Level Harga Dan Nilai Tukar Dalam Jangka Panjang.docx

  • Uploaded by: Iyam Mustafa
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Level Harga Dan Nilai Tukar Dalam Jangka Panjang.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,556
  • Pages: 18
Review Mata Kuliah Ekonomi Internasional II β€œLevel Harga dan Nilai Tukar Dalam Jangka Panjang”

Disusun Oleh:

MARIYAM MUSTAFA 175020107111019

Program Studi Ekonomi Pembangunan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya 2019

Yang kita ketahui, kurs terbentuk oleh suku bunga dan perkiraan-perkiraan atau harapan untuk masa depan. Hal itu dipengaruhi oleh berbeagai kondisi pasar uang nasional. Untuk memahami gerakan-gerakan kurs janga panjang, yang harus dilihat model ke dua arah. Yang pertama, keterkaitan antara kebijakan-kebijakan moneter, inflasi, suku bunga dan kurs. Kedua, factor selain penawaran-permintaan uang yang juga turut mempengaruhi kurs. Karena perkiraan para pelaku di pasar valuta asing langsung mempengaruhi kurs, maka prediksi mengenai gerakan kurs dalam jangka panjang juga mempengaruhi gerakan kurs dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, tingkat harga nasional memainkan peranan penting dalam menentukan besaran/tariff kurs maupun harga-harga relative antar-produk dagangan dari berbagai negara. Teori paritas daya beli (purchasing power parity) atau PPP yang mana menjelaskan bahwa pergerakan kurs antara mata uang dua negara bersumber dari tingkat harga masing-masing negara.

DALIL SATU HARGA (THE LAW OF ONE PRICE) The law of one price menyatakan bahwa dalam pasar kompetitif yang bebas dari biaya transportasi dan hambatan-hambatan resmi terhadap perdagangan (misalnya tarif), barangbarang identic (sama jenisnya) pasti dijual di berbagai negara dengan harga yang sama (apabila harganya dinyatakan dalam satuan mata uang yang sama). Contohnya, bila kurs Dolar/Pound adalh US$1,50 per Pound, maka sebuah jaket dijualn di New York seharga US$45, tentunya akan dijual di London seharga Β£30. Harga Dolar jaket itu jika dijual di London adalah (US$1,50 per Pound) x (Β£30 per jaket) = US$45 per jaket. Jadi harga sama dengan di New York. 𝑖 The law of one price dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: Misalkan π‘ƒπ‘ˆπ‘† adalah

harga Dolar dari barang i apabila dijual di AS dan 𝑃𝐸𝑖 adalah harga Euro dari barang yang sama bila dijual di Eropa. Persamaannya: π‘·π’Šπ‘Όπ‘Ί = (𝑬$/€ ) x (π‘·π’Šπ‘¬ ) dari persamaan diatas dapat dilihat durs Dolar/Euro adalah harga uang AS dan uang Jerman atas barang i: 𝑬$/€ = π‘·π’Šπ‘Όπ‘Ί / π‘·π’Šπ‘¬

PARITAS DAYA BELI (PURCHASING POWER PARITY) Teori paritas daya beli (purchasing power parity / PPP) menyatakan bahwa kurs antara dua mata uang dari dua negara sama dengan nisbah tingkat harga kedua negara bersangkutan. Teori paritas daya beli memprediksi bahwa penurunan daya beli mata uang domestik (ditunjukkan oleh kenaikan tingkat harga domestik) akan diiringi dengan depresiasi mata uangnya secara proporsional dalam pasar valuta asing. Dan begitu pula sebaliknya. Untuk menyatakan PPP secara simbolis, diumpamakan PUS adalah harga Dolar dari komoditi yang dijual di Amerika, sedangkan PE adalah harga Euro dari komoditi yang dijual di Eropa. Dengan asumsi sejumlah komoditi tersebut mampu mengukur daya beli uang di kendua negara tersebut secara akurat. Maka dari itu PPP memprediksi bahwa tariff kurs Dolar/Euro: E$/€ = PUS / PE

(persamaan 15-1)

Persamaan diatas dapat dirumuskan kembali, menjadi: PUS = (E$/€) x (PE) Sisi kiri persamaan iru melambangkan harga Dolar dari sekeranjang komoditi di Amerika; sedangkan sisi kanan adalah harga Dolar dari komoditi yang sama di Eropa. Jika PPP berlaku maka harga itu sama. Dengan demikian, PPP menyatakan bahwa semua tingkat harga yang berlaku di seluruh negara sama besarnya bila diukur dalam satuan mata uang yang sama. Sisi kanan persamaan tersebut mengukur daya belidari setiap unit Dolar terhadap Dolar maupun terhadap komoditi yang dijual di Eropa. Jadi teori PPP ini menyatakan bahwa, pada kurs yang tengah berlaku, daya beli domestik setiap mata uang selalu sama dengan daya beli mata uang luar negeri. Hubungan Antara PPP dan The Law of One Price The law of one price berlaku untuk komoditi secara individual (misalnya komoditi i), sedangkan PPP itu berlaku untuk tingkat harga secara keseluruhan yang merupakan gabungan harga-harga semua komiditi yang dijadikan acuan. The law of one price memang bisa diterapkan untuk setiap komditi, maka tentu saja PPP pasti berlaku selama rangkaian komoditi yang dijadikan acuan tingkat harga berbagai negara sama. Akan tetapi, para pendukung teori PPP menyatakan bahwa kehandalan atau validitas PPP (terutama validitasnya selaku teori jangka panjang) tidak tergantung pada keberlakuan the law of one price. Bila barang dan jasa di suatu negara secara temoirer menjadi lebih mahal daripada yang ada di negara-negara lain, tingkat permintaan akan mata uang serta produk-produk negara yang bersangkutan segera merosot, sehingga mendorong kurs dan harga-harga domestik kembali ke

jalur yang sesuai dengan PPP. Demikian pula sebaliknya, apabila produk domestik menjadi lebih murah, maka mata uang negara yang bersangkutan akan mengalami apresiasi dan tingkat harga pun mengalami inflasi (karena permintaan meningkat). Dengan demikian, PPP menegaskan bahwa sekalipun the law of one price tidak sepenuhnya berlaku, namun kekuatankekuatan ekonomi yang ada dibaliknya pada akhirnya akan mendorong daya beli mata uang suatu negara untuk menyamai daya beli mata uang dari negara-negara lain. PPP Absolut dan PPP Relatif Pada persamaan 15-1 yang menyatakan bahwa kurs sama dengan tingkat harga relatif disebut juga sebagai PPP absolut. Dengan adanya PPP absolut, tentu ada PPP relatif. PPP relative menyatakn bahwa perubahan persentase dalam kurs antara dua mata uang selama periode tertentu sama dengan selisih antara persentase perubahan atas tingkat harga berbagai negara. Jadi, PPP relatif mengubah PPP absolut dari sebuah pernyataan mengenai tingkatantingkatan harga dan kurs, menjadi pernyataan mengenai perubahan-perubahan harga dan kurs. PPP relative menerangkan bahwa harga-harga dan kurs senantiasa mengalami perubahan sedemikian rupa sehingga nisbah atau rasio daya beli domestik dan luar negeri dair setiap negara tetap bertahan. Misalkan tingkat harga AS naik 10% selama setahun sedangkan tingkat harga Jerman hanya meningka 5%, maka PPP relative memprediksi akan adanya depresiasi Dolar terhadap Euro sebesar 5%. Depresiasi Dolar terhadap Euro sebesar 5% akan mengimbangi selisih inflasi kedua negara (inflasi AS lebih besar 5%), sehingga daya beli domestik dan luar negeri dari kedua mata uang tersebut tidak berubah. Persamaan PPP relative antara AS dan Jerman dapat dinyatakan sebagai berikut: E$/€,t - E$/€,t – 1) / E$/€,t – 1 = Ο€US,t - Ο€E,t Tanda Ο€t menunjukkan tinggi-rendahnya tingkat inflasi (nilainya sama dengan perubahan persentase suatu tingkat harga dalam periode antara t dan t-1); secara simbolis dapat dirumuskan: Ο€t = (Pt – Pt-1) / Pt-1. Berbeda dengan PPP absolut, PPP relative hanya dapat diterapkan pada selang waktu tertentu, yakni hanya ketika tingkat-tingkat harga dan kurs mengalami perubahan. PPP relative itu penting karena dapat diterapkan pada saat PPP absolut tidak berlaku. Asalkan factor-faktor penyebab terjadinya deviasi PPP absolut dari waktu ke waktu cukup stabil, perubahan-perubahan persentase tingkat harga relative masik akan dapat mengira-ngira perubahan-perubahan persentase kurs.

MODEL KURS JANGKA PANJANG BERDASARKAN PPP Pendekatan moneter terhadap kurs (monetary approach to the exchange rate) merupaka gabungan dari kedua teori sebelumnya, karena factor-faktor yang tidak mempengaruhi permintaan atau penawaran uang tidak bisa dipastikan dalam teori sebelumnya. Hal yang diharapkan dari pendekatan moneter ini adalah teori jangka panjang, bukannya teori jangka pendek, mengingat pendekatan ini mengabaikan kekakuan harga yang sebenarnya penting untuk menjelaskan berbagai perkembangan makroekonomi dalam jangka pendek, terutama mengenai pergeseran-pergeseran dari kondisi full employment. Sedangkan pendekatan moneter ini mengandaikan bahwa harga-harga senantiasa dapat dengan segera menyesuaikan diri demi bertahannya kondisi full employment maupun PPP. Yang dimaksud dengan β€œjangka panjang” dari suatu variabel tersebut dalam dunia hipotesis di mana output dan harga-harga pasar factor sepenuhnya fleksibel. Para ahli makroekonomi masih memperdebatkan sumber dari kekakuan harga (price rigidity). Mereka berpendapat bahwa harga-harga dan tingkat upah hanya kesannya saja yang nampak kaku, namun dalam kenyataannya dapat segera menyesuaikan diri dengan kondisikondisi pasar yang memang selalu berubah. Persamaan Fundamental dalam Pendekatan Moneter Dalam rangka mengembangkan prediksi-prediksi pendekatan moneter mengenai kurs Dolar/Euro, diasumsikan bahwa dalam jangka panjang pasar valuta asing mencapai suatu tingkat di mana PPP bernilai: E$/€ = PUS / PE Dari asumsi itu bahwa persamaan diatas berlaku di dunia yang tidak mengenal kekakuan pasar, yakni suatu hal yang senantiasa menghambat kecepatan penyesuaian tariff kurs dan harga-harga lainnya demi terjaganya kondisi full employment. Pada bab sebelumnya, persamaan (14-5) telah menerangkan bagaimana kita dapat menjelaskan tingkat-tingkat harga domestik yang dinyatakan dalam tingkat permintaan dan penawaran uang AS: PUS = 𝑴$𝑼𝑺 / L(R$, YUS)

(persamaan 15-3)

Bila hal serupa dinyatakan dalam tingkat permintaan dan penawaran uang di Eropa: PE = 𝑴$𝑬 / L(R€, YE)

(persamaan 15-4)

Persamaan 15-3 dan 15-4 diatas menunjukkan bagaimana pendekatan moneter terhadap kurs itu mendapatkan namanya. Menurut pernyataan teori PPP yang termaktub dalam persamaan (15-1), harga Dolar dari satu Euro pada dasarnya merupakan harga Dolar dari output

Amerika dibagi harga Euro atau output Eropa. Kedua tingkat harga itu sendiri sepenuhnya ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran uang di masing-masing wilayah (Eropa dan Amerika. Jadi tingkat harga di Amerika merupakan penawaran uang AS dibagi dengan permintaan uang riilnya, sedangkan tingkat harga Jerman adalah penawaran uangnya dibagi dengan permintaan riilnya. Kesimpulan: kurs, yang merupakan harga relative uang Amerika dan Eropa, dalam jangka panjang sepenuhnya ditentukan oleh penawaran-penawaran relative kedua mata uang itu serta permintaan-permintaan riil relatifnya. Sedangkan berbagai pergeseran suku bunga dan tingkat output hanya akan dapat mempengaruhi kurs melalui pengaruh mereka terhadap permintaan uang. Pendekatan moneter juga mengemukan sejumlah prediksi spesifik mengenaik dampakdampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan penawaran uang, suku bunga dan tingkat output sebagai berikut: 1. Penawaran uang (money supply). Bila hal-hal lainnya tertap kenaikan penawaran uang AS 𝑠 atau π‘€π‘ˆπ‘† secara permanen akan menimbulkan kenaikan secara proporsional dalam jangka

panjang atas tingkat harganya atau PUS, sebagaimana telah dinyatakan dalam persamaan 15-3. Sebaliknya persamaan 15-4 menunjukkan bahwa kenaikan penawaran uang Jerman secara permanen akan menimbulkan kenaikan tingkat harga di Jerman secara proporsional. Berdasarkan PPP, kenaikan tingkat harga itu sama artinya dengan akan adanya, di dalam jangka panjang, apresiasi Dolar terhadap Euro secara proporsional (atau depresiasi Euro terhadap Dolar secara proporsional). 2. Suku bunga (interest rate). Jika hal-hal lainnya tetap, kenaikan selisih bunga R$ secara permanen atas asset-aset Dolar akan meningkatkan permintaan uang riil AS atau L(R$, YUS). 3. Tingkatan output (output level). Kenaikan nisbah ouput AS akan meningkatkan permintaan uang riil AS atau L(R$, YUS), dan menurut persamaan 15-3, tingkat harga AS dalam jangka panjang akan turun. Menurut PPP, Dolar segera mengalami apresiasi terhadap Euro. Dan sebaliknya, kenaikan ouput Eropa akan memperbesar L(R€, YE), dan atas dasar persamaan 15-4, hal itu menyebabkan penurunan tingkat harga di Eropa dalam jangka panjang. PPP juga meprediksi bahwa perkembangan ini akan membuat Dolar terdepresiasikan terhadap Euro. Pada pendekatan moneter ini bertumpu pada asumsi bahwa proses penyesuaian dari suku bunga sama cepatnya dengan penyesuaian kurs, yakni berlangsung seketika. Hasil yang diberikan pendekatan moneter melalui persamaan 15-4 yakni bahwasanya nilai mata uang

suatu negara di pasar valuta asing bergerak secara proporsional dengan tingkat penawarannya dalam jangka panjang. Inflasi yang Berlangsung Secara Terus-Menerus, Paritas Suku Bunga dan PPP Kebijakan moneter kerap menetapkan laju pertumbuhan (growth rate) atas penawaran uang (artinya, tingkat penawaran uang itu sendiri selalu dinaikkan dari waktu ke waktu). Pada bab sebelumnya, dijelaskan bahwa pertumbuhan penawaran uang terus menerus dibarengi dengan kenaikan tingkat harga secara terus menerus (dalam hal ini inflasi terjadi secara terus menerus). Output full employment ditentukan oleh suplai factor produksi, namun disini dibenarkan asumsi bahwa suplai factor tersebut maupun output, dalam jangka panjang, tidak akan berpengaruh oleh perubahan-perubahan secara konstan dalam tingkat penawaran yang, berapa pun besarnya perubahan itu. Bila semua kondisi lainnya tetap, pertumbuhan penawaran uang secara konstan akan menimbulkan inflasi tingkat harga secara terus menerus yang sama besarnya, akan tetapi perubahan-perubahan dalam tingkat inflasi jangka panjang ini tidak akan mempengaruhi tingkat output full employment maupun harga-harga relative dari berbagai barang dan jasa. Namun, suku bunga tidak bias lepas dari pengaruh tingkat pertumbuhan penawaran uang dalam jangka panjang. Walaupun suku bunga jangka panjang tidak tergantung pada tingkat absolut penawaran uang secara absolut, pertumbuhan tingkat penawaran uang yang terus menerus pada akhirnya akan mempengaruhi suku bunga. Kondisi paritas suku bunga antara asset-aset Dolar dan Euro sebagai berikut: R$ = R€ + (𝑬𝒆$/€ – E$/€) / E$/€ Terlihat dari persamaan diatas, kondisi paritas suku bunga ini (yang harus hadir dalam jangka pendek maupun jangka panjang) menyesuaikan diri dengan kondisi paritas lainnya yang diasuksikan hadir dalam model jangka panjang, yakni paritas daya beli. Menurut PPP relative, perubahan persentase dalam kurs Dolar/Euro di tahun berikutnya, misalnya saja akan sama dengan selisih antara tingkat inflasi di Amerika dan Eropa pada tahun yang sama. Namun karena masyarakat memahami hubungan ini, mereka pasti juga memperkirakan bahwa perubahan persentase kurs akan sama dengan selisih suka bunga Amerika-Eropa. Kesimpulan: jika masyarakat memperkirakan adanya PPP relative, maka selisih antara suku bunga yang ditawarkan oleh simpanan Dolar dan Euro akan sama dengan selisih antara tingkat-tingkat inflasi yang diperkirakan akan terjadi di AS dan di Eropa pada suatu waktu tertentu. Misalkan Pe merupakan symbol tingkat harga yang diperkirakan terwujud di suatu negara setahun kemudian, dan perkiraan tingkat inflasi di negara tersebut atau perkiraan

persentase kenaikan tingkat harga setahun dilambangkan dengan Ο€e. Dapat diperoleh persamaan: Ο€e = (Pe – P) / P Namun jika PPP tercipta, maka para pelaku pasar juga akan mengharapkan atau memperkirakan bahwa PPP tersebut akan bertahan. Hal ini berarti kita dapat menggantikan tingkat depresiasi dan inflasi actual pada persamaan 15-2 dengan nilai-nilai yang diharapkan pasar akan terwujud: (𝑬𝒆$/€ – E$/€) / E$/€ = Ο€US - 𝛑𝒆𝑬 Bila digabungkan rumus PPP relative versi β€œperkiraan” ini dengan kondisi paritas suku bunga, akan diperoleh rumus baru: R$ = R€ + (𝑬𝒆$/€ – E$/€) / E$/€ Jika diolah lagi, maka akan diperoleh sebuah rumus yang menujukkan bahwa selisih suku bunga internasional sama dengan selisih antara perkiraan-perkiraan tingkat inflasi dari dua negara: R$ - R€ = 𝛑𝒆𝑼𝑺 - 𝛑𝒆𝑬

(persamaan 15-5)

Bila seperti yang diprediksikan oleh PPP, terdapat perkiraan akan adanya depresiasi untuk mengimbangi selisih inflasi internasional (sehingga perkiraan depresiasi Dolar adalah Ο€π‘’π‘ˆπ‘† - π𝑒𝐸 ) maka selisih suku bunga pasti sama dengan perkiraan selisih inflasi. Persamaan 15-5 menjelaskan hubungan jangka panjang antara inflasi yang berlangsung secara terus menerus dan suku bunga yang perlu diketahui untuk menjelaskan prediksi-prediksi pendekatan moneter mengenai bagaimana suku bunga mempengaruhi kurs. Kesimpulan: jika semua kondisi lain tetap, kenaikan perkiraan tingkat inflasi suatu negara pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan suku bunga dari simpanan mata uang negara yang bersangkutan; dan begitu pula sebaliknya, penurunan perkiraan inflasi (tingkat inflasi di masa mendatang) pada gilirannya akan mengakibatkan penurunan suku bunga atas simpanan mata uang negara itu. Efek Fisher Efek fisher (fisher effect) menjelaskan hubungan jangka panjang antara inflasi dan suku bunga dimana, misalnya inflasi AS naik secara permanen dari tingkat konstan sebesar 5% per tahun menjadi 10%, pada akhirnya suku bunga akan turut terdorong oleh kenaikan inflasi itu sehingga menjadi 5% lebih besar daripada tingkat sebelumnya. Perubahan ini sama sekali tidak mengubah tingkat imbalan atau hasil rill (real rate of return) dari asset-aset Dolar yang diukur dalam satuan barang dan jasa Amerika.

Pendekatan moneter jangka panjang, kenaikan nilai selisih antara suku bunga domestik dan luar negeri hanya tercipta apabila perkiraan inflasi domestik meningkat secara relative terhadap perkiraan inflasi di luar negeri. Hal ini tidak berlaku pada prediksi jangka pendek, karena dalam jangka pendek, tingkat harga domestik terlalu kaku atau ketat (sulit diubah). Suku bunga jangka pendek hanya dapat meningkat apabila penawaran uang domestik turun atau berkurang. Dengan berkurangnya penawaran uang, akibat kekakuan tingkat harga domestik, permintaan akan uang riil pada suku bunga semula (sebelumnya terjadi penurunan penawaran uang) akan meningkat dan ini akan mendorong (menaikkan) suku bunga ke tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan harga yang dikenal oleh pendekatan moenter bersifat fleksibel, sehinggat tingkat harga ini dapat segera turun untuk menyesuaikan diri dengan penurunan penawaran uang dan suku bunga pun tidak berubah.

Pada

Figure

menggambarkan mengapa

latar

belakang

pendekatan

moneter

mempertautkan yang

16-1

terus

kenaikan menerus

inflasi dengan

depresiasi mata uang yang terjadi sekarang dan di masa mendatang, serta melihat kemerosotan suku Bungan dengan apresiasi. Misalkan

t0

pihak

bank

sentral yakni Federal Reserve untuk AS, suatu ketika mengumumkan kenaikan relative dalam tingkat penawaran uang domestiknya, yakni dari Ο€ menjadi Ο€ + βˆ†Ο€. Figure 16-1 mengilustrasikan bagaimana perubahan ini mempengaruhi kurs Dolar/Euro atau E$/€, maupun variable-variabel makroekonomi Amerika lainnya. Diasumsikan bahwa tingkat inflasi di Eropa tetap sama dengan nol. Figure 16-1a mengggambarkan terjadinya lonjakan mendadak pada tingkat penawaran uang AS di saat t0. Aneka perubahan kebijakan akan mengubah perkiraan depresiasi mata uang di masa mendatang, sehingga berdasarkan PPP, Dolar akan mengalami depresiasi sebesar Ο€ + βˆ†Ο€, bukannya pada tingkat yang lebih kecil daripada Ο€. Paritas suku bunga akan mendorong naiknya suku bunga, seperti yang terlihat di Figure 16-1b, yakni dari tingkat semua 𝑅$1 menuju

ke tingkatan baru yang mencerminkan tambahan depresiasi, yakni 𝑅$2 = 𝑅$1 + βˆ†Ο€. Perhatikan bahwa penyesuaian ini sama sekali tidak mengubah suku bunga Euro, namun karena penawaran uang Eropa dan tingkat outputnya tidak berubah, suku bunga Euro yang sudah ada sejak awal tersebut tetap mampu mempertahankan kondisi keseimbangan dalam pasar uang Eropa. Pada Figure 16-1a dijelaskan bahwa tingkatan penawaran uang itu tidak benar-beanr melonjak t0 yang berubah hanyalah tingkat pertumbuhan di masa mendatang. Karena disitu tidak ada kenaikan seketika pada tingkat penawaran uang, namun disitu justru ada lonjakan suku bunga yang akan menyerang (mengurangi) permintaan uang, maka akan tercipta kelebihan uang riil di AS pada tingkat harga yang berlaku sesaat sebelum t0. Dalam menghadapi potensi kelebihan penawaran uang itu, suku bunga naik pada t0 (Figure 16-1c) sehingga menurunkan penawaran uang riil dan kembali menyamakannya dengan pemrintaan uang riil yang ada (persamaan 15-3). Seiring dengan kenaikan PUS, Figure 16-1d memperlihatkan lonjakan proporsional E$/€ secara simultan sebagaimana diprediksikan oleh PPP. Pada asumsi yang saling berlainan mengenai percepatan penyeseuaian diri tingkat harga selanjutnya membuahkan prediksi-prediksi yang saling bertentangan mengenai interaksi antara kurs dan suku bunga. Dalam contoh turunnya penawaran uang dalam suatu lingkungan ekonomi tertentu dimana harga begitu kaku, suku bunga itu harus naik demi terjaganya keseimbangan pasar uang karena tingkat harga tidak dapat segera turun untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan suplai uang tersebut. Dalam contoh kenaikan pertumbuhan suplai uang dari pendekatan moneter, kenaikan suku bunga ternyata dibarengi dengan perkiraan inflasi yang lebih tinggi dan nilai mata uang yang lebih lemah di masa mendatang. Akibatnya, akan

KELEMAHAN-KELEMAHAN PPP Ada beberapa kelemahan yang mencolok dari logika fundamental yang terkadung didalam teori PPP mengenai kurs yang didasarkan pada the law of one price. 1. Asumsi yang dianut oleh the law of one price ternyata dalam prakteknya tidak dapat dipertahankan. 2. Praktek-praktek monopolistic dan oligopolistic di berbagai pasar barang, bersama dengan besarnya anek biaya transportasi serta pembatasan perdagangan, semakin memperlemah keterkaitan harga atas barang yang sama di berbagai negara.

3. Karena data-data inflasi di berbagai negara didasarkan pada jenis komoditi acuan yang berlainan, maka perubahan kurs tidak bisa diharapkan mampu mengimbangi selisih inflasi resmi, biarpun tidak ada pembatasan perdagangan dan semua produk bisa diperdagangkan. Hambatan Perdagangan dan Non-Tradables Biaya-biaya transportasi dan pembatasan oleh pemerintah dibidang perdagangan, di dalam kenyataannya, sengat mempermahal pergerakan barang antar pasar yang berlokasi di berbagai negara, sehingga sangat melemahkan mekanisme the law of one price yang mendasari PPP. Semakin besar biaya transport, semakin besar pula jangkuan gerak kurs yang lepas dari harga barang di berbagai negara. Pembatasan perdagangan secara resmi, antara lain dalam bentuk tariff (bea masuk), juga menimbulkan dampak yang serupa karena biaya yang harus dibayarkan kepada pabean itu sama halnya dengan biaya transport, mempengaruhi keuntungan para importir. Biaya transportasi bisa demikian besarnya bila dibandingkan dengan biayabiaya produksi lainnya, sehingga barang atau jasa yang bersangkutan tidak menguntungkan apabila diperdagangkan secara internasional. Barang dan jasa seperti itu disebut nontradable (sesuatu yang tidak bisa diperdagangkan). Contohnya adalah jasa potong rambut. Orang Perancis yang ingin menikmati jasa potong rambut Amerika, harus mengorbankan sejumlah biaya untuk terbang ke Amerika atau untuk mendatangkan seorang tukang cukur Amerika ke Perancis. Daya beli suatu mata uang akan mengalami penurunan di negara yang harga barang atau jasa nontradables-nya meningkat. Tingkat harga suatu negara selalu melibatkan bebagai macam nontradables, antara lain pelayanan kesehatan rutin, les dansa aerobic, perumahan dan lain-lain. Secara umum, bisa dikatakan bahwa yang bisa diperdagangkan secara internasional adalah produk-produk manufaktur dan produk pertanian serta bahan-bahan mentah. Sedangkan nontradables yang paling mudah dilihat adalah jasa-jasa serta output industri konstruksi. Terkikisnya Perdagangan Bebas Apabila hambatan dan struktur pasar persaingan tidak sempurna hadir secara bersamaan, maka keterkaitan antara kurs dan tingkat harga akan semakin lemah. Kasus ekstrim akan terjadi jika sebuah perusahaan tunggal menjual sebuah komoditi di berbagai pasar dengan harga berbeda-beda. Penetapan harga secara diskriminatif seperti itu takkan terjadi seandainya para penggemar dari komoditi tersebut tidak dihadapkan pada biaya transportasi yang begitu tinggi untuk membelinya langsung di negara perusahaan tersebut dan mengapalkannya sendiri ke negara tujuannya. Akan tetapi, pada kenyataannya kombinasi diferensiasi produk dan kondisi-kondisi pasar segmentatif yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan tajam terhadap the law of one price dan PPP absolut. Sementara itu, kesahihan PPP relative juga

semakin goyah akibat adanya berbagai pergeseran dalam struktur pasar dan permintaan dari waktu ke waktu. Perbedaan-Perbedaan Perhitungan Tingkat Harga di Berbagai Negara Penghitungan tingkat harga oleh pihak pemerintah ternyata berbeda-beda di satu negara dengan negara lainnya. Salah satu penyebab perbedaan tersebut adalah perbedaan pola pembelanjaan atau konsumsi dari masing-masing negara. Rata-rata, kalangan konsumen di Norwegia lebih banyak mengkonsumsi daging kijang daripada masyarakat konsumen Amerika Serikat. Orang Jepang paling besar mengkonsumsi sushi, sedangkan orang India paling banyak mengkonsumsi kari. PPP relative, sebagaimana diketahui membuat prediksi mengenai perubahan harga, bukannya besar kecil harga. Itu sebabnya PPP relatif tidak mampu memperhatikan keanekaragaman komoditi yang dijadikan acuan tingkat harga oleh masingmasing negara. Jika semua harga produk Amerika Serikat naik 10% dan dolar mengalami depresiasi terhadap mata uang lainnya sebesar 10%, PPP relatif sudah terpenuhi meskipun penyusunan indeks harga domestik dan luar negeri saling berlainan. Jadi, perubahan harga relatif dapat mengakibatkan penyimpangan PPP, sekalipun perdagangan benar-benar bebas dan tidak memerlukan biaya. PPP Dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Tingkat harga memang masih tetap memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri menuju posisi yang seimbang. Dalam perekonomian, terdapat harga yang kaku dan memerlukan banyak waktu untuk menyesuaikan diri secara penuh. Oleh karena itu penyimpangan dari PPP dalam jangka pendek bisa dipastikan lebih besar daripada yang terjadi dalam jangka panjang. Depresiasi Dolar secara besar-besaran terhadap seluruh mata uang lainnya misalnya, menyebabkan harga-harga peralatan pertanian buatan amerika relatif lebih murah dibandingkan dengan peralatan serupa buatan luar Amerika. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa deviasi jangka pendek dari PPP seperi yang dikarenakan gejolak kurs, pada akhirnya akan hilang dengan sendirinya, hanya separuh diantaranya yang berlangsung lebih dari 4 tahun. Bahkan meskipun deviasi PPP sementara itu disisihkan dari data, hal itu masih akan muncul pada dampak akumulatif dalam jangka waktu tertentu sehingga penyimpangan PPP di banyak negara masih tetap terlihat. MODEL UMUM KURS DALAM JANGKA PANJANG Analisis jangka panjang ini mengabaikan komplikasi-komplikasi dalam jangka pendek yang bersumber dari kekakuan harga.

Kurs Riil Kurs riil antar mata uang dari dua negara merupakan rangkuman garis besar atas segenap harga relatif barang dan jasa di negara yang satu terhadap barang dan jasa negara lainnya. Bedanya kurs riil disini dengan kurs nominal adalah untuk kurs nominal sendiri merupakan harga relatif antara dua mata uang. Sebenarnya kurs riil merupakan gabungan angka kurs nominal dan tingkat harga. Disini kita misalkan PUS sebagai harga Dolar dari sejumlah komoditi baku yang selalu dikonsumsikan setiap minggunya oleh segenap rumah tangga dan perusahaan di AS. Begitu pula PE sebagai harga komoditi yang setiap minggunya selalu dibeli oleh segenap rumah tangga dan perusahaan yang ada di Eropa. Hal yang penting diingat disini adalah bahwa tingkat harga di AS mewakili sejumlah komoditi tertentu yang diproduksi dan dikonsumsikan di AS, sedangkan tingkat harga Eropa mewakili sejumlah komoditi tertentu yang diproduksi dan dikonsumsi di Eropa. Setelah ditetapkan komoditi acuan untuk mengukur tingkat harga, kini kita dapat mendefenisikan secara formal kurs riil Dolar/Euro, yang dilambangkan dengan q$/€, sebagai harga Dolar relatif dari komoditi Eropa terhadap komoditi Amerika. Jadi dapat dikatakan bahwa kurs riil itu adalah nilai Dolar dari tingkat harga Eropa dibagi dengan tingkat harga Amerika atau secara simbolis: q$/€ = (E$/€ x PE) / PUS Sebagai contoh misalkan komoditi acuan Eropa berharga €100 (sehingga PE = €100 per komoditi acuan Eropa), sedangkan Amerika berharga US$120 (jadi PUS = US$120 per komoditi acuan Amerika) dan kurs nominalnya adalah EUS$/€ = US$1,20 per Euro. Maka kurs riil Dolar/Euro adalah: q$/€= ($1,20 Per Euro) x (100 per komoditi Eropa) ($120 per komoditi Amerika) q$/€= ($120 per komoditi Eropa) / ($120 per komoditi Amerika) q$/€= 1 komoditi Amerika per 1 komoditi Eropa Kenaikan kurs riil Dolar/Euro q$/€, yang biasa disebut depresiasi riil (real depreciation) bisa menimbulkan berbagai implikasi. Kenaikan itu akan mengakibatkan penurunan daya beli Dolar di wilayah Eropa apabila dibandingkan dengan daya belinya di wilayah Amerika Serikat. Perubahan daya beli ini terjadi karena harga Dolar dari barang-barang buatan Eropa telah mengalami kenaikan relatif terhadap harga Dolar dari barang-barang buatan Amerika (PUS). Dolar dianggap menalami depresiasi secara riil terhadap Euro apabila q$/€ meningkat. Karena daya beli hipotetis dari produk-produk Amerika Serikat secara keseluruhan terhadap produkproduk Eropa menurun. Barang dan jasa Amerika menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang dan jasa Eropa. Adapun Apresiasi riil Dolar terhadap Euro merupakan penurunan dalam

q$/€. Penurunan ini menunjukkan merosotnya harga relatif dari produk-produk buatan Eropa atau meningkatnya daya beli Dolar di Eropa dibandingkan dengan daya belinya di AS. Permintaan, Penawaran dan Kurs Riil Jangka Panjang Nilai-nilai dari kurs riil tersebut dapat berubah-ubah deikarenakan beberapa hal: 1. Perubahan permintaan relatif dunia terhadap berbagai produk Amerika. Misalkan pembelanjaan total masyarakat dunia terhadap barang dan jasa dari Amerika mengalami kenaikan relatif terhadap total pembelanjaan untuk berbagai produk buatan Eropa. Kenaikan ini berasal dari berbagai sumber, misalnya bergesernya permintaan konsumen Amerika yang semula terarah ke produk buatan Eropa namun kini ke produk buatan Amerika sendiri, pergeseran serupa dari permintaan konsumen negara-negara lain, atau bisa juga karena kenaikan permintaan pemerintah Amerika terhadap produk-produk buatan dalam negerinya. Demi memulihkan ekuilibrium, maka harga relatif produk Amerika dalam satuan produk Eropa harus meningkat. Perubahan secara keseluruhan akan mengubah q$/€, yakni harga relatif atas aneka produk yang biasa dikonsumir dari Eropa terhadap produk dari Amerika. Kesimpulan: kenaikan permintaan dunia secara relatif atas output Amerika menyebabkan apresiasi Dolar terhadap Euro dalam jangka panjang (penurunan q$/€). Demikian sebaliknya penurunan relatif secara dalam permintaan dunia atas output Amerika akan menyebabkan depresiasi Dolar terhadap Euro dalam jangka panjang (peningkatan q$/€). 2. Perubahan relatif atas penawaran output. Kenaikan relatif output Amerika akan menimbulkan ddepresiasi riil Dolar terhadap Euro dalam jangka panjang (q$/€ naik), sebaliknya kenaikan output Eropa secara relatif akan menyebabkan terjadinya apresiasi riil Dolar terhadap Euro dalam jangka panjang (q$/€ turun). Pada Figure 16-4, suplai output AS relative terhadap output Eropa, YUS / YE, disepanjang sumbu horizontal, sedangkan nilai tukar Dolar/Euro riil, q$/€,

disepanjang

Keseimbangan

sumbu nilai

vertical.

tukar

riil

ditentukan oleh dua kurva. Kurva diagonal ke atas (warna biru), RD, menujukkan

bahwa

relative untuk produk AS.

permintaan

Secara umum, permintaan relative terhadap produk AS menjadi relative lebih murah. Kurva β€œpermintaan” untuk AS terlatif terhadap barang-barang Eropa memiliki kemiringan positif karena kami mengukur penurunan harga relative barang-barang AS dengan bergerak ke atas sepanjang sumbu vertical. Dalam jangka panjang, tingkat output nasional realtif ditentukan oleh suplai dan produktivitas, jika ada berefek pada nilai tukar riil. Kurva penawaran relative, RS, bersumbu vertical karena rasio keluaran relative jangka panjang (full employment), (YUS / YE). Keseimbangan nilai tukar riil jangka panjang adalah menetapkan permintaan relative sama dengan penawaran relative jangka panjang. Diagram tersebut menggambarkan bagaimana perubahan di pasar dunia mempengaruhi nilai tukar riil. Kurs Riil dan Nominal dalam Keseimbangan Jangka Panjang Dengan asumsi bahwa semua variabel bertolak dari tingkat atau nilai jangka panjangnya, dapat dilihat penyebab terjadinya perubahan kurs dalam jangka panjang adalah: 1. Pergeseran tingkat penawaran uang relatif. Kenaikan seketika yang permanen atas jumlah uang suatu negara tidak mempengaruhi tingkatan output dalam jangka panjangnya, suku bunga atau harga relatif yang manapun termasuk kurs riil. Karena kurs riil atau q$/€ tidak berubah, maka perubahan kurs nominal konsisten dengan PPP. Satu satunya efek jangka panjang dari kenaikan penawaran uang AS adalah kenaikan harga-harga dalam Dolar, termasuk harga Dolar dari Euro, dan besarnya perubahan itu sesuai dengan perubahan penawaran uang Amerika. 2. Perubahan tingkat penawaran uang relatif. Kenaikan yang permanen atas tingkat pertumbuhan penawaran uang di Amerika Serikat akan menaikkan tingkat inflasi di Amerika dalam jangka panjang, dan sesuai dengan efek fisher, meningkatkan suku bunga Dolar secara relatif terhadap suku bunga Euro. Karena perubahan yang menyebabkan sepenuhnya bersifat moneter, maka dampak-dampak jangka panjangnya bersifat netral, artinya tidak akan mempengaruhi kurs riil Dolar/Euro dalam jangka panjang. 3. Perubahan permintaan output relatif. Perubahan jenis ini tidak diliputi oleh pendekatan moneter, sehingga yang harus dikembangkan adalah suatu perspektif yang lebih umum, yakni dengan memperhitungkan kurs riil. Karena perubahan pemintaan output relatif tidak menimbulkan dampak jangka panjang terhadap tingkat harga nasional, maka kurs nominal hanya akan berubah jika adanya perubahan dari kurs riil. 4. Perubahan penawaran output relatif. Suatu kenaikan pada penawaran output relatif Amerika akan membuat Dolar mengalami depresiasi riil terhadap Euro, sehingga menurunkan harga relatif produk atau output dari Amerika. Kenaikan output atau produk Amerika akan memperbesar permintaan transaksi yang menggunakan uang Amerika secara

riil, artinya akan meningkatkan permintaan uang agregat Amerika secara riil dan akan ada suatu kondisi dimana akanmenurunkan tingkat harga Amerika dalam jangka panjang. Analisis dari perubahan penawaran output ini menjelaskan bahwa meskipun ada gangguan dari satu pasar saja, pengaruhnya terhadap kurs dan terhadap variabelvariabel lain sebagai konsekuensi perubahan kurs itu, bisa tercipta melalui sumber lain di luar pasar itu sendiri.

Pada table 16-1 merangkum sejumlah kesimpulan mengenai berbagai dampak yang ditimbulkan oleh gangguan moneter (terjadi dipasar uang) dan yang terjadi di pasar output terhadap kurs nominal dalam jangka panjang.

SELISIH SUKU BUNGA INTERNASIONAL DAN KURS RIIL Karena PPP tidak selamamnya berlaku, maka hubungan factual antara selisih suku bunga internasional dan tingkat inflasi nasional jauh lebih kompleks daripada rumusnya yang relative sederhana. Terlepas dari kompleksitas ini, para pembuat kebijakan ekonomi yang ingin mempengaruhi kurs, dan juga kalangan investor yang ingin meramalkannya, harus memahami berbagai factor yang menyebabkan perbedaan suku bunga yang ada di satu negara dengan yang ada di negara-negara lain. Yang harus di ingat bahwa perubahan kurs riil Dolar/Euro atau q$/€ merupakan penyimpangan dari PPP relative; perubahan q$/€ merupakan persentase perubahan kurs nominal Dolar/Euro dikurangi selisih tingkat inflasi di antara AS dan Eropa. Diperoleh hubungan antara perubahan perkiraan kurs riil dengan perubahan perkiraan kurs nominal dan perkiraan inflasi. Hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: (𝒒𝒆$/€ - q$/€) / q$/€ = [(𝑬𝒆$/€ - E$/€) / E$/€] – (𝝅𝒆𝑼𝑺 - 𝝅𝒆𝑬 ),

𝑒 Dimana π‘ž$/€ adalah perkiraan kurs riil yang setahun kemudia (tariff kurs yang

diperkirakan akan tercipta setahun dari sekarang). Pada kondisi paritas suku bunga (interest parity) antara simpanan Dolar dan Euro: R$ - R€ = (𝑬𝒆$/€ – E$/€) / E$/€ Persamaan diatas mengungkapkan bahwa perkiraan tingkat perubahan atas kurs nominal Dolar/Euro merupakan hasil penjumlah antara perkiraan tingkat perubahan kurs riil Dolar/Euro dan selisih perkiraan inflasi Amerika-Eropa. Gabungan persamaan diatas dengan kondisi paritas suku bunga di atas akan menghasilkan sebuah persamaan yang mampu menjelaskan perihal perbedaan atau selisih suku bunga internasional sebagai berikut: R$ - R€ = [(𝒒𝒆$/€ - q$/€) / q$/€] + (𝝅𝒆𝑼𝑺 - 𝝅𝒆𝑬 ) Perhatikanlah bahwa bila pelaku pasar memperkirakan akan hadirnya PPP relative, 𝑒 maka π‘ž$/€ = q$/€ dan suku pertama dari sisi kanan persamaan di atas akan gugur. Dalam kasus

khusus ini, persamaan diatas menyusut menjadi persamaan 15-5 yang lebih sederhana. Selisih antara suku bunga Dolar dan suku bunga Euro merupakan hasil penjumlahan dua komponen, yaitu (1) tingkat perkiraan depresiasi riil Dolar terhadap Euro dan (2) perkiraan selisih inflasi Amerika-Eropa.

PARITAS SUKU BUNGA RIIL Suku bunga nominal (nominal interes rate) yakni tingkat imbalan (rate of return) dalam satuan moneter suku bunga riil (real interest rate) yakni tingkat imbalan secara riil atau yang dinyatakan di dalam satuan output suatu negara. Suku bunga yang dimaksud dalam pembahasan mengenai kondisi paritas suku bunga maupun dalam diskusi mengenai determinan-determinan (factor-faktor penentu) permintaan uang adalah suku bunga nominal. Kondisi paritas suku bunga nominal menyamakan selisih suku bunga nominal antara berbagai mata uang dengan perkiraan perihal perubahan kurs nominal, maka kondisi paritas suku bunga riil menyamakan perkiraan selisih suku bunga riil dengan perkiraan perubahan kurs riil. Hanya jika PPP relative diperkirakan tercipta, maka perkiraan kurs riil dari semua mata uang identik. Perkiraan atas kurs riil, yang dilambangkan dengan re, didefinisikan kurs nominal atau R dikurangi perkiraan tingkat inflasi atau Ο€e Re = R - Ο€e Perkiraan suku bunga riil dari suatu mata uang adalah tingkat hasil riil yang diperkirakan atau diharapkan akan diterima oleh seorang penduduk domestik atas kesediannya meminjamkan mata uang tersebut. Definisi perkiraan suku bunga riil ini juga memperjelas

kebakuan kekuatan yang mendasari Efek Fisher. Setiap kenaikan dalam perkiraan tingkat inflasi yang tidak menaikkan perkiraan suku bunga riil pasti muncul atau tercemin berupa kenaikan suku bunga nominal. Manfaat definisi ini terwujud berupa munculnya sebuah rumus tersendiri mengenai selisih perkiraan suku bunga riil antara dua negara (misalnya Eropa dan AS) sebagai berikut: 𝒓𝒆𝑼𝑺 - 𝒓𝒆𝑬 = (R$ - 𝝅𝒆𝑼𝑺) – (R€ - 𝝅𝒆𝑬 ) Jika persamaan 15-9 di rombak kemudia digabungkan dengan persamaan diatas, maka segera kita peroleh rumus khusus mengenai kondisi paritas suku bunga riil sebagai berikut: 𝒓𝒆𝑼𝑺 - 𝒓𝒆𝑬 = (𝒒𝒆$/€ - q$/€) / q$/€

(persamaan 15-10)

Persamaan 15-10 tersebut mirip dengan persamaan untuk kondisi paritas suku bunga nominal. Namun persamaan 15-10 ini mampu menjelaskan selisih atas perbedaan dalam perkiraan suku bunga riil antara AS dan Eropa melalui perkiraan pergerakan kurs riil Dolar/Euro. Perkiraan suku bunga riil semua negara akan sama bila PPP relative diperkirakan akan 𝑒 tetap tercipta (pada persamaan 15-10, kondisi ini ditunjukkan dengan: π‘Ÿπ‘ˆπ‘† - π‘ŸπΈπ‘’ ). Namun

biasanya perkiraan suku bunga riil untuk masing-masing negara tidaklah sama, bahkan dalam jangka panjang sekalipun, apabila perubahan di dalam pasar output diperkirakan akan terus berlangsung. Apakah selisih suku bunga ini akan memberikan peluang keuntungan bagi para investor internasional? Tidak. Sebenarnya, selisih suku bunga antar-negara hanya menunjukkan bahwasanya penduduk kedua negara mengharapkan tingkat hasil riil yang berbeda dari kekayaan mereka. Adapun kondisi paritas suku bunga nominal menunjukkan bahwa setiap investor mana pun mengharapkan hasil riil yang sama besarnya baik dari asset yang ternyatakan dalam mata uang domestik maupun luar negeri. Dua investor yang tinggal di negara yang berbeda tidak perlu mengkalkulasikan tingkat hasil riil tungga ini. Yang jelas, jika mereka menolak mengkonversikan uang masing-masing, tidak ada pihak yang akan memetic keuntungan.

Related Documents


More Documents from "ari nabawi"