LEGAL FRAMEWORK OF DOUBLE TAX TREATY Introduction Dobel Tax Agreements (DTA) atau di Indonesia dikenal dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), pada pembahasan ini akan menjelaskan secara rinci basis hukum dari kerangka kerja DTA/P3B. pada hakikatnya, seluruh DTA harus muncul, dan menjadi, sebuah bagian keutuhan dari keseluruhan hukum internasional. DTA bukanlah lagi kontrak antar 2 atau lebih negara yang dibuat dalam jangkauan dari hukum internasional. Oleh karena itu, DTA seharusnya diatur oleh prinsip dan peraturan dari kesesuaian atau kebiasaan hukum dari hukum international atau konvensi international yang layak. DTA memiliki 2 model yaitu OECD dan UN Model. OECD dan United Nations Model sudah mempublikasikan uraian atau tafsiran untuk membantu user untuk mengintepretasikan DTA berdasarkan dan menggunakan bahasa yang sama dengan model sesuai dengan gaya masing-masing. International Laws (Hukum International) DTA merupakan persetujuan internasional, dimana untuk tujuan hukum internasional, yang datang atau berasal dari persetujuan atau agreement dari negaranegara yang melakukan kontrak internasional. Prinsip-Prinsip DTA diatur oleh Vienna Convention of the Law of Treaties 1969. Dalam implementasi DTA kedalam autoritas domestik memerlukan undang-undang atau dasar hukum untuk implemantasi DTA. Pada kebanyakan implematasi pada DTA, banyak negara mengkonversi atau menyusuaikan hukum domestiknya dengan DTA ini.
Interpretations of Double Tax Treaties Intepretasi prinsip-prinsip menurut undang-undang yang kita terapkan untuk mengerti arti dari hukum atau undang-undang prima facie untuk diterapkan terhadap intepretasi dari DTA. Ada 5 (lima) faktor yang perlu untuk diperhatikan dalam intepretasi dari DTA dibandingkan dengan Pendekatan umum diambil untuk interpretasi hukum. Kelima hal tersebut adalah : 1.
Dua negara yang terlibat dalam setiap DTA. Dengan demikian, niat bersama kedua negara yang terikat kontrak harus diperhitungkan.
2.
DTA menangani permasalahan yang lebih luas daripada legislasi domestik. DTA Beroperasi pada dua tingkat. pada satu tingkat, mereka adalah kesepakatan antara negara-negara (mengenai pembagian hak-hak perpajakan dan masalah administrasi yang bersifat konsekuensial) dan pada tingkat lain mereka merupakan perwujudan peraturan yang wajib diperhitungkan oleh wajib pajak dalam argumen melawan pemerintah mereka.
3.
seringkali DTA tidak menggunakan istilah yang sama seperti legislasi domestik, misalnya seperti istilah enterprise (perusahaan) sering digunakan pada DTA, namun tidak banyak negara yang menggunakan istilah tsb. Pada hukum domestiknya.
4.
DTA tidak memaksakan pajak itu sendiri. Tetapi mereka secara eksklusif menawarkan keringanan pajak.
5.
Intepretasi DTA sangat dipengaruhi oleh model OECD. Intepretasi dari DTA, layaknya perjanjian yang lain, di atur oleh kebiasaan hukum
internasional, dimana diwujudkan dalam Vienna Convention. Logikanya, DTA adalah persetujuan internasional.
Vienna Convention 1969 Ketentuan atau ketetapan yang relevan pada masalah ini dalam Vienna Convention adalah Arts. 31(1)-(4) dan Arts 32. pada Arts 31 di ungkapkan seperti “shall be interpreted in good faith in accordance with ordinary meaning to be given to the terms of the treaty in their context and in the light of its object and purpose”(emphasis added). Apa arti dari konteks dari istilah DTA ? DTA Arts 31(2) secara spesifik menjelaskan istilah “Context” mengandung: 1.
Text dari DTA itu sendiri, termasuk kata pengantar dan lampiran. Seperti protokol DTA.
2.
Persetujuan antar pihak yang dibuat berhubungan dengan rekomendasi dari DTA.
3.
Alat atau tambahan yang dibuat secara sepihak sehubungan dengan rekomendasi dari DTA, dimana alat atau tambahan ini disetujui oleh pihak lainnya.
Pada Arts 31(3) dijelaskan tambahan konteks ketika belum disepakati: 1.
Perjanjian yang menyusul antara negara yang terikat kontrak tentang penafsiran DTA atau penerapan ketentuannya.
2.
Tambahan pada praktek pengaplikasian DTA, dimana menentukan perjanjian antara antara pihak yang terkait dengan menghormati tafsir dari DTA.
3.
Peraturan dari hukum internasional dapat diaplikasikan dalam hubungan antara negara-negara yang melakukan kontrak.
Arts 31(4) dan Arts 32 menjelaskan seberapa luas dan dalam lingkup Arts 31(1) sampai 31(3).
OECD Model Double Tax Treaty Definitions Untuk membantu dalam mentafsirkan ketentuan DTA, Art 3 dari OECD Model DTA mensiapkan definisi umum dari istilah-istilah yang digunakan dalam DTA. Dalam OECD arts 3(1) menjelaskan untuk tujuan DTA. Seperti, “Person”. Company, Enterprise of a contracting state, international traffic, Competent authority and national. Untuk tambahan, dalam DTA model OECD mengandung spesifik artikel definisi seperti ; resident of a Contracting State, Permanent Establishment, immovable property, dividends, interest, royalties, and professional service. Untuk itu, jika istilah tidak dapat dijelaskan oleh DTA, istilah tersebut dapat menggunakan atau dapat diartikan berdasarkan hukum domestik. Practical Observations Dalam prakteknya, ketentuan-ketentuan dari OECD harus sangat diperhatikan dalam mentafsirkan DTA, meskipun sulitnya rekonsiliasi dengan konvensi Wina. Halm ini terjadi karena Model OECD DTA dan ketentuan : –
membentuk basis ratusan DTA, dan karena itu sulit untuk diabaikan.
–
Model OECD DTA dan ketentuannya seringkali satu-satunya bahan yang tersedia untuk menjelaskan makna ketentuan DTA.
–
Model OECD DTA dan ketentuannya membantu membangun tubuh dari hukum internasional
–
Model OECD DTA dan ketentuannya memberi tingkat kepastian terhadap pembayar pajak dan pengadmistrasian pajak.
Akan tetapi, ada beberapa kondisi preseden untuk mengandalkan undang-undang OECD dalam mentafsirkan DTA: –
Kata yang sama muncul bersangkutan dalam DTA dan model OECD DTA
–
tidak satu pun dari negara-negara yang mengontrak telah menyatakan keberatan atau pengamatan sehubungan dengan ketentuan yang bersangkutan
–
Pernyataan dalam Commentary adalah jelas
–
Tidak menunjukan kandungan yang multi tafsir
Specific Country Practices Beberapa negara setuju bagaimana DTA mereka di tafsirkan berdasarkan konvensi Wina dan Arts 3(2) dari Model OECD DTA ketika ada kontradiksi atau perselisihan tafsir. Contoh saja negara Austria dan USA memasuki MoU di tahun 1996, yang dimana Austria-United States DTA (1996) mengizinkan aplikasi OECD Commentary, tunduk pada daftar pengecualian. Contoh lainnya yang hampir sama tetapi lebih spesifik yaitu denmark-netherlands DTA (1996) menyatakan bahwa Art 8(4) (berhubungan dengan International Traffic) ditafsirkan sesuai dengan Paras 9 dan 10 dari OECD commentary tahun 1977 dalam art 8. Static Vs Ambulatory Interpretations Dalam pentafsiran DTA dapat digunakan 2 metode yaitu metode Static dan Metode Ambulatory. Penggunaan kedua metode ini terjadi karena timbulnya masalah apabila suatu istilah tidak dapat di define oleh Model OECD maka istilah tersebut dapat di define menggunakan hukum domestik. Penafsiran metode static dapat diartikan bahwa istilah-istilah sudah ada dibawah naungan hukum domestik pada waktu DTA masuk. Sedangkan Penafsiran metode ambulatory hampir sama tetapi perbedaanya pada metode ini mengikuti perubahanperubahan atau amandemen dalam undang-undang atau peraturan yang dapat merubah definisi atau lainnya.