Lintang. A X Ak2 No Abs 5 Biografi Ra Kartini.docx

  • Uploaded by: Oyoy Las
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lintang. A X Ak2 No Abs 5 Biografi Ra Kartini.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,253
  • Pages: 9
Nama: Lintang Aris Sinta No Absen: 05 Kelas: X Ak 2 Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia …………………………………………………………………………………….... BIOGRAFI RA KARTINI I RA Kartini yang merupakan singkatan Raden Adjeng Kartini, merupakan tokoh emansipasi wanita pertama di Indonesia. RA Kartini terinspirasi dari kemajuan berpikir perempuan Eropa, sehingga beliau bercita-cita ingin meningkatkan strata perempuan Indonesia yang kala itu masih sangat rendah. Ketimpangan sosial, khususnya dalam hak mengenyam pendidikan dan berpikir menyulut semangatnya. Di usianya yang masih sangat muda, perjuangan RA kartini harus terhenti; sebab di usianya yang menginjak 25 tahun, beliau meninggal dunia. RA Kartini meninggalkan suami dan seorang anak yang baru saja dilahirkan 4 hari sebelumnya. Kepergian RA Kartini tidak menjadikan karya serta jejak perjuangannya terkubur bersama raganya. Hingga kini nama RA Kartini disejajarkan dengan tokoh pahlawan nasional. RA Kartini berasal adalah perempuan ‘berdarah biru’; keturunan bangsawan Jawa; atau biasa disebut golongan Priyayi. Ayahnya, yakni Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah seorang patih yang kemudian diangkat sebagai bupati Jepara sejurus setelah RA Kartini dilahirkan. Ibunya, M.A. Ngasirah merupakan putri dari Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Jepara dan memiliki silsilah keluarga sampai ke kerajaan Majapahit. Saudara kandung RA Kartini–keseluruhannya beserta saudara tiriberjumlah 11 orang. Beliau adalah anak perempuan tertua sekaligus yang paling cerdas. Dari kecil, beliau telah dibekali pendidikan yang cukup, terlebih lagi ayahnya yang seorang bupati selalu memberikan pendidikan berbasis barat kepada anak-anaknya. Semenjak kecil RA Kartini sudah diberikan akses sekolah oleh ayahnya. Sekolah pertama yang beliau masuki adalah di ELS (EuropeseLagereSchool). Sekolah milik asing ini hanya diisi oleh anak-anak yang berasal dari keluarga priyayi dan terpandang. Selain itu, siswanya lebih banyak disisi oleh anak laki-laki. Di ELS, Kartini kecil belajar banyak hal, terutama belajar bahasa Belanda. Kartini kecil mendapat pendidikan sampai usia 12 tahun, setelahnya ia harus tinggal di rumah. Batasan akses sekolah yang didapatkan Kartini kecil, karena usia beliau sudah memasuki masa pingit, membuatnya sedikit kecewa dengan perlakuan sosial terhadapnya. Lebih luas lagi, beliau kecewa terhadap sistem sosial yang

mendiskreditkan kaum wanita yang ada di pulau Jawa. Gerakan yang dibawa RA Kartini, yakni menuntut kesetaraan terhadap kaum wanita, mewakili seluruh wanita pribumi menuju kebangkitan dan pemberdayaan wanita nusantara. Setelah memasuki masa pingit, di rumahnya, beliau mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada koresponden asal Belanda. Karena semenjak kecil RA Kartini telah cukup mendapat pendidikan bahasa Belanda, maka beliau dengan mudah berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda. Beliau mulai menulis beberapa surat dan beberapa kali tulisannya dimuat di DeHollandscheLelie. Di usianya yang menginjak 24 tahun, orang tua RA Kartini menjodohkan beliau dengan seorang bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang pada saat itu sudah beristri. Suaminya yang seorang birokrat masa itu sangat mengerti keinginan Kartini, dan mendukung serta membebaskan istrinya mendirikan sekolah khusus wanita.Sekolah itu berdiri tepat di bagian timur pintu gerbang kompleks kantor bupati kabupaten Rembang. Hingga kini, sekolah wanita itu masih berdiri dan mengalami banyak renovasi. Seiring dengan terwujudnya cita-cita RA Kartini yang menjunjung tinggi hak wanita pribumi untuk mendapat pendidikan, gedung sekolah wanita tersebut kini beralih fungsi menjadi sebuah gedung pramuka. Meski raganya telah terkubur, namun semangat juang serta kegigihan RA Kartini tetap abadi dalam ingatan masyarakat Indonesia RA Kartini meninggal tepat pada tanggal 17 September 1904, meninggalkan putranya yang baru saja dilahirkan 4 hari sebelumnya. Di usianya yang masih 25 tahun, RA Kartini sudah berhasil membuat fenomena sosial yang sampai sekarang masih bisa kita rasakan. Perjuangannya mengantarkan perempuan Indonesia menjadi lebih berpendidikan serta memiliki peran yang lebih dipertimbangkan. Seorang tokoh politik Etis asal Belanda, Van Deventer, mendirikan Yayasan Kartini yang awalnya berlokasi di Semarang. Kemudian, yayasan tersebut menyebar ke kota lain seperti Yogyakarta, Madiun, Malang, dan Cirebon. Sekolah wanita ini merupakan bentuk peninggalan jasa RA Kartini yang sampai saat ini masih bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya kaum perempuan yang memiliki pola pikir modern. Mr. J.H Abendanon, seorang menteri kebudayaan, agama, dan kerajinan Hindia-Belanda merupakan orang yang sangat berjasa dalam mendokumentasikan dan menerbitkan surat-surat RA Kartini yang pernah beliau kirimkan ke rekanrekannya di Eropa. Tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan kumpulan surat yang sudah di bukukan dalam bahasa Eropa oleh Mr. Abendon ini ke dalam bahasa Melayu. Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran menjadi judul yang dipilih, berdasarkan terjemahan dari bahasa Belanda. Hingga kini ungkapan Habis Gelap Terbitlah Terang menjadi penyulut semangat kaum perempuan Indonesia. Kalimat

tersebut sering kita dengar setiap tahunnya, terutama ketika hari kartini berlangsung. Hingga kini, RA Kartini dianggap sebagai tokoh feminisme Indonesia pertama. Pemikiran-pemikiran RA Kartini yang tertuang dalam suratnya, menginspirasi beberapa tokoh pejuang nasional lainnya. Pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, khususnya kondisi sosial perempuan Jawa yang dianggapnya tidak seimbang karena budaya Jawa, terutama yang beliau alami (pingit), dipandangnya sebagai penghambat kemajuan kaum wanita. Baginya, wanita harus belajar dan berilmu. Selain itu, surat RA Kartini berisi harapan akan pertolongan dari luar, yakni dari para wanita cerdas dari Eropa. Salah satu temannya, Estella Zeehandelaar, mengungkapkan keinginan terbesar Kartini untuk bisa mengadopsi dan menerapkan pemikiran kaum muda Eropa. Tidak seperti perempuan Jawa yang terbelenggu dalam adat yang harus dipatuhi hingga mengabaikan pendidikan bahkan cita-cita mereka.

BIOGRAFI RA KARTINI II R.A Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara. Nama lengkap Kartini adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Mengenai sejarah RA Kartini dan kisah hidup Kartini, ia lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) di depan namanya. Gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini sebelum ia menikah, jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa. Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati jepara. Beliau ini merupakan kakek dari R.A Kartini. Ayahnya R.M. Sosroningrat merupakan orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati Jepara. Ibu kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah, Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI. Bahkan ada yang mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit. M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa saja. Oleh karena itu peraturan kolonial Belanda ketika itu mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga. Hingga akhirnya ayah Kartini kemudian mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura ketika itu. Dalam Biografi R.A Kartini, diketahui ia memiliki saudara berjumlah 10 orang yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tiri. Beliau sendiri merupakan anak kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11 bersaudara. Sebagai seorang bangsawan, R.A Kartini juga berhak memperoleh pendidikan. Mengenai riwayat pendidikan RA Kartini, Ayahnya menyekolahkan anaknya di ELS (EuropeseLagereSchool). Disinilah ia kemudian belajar Bahasa Belanda dan bersekolah disana hingga ia berusia 12 tahun. Sebab ketika itu menurut kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal dirumah untuk ‘dipingit’. Meskipun berada di rumah, R.A Kartini aktif dalam melakukan korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda. Sebab beliau juga fasih dalam berbahasa Belanda. Dari sinilah kemudian, Kartini mulai tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah serta buku-buku yang ia baca. Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan perempuan pribumi. Dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu. R.A Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalah kebudayaan eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa belanda. Di usiannya yang ke

20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul DeStilleKraacht, karya Van Eeden, Augusta deWitt. Ketertarikannya dalam membaca kemudian membuat beliau memiliki pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan. R.A Kartini memberi perhatian khusus pada masalah emansipasi wanita melihat perbandingan antara wanita eropa dan wanita pribumi. Selain itu ia juga menaruh perhatian pada masalah sosial yang terjadi menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum. Surat-surat yang kartini tulis lebih banyak berupa keluhan-keluhan mengenai kondisi wanita pribumi. Ia melihat contoh kebudayaan jawa yang ketika itu lebih banyak menghambat kemajuan dari perempuan pribumi ketika itu. Ia juga mengungkapkan dalam tulisannya bahwa ada banyak kendala yang dihadapi perempuan pribumi khususnya di Jawa agar bisa lebih maju. Ia menuliskan penderitaan perempuan di jawa seperti harus dipingit. Tidak bebas dalam menuntuk ilmu atau belajar, serta adanya adat yang mengekang kebebasan perempuan. Citacita luhur R.A Kartini adalah ia ingin melihat perempuan pribumi dapat menuntut ilmu dan belajar seperti sekarang ini. Gagasan-gagasan baru mengenai emansipasi atau persamaan hak wanita pribumi. Itu dianggap sebagai hal baru yang dapat merubah pandangan masyarakat. Selain itu, tulisan-tulisan Kartini juga berisi tentang yaitu makna Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, peri kemanusiaan dan juga Nasionalisme. Inilah yang menjadi keistimewaaan RA Kartini. Kartini juga menyinggung tentang agama, misalnya ia mempertanyakan mengapa laki-laki dapat berpoligami. Dan mengapa mengapa kitab suci itu harus dibaca dan dihafal tanpa perlu kewajiban untuk memahaminya. Teman wanita Belanda nya Rosa Abendanon, dan Estelle “Stella” Zeehandelaar juga mendukung pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh R.A Kartini. Sejarah mengatakan bahwa Kartini diizinkan oleh ayahnya untuk menjadi seorang guru sesuai dengan cita-cita. Namun ia dilarang untuk melanjutkan studinya untuk belajar di Batavia ataupun ke Negeri Belanda. Hingga pada akhirnya, ia tidak dapat melanjutanya cita-citanya baik belajar menjadi guru di Batavia. Ataupun juga kuliah di negeri Belanda. Meskipun ketika itu ia menerima beasiswa untuk belajar kesana. Pada tahun 1903 pada saat R.A Kartini berusia sekitar 24 tahun, ia dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah memiliki tiga orang istri. Meskipun begitu, suami R.A Kartini ykni K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat memahami apa yang menjadi keinginan istrinya itu. Sehingga ia kemudian diberi kebebasan untuk mendirikan sekolah wanita pertama. Sekolah itu berdiri di sebelah kantor pemerintahan Kabupaten Rembang yang kemudian sekarang dikenal sebagai Gedung Pramuka.

Pernikahannya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, R.A Kartini kemudian melahirkan anak bernama SoesalitDjojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Namun miris, beberapa hari kemudian setelah melahirkan anaknya yang pertama, R.A Kartini kemudian wafat pada tanggal 17 September 1904. Di usianya yang masih sangat muda yaitu 24 tahun. Beliau kemudian dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang. Berkat perjuangannya kemudian pada tahun 1912, berdirilah Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang kemudian meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta daerah lainnya. Sekolah tersebut kemudian diberi nama “Sekolah Kartini” untuk menghormati jasa-jasanya. Yayasan tersebut milik keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis di era kolonial Belanda.

STRUKTUR BIOGRAFI RA KARTINI R.A Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara. Nama lengkap Kartini adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Mengenai sejarah RA Kartini dan kisah hidup Kartini, ia lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) di depan namanya. Gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini sebelum ia menikah, jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa. Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati jepara. Beliau ini merupakan kakek dari R.A Kartini. Ayahnya R.M. Sosroningrat merupakan orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati Jepara

ori en tas i

Ibu kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah, Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI. Bahkan ada yang mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit Meskipun berada di rumah, R.A Kartini aktif dalam melakukan korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda. Sebab beliau juga fasih dalam berbahasa Belanda. Di usianya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul DeStilleKraacht, karya Van Eeden, Augusta deWitt.Surat suratyang kartini tulis lebih banyak berupa keluhan-keluhan mengenai kondisi wanita pribumi. Ia melihat contoh kebudayaan jawa yang ketika itu lebih banyak menghambat kemajuan dari perempuan pribumi ketika itu. Ia menuliskan penderitaan perempuan di jawa seperti harus dipingit. Tidak bebas dalam menuntuk ilmu atau belajar, serta adanya adat yang mengekang kebebasan perempuan. Di usianya yang menginjak 24 tahun, orang tua RA Kartini menjodohkan beliau dengan seorang bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang pada saat itu sudah beristri. Suaminya yang seorang birokrat masa itu sangat mengerti keinginan Kartini, dan mendukung serta membebaskan istrinya mendirikan sekolah khusus wanita. Sekolah itu berdiri tepat di bagian timur pintu gerbang kompleks kantor bupati kabupaten Rembang. Hingga kini, sekolah wanita itu masih berdiri dan mengalami banyak renovasi. Seiring dengan terwujudnya cita-cita RA Kartini yang menjunjung tinggi hak wanita pribumi untuk mendapat pendidikan, gedung sekolah wanita tersebut kini beralih fungsi menjadi sebuah gedung pramuka. Meski raganya telah terkubur, namun semangat juang serta kegigihan RA Kartini tetap abadi dalam ingatan masyarakat Indonesia. RA Kartini meninggal tepat pada tanggal 17 September 1904, meninggalkan putranya yang baru saja dilahirkan 4 hari sebelumnya. Di usianya yang masih 25 tahun, RA Kartini sudah

Ur ut an pe ris ti wa re ori en ta si

berhasil membuat fenomena sosial yang sampai sekarang masih bisa kita rasakan. Perjuangannya mengantarkan perempuan Indonesia menjadi lebih berpendidikan serta memiliki peran yang lebih dipertimbangkan.

Karakter yang ada di dalam biografi RA Kartini 1. Punya tekad yang kuat Kutipan teks biografi: beliau bercita-cita ingin meningkatkan strata perempuan Indonesia yang kala itu masih sangat rendah. 2. Sebagai inspirasi Kutipan teks biografi: Pemikiran-pemikiran RA Kartini yang tertuang dalam suratnya, menginspirasi beberapa tokoh pejuang nasional lainnya. 3. Rajin belajar Kutipan teks biografi: Meskipun berada di rumah, R.A Kartini aktif dalam melakukan korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda. 4. Berani Kutipan teks biografi: Kartini juga menyinggung tentang agama, misalnya ia mempertanyakan mengapa laki-laki dapat berpoligami. Dan mengapa mengapa kitab suci itu harus dibaca dan dihafal tanpa perlu kewajiban untuk memahaminya. 5. Optimis Kutipan teks biografi: Beliau mulai menulis beberapa surat dan beberapa kali tulisannya dimuat di DeHollandscheLelie.

Related Documents

Ak2
May 2020 6
Abs X Mia1smstr 2
August 2019 17
Ra 5
June 2020 11
Abs
August 2019 40

More Documents from "Farhad Noruzi"