Link Budget For Dummies Dokumen ini dibuat untuk pemula di bidang telekomunikasi, bahkan untuk yang sama sekali belum pernah belajar telekomunikasi diharapkan juga dapat mengerti. Hanya satu syaratnya yaitu TIDAK ALERGI dengan matematika. Kita lihat………………………… …………….!!!!!! Sebelum melangkah lebih jauh kita bahas terlebih dulu pengertian link budget. Apa itu link budget? Kita sepakati saja secara singkat link budget itu merupakan perhitungan daya pancar sinyal dari pemancar sampai ke penerima, sehingga informasi yang ada didalam sinyal tersebut dapat diterima dengan baik (mengingat adanya sinyal gangguan (noise) dan pelemahan sinyal ( absorbtion dan attenuation )). Semoga jelas. Kita hindari dulu rumus-rumus yang memusingkan. Coba kita pakai logika untuk mendapatkan sense power/daya sinyal yang dipancarkan dari suatu sumber dan diterima oleh antena penerima penerima. Bayangkan perangkat alat komunikasi sebagai berikut: Antena Pemancar
Antena Penerima
HPA Jarak Pemancar-Penerima=R Logika kita akan berpikir sebagai berikut: Sinyal keluaran HPA akan dipancarkan oleh antena pemancar. Sinyal ini kemudian menyebar dan merambat di angkasa/udara. “Sebagian” sinyal kemudian ada yang sampai ke antena penerima dan ditangkaplah sinyal itu oleh antena penerima. Memang seperti itulah yang terjadi, gampang sekali. Namun dari logika dasar ini muncul banyak pertanyaan yang bisa dikembangkan dan akan kita bahas. Beberapa pertanyaan itu adalah: 1. kalau tadi dikatakan bahwa sinyal dari antena pemancar disebar ke udara/angkasa, lalu bagaimanakah penyebarannya?Apakah rata ke semua arah ataukah dominan ke arah tertentu. Kalau sinyal yang tersebar itu memang terarah lalu siapa yang mengarahkannya? Dan apa akibatnya kalau sinyal itu terarah? 2. Kalau tadi dikatakan “sebagian” sinyal sampai dan ditangkap oleh penerima, maka berapa besar? Tergantung dari apakah besarnya sinyal yang tertangkap ini? Dari dua pertanyaan di atas, sedikit demi sedikit kita kembangkan diskusi kita ini. Kita jawab pertanyaan pertama: Kalau toh kita masih belum tahu apakah penyebarannya merata kesegala arah atau terarah ke arah tertentu, kita uji saja secara logika. Logika ini hanya membutuhkan bayangan kita tentang antena secara fisik dan prinsip pemantulan. Masih ingat prinsip pemantulan? Itu lho yang sudut datang (sudut antara sinyal datang dengan garis normal (garis yang tegak
lurus dengan bidang pantul)) sama dengan sudut pantul (sudut antara sinyal pantul dan garis normal). Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah:
i
r
i =
r
bidang pantul Keterangan: i = sudut datang r= sudut pantul = garis normal (
bidang pantul )
Tentu prinsip pemantulan itu bukan hal yang baru untuk kita semua. Nah sekarang kita gunakan prinsip pemantulan itu untuk melihat apa yang terjadi dengan antena. Kita bayangkan dua buah antena, yang satu antena parabola dan yang satu adalah mirip parabola tapi bidang pemantulnya (reflektornya) datar, kita sebut saja antena datar. Apa yang terjadi dengan kedua antena tersebut? Kita uji sebagai berikut: Antena parabola
•
antena datar
•
Bidang pantul (reflektor) Sinyal datang Sinyal pantul Terlihatlah dengan jelas adanya perbedaan penyebaran akibat berbedanya bidang pantul (reflektor). Pada antena parabola sinyal dari suatu sumber akan dipantulkan dan pantulannya cenderung mengumpul, berbeda sama sekali dengan pemantul datar yang akan menyebarkan sinyal pantul. Jadi jelas bahwa sinyal akan dipancarkan oleh antena dengan penyebaran tertentu sesuai dengan bentuk geometris antena. Lalu, apakah efek dari penyebaran yang tidak merata alias terarah ini? Konsekuensinya, berarti pada arah tertentu sinyal yang dipancarkan lebih kuat dipandingkan dengan sinyal arah yang lain. Bukankah ini suatu hal yang
menguntungkan? Cukup kita arahkan antena pemancar ke antena penerima, sedemikian sehingga pada arah itu merupakan arah yang sinyalnya paling kuat. Tapi ingat, kuatnya sinyal ke arah tertentu di kompensasi oleh rendahnya kekuatan sinyal pada arah yang lain, sehingga total energi sinyal yang dipancarkan adalah tetap. Atas hal tersebut, maka didefinisikanlah antena gain di arah tertentu yaitu perbandingan kekuatan sinyal yang dipancarkan ke arah tertentu tersebut dengan kekuatan rata-rata sinyal (yaitu jika sinyal yang dipancarkan merata ke segala arah). Jika tidak ada penjelasan arah, maka harga G merujuk pada gain antena maksimum yaitu yang searah dengan sumbu antena. Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut, yang merupakan plot kekuatan sinyal pancar ke arah tertentu:
rata-rata kekuatan sinyal O
θ=
kekuatan sinyal antena aktual
D
Dθ O
Dimana G ........................ (1) θ = menunjukkan arah pancar, dihitung dari sumbu simetri antena G akan maksimum pada arah sumbu simetri antena D dan O masing-masing dalam satuan intensitas/kekuatan sinyal yaitu watt/m2 Gain ini biasanya dinyatakan dalam satuan dBi (decibell intensity) = 10 log (D/O) ....(2) Untuk lebih memberikan sense tentang gain antena ini, maka kita bisa menganalogikannya dengan bola lampu. Bola lampu yang diletakkan di tengah-tengah ruangan yang besar, akan bersinar menerangi seluruh arah ruangan. Jika kita membutuhkan ruangan yang lebih terang, apa yang biasanya kita lakukan? Salah satu caranya adalah membuat selubung disekitar bola lampu tersebut (seperti halnya lampu belajar), maka kita akan mendapatkan cahaya yang lebih terang ke arah tertentu, sedangkan ke arah lain tampak lebih gelap dari sebelumnya. Kita bisa mengatakannya masing-masing arah mempunyai tingkat terang yang berbeda-beda karena gain ke arah masing-masing berbeda dan total daya/energi listrik yang terpakai akan tetap sama. Jadi masalahnya HANYA masalah MERATA TIDAKNYA PENYEBARAN, BUKAN BERTAMBAHNYA ENERGI SINYAL. Sekarang kita melangkah pada pembahasan pemakaian gain dalam intensitas sinyal. Sekali lagi kita kembali pada logika. Kita tinjau masalah berikut: Seorang teknisi sedang mengukur intensitas sinyal di suatu titik pada arah dan jarak tertentu dari antena pemancar. Dia melakukan pengukuran pada dua jenis antena sebagai berikut:
a. Antena 1 merupakan antena yang memancarkan sinyal ke segala arah secara merata. Pada antena ini dia masukkan sinyal sebesar 1 watt. Dia ukur intensitas sinyal di titik tadi (sebut titik A) dan dia dapatkan suatu harga b. Antena 2 merupakan antena yang mempunyai gain ke arah titik A sebesar 10. Maka jika sinyal masukan besarnya sama dengan semula yaitu 1 watt, bagaimanakah intensitas sinyal yang terukur sekarang jika dibandingkan dengan antena 1? Dengan logika mudah, kita akan menjawab intensitas yang terukur sekarang mesti 10 kali lipat dari intensitas akibat antena 1. Kenapa? Karena oleh antena 2 sinyal yang kearah A akan diperkuat 10 kali. Sederhana sekali. Jadi dari sini bisa kita simpulkan bahwa intensitas sinyal di suatu penerima bergantung pada besarnya daya input (dalam watt) di antena pemancar dan gain ke arah penerima tersebut. Hal inilah yang kemudian melahirkan suatu parameter yang sangat penting sebagai karakteristik sistem pemancar yaitu apa yang disebut sebagai EIRP (Equivalent Isotropic Radiated Power) yang tidak lain merupakan perkalian antara power input (dalam watt) antena pemancar dengan gain antena, atau secara matematis dinyatakan sebagai: EIRP = P × G ……………………………….(3) EIRP biasnya dinyatakan dalam dBw(=10 log (P X G)) Pembahasan tentang pengaruh pemancar pada kekuatan sinyal oleh penerima sudah kita tuntaskan. Kita tinjau lebih jauh lagi, mengingat bahwa intensitas sinyal pada penerima bukan hanya ditentukan oleh EIRP tetapi juga oleh jarak. Semakin jauh jarak penerima dari pemancar maka semakin lemahlah sinyal yang diterimanya. Kita ingat bahwa sinyal dari pemancar pada dasarnay dipancarkan ke segala arah tapi dengan penyebaran yang tidak merata. Dengan demikian semakin jauh dari pemancar, luas permukaan yang ditempuh oleh sinyal (yang tidak lain adalah permukaan bola) juga semakin besar. Mengingat bahwa luas permukaan bola adalah 4πR 2 dimana R adalah jari-jari bola, maka intensitas sinyal pada penerima yang berjarak R dari pemancar bisa dinyatakan dalam:
EIRP watt/m2 2 4πR
I =
…………………………………(4)
Besaran I di atas menunjukkan kekuatan sinyal pada penerima atau dengan kata lain merupakan kerapatan daya sinyal per satuan luas. Dengan demikian kalau sekarang kita ditanya besarnya daya sinyal yang ditangkap oleh penerima, maka tidak lain merupakan intensitas (I) dikalikan dengan luas antena penerima (A). Tidak semua permukaan antena penerima menangkap sinyal, seperti misalnya akibat terhalang oleh LNB, feed antena dsb, maka luas permukaan yang dipakai bukanlah luas geometri (Ag) antena tapi luas permukaan effektif (Aeff) antena. Hubungan antara keduanya adalah: Aeff = η × Ag = η × π × r 2 ………………………………….(5)
Dengan η = effsiensi antena (umumnya berharga antara 60%-70%) dan r = jari-jari antena penerima. Maka dengan demikian kita sudah familiar dengan istilah effisiensi antena dan luas effektif dan kita bisa menyatakan besarnya daya/energi sinyal yang ditangkap oleh penerima sebagai berikut:
P×G × Aeff 2 4πR
C = I × Aeff =
…………………………………(6)
Ada kalanya dalam suatu perhitungan daya yang ditangkap oleh penerima, Aeff antena penerima tidak digunakan, tetapi dipakai Gain antena. Ini dimungkinkan mengingat adanya hubungan antara Aeff dan Gain, yaitu yang dikenal sebagai rumus universal antena atau universal antenna formula: G=
4πAeff
....................................................(7) λ2 Dimana λ (meter) adalah panjang gelombang sinyal yang dipancarkan dan diperoleh dari cepat rambat cahaya (meter/detik) dibagi frekuensi (Hz). Ingat bahwa gain dalam rumus tersebut merupakan gain maksimum yaitu kearah sumbu simetri antena atau θ =0o Dari rumus universal antena di atas terlihat bahwa semakin luas sebuah antena akan menghasilkan Gain yang semakin besar dan ini berarti sinyal semakin mengumpul (semakin terbatas penyebarannya). Hal ini sesuai juga dengan analogi bola lampu yang terselubung (misal lampu belajar), dimana semakin luas/lebar selubung pembatasnya, maka di depan bola lampu tersebut akan semakin terang yang menunjukkan adanya hubungan langsung antara gain dan luas selubung/antenna. Dari rumus itu pula kita dapatkan suatu hal yang sangat menarik yaitu berbedanya panjang gelombang sinyal yang dipancarkan akan menghasilkan gain antena yang berbeda juga, meskipun digunakan antena yang sama. Jadi suatu antena akan mempunyai gain yang berbeda-beda, jika panjang gelombang sinyal yang dipancarkannya berbeda. Hal ini nanti kita diskusikan lebih detail pada bagian lampiran. Rumus (7) jika dimasukkan ke rumus (6), akan menghasilkan rumus lengkap sebagai berikut:
2 eirp Gλ × C= 2 4πR 4π
Dimana:
eirp ×G = 2 4 π R λ
……………………………. (8)
2
4πR dikenal sebagai free space loss atau Ls ………………..(9) λ Sekarang kita coba terapkan konsep dan rumus yang telah kita bahas di atas untuk contoh kasus komunikasi up link antara PUF dan Cak-1. Data yang kita punya sebagai berikut: Jarak antara PUF dan Satellite = 35837.13 km Frekuensi up link = 8135 MHz Power Output per carrier = 40 watt Antenna up link diameter = 8.1 m Antenna effsiensi = 69% Satelit antena gain ke arah PUF = 32.65 dBi Pertama, kita hitung eirp transmiter, dimana: 4πAEFF Eirp (dBW) = 10 log( PT xGT ) = 10 log PT x λ2 2 4π (πr xη ) = 10 log PT x 2 c f 4 xπ 2 x 4.05 2 x 0.69 = 10 log 40 x 2 3x10 8 9 8.135 = 71.19 dBW Kedua, kita hitung free space loss atau Ls, dimana:
Ls (dB)
4πR = 10 log λ
2
4πR = 10 log c f
2
4πx 3.583713x10 7 = 10 log 8 3x10 8.135 x10 9 = 201.74 dB
2
Ketiga, Gain antena penerima (satelit antena) sudah diketahui yaitu sebesar 32.65 dBi Maka daya sinyal yang ditangkap oleh antena penerima adalah: C (dBW) = 71.19 – 201.74 + 32.65 = -97.9 dBW Nah, terbayangkah kepada anda seberapa besar daya –97.9 dBW itu? Daya sebesar itu merupakan 1/250000000000 dari daya yang dikirim oleh PUF. Jadi orang bilang sangat kuuuuuueeeeeeeecciiiiiiiiiiillllll sekali daya yang ditangkap oleh satelit dari keseluruhan daya sinyal yang kita kirim. Dengan contoh penggunaan perhitungan di atas, maka saya cukupkan pembahasan daya sinyal yang ditangkap oleh penerima/receiver dari suatu pengirim/transmitter. Dan sekarang kita menginjak ke hal lain yaitu tentang Noise. Noise Bayangkan kejadian berikut anda alami: Anda sedang bercakap-cakap dengan teman di tepi jalan raya. Mengingat bisingnya suara yang dihasilkan oleh kendaraan sekitar, maka agar teman anda bisa menangkap apa yang anda katakan, anda akan mengeraskan suara. Apa tujuannya ini? Tidak lain adalah agar sinyal informasi (dalam hal ini suara anda) lebih besar/lebih keras dibandingkan bising tadi, sehingga teman anda sebagai penerima bisa mengerti apa yang anda katakan. Demikian pulalah yang terjadi pada saat sebuah sinyal ditransmisikan ke penerima. Agar penerima bisa menangkap sinyal informasi dengan jelas, maka daya/power sinyal yang diterima HARUS lebih besar dari noise/gangguan. Maka dalam hal link budget kita tidak bisa menghindari perhitungan noise tersebut. Contoh noise ini adalah sinyal interferensi dari jaringan terestrial dan angkasa, Dari sekian banyak noise, kita tinjau dulu satu bentuk noise yang sangat penting nantinya dalam perhitungan link budget yaitu apa yang disebut sebagai thermal noise. Thermal noise adalah noise yang berupa aliran elektron/arus akibat termal/panas. Pengertiannya sebagai berikut: Bayangkan kita mempunyai suatu resistor (R). Kemudian resistor ini kita panaskan, sehingga mempunyai temperatur/suhu T Kelvin (K). Rupanya pada ujung-ujung resistor tersebut terdapat tegangan listrik (V). Adanya tegangan listrik pada ujung resistor tersebut membuktikan bahwa ada energi listrik yang dibangkitkan pada resistor tersebut akibat energi termal/panas yang diterimanya. Seorang ahli yang bernama Nyquist berhasil membuat persamaa yang menghubungkan antara temperatur resistor tersebut (T) dengan daya listrik (P) yang dibangkitkan yaitu P = kxTxB Dimana k = konstanta boltzman = 1.38 x 10-23 J/K T = Temperatur resistor dalam Kelvin (K)
.................................. (10)
B = bandwidth sinyal listrik tersebut (Hz). Contoh pemakain formula: Jika suatu antena mempunyai sudut elevasi yang besar, maka bisa diasumsikan bahwa antena menghadap ke matahari. Dalam keadaan tersebut, maka temperatur antena kita anggap sama dengan temperatur udara luar (sekitar 27oC atau 300 K). Sehingga kalau kita hitung daya (watt) sinyal listrik yang dibangkitkan pada ujung antena tersebut per hertz adalah: P = kxTxB = 1.38 x10 −23 x 300 x1 = 4.14 x10 −21 J Untunglah bahwa besar daya listrik yang dibangkitkan yang tidak lain merupakan noise bagi sinyal informasi adalah sangat-amat kecil sekali. Perlu diperjelas lagi bahwa termal noise ini merupakan suatu white noise yaitu suatu sinyal yang spektrumnya tersebar diseluruh panjang gelombang. Apa pengaruhnya? Pengaruhnya adalah dalam perhitungan total noise yang dibangkitkan, kita pakai bandwidth (B) sama dengan bandwidth untuk sinyal informasi. Misal di PUF yang mentransmisikan sinyal dengan bandwidth per-carrier adalah 24 MHz, maka dalam perhitungan total daya termal noise kita pakai juga bandwidth 24 MHz. Kalau memang besarnya termal noise ini amat sangat kecil sekali, lalu kenapa jenis noise ini perlu kita sendirikan pembahasannya? Tidak lain dan tidak bukan adalah karena perhitungannya yang sangat sederhana. Kita cukup diberitahu T dan B (yang biasanya juga sudah diketahui), maka kita dapat menghitung daya noise yang dibangkitkan dengan cara yang sangat mudah. Kita bisa menyatakan bentuk noise yang lain ke analogi termal noise ini tujuannya adalah untuk memperoleh T yang sebanding dan dengan demikian kita bisa menyatakan total noise dengan satu nilai T. Kita tinjau contoh berikut: Suatu sistem penerima terdiri dari antena dan LNA. Diketahui bahwa Antena noise temperatur 60K dan LNA noise temperatur 50K, maka berapakah total power noise dan noise temperatur dari sistem penerima tersebut jika diketahui bandwidthnya 24 MHz? Antena menerima noise dari berbagai sumber baik itu thermal noise, terestrial noise maupun sumber-sumber noise lain. Jika diketahui noise temperatur antena 60K, maka berarti total noise tersebut besarnya equivalen dengan noise yang dibangkitkan oleh thermal noise pada resistor dengan temperatur 60K. Maka besar power noise untuk antena adalah: PA = k × T × B = 1.38 x10 −23 x 60 x 24 x10 6 = 2 x10 −14 watt PLNA= 1.38 x10 −23 x50 x 24 x10 6 = 1.65 x10 −14 watt −14 Psystem= PA + PLNA = kx ( TA + TLNA ) xB = 3.65 x10 watt Receiver system noise temperature = TA + TLNA= 50 + 60 = 110K ………………(11) Sampai disini kita telah membahas apa itu thermal noise dan noise temperatur, serta contoh perhitungannya. Kita cukupkan pembahasan tentang noise temperature ini. Kita kembali ke awal tulisan di bagian noise ini yang menyatakan bahwa penerima akan dapat menerima sinyal informasi dengan baik apabila power sinyal informasi (sinyal carrier) cukup besar relatif terhadap sinyal noise. Berarti kita berurusan dengan rasio antara power sinyal carrier dan sinyal noise yaitu C/N. Dengan demikian besaran C/N dapat dinyatakan sebagai berikut:
C eirp G eirp G 1 × × × = = N 4πR 2 kTB 4πR 2 T kB λ λ
..................................... (12)
G/T merupakan besaran yang cukup penting dalam penghitungan link budget. Besaran ini memberikan sense perbandingan antara besar sinyal informasi dan noise yang sampai pada penerima (receiver). Pada panjang gelombang yang sama, sistem penerima yang mempunyai G/T yang lebih besar menandakan performansi yang lebih baik dalam arti noise yang lebih kecil atau sinyal informasi/carrier yang ditangkap lebih besar. Satuan dari G/T biasanya adalah dB/K yang diperoleh dari 10 log (G/T). Sinyal gangguan/noise yaitu semua sinyal selain sinyal informasi tidak hanya satu tetapi beberapa jenis. Jika kita telah ketahui noise temperatur masing-masing, noise temperatur total tinggal menjumlahkan masing-masing nilai tersebut. Namun bagaimana bila yang diketahui bukan noise temperatur akan tetapi C/N masing-masing? Bagaimana kita menjumlahkannya? Untuk menjumlahkan C/N masing-masing nilai kita perlu mengingat prinsip berikut: Bahwa sinyal informasi TIDAK MUNGKIN bertambah, hanya sinyal noise yang mungkin bertambah. Apa arti pentingnya hal tersebut? Katakanlah kita mempunyai tiga harga carrier to noise ratio (C/N) dengan harga masingC1 C 2 C3 masing , dan . Dari prinsip di atas kita bisa katakan bahwa: N1 N 2 N3 CT = C1 = C2 = C3 yaitu besar sinyal informasi total NT = N1 + N2 + N3 yaitu besar noise total, maka C C = N T N 1 + N 2 + N 3 N + N2 + N3 = 1 C
−1
N N N = 1 + 2 + 3 C C C
−1
C −1 C −1 C −1 + = + N1 N N 2 3 −1
−1
C −1 = ∑ i ............................... (13) Ni Sebelum kita mencoba contoh soal penggunaan rumus (13) kita bahas istilah-istilah berikut: a. C/N per carrier. Pada kasus CAK-1, dari PUF kita mentransmisikan sinyal uplink sebanyak 5 carrier untuk mengisi 5 transponder di satelit. Harga C/N untuk masingmasing carrier itulah yang disebut C/N per carrier
b. Tx E/S HPA IM C/I. Dari HPA E/S (Earth Station) kita mentransmisikan (Tx) sinyal. Jika input dari HPA cukup besar, maka titik kerja HPA akan berada pada daerah yang non linier dan pada daerah ini, maka output HPA AKAN mengandung frekuensi SELAIN frekuensi sinyal input. Jika input HPA terdiri dari beberapa frekuensi carrier, maka frekuensi sinyal output terdiri dari frekuensi sinyal input itu sendiri, selisih dan penjumlahan frekuensi input serta kelipatan frekuensi input. Contoh: Jika frekuensi sinyal input adalah 10 Hz dan 12 Hz dan melalui HPA yang titik kerjanya di daerah non linier, maka outputnya mengandung frekuensi yang sama dengan frekuensi input (10 Hz dan 12 Hz), selisih dan jumlah frekuensi input (2 Hz dan 22 Hz) serta kelipatan frekuensi sinyal input ( 10 Hz, 20 Hz, 30 Hz ..., 12 Hz, 24 Hz, 36 Hz, ...). Sinyal yang frekuensinya merupakan selisih dan jumlah dari frekuensi sinyal input disebut dengan sinyal intermodulasi yang dianggap sebagai noise karena memang tidak diinginkan. c. Tx E/S Antenna Cross Polarization. Sinyal informasi ditransmisikan ke dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Gelombang ini dibentuk oleh medan listrik (E) dan medan magnetik (H) yang keduanya saling tegak lurus dan sefasa serta menjalar pada arah yang sama. Gelombang terpolarisasi adalah gelombang yang medan listriknya (E) mempunyai pola arah yang tertentu. Pada kasus CAK-1 sinyal uplink berpolarisasi horizontal (arah medan listrik adalah horizontal,searah permukaan bumi) serta sinyal downlink berpolarisasi vertikal (arah medan listrik adalah vertikal, tegak lurus permukaan bumi). Antenna ideal yang didesain untuk suatu polarisasi (katakanlah horizontal), akan benar-benar membuat semua medan listrik berarah horizontal, sehingga besar arah vertikalnya akan 0 watt. Namun aktual antena untuk polarisasi horizontal tidak akan benar-benar meniadakan sinyal dengan polarisasi vertikal. Jadi suatu antena yang didesain untuk suatu polarisasi (katakanlah horizontal) akan mengarahkan medan listrik sebagian besar sinyalnya ke arah horizontal serta sebagian kecil ke arah vertikal dan perbandingan intensitas antara sinyal horizontal dan sinyal vertikal inilah yang disebut cross polarization. d. Satellite Rx Antenna Cross Polarization. Suatu antena penerima yang didesain untuk menerima sinyal horizontal akan menerima sebagian besar sinyal horizontal dan sebagian kecil sinyal vertikal. Perbandingan antara besarnya sinyal horizontal dan sinyal vertikal oleh antenna satelit inilah yang disebut satellite Rx Antenna Cross Polarization. e. Satellite Rx IM C/I. C/I di sini terjadi pada penerima (LNA) di satellite f. Adjacent Satellite Interference C/I. Interference oleh sinyal dari satellite yang berdekatan. Setelah memahami istilah-istilah tersebut, sekarang kita coba ke contoh penggunaan rumus (11) Diketahui nilai-nilai berikut: 1. C/N per carrier = 25.56 dB 2. Tx E/S HPA IM C/I = 23 dB 3. Tx E/S Antenna Cross Pollarization = 33 dB 4. Satellite Rx Antenna Cross Pollarization = 29 dB 5. Satellite Rx IM C/I = 30 dB 6. Adjacent Satellite Interference C/I = 30 dB Maka berapakah C/N yang baru (C/(N+I)?
Harga-harga di atas masih dalam satuan dB, kita ubah dulu ke satuan intensitas, yaitu sebagai berikut: 1. C/N per carrier = 10 2.556 =359.75 2. Tx E/S HPA IM C/I = 199.5 3. Tx E/S Antenna Cross Pollarization = 1995.3 4. Satellite Rx Antenna Cross Pollarization = 794.3 5. Satellite Rx IM C/I = 1000 6. Adjacent Satellite Interference C/I = 1000 Dengan rumus (11) kita bisa hitung C/N per carrier yang baru: Dalam satuan intensitas: 1 1 1 1 1 1 C/(N+I) = + + + + + 359.75 199.5 1995.3 794.3 1000 1000 = 86.6 Dalam satuan dB: C/(N+I) = 10 log 86.6 = 19.39 dB
−1
Kini kita hampir mencapai akhir pembahasan. Apa yang dibahas diatas adalah bagaimana cara menghitung power sinyal informasi dan noise dan bagaimana cara menghitung Overall Carrier to Noise ratio (C/N) dari masing-masing C/N yang diketahui. Dengan demikian ada satu hal akhir yang perlu dijelaskan yaitu tahapan perhitungan link budget: 1. Hitung power atau intensitas sinyal informasi (Carrier) sampai di penerima. Dalam hal ini gunakan rumus (8) dan kurangkan juga tiap-tiap pelemahan (attenuation) yang ada terhadap besaran ini (hasil rumus 8) 2. Hitung Noise dengan rumus (9) yaitu jika diketahui Noise temperature. Dengan demikian kita ketahui C/N. C/N ini juga bisa langsung dihitung dengan rumus (10) 3. Hitung C/N total dari masing-masing C/N yang diketahui dengan rumus (11) Demikian berakhirlah sudah pembahasan kita ini. Semoga bermanfaat. Dan untuk menguji pemahaman Anda silahkan uji link budget CAK-1 berikut: Spectrum truncation Loss (dB) Output Circuit Loss (dB) Sat Tx Antenna Peak Gin (dBi) Sat Tx Antenn Gain in dir of user (dB) Sat Tx Antenna Pointing Loss (dB) Satellite EIRP @ beam center (dBW) Satellite EIRPin dir of user (dBW) Atmosphere attenuation (dB) User Antenna Gain (dBi) E/S Pointng Loss(dB)
0.3 0.98 30.8 30.2 0.2 47.77 47.17 0.05 24 0.12
C M M M E C C E M E