangkapan organisme membutuhkan waktu yang cukup lama.
17
DAFTAR PUSTAKA Aksornkoae. 1993. Ecology and Management of Mangrove. ICUN. Bangkok Thailand. pp 176. Allan, J.D. 1995. Stream Ecology: Structure and function of running waters Chapman and Hall. London. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (2010). Laporan penelitian KKMB Kot Tarakan. Tarakan: Badan Pe-ngelolaan Lingkungan Hidup. Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi, Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA USU. Medan. Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., & Si-tepu, M.J. 2001. Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Dewi, N. 2010. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas Di Kawasan Hutan Mangrove Sicanang Belawan Medan. [Skripsi]. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Macnae, W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West-Pacific region. Adv. Mar. Biol. 6: 73-270. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. “Alih Bahasa”. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Rachmawati L, et al. 2003. Nilai Ekonomi Mangrove dan Kepedulian Masyarakat terhadap Mangrove Delta Mahakam. Jakarta: PPK-LIPI. Sirante, R. 2006. Studi Struktur Komunitas Gastropoda di Lingkungan Perairan Kawasan Mangrove Kelurahan Lappa Dan Desa Tongke-Tongke, Kabupaten Sinjai. [Penelitian]. Universitas Negeri Lampung, Lampung. Subadra. 2008. Welcome to Bali. Aka-demi Pariwisata Triatma Jaya. Dalung. Diakses 20 Desember 2012 da-ri http//Bali Tourism Watch Ekowisata sebagai Wahana Pelestarian Alam « Welcome to Bali Tourism Watch.htm.].
18
Tait, R.V. 1981. Element of Marine Ecology. An Introduction. Cambridge University Press. New York. Tis’in, M. 2008. Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya Dengan Populasi Gastropoda Littorina neritoides (LINNE, 1758) di Kepulauan Tanakeke, Wilson, B. (1993). Australian Marine Shells. Australia Marine Shells. V.1. V.1. p.40. p.40 Wiwoho. 2005. Model identifikasi daya tampung beban cemaran sungai dengan studi kasus sungai babon. Universitas Diponegoro. Semarang.
19