Lingkungan Pengendapan

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lingkungan Pengendapan as PDF for free.

More details

  • Words: 4,601
  • Pages: 25
1. FAKTOR-FAKTOR YANG PENTING DALAM PEMBENTUKAN GAMBUT 1.1. TUMBUHNYA RAWA GAMBUT Gambut merupakan tahap paling awal dari proses pembentukan batubara. Untuk bisa terbentuknya gambut maka ada beberapa faktor yang menentukan. Disamping itu dengan adanya berbagai faktor tersebut maka bisa terjadi gambut dengan bermacam tipe. Faktor-faktor yang penting dari pengendapan gambut pada rawa-rawa : - Evolusi tumbuhan - Iklim - Geografi dan posisi serta struktur daerah 1.1.1. Evolusi Tumbuhan Ragam tumbuh-tumbuhan seperti yang dikenal pada saat ini telah mengalami proses evolusi yang sangat panjang mulai dari Jaman Devon. Perkembangan jenis tumbuhan untuk setiap waktu geologi terlihat pada Gambar 1. Mulai dari satu jenis tumbuhan (Algae/ganggang) pada jaman sebelum Devon menjadi sekian banyak pada waktu-waktu berikutnya. Perkembangan ini perlu diketahui karena ada beberapa tumbuhan yang hanya tumbuh pada jaman tertentu saja sehingga dengan mengenal perkembangan

ini

akan

memudahkan

untuk

menginterpretasikan

genesanya. Sisa tumbuhan pembentuk batubara kadang-kadang mudah dikenal di bawah mikroskop. Sisa tumbuhan seperti spora, tepung sari, serat, sel, dsb sering dipakai untuk mengenal jenis tumbuhan pembentuk batubara (paleobotani atau maseral). Disamping itu ada beberapa metoda yang lain (seperti geokimia organik) yang sering dipakai untuk mengenal jenis tumbuhan pembentuk batubara.

Pembentukan Gambut - 1

Gambar 1. Evolusi Flora (Maegdefrau, 1968) Antrasit sudah dikenal dari “Algoncium pada Middle Huronian of Michigan“. Batubara ini tidak berulang dan kotor, tetapi di bawah mikroskop dengan pembesaran yang tinggi, strukturnya terlihat berasal dari tumbuhan Algae (Ganggang) dan Fungal (Jamur) yang diisolasi oleh rijang dengan umur yang sama. Pada Jaman Devon Bawah tumbuhan bawah air tumbuh pada lagun yang dangkal (terendam). Dari sini terjadi lapisan batubara yang tipis, yang diketemukan

di

Haliseriten-Schichten

dari

Rhenish-Schiefergebirge

(Jerman). Pada batuan ini ada lapisan Vitrinit yang terbentuk dari Taeniocrada decheniana (Psilophytes). Tumbuhan darat pertama yang mendukung

terbentuknya

batusabak

dengan

karbon

yang

banyak

Pembentukan Gambut - 2

(Carbonaceous shale, di Eiffel - Jerman) yang juga hanya menghasilkan lapisan vitrinit yang tipis. Penyebaran tumbuhan darat di seluruh benua mengakibatkan pembentukan lapisan batubara yang berkemungkinan lebih potensial (Devon Tengah sampai Devon Atas). Contohnya : Kazakhstan, Kuznetsk basin dan Bear island. Pada Devon Tengah di Kuznetsk basin masih ada Psiliphytes, ditemukan di lapisan batubara dengan tebal 3-4 meter. Batubara Devon Atas (Rusia, Bear Island) terbentuk dari tumbuhan yang sama dengan batubara Jaman Karbon (Pteridophyta, Equisetophyta, Lycophyta), tetapi masih tidak ekonomis. Sampai pada Jaman Karbon Bawah lapisan batubara masih belum ekonomis (Karaganda, Moscow basin, West Donetz basin). Pada Jaman Karbon Atas (Bituminous Coal Period) batubara terbentuk dari tumbuhan (hutan) rawa, seperti Lepidodendron dan Sigillaria yang tingginya mencapai lebih dari 30 m. Fosil Sigillaria dengan tinggi lebih dari 7 m ditemukan di Distrik Ruhr (Jerman). Pada jaman ini juga tumbuh Calamitean yang diidentifikasi pada Siliceous coal balls (Ruhr Carboniferous). Pada beberapa

lokasi

ditemukan

Paku

(Leginopteris

Oldhamia)

atau

Lepidophytean sebagai tumbuhan karakteristiknya. Batubara Jaman Perm di Rusia (Kuznetsk, Tunguska basin) didominasi oleh Gymnosperm Cordaites, yang juga sebagai pembentuk batubara dengan proporsi yang tinggi pada Jaman Karbon Atas. Pada Jaman Mezosoikum (Jura dan Lower Cretaceous) batubara didominasi oleh Gymnosperm (Gingkgophyta, Cycadophyta dan Conifern), ditemukan khususnya di Siberia dan Asia Tengah. Cepatnya perkembangan tumbuhan pada Lower dan Upper Cretaceous mengarah pada perkembangan Angiosperm pada Upper Cretaceous dan Tersier di rawa-rawa di Eropa, Amerika Utara, Jepang dan Australia. Dibandingkan dengan Flora pada Jaman Karbon maka tumbuhan rawa pada Jaman Mezosoikum (khususnya Tersier) mempunyai ragam yang lebih banyak dan terspesialisasi, sehingga banyak type fasies ditemukan pada lapisan gambut yang tebal. Pembentukan Gambut - 3

1.1.2. Iklim Iklim suatu daerah secara tidak langsung bisa mengendalikan faktor yang lain. Iklim tropis menawarkan terbentuknya gambut yang lebih cepat karena kecepatan tumbuh dari tumbuh-tumbuhan lebih besar dengan ragam yang sangat bervariasi. Temperatur yang tinggi dengan kelembaban yang tinggi juga berpengaruh pada proses pembentukan gambut. Rawa di daerah tropis bisa menghasilkan kayu yang mencapai ketinggian 30 meter dalam waktu 7 - 9 tahun sementara tumbuhan di daerah rawa dengan iklim sedang hanya mencapai ketinggian 5 - 6 meter dalam jangka waktu yang sama. Daerah dengan iklim sedang miskin akan bahan makanan sehingga hanya didominasi oleh lumut, sedangkan daerah tropis didominasi oleh pohon. Pembentukan gambut terjadi kebanyakan di daerah yang beriklim panas, banyak air (khususnya Karbon Atas). Formasi yang terkaya akan lapisan batubara terendapkan pada daerah beriklim panas (termasuk juga untuk batubara yang penting pada Jaman Upper Cretaceous dan Tersier Bawah di Amerika Utara dan di belahan bumi bagian Selatan yang beriklim kadang dingin dan basah), contohnya : Siberia, Inter dan Post Glacial Permo Karbon, Gondwana Coal dengan Gangamopteris Glossopteris dan Perm dan Jura-Cretasius Bawah dari Angara Continent (Tunguska dan Lena Regions). Lapisan batubara yang terendapkan di daerah yang banyak air dan hangat akan menghasilkan banyak lapisan dan tebal yang terjadi dari batang kayu yang besar/tebal (bright coal), dan sebaliknya untuk iklim dingin. Contohnya Post Glacial Gondwana Coal yang terbentuk dari tumbuhan yang relatif tahan pelapukan, biasanya merupakan hasil rombakan halus, tetapi bercampur dengan mineral lempung yang terhembuskan dari gunung sekitarnya ke rawa (Plumstead, 1962, dikutip dari Teichmueller 1989).

Pembentukan Gambut - 4

Dengan naiknya suhu tidak hanya pertumbuhan pohon menjadi lebih cepat tetapi juga proses dekomposisi juga menjadi lebih cepat. Sebagai konsekuensinya (sampai beberapa dekade berlalu) dianggap bahwa gambut dengan ketebalan yang tinggi hanya akan terjadi pada daerah dengan iklim sedang. Tetapi belakangan diketemukan gambut dengan ketebalan lebih dari 30 m di daerah tropis. Raised bog hanya akan muncul pada iklim yang basah dimana hujan lebih besar dari pada penguapan (suhu 8 - 9 0 C dengan curah hujan 700 mm cukup untuk menghasilkan gambut). Pada daerah iklim sedang umumnya akan didominasi oleh lumut dan spagnum (ciri khasnya). Tetapi raised bog untuk daerah tropis seperti Sumatra dan Kalimantan (dengan curah hujan 3000-4000 mm/tahun, merata sepanjang tahun) dicirikan oleh tumbuhan besar/kayu tetapi tidak banyak spesiesnya (di Kalimantan hanya didominasi oleh Dipterocarp, Shorea Albida). Di Kalimantan tinggi muka gambut mencapai 15 m dengan kemiringan pada pinggir 4 - 5 m/km. 1.1.3. Paleogeografi Dan Tektonik Syarat untuk terbentuknya formasi batubara : - Kenaikan secara lambat muka air tanah - Perlindungan rawa (sand bar dsb) terhadap pantai atau sungai - Energi relief rendah Kalau muka air tanah cepat naik (atau penurunan dasar rawa cepat) maka kondisi akan menjadi limnic atau bahkan akan terjadi endapan marine (lempung, napal atau gamping). Kalau terlalu lambat maka tumpukan sisa tumbuhan akan menjadi merah (teroksidasi) dan tererosi. Oleh karena itu pembentukan lapisan batubara berhubungan dengan Paleogeografi dan struktur daerah. (Gambar 2) 1.1.3.1. Paleogeografi

Pembentukan Gambut - 5

Jika air tanah cukup tingginya dan berlangsung lama maka kadang-kadang di iklim steppe (padang rumput tanpa adanya pohon) pun bisa terjadi gambut. Ini hanya tergantung

pada

penurunan permukaan. Disini bisa

menghasilkan highmoors / hochmoor / raised bog (climatically conditioned) atau topogenic low moors (akibat erosi oleh air atau es atau dapat juga terjadi karena collapse dimana penurunan terjadi karena pelarutan batuan karbonat di bawahnya pada daerah karst). Rawa bisa juga terjadi pada bekas kawah gunung api. Rawa bisa tawar atau sudah tercampur dengan air asin di tepi pantai atau di tepi danau besar. Berdasarkan posisinya (geografi) maka endapan batubara dapat dibedakan menjadi : paralis (sea coast/tepi pantai, contohnya batubara miosen di Jerman Tengah yang terendapkan pada tepi delta, external distal margins of delta dan limnis (inland / tepi danau). Rawa di daerah delta ditumbuhi oleh banyak pepohonan sedangkan di daerah lagun kadang sampai tidak ada pohon. Sedangkan Mangrove forest (hutan bakau) hanya bisa terjadi di daerah pantai tropis. Pada daerah rawa bisa terjadi regresi atau transgresi. Pada transgresi dimana air laut mendesak air tanah, sedimen fluviatil terletak di bawah lapisan batubara sedangkan sedimen marine berada di atasnya. Contohnya: batubara ditemukan di dasar teluk Mexico dan berada di bawah batu gamping, contoh untuk Indonesia adalah endapan batubara di cekungan Ombilin.

Pembentukan Gambut - 6

Gambar 2. Keseimbangan tektonik dan pembentukan gambut

Pembentukan Gambut - 7

1.1.3.2. Struktur / Tektonik Rawa gambut di daerah subsiden menghasilkan batubara dengan banyak lapisan. Endapan seperti ini biasanya terendapkan pada Foredeep (bagian depan dari pegunungan lipatan). Urutan sedimen tebal dengan banyak lapisan batubara yang tipis (> 2 m) dengan penyebaran yang luas, selangseling dengan sedimen marin. Ini merupakan ciri khas batubara foredeeps. Contohnya : Cekungan batubara Ruhr (Jerman) yang terendapkan pada Subvariscan (Namurian C sampai Westphalian D), sedimen 4000 m dengan 40 lapisan batubara yang ekonomis (workable), endapan batubara di Belanda Bagian Selatan, Belgia Selatan, Prancis Utara, dsb. Batubara yang terendapkan pada Appalachian foredeep adalah Lapisan batubara jaman Karbon di Pennsylvania, W. Virginia, Kentucky, Tennessee dan Alabama. Rocky Mountain foredeep menghasilkan formasi batubara great coal basin of the Laramie (Kretasius sampai Eosen). Backdeep subsidence dari pegunungan lipatan tidak banyak terjadi. Contohnya Backdeep of the Apennines in Tuscany, Italia. Resen foredeep dan backdeep terdapat di Indonesia, sedimen dengan ketebalan sampai 13.000 m dengan beberapa lapisan batubara. 1.2. MOOR Pengertian moor untuk ilmu geologi (pengertian endapan dalam Ilmu Tambang) berlaku untuk suatu lapisan gambut dengan ketebalan minimum 30 cm (dalam hal tertentu lumpur juga termasuk di dalamnya). Gambut terjadi akibat tumpukan sisa tumbuhan (proses sedenter) yang tidak secara keseluruhan (memerah/teroksidasi) karena terjadi di bawah kondisi basah (di bawah air) sehingga tidak seluruhnya berhubungan dengan udara. Untuk highmoor/hochmoor dimana C/N-Ratio > 50 dan pH kecil menghambat proses oksidasi. Sementara lumpur yang ada pada gambut terendapkan secara sedimentasi. Menurut Ilmu Tanah : Gambut adalah sedimen yang mengandung > 30% substansi Organik (kondisi kering). Menurut pengertian yang lebih baru lagi, Pembentukan Gambut - 8

maka ada tiga katagori berdasarkan pada pemanasan 5500 C. Disebut Moor kalau

pada

temperatur

tersebut

kehilangan

berat

75-100%.

Kalau

kehilangan berat 15-75% maka disebut Anmoor dan kalau kehilangan berat 0-15% maka disebut mineral atau tanah. Beberapa kemungkinan bentuk morfologi moor dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Dilihat dari bentuk permukaannya maka moor dapat dibagi menjadi dua, Hochmoor (highmoor) dan Niedemoor (lowmoor). Jenis tumbuhan yang hidup pada masing-masing tipe moor itu berbeda. Pada Niedemoor biasanya tumbuh rumput-rumputan dengan daun yang lebar dan tumbuhan perdu (sehingga pada musim semi dan musim panas kelihatan sangat hijau). Sementara hochmoor ditumbuhi oleh jenis tumbuhan yang sangat terbatas (lumut, rumput dengan daun yang kecil). Untuk daerah yang beriklim sedang maka hochmoor ditumbuhi oleh Sphagnum dan untuk daerah tropis ditumbuhi oleh hutan lebat dengan bermacam tumbuhan. 1.2.1. Niedermoor / Lowmoor Niedermoor terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan makanan (eutroph) atau pada suatu bagian perairan (danau) yang menjadi darat (Verlandung nahrstoffreicher Gewasser), dimana kekayaan makanan untuk tumbuhan sebagai penyebab berlimpahnya/tumbuh suburnya vegetasi. Air tanah atau air laut yang bergerak bisa mengakibatkan suatu penghancuran yang cepat dari tumbuhan yang telah mati, sehingga penumpukan gambut menjadi lambat. Dalam hal ini gambut sangat basah (banyak air). Permukaan moor dalam jangka waktu yang panjang tertutup air (periode dalam setahun) sehingga jenis tumbuhan yang hidup disini menyesuaikan diri. Sering permukaan moor datar atau cekung. Hanya moor di lereng gunung bisa miring permukaannya. Moor ini tidak secara langsung tergantung pada air hujan, karena supply airnya bisa dari sekitarnya (sungai atau air tanah). A.

Pembentukan Gambut - 9

Cross-section of a coastline undergoing a marine transgression. Preservation of peat is dependent on the nearshore gradient (based on Kraft, 1971)

Diagramatic cross-section of Klang Langat Delta, Malaysia, showing the development of raised swamps within an active elastic environment. Mangrove swamps which are flooded at high tide, are areas of clay, not peat, deposition (modified from Coleman et. al., 1970)

Generalized cross-section of peat stratigraphy resulting from marine transgression in the Everglades (after Spackman et. al., 1976)

B.

Pembentukan Gambut - 10

Theoritical model of fluvial architecture in an area swamps. The elevated swamp restricts overbank flooding and prevents avulsion, leading to the development of stacked channel sandstones

Cross-section of sediments between two rivers in northern Borneo, showing the development of thick peat in a raised swamp. Section is based on 25 boreholes drilled during planning for a canal (from Wilford, 1961)

Gambar 3. Contoh-contoh bentuk / morfologi moor

Pembentukan Gambut - 11

Gambar 4. Tipe-tipe moor (Gothlich, 1986)

1.2.2. Hochmoor / Highmoor Pembentukan Gambut - 12

Hochmoor bisa mencapai beberapa meter dari permukaan tanah dengan bentuk yang cembung. Moor ini tidak tergantung pada air tanah atau air kolam karena moor ini mempunyai system air tersendiri yang tergantung hanya pada air hujan. Moor ini terjadi akibat neraca air yang positif (penguapan lebih kecil dari curah hujan) sehingga air hujan tersimpan dalam gambut. Akibatnya pH menjadi kecil dan miskin akan oksigen. Aktifitas mikroorganisme pada moor ini juga kecil karena terbatasnya oksigen. Dengan

demikian

penghancuran

sisa

tumbuhan

menjadi

terhambat

(penumpukan gambut menjadi cepat). Karena miskin akan bahan makanan maka disebut Ombrotroph. Beberapa realitas penting yang berkaitan dengan moor dapat dilihat pada Gambar 5.

kolk

stadium

genesa

troph

typ

terestris

ombrogen

oligotroph

high moor

semi terestris

akibat muka air positif

mesotroph

moor antara

topogen

eutroph

lowmoor

lagg

muka air pasang muka air surut

gambut sedenter gambut + mineral karbonat, lempung pasir

telmatis limnis

sedimenter

Gambar 5. Skema sebuah Hochmoor (Gothlich, 1986)

Pertumbuhan sebuah hochmoor dapat terlihat pada Gambar 6. Tipe ini bisa tumbuh langsung pada kondisi yang sangat basah dengan dasar yang tidak tembus air (permeabel). Pada kondisi lain hochmoor bisa berasal dari suatu Niedemoor yang tumbuh (Verlandeten Moor). Untuk topografi yang datar biasanya bentuk moor symetris dan pada bagian pinggir timbul mata air, pada bagian tengah ada kolam-kolam kecil (Kolk atau Blindsee).

Pembentukan Gambut - 13

Gambar 6. Perkembangan menjadi Moor yang Ombrogen (Mc Cabe, 1984)

Dalam perkembangan

dari

niedemoor ke hochmoor dikenal istilah

Ubergangsmoor (kondisi pertumbuhan antara niedermoor dan hochmoor). Contohnya Schwingrasen. Istilah Zwischenmoor kurang tepat dipakai karena ini biasanya untuk suatu bentuk yang tidak tumbuh tetapi antara hochmoor dan niedermoor (kondisinya memang sudah seperti itu).

2. FAKTOR-FAKTOR FASIES PADA PEMBENTUKAN GAMBUT Fasies batubara diekspresikan melalui komposisi maseral, kandungan mineral, komposisi kimia (S, N, H/C Vitrinit) dan tekstur. Faktor-faktor fasies yang sangat menentukan karakteristik primer batubara, seperti : Pembentukan Gambut - 14

- Tipe pengendapan (authochtonous, allochtonous) - Rumpun tumbuhan pembentuk - Lingkungan pengendapan (telmatic, limnic, brackish-marine/payau, Ca-rich) - Nutrien supply (eutrophic, oligotrophic) - pH, aktivitas bakteri, persediaan sulfur - Temperatur gambut - Potensial redok (aerobic, anaerobic) 2.1. TIPE PENGENDAPAN Hampir semua endapan batubara yang terkenal (ekonomis) diendapkan secara

autochtonous,

karena

batubara

yang

diendapkan

secara

allochtonous biasanya berupa detritus halus, kandungan mineral tinggi dan lapisan tipis (microlayering). Gambut terhancurkan menjadi detritus halus dan terendapkan kembali. Dekomposisi tumbuhan juga berlangsung selama proses transport oleh air (angin) sehingga maseral yang tahan terhadap proses dekomposisi akan terkonsentrasi pada sedimen klastik. 2.2. RUMPUN TUMBUHAN PEMBENTUK Berdasarkan rumpun tumbuhan pembentuknya maka dikenal 4 tipe rawa : - Rawa daerah terbuka dengan tumbuhan air (in part submerged). Pada daerah ini sebagian tumbuhan terendam air dan jenis tumbuhannya bisa bermacam-macam. Jenis tumbuhan ini juga sangat dipengaruhi oleh pengaruh air laut atau tidak (tawar, payau dan asin). - Open reed swamp, sering dengan sedges Daerah

ini

hanya

ditumbuhi

oleh

jenis

rumput-rumputan

yang

membutuhkan banyak air. - Forest swamps Rawa dengan tumbuhan kayu. - Moss swamps Rawa dengan tumbuhan lumut-lumutan.

Pembentukan Gambut - 15

Pada daerah yang beriklim sedang dan lembab terjadi perkembangan rumpun tumbuhan dari dasar ke atas, mulai dari lumpur, detritus gyttjae (lumpur organik), reed peat, forest peat dan most peat. Pada jaman Karbon (di Belahan Bumi Bagian Utara) perkembangan gambut biasanya dimulai dari tumbuhan hutan rawa (Sigillaria dan Lepidodendron) dan berakhir dengan ditutup lumpur. Sehingga bagian bawah lapisan batubara bright coal (Vitrain/mengkilap), banyak mengandung Vitrinit dan Clarit yang miskin akan Liptinit. Bagian atas lapisan biasanya dull coal (Durain/batubara kusam) seperti : Duroclarit, Clarodurit dan Durit. Durit yang berada pada bagian paling atas sering berubah menjadi carbonaceous shale (carbargillites) dan kadang-kadang menjadi cannels dan cannel ironstones. Pada batubara berlapis lemah (light layer) yang terendapkan di Reed moor biasanya mengandung >90% Humodetrinit dan Sporinit ≅ 10% (lebih banyak dari di kebanyakan dark strata yang terendapkan pada forest swamp). Coniferous Forest Coal menghasilkan pengawetan yang lebih baik sehingga partikelnya lebih besar (Cellular tissue/Humotelinit) dari pada yang berasal dari Angiosperm forest coal. Reed coal type dibedakan dari

kandungan

hydrogen, selulose dan tar temperatur rendahnya yang tinggi. Reed coal dan Angiosperm forest coal briquetting propertiesnya (kedapatan untuk dijadikan briket) lebih baik dari coniferous coals. Hampir sebagian bituminous coal dan brown coal berasal dari forest swamp (contohnya Pantai Timur dan Selatan USA). Di daerah yang beriklim hangat dan basah proporsi pepohonan kayu bertambah, tidak lagi reed plant, tetapi tumbuhan khusus yang penyebarannya luas, flat root system, khususnya aereal roots dan broadened stem basis. Contoh yang modern/resen adalah Cypress swamp (Taxodium distichum) di daerah Subtropis Amerika Utara. Forest swamp fasies (berhubungan dengan element bawah air), sebagai contohnya adalah Taxodiaceae-Nyssaceae forest coals dari lower Rhein brown coal. Pada Carboniferous, pohon Sigilarian berkembang ke arah air dalam. Kulitnya dijumpai sebagai Vitrit layer.

Pembentukan Gambut - 16

Pantai daerah tropis (saat ini) dihuni oleh hutan bakau (Mangrove) mengganti rumput laut. Kalau tak terjadi gangguan laut maka gambut akan terakumulasi. Kalau gangguan laut kuat dengan oxigen segar dalam air mengakibatkan batang mati yang berada di atas air menjadi rusak sehingga yang terawetkan hanyalah akarnya saja. Di daerah marine/payau maka rhizophora mangle tidak hanya berkembang ke arah laut tetapi juga berkembang ke arah darat. Di daerah tropis bisa terjadi tumbuhan kayu yang membentuk raised bog. Secara umum material hasil tumbuhan (terbesar dari forest swamp) di daerah tropis, sebagai contohnya : biji Erythrina dalam satu tahun untuk satu pohon bisa menghasilkan 3,0 - 4,5 m tingginya dan 2,5 - 3,75 kg kering. Sehingga pembentukan gambut relatif cepat pada forest swamp kalau muka air tanah bertahan cukup tinggi. Biasanya wood rich peat (gambut yang kaya akan bahan kayu) dengan kandungan lignin yang tinggi, terendapkan dan selama pembatubaraan akan ditransformasikan menjadi Xylite rich soft brown coal dan Vitrain rich bituminous coal dengan (biasanya) Telinit dan Tellocolinit. Reed swamp dengan rerumputan, sedge dan paku secara umum membutuhkan muka air yang lebih tinggi dari forest swamp, miskin akan lignin, strukturnya terdekomposisi dengan kuat. Elemen bawah air dan mineral tercuci lebih baik. Contohnya South Florida (Eleocharis, Mariscus Utricularia). Reed peat menghasilkan Liptinit rich coal (batubara yang kaya akan liptinit) contohnya : light band of the Cologne Soft Brown Coal, dull layer with Exinit rich clarites, trimacerit dan durit of bituminous coal. Vitrinitnya di dominasi oleh Desmocollinit. Marine swamp dengan rumput Halophyte dijumpai di banyak pantai saat ini (khususnya pantai Atlantik Amerika Utara). Sphagnum adalah tumbuh-tumbuhan rawa di daerah beriklim sedang yang menghasilkan gambut yang asam (pH 3 - 5) atau raised bog. Raised bog mempertahankan airnya dengan mengandalkan air hujan, sehingga kadar Pembentukan Gambut - 17

abunya sangat rendah (sering < 1%). Dengan pH yang rendah maka aktifitas bakteri berkurang mengakibatkan pengawetan kayu menjadi lebih baik. Gambut dari Raised bog banyak mengandung

sellulose

dan

hemisellulose, fat dan lilin yang berlebihan dan sedikit protein. Batubara yang berasal dari ombrogenous moos peat di Cologne Brown Coal, berlapis lemah, dengan detritus masa dasar yang kecil/halus dan kayu Konifern yang terawetkan dengan baik. Pada dasar rawa air terbuka, organic mud deposite / Gyttjae terakumulasi dari sisa tumbuhan terapung (Nymphaeaceae, Utricularia dan tumbuhan bawah air seperti Alge), binatang air dan bakteri. Materi lainnya seperti lempung halus, tepung sari, spora dan debu yang berasal dari pembakaran di permukaan gambut (Charcoal flakes), dsb. Dull coal dengan banyak liptinit (Liptinit rich Clarit dan Durit) atau sapropilit coal berasal dari Gyttjae. Vitrinit relatif jarang, Desmocollinit didominasi oleh Corpocollinit. Subaquatik coal spesies secara alam banyak atau relatif kaya akan mineral yang tidak hanya klastik tetapi juga anorganik syngenetik yang terendapkan dari lautan seperti Siderit atau Pyrit. 2.3. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Telmatis / terrestrial Lingkungan pengendapan ini menghasilkan gambut yang tidak terganggu dan tumbuh di situ (forest peat, peed peat dan high moor moss peat). - Limnis / subaquatik / lingkungan bawah air, terendapkan di rawa danau, Batubara yang terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan karena pada forest swamp biasanya ada bagian yang berada di bawah air (feed swamp). - Payau / marine Batubara yang terbentuk pada lingkungan ini mempunyai ciri khas : Kaya abu, S dan N dan mengandung fosil laut. Untuk daerah tropis biasanya Pembentukan Gambut - 18

terbentuk dari mangrove (bakau) dan kaya S. Batubara Jaman Karbon yang terbentuk pada lingkungan ini mengandung konkresi Kalsit (Calcitic Dolomitic atau Ankeritic) / Coal ball. Vitrinitnya tidak mempunyai struktur lagi akibat pH tinggi sehingga aktifitas bakteri tinggi. Tingginya S akibat naiknya kemampuan ion Sulphat dari air laut dan oleh aktifitas anaerobik bakteri. Banyaknya H dan N berasal dari protein tubuh bakteri, yang juga diperkaya oleh material Huminnya yang kemudian membentuk Perhidrous Vitrite, Bituminit dan kemudian Macrimit. - Ca-rich Batubara yang terendapkan pada lingkungan yang kaya akan Ca mempunyai ciri yang sama dengan yang terendapkan pada lingkungan marine. Lingkungan pengendapan pada batuan gamping atau campuran air yang kaya akan Ca dari daerah sekitarnya mengurangi keasaman gambut. Akibatnya aktifitas bakteri naik sehingga degradasi tumbuhan menjadi makin tinggi. Pada awal Humifikasi dan gelifikasi biokimia membentuk dopplerit (Calsium Humate). Kalau Kalsium dan Oxigen bereaksi bersama (lingkungan aerobsi) maka sporopollenin yang tahan juga akan terhancurkan sehingga tak akan terbentuk gambut. Oleh karena itu maka Ca-rich coal selalu terjadi pada lingkungan bawah air dengan kondisi oksigen terbatas. Sisa binatang (tulang yang kaya Ca) yang seharusnya terlarutkan oleh asam humin, maka pada Ca-rich akan terawetkan dengan baik. Sehingga pada batubara yang terendapkan pada lingkungan ini akan banyak fosilnya. Sebagian besar batubara yang kaya Ca akan kaya dengan S dan syngenetic pyrit. Mungkin ini akibat aktifitas bakteri yang tinggi dengan supply protein dari binatang atau akibat adanya S yang banyak. Keberadaan unsur N pada batubara yang terendapkan pada lingkungan ini juga naik. Disamping itu Ca-rich coal juga akan menghasilkan banyak bitumen. 2.4. PERSEDIAAN BAHAN MAKANAN Rawa Eutrophic, Mesotrophic dan Oligotrophic dibedakan tergantung dari banyak sedikitnya bahan makanan yang bisa digunakan. Topogenic low moor biasanya eutrophic (kaya bahan makanan) karena menerima air dari Pembentukan Gambut - 19

air tanah yang banyak mengandung bahan makanan terlarut. Sementara Raised bog / Hoch moor adalah oligotropic karena hanya mengandalkan air hujan. Transisi antara topogenic low moor dan raised bog disebut mesotrophic. Di bawah kondisi hidrologi yang seragam maka tumbuh-tumbuhan rawa eutrophic banyak spesiesnya. Oligotrophic di daerah beriklim sedang pada umumnya merupakan Sphagnum bog, sedang untuk daerah tropis bisa ditumbuhi oleh hutan kayu tetapi tidak banyak spesiesnya, karena rawa jenis ini akan asam (pH 3,5 - 4,0) dan kandungan mineralnya sangat rendah. Gambut

dari

oligotrophic

banyak

menyisakan

kayu

yang

tidak

terdekomposisi karena C/N ratio dan asam Humin tinggi akibat aktifitas bakteri rendah. Kandungan nutrisi (Ca, Phosphoric acid, K dan N) pada high moor adalah 1/5 dari low moor. Kandungan S rendah (0,06 - 0,15%) dan biasanya bitumen yang terekstraksi akan tinggi. Disamping itu batubara yang berasal dari oligotrophic moor akan mempunyai kandungan abu yang rendah. Pengawetan sisa tumbuhan yang baik terlihat sebagai Textinit/ Telinit. Hasil abu atau sisipan-sisipan tipis lapisan lempung atau napal pada batubara bisa diinterpretasikan sebagai akibat banjir. 2.5. pH, AKTIFITAS BAKTERI DAN SULFUR Keasaman gambut sangat mempengaruhi keberadaan bakteri sehingga dengan demikian akan sangat mempengaruhi pengawetan sisa tumbuhan. Contohnya : Akibat pengaruh laut / Ca-rich, lingkungan pengendapan yang Alkalin

mengakibatkan

dekomposisi

struktur

yang

kuat,

dengan

pembentukan Humin gel dan produk penggambutan yang kaya akan N dan H. - Low moor peat biasanya mempunyai pH 4,8 - 6,5 - High moor peat mempunyai pH 3,3 - 4,6 Disamping type batuan dasar dan air yang mengalir masuk ke rawa maka keasaman rawa tergantung pada rumpun tumbuhan yang ada, supply O 2, konsentrasi asam Humin yang sudah terbentuk.

Pembentukan Gambut - 20

Sphagnum peat mempunyai pH yang sangat rendah (3,3-4,6) yang diakibatkan oleh supply O2 yang tinggi karena kondisi raised bog yang kering dan asam humin yang terbentuk tidak terlarutkan oleh air sehingga menjadi banyak. Begitu juga dengan raised bog di Indonesia, gambut yang dihasilkan juga sangat asam (pH = 3,5 - 4,5). PH gambut akan naik dengan naiknya kedalaman. Bakteri hidup dengan baik pada kondisi netral (pH 7,0 - 7,5), kondisi makin asam maka bakteri makin sedikit dan struktur kayu terawetkan dengan lebih baik. Pada bagian paling atas dari gambut hanya jamur yang bisa hidup (pH = 4,0). Kandungan N dan persediaan garam sangat penting untuk aktifitas bakteri. C/N kecil (banyak N) atau kondisi eutrophic maka aktifitas bakteri banyak. Protein terkonsentrasi pada low moor peat akibat aktifitas bakteri. Jumlah bakteri berkurang dengan naiknya kedalaman dan jenisnya ditentukan oleh potensial redox. Pada bagian paling atas dari gambut (disamping Actinomyces dan jamur) maka aerobic bakteri mengambil O2 dari udara, membentuk Carbohidrat yang mudah larut (seperti : gula dan kanji/starch, juga sellulose dan hemisellulose). Pada bagian bawah anaerobic bakteri menggunakan O2 dari substansi organik yang hidup dibalik produk sisa yang kaya H (diperkirakan bakteri ini masih hidup sampai kedalaman 10 meter). Bakteri sulfur mempunyai peran khusus pada gambut (lumpur organik). Bakteri ini mengambil S dari Sulphates untuk membentuk syngenetic Pyrit/Markasit. 2.6. TEMPERATUR Temperatur permukaan gambut memegang peran yang sangat penting untuk proses dekomposisi primer. Pada iklim yang hangat dan basah membuat bakteri hidup dengan lebih baik sehingga proses-proses kimia akibat bakteri bisa berjalan dengan lebih baik. Temperatur tertinggi untuk Bakteri penghancur sellulose pada gambut adalah 35 - 400 C. Pembentukan Gambut - 21

2.7. POTENSIAL REDOX Pada rumpun tumbuhan yang sama, iklim dan kondisi lingkungan yang sama, maka potensial redox (Eh) memegang peranan yang penting untuk aktifitas bakteri dan penggambutan. Persediaan O2 menentukan apakah proses penggambutan berjalan atau tidak (Tabel 1).

Process

Product

disintegration

usually no solid residue, possibly liptobioliths

mouldering

mould

peatification

peat

putrefaction

sapropel

anaerobic decrease of O-supply

humic coals

increase of hydrogen and nitrogen in transformation product

aerobic

Tabel 1. Transformasi material organik dalam kaitannya dengan persediaan oksigen

sapropelic coals sapropelites petroleum

Secara umum urutan di tabel ini dicirikan oleh kenaikan air tanah. Air mengalir membawa Oksigen terlarut. Makin banyak produksi organik matter maka makin cepat pemisahan Oksigen dari air tergenang yang dikonsumsi untuk akhirnya membentuk kondisi reduksi. Dengan tak terbatasnya persediaan Oksigen di udara dan air maka muncul desintegrasi yang menghasilkan pembentukan gas dan produk dekomposisi cairan. Sering sisa padatan (Resin, atau Liptinit yang resisten dan Inertinit) tersisa terus. Selama mouldering, aerobic bakteri dan jamur ambil bagian untuk Pembentukan Gambut - 22

membentuk humic substan yang miskin Oksigen yang akhirnya menjadi Oxyfusinit dan Macrinit. Proses penggambutan terjadi di permukaan kalau oksigen terbatas. Humic acid ciri produknya membentuk Lignin hanya lewat oksidasi. Putrefication (permentasi) bisa terjadi pada kondisi reduksi kalau bakteri anaerobis

mengkonsumsi

Oksigen

dari

organik

substan

dan

mentransformasikannya menjadi Bituminous yang kaya Hydrogen. Selama permentasi dari Sellulose, H, Methan, Acetic Acid, Butyric Acid akan terbentuk carbon dioksida. Selama bituminisasi dan pembatubaraan, maka bituminit dan Vitrinit dengan Reflektan (R) rendah akan menghasilkan banyak bitumen yang bisa diekstraksi. Ini merupakan produk bakteri anaerobis, karena material awal yang kaya protein (alge, plankton, sisa bakteri) dan karena penghancuran anaerobis maka batubara berkembang menjadi sapropel coal yang relatif kaya akan Nitrogen. Umumnya R Vitrinit dari lapisan yang sama akan turun dengan berkurangnya potensial redox dari gambut asalnya, namun H/O ratio dan VM naik. Perubahan ini adalah akibat naiknya komponen lilin-getah (wax-resin component) pada Vitrinit.

Pembentukan Gambut - 23

SOAL-SOAL

1. Mungkinkah gambut tumbuh di pegunungan ? Kalau mungkin, di bagian mananya ?

2. Apa beda antara low moor dan high moor ?

3. Ceritakan tentang hal tersebut di bawah sebagai faktor-faktor fasies : • Tipe pengendapan • Rumpun tumbuhan • Ketersediaan bahan makanan • PH • Temperatur

Pembentukan Gambut - 24

DAFTAR PUSTAKA

1. Göttlich K., Editor (1980) : Moor und Torfkunde, 2. Auflage, E. Schweizerbart’sche Verlagsbuchhandlung (Nägele u. Obermiller), Stuttgart : 338 S. 2. Hollerbach A. (1985) : Grundlagen der organischen Geochemie, Springer Verlag, Berlin-Heidelberg : 190 S. 3. Stach E., Mackowsky M. TH., Teichmüller M., Taylor G. H., Chandra D., Teichmüller R. (1982) : Stach’s Textbooks of Coal Petrology, Gebrüder Borntraeger, Berlin-Stuttgart : 535 S. 4. Taylor G. H., Teichmueller M., Davis A., Diessel C. F. K., Littke R., Robert P. (1998), Organic Petrologi, Gebrueder Borntraeger, Berlin, Stuttgart. 5. Van Krevelen D. W. (1993) : Coal, Typology-Chemistry-PhysicsConstitution, 3rd Comp. Rev. ed., Elsevier, Amsterdam, London, New York, Tokyo : 979 S. 6. William Spackman, Arthur D. Gohen, Peter H. Given, Daniel J. Casagranole : Okefenokee and The Everglades.

Pembentukan Gambut - 25

Related Documents