Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat selama dua dekade terakhir, telah meningkatkan jumlah produksi polimer sintetis di seluruh dunia…. Salah satu polimer sintetik yang sering dikenal dengan polimer buatan adalah plastik… Plastik adalah polimer rantai panjang non-degradable yang sejak awal lahirnya industry plastik global, 1907, terus diproduksi guna mencukupi kebutuhan manusia. Plastik sintesis telah berhasil menggantikan bahan alami karena memiliki beberapa keunggulan untuk aplikasi pengemasan produk, seperti lebih kuat, awet, menarik, fleksibel dan tidak mudah rusak (Marsh and Bugusu, 2007) Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahan pengemas yang cukup dikenal dan paling banyak digunakan masyarakat karena harganya yang relative murah dan ringan adalah tas plastik atau masyarakat menyebutnya “kantong kresek”. Produksi plastik secara luas dan terus menerus telah memposisikan plastik sebagai salah satu penyebab utama pencemaran lingkungan di ekosistem (Verma et all, 2016), baik di ekosistem darat maupun di laut bebas. Jutaan ton sampah plastik berhasil mencemari lingkungan akibat budaya produksi dan konsumsi masyarakat yang berkelanjutan. Berdasarkan laporan dari Sintesis (2018), tercatat sebanyak 150 juta ton sampah plastik dibuang ke lautan dunia. Penggunaan plastik oleh manusia meyebabkan ketidak seimbangan ekosistem yang pada akhirnya menjadi bencana bagi manusia sendiri, seperti pencemaran tanah yang mengakibatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman menurun …. Rusaknya kelestarian ekosistem laut yang mengakibatkan biota laut mati juga pembakaran sampah plastik yang mengakibatkan pencemaran udara.
Kerusakan alam akibat sampah plastik dilihat dari sudut pandang manusia yang
anthroposentris, memandang bahwa plastik adalah kebutuhan manusia dan alam sebagai objek yang dapat dieksploitasi hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Permasalahan ini digambarkan oleh Allah dalam surat al-Rum ayat 41: ف ٱل َ َرهَظ ون ُعِجْ َر ْ َ ُ ِل َم ى ع ِذَّ ٱل ْ س ُ ِ س ا ك َِم ب ِْر َح ْبٱل َ و َِربْ ى ٱل َ َ ف اد َ ْي أ ْت َ َب َ ض َع م ب ُهَ يق ِذُي ِ ل ِ َ اس َّ ى ٱلن ِد ي ْ ُم َّه َل َع ل ۟ وا “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Ayat di atas menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan baik di darat maupun di laut adalah akibat dari perbuatan manusia, karena eksploitasi alam oleh sampah plastik yang dilakuakan manusia sebatas untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup. Tanpa memperhatikan kelestarian alam. Meenurut European Commission (2018) plastik dapat menyebabkan kerusakan ekosistem karena membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terurai di lingkungan. Sifat plastik yang sulit terdegradasi akan terakumulasi di tempat pembuangan sampah dan tertimbun di dalam tanah [6]. Hal tersebut akan mempengaruhi aktivitas biologi yang ada dalam tanah. Menurut Lucas dkk., mikroorganisme seperti fungi dan bakteri termasuk komponen utama dari biosfer berperan dalam memecah senyawa organik dan siklus lingkungan [7]. Mikroorganisme sangat adaptif terhadap lingkungan dan mengeluarkan endoenzim dan eksoenzim yang mendegradasi substrat menjadi komponen yang lebih sederhana [8],[9]. Komponen tersebut dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme [10]. Degradasi polimer tersebut akan membentuk formasi biofilm pada permukaan polimer. Proses tersebut dapat dikatakan proses biodegradasi yang merupakan salah satu upaya mengatasi limbah plastik secara biologi. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan potensi bakteri indigenus dari tempat pembuangan sampah pendegradasi plastik adalah bakteri tanah Acinetobacter sp. mampu mendegradasi polietilen [11]. Genus Brevibacillus, Pseudomonas dan Rhodococcus spp. telah mampu mendegradasi polietilen melalui beberapa treatment dengan prosentase berat kering sebesar 37,5%, 40,5% dan [12]. Ditemukannya dua konsorsium mikroorganisme dari genus Sphingomonas dan Pseudomonas yang mampu mendegradasi polietilen dengan tingkat degradasi tinggi hingga 42,8% penurunan berat kering [13]. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mendeteksi proses biodegradasi plastik yaitu dengan metode Kolom Winogradsky. Metode kolom tersebut tergolong metode pengayaan yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Metode ini mendukung suatu konsorsium. Konsorsium mikroorganisme mengontrol laju reaksi redoks dan memodifikasi lingkungan membentuk biofilm [14]. Permasalahan dalam penelitian ini adalah genus bakteri tanah sampah apa sajakah yang mampu mendegradasi plastik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi bakteri tanah sampah yang mampu mendegradasi plastik dengan metode Kolom Winogradsky.
Sifat Beberapa alternatif kebijakan terhadap plastik telah ditawarkan meliputi adanya kewajiban bagi produsen plastik untuk menghasilkan plastik ramah lingkungan dengan menambahkan zat aditif, kewajiban bagi perusahaan ritel untuk menyediakan kantong plastik ramah lingkungan, kemasan plastik dikenai cukai, serta menaikkan harga kantong plastik yang signifikan (Ekawati, 2016).
Sifat plastik yang tidak mudah terdegradasi di alam mengakibatkan masalah lingkungan.
Di samping itu, kantong kresek yang beredar di pasaran adalah tergolong plastik daur ulang yang ditambahkan zat pewarna berlebihan.
Sehingga dibutuhkan terobosan komprehensif dalam mengatasi permasalahn sampah plastik agar tidak menjadi bom waktu bencana ekologi di kemudian hari…