i
Strategi Coping bagi
Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
ii
Karya ini spesial aku persembahkan untuk orang-orang yang sangat aku cintai dan sayangi yaitu: Suamiku Drh. Fadli A.Gani, M.Si yang selalu memberikan motivasi, bantuan moril, material, tenaga dan waktu serta pengertian dan toleransi yang tinggi dalam segala hal; Anak-anakku Fatmawati, Muhammad Taufik, Nadia Isnaini dan Rizka Fadila yang senantiasa memberikan semangat dan pengertian; Ayahanda Samaun Andah yang selalu memberikan do’a restu, perhatian dan kasih sayang sejak penulis masih kecil hingga saat ini; Almarhumah Ibunda Saerah Mahmud yang semasa hidupnya selalu memberikan do’a restu dan kasih sayang serta perhatian
SITI MARYAM
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Siti Maryam Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh Unimal Press xiv, 206 hlm; 160 x 240 mm (UNESCO Standard) I SBN
9
979137200 - 4
799 791
37 20 07
1. Coping 2. Tsunami 3. Aceh 4. Maryam, Siti I. Judul I. Malikussaleh, Univ.
Unimal Press
Cetakan ke-1 Oktober 2009.
Universitas Malikussaleh: Jl. Panglateh No. 10, Keude Aceh, Lhokseumawe P.O. Box 141, Nanggroe Aceh Darussalam INDONESIA +62-0645-41373-40915 +62-0645-44450
Hak Cipta © 2009, Siti Maryam
® All rights reserved
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh Hak Penerbitan: Unimal Press Design Cover dan Layout: M. Muntasir Alwy
Alamat Penerbit: Unimal Press Jl. Panglateh No. 10, Keude Aceh, Lhokseumawe 24351 Nanggroe Aceh Darussalam INDONESIA +62-0645-47146 +62-0645-47512 Email:
[email protected] [email protected] Website: www.unimal.ac.id/unimalpress
Foto Cover: mertua & menantu, korban tsunami aceh by ironeidris http://www.flickr.com/photos/ 7519784@N02/437406679/ Dicetak oleh: Unimal Press Cetakan Pertama, Oktober 2009
No parts of this book may be reproduced by any means, electronic or mechanical, including photocopy, recording, or information storage and retrieval system, without permission in writing from the publisher. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari
Kata Pengantar
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, maka tulisan ini akhirnya terwujud. Buku ini merupakan hasil penelitian untuk desertasi yang dilakukan di 2 (dua) kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh yaitu Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Kuta Alam yang memakan waktu selama satu tahun mulai dari pra-survei sampai data cleaning. Bantuan dana penelitian berasal dari berbagai pihak, mulai dari Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), Departemen Pendidikan Nasional (melalui beasiswa BPPS), bantuan PEMDA Nanggroe Aceh Darussalam melalui Universitas Malikussaleh Lhokseumawe dan dari International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) di Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu baik secara teknis maupun saran profesional serta bantuan finansial hingga tulisan ini terwujud. Secara spesifik, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Komisi pembimbing disertasi Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc (Ketua), Dr. Ir. Suprihati Guharja,MS, Prof. Dr. Pang S Asngari dan Dr. Ir. Euis Sunarti (anggota) atas semua bimbingan, bantuan, saran-saran, kesabaran dan ketelatenan yang luar biasa selama pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi, 2. Dua Penguji Luar yaitu Dr. Ir. H. Ahmad Humam Hamid, MA dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh dan Dr. Diah K. Pranadji, MS dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 3. Dr. Ir Herien Puspitawati, M.Sc selaku dosen penguji ujian tertutup 4. Dr, Titik Sumarti, MS selaku pimpinan sidang ujian tertutup 5. Rektor Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Ahmad Ansori Mattjik,M.Sc 6. Dekan Sekolah Pasca sarjana-IPB atas perizinan dan pembinaan selama menjadi mahasiswa, 7. Dekan Fakultas Pertanian-IPB Prof, Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. 8. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Prof. Dr. Ir Hardinsyah, MS 9. Dr. Ir. Evy Damayanti, MS selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga 10. Dr. Ir Hartoyo. M selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia-IPB
vi 11.
12. 13. 14.
15. 16. 17.
18. 19. 20.
21.
22.
23. 24.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Prof. Dr Ali Khomsan, MS Ketua Progran Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga untuk tingkat Pascasarjana Kapolda Nanggroe Aceh Darussalam yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Rektor Universitas Malikussaleh Drs. Hadi Arifin, MSc yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor (S3) di Institut Pertanian Bogor Direktur International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) yang telah memberikan bantuan finansial sehingga penelitian ini dapat berjalan tepat pada waktunya, Supervisor dari pihak ICRAF Dr. Suyanto yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian, Diah Wulandari yang telah banyak memberikan arahan dalam penyelesaian administrasi dengan pihak ICRAF, Camat Kecamatan Meuraxa Drs. Tarmizi Yahya yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Desa Lamjabat, Lampaseh Aceh dan Desa Surin, Camat Kecamatan Kuta Alam M. Dahlan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Desa Lampulo, Lamdingin, Lambaro Skep, Kepala Desa Lampulo, Lamdingin, Lambaro Skep, Lamjabat, Lampaseh Aceh dan Desa Surin yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data, Kepala barak di Desa Lampulo, Lamdingin, Lambaro Skep, Lamjabat, Lampaseh Aceh dan Desa Surin yang telah banyak meluangkan waktu untuk ikut terlibat dalam mengumpulan data, Teman-teman sekolega di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) dan di Departemen Gizi Masyarakat (GM) yang senantiasa memberikan motivasi Suami tercinta Drh. Fadli A.Gani, M.Si yang selalu memberikan motivasi, bantuan moril, material, tenaga dan waktu serta pengertian dan toleransi yang tinggi dalam segala hal, Anak-anak tersayang, Fatmawati, Muhammad Taufik, Nadia Isnaini dan Rizka Fadila yang senantiasa selalu memberikan semangat dan pengertian, Ayahanda tercinta, Samaun Andah yang selalu memberikan do’a restu, perhatian dan kasih sayang mulai dari penulis masih kecil hingga saat ini
Kata Pengantar
vii
25. Almarhumah Ibunda tercinta Saerah Mahmud yang semasa hidupnya selalu memberikan do’a restu dan kasih sayang serta perhatian 26. Kakak dan Adik kandung yang telah banyak memberikan bantuan moril 27. Semua pihak yang telah ikut terlibat dalam penelitian ini baik langsung maupun tidak langsung Akhirnya, penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah, dan ketidaksempurnaan adalah milik manusia. Untuk itu penulis memohon maaf apabila ada kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam karya ini. Bogor, Agustus 2007 Siti Maryam
viii
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Daftar Isi
ix
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................v ........................................................................................................vii DAFTAR ISI...................................................................................................ix DAFTAR TABEL.........................................................................................xiii Bab Satu............................................................................................................1 PENDAHULUAN............................................................................................1 A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Kondisi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh............................3 C. Bahasan Studi dalam Buku Ini.................................................................5 Bab Dua......................................................................................7 STUDI TENTANG ..........................................................................................7 STRES, COPING, DAN FUNGSI KELUARGA............................................7 A. Stres.........................................................................................................7 A.1. Pengertian Stres................................................................................7 A.2. Sumber Stres.....................................................................................8 A.3. Gejala Stres.......................................................................................9 A.4. Pengukuran Tingkat Stres dengan Metode Holmes dan Rahe........11 A.5. Pengukuran Tingkat Stres Metode Family Inventory of Life.........13 A.6. Model Stres Keluarga.....................................................................13 B. Coping ...................................................................................................15 B.1. Pengertian Coping...........................................................................15 B.2. Strategi Coping...............................................................................16 B.3. Sumberdaya Coping........................................................................23 C. Keberfungsian Keluarga........................................................................25 C.1. Definisi Keluarga............................................................................25 C.2. Ruang Lingkup Ilmu Keluarga ......................................................26 C.3. Landasan Teori (Struktural Fungsional).........................................27 C.4. Fungsi Keluarga..............................................................................28 Bab Tiga.........................................................................................................34 TEKNIK DAN STRATEGI COPING BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH.................................................................34 A. Bencana, Stress dan Coping Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh............................................................................................................34 B. Disain Penlitian, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh............................................................36 C. Beberapa Definisi Operasional..............................................................40 D. Metode Pengukuran Peubah, Validitas, Reliabilitas Instrumen, Pengolahan dan Analisis Data....................................................................43
x
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Bab Empat......................................................................................................57 HASIL STRATEGI COPING BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH..........................................................................................57 A. Gambaran Umum Aceh Pasca Gempa dan Tsunami.............................57 A.1. Sarana Fisik Provinsi NAD Awal Pasca Gempa dan Tsunami......57 A.2. Letak Geografis..............................................................................58 A.3. Penduduk........................................................................................58 A.4. Perumahan......................................................................................60 A.5. Adat dan Budaya Masyarakat Aceh...............................................60 B. Masalah-Masalah Keluarga Pasca Gempa dan Tsunami.......................63 B.1. Masalah Pangan..............................................................................63 B.2. Masalah Kesehatan.........................................................................64 B.3. Masalah Pendidikan........................................................................65 B.4. Masalah Perumahan/Tempat Tinggal.............................................67 B.5. Masalah Pakaian.............................................................................68 B.6. Masalah Pekerjaan/Pendapatan.......................................................69 C. Sumberdaya Coping...............................................................................70 C.1. Karakteristik Sosial-Ekonomi Keluarga.........................................70 C.1.1. Jumlah Anggota Keluarga........................................................70 C.1.2. Pekerjaan..................................................................................71 C.1.3. Pengeluaran..............................................................................73 C.1.4. Pendapatan ..............................................................................75 C.1.5. Aset .........................................................................................76 C.2. Ciri-ciri Pribadi ..............................................................................78 C.2.1. Umur........................................................................................78 C.2.2. Tingkat Pendidikan..................................................................79 C.2.3. Tingkat Kesehatan...................................................................80 C.2.4. Kepribadian .............................................................................83 C.2.5. Konsep Diri..............................................................................84 C.3. Dukungan Sosial ............................................................................85 C.4. Korelasi antar Peubah Sumberdaya Coping ..................................87 C.5. Pengaruh Sumberdaya Coping terhadap Masalah Keluarga...........88 D. Tingkat Stres..........................................................................................89 D.1. Tingkat Stres (Family Inventory of Life).......................................89 D.2. Gejala Stres Fisik............................................................................90 D.3. Gejala Stres Psikis..........................................................................91 D.4 Gejala Stres Kognitif.......................................................................92 D.7. Pengaruh Sumberdaya Coping dan Masalah Keluarga terhadap Tingkat Stres...........................................................................................96 E. Strategi Coping Keluarga.......................................................................98 E.1. Strategi Coping Berfokus pada Masalah.........................................99
Daftar Isi
xi
E.1.1. Planful problem solving.........................................................100 E.1.2. Confrontatif Coping...............................................................101 E.1.3. Seeking Social Support .........................................................102 E.2. Strategi Coping Berfokus pada Emosi..........................................103 E.2.1. Positive Reappraisal...............................................................104 E.2.2. Accepting Responsibility ......................................................105 E.2.3. Self Controlling .....................................................................106 E.2.4. Distancing..............................................................................107 E.2.5. Escape Avoidance..................................................................108 E.3. Korelasi antar Peubah Coping Strategi.........................................110 F. Hubungan antara Tingkat Stres dan Strategi Coping Keluarga...........111 G. Keberfungsian Keluarga......................................................................113 G.1. Fungsi Ekspresif...........................................................................114 G.2. Fungsi Instrumental......................................................................115 H. Hubungan antara Coping dan Keberfungsian Keluarga......................116 I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Keluarga.............117 J. Pengaruh Sumberdaya Coping, Masalah Keluarga dan Strategi Coping terhadap Keberfungsian Keluarga............................................................121 Bab Lima......................................................................................................126 FUNGSI REHABILITASI STRATEGI COPING BAGI KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH..............................................................................126 A. Coping, Bencana, dan Tingkat Stres ...................................................126 B. Tingkat Stres Keluarga .......................................................................129 C. Strategi Coping....................................................................................130 D. Keberfungsian Keluarga......................................................................134 D.1. Implikasi terhadap Kebijakan.......................................................135 D.2. Implikasi terhadap Keilmuan........................................................136 D3. Keterbatasan Penelitian.................................................................137 Bab Enam.....................................................................................................139 KESIMPULAN............................................................................................139 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................143 INDEKS........................................................................................................151 LAMPIRAN.................................................................................................154 RIWAYAT PENULIS..................................................................................177
xii
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Penyebab dan tingkat stres menurut metode Holmes dan Rahe.......12 Tabel 2. Ukuran contoh berdasarkan desa, tipologi keluarga dan populasi...38 Tabel 3. Peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran........................39 Tabel 4. Pembobotan pertanyaan penyebab stres menggunakan Skala Holmes dan Rahe.........................................................................................................46 Tabel 5. Jenis data, peubah dan skoring yang digunakan...............................49 Tabel 6. Hasil uji reliabilitas dan validitas peubah-peubah penelitian saat penelitian utama..............................................................................................51 Tabel 7. Kelurahan/Gampong pada Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa..........................................................................................................58 Tabel 8. Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam pasca gempa dan tsunami ........................................................................................................................59 Tabel 9. Jumlah penduduk Kecamatan Meuraxa pasca gempa dan tsunami..59 Tabel 10. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pangan. 64 Tabel 11. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah kesehatan ........................................................................................................................65 Tabel 12. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pendidikan......................................................................................................66 Tabel 13. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah perumahan......................................................................................................68 Tabel 14. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pakaian 68 Tabel 15. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pekerjaan ........................................................................................................................70 Tabel 16. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori jumlah anggota. .70 Tabel 17. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama dan tambahan 71 Tabel 18. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama anak dan anggota keluarga lain......................................................................................72 Tabel 19. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran.......73 Tabel 20. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran pangan dan non pangan..................................................................................74 Tabel 21. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pendapatan.........76 Tabel 22. Rata-rata nilai aset yang masih dimiliki keluarga..........................77 Tabel 23. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori umur.....................79 Tabel 24. Sebaran contoh menurut kategori pendidikan formal....................79 Tabel 25. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor kesehatan selama enam bulan terakhir ...........................................................................80 Tabel 26. Sebaran keluarga menurut jenis penyakit yang diderita.................81 (hari) enam bulan terakhir.............................................................................81
xiv
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Tabel 27. Rata-rata lama sakit (hari) selama enam bulan terakhir ................81 Tabel 28. Sebaran keluarga menurut frekuensi penyakit yang diderita selama dalam enam bulan terakhir.............................................................................82 Tabel 29. Sebaran keluarga menurut upaya pengobatan penyakit yang dilakukan........................................................................................................83 Tabel 30. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor kepribadian...84 Tabel 31. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor konsep diri....84 Tabel 32. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor dukungan sosial...............................................................................................................85 Tabel 33. Daftar bantuan yang diberikan kepada masyarakat di Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa..............................................................86 Tabel 34. Korelasi Spearman antar peubah sumberdaya coping....................87 Tabel 35. Masalah keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping sebagai peubah bebas..........................................................................88 Tabel 36. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres (metode Family Inventory of Life).................................................................90 Tabel 37. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres fisik ........................................................................................................................91 Tabel 38. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres psikis ........................................................................................................................92 Tabel 39. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres kognitif............................................................................................................93 Tabel 40. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres perilaku...........................................................................................................94 Tabel 41. Statistik dan sebaran keluarga berdasarkan tingkat stres keluarga dengan menggunakan Skala Holmes dan Rahe..............................................95 Tabel 42. Stres Family Inventory of Life sebagai peubah tidak bebas dengan masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas..................96 Tabel 43. Stres Holmes dan Rahe sebagai peubah tidak bebas dengan masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas..................97 Tabel 44. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping total........99 Tabel 45. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping berfokus pada masalah.................................................................................................100 Tabel 46 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping planful problem solving............................................................................................101 Tabel 47. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping confrontatif ......................................................................................................................102 Tabel 48. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping seeking social support................................................................................................103 Tabel 49. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping berfokus pada emosi....................................................................................................104
Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran
xv
Tabel 50. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping positive reappraisal.....................................................................................................104 Tabel 51. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping accepting responsibility ...............................................................................................105 Tabel 52. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping self controlling.....................................................................................................107 Tabel 53. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping distancing ......................................................................................................................108 Tabel 54. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping escape avoidance......................................................................................................109 Tabel 55. Korelasi Spearman antar peubah coping strategi.........................110 Tabel 56. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada masalah dan Tingkat stres.................................................................................................112 Tabel 57. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada emosi........112 dan tingkat stres ..........................................................................................112 Tabel 58. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori keberfungsian total ......................................................................................................................114 Tabel 59. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi ekspresif ......................................................................................................................115 Tabel 60. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi instrumental ......................................................................................................................116 Tabel 61. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi ekspresif 116 Tabel 62. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi instrumental ......................................................................................................................117 Tabel 63. Coping berfokus pada masalah sebagai peubah tidak bebas dengan tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas ......................................................................................................................118 Tabel 64. Coping berfokus pada emosi sebagai peubah tidak bebas dengan tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas.............................................................................................................119 Tabel 65. Fungsi ekspresif keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping sebagai peubah bebas.............................................................................................................121 Tabel 66. Fungsi instrumental keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping sebagai peubah bebas.............................................................................................................122
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model T ganda ABCX (McCubbin & Patterson, 1980)...............14
xvi
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Gambar 2. Kerangka berpikir operasional strategi coping bagi keluarga korban gempa dan tsunami Aceh....................................................................36 Gambar 3. Bagan penarikan contoh...............................................................38
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Uji reliabilitas instrumen penelitian pada saat uji coba...........154 Lampiran 2. Sebaran contoh berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi keluarga .......................................................................................................157 Lampiran 3. Sebaran contoh berdasarkan kepribadian.................................158 Lampiran 4. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan konsep diri...............159 Lampiran 5. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan dukungan sosial.......160 Lampiran 6. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres fisik..........................160 Lampiran 7. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres psikis ......................161 Lampiran 8. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres kognitif ...................162 Lampiran 9. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres perilaku yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami..............................................................163 Lampiran 10. Sebaran contoh berdasarkan penyebab stres yang dihadapi . 165 keluarga dengan menggunakan skala Holmes dan Rahe.............................165 Lampiran 11. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping plantul problem solving ...........................................................................................165 Lampiran 12. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi ..................166 coping confrontatif .....................................................................................166 Lampiran 13. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping seeking social support ...............................................................................................167 Lampiran 14. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping positive reappraisal ....................................................................................................168 Lampiran 15. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping accepting responsibility ...............................................................................169 Lampiran 16. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping self controlling ....................................................................................................170 Lampiran 17. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping Distancing ....................................................................................................171 Lampiran 18. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping escape avoidance .....................................................................................................171 Lampiran 19. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan fungsi ekspresif keluarga........................................................................................................172 Lampiran 20. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan fungsi instrumental keluarga........................................................................................................175
Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran
xvii
xviii
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Pendahuluan
1
Bab Satu PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan: (a) jumlah korban manusia yang cukup besar, (b) lumpuhnya pelayanan dasar, (c) tidak berfungsinya infrastruktur dasar, serta (d) hancurnya sistem sosial dan ekonomi. Bencana berdampak besar pada kondisi psikologis penduduk, lumpuhnya pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, sosial, serta kurang berfungsinya pemerintahan disebabkan oleh hancurnya sarana dan prasarana dasar dan berkurangnya sumberdaya manusia aparatur. Kegiatan produksi termasuk perdagangan dan perbankan mengalami stagnasi total dan memerlukan pemulihan segera. Sistem transportasi dan telekomunikasi juga mengalami gangguan yang serius dan harus segera ditangani agar lokasi bencana dapat segera diakses. Sistem sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat memerlukan revitalisasi untuk memulihkan kegiatan sosial ekonomi masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan laporan Satkorlak (2005), jumlah korban pasca gempa dan tsunami mencapai 236.116 ribu jiwa, jumlah pengungsi 514.150 jiwa, jumlah anak yatim 1.086 jiwa, persentase penduduk yang kehilangan mata pencaharian mencapai 44.1 persen, tingkat kerusakan pada berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial (perumahan = 34.000 unit, pendidikan = 105 unit, kesehatan, agama) sebesar $1.657 juta, infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi, air dan sanitasi, saluran irigasi) $877 juta, produktif (pertanian, perikanan, industri dan pertambangan) $1.182 juta, lintas sektoral (lingkungan, pemerintahan, bank dan keuangan) sebesar $652 juta, dan lain sebagainya. Jumlah kerugian dari berbagai sektor diperkirakan sebesar US$ 4.57 milyar atau Rp 43.5 trilyun. Kondisi seperti tersebut di atas akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat yaitu meningkatnya angka kemiskinan karena kehilangan lapangan pekerjaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan keluarga. Sebelum terjadinya gempa dan tsunami BPS menyebutkan Aceh mempunyai tingkat kemiskinan yang terus menerus naik setiap tahunnya. Sejak 1999, perlahan tapi pasti jumlah penduduk miskin naik 1.1 juta (2000),
2
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
1.2 juta (2001), 1.4 juta (2002) dan 1.7 juta (2003). Jumlah penduduk miskin meningkat tajam setelah terjadinya gempa dan tsunami tanggal 26 Desember 2004, yaitu 2.703.897 jiwa atau 65% dari penduduk Aceh saat ini yaitu 4.104.187 jiwa. Rencana penanggulangan bencana alam gempa bumi dan gelombang Tsunami di wilayah NAD dan Sumatera Utara mencakup tiga tahapan utama: tahap tanggap darurat; tahap pemulihan yang mencakup rehabilitasi sosial dan restorasi fisik; serta tahap rekonstruksi. Tahap tanggap darurat dilaksanakan dalam 6-20 bulan, sedangkan tahap rehabilitasi sosial dan fisik akan dilaksanakan dalam 1.5-2 tahun dan tahap rekonstruksi dilaksanakan dalam waktu 5 tahun. Sasaran dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan korban melalui: (a) pembangunan dapur umum, (b) pembangunan infrastruktur dasar, (c) penguburan korban meninggal, dan (d) penyelamatan korban yang masih hidup. Sasaran dalam tahap pemulihan adalah pulihnya standar pelayanan minimum melalui: (a) pemulihan kondisi sumberdaya manusia, (b) pemulihan pelayanan publik, (c) pemulihan fasilitas ekonomi, lembaga perbankan, dan keuangan, (d) pemulihan hukum dan ketertiban umum, dan (e) pemulihan hak atas tanah. Adapun sasaran dalam tahap rekonstruksi adalah terbangunnya kembali seluruh sistem sosial dan ekonomi melalui: (a) pemulihan kondisi sumberdaya manusia, (b) pembangunan kembali sistem ekonomi, (c) pembangunan kembali sistem infrastruktur regional dan lokal, (d) revitalisasi sistem sosial dan budaya, (e) pembangunan kembali sistem kelembagaan, dan (f) pembangunan sistem peringatan dini untuk meminimalisir dampak bencana. (BAPPENAS Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005-2009). Upaya rekonstruksi Provinsi NAD akan cepat berhasil apabila sikap budaya masyarakat Aceh yang bernilai positif terutama yang terkait dengan keyakinan agama dan kepedulian pada sesama seperti gotong royong, ramah tamah, kekeluargaan dan sebagainya dikembangkan, dan sikap negatifnya ditinggalkan. Bahkan kuatnya keinginan sebagian masyarakat Aceh ke arah kemajuan menjadi indikator adanya kesadaran masyarakat untuk memperbaiki ketinggalan budaya yang diduga selama ini telah ketinggalan jauh dari masyarakat lain (Kurdi, 2005). Potensi lokal yang sudah tumbuh dan berkembang secara turun temurun tetap diperhatikan serta dimanfaatkan oleh masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam sebagai sumberdaya dalam mengatasi berbagai permasalahan pasca gempa dan tsunami. Untuk itu upaya untuk menggali, membangkitkan, memotivasi dan mengaktualisasikan potensi lokal yang ada di masyarakat yang kemudian diubah
Pendahuluan
3
menjadi gagasan strategis sebagai bagian yang penting, bahkan terpenting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga (Hikmat, 2001).
B. KONDISI KELUARGA KORBAN GEMPA
DAN
TSUNAMI ACEH
Tingginya angka kemiskinan di Aceh mempunyai korelasi positif terhadap angka pengangguran. BKKBN Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000 mencatat 300.000 jiwa menganggur, tahun 2002 sekitar 48.8 persen (1.073.600 jiwa) dari 2,2 juta angkatan kerja menganggur. Tentunya angka pengangguran di Aceh akan bertambah pasca tsunami mengingat banyaknya masyarakat yang kehilangan mata pencaharian terutama yang berprofesi sebagai nelayan dan pedagang yang tempat tinggalnya dekat dengan pantai (coastal zone). Kehilangan pekerjaan berarti tidak memiliki pendapatan dan akan berdampak langsung terhadap kehidupan keluarga dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya. Kehilangan pekerjaan seperti nelayan dan petani tambak merupakan masalah besar, nelayan tidak dapat ke laut karena perahu dan peralatan melaut hancur dan hilang tanpa bekas, petani tambak juga merasakan bahwa tambaknya rata seperti laut tanpa ada pembatas satu dengan lainnya. Hal yang sama juga dirasakan oleh orang-orang yang profesinya sebagai pedagang, toko dan barang dagangannya hancur berantakan. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari pemerintah dan LSM memberikan bantuan berupa bahan makanan, pakaian, sarana kesehatan dan lain sebagainya serta uang yang jumlahnya Rp 90.000/orang/bulan. Selain itu pemerintah dan LSM juga membantu menata kembali perekonomian masyarakat Aceh, mulai dari memberikan bantuan perahu, menata kembali tambak yang berantakan dan memberikan pinjaman modal usaha dengan tujuan supaya masyarakat dapat bekerja kembali sehingga perekonomian mayarakat Aceh secara keseluruhan cepat stabil. Dalam bidang pendidikan kerusakan yang terjadi adalah untuk tingkat SD/MI 27 persen, SLTP/MTs 31 persen, dan SLTA/MA 38 persen. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan yang meninggal/hilang sebanyak 1.400 orang, peserta didik dan mahasiswa yang meninggal/hilang sebanyak 40.900 orang. Rusak/hilangnya berbagai sarana dan prasarana tersebut membuat pendidikan di Aceh pasca tsunami menjadi menurun. Jumlah guru yang minim, kurangnya fasilitas prasarana dan sarana pendidikan, menjadi faktor penyebab turunnya kualitas pendidikan di Aceh. Tidak dipungkiri kalau hilang/meninggalnya guru-guru
4
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
yang merupakan asset human resource di sekolah atau perguruan tinggi tertentu juga menjadi pemicu semakin turunnya pendidikan di Aceh. Pemerintah telah mengirimkan beberapa tenaga pendidik dari luar daerah untuk Aceh mengisi kekosongan guru sehingga tidak ada alasan adanya proses pembelajaran yang terhenti. Untuk saat ini, Aceh membutuhkan 12.000 guru tambahan yang akan ditempatkan di seluruh kabupaten/kota. Kekurangan ini diharapkan bisa teratasi apabila adanya perekrutan yang baru sekitar 5.000 orang. Berdasarkan catatan Kompas tentang Gempa dan Tsunami (2005), ketika terjadi gempa dan tsunami melanda Nanggroe Aceh Darussalam, rumah sakit yang rusak dan hancur 8 buah dan puskesmas 232 buah dan banyaknya tenaga medis yang meninggal dan hilang yang menyebabkan pelayanan kesehatan menurun. Untuk membantu pelayanan kesehatan masyarakat Menteri Kesehatan telah mengirim 761 tenaga kesehatan (110 orang dokter PTT, 79 bidan desa, 110 sarjana kesehatan masyarakat, 48 ahli gizi, 55 ahli kesehatan lingkungan, 330 perawat dan 29 tenaga farmasi. Semua petugas kesehatan ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan masyarakat pasca gempa dan tsunami. Masalah tempat tinggal menjadi persoalan tersendiri yang penyelesaiannya memerlukan waktu yang lama. Untuk sementara seluruh pengungsi ditempatkan di barak-barak yang disediakan oleh pemerintah walaupun dengan kondisi yang tidak memadai. Berdasarkan Laporan Kegiatan Tabani Masholih Aceh (HTI, Januari 2005), anggota masyarakat yang selamat dari musibah gempa dan tsunami ditampung di lokasi-lokasi pengungsian, di tiap kecamatan terdapat sekitar 2-5 posko besar, posko-posko tersebut menampung sebanyak 300-500 orang, ada juga yang menampung 1000 - 4000 pengungsi. Jumlah pengungsi di posko tidak tetap karena mereka akan pindah ke tempat lain pada saat tidak betah dan atau alasan lain. Selain di posko pengungsian, korban bencana juga ada yang menumpang di rumah-rumah penduduk yang masih utuh. Banyaknya permasalahan yang terjadi pasca gempa dan tsunami seperti yang telah disebutkan di atas akan berdampak terhadap kehidupan keluarga. Kehidupan keluarga yang semula berjalan normal tiba-tiba terganggu dengan berbagai persoalan seperti kurangnya bahan pangan, pelayanan kesehatan terganggu, sarana pendidikan yang hancur, rumah yang rata dengan tanah, kehilangan aset dan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pendapatan serta hilangnya anggota keluarga yang sangat dicintai. Semua permasalah ini terjadi secara tiba-tiba dan tidak
Pendahuluan
5
pernah terbayangkan sebelumnya, sehingga membuat keluarga menjadi kebingungan dan stres. Untuk mengatasi stres yang dialami keluarga pasca gempa dan tsunami, setiap keluarga dituntut untuk lebih konsentrasi dalam menyelesaikan berbagai masalah. Dengan demikian keluarga perlu mengembangkan strategi adaptasi yang memadai yang disebut strategi “coping”. Hal tersebut didukung oleh Friedman (1998), yang mengatakan bahwa “coping” keluarga adalah respon perilaku positif yang digunakan keluarga untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu. Keluarga diharapkan mampu berperan dalam menyelesaikan masalah melalui strategi coping yang efektif. Apabila keluarga mampu melakukan “coping” dengan baik, akan berdampak positif terhadap keberfungsian keluarga. Sebagaimana dinyatakan oleh Berns (1997), untuk memahami pentingnya keluarga, kita harus kembali pada fungsi dasarnya. Secara umum, keluarga melakukan berbagai fungsi yang memungkinkan masyarakat bertahan, walaupun fungsi-fungsi tersebut sangat beragam. Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: (1) Masalah-masalah apa saja yang dihadapi keluarga pasca gempa tsunami? (2) Bagaimanakah tingkat stres yang dialami keluarga? (3) Sumberdaya coping apa saja yang dimiliki oleh keluarga? (4) Bagaimanakah strategi coping keluarga? (5) Bagaimanakah keberfungsian keluarga? (6) Apakah ada perbedaan masalah keluarga, tingkat stres, sumberdaya coping, strategi coping dan keberfungsian keluarga berdasarkan tipologi keluarga? (7) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi strategi coping? (8) Bagaimana pengaruh masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi coping terhadap keberfungsian keluarga?
C. BAHASAN STUDI
DALAM
BUKU INI
Secara umum buku ini bertujuan untuk menganalisis strategi coping keluarga yang terkena gempa dan tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Studi-studi yang akan diarah dalam buku ini antara lain: (1) Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi keluarga (2) Mengidentifikasi tingkat stres yang dialami keluarga (3) Mengidentifikasi sumberdaya coping keluarga (4) Mengidentifikasi strategi coping keluarga (5) Mengidentifikasi keberfungsian keluarga
4)
6
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
(6) Untuk menganalisis perbedaan masalah keluarga, tingkat stres, sumberdaya coping, strategi coping dan keberfungsian keluarga berdasarkan tipologi keluarga (7) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping keluarga (8) Menganalisis pengaruh masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi coping terhadap keberfungsian keluarga Dari poin-poin arahan studi dalam buku ini diharapkan akan dapat dijadikan: (1) Informasi dan bahan masukan bagi pemerintah baik ditingkat daerah maupun ditingkat pusat dalam hal penanggulangan korban bencana (2) Bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pihak terkait dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada masyarakat, agar masyarakat dapat melaksanakan penanggulangan bencana secara lebih mandiri, dengan cara melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan penanggulangan bencana (3) Bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang teori dan konsep ilmu keluarga, terutama dalam kondisi pasca krisis yang disebabkan oleh bencana alam. Bahan masukan bagi penelitian berikut yang relevan.
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
7
Bab Dua STUDI TENTANG STRES, COPING, DAN FUNGSI KELUARGA
A. STRES A.1. Pengertian Stres Pengertian stres (cekaman), menurut Haber dan Runyon (1984), adalah konflik yang berupa tekanan eksternal dan internal serta permasalahan lainnya dalam kehidupan. Lazarus dan Folkman (1984) memberikan pengertian stres adalah keadaan atau situasi yang rumit dan dinilai sebagai keadaan yang menekan dan membahayakan individu serta telah melampui sumber daya yang dimiliki individu untuk mengatasinya Selye (1982) yang dianggap sebagai pelopor penggunaan istilah stres, mendefinisikan stres sebagai respon umum dan tidak spesifik terhadap setiap tuntutan fisik maupun emosional, baik dari lingkungan (eksternal) maupun dari dalam diri (internal). Robins (2001) mengatakan bahwa stres adalah suatu kondisi dinamik, dalam hal ini seorang individu dihadapkan dengan sebuah peluang yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya. Stres tidak hanya mempunyai nilai negatif, tetapi juga positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Stres juga sebagai kendala jika dapat menghambat seseorang mengerjakan apa yang diinginkannya. Para ahli psikologi seperti Baum, Coyne dan Holroy (Sarafino, 2002), mengelompokkan stres dalam tiga perspektif yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai suatu respon dan stres sebagai suatu proses. Menurut perspektif stres sebagai stimulus, stres terjadi disebabkan oleh lingkungan atau kejadian yang dapat mengancam atau berbahaya, sehingga menimbulkan ketegangan dan perasaan tidak nyaman. Menurut pandangan stres sebagai respon, stres merupakan reaksi/respon individu terhadap kejadian yang tidak menyenangkan. Stres sebagai suatu proses terjadi karena adanya interaksi antara individu dan lingkungan.
8
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Alva (2003) mengklasifikasikan stres menjadi dua jenis, yaitu stres akut (acute stres) dan stres kronis (chronic stres). Stres akut, yang berjangka waktu tidak lama (short-item), adalah reaksi segera terhadap ancaman, yang secara umum diketahui sebagai respons melawan (fight) atau menghindar (flight). Ancaman tersebut dapat berupa setiap situasi yang dialami, bahkan di bawah sadar, sebagai sesuatu yang berbahaya. Sumber stres akut pada umumnya meliputi keributan, kerumunan, terisolasi, kelaparan, bahaya, infeksi, dan membayangkan suatu ancaman atau mengingat peristiwa yang berbahaya. Orang yang sering mengalami berbagai situasi yang sifatnya mencekam secara terus menerus dalam waktu yang lama akan mendorong untuk bertindak maka stres menjadi kronis. Sumber stres kronis pada umumnya meliputi peristiwa yang sangat menekan secara terus-menerus, masalah-masalah hubungan jangka panjang, kesepian, dan kekhawatiran akan finansial karena kepala rumahtangga sebagai pencari nafkah menjadi korban bencana. Ini banyak dialami oleh para pengungsi, seperti di tempat penampungan atau barak-barak dalam jangka waktu lama. Mereka berada dalam situasi ketidakpastian terutama dalam kehidupannya di masa mendatang. A.2. Sumber Stres Menurut Lazarus dan Cohen (Gatchel, Baum & Krantz, 1989), sumber stres dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) Perubahan menyeluruh (cataclymic stressor). Kejadian yang dapat menimbulkan stres dan terjadi secara tiba-tiba serta dirasakan oleh banyak orang secara bersamaan seperti bencana alam (banjir, badai, tsunami). (2) Sumber stres dari pribadi (personal stressor). Perubahan yang terjadi dalam kehidupan seseorang turut berpotensi menimbulkan stres, misalnya: pernikahan, perceraian, kematian pasangan, mencari atau kehilangan pekerjaan. (3) Sumber stres dari lingkungan fisik. Kejadian atau keadaan yang berupa ketidaknyamanan dalam keseharian seseorang. Kejadian ini merupakan gangguan kecil tetapi berlangsung terus-menerus, sehingga menjadi masalah yang mengganggu dan menekan emosional, contohnya: lingkungan rumah/kerja yang bising, pencahayaan yang tidak terang dan sebagainya. Lazarus (1976) membagi sumber stres berdasarkan sifatnya, yaitu: (1) Sumber stres yang bersifat fisik. Atwater (1983) menyebut stres yang disebabkan oleh sumber stres fisik ini sebagai stres
(1)
(2)
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
9
biologis. Stres biologis dapat mempengaruhi daya tahan tubuh dan emosi. (2) Sumber stres bersifat psikososial. Menurut Atwater (1983) stres psikologis dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Terdapat empat sumber stres yang bersifat psikososial yaitu: (a) Tekanan. Tekanan merupakan pengalaman yang menekan, berasal dari dalam diri, luar, atau gabungan keduanya. Dalam porsi yang tidak berlebihan tekanan dalam individu memang diperlukan untuk dapat berbuat yang terbaik. Sebaliknya, bila berlebihan tekanan dapat merugikan individu atau membuatnya tidak berdaya. (b) Frustasi. Frustasi yaitu emosi negatif yang timbul akibat terhambatnya atau tidak terpuaskannya tujuan/keinginan individu. Dapat pula diakibatkan oleh tidak adanya subjek atau objek yang diinginkan. (c) Konflik. Konflik merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya dua atau lebih pilihan yang bertentangan, sehingga pemenuhan suatu pilihan akan dapat menghalangi tercapainya pilihan yang lain. (d) Kecemasan. Kecemasan sangat berhubungan dengan perasaan aman. Dalam keadaan normal, kecemasan dapat membantu seseorang untuk lebih menyadari akan situasi bahaya tertentu. Sebaliknya, bila berlebihan dapat memperburuk perilaku individu.
(2)
A.3. Gejala Stres Gejala stres mencakup gejala psikis, fisik dan perilaku, misalnya gejala psikis kelelahan mental, diikuti gejala fisik seperti gangguan kulit, dan perubahan perilaku yaitu penurunan kualitas hubungan interpersonal. Menurut Cox dan Ferguson (1991), stres berkembang secara bertahap, tetapi gejala-gejalanya dapat dikenali sejak dini. Tandatanda stres dapat dilihat dari beberapa aspek: Kognitif: (1) Ketidakmampuan untuk menghentikan berpikir tentang bencana. Kehilangan objektivitas (3) Ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun tulisan Fisik: Overwhelming/kelelahan kronik/gangguan tidur Gangguan pencernaan, sakit kepala, dan keluhan lainnya
10
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
(3) Adanya masalah makan, misalnya bertambah atau hilangnya selera makan
nafsu
makan
Afektif: Timbul keinginan bunuh diri, depresi berat Mudah marah Sinisme dan atau pesimisme yang berlebihan Kekhawatiran yang berlebihan mengenai korban dan keluarganya Merasa cemburu melihat pihak lain yang sedang menangani korban Merasa ada tekanan/paksaan (7) Adanya keresahan yang signifikan setelah mendapatkan penanganan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Tingkah laku: Mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat (2) Menarik diri dari hubungan dengan teman, rekan kerja, dan keluarga. Bertingkah laku sesuka hatinya. (4) Merasa tidak perlu untuk melakukan hubungan dengan korban lain (5) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan atau bertanggung jawab atas pekerjaan secara normal (6) Berusaha untuk tidak tergantung kepada tim penanganan korban
(1) (3)
(1)
Allen (2001) mengidentifikasi gejala-gejala (symptoms) orang mengalami stres, baik secara fisik, mental, maupun psikologis. Simtom-simtom tersebut adalah sebagai berikut: Pikiran-pikiran menakutkan (scary-thought) (2) Ada gangguan (distraction) (3) Pikiran bersaing (racing mind) (4) Tidak yakin atau ragu-ragu (uncertainty) (5) Tidak logis (illogic) (6) Lupa (forgetfulness) (7) Kecurigaan (suspicion) (8) Lekas marah (irritability) (9) Kecemasan (anxiety) (10) Depresi (depression) (11) Gusar atau marah-marah (anger) (12) Kesepian (lonliness) (13) Rendah diri (low-self esteem)
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
(14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27)
11
Gangguan perut (upset stomach) Keletihan (fatigue) Sakit punggung (backache) Sakit kepala (headache) Sembelit (constipation) Diare (diarrhea) Dada sumpek (chest tightness) Kebiasaan tidur yang buruk (poor sleeping habits) Kebiasaan bangun yang buruk (poor calling habits) Berbicara cepat (rapid speech) Menggunakan obat-obatan (drug use) Mengendarai dengan sembrono (reckless driving) Merokok berlebihan (excessive smoking) Minum (Alkohol) berlebihan (excessive drinking)
Dari beberapa gejala stres yang telah disampaikan oleh para ahli ada yang telah mengarah kepada coping yang tidak efektif (maladaptif) seperti Kebiasaan tidur yang buruk, kebiasaan bangun yang buruk, berbicara cepat, menggunakan obat-obatan, mengendarai dengan sembrono, merokok berlebihan dan minum alkohol dan obat terlarang. A.4. Pengukuran Tingkat Stres dengan Metode Holmes dan Rahe Pada tahun 1967, Dr. Thomas H. Holmes dan Dr. Richard H. Rahe telah mengembangkan alat ukur stres diri yang disebut “Social Readjusment Rating Scale” (Tabel 1). Holmes dan Rahe mengkategorikan tingkat stres kedalam empat katagori. Skor kurang dari 150 sebagai stres minor, skor 150-199 tergolong stres ringan, skor 200-299 tergolong stres sedang dan skor di atas 300 tergolong stres mayor/berat. Holmes dan Rahe memperkirakan bahwa 35 persen individu dengan skor di bawah 150 akan mengalami sakit atau kecelakaan dalam dua tahun, 51 persen individu dengan skor antara 150-300 dan mereka dengan skor di atas 300 berpeluang 80% mengalami sakit atau kecelakaan. Dalam penelitian ini tidak semua item yang dinyatakan oleh Holmes dan Rahe diadopsi, hanya 10 item dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan yaitu: kematian pasangan, perpisahan perkawinan, kehilangan aset, perubahan kondisi keuangan, kematian anggota keluarga, luka atau sakit parah, kematian teman dekat, perubahan jenis pekerjaan,pinjaman keuangan dan perubahan tempat tinggal. Pengkatagoriannya tetap mengadopsi dari Holmes dan Rahe.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
12
Tabel 1. Penyebab dan tingkat stres menurut metode Holmes dan Rahe N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Penyebab Stres Kematian pasangan Perceraian Perpisahan perkawinan Masuk penjara Kematian anggota keluarga Luka atau sakit parah Perkawinan Dipecat dari pekerjaan/kehilangan aset Pensiun Rekonsiliasi perkawinan Perubahan kesehatan atau perilaku anggota keluarga Kehamilan Masalah seksual Memperoleh anggota keluarga baru lewat kelahiran atau adopsi Penyesuaian bisnis secara besar-besaran Perubahan kondisi keuangan Kematian teman dekat Perubahan jenis pekerjaan Perubahan banyaknya argumen dengan rekan Mengambil hipotek baru/pinjaman keuangan Penyitaan hipotek atau pinjaman Perubahan tanggung jawab Anak meninggalkan rumah Masalah dengan mertua Prestasi individu yang luar biasa Rekan mulai/berhenti bekerja Mulai atau tamat sekolah Perubahan kondisi kehidupan Revisi kebiasaan individu Masalah dengan pimpinan Perubahan jam atau kondisi kerja Perubahan tempat tinggal Perubahan sekolah Perubahan kebiasaan tamasya Perubahan aktivitas gereja
Sko r 100 73 65 63 63 53 50 47 45 45 44 40 40 39 39 38 37 36 35 31 30 29 29 29 28 26 26 25 24 23 20 20 20 19 19
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
36 37 38 39 40 41 42 43
Perubahan aktivitas sosial Pembelian besar seperti mobil baru Perubahan kebiasaan tidur Perubahan pertemuan keluarga Perubahan kebiasaan makan Liburan Ketaatan terhadap Natal atau liburan Pelanggaran kecil pada hukum
13 18 17 16 15 15 13 12 11
A.5. Pengukuran Tingkat Stres Metode Family Inventory of Life Family Inventory Life Efents and Changes (FILE) mengukur setumpuk peristiwa yang dialami keluarga dan dikembangkan sebagai indeks stres keluarga (McCubbin, Patterson & Wilson, 1979). Versi pertama FILE (McCubbin, Patterson & Wilson, 1979) terdiri dari 171 item yang secara konseptual dikelompokkan menjadi delapan kategori yaitu perkembangan keluarga, pekerjaan, manajemen, kesehatan, keuangan, aktivitas sosial, hukum dan hubungan keluarga luas. Pemilihan item pertanyaan ditentukan oleh perubahan kehidupan individu (Dohrenwend, Krasnoff, Askenasy & Dohrenwend, 1978; Coddington, 1972; Holmes dan Rahe, 1967). Selain itu, dimasukkan pula perubahan situasional dan perkembangan yang dialami keluarga pada tahapan yang berbeda pada siklus kehidupan. Item-item tersebut berasal dari pengalaman klinis dan penelitian tentang stres keluarga serta dari literatur tentang stresor yang diidentifikasi selama dekade terakhir. Dalam penelitian ini item pertanyaan tidak semuanya diadopsi, namun disesuaikan dengan kondisi sampel penelitian. Pertanyaan terutama yang berhubungan dengan gejala-gejala stres yang dialami keluarga baik secara fisik, psikis, kognitif dan perilaku yang diakibatkan oleh bencana gempa dan tsunami. A.6. Model Stres Keluarga Model ABCX dari McCubbin dan Patterson (1980) merupakan bentuk pengembangan dari teori ABCX-nya Hill. Mengingat teori Hill meliputi variabel-variabel krisis, teori McCubbin dan Patterson menjelaskan perbedaan dalam adaptasi keluarga pasca krisis. Setiap variabel asli (ABCX) diuji kembali dan definisi-definisinya dimodifikasi. Setiap variabel dalam model digambarkan secara ringkas pada Gambar 1.
14
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Gambar 1. Model T ganda ABCX (McCubbin & Patterson, 1980) Keterangan: X = Krisis keluarga/masalah keluarga R = Tingkat regeneratif keluarga T = Tipologi keluarga AA = Setumpuk stresor keluarga BB = Sumberdaya coping keluarga BBB = Dukungan sosial CC = Persepsi rumahtangga terhadap stresor CCC = Skema keluarga XX = Adaptasi Keluarga PSC = Penyelesaian masalah keluarga Dalam Model ABCX T ganda setumpuk stresor keluarga (AA) yaitu beberapa stresor utama, yang bertumpuk menjadi “stresor keluarga", ini berpengaruh penting dalam tingkat adaptasi keluarga, karena krisis keluarga berkembang dan berubah dalam satu kurun waktu, penumpukan stresor (AA) juga diakibatkan oleh perubahan siklus hidup dan ketegangan yang tidak terse- lesaikan. Persepsi keluarga terhadap stresor (CC) pada dasarnya menyangkut penilaian keluarga terhadap stres yang dialami. Penilaian dan adanya tuntutan keluarga, secara sadar atau tidak sadar memunculkan interpretasi dari pengalaman sebelumnya. Untuk memenuhi berbagai tuntutan, keluarga memiliki potensi yaitu sumberdaya dan kemampuan. Dalam model ABCX T ganda, sumberdaya dan kemampuan keluarga terdiri dari sumberdaya pribadi anggota keluarga dan sumber-sumber internal dan sistem keluarga (faktor BBB) mencakup semua karakteristik, kompetensi dan makna personal termasuk pendidikan, kesehatan,
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
15
karakteristik kepribadian dan dukungan masyarakat yang merupakan lembaga di luar keluarga yang dapat diakses untuk memenuhi tuntutan keluarga. Dalam model ABCX T ganda, faktor tipologi keluarga menjadi suatu hal penting karena tipologi keluarga (faktor T) merupakan suatu kekuatan yang dapat mempengaruhi bagaimana penyesuaian dan adaptasi keluarga dilakukan, karena keluarga memegang teguh kepercayaan atau asumsi-asumsi yang disebut skema keluarga yakni hubungan satu sama lain dan hubungan keluarga dengan masyarakat dan sistem. Untuk mengatasi berbagai stresor dan krisis, keluarga melakukan coping adaptif (PSC). Dalam proses coping keluarga mengalokasikan sumberdaya dan kemampuan semua anggota keluarganya untuk memenuhi berbagai tuntutan yang dihadapi keluarga. Adaptasi Keluarga (XX) dalam model ABCX Ganda terdiri dari tiga tingkat analisis yaitu anggota keluarga (individu), unit keluarga dan komunitas. Masing-masing unit ini memiliki tuntutan dan kemampuan. Adaptasi keluarga dicapai lewat hubungan timbal balik, tuntutan dari satu unit keluarga dipenuhi lewat kemampuan dari yang lain, untuk mencapai suatu keseimbangan secara simultan pada dua tingkat interaksi primer antara individu dan sistem keluarga dan antara sistem keluarga dengan komunitas diperlukan adanya adaptasi keluarga. Adaptasi keluarga (faktor XX) merupakan outcome dari upaya keluarga untuk mencapai tingkatan baru dari keseimbangan dan penyesuaian setelah krisis keluarga. Dalam penelitian ini Model ABCX dari McCubbin dan Patterson (1980), dijadikan sebagai kerangka konseptual yang melandasi pembuatan kerangka berpikir operasional.
B. COPING B.1. Pengertian Coping Coping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologi dalam kondisi yang penuh stres (Achir Yani, 1997). Menurut Sarafino (2002), coping adalah usaha untuk menetralisasi atau mengurangi stres yang terjadi. Dalam pandangan Haber dan Runyon (1984), coping adalah semua bentuk perilaku dan pikiran (negatif atau positif) yang dapat mengurangi kondisi yang membebani individu agar tidak menimbulkan stres. Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa keadaan stres yang dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang
16
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
menguntungkan baik secara fisiologis maupun psikologis. Individu tidak akan membiarkan efek negatif ini terus terjadi, ia akan melakukan suatu tindakan untuk mengatasinya. Tindakan yang diambil individu dinamakan strategi coping. Strategi coping sering dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman dalam menghadapi masalah, faktor lingkungan, kepribadian, konsep diri, faktor sosial dan lain-lain sangat berpengaruh pada kemampuan individu dalam menyelesaikan masalahnya. Dari beberapa pengertian coping yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa coping merupakan (1) respon perilaku dan fikiran terhadap stres; (2) penggunaan sumber yang ada pada diri individu atau lingkungan sekitarnya; (3) pelaksanaannya dilakukan secara sadar oleh individu dan (4) bertujuan untuk mengurangi atau mengatur konflik-konflik yang timbul dari diri pribadi dan di luar dirinya (internal or external conflict), sehingga dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Perilaku coping dapat juga dikatakan sebagai transaksi yang dilakukan individu untuk mengatasi atau mengurangi berbagai tuntutan (internal dan eksternal) sebagai sesuatu yang membebani dan mengganggu kelangsungan hidupnya. B.2. Strategi Coping Strategi coping bertujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasa menekan, menantang, membebani dan melebihi sumberdaya (resources) yang dimiliki. Sumberdaya coping yang dimiliki mempengaruhi strategi coping. Menurut John, Catherine dan MacArthur (1998), ada dua jenis mekanisme coping yang dilakukan individu yaitu coping yang berpusat pada masalah (problem focused form of coping mechanism/direct action) dan coping yang berpusat pada emosi (emotion focused of coping/palliatif form). Menurut Stuart dan Sundeen (1991), yang termasuk mekanisme coping yang berpusat pada masalah adalah: (1) Konfrontasi (Confrontative) adalah usaha-usaha untuk mengubah keadaan atau menyelesaikan masalah secara agresif dengan menggambarkan tingkat kemarahan serta pengambilan resiko. (2) Isolasi. Individu berusaha menarik diri dari lingkungan atau tidak mau tahu dengan masalah yang dihadapi. (3) Kompromi. Mengubah keadaan secara hati-hati, meminta bantuan kepada keluarga dekat dan teman sebaya atau bekerja sama dengan mereka.
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
17
Mekanisme coping yang berpusat pada emosi menurut Stuart dan Sundeen (1991) adalah sebagai berikut: (1) Denial, menolak masalah dengan mengatakan hal tersebut tidak terjadi pada dirinya. (2) Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh akal dan diterima oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Dengan rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga merasa sudah selayaknya berbuat demikian secara adil. (3) Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi dalam suatu bidang maka dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi timbul karena adanya perasaan kurang mampu. (4) Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari ingatannya dan hanya mengingat waktuwaktu yang menyenangkan (5) Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau kemampuan dengan sikap positif. (6) Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain. (7) Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap seperti anak kecil (8) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitannya sendiri atau melampiaskan kesalahannya kepada orang lain (9) Konversi, yaitu mentransfer reaksi psikologi ke gejala fisik. (10) Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan kepada seseorang lain Menurut Lazarus dan Folkman (1984), secara umum strategi coping dapat dibagi menjadi dua yakni: (1) Strategi coping berfokus pada masalah. Strategi coping berfokus pada masalah adalah suatu tindakan yang diarahkan kepada pemecahan masalah. Individu akan cenderung menggunakan perilaku ini bila dirinya menilai masalah yang dihadapinya masih dapat dikontrol dan dapat diselesaikan. Yang termasuk strategi coping berfokus pada masalah adalah: (a) Planful problem solving yaitu bereaksi dengan melakukan usaha-usaha tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah. Contohnya seseorang yang melakukan coping planful problem solving akan bekerja dengan penuh konsentrasi dan perencanaan yang cukup baik serta mau
18
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
merubah gaya hidupnya agar masalah yang dihadapi secara berlahan-lahan dapat terselesaikan. (b) Confrontative coping yaitu bereaksi untuk mengubah keadaan yang dapat menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil. Contohnya seseorang yang melakukan coping confrontative akan menyelesaikan masalah dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku walaupun kadang kala mengalami resiko yang cukup besar. (c) Seeking social support yaitu bereaksi dengan mencari dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional. Contohnya seseorang yang melakukan coping seeking social support akan selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan cara mencari bantuan dari orang lain di luar keluarga seperti teman, tetangga, pengambil kebijakan dan profesional, bantuan tersebut bisa berbentuk fisik dan non fisik. Perilaku coping yang berpusat pada masalah cenderung dilakukan jika individu merasa bahwa sesuatu yang kontruktif dapat dilakukan terhadap situasi tersebut atau ia yakin bahwa sumberdaya yang dimiliki dapat mengubah situasi, contoh penelitian yang dilakukan oleh Ninno et al. (1998), yakni strategi coping yang digunakan rumahtangga dalam mengatasi masalah kekurangan pangan akibat banjir besar di Bangladesh adalah strategi coping berpusat pada masalah yaitu: melakukan pinjaman dari bank, membeli makanan dengan kredit, mengubah perilaku makan dan menjual aset yang masih dimiliki. (2) Strategi coping berfokus pada emosi (Lazarus & Folkman, 1984) adalah melakukan usaha-usaha yang bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha mengubah stressor secara langsung. Yang termasuk strategi coping berfokus pada emosi adalah: (a) Positive reappraisal (memberi penilaian positif), adalah bereaksi dengan menciptakan makna positif yang bertujuan untuk mengembangkan diri termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping positive reappraisal akan selalu berfikir positif dan mengambil hikmahnya atas segala sesuatu yang terjadi dan tidak pernah menyalahkan orang lain serta bersyukur dengan apa yang masih dimilikinya (b) Accepting responsibility (penekanan pada tanggung jawab) yaitu bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam permasalahan yang dihadapi, dan berusaha
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
19
mendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping accepting responsibility akan menerima segala sesuatu yang terjadi saat ini sebagai nama mestinya dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang dialaminya (c) Self controlling (pengendalian diri) yaitu bereaksi dengan melakukan regulasi baik dalam perasaan maupun tindakan. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini untuk penyelesaian masalah akan selalu berfikir sebelum berbuat sesuatu dan menghindari untuk melakukan sesuatu tindakan secara tergesa-gesa (d) Distancing (menjaga jarak) agar tidak terbelenggu oleh permasalahan. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini dalam penyelesaian masalah, terlihat dari sikapnya yang kurang peduli terhadap persoalan yang sedang dihadapi bahkan mencoba melupakannya seolaholah tidak pernah terjadi apa-apa. (e) Escape avoidance (menghindarkan diri) yaitu menghindar dari masalah yang dihadapi. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini untuk penyelesaian masalah, terlihat dari sikapnya yang selalu menghindar dan bahkan sering kali melibatkan diri kedalam perbuatan yang negatif seperti tidur terlalu lama, minum obat-obatan terlarang dan tidak mau bersosialisasi dengan orang lain Perilaku coping yang berpusat pada emosi cenderung dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak mampu mengatasi situasi tersebut, contohnya masih dalam penelitian yang dilakukan oleh Ninno et al. (1998), yakni strategi coping yang digunakan rumahtangga dalam mengatasi masalah pangan akibat banjir besar di Bangladesh berpusat pada emosi adalah pasrah menerima apa adanya, berdo’a dan mengharapkan bantuan, simpati dan belas kasihan dari masyarakat dan pemerintah. Jenis coping mana yang akan digunakan dan bagaimana dampaknya, sangat tergantung pada jenis stres atau masalah yang dihadapi. Pada situasi yang masih dapat berubah secara konstruktif (seperti mengalami kelaparan akibat bencana) strategi yang digunakan adalah problem focused. Pada situasi yang sulit seperti kematian pasangan, strategi coping yang dipakai adalah emotion focused, karena diharapkan individu lebih banyak berdo’a, bersabar dan tawakkal. Keberhasilan atau kegagalan dari coping
20
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
tersebut akan menentukan apakah reaksi terhadap stres akan menurun dan terpenuhinya berbagai tuntutan yang diharapkan. Menurut Friedman (1998), terdapat dua tipe strategi coping keluarga, yaitu internal atau intrafamilial dan eksternal atau ekstrafamilial. Ada tujuh strategi coping internal, yaitu: (1) Mengandalkan kemampuan sendiri dari keluarga. Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, keluarga seringkali melakukan upaya untuk menggali dan mengandalkan sumberdaya yang dimiliki. Keluarga melakukan strategi ini dengan membuat struktur dan organisasi dalam keluarga, yakni dengan membuat jadwal dan tugas rutinitas yang dipikul oleh setiap anggota keluarga yang lebih ketat. Hal ini diharapkan setiap anggota keluarga dapat lebih disiplin dan patuh, mereka harus memelihara ketenangan dan dapat memecahkan masalah, karena mereka yang bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri. (2) Penggunaan humor. Menurut Hott (Friedman, 1998), perasaan humor merupakan aset yang penting dalam keluarga karena dapat memberikan perubahan sikap keluarga terhadap masalah yang dihadapi. Humor juga diakui sebagai suatu cara bagi seseorang untuk menghilangkan rasa cemas dan stres. (3) Musyawarah bersama (memelihara ikatan keluarga). Cara untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah: adanya waktu untuk bersama-sama dalam keluarga, saling mengenal, membahas masalah bersama, makan malam bersama, adanya kegiatan bersama keluarga, beribadah bersama, bermain bersama, bercerita pada anak sebelum tidur, menceritakan pengalaman pekerjaan maupun sekolah, tidak ada jarak diantara anggota keluarga. Cara seperti ini dapat membawa keluarga lebih dekat satu sama lain dan memelihara serta dapat mengatasi tingkat stres, ikut serta dengan aktivitas setiap anggota keluarga merupakan cara untuk menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah keluarga. (4) Memahami suatu masalah. Salah satu cara untuk menemukan coping yang efektif adalah menggunakan mekanisme mental dengan memahami masalah yang dapat mengurangi atau menetralisir secara kognitif terhadap bahaya yang dialami. Menambah pengetahuan keluarga merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi stresor yaitu dengan keyakinan yang optimis dan penilaian yang positif. Menurut Folkman et al. (Friedman, 1998), keluarga yang menggunakan strategi ini cenderung melihat segi positif dari suatu kejadian yang penyebab stres. (5) Pemecahan masalah bersama. Pemecahan masalah
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
21
bersama dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana setiap anggota keluarga dapat mendiskusikan masalah yang dihadapi secara bersama-sama dengan mengupayakan solusi atas dasar logika, petunjuk, persepsi dan usulan dari anggota keluarga yang berbeda untuk mencapai suatu kesepakatan. (6) Fleksibilitas peran. Fleksibilitas peran merupakan suatu strategi coping yang kokoh untuk mengatasi suatu masalah dalam keluarga. Pada keluarga yang berduka, fleksibilitas peran adalah sebuah strategi coping fungsional yang penting untuk membedakan tingkat berfungsinya sebuah keluarga. (7) Normalisasi. Salah satu strategi coping keluarga yang biasa dilakukan untuk menormalkan keadaan sehingga keluarga dapat melakukan coping terhadap sebuah stressor jangka panjang yang dapat merusak kehidupan dan kegiatan keluarga. Knafl dan Deatrick (Friedman, 1998), mengatakan bahwa normali- sasi merupakan cara untuk mengkonseptualisasikan bagaimana keluarga mengelola ketidakmampuan seorang anggota keluarga, sehingga dapat menggambarkan respons keluarga terhadap stres. Strategi coping eksternal ada empat yaitu: (1) Mencari informasi. Keluarga yang mengalami masalah rnemberikan respons secara kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berubungan dengan stresor. Hal ini berfungsi untuk mengontrol situasi dan mengurangi perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga menilai stresor secara lebih akurat. (2) Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. Coping berbeda dengan coping yang menggunakan sistem dukungan sosial. Coping ini merupakan suatu coping keluarga yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum, bukan sebuah coping yang dapat meningkatkan stresor spesifik tertentu. Dalam hal ini anggota keluarga adalah pemimpin keluarga dalam suatu kelompok, organisasi dan kelompok komunitas. (3) Mencari pendukung sosial. Mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga merupakan strategi coping keluarga eksternal yang utama. Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan bersama. Menurut Caplan (Friedman, 1998), terdapat tiga sumber umum dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial informal, penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan kelompok-
22
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
kelompok mandiri. Penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal yang biasanya diberikan oleh kerabat dekat dan tokoh masyarakat. Penggunaan sistem sosial formal dilakukan oleh keluarga ketika keluarga gagal untuk menangani masalahnya sendiri, maka keluarga harus dipersiapkan untuk beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah. Penggunaan kelompok mandiri sebagai bentuk dukungan sosial dilakukan melalui organisasi. (4) Mencari dukungan spiritual. Beberapa studi mengatakan keluarga berusaha mencari dukungan spiritual anggota keluarga untuk mengatasi masalah. Kepercayaan kepada Tuhan dan berdoa merupakan cara paling penting bagi keluarga dalam mengatasi stres. Strategi coping yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991) dan Lazarus dan Folkman (1984) memiliki beberapa persamaan yaitu secara garis besar strategi coping dilakukan dengan dua cara yaitu berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Coping berfokus pada masalah menurut Stuart dan Sundeen (1991) dapat dilakukan dengan cara konfrontasi dan kompromi, hal yang sama juga dikatakan oleh Lazarus dan Folkman (1984) bahwa coping berfokus pada masalah dapat dilakukan dengan confrontative dan seeking social support. Kedua jenis strategi coping memiliki pengertian yang sama. Selain persamaan ada juga perbedaan dari kedua pendapat tersebut yaitu pada coping yang berfokus pada masalah yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991) menambahkan strategi coping Isolasi dan Lazarus dan Folkman (1984) memasukkan planful problem solving, kedua coping tersebut memiliki pengertian yang bertolak belakang. Persamaan coping yang berfokus pada emosi yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen dengan Lazarus dan Folkman yaitu pada hal-hal yang positif yakni identifikasi dan sublimasi dengan positive reappraisal, accepting responsibility dan self controlling. Perbedaan kedua pendapat tersebut adalah strategi coping berfokus pada emosi yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen lebih banyak yang mengarah kepada perilaku yang negatif atau tidak menguntungkan seperti denial, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi, konversi, proyeksi dan displacement. Strategi coping yang berfokus pada emosi yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman lebih banyak hal-hal yang positif seperti positive reappraisal, accenting responsibility dan self controlling.
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
23
Coping yang dikemukakan oleh Friedman tidak jauh berbeda dengan coping yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman. Strategi coping dengan cara memahami suatu masalah dan mencari dukungan spiritual memiliki pengertian yang sama dengan coping positive reappraisal. Accepting responsibility memiliki pengertian yang sama dengan pemecahan masalah bersama. Mencari informasi sama dengan self controlling. Seeking social support sama maksudnya dengan mencari pendukung sosial. Walaupun banyak persamaan jenis coping yang dikemukakan oleh dua tokoh tersebut masih ada perbedaan yaitu adanya perilaku coping yang negatif yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman dan semua coping yang dikemukakan oleh Friedman bersifat positif. Dalam penelitian ini, strategi coping yang digunakan adalah strategi coping yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman karena dalam strategi coping ini terlihat dengan jelas upaya penyelesaian masalah yang dilakukan melalui starategi coping berfokus pada masalah yaitu melalui coping planful problem solving. Selain itu strategi coping yang berfokus pada emosi lebih banyak ke arah yang positif seperti positive reappraisal, accenting responsibility dan self controlling. Hal ini sangat sesuai dengan lokasi penelitian yang masyarakatnya yang sebagian besar beragama islam. B.3. Sumberdaya Coping Sumberdaya mengandung dua arti yakni sumber dan daya, yang bermakna sebagai sumber dari kekuatan, potensi dan kemampuan untuk mencapai suatu manfaat dan tujuan. Dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai input dari proses produksi (Suratman, 1994/1995). Menurut Firebaugh dan Deacon (1988), sumber- daya diartikan sebagai: (1) Alat atau bahan yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi atau mencapai tujuan (2) Bahan yang tersedia atau kemampuan potensial untuk mengatasi keadaan. Bahan tersebut dapat bersifat materi atau non materi. Dengan demikian sumberdaya merupakan alat dan potensi yang digunakan untuk mencapai kebutuhan. Dalam keluarga sumberdaya terdiri atas: (1) Unsur manusia: jumlah anggota keluarga, umur, jenis kelamin, hubungan antar anggota dalam keluarga dan hubungan antara keluarga dengan keluarga lain, dan faktorfaktor yang ada pada manusia seperti pengetahuan
24
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
(knowledge), keterampilan (skills) dan minat (intrest). (2) Unsur materi: pendapatan berupa uang atau barang, kekayaan milik keluarga dapat berupa lahan (pekarangan, kebun, sawah serta rumah yang dihuni (3) Unsur waktu. Menurut Steidl dan Bratton (1968), waktu adalah salah satu sumberdaya, sehingga pemanfaatan waktu perlu dikelola agar seluruh kegiatan dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sumberdaya coping dapat diartikan segala sesuatu yang dimiliki keluarga baik bersifat fisik dan non fisik untuk membangun perilaku coping. Sumberdaya coping tersebut bersifat subjektif sehingga perilaku coping bisa bervariasi pada setiap orang. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), cara seseorang atau keluarga melakukan strategi coping tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Adapun sumberdaya tersebut antara lain: (1) Kondisi kesehatan. WHO (1984) mendefinisikan sehat sebagai status kenyamanan menyeluruh dari jasmani, mental dan sosial, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan. Kesehatan mental diartikan sebagai kemampuan berfikir jernih dan baik, dan kesehatan sosial memiliki kemampuan untuk berbuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain. Kesehatan jasmani adalah dimensi sehat yang nyata dan memiliki fungsi mekanistik tubuh. Kondisi kesehatan sangat diperlukan agar seseorang dapat melakukan coping dengan baik agar berbagai permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik. (2) Kepribadian adalah perilaku yang dapat diamati dan mempunyai ciri-ciri biologi, sosiologi dan moral yang khas baginya yang dapat membedakannya dari kepribadian yang lain (Littauer, 2002). Pendapat lain menyatakan bahwa kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri seseorang. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu bersumber dari bentukanbentukan yang terima dari lingkungan, misalnya bentukan dari keluarga pada masa kecil dan juga bawaan sejak lahir misalnya orang tua membiasakan anak untuk menyelesaikan pekerjaannya sendiri, menyelesaikan setiap permasalahan bersama-sama, tidak mudah tersinggung/marah dan harus selalu bersikap optimis. Menurut Maramis (1998), kepribadian dapat digolongkan menjadi dua yaitu: (a) Introvert, adalah orang yang suka memikirkan tentang diri sendiri, banyak fantasi, lekas merasakan kritik, menahan ekspresi emosi, lekas tersinggung dalam diskusi, suka membesarkan
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
25
kesalahannya, analisis dan kritik terhadap diri sendiri dan pesimis; dan (b) Ekstrovert, adalah orang yang melihat kenyataan dan keharusan, tidak lekas merasakan kritikan, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasakan kegagalan, tidak banyak mengadakan analisis dan kritik terhadap diri sendiri, terbuka, suka berbicara dan optimis. (3) Konsep diri. Menurut Maramis (1998), konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian seseorang yang diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain misalnya orang tua yang menginginkan anak-anaknya tetap sekolah walaupun dalam keadaan darurat, sehingga berupaya keras mencarikan sekolah untuk anaknya. (4) Dukungan sosial adalah adanya keterlibatan orang lain dalam menyelesaikan masalah. Individu melakukan tindakan kooperatif dan mencari dukungan dari orang lain, karena sumberdaya sosial menyediakan dukungan emosional, bantuan nyata dan bantuan informasi. Menurut Cronkite dan Moos (Holahan & Moos, 1987), orang yang mempunyai cukup sumberdaya sosial cenderung menggunakan strategi problemfocused coping dan meng- hindari strategi avoidance coping dalam menyelesaikan berbagai masalah. (5) Aset ekonomi. Keluarga yang memiliki aset ekonomi akan mudah dalam mela- kukan coping untuk penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Namun demikian, tidak berimplikasi terhadap bagaimana keluarga tersebut dapat menggunakannya (Lazarus & Folkman, 1984). Menurut Bryant (1990) aset adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki keluarga. Aset akan berperan sebagai alat pemuas kebutuhan. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki banyak aset cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memilki aset terbatas. Dalam penelitian ini sumberdaya coping yang digunakan adalah karak- teristik sosial ekonomi (jumlah anggota keluarga, umur, pendidikan ayah/ibu, pekerjaan, pendapatan keluarga, aset ekonomi, dan tingkat kesehatan), ciri-ciri pribadi (kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial.
C. KEBERFUNGSIAN KELUARGA C.1. Definisi Keluarga Definisi keluarga menurut Mattesssich da Hill (Zetlin et al., 1995) adalah suatu kelompok yang berhubungan dengan
26
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
kekerabatan, tempat tinggal, dan hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal yaitu hubungan intim, memelihara batas-batas yang terseleksi, mampu untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan memelihara tugas-tugas keluarga. Para ahli keluarga seperti Gelles (1995); Vosler (1996); Day et al. (1995) dan UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, mendefinisikan keluarga sebagai unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dari semua institusi, yang merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan darah dan adopsi. Menurut BKKBN (1997), keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang meliputi pendidikan, agama, kesehatan dan lain sebagainya. C.2. Ruang Lingkup Ilmu Keluarga Ilmu keluarga secara ontologi membatasi lingkup penelaahan keilmuannya pada jangkauan fenomena serta interpretasi atau penafsiran hakekat realitas dari objek kegiatan organisasi kehidupan yang paling primer yang disebut keluarga. Objek formal dari ilmu keluarga adalah (1) terjadinya/terbentuknya keluarga (perkawinan); (2) memelihara keluarga (mengusahakan makanan, pakaian, perumahan, pendidikan/pengasuhan, kesehatan, dan lain-lain); (3) meningkatkan mutu/kualitas keluarga dan anggota-anggotanya (interaksi antar anggota dalam keluarga, keluarga dengan keluarga lain dan masyarakat luas); (4) tingkat kehidupan yang dicapai, kualitas individu-individu yang akan terjun ke masyarakat luas dan/atau membentuk keluarga-keluarga baru (produk yang dihasilkan). Dilihat dari segi epistemologi tampak bahwa ilmu keluarga dalam memperoleh, menilai dan memahami fenomena serta realitas dari fenomena obyek formalnya (misalnya, pola asuh anak dalam keluarga, interaksi antar anggota dalam keluarga yang berakibat keharmonisan atau konflik, perilaku keluarga pada setiap perubahan strukturnya) menerapkan metode-metode ilmiah secara konsisten, sehingga dicapai hasil yang obyektif, rasional, logis, empiris, pragmatis dan transparan. Secara aksiologi, ilmu keluarga
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
27
merupakan alat untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia seutuhnya dalam konteks kehidupan keluarga dan interaksinya dengan lingkungan. Biasanya kajian dalam ilmu keluarga akan berkaitan dengan ilmu ekonomi, sosiologi, psikologi, hukum, bisnis.dan biologi/ekologi. C.3. Landasan Teori (Struktural Fungsional) Para sosiolog ternama seperti William F Ogburn dan Talcott Parsons mengemukakan pentingnya pendekatan struktural fungsional dalam kehidupan keluarga saat ini, karena pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomudasi dalam fungsi yang sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi, 1999). Newman dan Grauerholz (2002) mengatakan bahwa pendekatan teori struktural fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran keluarga agar dapat berfungsi dengan baik dan menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Macionis (1995) mengatakan pendekatan teori struktural fungsional juga menganalisis adanya penyimpangan, misalnya penyimpangan nilai-nilai budaya dan norma, kemudian memperhitungkan seberapa besar penyimpangan dapat berkontribusi pada stabilitas atau perubahan sosial. Menurut Megawangi (1999), konsep teori struktural fungsional antara lain: (1) Setiap subsistem, elemen atau individu dalam sebuah sistem mempunyai peran dan konstribusi kepada sebuah sistem secara keseluruhan (2) Adanya saling keterkaitan antar subsistem, elemen atau individu dalam sebuah sistem (Interdepedensi) (3) Keterkaitan antar subsistem, elemen atau individu dicapai melalui konsensus daripada konflik (4) Untuk mencapai keseimbangan diperlukan keteraturan atau integrasi antar subsistem, elemen atau individu (5) Untuk mencapai keseimbangan baru diperlukan adanya perubahan secara evolusioner. Penganut teori ini melihat sistem sosial sebagai sistem yang harmonis, berkelanjutan, dan senantiasa menuju kepada suatu keseimbangan, konsep dari keseimbangan mengacu kepada konsep homeostasis suatu organisme, yaitu kemampuan untuk menjaga stabilitas agar kelangsungan sistem tetap terjaga (Winton, 1995). Teori struktural fungsional menjadi keharusan yang harus ada agar keseimbangan sistem tercapai baik pada tingkat masyarakat maupun pada tingkat keluarga. Adanya struktur atau strata dalam keluarga dimana masing-masing
28
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
individu mengetahui dimana posisinya, dan patuh pada sistem nilai yang melandasi struktur dapat menciptakan ketertiban sosial. Menurut Megawangi (1999), ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu: (1) Berdasarkan status sosial, keluarga inti biasanya mencakup tiga struktur utama, yaitu bapak/suami (pencari nafkah), ibu/istri (ibu rumahtangga), dan anak-anak (balita, sekolah, remaja, dewasa) serta hubungan timbal balik antar individu dengan status sosial berbeda. (2) Konsep peran sosial menggambarkan peran masing-masing individu menurut status sosialnya dalam sebuah sistem. Ketidakseimbangan antara peran instrumental (oleh suami/bapak) dan eksprensif (oleh istri/ibu) dalam keluarga akan membuat keluarga tidak seimbang. (3) Norma sosial adalah sebuah peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertindak atau bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Norma sosial berasal dari dalam masyarakat itu sendiri yang merupakan bagian dari kebudayaan. Setiap keluarga dapat mempunyai norma sosial yang spesifik untuk keluarga tersebut, misalnya norma sosial dalam hal pembagian tugas dalam rumahtangga, yang merupakan bagian dari struktur keluarga untuk mengatur tingkah laku setiap anggota dalam keluarga. C.4. Fungsi Keluarga Salah satu aspek penting dari perspektif struktural-fungsional adalah dalam setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam sebuah struktur hirarkis yang harmonis, dan komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah sejumlah kegiatan yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga dengan baik untuk mencapai tujuan sistem. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga (Megawangi, 1999). Resolusi Majelis Umum PBB menguraikan fungsi utama keluarga adalah “Keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
29
fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera” (Megawangi, 1994). Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, yaitu suatu rangkaian peran dimana sistem sosial dibangun. Di Indonesia, PP Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera menjelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Menurut BKKBN (1997), fungsi keluarga secara umum diarahkan sebagai berikut: (1) Fungsi Keagamaan, keluarga perlu memberikan dorongan kepada seluruh anggotanya agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan untuk menjadi insan-insan agamais yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (2) Fungsi Sosial Budaya, memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. (3) Fungsi Cinta Kasih, keluarga memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan isteri, orang tua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. (4) Fungsi Melindungi, dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan (5) Fungsi Reproduksi, merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan takwa. (6) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupan di masa depan. (7) Fungsi Ekonomi, menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga. (8) Fungsi Pembinaan Lingkungan, memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah.
30
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Menurut Berns (1997), untuk memahami pentingnya keluarga kita harus kembali kepada fungsi dasarnya. Secara umum, keluarga melakukan berbagai fungsi yang memungkinkan masyarakat bertahan walaupun fungsi-fungsi tersebut sangat beragam. Kesuksesan keluarga dapat dipandang sangat berfungsi dan tidak sukses atau disfungsi. Keluarga yang mengalami stres berisiko mengalami disfungsi kecuali mereka dapat memperoleh dukungan untuk berfungsi dengan baik. Fungsi keluarga ada lima, yakni: (1) Reproduksi. Keluarga menjamin bahwa populasi masyarakat akan stabil, sehingga sejumlah anak akan terlahir dan dirawat untuk menggantikan mereka yang telah meninggal (2) Sosialisasi/Pendidikan. Keluarga menjamin bahwa nilai-nilai masyarakat, kepercayaan, sikap, pengetahuan, keahlian dan teknologi akan ditransfer kepada yang lebih muda (3) Peran Sosial. Keluarga memberikan identitas bagi keturunannya (ras, etnis, agama, sosial ekonomi dan peran gender). Sebuah identitas mencakup perilaku dan kewajiban. (4) Dukungan Ekonomi. Keluarga memberikan tempat berlindung, memelihara dan melindungi. Pada beberapa keluarga, semua anggota keluarga kecuali anak yang masih kecil memberikan kontribusi terhadap fungsi ekonomi melalui produksi barang. Pada keluarga lainnya, salah satu atau kedua orang tua membayar barang yang dibeli oleh semua anggota keluarga sebagai konsumen (5) Dukungan Emosional. Keluarga memberikan pengalaman pertama pada anak dalam melakukan interaksi sosial. Interaksi ini dapat mengakrabkan, mengasuh dan sekaligus memberikan jaminan emosional bagi anak, dan perawatan keluarga bagi anggotanya ketika mereka sakit, luka dan tua. Menurut Guhardja et al. (1989), keluarga bertanggung jawab dalam menjaga anggotanya serta menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian anggota keluarganya. Kelanjutan dari suatu masyarakat dimungkinkan adanya orang tua dan anak. Oleh sebab itu, tujuan kebanyakan rumahtangga dan kelu- arga adalah reproduksi, adopsi dan sosialisasi. Fungsi keluarga dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Pemeliharaan dan dukungan terhadap anggota keluarga. Pangan, pakaian dan tempat tinggal adalah kebutuhan dasar dari setiap individu yang harus dipenuhi keluarga. Rumah dan sandang memberikan perlindungan dan merupakan sumber ekspresi bagi individu. Pangan yang cukup diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi, sehingga mampu melaksanakan
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
31
segala akti- vitasnya. Memelihara kesehatan adalah juga tanggung jawab keluarga (2) Perkembangan anggota keluarga. Dengan memperhatikan kebutuhan dasar dari anggota keluarga, maka kesempataan berkembang yang lebih luas dapat dibangun. Melalui kesempatan yang lebih banyak, individu dan keluarga akan mendapatkan ekspresi yang lebih banyak dalam aspek budaya, intelektual dan aspek sosial dari kehidupan mereka Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi utama, yakni fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada para anggota keluarga. Fungsi kedua adalah fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial dan emosi serta pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengembangan diri anak. Parsons dan Bales (Megawangi, 1999) menyatakan bahwa peran orang tua dalam keluarga meliputi peran instrumental yang diharapkan dilakukan oleh suami atau bapak dan peran emosional atau ekspresif yang biasanya dipegang oleh figur istri atau ibu. Peran instrumental dikaitkan dengan peran pencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga. Peran ini lebih memfokuskan pada bagaimana keluarga menghadapi situasi eksternal. Dalam keluarga inti suami sebagai pencari nafkah diharapkan memerankan peran ini agar tujuan secara keseluruhan dapat tercapai. Peran emosional ekspresif adalah peran memberi dan menerima, mencintai dan dicintai, kelembutan dan kasih sayang. Peran ini bertujuan untuk dapat mengintegrasikan atau mencip- takan suasana harmonis dalam keluarga serta meredam tekanan-tekanan yang terjadi karena adanya interaksi sosial antar anggota keluarga atau antar individu di luar keluarga. Suami diharapkan berada di luar rumah untuk mencari nafkah, istri biasanya tinggal di rumah, maka istri diharapkan berperan memberikan kedamaian agar integrasi dan keharmonisan dalam keluarga dapat tercapai. Keseimbangan antara peran instrumental dan ekspresif dalam keluarga perlu dijaga dan dipertahankan. Parsons dan Bales (Nye & Berardon, 1967) mengemukakan bahwa kajian tentang hubungan internal dalam sebuah keluarga berfokus pada pembagian tugas dalam keluarga secara seksual, yakni antara fungsi ekspresif dan instrumental. Pembedaan fungsi sebenarnya bukan hanya terkait dengan jenis kelamin, tetapi juga dengan proses interaksi dalam pengambilan keputusan. Proses interaksi ini menyebabkan spesialisasi dua jenis aktivitas yang berbeda, yakni ekspresif dan instrumental.
32
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Fungsi instrumental secara primer berkaitan dengan hubungan keluarga dengan situasi eksternal dan penetapan hubungan keluarga. Menurut Slater (1974), keterkaitan fungsi ini dengan proses atau upaya adaptasi keluarga dengan situasi eksternal menyebabkan penyebutan fungsi ini menjadi fungsi instrumental-adaptif. Fungsi atau aktivitas ini menjadi peran utama dari ayah atau suami, dan salah satu aspeknya adalah pencari nafkah (breadwinner). Winch (Bigner, 1979) mengaitkan fungsi ini dengan fungsi kontrol, yang didasarkan pada penerapan otoritas dan tanggung jawab orangtua terhadap kesejahteraan anaknya. Fungsi kontrol merupakan mekanisme yang mendasari proses sosialisasi anak dengan pola perilaku, nilai-nilai, norma sosial, dan sikap yang dianggap baik dan penting bagi anak untuk adaptasi (child adjustment) dengan lingkungan eksternal. Berdasarkan penjelasan Winch, maka fungsi dan aktivitas instrumental-adaptif ini lebih luas. Ayah bukan saja dominan sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai agen utama sosialisasi ini, perilaku, sikap, dan norma sosial. Fungsi ekspresif dikaitkan terutama dengan solidaritas keluarga, hubungan internal antar anggota keluarga, dan pemenuhan kebutuhan emosional-afeksional anggota keluarga. Ibu atau istri dianggap paling dominan dalam melaksanakan fungsi ini, karena itu dia dianggap menjadi simbol integratif keluarga. Penekanan fungsi ini pada masalah integrasi keluarga menyebabkan ia disebut juga fungsi ekspresif-integratif (Slater, 1974). Winch (Bigner, 1979) mengaitkan fungsi ekspresif dengan fungsi peng-asuhan (nurturance). Fungsi ini secara sempit diartikan sebagai kegiatan atau penanganan aspek pemeliharaan (maintenance) anak sehari-hari seperti makan, memandikan, dan mengenakan baju. Dalam pengertian yang lebih luas pengasuhan diartikan sebagai proses psikologis pemenuhan kebutuhan emosional-afeksional anak melalui ucapan (termasuk bercerita, menyanyi), tinda- kan, dan sentuhan fisik. Kegiatan ini sering dikaitkan dengan istilah penyediaan kehangatan untuk anak. Benson (Bigner, 1979) mengemukakan bahwa ibu yang baik juga melak- sanakan bagian-bagian tertentu dari fungsi instrumental, ayah yang baik melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu yang bersifat ekspresif. Parke (1996) menjelaskan bahwa akhir-akhir ini fatherhood ideology dalam parenting semakin fenomenal. Ini menandai bangkitnya sebuah era yang mengakui pentingnya parenting yang dilakukan oleh ayah. Kecenderungan ini harus dipahami tidak dalam konteks pergantian fungsi (role
Studi tentang Stres, Coping, dan Fungsi Keluarga
33
replacement). Ayah tetap dianggap sebagai pelaku utama dari fungsi instrumental, yang dalam momen-momen tertentu dia juga bisa terlibat dalam fungsi ekspresif. Dari beberapa fungsi keluarga yang telah dikemukakan di atas ada beberapa persamaan antara fungsi keluarga yang dikemukaan oleh BKKBN (1997), Berns (1997), Guhardja et al. (1989) dan Rice dan Tucker (1986) yaitu: (1) sebagai mekanisme procreation yaitu mengadakan keturunan yang selanjutnya melestarikan eksistensi masyarakat sebagai satu kesatuan, (2) memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi anggota keluarganya mulai dari sandang, pangan, perlindungan, pendidikan, kesehatan serta kebutuhan emosional lainnya, dan (3) memberikan peran sosial dan keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat dan keikutsertaannya dalam mengabdikan normanorma sosial dan keagamaan melalui interaksi anak-anak dan orangtua dalam keluarga dan interaksi keluarga dengan masyarakat serta interaksi dengan Yang Maha Pencipta. Perbedaan dari fungsi-fungsi keluarga yang telah disebutkan di atas terletak pada peran orang tua (ayah dan ibu) untuk menjalankan fungsi keluarga. Rice dan Tucker (1986) membagi dengan jelas fungsi keluarga menjadi dua yaitu fungsi instrumental dan fungsi ekspresif. Fungsi instrumental yang diperankan oleh ayah dan fungsi ekspresif diperankan oleh ibu. BKKBN (1997), Berns (1997), Guhardja et al. (1989) tidak membagi dengan jelas masing-masing fungsi keluarga ke dalam peran ayah dan ibu, sehingga untuk menjalankan semua fungsi tersebut dilakukan bersama-sama. Dalam penelitian ini, fungsi keluarga yang digunakan adalah yang dikemukakan oleh Rice dan Tucker (1986) dengan alasan peneliti ingin melihat apakah kedua fungsi keluarga yaitu instrumental yang diperankan oleh ayah dan ekspresif yang diperankan oleh ibu telah dapat dijalankan dengan baik pasca terjadinya gempa dan tsunami.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
34
Bab Tiga TEKNIK DAN STRATEGI COPING BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH A. BENCANA, STRESS TSUNAMI ACEH
DAN
COPING KELUARGA KORBAN GEMPA
DAN
Permasalahan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami seperti masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian dan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki keluarga. Apabila sumberdaya yang dimiliki keluarga sangat terbatas, maka masalah yang dihadapi akan sulit terselesaikan dan akhirnya dapat menimbulkan stres. Stres yang dialami keluarga dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul baik fisik, psikis, perilaku dan kognitif. Gejala-gejala tersebut mempunyai ciri adanya perasaan yang mencemaskan dan menegangkan yang ditimbulkan oleh sumber stres. Sumber stres bagi seseorang bisa berbeda-beda, sangat tergantung pada penilaian dan persepsi seseorang. Proses penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu kejadian yang penuh stres akan sangat menentukan tingkat stres yang dialami keluarga. Untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi keluarga yang dapat mengakibatkan stres, keluarga secara alamiah akan melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan disebut “strategi coping”. Strategi coping yang dilakukan keluarga dalam penelitian ini diadopsi dari model Lazarus dan Folkman (1984), yakni strategi coping berpusat pada masalah dan strategi coping berpusat pada emosi. Strategi coping mana yang digunakan sangat tergantung kepada masalah dan sumber stres sebagai penyebab terjadinya suatu ketegangan. Strategi coping yang dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi stres sangat ditentukan oleh sumberdaya coping yang dimiliki keluarga. Boss (Sussman & Steinmetz, 1988), mengatakan bahwa sumberdaya coping keluarga merupakan kekuatan individual dan kekuatan bersama pada saat menghadapi sesuatu kejadian sebagai penyebab stres. Sumberdaya coping
34
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
35
mencakup karakteristik sosial ekonomi keluarga, ciri-ciri pribadi dan dukungan sosial. Karakteristik sosial ekonomi mencakup jumlah anggota keluarga, pendapatan, aset dan pengeluaran. Ciriciri pribadi mencakup umur, pendidikan pandidikan dan tingkat kesehatan, kepribadian, konsep diri dan dukungan sosial terdiri dari bantuan yang berasal masyarakat sekitar, teman, pemerintah dan LSM/NGO. Strategi coping yang dilakukan keluarga akan sangat menentukan keberlangsungan fungsi keluarga. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga (Megawangi, 1999). Keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 1994). Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, yaitu suatu rangkaian peran dimana sistem sosial dibangun. Menurut Rice dan Tucker (1986) fungsi keluarga ada dua yakni fungsi ekspresif yang diperankan oleh ibu untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosi, serta kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan perkembangan diri anak serta fungsi instrumental yang diperankan oleh ayah yang berkewajiban memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada para anggota keluarga. Kehidupan keluarga akan sejahtera kalau masing-masing peran dapat dijalan dengan baik. Kerangka fikir operasional tentang strategi coping keluarga pasca gempa dan tsunami disajikan pada Gambar 2. Dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis bahwa masalah keluarga, tingkat stres dan sumberdaya coping berpengaruh nyata terhadap strategi coping keluarga pasca gempa dan tsunami. Di samping itu masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi coping berpengaruh nyata terhadap keberfungsian keluarga pasca gempa dan tsunami.
36
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Gambar 2. Kerangka berpikir operasional strategi coping bagi keluarga korban gempa dan tsunami Aceh
B. DISAIN PENLITIAN, SAMPEL DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH
Disain penelitian ini adalah cross-sectional dan retrospective study. Data yang dikumpulkan adalah kondisi yang dialami keluarga setahun setelah terjadinya gempa dan tsunami mencakup data tingkat stres dan strategi coping yang diambil secara retrospektif. Data retrospektif lainnya yang diambil adalah tingkat kesehatan yang diderita keluarga enam bulan terakhir. Data cross-sectional mencakup masalah keluarga, sumberdaya coping dan keberfungsian keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner mulai bulan Mei sampai Juli 2006. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan kedua Kecamatan tersebut terkena musibah gempa dan tsunami terparah pada tanggal 26 Desember 2004. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang wilayahnya terkena masalah gempa dan tsunami yang berada pada dua Kecamatan yang telah disebutkan di atas. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan metode penarikan contoh acak berlapis (stratified random sampling) secara proporsional sebagai representasi dari populasi. Lapis pertama adalah kumpulan keluarga yang ada ayah dan ibu yang disebut tipologi keluarga utuh, lapis kedua adalah keluarga ada ayah (tidak memiliki ibu) atau tipologi keluarga duda dan lapis ketiga keluarga
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
37
ada ibu (tidak memiliki ayah). atau tipologi keluarga janda Selanjutnya pada tiap lapis dilakukan penarikan contoh menggunakan acak sederhana. Penentuan jumlah contoh dalam penelitian ini menurut Cochran (1982) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
n=
Z 12−α / 2 p(1 − p ) d2
Keterangan: n = jumlah contoh Z = nilai z tabel p = proporsi keluarga yang kehilangan rumah d = akurasi (perbedaan antara proporsi dengan penduganya) Jika dalam penelitian ini digunakan nilai α = 0.05, p (kejadian kehilangan rumah sebesar 90%) dan akurasi =0.05, maka jumlah contoh minimal yang dibutuhkan sebesar: (1.96)2 (0.9) (0.1) 0.346 n= = = 138 orang (0.05)2 0.0025 Dengan demikian, ukuran contoh yang diambil adalah minimal 138 contoh. Proporsi jumlah contoh yang diambil ditentukan dengan rumus berikut: Ni ni = xn N Keterangan: ni = Ukuran contoh Ni = Ukuran populasi pada tiap kelompok contoh N = Ukuran populasi keseluruhan n = Ukuran contoh yang diinginkan
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
38
Adapun kerangka penarikan contoh yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3. P rovinsi NDA
Ko ta B an daA ceh
K ec. K uta A lam (K el 1)
K ec. M euraxa (K el 2)
S tratifika si
U tuh (2378kk) A cak 84 kk
D uda (368 kk) A ca k 13 kk
S tra tifika si
Janda (226 kk) Aca k 8 kk
U tuh (531 kk)
D uda (207 kk)
A cak
A cak
19 kk
Janda (184kk) A cak
P ro po r siona l 7 kk
7 kk
Gambar 3. Bagan penarikan contoh. Jumlah populasi di Kecamatan Kuta Alam lebih banyak dibandingkan Kecamatan Meraxa, sehingga proporsi jumlah contoh yang berasal dari Kecamatan Kuta Alam lebih banyak dibandingkan Kecamatan Meraxa. Secara umum, tipologi keluarga utuh lebih banyak dibandingkan dengan tipologi keluarga duda dan tipologi keluarga janda (Tabel 2). Tabel 2. Ukuran contoh berdasarkan desa, tipologi keluarga dan populasi Kecamata n
Desa
Jumlah Keluarg a
Lampulo
1537
Lamdingin
618
Kuta Alam
Tipologi keluarga
Populas i
Ukuran contoh
Ayah + Ibu (utuh) Ada Ayah (duda) Ada Ibu (janda) Ayah + Ibu (utuh) Ada Ayah (duda) Ada Ibu (janda)
1345 115 77 427 109 82
48 4 3 15 4 3
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Lambaro Skep Sub Total 1
Meraxa
817
Ayah + Ibu (utuh) Ada Ayah (duda) Ada Ibu (janda)
2972 Lamjabat
193
Lampaseh Aceh
459
Surin
270
Sub Total 2 Total (1+2)
39
Ayah + Ibu (utuh) Ada Ayah (duda) Ada Ibu (janda) Ayah + Ibu (utuh) Ada Ayah (duda) Ada Ibu (janda) Ayah + Ibu (utuh) Ada Ayah (duda) Ada Ibu (janda)
922 3894
606 144 67
21 5 2
2972 82 59 52 320 68 71 129 80 61 922 3894
105 3 2 2 11 2 3 5 3 2 33 138
Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: (1) Masalahmasalah yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami; (2) Tingkat stres; (3) Sumberdaya coping keluarga yang mencakup karakteristik sosial ekonomi keluarga (jumlah anggota keluarga pendapatan, aset dan pekerjaan, ciri-ciri pribadi (umur, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial; (4) Strategi coping (coping berpusat pada masalah dan coping berpusat pada emosi); dan (5) Keberfungsian keluarga. Data sekunder mencakup profil kedua Kecamatan dan data bantuan dari pemerintah, NGO/LSM dan lainnya kepada korban gempa dan tsunami. Secara rinci peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran No . 1
2.
Peubah Masalah-masalah keluarga pasca gempa dan tsunami 1. Pangan 2. Kesehatan 3. Pendidikan 4. Perumahan/Tempat Tinggal 5. Pakaian 6. Pekerjaan/Pendapatan Sumberdaya coping keluarga
Skala
Responde n
Alat dan Cara Pengukuran
Ordinal
Ibu/Bapak
Kuesioner/ wawancara
Ibu/Bapak
Kuesioner/
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
40 No .
3
4
5
Peubah Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga: 1.Jumlah anggota keluarga 2.Pendapatan 3.Aset Ekonomi 4. Pekerjaan Ciri-ciri Pribadi: Umur Pendidikan formal Tingkat Kesehatan Kepribadian Konsep diri Dukungan Sosial Tingkat Stres (Family Inventory of Life) 1. Tingkat stres fisik 2. Tingkat stres psikis 3. Tingkat stres kognitif 4. Tingkat stres perilaku Tingkat stres (Skala Holmes dan Rahe) Strategi coping keluarga: Coping berpusat pada masalah 1. Planful Problem Solving 2. Confrontatif coping 3. Seeking social support Coping berpusat pada emosi 1. Positive reappraisal 2. Accepting responsibility 3. Self controlling 4. Distancing 5. Escape-Avoidance Keberfungsian keluarga Ekspresif Instrumental
Skala
Responde n
Alat dan Cara Pengukuran
Rasio Rasio Rasio wawancara
Rasio Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Ibu/Bapak
Kuesioner/ wawancara
Ordinal
Ibu/Bapak
Kuesioner wawancara dengan metode Ways of Coping Scale (Lazarus & Folkman, 1984)
Ordinal
Ibu/Bapak
Kuesioner/ wawancara
Ordinal
C. BEBERAPA DEFINISI OPERASIONAL (1)
(2)
Masalah-masalah Keluarga adalah berbagai persoalan/ permasalahan yang dialami keluarga sekitar 1.5 tahun setelah terjadinya gempa dan tsunami yang dapat memicu terjadi stres yang mencakup masalah pangan, masalah kesehatan, masalah pendidikan, masalah perumahan/tempat tinggal, masalah pakaian dan masalah pekerjaan/pendapatan Sumberdaya coping adalah sumberdaya yang dimiliki
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
41
keluarga meliputi karakteristik sosial ekonomi keluarga (jumlah anggota keluarga, pendapatan, aset, pekerjaan), ciri-ciri pribadi adalah (umur, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial (3) Jumlah anggota keluarga adalah semua individu yang tinggal di bawah satu atap dan makan dari dapur yang sama. (4) Pendapatan adalah upah, gaji atau hasil yang diperoleh dari semua anggota keluarga, baik berupa barang, jasa dan lain-lain yang dinilai dengan uang selama satu bulan terakhir. (5) Aset adalah seluruh kekayaan berupa uang, barang, modal atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang dimiliki oleh keluarga (6) Pekerjaan adalah jenis profesi yang digeluti oleh ayah/ibu, anak maupun anggota keluarga lain pasca gempa dan tsunami dan mencakup utama dan sampingan yang mendapat imbalan berupa gaji/upah. (7) Umur adalah usia ayah/ibu pada saat penelitian berlangsung yang dinyatakan dalam tahun (8) Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang dicapai oleh ayah/ibu (9) Tingkat kesehatan adalah tingkat kesehatan ayah/ibu selama 6 bulan terakhir yang mencakup jenis penyakit yang diderita, frekuensi, lama sakit dan upaya pengobatannya. (10) Kepribadian adalah sikap dan perilaku ayah atau ibu dalam menangkapi berbagai permasalahan yang dihadapi (11) Konsep diri adalah pengetahuan dan persepsi ayah dan ibu terhadap dirinya sendiri. (12) Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima keluarga baik berupa uang, makanan, perumahan dan bantuan lainnya yang berasal dari masyarakat, teman, pemerintah dan LSM baik dalam maupun luar negeri (13) Tingkat stres adalah respon spesifik dari ibu/ayah akibat gempa dan tsunami yang dialami 1 tahun pasca gempa dan tsunami yang diketahui dari gejala-gejala yang muncul baik fisik, psikis, perilaku dan kognitif. (14) Strategi coping keluarga adalah respon perilaku yang digunakan kepala keluarga untuk memecahkan suatu masalah untuk mengurangi stres yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami. Strategi coping yang dilakukan mencakup coping berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. (15) Strategi coping yang berfokus pada masalah adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi tuntutan-tuntutan yang dapat menimbulkan stres dengan mengembangkan sumberdaya
42
(16)
(17)
(1)
(2)
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
untuk mengatasinya. Coping yang berpusat pada masalah mencakup: (1) Planful problem solving yaitu bereaksi dengan melakukan usaha-usaha tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah. (2) Confrontative yaitu bereaksi untuk mengubah keadaan yang dapat menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil. (3) Seeking social support yaitu bereaksi dengan mencari dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional. Strategi coping berfokus pada emosi yaitu individu melakukan usaha-usaha yang bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha untuk mengubah stresor secara langsung. Strategi coping ini mencakup: (1) Positive reappraisal, adalah bereaksi dengan menciptakan makna positif dalam diri yang bertujuan untuk mengembangkan diri termasuk melibatkan diri dalam halhal yang religius. (2) Accepting responsibility yaitu bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam permasalahan yang dihadapi, dan berusaha mendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. (3) Self controlling atau mengendalian diri yaitu bereaksi dengan melakukan regulasi baik dalam perasaan maupun tindakan. (4) Distancing atau menjauhkan diri yaitu tidak melibatkan diri dalam permasalahan. (5) Escape avoidance yaitu menghindari atau melarikan diri dari masalah yang dihadapi. Keberfungsian Keluarga adalah berfungsinya keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, sosialisasi dan mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan perannya dalam keluarga serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Dalam penelitian ini fungsi keluarga mencakup: Fungsi instrumental adalah fungsi yang berkaitan dengan hubungan keluarga dengan situasi eksternal. Fungsi instrumental dikaitkan dengan peran ayah sebagai pencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga Fungsi Ekspresif adalah fungsi keluarga yang dikaitkan terutama dengan integritas dan solidaritas keluarga. Fungsi
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
43
ekspresif dikaitkan dengan peran ibu dalam pemenuhan kebutuhan emosional-afeksional anggota keluarga. (18) Tipologi Keluarga adalah penggolongan keluarga contoh menjadi tiga kelompok yakni keluarga utuh, duda dan janda.
D. METODE PENGUKURAN PEUBAH, VALIDITAS, RELIABILITAS INSTRUMEN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Metode pengukuran peubah akan menguraiakn sistem skoring dan pengkategorian skor yang diperoleh dari variabelvariabel penelitian. Berdasarkan peubah-peubah penelitian dan metode pengukuran yang dilakukan untuk mengkuantifikasi datadata yang dikumpulkan yang selanjutnya akan digunakan untuk analisis statistik. Untuk menyamakan satuan yang digunakan maka semua skor yang diperoleh dikonversi dalam bentuk persen (0100). Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: X- Nilai Minimum X Y=
x 100 Nilai Maksimum X – Nilai Minimun X
Keterangan: Y= skor dalam persen x = skor yang diperoleh untuk tiap responden (1) Masalah-masalah keluarga pasca gempa dan tsunami Skoring jawaban terhadap masalah-masalah keluarga dilakukan dengan memberi skor 0 jika contoh mengalami masalah dan diberi skor 1 jika tidak mengalami masalah. Semua pertanyaan memungkinkan untuk dijawab oleh responden. Ada tujuh kelompok permasalahan yang digali dari contoh yakni: (1) Masalah pangan diukur dengan tiga item pertanyaan dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 3. (2) Masalah kesehatan diukur dengan dua item pertanyaan dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 2. (3) Masalah pendidikan diukur dengan tiga item pertanyaan dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 3. (4) Masalah perumahan/tempat tinggal diukur dengan empat item pertanyaan dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 4. (5) Masalah pakaian diukur dengan dua item pertanyaan dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 2.
44
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
(6)
Masalah pekerjaan/pendapatan diukur dengan dua item pertanyaan dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 2.
Selanjutnya skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah disebut sebelumnya. Total skor yang diperoleh dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelas interval yaitu rendah (skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor 66.8-100.0) (2) Sumberdaya coping Sumberdaya coping mencakup karakteristik sosial ekonomi keluarga (jumlah anggota keluarga, pendapatan, aset dan pekerjaan), ciri-ciri pribadi (umur, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial (1) Jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yakni < 4 orang, 5-6 orang dan > 6 orang. (2) Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga sehingga diperoleh pendapatan per kapita per bulan. Adapun kategori pendapatan yang digunakan adalah < Rp 100.000, > Rp 100.000 - 250.000, > Rp 250.000 500.000, > Rp 500.000 - 750.000, > Rp 750.000 - 1.000.000 dan > Rp 1.000.000. (3) Aset adalah seluruh kekayaan berupa lahan, barang baik elektronik, perhiasan, modal, asuransi/surat berharga atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang dimiliki oleh keluarga. Untuk aset ekonomi yang dimiliki seperti tabungan, rumah, tanah, emas dan aset lainnya yang dinilai dalam bentuk uang, sehingga diperoleh nilai aset dalam rupiah (4) Pekerjaan. Profesi contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 6, yakni: 1. Buruh; 2. Tidak Bekerja; 3. Pedagang/Wiraswasta; 4. Swasta; 5. PNS/ABRI; dan 6. LSM/Relawan (5) Umur. Usia contoh dikelompokkan menjadi 4 kategori yakni (1) < 21 tahun, (2) 21-40 tahun, (3) 41-60 tahun dan (4) > 60 tahun. (6) Tingkat pendidikan. Pendidikan ayah/ibu dikelompokkan menjadi: 1.Tidak sekolah; 2. SD/sederajat; 3. SLTP/sederajat; 4. SLTA/sederajat dan 5. PT (7) Tingkat kesehatan. Skor tingkat kesehatan diperoleh dengan cara menjumlahkan frekuensi, lama sakit dan skor upaya pengobatan. Upaya pengobatan dinilai berdasarkan kualitas pengobatan yang diterima semakin rendah kualitas pengobatan yang dilakukan misalnya tidak diobati maka skornya akan
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
45
semakin tinggi. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka tingkat kesehatan akan semakin tinggi. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah disebut sebelumnya, kemudian dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelas interval yaitu rendah (skor 033.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor 66.8-100.0) (8) Kepribadian. Peubah ini mencakup 17 item pertanyaan. Kategori jawaban untuk peubah ini adalah 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 17. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik kepribadian contoh. Total skor yang diperoleh dibagi menjadi dua kategori yakni introvert (skor 0-66.7%) dan ekstrovert (skor 66.8-100.0%). (9) Konsep diri. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan. Kategori jawaban untuk peubah ini adalah 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 5. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100. Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin baik konsep diri contoh. Total skor yang diperoleh dibagi menjadi dua kategori yakni negatif (skor 0-66.7%) dan positif (skor 66.8 -100.0%). (10) Dukungan sosial. Peubah ini mencakup empat item pertanyaan. Kategori jawaban untuk peubah ini adalah 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 4. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik dukungan sosial yang diperoleh. Total skor yang diperoleh dibagi menjadi dua kategori berdasarkan kelas interval yaitu mendukung dengan skor 0-66.7 dan tidak mendukung dengan skor 66.8-100.0. (3) Tingkat Stres dengan metode Family Inventory of Life Jumlah item pertanyaan adalah 30. Kategori jawaban untuk peubah tingkat stres keluarga adalah “tidak pernah terjadi”, “kadang-kadang terjadi” dan “sering terjadi” Pertanyaan yang diberikan adalah seputar gejala-gejala stres baik fisik, psikis, kognitif dan perilaku yang dialami contoh pasca gempa dan tsunami. Jawaban “tidak pernah terjadi” diberikan jika gejala stres tidak pernah dialami pasca gempa dan tsunami dan diberi nilai 0. Jawaban “kadang-kadang terjadi” diberikan jika gejala stres dialami kurang dari tiga kali selama pasca gempa dan tsunami dan diberi nilai 1. Jawaban “sering terjadi” diberikan jika gejala stres dialami lebih dari tiga kali selama pasca gempa dan tsunami dan diberi nilai 2. Gejala stres yang dialami dapat saja dirasakan sekaligus oleh contoh sehingga total skor yang
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
46
diperoleh adalah minimal 0 dan maksimal 60, semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat stres yang dialami. Selanjutnya skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah disebut sebelumnya, kemudian dibagi menjadi empat kategori tingkat stres yang diadopsi dari Holmes dan Rahe (1967) yakni stres minor (skor < 35.3), stres ringan (skor 35.3-46.8), stres sedang (skor 46.9-70.4) dan stres mayor/berat (skor > 70.4). (1) Gejala stres fisik diukur dengan delapan item pertanyaan sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 16. (2) Gejala stres psikis diukur dengan tujuh item pertanyaan dengan skor 0=tidak pernah, 1=kadang-kadang dan 2=sering, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 14. (3) Gejala stres kognitif diukur dengan lima item pertanyaan sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 10. (4) Gejala stres perilaku diukur dengan sepuluh item pertanyaan sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 20. (4) Tingkat Stres dengan metode Holmes dan Rahe Peubah ini mencakup 10 item pertanyaan. Kategori jawaban untuk peubah tingkat stres keluarga ini adalah 0=tidak dan 1=ya. Setiap pertanyaan dibobot dengan menggunakan skala Holmes dan Rahe seperti disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan akan diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 425 apabila stres yang dirasakan contoh disebabkan oleh item 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Tingginya skor ini diakibatkan adanya pembobotan yang dilakukan pada setiap item pertanyaan berdasarkan derajat beratnya stresor. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat stres yang dialami. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah disebutkan sebelumnya dan kemudian dibagi menjadi empat kategori stres dengan mengadopsi dari Holmes dan Rahe (1967) yakni stres minor (skor < 35.3), stres ringan (skor 35.3-46.8), stres sedang (skor 46.9-70.4) dan stres mayor/berat (skor > 70.4). Tabel 4. Pembobotan pertanyaan penyebab stres menggunakan Skala Holmes dan Rahe No 1 2 3 4
Penyebab Stres Kematian pasangan Perpisahan perkawinan Kehilangan aset Perubahan kondisi keuangan
Skor 100 65 47 63
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
5 6 7 8 9 10
Kematian anggota keluarga Luka parah Kematian teman dekat perubahan jenis pekerjaan Pinjaman keuangan Perubahan tempat tinggal
47 53 53 37 36 30 20
(5) Strategi Coping Instrumen yang digunakan untuk peubah strategi coping keluarga adalah yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman (1984) yang diberi nama Ways of Coping Scale. Alat ukur ini berupa kuesioner yang mengukur strategi coping berfokus pada masalah dan coping berfokus pada emosi. Strategi coping yang berfokus pada masalah ada tiga yaitu: planful problem solving, confrontatif dan seeking social support, dan strategi coping berfokus pada emosi ada lima yaitu: positive reappraisal, accepting responsibility, self controlling, distancing dan escape avoidance. Skoring dilakukan dengan cara merangking jawaban responden, dimana jawaban diberi skor 3 = sering sekali, 2 = sering, 1 = kadang-kadang dan diberi skor 0 = tidak pernah, sehingga diperoleh data dengan skala pengukuran ordinal. Pertanyaan peubah ini terdiri dari 36 item. Semua pertanyaan memungkinkan untuk dijawab oleh responden sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 108. Selanjutnya skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah disebut sebelumnya dan kemudian dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelas interval yaitu rendah (skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor 66.8-100.0). Coping Berfokus pada Masalah Peubah ini mencakup 16 item pertanyaan. sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 48. (1) Planful Problem Solving. Peubah ini mencakup tujuh item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 21. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan. (2) Confrontatif. Peubah ini mencakup empat item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 12. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tidak baik strategi coping yang dilakukan. (3) Seeking Social Support. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 15. Semakin tinggi skor yang diperoleh
48
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
maka semakin baik strategi coping yang dilakukan. Coping Berfokus pada Emosi Peubah ini mencakup 20 item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 60. (1) Positive reappraisal. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 15. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan. (2) Accepting responsibility. Peubah ini mencakup empat item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 12. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan. (3) Self controlling. Peubah ini mencakup enam item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 18. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan. (4) Distancing. Peubah ini mencakup tiga item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 9. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tidak baik strategi coping yang dilakukan. (5) Escape avoidance. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 15. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tidak baik strategi coping yang dilakukan. (6) Keberfungsian Keluarga Peubah keberfungsian keluarga terbagi menjadi dua, yakni fungsi ekspresif dan fungsi instrumental. Total jumlah pertanyaan peubah keberfungsian keluarga adalah 39 item. Skoring dilakukan dengan memberi skor 1 jika jawaban sangat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti dan diberi skor 0 jika sangat tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti sehingga diperoleh data dengan skala pengukuran nominal. Semua pertanyaan memungkinkan untuk dijawab oleh responden sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 39. Selanjutnya skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dan kemudian dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelas interval yaitu rendah (skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor 66.8-100.0). (1) Fungsi ekspresif. Jumlah pertanyaan peubah fungsi ekspresif adalah 17 item, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 17.
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
49
(2) Fungsi instrumental. Jumlah pertanyaan peubah fungsi instrumental adalah 22 item, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 22. Secara rinci, jenis data, peubah maupun cut off yang digunakan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis data, peubah dan skoring yang digunakan No 1
Peubah
Masalah pasca gempa dan tsunami Tingkat Stres Ibu (Family Inventory of Life) - Fisik 2 - Psikis - Kognitif - Perilaku 3 Tingkat Stres (Holmes dan Rahe) 4 Kepribadian Konsep Diri 5 Dukungan Sosial 6 Coping Coping Berfokus pada Masalah - Planful Problem Solving 6.1 - Confrontatif Coping - Seeking Social Support Coping Berfokus pada Emosi 6.2 - Positive Reappraisal - Accepting Responsibility - Self Controlling - Distancing. - - Escape Avoidance Keberfungsian Keluarga 7 - Fungsi Ekspresif - Fungsi Instrumental
Jumlah Item 19 30 8 7 5 10 10 17 5 4 36 16 7 4 5 20 5 4 3 3 5 39 17 22
Skor Min 0
Skor Max 19
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60 16 14 10 20 425 17 5 4 108 48 21 12 15 60 15 12 9 9 15 39 17 22
Adapaun mengenai validitas dan reliabilitas instrumen untuk pengelolaan data ada beberapa langkah yang akan dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol kualitas data, yakni: (1) Validasi content pada saat pengembangan atau modifikasi instrumen. Menurut Babbie (1992), bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar dari 0.3 (r <0.3), maka instrumen tersebut valid.
50
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
(2) Uji coba kuesioner sebelum pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui pilihan dan bentuk kuesioner (pernyataan atau pertanyaan), kedalaman pertanyaan, ketepatan pemilihan kata, dapat tidaknya suatu pertanyaan ditanyakan, pilihan jawaban yang dimungkinkan, serta lama maksimal wawancara dan mengukur reliabilitas kuesioner (alpha cronbach) Reliabilitas atau keterandalan menunjukan kekonsistensi suatu alat ukur dalam mengukur hal yang sama. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Reliabilitas suatu alat ukur adalah sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hasil pengukuran dapat dipercaya, bila beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek yang diukur tidak berubah. Pada penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan adalah metode Cronbach atau Cr. Alpha berdasarkn skala Cr. Alpha 0 sampai dengan 1 dengan rumus: ∑vi n α= 1 − i =1 n −1 vt Keterangan: α = koefisien Alpha Cronbach (koefisien realibilitas) n = besar sampel pada uji instrumen Vi = ragam bagian ke i kelompok indikator Vt = ragam Skor total (perolehan) Suatu instrumen (keseluruhan indikator) dianggap sudah cukup reliabel (reliabilitas konsistensi internal ), bilamana α ≤0.6 (Babbie, 1992). Selama penelitian penjajakan, pengumpulan data penelitian berjalan lancar dan tidak ditemukan kendala yang berarti. Responden yang dijadikan contoh dalam uji coba ini adalah keluarga yang menjadi korban gempa dan tsunami yang saat ini berdomisili di Bogor. Karakteristik responden sangat beragam dari yang statusnya sebagai mahasiswa sampai kepada pedagang kaki lima di pasar Anyar Bogor. Dari 15 responden yang diambil selama penjajakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kuesioner dan wawancara berkisar antara 30 sampai 45 menit. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen yang digunakan cukup handal dan signifikan dengan nilai α -cronbach antara 0.6316 - 0.8573.
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
51
Pada peubah penelitian masalah-masalah keluarga pasca gempa secara umum (pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan/tempat tinggal, pakaian, pekerjaan/pendapatan dan kehilangan anggota keluarga) nilai reliabilitas yang diperoleh sudah cukup baik yakni lebih dari 0.7. Demikian pula untuk peubah ingkat stres metode Family Inventory of Life dan tingkat stres Holmes dan Rahe nilai cronbach alpha yang diperoleh relatif baik dengan nilai > 0.60. Pada instrumen peubah kepribadian, konsep diri dan dukungan sosial perlu dilakukan penghapusan terhadap pertanyaan yang dinilai kurang valid (nilai korelasi negatif) karena nilai cronbach alpha yang diperoleh lebih kecil dari 0.6, tiga pertanyaan pada peubah kepribadian yang dihapus yakni: no.10,12 13. Peubah strategi coping keluarga mencakup dua sub peubah yakni berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Pada instrumen peubah strategi coping keluarga dilakukan pengurangan lima pertanyaan yakni no. 8, 27, 30, 40, 41. Penghapusan satu pertanyaan dilakukan pada sub peubah coping berfokus pada masalah yakni no 8 pada coping confrontatif. Pada peubah coping berfokus pada emosi dikurangi sebanyak empat pertanyaan yakni no. 27, 29, 40, 41 untuk menghasilkan nilai cronbach ≥ 0.60. Peubah keberfungsian keluarga dilakukan pengurangan empat pertanyaan yaitu 16, 22, 24, 20 untuk menghasilkan nilai cronbach ≥ 0.60. Untuk lebih jelas nilai reliabilitas instrumen dapat dilihat pada Lampiran 1. Setelah pengumpulan data pada penelitian utama, kembali dilakukan uji reliabilitas peubah-peubah penelitian (Tabel 6). Hasil analisis menunjukkan nilai cronbach alpha peubah penelitian berkisar antara 0.6124-0.9306. Dengan demikian, hasil ini membuktikan bahwa instrumen yang digunakan benar-benar reliabel dan handal. Nilai cronbach alpha yang diperoleh dari data penelitian utama sejalan dengan hasil yang diperoleh pada saat uji coba instrumen penelitian. Tabel 6. Hasil uji reliabilitas dan validitas peubah-peubah penelitian saat penelitian utama N o 1
Peubah Penelitian Masalah keluarga 1. Masalah Pangan
16
Nilai Cronbach Alpha 0.7279
3
0.6377
Jumlah Item
Validitas 0.220*0.751* 0.507*0.678*
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
52
2
0.6620
3
0.7446
4
0.8797
2
0.6607
2
0.6848
30
0.9306
8
0.8570
b. Psikis
7
0.7600
c. Kognitif
5
0.7874
d. Perilaku
10
0.8827
Tingkat Stres (Holmes & Rahe)
10
0.6124
Ciri-Ciri Pribadi a. Kepribadian
17
0.6707
b. Konsep Diri
5
0.9211
Dukungan Sosial
4
0.7589
Strategi Coping Keluarga Berfokus pada masalah
16
0.6353
a. Planful Problem Solving
7
0.6291
b. Confrontatif coping
4
0.6448
c. Seeking social support
5
0.6760
Berfokus pada emosi
20
0.7750
a. Positive reappraisal
5
0.7757
b. Accepting responsibility
4
0.6415
c. Self controlling
3
0.7591
d. Distancing
3
0.8573
2. Masalah Kesehatan 3. Masalah Pendidikan 4. Masalah Perumahan/Tempat Tinggal 5. Masalah Pakaian 6. Masalah Pekerjaan/Pendapatan Tingkat Stres (Family Inventory of Life) a. Fisik 2
3 4
5 6
0.305*0.859* 0.776*0.833* 0.764*0.886 0.799*0.815* 0.731*0.893* 0.267*0.671* 0.599*0.758* 0.517*0.737* 0.610*0.767* 0.394*0.672* 0.0060.686* 0.186*0.571* 0.705*0.825* 0.186*0.571* 0.0880.527* 0.241*0.622* 0.0140.787* 0.3670.772* 0.239*0.571* 0.584*0.816* 0.505*0.735* 0.255*0.453* 0.832*-
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
e. Escape-Avoidance
7
5
0.7835
Keberfungsian Keluarga
39
0.8610
a. Fungsi Ekspresif
17
0.8337
b. Fungsi Instrumental
22
0.8175
53 0.875* 0.541*0.777* 0.0170.709* 0.205*0.528* 0.0860.747*
Adapun pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 10.1 dan SAS 6.12. Tahapan-tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup: (1) Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data (2) Setelah data dientri, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Data dicek dengan menyajikan statistik deskriptif mencakup rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minumun untuk setiap peubah (3) Skoring terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian (4) Transformasi skor dalam bentuk skala 0-100 (5) Kategorisasi terhadap data skor hasil transformasi (6) Analisis deskriptif dan tabulasi silang (7) Analisis statistik inferensia mencakup analisis regresi linier berganda program SAS for Window. Tahap analisis dilakukan dengan menggunakan program SAS for Window. Secara rinci, analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah: (1) Untuk menjawab tujuan 1 sampai 5 digunakan analisis statistik dasar (elementary statistic analysis) yang meliputi frekuensi distribusi dan ukuran sebaran (rata-rata dan standar deviasi) dan tabulasi. (2) Untuk menjawab tujuan 6 yakni menganalisis perbedaan masalah keluarga, tingkat stres, sumberdaya coping, strategi coping dan keberfungsian keluarga berdasarkan tipologi keluarga digunakan analisis ragam (anova). Uji lanjut (Post Hoc) yang digunakan adalah uji beda Duncan. (3) Untuk menjawab tujuan 7 yakni menganalisis pengaruh masalah keluarga, tingkat stres dan sumberdaya coping terhadap strategi coping keluarga digunakan pendekatan analisis regresi linier berganda. Model analisis regresi linier
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
54
yang digunakan ada dua yakni model sub komposit untuk peubah x yakni: Y1-2 = α + β 1X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + ....+ β 21 X21 + ∈ Keterangan: α = Konstanta β 1, β 2...β 22 adalah parameter Y1 = Coping berfokus pada masalah (skor) Y2 = Coping berfokus pada emosi (skor) X1 = Duda X2 = Janda X3 = Pendapatan (rasio) X4 = Umur (rasio) X5 = Jumlah anggota keluarga X6 = Aset (rasio) X7 = Pendidikan (ordinal) X8 = Kepribadian (skor) X9 = Konsep Diri (skor) X10 = Dukungan Sosial (skor) X11 = Tingkat kesehatan (skor) X12 = Masalah pangan (skor) X13 = Masalah kesehatan (skor) X14 = Masalah perumahan/tempat tinggal (skor) X15 = Masalah pendidikan (skor) X16 = Masalah pakaian (skor) X17 = Masalah pekerjaan/pendapatan (skor) X18 = Tingkat stres fisik (skor) X19 = Tingkat stres psikis (skor) X20 = Tingkat stres kognitif (skor) X21 = Tingkat stres perilaku (skor) X22 = Tingkat stres Holmes dan Rahe (skor) ε = Galat (4) Untuk menjawab Tujuan 8 yakni menganalisis pengaruh masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi coping terhadap keberfungsian keluarga digunakan analisis regresi linier berganda. Model analisis regresi linier yang digunakan ada dua yakni model sub komposit untuk peubah x yakni: Y 3-4 = α + β 1X1 + β
2
X2 + β
3
X3 + ....+ β
Keterangan: α = Konstanta β 1, β 2...β 25 adalah parameter
25
X25 + ∈
Teknik dan Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Y1 = Y2 = X1 = X2 = X3 = X4 = X5 = X6 = X7 = X8 = X9 = X10 = X11 = X12 = X13 = X14 = X15 = X16 = X17 = X18 = X19 = X20 = X21 = X22 = X23 = X24 = X25 = ε =
Fungsi ekspresif keluarga (skor) Fungsi instrumental keluarga (skor) Duda Janda Pendapatan (rasio) Umur (rasio) Jumlah anggota keluarga Aset (rasio) Pendidikan (ordinal) Kepribadian (skor) Konsep Diri (skor) Dukungan Sosial (skor) Tingkat kesehatan (skor) Masalah pangan (skor) Masalah kesehatan (skor) Masalah perumahan/tempat tinggal (skor) Masalah pendidikan (skor) Masalah pakaian (skor) Masalah pekerjaan/pendapatan (skor) Coping Planful Problem Solving (skor) Coping Confrontatif (skor) Coping Seeking Social Support (skor) Coping Positive Reappraisal (skor) Coping Accepting Responsibility (skor) Coping Self Controlling (skor) Coping Distancing (skor) Coping Escape Avoidance (skor) Galat
55
56
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
57
Bab Empat HASIL STRATEGI COPING BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH A. GAMBARAN UMUM ACEH PASCA GEMPA
DAN
TSUNAMI
A.1. Sarana Fisik Provinsi NAD Awal Pasca Gempa dan Tsunami Bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan banyak sekali korban jiwa, luka-luka dan hilang serta menyebabkan hancurnya harta benda dan rusaknya infrastruktur. Berdasarkan catatan Kompas tentang Gempa dan Tsunami (2005), jumlah korban yang meninggal dan hilang akibat gempa dan tsunami mencapai 236.116 jiwa yang tersebar diseluruh Nanggroe Aceh Darussalam, 18.761 km jalan dan 499 buah jembatan yang putus yang mengakibatkan transportasi dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya terhambat dan 1.644 buah kantor pemerintah rusak dan hancur, sehingga pelayanan publik terganggu. Bencana yang mengakibatkan hilangnya kepemilikan materi dan keluarga dalam sekejap, apalagi dalam jumlah besar, sangat potensial menggoreskan trauma dan menyisakan ketakutan luar biasa bagi yang mengalaminya, sehingga beberapa hal dapat terjadi antara lain: (1) wajar jika orang menampilkan respon perilaku tidak lazim menyusul suatu kejadian yang sangat di luar batas kewajaran. Ada yang menyangkal bahwa keluarga besarnya hilang dan ditemukan tak bernyawa sehingga merasa sangat bersalah karena ia hidup sendirian. Beberapa hari setelah bencana, banyak orang merespon dengan cara-caranya sendiri diantaranya dengan menangis atau justru diam seribu bahasa, berteriak-teriak memanggil anaknya yang tidak ditemukan, tidak membolehkan jenazah orang terdekatnya diambil untuk dimakamkan dan sebagainya; dan (2) manusia memiliki coping mechanism alamiahnya sendiri sehingga dari sejumlah besar orang yang mengalami kekerasan atau bencana, cukup banyak yang mampu bangkit dari keruntuhan bencana. Beberapa hari setelah tsunami, masyarakat Aceh mulai “menggeliat” satu demi satu perlahan bergerak, bangun, berjalan, bahkan mencoba berjualan
58
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
lagi. Hal tersebut menjadi contoh bahwa manusia dibekali dengan kemampuan menyelesaikan masalah secara alamiah. Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan di lapangan masih terdapat korban bencana yang mengalami masalah-masalah lebih serius, mengalami gangguan pasca trauma atau diagnosa lain, tetapi persentasenya relatif kecil, mungkin 5 persen saja dari keseluruhannya. A.2. Letak Geografis Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Mauraxa adalah dua dari sembilan kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh. Kecamatan Kuta Alam membawahi sebelas kelurahan/gampong dan Kecamatan Meuraxa membawahi enam belas kelurahan/gampong (Tabel 7). Batas-batas Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh yaitu sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kecamatan Baiturrahman, sebelah barat dengan Kecamatan Meuraxa dan sebelah timur dengan Kecamatan Syiah Kuala. Adapun batas-batas Kecamatan Meuraxa sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kecamatan Jaya Baru, sebelah timur dengan Kecamatan Kuta Raja dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Peukan Bada. Tabel 7. Kelurahan/Gampong pada Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kecamatan Kuta Alam Kota Baru Bandar Baru Kuta Alam Peunayong Mulia Keuramat Laksana Beurawe Lampulo Lamdingin Lambaro Skep -
Kecamatan Meuraxa Alue Deaah Tengoh Asonanggroe Blang Oi Cot Lamkuweuh Deah Baro Deah Gampong Gampong Baru Gampong Blang Gampong Pie Lamjabat Lampaseh Aceh Lambung Punge Ujong Punge Jurong Surin Ulhee-lhee
A.3. Penduduk Sebelum terjadi gempa dan tsunami jumlah kepala keluarga (KK) di Kecamatan Kuta Alam adalah 11.731 KK, dengan jumlah
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
59
penduduk 54.017 jiwa, yaitu laki-laki 28.340 jiwa dan perempuan 26.673 jiwa. Pasca bencana gempa dan tsunami jumlah kepala keluarga yang selamat sampai Desember 2005 adalah 10.810 KK, dengan jumlah penduduk 47.280 jiwa dengan rincian laki-laki 25.369 jiwa dan perempuan 21.911 (Tabel 8). Pasca bencana gempa dan tsunami, jumlah kepala keluarga yang selamat di Kecamatan Meuraxa sampai Desember 2005 adalah 4.725 KK, dengan jumlah penduduk 11.396 jiwa dengan rincian laki-laki 7210 jiwa dan perempuan 4.186 jiwa (Tabel 9). Kalau diperhatikan jumlah penduduk yang tersisa di Kecamatan Meuraxa pasca gempa dan tsunami hanya sekitar 25 persen dari jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam, padahal sebelumnya wilayah ini merupakan wilayah padat penduduk. Hal ini disebabkan hampir semua kelurahan/gampong yang ada di Kecamatan Meuraxa berhadapan langsung dengan laut dan pelabuhan Ulele. Tabel 8. Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam pasca gempa dan tsunami Kelurahan/Gampo ng 1 Kota Baru 2 Bandar Baru 3 Kuta Alam 4 Peunayong 5 Mulia 6 Keuramat 7 Laksana 8 Beurawe 9 Lampulo 10 Lamdingin 11 Lambaro Skep Jumlah Laporan Camat Kuta Alam, No
Jumlah Penduduk Pasca Gempa dan Tsunami KK LK PR ∑ 408 1.081 973 2.054 1.273 3.675 3.709 7.384 1.175 2.623 2.219 4.842 813 1.956 1.376 3.332 805 1.839 1.320 3.159 934 2.494 2.536 5.030 664 3.177 2.492 5.669 1.766 3.359 3.037 6.399 1.537 1.977 1.446 3.423 618 1.270 991 2.261 817 1.918 1.809 3.727 10.810 25.369 21.911 47.280 2006.
Tabel 9. Jumlah penduduk Kecamatan Meuraxa pasca gempa dan tsunami No 1 2 3 4 5
Kelurahan/Gampo ng Alue Deaah Tengoh Asonanggroe Blang Oi Cot Lamkuweuh Deah Baro
Jumlah Penduduk Pasca Gempa dan Tsunami KK LK PR ∑ 270 247 128 375 136 417 280 165
154 735 188 210
110 446 152 102
264 1181 340 312
60 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Deah Gampong 193 Gampong Baru 285 Gampong Blang 93 Gampong Pie 93 Lamjabat 193 Lampaseh Aceh 459 Lambung 309 Punge Ujong 300 Punge Jurong 736 Surin 270 Ulhee-lhee 526 Jumlah 4725 Laporan Yayasan Lamjabat, 2006
205 300 143 132 192 750 677 786 1432 324 735 7210
155 237 71 40 109 450 313 229 1003 247 394 4186
360 537 214 172 301 1200 990 1015 2435 571 1129 11396
Berdasarkan Laporan Kegiatan Tabani Masholih Aceh (HTI, Januari 2005), anggota masyarakat yang selamat dari musibah gempa bumi dan tsunami ditampung di lokasi-lokasi pengungsian, ditiap kecamatan terdapat sekitar 2-5 posko besar yang menampung sebanyak 300-4.000 pengungsi. Jumlah pengungsi di posko tidak tetap karena mereka pindah ke tempat lain pada saat tidak betah dan atau alasan lain. Selain di posko pengungsian, korban bencana juga ada yang masih tinggal di rumah-rumah penduduk yang masih utuh. A.4. Perumahan Jumlah rumah yang hancur/hilang/rusak akibat bencana gempa dan tsunami di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh 5.327 unit, dengan rincian rumah hancur/hilang 2.586 unit, rusak berat 1.147 unit dan rusak ringan 1.310 unit. Di Kecamatan Meuraxa Jumlah rumah yang rusak dan hancur hampir mencapai 100 persen dan yang tersisa hanyalah puing-puing dan bahkan tidak meninggalkan bekas. A.5. Adat dan Budaya Masyarakat Aceh Budaya merupakan salah satu warisan masyarakat di suatu desa atau daerah yang paling tinggi nilainya. Warisan ini tercipta dari hasil karya dan karsa masyarakat yang diterima secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya adalah milik rakyat, baik yang berdomisili di daerah terisolir maupun masyarakat diperkotaan. Budaya akan selalu mengalami perubahan. Hal ini disebabkan adanya dinamika sosial atau terjadinya proses perubahan sosial seiring dengan berjalannya waktu (Nyakpha, 2004). Dalam sebuah tradisi budaya, katakanlah dalam masalah saudara, bagi masyarakat Aceh jika dikatakan, ”Saboh syehdara”
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
61
atau “Saboh taloe darah,” artinya diantara mereka mempunyai hubungan darah atau hubungan kekerabatan. Pada “syedara lingka” dan “syedara gampoeng” didasarkan pada tempat tinggal atau tempat menetap. “Syehdara kaweun” (kawin) merupakan kekeluargaan yang dibangun melalui hubungan darah dan hubungan perkawinan (Kurdi, 2005). Ketenteraman, keseimbangan, keamanan dan kedamaian merupakan hal-hal yang sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Mereka selalu berupaya dan menghormati nilainilai atau aturan-aturan yang telah disepakati bersama atau aturan yang telah ditetapkan agama. “Seubakhe-bakhe ureung Aceh, wate geusebut nan Allah dan Nabi teuiem atawa seungap,” artinya sebodoh-bodohnya orang Aceh ketika disebut nama Allah dan nabinya mereka akan terdiam, tak meneruskan pekerjaan yang sedang dilakukan (Syahrizal, 2004). Budaya ini masih dirasakan dan terlihat dalam kehidupan hari-hari. Dengan menghargai adat masyarakat Aceh masih dapat bertahan hidup dalam kedamaian hati, ketenteraman jiwa, keseimbangan dan teguh dalam pendirian (Kurdi, 2005). Bagi orang Aceh mempersepsikan dirinya sebagai orang Islam merupakan bagian dari kehidupan budaya, seakan-akan diri mereka telah menyatu dengan ajaran Islam (Husein, 1970). Ajaran itu memberi pengaruh terhadap perilaku masyarakat Aceh dalam membina hubungan dengan Allah SWT, hubungan masyarakat dengan alam sekitarnya dan hubungan dengan dirinya sendiri. Struktur kemasyarakatan di Aceh terdiri dari syedara saboh ma, syedara saboh nek, syedara saboh aneuk, syedara lingka, syedara gampong dan kaoem. Artinya, struktur kemasyarakatan di Aceh terdiri dari saudara satu ibu, saudara satu nenek, saudara sesama anak, tetangga, sekampung dan sesama kaum muslimin. Latar belakang yang dibangun oleh masyarakat Aceh dalam memahami dan mengikat hubungan antara saudara adalah berdasarkan norma-norma agama. Oleh karena itu, tatanan budaya dalam kehidupan masyarakat Aceh, terutama di desadesa, sering terdengar ungkapan “han teupeh bak tajak han teupeh bak tawoe saboeh nangroe Tuhan peulara” yang artinya kemanapun kita pergi dan pulang tidak ada yang menghalangi, karena semua dijaga oleh Allah yang maha Kuasa. Kalimat itu memiliki nilai sastra yang tinggi yang menunjukkan bahwa budaya orang Aceh tidak mengalpakan nilai-nilai keagamaan dalam setiap kesempatan baik berkaitan dengan kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial budaya (Sufi, 2002). Orang Aceh pada umumnya berkarakter keras, tidak mau didikte, tidak cepat menyerah hampir dalam semua kesempatan
62
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
dan teguh dalam menghadapi masalah. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan makanan yang di konsumsi dalam keseharian. Orang Aceh gemar makanan yang pedas-pedas, seperti gulai pliek ue, gulai kambing, ikan lele dan sambal yang terdiri dari asam sunti dan rempah-rempah yang sebagian besar bumbunya itu adalah cabe dan lada. Daging merupakan makanan yang mengandung protein yang dibutuhkan oleh tubuh apalagi ditambah dengan bumbu cabe dan lada membuat orang jadi “panas dan pedas”. Begitu juga dengan ikan lele dan ramuanramuan lainnya, jika kita perhatikan hampir semua makanan dari masakan tradisional aceh itu dapat dikatakan tidak ada yang tidak pedas (Sufi, 2002). Menurut Hill (1960), sebelum tsunami, masyarakat Aceh memiliki banyak rujukan budaya yang menjadi dasar pemikiran mereka seperti lembaga adat, Hadih Maja, adat istiadat, seni budaya, hikayat, pantun, syair dan struktur-struktur adat lainnya. Dalam karya seni tari, ditemukan gerak, likok, dan syair yang memuat pesan dengan kandungan nilai yang bersifat implisit, seperti dalam Tari Laweuty, Tari Pho, Tari Seudati, Tari Saman dan sebagainya. Pasca tsunami struktur lembaga dan seni-seni budaya yang ada dalam masyarakat Aceh itu sudah tidak dapat dijadikan rujukan karena di samping hancurnya lembaga adat, struktur budaya dari ketua-ketua adat meninggal dunia, khususnya mereka yang berdomisili dekat pesisir Aceh Barat dan Kota Banda Aceh. Dalam beberapa kesempatan, ungkapan yang sering dijadikan rujukan perilaku terkesan memiliki bukti yang nyata. Sebelumnya orang Aceh mengetahui dan mempraktekkan adatbudaya dalam kehidupan bermasyarakat, namun sekarang sudah ditinggalkan. Mereka suka mengutip beberapa sumber nilai dalam Hadih Maja, sehingga ditemukan sifat-sifat yang terpuji dengan konsekuensi buruk, memperlihatkan bukti yang amat nyata. Sifat geumaseh (pemurah) dan seutia (loyal-setia) adalah sifat dan perilaku yang amat terpuji dalam kurun waktu tertentu, namun pada kurun waktu lain sifat itu menjadi buruk akibatnya. Banyak orang yang terlibat ketika terjadi tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu. Masing-masing mereka lari menyelamatkan diri. Banyak orang yang tidak setia kepada sanak keluarga apalagi kepada orang lain. Mayat bergelimpangan dimana-mana dalam keadaan telanjang bulat hanya sedikit diantara mereka yang memiliki budaya kesetiakawanan sosial. Di tempat lain ditemukan pula ungkapan serupa, “Ta weueh ie mata gob saboh tima, rho ie mata droe teueh saboh blang,” (untuk mencegah agar air mata orang lain jangan tumpah seember, akan boleh jadi tumpah air mata sendiri satu hamparan sawah).
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
63
Ungkapan ini memiliki arti bahwa jika membantu orang, ingat-ingat nasib sendiri. Ini adalah suatu contoh bagaimana sifat suka menolong dan membantu kesulitan orang lain, justru harus dibayar dengan kerugian lebih besar pada diri sendiri, padahal sifat dan perilaku suka menolong orang lain merupakan sifat sangat terpuji dalam tata kehidupan orang Aceh (Kurdi, 2005).
B. MASALAH-MASALAH KELUARGA PASCA GEMPA
DAN
TSUNAMI
Pengungsian, baik yang disebabkan oleh bencana alam seperti banjir, gempa bumi, angin topan (tornado), gelombang pasang (tsunami), maupun yang disebabkan oleh bencana sosial dan politik seperti tawuran antar warga, konflik antar ras, peperangan, dan lain-lain menyisakan permasalahan yang perlu segera ditangani. Permasalahan tersebut berdampak pada terhambatnya pemenuhan kebutuhan dasar, tercerai berainya anggota keluarga dan timbulnya masalah psikososial yang pada akhirnya mempengaruhi keberfungsian sosial korban bencana. Bantuan pangan, sandang dan pemukiman yang bersifat sementara dapat saja diusahakan dengan segera untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan dasar (fisiologis) korban bencana melalui bantuan pemerintah atau bantuan dari organisasiorganisasi non pemerintah. Berbagai masalah dihadapi keluarga korban bencana gempa dan tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dalam penelitian ini permasalahanpermasalahan yang dihadapi keluarga dikelompokkan menjadi enam, yaitu masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian dan pekerjaan/pendapatan. B.1. Masalah Pangan Permasalahan pangan yang masih dialami oleh 52.2 persen keluarga adalah tidak adanya pangan hewani dalam menu yang disajikan setiap hari, dan makan kurang dari 3 kali sehari dengan menu bukan empat sehat masih juga dialami oleh 26.8 persen keluarga (Lampiran 2). Jika dicermati data pada Tabel 10, secara keseluruhan masih ada 12.3 persen keluarga mengalami masalah pangan walaupun bencana sudah berlalu 1.5 tahun. Rata-rata skor masalah pangan secara keseluruhan adalah 29.21. Berdasarkan tipologi rata-rata masalah pangan paling tinggi dialami oleh keluarga utuh (30.08) dan terendah dialami oleh keluarga janda (24.43). Rendahnya masalah pangan yang dihadapi keluarga janda karena adanya bantuan-bantuan khusus untuk anak yatim.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
64
Tabel 10. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pangan Kategori masalah Pangan Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 90
Duda (n=20) n %
87.4
18
6.8 5.8 100. 103 0 30.08 25.36 0.00 100.00
1 1
7 6
90.0
5.0 5.0 100. 20 0 28.32 24.84 0.00 100.00
Janda (n=15) n % 86. 13 7 13. 2 3 0 0.0 100 15 .0 24.43 23.46 0.00 66.70
Total (n=138) n % 121
87.7
10 7
7.2 5.1 100. 138 0 29.21 24.98 0.00 100.00
0.708
Pada saat data dikumpulkan, sebagian besar keluarga masih mendapatkan bantuan bahan makanan berupa beras (10 kg/individu), minyak (1 kg/individu) mie dan sarden yang diberikan tiap bulan yang jumlahnya berdasarkan banyaknya anggota keluarga. Namun demikian, tidak semua keluarga bernasib baik karena sebagian desa sudah tidak menerima bantuan apapun baik dari pemerintah maupun dari LSM. B.2. Masalah Kesehatan Adanya fasilitas pelayanan kesehatan gratis dari pemerintah dan LSM dalam dan luar negeri membuat keluarga tidak mengalami banyak masalah dalam hal pengobatan. Petugas medis secara rutin datang ke barak-barak pengungsian untuk memeriksa kesehatan tanpa dikenakan biaya. Namun demikian masih ada keluarga yang mengalami kesulitan untuk membayar biaya pengobatan pada saat mereka berobat ke dokter praktek. Hal ini dikarenakan mereka sakit pada saat petugas medis tidak datang ke barak-barak sehingga harus berobat sendiri ke dokter atau ke rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan masih ada 47.8 persen contoh menyatakan mengalami kesulitan dalam membayar obatobatan. Jika dilihat berdasarkan tipologinya, 65 persen keluarga duda menyatakan sulit membayar obat-obatan dan hanya sebagian kecil (8.7%) keluarga yang menyatakan bahwa jika ada
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
65
anggota keluarga yang sakit tidak selalu dibawa berobat ke dokter atau puskesmas (Lampiran 2). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor masalah kesehatan yang paling rendah dijumpai pada tipologi keluarga utuh (25.73), dan skor tertinggi pada keluarga duda (40.00). Tingginya skor masalah kesehatan yang dihadapi oleh tipologi duda dimungkinkan karena contoh harus menghadapi sendiri masalah kesehatan anggota keluarga yang sebelumnya dibantu oleh istri. Tabel 11. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah kesehatan Kategori masalah Kesehatan Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 55 53.4 43 41.7 5 4.9 100. 103 0 25.73 29.59 0.00 100.00
Duda (n=20) n % 8 40.0 8 40.0 4 20.0 100. 20 0 40.00 34.79 0.00 100.00
Janda (n=15) n % 7 46.7 7 46.7 1 6.7 100. 15 0 30.00 36.84 0.00 100.00
Total (n=138) n % 70 50.7 58 42.0 10 7.2 100. 138 0 28.26 31.37 0.00 100.00
0.173
Pada keluarga utuh, adanya orang tua yang masih lengkap, permasalahan kesehatan dapat ditanggulangi bersama-sama. Pada tipologi janda, peran ibu relatif masih berfungsi terkait dengan kesehatan anggota keluarga. Namun demikian, berdasarkan analisis anova tidak ada perbedaan yang nyata terkait masalah kesehatan antara ketiga tipologi keluarga. B.3. Masalah Pendidikan Pada bulan-bulan pertama pasca bencana, proses belajarmengajar sulit dilakukan. Bukan saja karena gedung sekolah rusak, tetapi juga karena sebagian guru yang mengajar dan siswa juga tak jelas keberadaannya atau kehilangan keluarga. Sekolahsekolah di kawasan yang selamat dari amukan tsunami, masih dimanfaatkan menjadi tempat pengungsian (Hidayati, 2005). Secara keseluruhan, masih ada 21.0 persen keluarga mengalami masalah pendidikan dengan kategori tinggi. Berdasarkan tipologi, keluarga duda mengalami masalah
66
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
pendidikan paling tinggi dengan rata-rata 48.34, paling rendah dialami oleh tipologi keluarga janda yakni 35.55 (Tabel 12). Berdasarkan analisis anova tidak ada perbedaan yang nyata terkait masalah pendidikan antara ketiga tipologi keluarga. Tabel 12. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pendidikan Kategori masalah pendidikan Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 63 61.2 19 18.4 21 20.4 100. 103 0 37.22 40.24 0.00 100.00
Duda (n=20) n % 13 65.0 3 15.0 4 20.0 100. 20 0 48.34 38.21 0.00 100.00
Janda (n=15) n % 10 66.7 1 6.7 4 26.7 100. 15 0 35.55 38.77 0.00 100.00
Total (n=138) n % 86 62.3 23 16.7 29 21.0 100. 138 0 38.65 39.72 0.00 100.00
0.496
Pada saat penelitian ini dilakukan masih ada 5.3 persen anak usia sekolah yang tidak bersekolah pasca gempa dan tsunami. Untuk melaksanakan wajib belajar bagi anak usia sekolah pemerintah daerah telah memberikan perhatian yang serius dengan memberikan biaya pendidikan gratis mulai dari TK hingga jenjang SLTA, termasuk fasilitas sekolah seperti seragam, tas, sepatu, buku-buku dan snack gratis yang dibagikan seminggu sekali di sekolah. Selain pendidikan formal, saat ini banyak pendidikan non formal yang bermunculan di Banda Aceh seperti yang dilaksanakan oleh Yayasan Lamjabat di Kecamatan Meuraxa. Yayasan ini melaksanakan berbagai kegiatan seperti pelatihan komputer, perbengkelan, menjahit, memasak dan pelatihan pertanian yang dilakukan oleh BRR dan LSM dengan sasaran utama adalah para remaja yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ibu-ibu yang tidak bekerja dan bapak-bapak yang kehilangan pekerjaan. Hal yang sama juga dilakukan di Kecamatan Kuta Alam. Namun demikian masih ada 33.9 persen anak keluarga contoh yang tidak mengikuti pendidikan non formal dengan berbagai alasan antara lain: (1) tidak sesuai dengan bakat; (2) tidak memiliki modal jika ingin buka usaha sendiri; (3) kurangnya lapangan pekerjaan; dan (4) membosankan. Permasalahan
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
67
pendidikan lainnya yang dihadapi 48.6 persen keluarga adalah tidak mampu menyediakan fasilitas belajar di rumah untuk keperluan sekolah anak. Hal ini disebabkan karena sebagian besar keluarga masih tinggal di barak pengungsian (Lampiran 2). B.4. Masalah Perumahan/Tempat Tinggal Masalah perumahan/tempat tinggal sangat dirasakan oleh karena keluarga korban tsunami masih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sebagian besar keluarga merasa tidak nyaman dengan fasilitas sangat tidak memadai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 34.8 persen keluarga menyatakan rumah untuk tempat berlindung tidak memadai, 29.7 persen menganggap rumah tidak dilengkapi dengan fasilitas MCK (mandi, cuci dan kakus), 31.4 persen menyatakan kurangnya ruangan untuk sekeluarga dan 25.4 persen keluarga menyatakan bahwa rumah/tempat tinggal saat ini tidak memiliki cukup penerangan (Lampiran 2). Hal tersebut dimungkinkan karena keluarga tinggal di barak-barak pengungsian karena pembangunan perumahan untuk para korban bencana yang dijanjikan pemerintah belum semua selesai. Disamping itu juga karena memang status mereka sebelum tsunami sebagai pengontrak yang tidak memiliki lahan untuk perumahan, jadi terus bertahan tinggal di barak-barak walaupun kondisi barak yang tidak memenuhi standar kesehatan. Hal ini dilakukan karena tidak mampu mengeluarkan biaya kontrak yang harganya sangat tinggi. Di tenda-tenda pengungsian, para pengungsi sering harus saling menyesuaikan diri, terutama karena situasi yang serba darurat. Sebagian pengungsi mengalami kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri karena mengalami perubahan status, misalnya ibu rumahtangga yang menjadi janda, bapak-bapak yang menjadi duda biasanya mengalami kekakuan dalam berperilaku. Hasil pengkategorian skor masalah perumahan/tempat tinggal yang dihadapi keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 25.4 persen keluarga mengalami masalah perumahan dengan kategori tinggi (Tabel 13). Skor masalah perumahan paling tinggi dialami oleh keluarga utuh (29.1 persen) dan paling rendah keluarga janda yaitu 6.7 persen. Tingginya skor permasalahan perumahan pada tipologi keluarga utuh dimungkinkan karena barak yang disediakan hanyalah satu ruangan yang berukuran 4x4 m dimana seluruh anggota keluarga baik laki-laki dan perempuan harus melakukan semua aktivitas dalam suatu ruangan tanpa ada dinding pembatas. Tidak ada perbedaan yang nyata terkait masalah perumahan antara ketiga tipologi keluarga.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
68
Tabel 13. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah perumahan Kategori masalah rumah Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 61 59.2 12 11.7 30 29.1 100. 103 0 33.74 40.78 0.00 100.00
Duda (n=20) n % 16 80.0 0 0.0 4 20.0 100. 20 0 28.75 39.96 0.00 100.00
Janda (n=15) n % 13 86.7 1 6.7 1 6.7 100. 15 0 15.00 28.03 0.00 100.00
Total (n=138) n % 90 65.2 13 9.4 35 25.4 100. 138 0 30.98 39.68 0.00 100.00
0.225
B.5. Masalah Pakaian Pada hari-hari pertama bencana gempa dan tsunami, masalah pakaian sangat dirasakan oleh para korban yang selamat, 6 bulan pasca bencana bantuan pakaian yang diterima oleh korban cukup memadai , hal ini terbukti saat penelitian ini berlangsung hanya 16.7 persen anggota keluarga tidak memiliki pakaian yang memadai yaitu pakaian di rumah dan pakaian untuk bepergian (Lampiran 2). Bagi keluarga yang bekerja di kantor pemerintahan dan swasta disediakan pakaian dinas yang baru untuk menggantikan pakaian dinas yang hilang akibat tsunami. Rendahnya masalah pakaian ini juga diperkuat oleh sebagian keluarga yang menganggap masalah pakaian bukanlah masalah penting yang harus selalu dipenuhi, dan sudah menjadi suatu kebiasaan bagi keluarga yang berpenghasilan rendah pakaian baru hanya dibeli setahun sekali yaitu pada saat lebaran saja. Terkait dengan masalah pakaian, secara keseluruhan hanya 8.0 persen keluarga tergolong dalam kategori tinggi (Tabel 14). Hasil analisis deskriptif mengindikasikan bahwa rata-rata skor masalah pakaian terendah dijumpai pada keluarga tipologi janda (10.00), tertinggi adalah pada tipologi keluarga duda (27.50). Tingginya skor permasalahan pakaian pada tipologi keluarga duda dimungkinkan karena tidak adanya istri yang mengurus masalah pakaian bagi seluruh anggota keluarga Tabel 14. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pakaian Kategori
Utuh
Duda
Janda
Total
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
masalah pakaian Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
(n=103) n % 75
(n=20) n %
72.8
17
17.5 9.7 100. 103 0 15.05 30.39 0.00 100.00
3 0
18 10
85.0
15.0 0.0 100. 20 0 27.50 37.96 0.00 100.00
69 (n=15) n % 80. 12 0 13. 2 3 1 6.7 100 15 .0 10.00 20.70 0.00 50.00
(n=138) n % 104
75.4
23 11
16.7 8.0 100. 138 0 16.30 30.90 0.00 100.00
0.182
B.6. Masalah Pekerjaan/Pendapatan Setelah 1.5 tahun pasca bencana, masih terdapat 15.2 persen contoh tidak bekerja dan 24.6 persen contoh menyatakan bahwa penghasilan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari (Lampiran 2). Alasan contoh tidak bekerja adalah karena tidak memiliki modal untuk memulai usaha kembali dan tidak memiliki fasilitas untuk kelaut mencari ikan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian contoh bekerja sebagai buruh bangunan yang saat ini banyak dibutuhkan dan tidak memerlukan modal. Kehilangan pendapatan adalah salah satu gambaran adanya penurunan sumberdaya material yang sangat berpengaruh terhadap keberfungsian keluarga. Beberapa LSM yang ada di Provinsi NAD berinisiatif membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yakni membersihkan puing-puing sisa bangunan yang sudah hancur dengan gaji Rp 35.000/hari dan memperoleh makan siang gratis. Secara keseluruhan masih ada 10.1 persen keluarga yang mengalami permasalah pekerjaan dengan kategori tinggi (Tabel 15). Berdasarkan tipologi masalah pekerjaan terendah dialami oleh keluarga utuh dengan rata-rata 18.45. dan tertinggi dialami oleh keluarga janda dengan rata-rata 30.00. Tingginya skor masalah pekerjaan/pendapatan pada keluarga janda disebabkan tidak adanya lagi penopang nafkah keluarga yang sebelum tsunami umumnya dipegang oleh suami. Hilangnya pencari nafkah utama keluarga membuat keluarga pada tipologi janda mengalami masalah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
70
Tabel 15. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pekerjaan Kategori masalah Pekerjaan Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimal Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 72 69.9 21 20.4 10 9.7 100. 103 0 18.45 32.83 0.00 100.00
Janda (n=15) n % 9 60.0 3 20.0 3 20.0 100. 15 0 30.00 36.84 0.00 100.00
Duda (n20) n % 16 80.0 3 15.0 1 5.0 100. 20 0 20.00 34.03 0.00 100.00
Total (n=138) n % 97 70.3 27 19.6 14 10.1 100. 138 0 19.93 33.39 0.00 100.00
0.460
C. SUMBERDAYA COPING C.1. Karakteristik Sosial-Ekonomi Keluarga C.1.1. Jumlah Anggota Keluarga Secara keseluruhan rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 4 orang. Berdasarkan tipologi rata-rata jumlah anggota keluarga pada tipologi keluarga utuh lebih banyak daripada keluarga duda dan janda. Kisaran jumlah anggota keluarga pada tipologi keluarga utuh adalah 3 hingga 8 orang, keluarga duda 2 hingga 7 orang dan keluarga janda 2 hingga 4 orang (Tabel 16). Tabel 16. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori jumlah anggota Kategori Jumlah Anggota Keluarga ≤ 4 orang 5-6 orang ≥ 7 orang Total Rata-Rata Standar Deviasi
Utuh (n=103) n % 70 24 9
68.0 23.3 8.7 100. 103 0 4.28 (a) 1.34
Duda (n=20) n % 18 1 1
90.0 5.0 5.0 100. 20 0 2.75 (bc) 1.29
Janda (n=15) n % 100. 15 0 0 0.0 0 0.0 100. 15 0 2.47(cd) 0.64
Total (n=138) n % 103 25 10
74.6 18.1 7.2
138 100.0 3.86 1.46
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
71
Minimum 3.00 2.00 2.00 2.00 Maksimum 8.00 7.00 4.00 8.00 Analisis Anova antar tipologi 0.000 keluarga Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
Jumlah anggota keluarga pada keluarga utuh dengan keluarga duda dan janda pasca gempa dan tsunami berbeda nyata (p<0.01). Hal ini berarti bencana tersebut telah mengakibatkan berkurangnya jumlah anggota keluarga ketiga tipologi keluarga. Secara umum, jumlah anggota keluarga setelah gempa dan tsunami termasuk dalam kategori keluarga kecil yakni lebih kecil atau sama dengan empat orang. C.1.2. Pekerjaan Pasca gempa dan tsunami banyak orang yang kehilangan pekerjaannya, setahun setelah bencana sebagian besar telah kembali bekerja. Jenis pekerjaan utama contoh sangat bervariasi, diantaranya buruh, PNS/ABRI, pedagang/wiraswasta, karyawan swasta dan LSM/relawan. Dilihat dari jenis pekerjaannya, persentase terbesar (30.4%) keluarga utuh berprofesi sebagai buruh dan keluarga duda (35%) dan janda (46.7%) berprofesi sebagai pedagang/wiraswasta dan ada 15.2 persen contoh yang tidak memiliki pekerjaan. Sebagian besar (94.2%) contoh tidak mempunyai pekerjaan tambahan yang dapat memberikan tambahan pemasukan untuk keluarga. Hanya sebagian kecil (5.8%) contoh yang mempunyai pekerjaan tambahan bekerja sebagai pedagang/wiraswasta, mengurus barak dan buruh. Tabel 17. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama dan tambahan Jenis Pekerjaan Utama 1. Buruh 2. Tidak Bekerja 3. Pedagang/Wiraswas ta 4. Swasta 5. PNS/ABRI 6. LSM/Relawan
Utuh (n=103) n %
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
Total (n=138) n %
36 18
35 17.5
3 1
15 5
3 2
20 13.3
42 21
30.4 15.2
22 13 11 3
21.4 12.6 10.7 2.9
7 4 4 1
35 20 20 5
7 1 2 0
46.7 6.7 13.3 0
36 18 17 4
26.1 13.0 12.3 2.9
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
72
Total Tambahan 1. Tidak Bekerja 2. Pedagang/Wiraswas ta 3. Mengurus barak 4. Buruh Total
103
100
20
100
15
100
13 8
100.0
97
94.2
19
95.0
14
93.3
13 0
94.2
4 1 1
3.9 1.0 1.0
1 0 0
1 0 0
103
100
20
5.0 0.0 0.0 100. 0
6.7 0.0 0.0 100. 0
6 1 1 13 8
15
4.3 0.7 0.7 100.0
Sebagian besar (90.6%) anak keluarga contoh tidak mempunyai pekerjaan yang dapat membantu keuangan keluarga. Hanya 9.4 persen anak keluarga contoh yang bekerja sebagai buruh, PNS/ABRI, swasta dan pedagang/wiraswasta. Rendahnya persentase anak keluarga contoh yang bekerja dimungkinkan karena usianya masih di bawah umur. Hal yang sama juga terjadi pada anggota keluarga lain hanya 1.4 persen yang bekerja sebagai buruh dan pedagang/wiraswasta Tabel 18. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama anak dan anggota keluarga lain Pekerjaan Anak & Anggota Keluarga Lain Anak
Utuh (n=103) n %
1. Tidak Bekerja 2. Buruh 3. PNS/ABRI 4. Swasta 5. Pedagang/wiraswast a
92 7 2 2 0
0.0 100 .0
102 1 0
Total 103 Anggota keluarga lain 1. Tidak Bekerja 2. Buruh 3. Pedagang/wiraswast a
89. 3 6.8 1.9 1.9
Duda (n=20) n % 19 0 0 0 1
95. 0 0.0 0.0 0.0
20
5.0 100 .0
99. 0 1.0
19 0
0.0
1
Janda (n=15) n % 14 1 0 0 0
93. 3 6.7 0.0 0.0
Total (n=138) n % 125 8 2 2
90.6 5.8 1.4 1.4
1
15
0.0 100 .0
138
0.7 100. 0
95. 0 0.0
15 0
100 .0 0.0
136 1
98.6 0.7
5.0
0
0.0
1
0.7
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Total
103
100 .0
20
100 .0
73
15
100 .0
138
100. 0
C.1.3. Pengeluaran Rata-rata pengeluaran keluarga secara keseluruhan adalah Rp 542.819. Berdasarkan tipologi keluarga, rata-rata pengeluaran keluarga pada keluarga tipologi duda paling tinggi (Rp 726.900) dibandingkan keluarga tipologi janda (Rp 611.892) dan utuh (Rp 497.016) (Tabel 19). Berdasarkan kategori pengeluaran, sebagian besar keluarga dari tipologi utuh dan janda berada pada kisaran antara Rp 100.000-250.000/kapita/ bulan, dan pada tipologi keluarga duda sebanyak 35 persen berada pada kategori Rp > 250.000500.000/kap/bulan. Hasil analisis anova menunjukkan adanya perbeda- an pengeluaran antara ketiga kelompok tipologi keluarga. Analisis lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa yang berbeda nyata adalah pengeluaran tipologi keluarga utuh dan duda. Jika dibandingkan dengan batas kemiskinan Provinsi NAD pada tahun 1999 (BPS, 2002) yakni sebesar Rp 83.683 untuk wilayah perkotaan, maka rata-rata pengeluaran keluarga dalam penelitian ini masih di atas ambang kemiskinan. Bahkan bila dibandingkan dengan garis batas kemiskinan Indonesia pada tahun 2002 yakni sebesar Rp 130.499 maka pengeluaran rata-rata keluarga penelitian masih berada di atas ambang kemiskinan. Hal ini mengindikasikan, keluarga dalam masyarakat NAD, khususnya keluarga yang termasuk dalam penelitian ini perekonomiannya telah bangkit kembali setelah bencana gempa dan tsunami melanda. Tabel 19. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran Kategori Pengeluaran (Rp/kap/bulan) < 100.000 > 100.000 250.000 > 250.000 500.000 > 500.000 750.000 > 750.000 1.000.000
Utuh (n=103) n % 22 21.4
Duda (n=20) n % 1 5.0
Janda (n=15) n % 3 20.0
Total (n=138) n % 26 18.8
48
46.6
6
30.0
6
40.0
60
43.5
24
23.3
7
35.0
2
13.3
33
23.9
8
7.8
5
25.0
4
26.7
17
12.3
1
1.0
0
0.0
0
0.0
1
0.7
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
74 > 1.000.000 Total
0 103
0.0 100. 0
1
5.0
20
100.0
0
0.0 100. 15 0 611.892.
1
0.7
138
100.0
(cb) Rata-Rata 497.016.(ac) 726.900(bc) 542.819 Standar Deviasi 288.282 23.871 25.000 328.564 Minimum 131.800 272.142 25.000 25.000 Maksimum 2.170.333 1.908.250 1.297.833 2.170.333 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.011 Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
Jenis pengeluaran keluarga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Secara naluri setiap keluarga lebih dahulu memanfaatkan setiap pendapatannya untuk pangan, kemudian untuk kebutuhan non pangan. Namun demikian, perilaku ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, lokasi tempat tinggal dan musim (Mangkuprawira, 1989). Secara umum, rata-rata pengeluaran pangan keluarga contoh adalah Rp 286.559/kap/bulan. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pengeluaran non pangan yaitu Rp 260.221/kap/bulan. Hal ini sejalan dengan persentase pengeluaran pangan 51.9 persen yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran non pangan 48.1 persen. Berdasarkan tipologi keluarga, maka pengeluaran pangan keluarga duda adalah yang paling tinggi Rp 367.379 dibandingkan tipologi keluarga janda Rp 314.061/kap/bulan dan utuh Rp 267.646/kap/ bulan. Pengeluaran non pangan tertinggi juga dijumpai pada tipologi keluarga duda yaitu Rp 377.890/kap/bulan diikuti oleh tipologi keluarga janda sebesar Rp 319.105/kap/bulan dan keluarga utuh Rp 229.369/kap/bulan. Analisis anova menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata pengeluaran non pangan antar ketiga tipologi keluarga. Selanjutnya uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata hanya antara pengeluaran non pangan keluarga utuh dan duda, pengeluaran pangan keluarga janda tidak berbeda dengan dua tipologi lainnya (Tabel 20). Tabel 20. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran pangan dan non pangan Pengeluaran (Rp/bulan
Utuh (n=103)
Duda (n=20)
Janda (n=15)
Total (n=138)
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
75
Pangan Rata-rata 267.646 367.379 314.061 286.559 Standar Deviasi 157.825 223.606 216.663 177.195 Minimum 79.000 94.285 25.000 25.000 Maksimum 1.232.000 975.000 827.000 1.232.000 Persentase 53.9 50.5 51.3 51.9 Analisis Anova antar 0.063 tipologi keluarga Non Pangan Rata-Rata 229.369 377.890 319.105 260.221 Standar Deviasi 169.657 286.008 229.410 202.880 Minimum 0.00 60.000 84.750 0.00 Maksimum 938.333 1.337.500 735.555 1.337.500 Persentase 46.1(ac) 49.5(bc) 48.7(cba) 48.1 Analisis Anova antar 0.005 tipologi keluarga Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berart berbeda nyata
Pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk pangan ke pengeluaran non pangan (BPS, 1998). Hal ini sesuai dengan hukum Engel mengenai hubungan pendapatan dan pengeluaran, persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun bila pendapatan semakin tinggi (Bryant, 1990). Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah. Artinya konsumsi suatu barang akan menurun bila pendapatan meningkat, sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi. Dengan demikian, kenaikan pendapatan berakibat pada kenaikan permintaan terhadap suatu barang (BPS, 1998). C.1.4. Pendapatan Rata-rata pendapatan keluarga per kapita per bulan pasca bencana gempa dan tsunami disajikan pada Tabel 21. Secara umum, rata-rata pendapatan keluarga adalah Rp 628.925/kap/bulan dengan kisaran Rp 96.000/kap/bulan hingga Rp 3.666.667/kap/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga paling tinggi dijumpai pada keluarga dengan tipologi duda yakni Rp 832.922/kap/bulan, selanjutnya keluarga janda dengan rata-rata Rp 602.000/kap/bulan dan terendah pada keluarga utuh Rp
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
76
451.853/kap/bulan. Hasil analisis anova menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar pendapatan pada ketiga tipologi keluarga. Banyak keluarga yang kehilangan sumber penghasilannya pasca gempa dan tsunami sehingga mereka harus merintis kembali usaha/pekerjaan yang dilakukan sebelumnya atau mencari pekerjaan baru untuk menghidupi keluarganya Tabel 21. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pendapatan Kategori Pendapatan (Rp/kap/bulan) 1. < 100.000 2. > 100.000 250.000 3. > 250.000 500.000 4. > 500.000 750.000 5. > 750.000 -1.000.000 6. > 1.000.000
Utuh (n=103) n % 2 1.9
Total
Duda (n=20) n % 0 0
Janda (n=15) n % 0 0
Total (n=138) n % 2 1.4
17
16.5
4
20
1
6.7
22
15.9
57
55.3
4
20
7
46.7
68
49.3
17
16.5
8
40
5
33.3
30
21.7
5 5
4.9 4.9
0 4
0 20
1 1
6.7 6.7
103
100
20 100 832.922
15
100
6 10 13 8
4.3 7.2 100. 0
(bc) Rata-Rata 451.853(ac) 602.000(cba) 628.925 Standar Deviasi 258.649 839.151 335.797 477.866 Minimum 96.000 150.000 150.000 96.000 Maksimum 1.500.000 3.666.667 1.500.000 3.666.667 Analisis Anova antar 0.001 tipologi keluarga Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
C.1.5. Aset Berbagai aset yang masih dimiliki oleh keluarga pasca gempa dan tsunami mulai dari rumah, tanah, kolam/tambah, ternak, kendaraan, perhiasan/barang berharga, tabungan dan barang elektronika (Tabel 22). Data yang diperoleh menunjukkan ada empat keluarga yang sama sekali tidak memiliki aset karena mereka kehilangan seluruh harta benda yang dimiliki. Rata-rata nilai aset yang dimiliki keluarga secara keseluruhan adalah Rp 20.442.237.06. Berdasarkan tipologi, nilai aset tertinggi dimiliki keluarga janda (Rp 25.193.444) dan terendah dimiliki oleh keluarga utuh (Rp 19.810.416). Artinya meskipun keluarga utuh tidak
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
77
mengalami kehilangan pasangan, kehilangan ataupun kerusakan harta benda dampaknya dirasakan bersama dengan keluarga janda dan duda. Namun, hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara aset pada keluarga utuh, duda dan janda. Aset berupa ternak hanya dimiliki oleh keluarga utuh. Nilai aset terbesar keluarga berasal dari kolam/tambak yang mengalami kerusakan yang sangat parah pada saat bencana. Aset kendaraan lebih banyak dimiliki oleh keluarga utuh dan keluarga duda. Dan aset berupa tabungan untuk anak dimiliki oleh semua tipologi keluarga, tetapi tabungan khusus pendidikan hanya dimiliki oleh keluarga utuh. Tabel 22. Rata-rata nilai aset yang masih dimiliki keluarga Aset 1. Rumah 2. Tanah 3. Kebun 4. Kolam/tambak Ternak: 1. Kambing 2. Itik 3. Ayam Kendaraan:
Utuh (n=103) 56.038.46 1.5 48.238.02 4.7
Janda (n=15) 65.571.42 8.6 35.928.57 1.4
0.0 158.000.0 00.0
Duda (n=20) 51.250.00 0.0 37.994.44 4.4 60.000.00 0.0 137.500.0 00.0
0.0 100.000.0 00.0
Total (n=138) 57.619.96 3.4 40.720.34 6.8 20.000.00 0.0 131.833.3 33.3
3.750.000. 0 205.000.0 196.000.0
0.0 0.0 0.0
0.0 0.0 0.0
1.250.000 .0 68.333.3 65.333.3
112.500.0 00.0 11.785.71 4.3
0.0 7.666.666 .7
51.222.22 2.2 9.673.340 .7
41.166.66 6.7 9.567.641. 2. Motor 0 2.241.875. 3. Sepeda 0 11.000.00 4. Becak 0.0 Perhiasan dan Surat Berharga: 4.610.052. 1. Emas 6 50.000.00 2. Investasi 0.0 1. Mobil
3. Surat Berharga Tabungan:
0.0
250.000.0 14.000.00 0.0
0.0
7.200.000 .0
2.590.000 .0
0.0 5.000.000 .0
0.0
0.0
830.625.0 8.333.333 .3 4.800.017 .5 16.666.66 6.7
0.0 0.0
78
1. Tabungan anak 2. Tabungan Penddk Barang Elektronik: 1. Radio 2. 3. 4. 5.
Televisi Tape Vcd Rice cooker
6. Mesin cuci 7. Kipas angin 8. Dispenser 9. Komputer 10. Kulkas 11. Mesin jahit Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
11.000.00 0.0 50.000.00 0.0
2.000.000 .0
9.000.000 .0
0.0
0.0
7.333.333 .3 16.666.66 6.7
205.833.3 1.605.084. 8 315.882.4 320.232.6 253.510.6 1.050.000. 0 145.000.0 135.000.0 3.000.000. 0 1.575.000. 0 1.900.000. 0 19.810.41 6.32 24.878.57 1.70
108.750.0 1.362.500 .0 650.000.0 435.714.3 290.000.0
175.000.0 1.357.142 .9 0.0 325.000.0 265.000.0
163.194.4 1.441.575 .9 321.960.8 360.315.6 269.503.5
0.0 0.0 0.0
0.0 0.0 0.0
0.0
0.0 1.750.000 .0
350.000.0 48.333.3 45.000.0 1.000.000 .0 1.108.333 .3
0.00
0.00
145.325.0 00.00
69.750.00 0.00
0.0 0.0 20.132.70 8.35 18.117.31 4.41
0.0 25.193.44 4.44 24.429.74 0.37 2.500.000 .00 81.075.00 0.00
633.333.3 20.442.23 7.06 23.877.07 8.50 0.00 45.325.00 0.00
0.718
Kepemilikan aset merupakan salah satu sumberdaya materi ataupun modal yang dapat dimanfaatkan keluarga untuk memulai usaha yang mengalami kehancuran pada saat gempa dan tsunami terjadi. Banyak diantara keluarga yang menjual aset yang dimiliki untuk menopang kehidupannya meskipun mereka mendapatkan bantuan dari berbagai pihak seperti pemerintah, LSM dalam maupun luar negeri. C.2. Ciri-ciri Pribadi C.2.1. Umur Rata-rata umur kepala keluarga berkisar antara 41 sampai 45 tahun, dan masih termasuk usia produktif. Bila dilihat berdasarkan kategori, 50.5 persen keluarga utuh dan 55 persen
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
79
keluarga duda berusia 41 - 60 tahun. Berbeda dengan keluarga janda 66.7 persen berusia 21 - 40 tahun (Tabel 23). Namun demikian, hasil uji anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata umur antara kedua tipologi keluarga. Masih tingginya persentase contoh yang tergolong dalam kelompok umur 21-40 tahun khususnya bagi contoh dari tipologi keluarga janda yang sebagian besar masuk dalam usia reproduksi menunjukkan masih tingginya peluang untuk menikah lagi dan memiliki anak. Dengan demikian, dimungkinkan terjadinya lost generation akibat gempa dan tsunami tidak separah yang diperkirakan. Tabel 23. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori umur Kategori umur < 21 tahun 21-40 tahun 41-60 tahun > 60 tahun Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 1 1.0 46 44.7 52 50.5 4 3.9 100. 103 0 42.31 8.88 20.00 68.00
Duda (n=20) n % 0 0.0 8 40.0 11 55.0 1 5.0 100. 20 0 44.85 8.96 31.00 71.00
Janda (n=15) n % 0 0.0 10 66.7 4 26.7 1 6.7 100. 15 0 41.60 8.34 30.00 62.00
Total (n=138) n % 1 0.7 64 46.4 67 48.6 132 95.7 100. 138 0 42.60 8.82 20.00 71.00
0.452
C.2.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan kepala keluarga secara keseluruhan (60.9%) adalah SLTA/sederajat. Meskipun demikian terdapat 11.7 persen pada tipologi keluarga utuh dan 6.7 persen pada tipologi keluarga janda yang berpendidikan perguruan tinggi Meskipun demikian. Tetapi masih ada 1.4% kepala keluarga utuh dan janda yang tidak pernah menduduki bangku sekolah (Tabel 24). Tingkat pendidikan yang semakin tinggi diharapkan dapat mempermudah keluarga dalam menata kehidupannya kembali pasca gempa dan tsunami baik dari aspek ekonomi maupun trauma psikologis yang dialaminya. Tabel 24. Sebaran contoh menurut kategori pendidikan formal
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
80
Pendidikan Formal 1. Tidak Sekolah 2. SD/sederajat 3. SLTP/sederajat 4. SLTA/sederajat 5. PT Total
Utuh (n=103) n % 1 1.0 10 9.7
Duda (n=20) n % 0 0.0 2 10.0
Janda (n=15) n % 1 6.7 2 13.3
Total (n=138) n % 2 1.4 14 10.1
20
19.4
2
10.0
3
20.0
25
18.1
60 12
58.3 11.7 100. 0
16 0
80.0 0.0 100. 0
8 1
53.3 6.7
84 13
15
100
138
60.9 9.4 100. 0
103
20
C.2.3. Tingkat Kesehatan Skor tingkat kesehatan merupakan indikator tingkat kesehatan yang dapat menggambarkan kondisi kesehatan keluarga pasca enam bulan terakhir. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka tingkat kesehatan semakin rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesehatan kepala keluarga selama enam terakhir sebagian besar (87.0%) cukup baik (Tabel 25). Tabel 25. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor kesehatan selama enam bulan terakhir Kategori Tingkat Kesehatan Rendah Sedang
Utuh (n=103) n % 1 1.0 11 10.7
Duda (n=20) n % 3 15.0 3 15.0
Tinggi
91
14
Total Rata-Rata Standar Deviasi
88.3
103 100.0 13.73(ac) 14.10
70.0 100. 20 0 28.35(b) 27.79
Janda (n=15) n % 0 0.0 0 0.0 100. 15 0 100. 15 0 9.73(ca) 6.50
Total (n=138) n % 4 2.9 14 10.1 120
87.0 100. 138 0 15.41 17.02
Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00 Maksimum 68.80 100.00 23.90 100.00 Analisis Anova antar tipologi 0.001 keluarga Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
Hal ini dimungkinkan dengan semakin membaiknya sarana pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah maupun LSM yang sifatnya gratis. Di tenda-tenda pengungsian yang masih
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
81
ada, tersedia pelayanan kesehatan secara cuma-cuma sehingga masyarakat dapat berobat tanpa memikirkan biaya yang harus dikeluarkan. Hasil analisis anova menunjukkan ada perbedaan yang nyata (p<0.05) tingkat kesehatan antara ketiga tipologi. Uji lanjut Duncan mengindikasikan perbedaan yang nyata antara tingkat kesehatan keluarga duda dengan keluarga janda dan utuh. Hal ini dapat dimaknai bahwa pada keluarga utuh dan janda perawatan kesehatan lebih baik dengan membawa anggota keluarga yang sakit ke tempat pengobatan atau dengan adanya tindakan yang bersifat kuratif. Jika dilihat berdasarkan jenis penyakit, terdeteksi 9 jenis penyakit yang diderita oleh keluarga pada enam bulan terakhir (Tabel 26). Jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh ketiga tipologi keluarga adalah pilek/influenza (47.8%), panas (29%) dan ISPA (25.4%). Tabel 26. Sebaran keluarga menurut jenis penyakit yang diderita (hari) enam bulan terakhir Jenis Penyakit Panas Pilek/influenza ISPA Batuk Pilek Diare (>5 kali) Mencret biasa Asma Malaria Gatalgatal/eksim
Utuh (n=103) n % 30 29.1 46 44.7 25 24.3 20 19.4 6 5.8 6 5.8 1 1.0 8 7.8 10
9.7
Duda (n=20) n % 6 30.0 14 70.0 8 40.0 5 25.0 2 10.0 1 5.0 0 0.0 0 0.0 2
10.0
Janda (n=15) n % 4 26.7 6 40.0 2 13.3 4 26.7 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 13.3 2
13.3
Total (n=138) n % 40 29.0 66 47.8 35 25.4 29 21.0 8 5.8 7 5.1 1 0.7 10 7.2 14
10.1
Rata-rata lama sakit bagi sebagian besar keluarga adalah 2.58 hari untuk jenis penyakit gatal-gatal/eksim. Hal ini dimungkinkan oleh sanitasi terutama ketersediaan air bersih yang masih kurang memadai terutama untuk wilayah pengungsian yang menyebabkan jenis penyakit ini mudah terjangkit (Tabel 27). Tabel 27. Rata-rata lama sakit (hari) selama enam bulan terakhir
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
82 Jenis Penyakit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Panas demam Pilek/influenza Batuk biasa (ISPA) Batuk pilek Diare (>5 kali) Mencret biasa Asma Malaria Gatal-gatal/eksim
Utuh (n=103) 1.27 1.78 1.25 1.06 0.18 0.16 0.07 1.36 2.55
Duda (n=20) 1.20 2.25 1.90 0.85 0.15 0.10 0.00 0.00 2.55
Janda (n=15) 0.87 1.27 0.60 1.00 0.00 0.00 0.00 2.47 2.80
Total (n=138) 1.22 1.79 1.28 1.02 0.16 0.13 0.05 1.28 2.58
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu enam bulan terakhir frekuensi penyakit gatal-gatal/eksim paling banyak (64.3%) dan malaria (50.0%) diderita keluarga dengan frekuensi 4 kali/6 bulan (Tabel 28). Seringnya penyakit ini diderita keluarga dapat diakibatkan oleh sanitasi air yang digunakan untuk mandi sangat rendah, apalagi dengan adanya sisa-sisa air laut pada saat tsunami yang belum kering Tabel 28. Sebaran keluarga menurut frekuensi penyakit yang diderita selama dalam enam bulan terakhir Jenis Penyakit 1. Panas demam 2. Pilek/influenza 3. Batuk biasa (ISPA) 4. Batuk pilek 5. Diare (>5 kali) 6. Mencret biasa 7. Asthma 8. Malaria 9. Gatalgatal/eksim
1
Frekuensi (kali/6 bulan)/Persentase 2 3
4
40.0
37.5
5.0
17.5
12.1
53.0
13.6
21.2
20.0 24.1
40.0 27.6
0.0 27.6
40.0 20.7
50.0
12.5
0.0
37.5
28.6 100.0 20.0
42.9 0.0 30.0
14.3 0.0 0.0
14.3 0.0 50.0
21.4
14.3
0.0
64.3
Upaya penanggulangan penyakit yang dilakukan oleh keluarga adalah dengan berobat ke dokter praktek, mantri, rumah sakit umum, puskesmas, dan posko kesehatan. Namun yang paling
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
83
banyak dilakukan adalah berobat ke puskesmas dan posko kesehatan. Pengobatan secara gratis yang tersedia di puskesmas dan posko menjadi pilihan para keluarga karena disediakan secara cuma-cuma (Tabel 29). Tabel 29. Sebaran keluarga menurut upaya pengobatan penyakit yang dilakukan Jenis Penyakit 1. Panas demam 2. Pilek/influenza 3. Batuk biasa (ISPA) 4. Batuk pilek 5. Diare (>5 kali) 6. Mencret biasa 7. Asthma 8. Malaria 9. Gatalgatal/eksim
Pusk es mas
Posk o keseha tan
Dokt er Prak tek
Man tri
Beli di Apoti k
Obat Sen diri
Tida k Diob ati
38.1
21.4
26. 2
9.5
2.4
0.0
0.0
2.4
39.4
13.6
1.5
6.1
1.5
1.5
7.6
28.8
34.3 42.9
34.3 21.4
5.7 7.1
0.0 7.1
0.0 3.6
5.7 0.0
17.1 14.3
12.5
37.5
0.0
0.0
0.0
0.0
37.5
12.5 100.0
37.5 0.0
12.5 0.0
0.0 0.0
12.5 0.0
12.5 0.0
0.0 0.0
30.0
30.0
10.0
0.0
0.0
0.0
0.0
36.0
28.0
2.9 3.6 12. 5 12. 5 0.0 30. 0 20. 0
12.0
0.0
4.0
0.0
0.0
RS U
C.2.4. Kepribadian Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (87.0%) kepribadian kepala keluarga tergolong pada kategori ekstrovert. Berdasarkan tipologi, persentase contoh yang termasuk kategori ekstrovert pada keluarga utuh dan janda lebih besar daripada keluarga duda. Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) kepribadian di antara ketiga tipologi (Tabel 30). Orang yang ekstrovert dalam kesehariannya melihat kenyataan dan keharusan, tidak lekas merasakan kritikan, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasakan kegagalan, tidak banyak mengadakan analisis, sifatnya yang terbuka dan kritik terhadap diri sendiri. Pribadi yang intovert dengan ciri orang yang suka memikirkan tentang diri sendiri, banyak fantasi, lekas merasakan kritikan, menahan ekspresi emosi, sifatnya yang tertutup, lekas tersinggung dalam diskusi, suka membesarkan kesalahannya, analisis dan kritik diri menjadi buah pikirannya (Lampiran 3).
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
84
Tabel 30. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor kepribadian
Intovert
Utuh (n=103) n % 10 9.7
Duda (n=20) n % 5 25.0
Janda (n=15) n % 3 20.0
Ekstrovert
93
15
12
80.0
15
100.0 80 13.8 52.9 100
Kategori Skor Kepribadian
Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
90.3 100. 103 0 81.2 12.1 35.3 100
75.0 100. 20 0 74.7 11.9 52.9 94.1
Total (n=138) n % 18 13.0 12 0 87.0 13 100. 8 0 78.6 12.6 35.3 100
0.100
C.2.5. Konsep Diri Konsep diri sebagian besar (93.5%) contoh termasuk dalam kategori positif. Pada ketiga tipologi keluarga, persentase terbesar berada pada kategori konsep diri positif. Dilihat dari rata-rata skor konsep diri, skor tertinggi ditemukan pada tipologi keluarga utuh (93.4%), diikuti tipologi keluarga janda (91.7%) dan terakhir tipologi keluarga duda (82.5%) (Tabel 31). Tabel 31. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor konsep diri Kategori Skor Konsep Diri Negatif Positif Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 4 3.9 99 96.1 10 100. 3 0 93.4 17.8(ac) 0 100
Duda (n=20) n % 4 20.0 16 80.0 100. 20 0 82.5 32.5(bc) 0 100
Janda (n=15) n % 1 6.7 14 93.3 100. 15 0 91.7 15.4(cab) 50 100
0.025
Total (n=138) n % 9 6.5 129 93.5 100. 138 0 89.2 21.9 0 100
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
85
Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata Hasil analisis anova menunjukkan ada perbedaan yang nyata (p<0.05) konsep diri di antara ketiga tipologi. Selanjutnya, analisis Duncan menunjukkan perbedaan konsep diri yang nyata antara tipologi keluarga utuh dan duda. Individu yang mempunyai konsep diri yang negatif pada umumnya akan mudah sekali stres Tingginya konsep diri terbukti dari beberapa pertanyaan yang diajukan, menurut pandangan sebagian besar keluarga, mereka telah menjadi seorang yang baik ketika menjadi orang tua, pasangan, teman, tetangga maupun dalam menjalankan agamanya (Lampiran 4). C.3. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah adanya keterlibatan orang lain dalam menyelesaikan masalah. Individu melakukan tindakan kooperatif dan mencari dukungan dari orang lain, karena sumberdaya sosial menyediakan dukungan emosional, bantuan nyata dan bantuan informasi. Dalam hal ini bantuan yang diterima keluarga baik dari keluarga maupun lembaga pemberi bantuan seperti LSM maupun pemerintah. Secara keseluruhan, dukungan sosial yang diterima oleh sebagian besar (86.2%) keluarga dapat mendukung upaya keluarga dalam menyelesaikan masalah pasca gempa dan tsunami (Tabel 32). Hal yang sama juga terjadi pada ketiga tipologi keluarga. Rata-rata skor dukungan sosial tertinggi dijumpai pada tipologi keluarga utuh (92.8), diikuti tipologi keluarga janda (84) dan keluarga duda (76). Tabel 32. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor dukungan sosial Kategori Skor Dukungan Sosial Tidak mendukung Mendukung Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimal
Utuh (n=103) n % 10 9.7
Duda (n=20) n % 6 30.0
Janda (n=15) n % 3 20.0
93 90.3 10 100. 3 0 92.8 22.9 0 100
14
12
80.0
15
100.0 84 31.4 0 100
70.0 100. 20 0 76 37 0 100
Total (n=138) n % 19 13.8 11 9 86.2 13 100. 8 0 84.3 30.4 0 100
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
86 Analisis Anova antar tipologi keluarga
0.093
Keluarga yang menerima bantuan sosial umumnya adalah keluarga yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan berpenghasilan rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan keluarga sangat mengharapkan bantuan dari berbagai pihak. Sedangkan keluarga yang tidak menerima bantuan sosial adalah keluarga-keluarga yang kehidupan ekonominya lebih baik. Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) dukungan sosial di antara ketiga tipologi. Pada Lampiran 5 disajikan pernyataan dukungan sosial yang ditanyakan kepada keluarga. Secara umum, keluarga memperoleh bantuan fisik dan non fisik dari masyarakat, teman, keluarga dan pemerintah serta LSM. Korban bencana yang secara ekonomi tidak mencukupi, apabila tidak memperoleh dukungan sosial akan mengalami stres lebih tinggi dibandingkan korban yang memperoleh dukungan sosial (Baum, 1990; Fleming, Baum, Gisriel & Gatchel, 1982). Bantuan dari berbagai pihak sangat dirasakan mulai hari pertama terjadinya bencana sampai saat penelitian ini berlangsung masih berjalan terus walaupun dalam jumlah terbatas. Jenis bantuan yang diterima sangat beragam mulai dari pangan, kesehatan, beasiswa, perumahan, pakaian dan penyediaan lapangan kerja. Berikut ini sebagian daftar bantuan yang diberikan kepada Tabel 33. Daftar bantuan yang diberikan kepada masyarakat di Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa N o 1
2
3
Jenis bantuan Pangan Beras, indomie, sarden, minyak goreng, ikan asin, biskuit dan lain sebagainya Peralatan masak Kesehatan Pembangunan rumah sakit dan puskesmas Tenaga medis Pengobatan gratis Makanan tambahan Pendidikan Gedung sekolah
Sumber bantuan Depsos, Media group, Perindustrian, Masyarakat Indonesia
Depkes, PMI, UNICEF, Media Group dan lain sebagainya
Diknas, Palang Merah Irlandia (Irish Red Cross), PMI, Yayasan
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
87
SUKMA, TPI, RCTV dan lain sebagainya 4 CARE, Aceh Relif, UN.Habitat, BRR, Wold Vasion, ADB, Peduli Bangsa, OXFAM, LION GROUP, Muslim ED dan lain sebagainya 5 Pakaian Depsos, Media Group dan seluruh masyarakat Indonesia 6 Pekerjaan/pendapatan Depsos, Bank Indonesia, Depnaker, Departemen perdagangan, Departemen pekerjaan umum dan lain sebagainya Laporan Kantor Camat Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa Banda Aceh. Perlengkapan sekolah Beasiswa Perumahan (Rehabilitasi dan Rekonstruksi)
C.4. Korelasi antar Peubah Sumberdaya Coping Hasil analisis korelasi antara peubah sumberdaya seperti yang disajikan pada Tabel 34 mengindikasikan adanya hubungan negatif nyata antara pendapatan dengan jumlah anggota keluarga dan hubungan positif nyata antara pendapatan dengan tingkat kesehatan. Artinya semakin banyak jumlah anggota keluarga maka pendapatan akan semakin rendah, sedangkan semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka tingkat kesehatan akan semakin baik. Kepribadian berhubungan negatif nyata dengan tingkat kesehatan dan berhubungan positif nyata dengan dukungan sosial yang berarti semakin ekstrovert kepribadian contoh semakin baik tingkat kesehatan contoh, serta semakin ekstrovert kepribadian contoh maka dukungan sosial yang diperoleh juga akan semakin tinggi. Konsep diri juga berhubungan positif nyata dengan dukungan sosial, yang berarti semakin positif konsep diri contoh, maka dukungan sosial juga akan semakin tinggi. Tabel 34. Korelasi Spearman antar peubah sumberdaya coping Peubah
Jml ang. Kel.
Pend ptn
Jumlah anggota keluarga Pendapatan Umur kk
-.376( **) . 317(* *)
0.139
Um ur KK
Pen d. KK
Aset
Tk. kesh tn
Duk. Sos
Keprib dn
Kons ep Diri
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
88 Pendidikan kk Aset Tingkat Kesehatan Dukungan Sosial
0.145
0.13
-0.155 0.003
0.163 . 174(* )
0.154
0.135
0.108
0.100
0.014
0.079
Kepribadian Konsep Diri
0.16 2 0.10 5 0.07 6 0 0.09 8 0.02 6
0.06 7 0.00 9 0.09 7 0.02 5 0.00 4
0.05 1 0.02 8 0.08 6 0.09 5
0.08 6 -.193 (*) 0.14 5
. 384(** ) . 275(** )
0.14
C.5. Pengaruh Sumberdaya Coping terhadap Masalah Keluarga Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh sumberdaya coping terhadap masalah keluarga pasca gempa dan tsunami (Tabel 35) Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.5175 artinya pengaruh sumberdaya coping terhadap masalah keluarga adalah 51.75 persen, sisanya yakni 48.25 persen adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian. Ada dua variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap masalah keluarga yakni kepribadian dan aset. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya secara signifikan adalah kepribadian yakni 49.33 persen. Tabel 35. Masalah keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping sebagai peubah bebas Variabel Konstanta Kepribadian Aset
Koefisien 115.50509388 -0.98845851 -16.67505391
R2 Parsial 0.4933 0.0242
R 2 Model
Peluang
0.4933 0.5175
0.0001 0.0103
Kepribadian berpengaruh negatif nyata terhadap masalah keluarga yang bermakna semakin ekstrovert kepribadian yang dimiliki kepala keluarga akan membuat masalah yang dihadapi semakin rendah. Hal ini dapat dipahami karena orang yang ekstrovert akan lebih mampu menghadapi masalah, karena sikapnya yang terbuka dan mau menerima setiap persoalan dengan hati terbuka.
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
89
Aset keluarga juga berpengaruh negatif nyata terhadap masalah keluarga, artinya semakin banyak aset yang tersisa pasca gempa dan tsunami maka masalah yang dihadapi keluarga akan semakin rendah. Aset merupakan salah satu sumberdaya materi yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk mengatasi masalah yang dihadapi keluarga.
D. TINGKAT STRES D.1. Tingkat Stres (Family Inventory of Life) Sumber stres kronis pada umumnya meliputi peristiwa yang sangat menekan secara terus-menerus, masalah-masalah hubungan jangka panjang, kesepian, dan kekhawatiran akan finansial karena suami menjadi korban bencana. Hal ini banyak dialami oleh para pengungsi yang tinggal di barak-barak dalam jangka waktu yang lama. Berada dalam situasi ketidakpastian terutama dalam kehidupannya di masa mendatang. Tingkat stres yang disajikan pada Tabel 36 merupakan kategori skor komposit dari gejala stres fisik, psikis, kognitif dan perilaku. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tingkat stres yang dialami oleh keluarga contoh setahun pasca gempa dan tsunami sebagian besar (88.4%) termasuk stres minor yang dicerminkan dengan rendahnya rata-rata skor stres contoh yakni 19.13. Hanya 0.7 persen contoh yang mengalami stres mayor/berat akibat bencana gempa dan tsunami. Demikian pula jika dilihat berdasarkan tipologi keluarga, pada semua tipologi terlihat bahwa persentase terbesar berada pada kategori stres minor. Hasil temuan ini agak berbeda dengan data yang diproyeksikan WHO bahwa setahun setelah bencana tsunami sebanyak 3-4 persen korban mengalami stres berat (berupa psikosis, depresi berat, kelelahan yang berat), sekitar 20 persen mengalami gangguan mental ringan atau moderat dalam bentuk depresi dan kelelahan), 30-50 persen mengalami stres moderat atau berat dan 20-40 persen mengalami stres psikologi ringan (WHO, 2005). Tingkat stres dengan metode Family Inventory of Life tertinggi ditemukan pada tipologi keluarga duda dengan skor ratarata 24.17 dan terendah keluarga utuh 18.12. Adanya dukungan keluarga yang memotivasi ternyata dapat mengurangi tingkat stres keluarga. Rendahnya tingkat stres keluarga setahun pasca tsunami dapat terlihat saat diwawancara, umumnya contoh mengatakan bahwa sudah dapat dapat melupakan bencana yang pernah dialami, semua ini merupakan kehendak dari Yang Maha Kuasa dan siapapun tidak bisa menyesalinya. Sikap mereka yang
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
90
tabah dan pasrah membuat mereka dapat mengendalikan diri dari stres yang mereka alami, sehingga saat ini mereka dapat menata kembali kehidupan yang lebih baik. Tabel 36. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres (metode Family Inventory of Life) Kategori tingkat stres (Family Inventory of Life) Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n
%
91 88.3 5 4.9 7 6.8 0 0.0 10 100. 3 0 18.12 15.28 0.00 68.30
Duda (n=20)
Janda (n=15)
n
%
n
%
17 1 1 1
85.0 5.0 5.0 5.0
14 0 1 0
93.3 0.0 6.7 0.0
20 100.0 24.17 18.81 3.30 80.00
15 100.0 19.33 11.21 10.00 53.30
Total (n=138) n % 12 2 88.4 6 4.3 9 6.5 1 0.7 13 100. 8 0 19.13 15.50 0.00 80.00
0.281
Rendahnya tingkat stres keluarga utuh menurut Potter & McKenzie (2000) karena adanya dukungan keluarga yang dapat menciptakan penilaian positif terhadap keberadaan keluarga sehingga memberikan kontribusi pada kemampuan keluarga dalam menghadapi stres secara efektif. Dukungan keluarga akan memberikan kontribusi pada kemampuan keluarga untuk menghadapi stres atau krisis secara efektif. Sumberdaya yang memadai mampu mengatasi sebuah kejadian, tingkat stres yang dialami akan relatif rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, tetapi jika seseorang merasa bahwa sumberdaya yang dimiliki tidak mencukupi untuk menghadapi ancaman, tantangan atau situasi yang membahayakan, maka ia akan mengalami tingkat stres yang tinggi (Anonim, 2006). D.2. Gejala Stres Fisik Secara keseluruhan (73.2%) tingkat stres fisik contoh setahun pasca tsunami termasuk kategori stres minor dengan skor rata-rata 22.87. Tingkat stres fisik terendah ditemukan pada tipologi keluarga utuh dengan skor rata-rata 22.09 dan tertinggi
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
91
pada tipologi keluarga duda dengan skor rata-rata 26.56 (Tabel 37). Gejala-gejala stres fisik yang dialami oleh contoh setahun pasca gempa dan tsunami disajikan pada Lampiran 6. Dari delapan gejala stres fisik yang ditanyakan, sebagian besar keluarga menyatakan tidak pernah mengalaminya. Pada tipologi janda, terdapat beberapa gejala yang sebagian besar kadang-kadang dirasakan yakni pusing atau sakit kepala tanpa alasan, kejang otot/kram dan tangan gemetaran serta merasa letih/lesu/lemas yang luar biasa atau terasa tenaga terkuras habis. Gejala stres fisik yang sama juga dialami oleh keluarga utuh, meskipun persentasenya masih di bawah 10 persen. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) tingkat stres fisik antara ketiga tipologi keluarga. Tabel 37. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres fisik Kategori tingkat stres fisik Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 77 74.8 10 9.7 14 13.6
Duda (n=20) n % 12 60.0 4 20.0 4 20.0
Janda (n=15) n % 12 80.0 1 6.7 2 13.3
Total (n=138) n % 101 73.2 15 10.9 20 14.5
2 1.9 103 100.0 22.09 19.84 0.00 100.00
0 0.0 20 100.0 26.56 20.47 0.00 68.80
0 0.0 15 100.0 23.33 17.75 0.00 62.50
2 1.4 138 100.0 22.87 19.64 0.00 100.00
0.648
D.3. Gejala Stres Psikis Pada awal bencana banyak pengungsi yang merasa putus asa, memandang dirinya tidak berdaya dan tidak berguna lagi, karena kehilangan semua orang yang dicintainya, suami atau isteri dan anak-anaknya, termasuk harta benda. Seiring dengan berjalannya waktu, yakni setahun setelah bencana, umumnya korban tsunami sudah dapat bangkit kembali dan tidak menunjukkan gejala stres psikis lagi. Rendahnya tingkat stres psikis yang dialami contoh terlihat dari persentase terbesar (76.8%) termasuk dalam kategori stres
92
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
minor dengan skor rata-rata 22.46 Tingkat stres psikis tertinggi ditemukan pada keluarga duda dengan skor rata-rata 28.93, diikuti oleh keluarga janda 23.81 dan keluarga utuh 21.01 (Tabel 38). Tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) tingkat stres psikis antara ketiga tipologi keluarga. Tingginya tingkat stres yang dialami keluarga duda karena sebagian besar menyatakan kadang-kadang mengalami mimpi-mimpi buruk (Lampiran 7). Menurut Hartiningsih (2005), dalam banyak kasus bencana dengan jumlah korban yang banyak, sekitar 70 persen penduduk, gejalagejala stres psikis seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan hilang dalam satu sampai dua bulan. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki mekanisme coping secara alamiah. Sekitar 30 persen lainnya akan memperlihatkan gejala-gejala lain seperti mimpi buruk terus-menerus, kehilangan semangat dan lain-lain setelah enam bulan. Dari jumlah itu, sekitar 7-10 persennya mengalami disorientasi sosial-psikologis, seperti agresif, tidak mau makan dan tidak mau bicara. Tabel 38. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres psikis Kategori tingkat stres psikis Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n %
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
80 77.7 9 8.7 13 12.6 1 1.0 10 100. 3 0 21.01 18.49 0.00 78.60
14 2 3 1
12 2 1 0
70.0 10.0 15.0 5.0 100. 20 0 28.93 21.17 0.00 85.70
80.0 13.3 6.7 0.0 100. 15 0 23.81 13.94 0.00 50.00
Total (n=138) n % 10 6 76.8 13 9.4 17 12.3 2 1.4 13 100. 8 0 22.46 18.56 0.00 85.70
0.210
D.4 Gejala Stres Kognitif Gejala stres kognitif adalah pengalaman subjektif yang didasarkan atas persepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak di lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejalan dengan tingkat stres fisik dan psikis, tingkat stres kognitif juga termasuk dalam kategori minor dengan skor rata-rata 15.87 yang
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
93
dialami oleh 82.6 persen contoh (Tabel 39). Demikian pula jika dilihat berdasarkan tipologi sebagian besar keluarga pada ketiga tipologi juga tergolong kategori stres minor. Rata-rata skor tingkat stres kognitif terendah adalah pada keluarga janda (14.00), dan tertinggi pada tipologi keluarga duda (19.00). Tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) tingkat stres kognitif antara ketiga tipologi keluarga. Rendahnya tingkat stres kognitif pada ketiga tipologi dapat dilihat dari lima item gejala stres kognitif yang ditanyakan kepada keluarga, sebagian besar keluarga menyatakan tidak mengalaminya (Lampiran 8). Tabel 39. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres kognitif Kategori tingkat stres kognitif Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 87 84.5 6 5.8 9 8.7 1 1.0 103 100.0 15.53 19.13 0.00 80.00
Duda (n=20) n % 14 70.0 3 15.0 3 15.0 0 0.0 20 100.0 19.00 19.17 0.00 50.00
Janda (n=15) n % 13 86.7 0 0.0 2 13.3 0 0.0 15 100.0 14.00 18.82 0.00 60.00
Total (n=138) n % 114 82.6 9 6.5 14 10.1 1 0.7 138 100.0 15.87 19.02 0.00 80.00
0.701
D.5. Gejala Stres Perilaku Rendahnya tingkat stres fisik, psikis dan kognitif, diikuti juga oleh tingkat stres perilaku, karena sebagian besar (92.0%) contoh mengalami tingkat stres perilaku yang termasuk kategori stres minor dengan skor rata-rata 15.44 (Tabel 40). Rata-rata tingkat stres perilaku tertinggi ditemukan pada keluarga duda (21.50%) dan terendah pada keluarga utuh (14.22%). Tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) tingkat stres perilaku antara ketiga tipologi. Rendahnya rata-rata skor tingkat stres perilaku terlihat dari sepuluh item pertanyaan yang diajukan, sebagian besar contoh menyatakan kadang-kadang mengalami sukar tidur atau tidur terlalu lama, hilang nafsu makan atau sebaliknya nafsu makan tinggi dan kadang-kadang melamun/termenung (Lampiran 9).
94
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Menurut Joseph, Yule, Williams dan Hodkinson (1993), studistudi yang dilakukan di seluruh dunia selama lebih dari 25 tahun menunjukkan berbagai dampak bencana alam seperti yang terjadi pada korban topan Andrew, gempa bumi di Kota Mexico dan Armenia. Rasa shock dan kesedihan yang mendalam dirasakan oleh hampir semua korban, perasaan menyalahkan diri sendiri dan takut peristiwa itu terulang kembali, hal ini dapat menimbulkan ketidakmampuan dalam mengambil keputusan sehingga mempengaruhi perilaku seeorang dalam menyelesaikan masalah secara tepat. Gangguan tidur dan kehilangan selera akan juga seringkali terjadi. Untuk mengatasi kelelahan dan depresi, korban bencana mengkonsumsi alkohol dan merokok dalam jumlah yang tinggi, minum pil tidur dan anti depresi. Tabel 40. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres perilaku Kategori tingkat stres perilaku Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 96 93.2 2 1.9 3 2.9 2 1.9 100. 103 0 14.22 15.73 0.00 100.00
Duda (n=20) n % 18 90.0 0 0.0 0 0.0 2 10.0 100. 20 0 21.50 25.65 0.00 100.00
Janda (n=15) n % 13 86.7 0 0.0 2 13.3 0 0.0 100. 15 0 15.67 15.45 0.00 50.00
Total (n=138) n % 127 92.0 2 1.4 5 3.6 4 2.9 100. 138 0 15.44 17.50 0.00 100.00
0.236
D.6. Tingkat Stres (Holmes dan Rahe) Selain dengan menggunakan metode Family Inventory of Life untuk mengukur tingkat stres keluarga, pengukuran tingkat stres dilakukan juga dengan menggunakan metode Holmes dan Rahe. Hasil kategorisasi skor menunjukkan bahwa tingkat stres contoh tersebar pada keempat kategori, persentase terbesar yakni 44.9 persen termasuk dalamtingkat stres sedang. Berdasarkan tipologi, keluarga duda mengalami tingkat stres tertinggi dengan rata-rata 65.02 dan terendah dialami oleh keluarga utuh dengan rata-rata 35.63. (Tabel 41). Terdapat perbedaan yang signifikan
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
95
antara tingkat stres keluarga utuh dengan keluarga janda dan duda. Pada keluarga utuh penyebab stres tertinggi adalah kehilangan aset, dan pada keluarga duda dan janda penyebab stres tertinggi adalah kematian pasangan (Lampiran 10). Murphy (1984) peneliti korban ledakan gunung berapi Mount Saint Helen, Washington pada tanggal 18 Mei 1980. Korban yang kehilangan kerabat atau teman merupakan masalah besar yang mengakibatkan tingkat stres yang lebih tinggi dan status kesehatan mental yang rendah dibandingkan dengan korban lain. Tetapi korban tidak menunjukkan kondisi fisik yang lebih parah dibandingkan yang tidak kehilangan. Korban yang kehilangan kerabat atau teman dekat namun belum pasti, terlihat stres saat diwawancara. Mereka mengatakan bahwa “menunggu adalah sebuah penderitaan”, “berharap mereka belum meninggal” dan bahwa ”sulit menerima tanpa melihat fisik korban langsung”. Orang-orang yang kehilangan rumah, dilaporkan menunjukkan tingkat stres yang sama dengan yang kehilangan kerabat, namun tidak mengalami kesulitan emosional atau fisik yang lebih parah dibandingkan yang tidak kehilangan. Mereka juga menunjukkan kemarahan yang lebih besar, menyalahkan diri sendiri dan tidak puas terhadap bantuan yang diterima. Sebagian besar korban menyatakan bahwa 11 bulan setelah bencana mereka belum pulih. Tabel 41. Statistik dan sebaran keluarga berdasarkan tingkat stres keluarga dengan menggunakan Skala Holmes dan Rahe Kategori tingkat stres Holmes Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Rata-Rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi
Utuh (n=103) n % 43 41.7 21 20.4 39 37.9 0
0.0
103 100.0 35.63 (a) 19.41 0.00 65.90
Duda (n=20) n % 0 0.0 1 5.0 13 65.0 6
30.0
Janda (n=15) n % 1 6.7 1 6.7 10 66.7 3
20.0
20 100.0 15 100.0 65.02 (bc) 62.99 (cb) 10.96 14.92 35.30 30.70 82.90 83.60 0.000
Total (n=138) n % 44 31.9 23 16.7 62 44.9 9 6.5 13 100. 8 0 42.86 21.80 0.00 83.60
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
96
keluarga Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
Freedy, Shaw, Jarrell, dan Masters (1992) dan Kaiser, Sattler, Bellack, dan Dersin (1996) menemukan bahwa 1-2 bulan setelah bencana Hugo (Charleston, 1989), kehilangan harta benda paling berpengaruh terhadap tingkat stres. Sattler (2001) menemukan bahwa satu bulan setelah gempa Northridge (Los Angeles County, California, 1994) kehilangan harta benda adalah variabel yang paling berpengaruh terhadap tingkat stres, diikuti oleh karakteristik demografi, coping keluarga dan dukungan sosial. Orang-orang yang memiliki sumberdaya keuangan terbatas dan jaringan dukungan sosial yang kurang akan mengalami kesulitan untuk bangkit jika dibandingkan dengan orang yang memiliki sumberdaya dan jaringan sosial yang kuat, mereka dengan cepat memperoleh ganti rugi dari kehilangan yang dialami (Holahan, Moos, Holahan, & Cronkite, 1999; Kaniasty & Norris, 1995). D.7. Pengaruh Sumberdaya Coping dan Masalah Keluarga terhadap Tingkat Stres Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh sumberdaya coping dan masalah keluarga terhadap tingkat stres Family Inventory of Life pasca gempa dan tsunami (Tabel 42). Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.2963 artinya pengaruh sumberdaya coping dan masalah keluarga terhadap terhadap tingkat stres Family Inventory of Life adalah 29.63 persen, sisanya yakni 71.37 persen adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian. Ada tiga variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat stres Family Inventory of Life yakni pekerjaan kepala keluarga, konsep diri dan aset. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya secara signifikan adalah pekerjaan kepala keluarga yakni 14.03 persen (Tabel 42). Tabel 42. Stres Family Inventory of Life sebagai peubah tidak bebas dengan masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas Variabel Konstanta Pekerjaan KK Konsep diri Aset
Koefisien 39.51888537 -0.15128373 -0.28228469 0.00000003
R2 Parsial
R 2 Model
0.1403 0.1224 0.0336
0.1403 0.2627 0.2963
Peluang 0.0001 0.0001 0.0126
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
97
Pekerjaan kepala keluarga berpengaruh negatif terhadap tingkat stres kepala keluarga, artinya semakin baik pekerjaan kepala keluarga mengakibatkan stres yang dialami semakin rendah. Ini dapat dipahami bahwa kepala keluarga yang memiliki pekerjaan tetap walaupun terjadi bencana tidak akan menpengaruhi pendapatan keluarga. Dengan pendapatan yang cukup semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi, sehingga tinggat stres yang dialami menjadi rendah. Konsep diri berpengaruh negatif terhadap tingkat stres kepala keluarga, artinya konsep diri yang positif yang dimiliki kepala keluarga dapat membantu menurunkan tingkat stres yang dialami kepala keluarga akibat banyak permasalahan yang dihadapi pasca gempa dan tsunami. Aset keluarga berpengaruh positif terhadap masalah keluarga, artinya semakin banyak aset yang hilang maka tingkat stres kepala keluarga cendrung lebih meningkat. Hal ini dapat dipahami bahwa aset yang dimiliki keluarga merupakan salah satu modal untuk kehidupan anggota keluarga di masa depan, baik untuk berusaha maupun untuk biaya pendidikan. Dengan demikian kehilangan aset berarti kehilangan masa depan baik untuk berusaha maupun untuk pendidikan. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh sumberdaya coping dan masalah keluarga terhadap tingkat stres Holmes dan Rahe pasca gempa dan tsunami (Tabel 43). Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.4568 artinya pengaruh sumberdaya coping dan masalah keluarga terhadap terhadap tingkat stres Holmes dan Rahe adalah 45.68 persen, sisanya yakni 54.32 persen adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian. Ada empat variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat stres Holmes dan Rahe yakni tipologi keluarga janda, kepribadian, masalah rumah dan masalah pekerjaan. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya secara signifikan adalah tipologi keluarga duda yakni 32.61 persen Tabel 43. Stres Holmes dan Rahe sebagai peubah tidak bebas dengan masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas Variabel Konstanta D1 Kepribadian Masalah rumah Masalah pekerjaan
Koefisien 98.82476674 24.54096483 -0.43828369 0.14213838 0.09485398
R2 Parsial
R 2 Model
0.3261 0.0712 0.0411 0.0184
0.3261 0.3973 0.4384 0.4568
Peluang 0.0001 0.0001 0.0021 0.0354
98
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Tipologi keluarga janda berpengaruhnya positif terhadap tingkat stres Holmes dan Rahe, artinya dengan status keluarga single perent akan membuat tingkat stres yang dialami semakin tinggi. Ini memiliki makna bahwa kehilangan pasangan merupakan suatu hal yang paling menyakitkan dan sulit untuk dilupakan. Bagi sorang istri, suami adalah orang yang bertanggung jawab untuk kehidupan keluarga, suami sebagai tumpuan harapan untuk kehidupannya, tempat berbagi suka maupun duka. Dengan demikian, kehilangan suami berarti semua tanggung jawab keluarga beralih kepada istri. Istri yang tidak memiliki pekerjaan tetap akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Kepribadian kepala keluarga berpengaruh negatif nyata terhadap tingkat stres, artinya bahwa kepribadian yang ekstrovet mampu menurunkan tingkat stres. Ini dapat dipahami bahwa orang yang ekstrovet lebih terbuka dalam menghadapi suatu persoalan dan mau berbagi suka dan duka dengan orang lain. Masalah rumah/tempat berpengaruh positif nyata terhadap tingkat stres, ini memiliki makna bahwa semakin tinggi masalah rumah yang dihadapi kepala keluarga maka tingkat stres juga semakin meningkat. Hal ini dapat dipahami masalah perumahan menjadi suatu persolan yang cukup serius karena menyangkut ketenangan dan kenyamanan bagi anggota keluarga. Rumah yang tidak memadai dan tidak memenuhi standar kesehatan dapat mempengaruhi aktivitas anggota keluarga sehari-hari. Masalah pekerjaan kepala keluarga juga berpengaruh positif nyata terhadap tingkat stres. Artinya hilangnya pekerjaan akibat gempa dan tsunami dapat mengakibatkan tingkat stres semakin meningkat. Ini dapat dipahami bahwa kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan dapat mempengaruhi pendapatan keluarga sehingga kebutuhan keluarga sehari-hari dapat terganggu.
E. STRATEGI COPING KELUARGA Strategi coping adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam menyelesaikan masalah pasca gempa dan tsunami. Setiap keluarga memiliki strategi coping masing-masing, ada yang berfungsi efektif dan ada yang tidak. Persepsi keluarga terhadap masalah dapat berpengaruh terhadap kemampuannya untuk memecahkan masalah tersebut. Jika sebuah masalah dipandang berat dan sulit untuk diatasi maka keluarga tersebut akan benarbenar sulit untuk memecahkan dan sebaliknya (McCubbin, 1975). Strategi coping yang dilakukan keluarga mencakup dua kelompok yakni strategi coping berfokus pada masalah dan strategi
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
99
coping berfokus pada emosi. Sebelum mencermati secara khusus kedua kelompok strategi coping, terlebih dahulu akan dibahas strategi coping secara keseluruhan yakni skor coping komposit kedua jenis strategi coping yang akan disebut sebagai strategi coping total. Pada Tabel 44 disajikan kategori strategi coping total yang dilakukan keluarga pasca gempa dan tsunami. Data pada tabel tersebut menunjukkan hanya 21.7 persen keluarga yang mampu melakukan strategi coping dengan kategori tinggi dan sisanya (78.3%) termasuk kategori sedang dengan rata-rata 64.7. Berdasarkan tipologi secara keseluruhan keluarga janda lebih tinggi melakukan strategi coping dengan rata-rata 66.2 dan paling rendah dilakukan oleh keluarga utuh dengan rata-rata 62.3. Namun demikian hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) coping total di antara ketiga tipologi. Data ini juga memperlihatkan bahwa ketiga tipologi keluarga belum mampu secara maksimal melakukan strategi coping untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. Tabel 44. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping total Kategori Coping Total Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 0 0 80. 83 6 19. 20 4 10 103 0 62.3 9.4 38.9 97.2
Duda (n=20) n % 0 0 1 3 65 7 35 2 0 100 65.6 11.9 43.5 88.9
Janda (n=15) n % 0 0 12
80
3
20
15 100 66.2 12.4 53.7 90.7
Total (n=138) n % 0 0.0 10 8 78.3 30 21.7 13 100. 8 0 64.7 11.2 38.9 97.2
0.192
E.1. Strategi Coping Berfokus pada Masalah Menurut Rice (1999), strategi coping berfokus pada masalah adalah strategi coping yang dilakukan individu dengan mencoba mengembangkan perencanaan langkah yang konkrit dan menggunakannya sebagai kontrol langsung. Menurut Parker dan Endler (1996), coping berfokus pada masalah mempunyai lima dimensi yakni perilaku aktif mengatasi stres, perencanaan,
100
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
penekanan kegiatan, penundaan kegiatan dan pencarian dukungan sosial Secara keseluruhan, hanya 44.2 persen keluarga yang melakukan strategi coping berfokus pada masalah yang tergolong ke dalam kategori tinggi dan sisanya 55.8 persen termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata secara keseluruhan 67.9 (Tabel 45). Tipologi keluarga janda lebih tinggi melakukan strategi coping berfokus pada masalah (60%) jika dibandingkan dengan keluarga utuh yang hanya (43.7%) dan duda (35%). Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) coping berfokus pada masalah di antara ketiga tipologi. Tidak maksimalnya strategi coping berfokus pada masalah yang dilakukan keluarga dimungkinkan karena sumberdaya yang dimiliki keluarga sangat terbatas. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan diketahui bahwa sebagian keluarga berusaha sendiri untuk menyelesaikan masalah, tidak mau terlalu tergantung kepada pemberi bantuan yang sifatnya sementara, harus bisa berdiri di atas kaki sendiri tanpa harus dibantu oleh orang lain. Orang yang selalu menerima bantuan dari orang lain adalah orang pemalas yang selalu minta dikasihani. Namun demikian masih banyak keluarga yang penghasilannya sangat tergantung kepada bantuan pihak lain. Tabel 45. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping berfokus pada masalah Kategori Skor Coping Berfokus pada Masalah Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103 ) n % 0 0 56. 58 3 43. 45 7 10 10 3 0 67 9.5 39.6 93.8
E.1.1. Planful problem solving
Duda (n=20) n % 0 0
Janda (n=15 ) n % 0 0
Total (n=138) n % 0 0.0
13
65
6
77
7
35
9 60 1 10 5 0 70.4 12 52.1 100
20 100 66.3 10.8 45.8 87.5
0.409
40
55.8
61 44.2 13 100. 8 0 67.9 10.8 39.6 100.0
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
101
Planful problem solving merupakan upaya keluarga bereaksi dengan melakukan usaha-usaha tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan dan diikuti pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah. Secara umum, (66.7%) keluarga melakukan coping planful problem solving termasuk dalam kategori tinggi (Tabel 46). Hal yang sama juga ditemukan pada ketiga tipologi keluarga, dimana persentase terbesar adalah pada kategori tinggi. Meskipun tidak terlalu berbeda, rata-rata coping planful problem solving yang dijumpai pada tipologi duda (75.7%) lebih tinggi daripada keluarga janda dan utuh. Namun demikian, tidak ada perbedaan yang nyata untuk coping planful problem solving antar ketiga tipologi. Tabel 46 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping planful problem solving Kategori Skor Planful Problem Solving Rendah Sedang Tinggi
Utuh (n=103) n % 1 1 33 32 69 67
Duda (n=20) n % 0 0 7 35 13 65
Janda (n=15) n % 0 0 5 33.3 10 66.7
Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
103 100 72.8 12.3 28.6 100
20 100 75.7 15.3 42.9 100
15 100 73.7 14.5 42.9 100
Total (n=138) n % 1 0.7 45 32.6 92 66.7 13 100. 8 0 74.1 14.0 28.6 100.0
0.658
Strategi coping planful problem solving sering sekali dilakukan oleh kepala keluarga untuk mengatasi permasalahan yang muncul pasca gempa dan tsunami, walaupun hasil yang diperoleh tidak maksimal. Tidak maksimalnya hasil yang dicapai karena upaya menjual aset/barang yang masih dimiliki dan mencari pinjaman kepada tetangga yang masih memilikinya serta merubah gaya hidup tidak dilakukan oleh sebagian keluarga (Lampiran 11). E.1.2. Confrontatif Coping Berbeda dengan coping planful problem solving yang sebagian besar tergolong kategori tinggi, maka pada coping confrontatif dimana keluarga bereaksi untuk mengubah keadaan yang dapat menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil.
102
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Hasil yang diperoleh sebanyak 64.5 persen keluarga yang melakukan coping confrontatif termasuk dalam kategori sedang (Tabel 47). Berdasarkan tipologi, skor rata-rata coping confrontatif keluarga janda lebih tinggi (55.6) dibandingkan dengan keluarga utuh (51.9) dan duda (48.3). Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal coping confrontatif diantara ketiga tipologi keluarga. Upaya confrontatif coping yang dilakukan dengan berusaha menghubungi orang yang bertanggung jawab dianggap oleh sebagian besar keluarga sangat sering dilakukan, demikian pula dengan usaha untuk mencoba melakukan sesuatu meskipun tidak yakin terhadap hasil yang akan diperoleh juga sering dilakukan oleh sebagian besar keluarga (Lampiran 12). Coping dengan cara membiarkan perasaan atau emosi keluar dan mengambil suatu kesempatan yang besar walaupun itu sangat berisiko tidak pernah dilakukan oleh sebagian besar keluarga. Tabel 47. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping confrontatif Kategori Skor Coping Confrontatif Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 19 18.4 65 63.1 19 18.4
Duda (n=20) n % 4 20 13 65 3 15
Janda (n=15) n % 1 6.7 11 73.3 3 20
103 100 51.9 21.1 0 100
20 100 48.3 16.1 16.7 75
15 100 55.6 19.1 33.3 100
Total (n=138) n % 24 17.4 89 64.5 25 18.1 13 100. 8 0 51.9 18.8 0.0 100.0
0.577
E.1.3. Seeking Social Support Coping dengan cara mencari dukungan sosial (seeking social support) dilakukan keluarga dengan berupaya mencari dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional. Secara keseluruhan stretegi coping dengan cara mencari dukungan sosial hanya 52.9 persen keluarga yang masuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan tipologi, keluarga janda lebih tinggi melakukan coping seeking social support dengan skor rata-rata 77.8, diikuti keluarga utuh (70.9) dan yang terendah adalah pada keluarga duda (67.3). Tidak terdapat perbedaan yang nyata antar ketiga tipologi keluarga. (Tabel 48).
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
103
Tidak maksimalnya upaya mencari dukungan sosial yang dilakukan keluarga diketahui pada item pertanyaan yang sebagian keluarga menyatakan jarang menerima bantuan, simpati dan pengertian dari orang lain. Namun demikian, sebagian besar keluarga masih tetap berusaha mencari dukungan sosial dengan berupaya untuk bertanya, berbicara ataupun meminta nasehat kepada saudara, tetangga maupun profesional untuk mengatasi permasalahan pasca gempa dan tsunami (Lampiran 13). Tabel 48. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping seeking social support Kategori Skor Seeking Social Support Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 5 4.9 44. 46 7 50. 52 5 10 3 100 70.9 17.6 20 100
Duda (n=20) n % 0 0
Janda (n=15) n % 0 0
Total (n=138) n % 5 3.6
9
45
5
33.3
60
11
55
10
66.7
73 52.9 13 100. 8 0 72.0 17.0 20.0 100.0
20 100 67.3 18 40 100
15 100 77.8 15.3 46.7 100
43.5
0.211
E.2. Strategi Coping Berfokus pada Emosi Menurut Rice (1999), strategi coping berfokus pada emosi adalah strategi yang dilakukan individu dengan mencoba mengontrol dan melepaskan perasaan negatif (seperti kemarahan, frustasi, dan ketakutan) yang ditimbulkan oleh suatu insiden. Parker dan Endler (1996) mengatakan bahwa coping berfokus pada emosi memiliki lima dimensi yakni mencari dukungan sosial untuk alasan emosional, interpretasi kembali secara positif dan pendewasaan diri, penolakan, penerimaan dan berpaling pada agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan (81.9 persen) keluarga melakukan strategi coping berfokus pada emosi tergolong dalam katagori sedang dan hanya 18.1 persen keluarga melakukan coping berfokus pada emosi dengan katagori tinggi. Berdasarkan tipologi strategi coping berfokus pada emosi tertinggi dilakukan oleh keluarga duda dengan rata-rata (65.1%),
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
104
dan yang terendah adalah pada keluarga utuh (58.5%). Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal coping berfokus pada emosi di antara ketiga tipologi keluarga (Tabel 49). Menurut Lazarus dan Folkman (1984), strategi coping berfokus pada emosi cenderung dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak cukup untuk menghadapi tuntutan sosial. Dari hasil wawancara di lapangan ditemukan bahwa coping berfokus pada emosi dilakukan oleh sebagian keluarga karena ketidakmampuan untuk berbuat atau bekerja, sehingga lebih banyak mengharapkan belas kasihan dan bantuan dari orang lain. Tabel 49. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping berfokus pada emosi Kategori Skor Coping Berfokus pada Emosi Rendah
Utuh (n=103) n % 0 0
Duda (n=20) n % 0 0
Janda (n=15) n % 0 0
Sedang Tinggi
89 14
12 8
12 3
Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
86.4 13.6
103 100 58.5 11.6 38.3 100
60 40
20 100 65.1 14.8 41.7 96.7
80 20
15 100 62.9 15.2 41.7 98.3
Total (n=138) n % 0 0.0 11 3 81.9 25 18.1 13 100. 8 0 62.2 13.9 38.3 100.0
0.064
E.2.1. Positive Reappraisal Positive reappraisal merupakan coping yang dilakukan oleh keluarga dengan cara bereaksi menciptakan makna positif dalam diri dengan memfokuskan pada pengembangan diri termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Secara keseluruhan sebanyak 86.2 persen keluarga melakukan coping positive reappraisal dengan kategori tinggi dengan rata-rata 91.4 (Tabel 50). Tabel 50. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping positive reappraisal Kateori Skor Positive Reappraisal
Utuh (n=103) n %
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
Total (n=138) n %
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
0 17 86
0.0 16.5 83.5 100. 103 0 89.1 13.9 40 100
105
0 2 18
0.0 10.0 90.0
0 0 15
0.0 0.0 100.0
20
100.0 91.3 11.9 66.7 100
15
100.0 93.8 7.3 80 100
0 19 119
0.0 13.8 86.2
138 100.0 91.4 11.0 40.0 100.0
0.375
Upaya coping yang dilakukan oleh keluarga janda lebih tinggi dibandingkan keluarga utuh dan duda meskipun secara statistik tidak ada perbedaan diantara ketiga tipologi. Tingginya skor coping positive reappraisal dikarenakan dengan terjadinya bencana ini, keluarga lebih memperbanyak shalat, berzikir, berdo’a dan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, karena Allah pasti mendengar do’a setiap hambanya serta bersyukur dengan apa yang masih dimiliki. Coping positive reappraisal dianggap oleh sebagian besar keluarga sangat penting dan sering sekali dilakukan sebagai upaya pemulihan pasca gempa dan tsunami (Lampiran 14). Keluarga menganggap bahwa dengan berserah diri kepada Allah SWT dapat memacu mereka untuk bangkit kembali memulai kehidupan baru. E.2.2. Accepting Responsibility Coping menerima tanggung jawab (accepting responsibility) yaitu keluarga bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam permasalahan yang dihadapi, dan berusaha mendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan coping accepting responsibility yang dilakukan keluarga termasuk kategori tinggi dengan skor rata-rata 75.2 (Tabel 51). Secara tipologi, coping accepting responsibility tertinggi dilakukan oleh keluarga duda dengan rata-rata skor 78.8, diikuti oleh keluarga janda 77.8 dan yang terendah adalah keluarga keluarga utuh 69. Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara ketiga tipologi keluarga dalam hal coping accepting responsibility. Tabel 51. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping accepting responsibility Kategori Skor Accepting Responsibility
Utuh (n=103)
Duda (n=20
Janda (n=15)
Total (n=138)
106
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
) Rendah
n 6
Sedang
48
Tinggi
49 10 3 69 20.5 0 100
Total Rata-rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
% 5.8 46. 6 47. 6 10 0
n 0
% 0
8 40 1 2 60 2 10 0 0 78.8 16.6 50 100
n 0
% 0 33. 5 3 1 66. 0 7 1 10 5 0 77.8 17.4 41.7 100
n 6
% 4.3
61
44.2
71 51.4 13 100. 8 0 75.2 18.2 0.0 100.0
0.057
Tingginya skor coping accepting responsibility terjadi karena sebagian besar keluarga sering melakukan kritik/introspeksi diri sendiri terhadap permasalahan yang dihadapi, demikian pula dengan upaya belajar hidup dalam kondisi pasca bencana dan bisa menerima semua yang telah terjadi dan tidak bisa dirubah kembali (Lampiran 15). Dalam hal ini keluarga contoh mampu menyesuaikan diri dengan kondisi apa adanya. Hal senada diungkapkan oleh Rice (1999) dan Lazarus (1993), salah satu kemampuan yang penting yang harus dimiliki untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan ini adalah kemampuan menyesuaikan diri karena adaptasi terhadap perubahan merupakan salah satu penyebab stres. E.2.3. Self Controlling Self controlling atau kendali diri merupakan reaksi keluarga dengan melakukan pengaturan atau kontrol dalam perasaan maupun tindakan. Coping self controlling yang dilakukan keluarga persentase terbesar (52.2%) termasuk kategori sedang dengan skor rata-rata 74.4 (Tabel 52). Secara tipologi rata-rata skor coping self controlling tertinggi ditemukan pada keluarga janda (80.8) dan terendah adalah keluarga duda (71.1). Analisis uji beda anova tidak menghasilkan perbedaan yang nyata dalam hal coping self controlling pada ketiga tipologi keluarga. Pada Lampiran 16 disajikan item-item pernyataan strategi coping self controlling keluarga pasca gempa dan tsunami. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar keluarga sering memikirkan terlebih dahulu terhadap apa yang ingin dilakukan, menolak atau menghindari untuk melakukan sesuatu secara
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
107
tergesa-gesa, memperhatikan seseorang yang dikagumi dalam menyelesaikan suatu masalah dan mencoba untuk melupakan segalanya adalah hal yang tidak pernah dilakukan oleh tipologi keluarga utuh dan janda. Tidak mau memikirkan permasalahan terlalu serius kadang-kadang dilakukan oleh keluarga duda dan janda, tetapi bagi sebagian keluarga utuh hal tersebut sering dilakukan untuk mengurangi stres. Bersikap biasa saja, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa dirasakan tidak membantu mengurangi stres Tabel 52. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping self controlling Kategori Skor Self Controlling
Utuh (n=103) n
%
Duda (n=20) n
Janda (n=15)
%
n
%
Total (n=138) n
%
Rendah
5
4.9
0
0.0
0
0.0
5
3.6
Sedang
53
51.5
13
65.0
6
40.0
72
52.2
Tinggi
45 43.7 10 100. 3 0 74.1
7
35.0
9
60.0
20
100.0 71.1
15
100.0 80.8
61 44.2 13 100. 8 0 74.4
Total Rata-Rata Standar deviasi
19.3
12.2
13.6
18.0
Minimum
0.0
55.6
66.7
0.0
100.0
100.0
100.0
100.0
Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
0.281
E.2.4. Distancing Distancing adalah coping yang dilakukan dengan cara menjauhkan diri atau tidak melibatkan diri dalam permasalahan. Secara keseluruhan, (50.7%) coping distancing yang dilakukan keluarga termasuk dalam kategori rendah dengan rata-rata skor 45.2 (Tabel 53). Bila ditinjau berdasarkan tipologi, keluarga janda paling rendah melakukan coping distancing dengan skor rata-rata 39.2 jika dibandingkan dengan keluarga utuh dan keluarga duda. Hasil analisis anova mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.1) coping distancing antara ketiga tipologi. Rendahnya strategi coping ini dilakukan karena hampir 50% keluarga tidak mau memikirkan hal itu terlalu serius, bersikap biasa-biasa saja seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa dan saya mencoba untuk melupakan segalanya (Lampiran 17). Melarikan diri
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
108
dari permasalahan yang dihadapi tidak dapat menyelesaikan masalah, bahkan dapat menambah permasalahan baru. Tabel 53. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping distancing Utuh (n=103)
Duda (n=20)
Janda (n=15)
Total (n=138)
n
%
n
n
%
n
%
Rendah
51
49.5
8
40.0
11
73.3
70
50.7
Sedang
31
30.1
10
50.0
0
0.0
41
29.7
Tinggi
21 10 3
20.4 100. 0
2
10.0 100. 0
4
26.7 100. 0
27 13 8
19.6 100. 0
Kategori Skor Distancing
Total
%
20
15
Rata-Rata
46.2
44.4
39.2
45.2
Standar deviasi
33.6
25.5
38.7
33.0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
88.9
100.0
100.0
Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
0.748
E.2.5. Escape Avoidance Escape avoidance merupakan coping yang dilakukan keluarga dengan cara menghindari atau melarikan diri dari masalah yang dihadapi. Tujuannya adalah untuk menghindari atau melarikan diri dari stresor, dan menetralkan emosi distres. Strategi maladaptif yang dilakukan di antaranya adalah pengguna- an alkohol atau obat-obatan, lari kepada fantasi atau mimpi-mimpi. Strategi coping escape avoidance yang lebih konstruktif adalah menyibukkan diri dengan hobi atau pekerjaan. Dalam jangka pendek strategi ini efektif, namun dalam jangka panjang akan terjadi ketidaksesuaian dan muncul distres psikologi yang dimanifestasikan sebagai kelelahan dan depresi (Anonim, 2006). Coping escape avoidance dari sebagian besar (87.0%) keluarga tergolong kategori rendah (Tabel 54). Berdasarkan tipologi, persentase tertinggi juga termasuk kategori rendah. Ratarata skor tertinggi ditemukan pada tipologi keluarga duda yakni 27.7 dan skor terendah tipologi keluarga utuh yakni 19.2. Analisis uji beda anova menunjukkan tidak ada perbedaan coping escape avoidance yang nyata diantara ketiga tipologi keluarga. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa rendahnya coping escape avoidance yang dilakukan terjadi karena adanya kesadaran bahwa pelarian kepada perbuatan yang negatif hanya dirasakan
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
109
sesaat dan tidak dapat menyelesaikan masalah tetapi menambah masalah dan dapat merusak diri sendiri dan keluarga. Tabel 54. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping escape avoidance Kategori Skor Escape Avoidance Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
Utuh (n=103) n % 90 8 5
87.4 7.8 4.9
103 100 19.2 21.4 0.0 100.0
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
17 1 2
85 5 10
13 0 2
20 100 27.7 25.2 0.0 100.0
15
86.7 0 13.3
100 24 27.9 0.0 100.0
Total (n=138) N % 12 0 87.0 9 6.5 9 6.5 13 100. 8 0 23.6 24.8 0.0 100.0
0.274
Berharap ada keajaiban yang terjadi dianggap oleh sebagian besar keluarga dari tipologi duda sering sekali dilakukan untuk mengurangi stres (Lampiran 18), sebaliknya bagi keluarga dari tipologi keluarga utuh dan janda upaya ini tidak pernah dilakukan. Upaya melarikan diri dari permasalahan dengan merokok, tidur terlalu lama, melemparkan permasalahan kepada orang lain dan hanyut dalam permasalahan dianggap oleh sebagian besar keluarga tidak dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Menurut Folkman dan Lazarus (1985), salah satu aspek kunci coping adalah upaya individu untuk menerima kenyataan atau mengeliminir ketidakpuasan. Dengan kata lain, coping merupakan suatu usaha positif dalam menghadapi suatu kondisi yang menyebabkan stres, sehingga pada akhirnya dapat menciptakan harapan baru yang lebih nyata. Suls dan Fletcher (1985) mengumpulkan berbagai hasil studi melalui meta-analisis yang menjelaskan efek strategi coping escape-avoidance. Kesimpulan yang diperoleh adalah strategi coping escape-avoidance hanya memberikan manfaat dalam waktu pendek. Studi satu tahun yang dilakukan Holahan dan Moos (1987) pada keluarga yang menggunakan pendekatan coping escape-avoidance menunjukkan bahwa keluarga yang mengalami stres yang masuk kategori tinggi selama intervensi adalah mereka yang cenderung menggunakan metode escape-avoidance. Pada
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
110
akhir studi, banyak keluarga yang mengalami psychosomatic seperti sakit kepala dan maag.
gejala
E.3. Korelasi antar Peubah Coping Strategi Hasil analisis korelasi Spearman antar peubah coping strategi mengindikasikan bahwa adanya hubungan positif nyata yang erat (rs=0,407) antara strategi scoping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada emosi (Tabel 55). Hal ini bermakna bahwa kedua jenis coping ini dilakukan secara bersamaan oleh keluarga korban gempa dan tsunami. Fakta ini terlihat dengan adanya hubungan positif nyata (p<0.01) antara plantful problem solving yang tergolong ke dalam coping berfokus pada masalah dengan positive reappraisal dan self controlling pada coping berfokus pada emosi. Coping seeking social support berhubungan positif nyata (p<0.01) dengan positive reappraisal, accepting responsibility dan escape avoidance. Cooper dan Payne (1991) mengatakan bahwa individu tidak hanya menggunakan satu strategi coping saja melainkan beberapa strategi coping yang dinilai tepat dan sesuai dengan dirinya sendiri. Tabel 55. Korelasi Spearman antar peubah coping strategi Plant ful Probl em Solvi ng Plantf ul Proble m Solvin g Confr ontati f Copin g Seeki ng Social Suppo rt Positi ve
Con fron tatif Cop ing
See king Soci al Sup port
Positi ve Reap prais al
1.00 0 . 304
1.00 0
1.00 0 0.12 7
1.00 0
. 198( *) . 219(
0.07 1 0.10
Acce nting Resp onsibility
Dist ancing
Self Con troll ing
Esca pe Avoidanc e
Copi ng Berfo -kus pada Masa -lah
Copi ng Berfo -kus pada Emos i
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Reapp raisal Accen ting Respo nsibility Distan cing Self Contr olling Escap e Avoid ance Copin g Berfok us pada Masal ah Copin g Berfok us pada Emosi Copin g Total
**) . 177( *)
4
(**) . 321(* *) 0.07 5
0.05 4
. 436 (**) 0.03 7 . 375 (**)
0.09 6
0.08 1
. 620( **)
0.14 7 . 432( **)
0.05 0 . 280( **)
0.16 5 . 256 (**)
F. HUBUNGAN
111
1.00 0
0.15 2
0.16 5 . 320(* *)
1.00 0 . 329 (**)
1.00 0
. 372 (**)
. 306(* *)
. 361(* *)
0.08 1
. 223 (**)
1.00 0
. 386 (**)
. 695 (**)
. 233(* *)
. 394(* *)
0.12 7
. 380 (**)
. 286(* *)
1.00 0
. 182 (*) . 320 (**)
. 456 (**) . 669 (**)
. 519(* *) . 483(* *)
. 776(* *) . 701(* *)
. 416 (**) . 312 (**)
. 572 (**) . 554 (**)
. 526(* *) . 472(* *)
. 407(* *) . 787(* *)
ANTARA
TINGKAT STRES
DAN
1.00 0 . 845(* *)
STRATEGI COPING KELUARGA
Pada Tabel 56 disajikan sebaran keluarga berdasarkan strategi coping berfokus pada masalah dan tingkat stres yang mengindikasikan adanya kecenderungan coping berfokus pada masalah yang dilakukan keluarga tidak dipengaruhi tinggi rendahnya stres dengan metode family inventory of life. Dalam hal ini proporsi terbesar keluarga pada kedua kategori coping yakni rendah dan tinggi terbesar pada stres minor. Pada kategori tingkat stres metode Holmes dan Rahe, terlihat pola yang menyebar pada kedua kategori coping, dimana pada keempat kategori stres, coping yang dilakukan keluarga tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat stres. Pada coping berfokus pada emosi terlihat pola yang tidak jauh berbeda dengan coping
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
112
berfokus pada masalah. Keluarga yang melakukan coping yang tergolong rendah maupun tinggi ternyata mempunyai tingkat stres minor. Tabel 56. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada masalah dan Tingkat stres Coping Berfokus pada Masalah Tingkat Stres Family Inventory of Life Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Holmes dan Rahe Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total
Sedang n %
Tinggi n %
Total n
67 4 6 0 77
87.0 5.2 7.8 0.0 100.0
55 2 3 1 61
90.2 3.3 4.9 1.6 100.0
122 6 9 1 138
88.4 4.3 6.5 0.7 100.0
28 13 31 5 77
36.4 16.9 40.3 6.5 100.0
16 10 31 4 61
26.2 16.4 50.8 6.6 100.0
44 23 62 9 138
31.9 16.7 44.9 6.5 100.0
%
Hal ini sesuai dengan pembahasan sebelumnya yang mengindikasikan hubungan yang sangat erat antara coping berfokus pada masalah dan emosi sehingga tidak mengherankan bahwa pola yang sama akan terlihat bila strategi coping dihubungkan dengan tingkat stres. Meskipun demikian, ada satu hal yang dapat dicermati pada Tabel 57 yakni terdapat 44.9 persen keluarga yang melakukan coping berfokus pada emosi seiring semakin tingginya tingkat stres dengan metode Holmes dan Rahe. Data ini mencerminkan bahwa upaya coping berfokus pada emosi dari keluarga yang mengalami kehilangan keluarga dekat akan lebih besar dibandingkan keluarga yang tidak mengalami kejadian ini. Tabel 57. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada emosi dan tingkat stres Tingkat Stres
Coping Berfokus pada Emosi Sedang Tinggi Total
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
n Family Inventory of Life Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total Holmes dan Rahe Stres Minor Stres Ringan Stres Sedang Stres Mayor/Berat Total
G. KEBERFUNGSIAN KELUARGA
%
n
113 %
n
%
101 4 8 0 113
89.4 3.5 7.1 0.0 100.0
21 2 1 1 25
84.0 8.0 4.0 4.0 100.0
122 6 9 1 138
88.4 4.3 6.5 0.7 100.0
41 20 47 5 113
36.3 17.7 41.6 4.4 100.0
3 3 15 4 25
12.0 12.0 60.0 16.0 100.0
44 23 62 9 138
31.9 16.7 44.9 6.5 100.0
Keluarga sebagai suatu sistem harus memelihara homeostasis. Homeostasis diartikan sebagai suatu keadaan seimbang atau keseimbangan, atau disebut juga equilibrium. Keseimbangan diperlukan oleh sebuah sistem agar semua komponen-komponennya atau subsistem-subsistemnya yang saling berinteraksi, saling ketergantungan dan saling mempengaruhi sehingga memungkinkan untuk memperoleh dan memelihara identitasnya sehingga keluarga sebagai suatu sistem harus dapat berfungsi. Menurut Epstein, Bishop, dan Baldwin (Zeitlin et al., 1995) keluarga berfungsi efektif bila dapat memecahkan masalahmasalah dengan mudah, sebaliknya tidak efektif bila tidak dapat memecahkan beberapa masalah yang dihadapi. Keluarga berfungsi efektif bila dapat berkomunikasi secara jelas dan langsung, memiliki peranan yang jelas dan beralasan, serta akuntabilitas, mampu mengekspresikan sejumlah emosi sepenuhnya, terlibat dalam kegiatan-kegiatan keluarga dengan penuh empati, memiliki perhatian terhadap individu-individu anggota keluarga, serta fleksibel dalam mengontrol perilaku. Keberfungsian keluarga yang terlebih dahulu akan dibahas adalah komposit skor fungsi ekspresif dan instrumental pasca gempa dan tsunami yang disebut sebagai keberfungsian keluarga total. Secara umum masih ada 16.6 persen keluarga tidak dapat melakukan perannya dengan baik, dan ini banyak terjadi pada tipologi keluarga duda dan janda (Tabel 58). Rata-rata skor keberfungsian keluarga total seluruh keluarga adalah 77.4 dengan skor tertinggi dijumpai pada tipologi keluarga utuh 81.6, diikuti oleh tipologi keluarga janda dan duda yang hampir sama yakni
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
114
masing-masing 75.7 dan 75. Data yang diperoleh tersebut bermakna bahwa pada tipologi keluarga utuh fungsi keluarga yang dilakukan melalui peran ayah dan ibu telah dapat berjalan lebih baik dibandingkan kedua tipologi lainnya. Secara statistik, hasil analisis anova menunjukkan perbedaan yang nyata dalam hal keberfungsian keluarga antara ketiga tipologi keluarga, uji lanjut Duncan tidak menghasilkan perbedaan antar tipologi. Tabel 58. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori keberfungsian total Kategori Keberfungsian Keluarga total Rendah Sedang
Utuh (n=103) n % 0 0 14 13.6
Duda (n=20) n % 1 5 4 20
Janda (n=15) n % 0 0 4 26.7
Tinggi
89
15
11
86.4
75
73.3
Total (n=138) n % 1 0.7 22 15.9 11 5 83.3 13 8 100.0 77.4 14.1 20.5 100.0
Total 103 100 20 100 15 100 Rata-Rata 81.6 (ac) 75 (bc) 75.7 9 (cab) Standar deviasi 11.6 18.1 12.6 Minimum 35.9 20.5 48.7 Maksimum 100 94.9 94.9 Analisis Anova antar 0.046 tipologi keluarga Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
G.1. Fungsi Ekspresif Fungsi ekspresif keluarga berhubungan dengan pengembangan rasa kasih sayang, rasa memiliki dan dimiliki, serta saling memberi dan menerima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (91.3%) fungsi ekspresif keluarga termasuk kategori tinggi dengan rata-rata 85.5 (Tabel 59). Rata-rata skor fungsi ekspresif pada tipologi keluarga utuh lebih tinggi yakni 91.8 jika dibandingkan dengan keluarga janda (85.9) dan keluarga duda (78.8). Hasil analisis anova menunjukkan perbadaan fungsi ekspresif yang nyata antara ketiga tipologi keluarga. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa fungsi ekspresif tipologi keluarga utuh berbeda dengan tipologi keluarga duda. Pada Lampiran 19 yang berisi sebaran pernyataan fungsi ekspresif keluarga, terlihat bahwa merencanakan untuk menambah anggota keluarga baru hanya ingin dilakukan oleh
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
115
kurang dari setengah contoh pada keluarga utuh dan hampir pada semua pernyataan, lebih dari 80 persen keluarga menyatakan melakukan fungsi ekspresif. Tipologi keluarga duda mempunyai kecenderungan persentasenya lebih rendah melakukan fungsi ekspresif dibandingkan tipologi keluarga utuh dan janda. Hal tersebut dapat dipahami bahwa fungsi ekspresif berhubungan dengan peran ibu, sehingga keluarga duda merasa fungsi ini kurang mampu dilakukan secara sempurna oleh ayah Tabel 59. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi ekspresif Utuh Duda Janda Total Kategori (n=103) (n=20) (n=15) (n=138) Keberfungsian Keluarga (ekspresif) n % n % n % n % Rendah 0 0 1 5 0 0 1 0.7 Sedang 5 4.9 4 20 2 13.3 11 8.0 Tinggi 98 95.1 15 75 13 86.7 126 91.3 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 91.8 (ac) 78.8 (bc) 85.9 (cba) 85.5 Standar deviasi 10.4 22.8 13.1 15.4 Minimum 41.2 11.8 58.8 11.8 Maksimum 100 100 100 100.0 Analisis Anova antar 0.000 tipologi keluarga Ket: * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata
G.2. Fungsi Instrumental Fungsi instrumental adalah fungsi yang berkaitan dengan pengadaan dan pengalokasian sumberdaya yang terbatas untuk mencapai berbagai tujuan keluarga. Secara umum, masih ada 37.7 persen keluarga yang kurang mampu melakukan fungsi instrumental melalui peran ayah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga (Tabel 60). Rata-rata skor terendah untuk fungsi instrumental ini dijumpai pada tipologi keluarga janda yaitu 67.9 dan tertinggi pada keluarga utuh. Secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata diantara ketiga tipologi keluarga dalam hal fungsi instrumental keluarga. Tidak maksimalnya fungsi instrumental dilakukan pada keluarga janda dikarena fungsi ini umumnya diperankan oleh ayah/suami. Sepeninggal suami akibat gempa dan tsunami peran pencari nafkah yang biasa dilakukan oleh suami diambil alih oleh istri untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Seorang istri akan mengalami kesulitan melakukan peran ini yang sebelumnya tidak pernah dilakukan.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
116
Pada Lampiran 20 disajikan pernyataan fungsi intrumental keluarga. Terdapat beberapa item pernyataan fungsi instrumental yang persentasenya lebih rendah dibandingkan pernyataan lainnya pada ketiga tipologi keluarga yakni selain pekerjaan tetap, juga memiliki pekerjaan sampingan, keluarga memiliki asuransi untuk kesehatan, keluarga memiliki asuransi untuk pendidikan nggota keluarga ke depan dan memutuskan untuk membeli barang berharga. Tabel 60. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi instrumental Kategori Skor fungsi instrumental keluarga Rendah Sedang Tinggi Total Rata-Rata Standar deviasi Minimum Maksimum Analisis Anova antar tipologi keluarga
H. HUBUNGAN
Utuh (n=103) n % 2 1.9 34 33 67 65 103 100 73.7 17.3 22.7 100
ANTARA
Duda (n=20) n % 1 5 7 35 12 60 20 100 72 20.4 27.3 100
Janda (n=15) n % 0 0 8 53.3 7 46.7 15 100 67.9 18.6 40.9 100
Total (n=138) n % 3 2.2 49 35.5 86 62.3 138 100.0 71.2 18.8 22.7 100.0
0.498
COPING
DAN
KEBERFUNGSIAN KELUARGA
Pada Tabel 61 disajikan sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi ekspresif yang mengindikasikan adanya kecenderungan tidak ada pola yang terlalu ekstrim. Fungsi ekspresif keluarga pasca gempa dan tsunami hampir sama pada ketiga kategori coping baik pada coping berfokus pada masalah maupun berfokus pada emosi. Data yang dapat dicermati adalah persentase yang cukup tinggi dari keluarga dengan fungsi ekspresif tinggi sebagai hasil dari upaya coping berfokus pada emosi yang sedang. Tabel 61. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi ekspresif Coping
Rendah n % Berfokus pada Masalah Sedang 1 100.0
Fungsi Ekspresif Sedang Tinggi n % n % 6
54.5
70
55.6
Total n % 77
55.8
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Tinggi
0
0.0
5
Total 1 Berfokus pada Emosi Sedang 1 Tinggi 0
100.0
11
100.0 0.0
6 5
Total
100.0
11
1
45.5 100. 0
117
56
54.5 45.5 100. 0
61
44.2
126
44.4 100. 0
138
100.0
106 20
84.1 15.9
113 25
81.9 18.1
126
100.0
138
100.0
Data pada Tabel 62 dapat memberikan satu kesimpulan bahwa umumnya coping berfokus pada masalah dan emosi keluarga pasca gempa dan tsunami tidak secara serta merta mengakibatkan tingginya fungsi instrumental keluarga. Terdapat proporsi yang merata pada keluarga dengan fungsi instrumental yang sedang maupun tinggi dengan sedangnya coping berfokus pada masalah dan emosi yang dilakukan keluarga pasca gempa dan tsunami. Untuk melihat lebih jelas pengaruh coping terhadap keberfungsian keluarga dapat ditelaah pada bagian analisi pengaruh. Tabel 62. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi instrumental Fungsi Instrumental Coping Berfokus Sedang Tinggi Total Berfokus Sedang Tinggi Total
Rendah n % pada Masalah 3 100.0 0 0.0 3 100.0 pada Emosi 3 100.0 0 0.0 3 100.0
I. FAKTOR-FAKTOR
YANG
Sedang n %
N
Tinggi %
27 16 43
62.8 37.2 100.0
47 45 92
51.1 48.9 100.0
77 61 138
55.8 44.2 100.0
39 4 43
90.7 9.3 100.0
71 21 92
77.2 22.8 100.0
113 25 138
81.9 18.1 100.0
n
Total %
MEMPENGARUHI STRATEGI COPING KELUARGA
Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping terhadap coping berfokus pada masalah keluarga pasca gempa dan tsunami (Tabel 63). Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.2644 artinya pengaruh tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping terhadap coping berfokus pada masalah
118
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
adalah 26.44 persen, sisanya yakni 73.56 persen adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian. Tabel 63. Coping berfokus pada masalah sebagai peubah tidak bebas dengan tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas Variabel Konstanta Masalah kesehatan Stres Kognitif Dukungan sosial D1 D2
Koefisien 76.01058148 0.12998797
R2 Parsial
R 2 Model
Peluang
0.0912
0.0912
0.0008
-0.15750541 -0.10986383
0.0508 0.0626
0.1420 0.2046
0.0096 0.0031
-9.57078617 -4.73526717
0.0341 0.0257
0.2386 0.2644
0.0252 0.0483
Ada lima variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap strategi coping berfokus pada masalah yakni masalah kesehatan, stres kognitif, dukungan sosial, tipologi janda dan tipologi duda. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya diantara kelima variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah masalah kesehatan yakni 9.1 persen. Masalah kesehatan memberikan pengaruh positif nyata terhadap coping berfokus pada masalah artinya ada kecenderungan meningkatnya masalah kesehatan akan membuat keluarga melakukan tindakan yang diarahkan kepada pemecahan masalah. Keluarga yang bermasalah dengan kesehatan akan melakukan upaya pengobatan dengan mengunjungi pusat pelayanan kesehatan dan jika memerlukan biaya dapat diperoleh dengan cara meminjam. Permasalahan kesehatan yang dialami menuntut tindakan nyata dan keluarga menilai masalah yang dihadapinya masih dapat dikontrol dan dapat diselesaikan melalui upaya konstruktif. Coping ini terlihat pula pada hasil penelitian Ninno et al. (1998) yang memperlihatkan strategi coping berpusat pada masalah yang digunakan rumahtangga dalam mengatasi masalah kekurangan pangan akibat banjir besar di Bangladesh yaitu: (1) melakukan pinjaman/berhutang pada bank; (2) membeli makanan dengan kredit; (3) mengubah perilaku makan; dan (4) menjual aset yang masih dimiliki. Tingkat stres kognitif berpengaruh negatif nyata terhadap coping berfokus pada masalah yang bermakna semakin tinggi tingkat stres kognitif akan semakin rendah upaya coping berfokus pada masalah yang dilakukan keluarga. Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya tingkat stres kognitif membuat keluarga tidak
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
119
dapat berpikir dengan jernih, tidak bisa konsentrasi dalam bekerja atau mencari pemecahan masalahnya. Dukungan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap coping berfokus pada masalah menunjukkan bahwa keluarga dengan dukungan sosial yang tinggi cenderung kurang melakukan coping berfokus pada masalah. Tipologi keluarga duda dan janda juga berpengaruh negatif nyata terhadap coping berfokus pada masalah, artinya status kepala keluarga sebagai duda dan janda cenderung kurang melakukan coping berfokus pada masalah. Kedua tipologi keluarga ini mengalami ketimpangan struktur keluarga dengan hilangnya kepala keluarga pada tipologi janda dan ibu rumah tangga pada keluarga duda sehingga membuat upaya penyelesaian masalah tidak dapat dilakukan dengan maksimal. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping terhadap coping berfokus pada emosi. Nilai adjusted R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.2445 persen, artinya pengaruh tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping terhadap coping berfokus pada emosi adalah 24.45 persen, sisanya yakni 75.55 persen adalah pengaruh variabel di luar penelitian (Tabel 64). Tabel 64. Coping berfokus pada emosi sebagai peubah tidak bebas dengan tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas Variabel Konstanta Kepribadian Dukungan sosial Umur kepala keluarga Jumlah anggota keluarga
Koefisien 86.9263888 3 0.2968154 7 0.12870525 0.3468683 9 1.6384343 0
R2 Parsial
R2 Model
Peluang
0.1412
0.1412
0.0001
0.0462
0.1874
0.0111
0.0305
0.2140
0.0499
0.0266
0.2445
0.0333
Ada empat variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap strategi coping berfokus pada emosi yakni kepribadian, dukungan sosial, umur kepala keluarga dan jumlah anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Sussman dan Steinmetz (1988), strategi coping individu dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman, lingkungan, kepribadian, konsep diri dan
120
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
faktor sosial. Menurut Lazarus dan Folkman (1988b) coping berfokus pada emosi cenderung dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak cukup untuk menghadapi tuntutan sosial. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa coping berfokus pada emosi yang dilakukan oleh keluarga karena ketidakmampuan mereka untuk berbuat atau bekerja, sehingga mereka lebih banyak mengharapkan belas kasihan dan bantuan dari orang lain. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya diantara keempat variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah kepribadian yakni 14.12 persen. Kepribadian berpengaruh positif nyata terhadap coping berfokus pada emosi keluarga yang bermakna semakin ekstrovert kepribadian yang dimiliki keluarga akan membuat upaya coping yang berfokus pada emosi akan semakin tinggi. Hal ini dapat dipahami karena orang yang ekstrovert akan lebih mampu melakukan coping mengedepankan coping emosi. Strategi coping ditentukan oleh karakteristik yang melekat pada individu, seperti ciri kepribadian (Bolger & Zuckerman, 1995; Costa, Somerfield, & McCrae, 1996; Hewitt & Flett, 1996). Dukungan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap coping berfokus pada emosi artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh keluarga akan membuat upaya coping yang berfokus pada emosi akan semakin rendah. Hal ini memberikan suatu pengertian bahwa dukungan sosial yang diterima dapat mengurangi upaya keluarga untuk melakukan berbagai hal yang bersifat positif, seperti tidak mau mengembangkan diri, kurang melibatkan diri dalam permasalahan yang dihadapi dan kurang mau mengendalikan diri baik dalam sikap maupun tindakan. Namun demikian dukungan sosial juga dapat mengurangi tindakan-tindakan yang bersifat negatif. Umur kepala keluarga berpengaruh positif nyata terhadap coping berfokus pada emosi, ini bermakna semakin tua umur kepala keluarga akan membuat keluarga lebih melakukan upaya coping yang berfokus pada emosi. Hal ini dapat dimengerti karena ada kecenderungan semakin tua umur seseorang akan membuat ia lebih mengedepankan aspek spritual ataupun yang berkaitan dengan faktor emosi yang positif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap coping berfokus pada emosi, maksudnya jumlah anggota keluarga yang semakin besar akan membuat upaya coping yang berfokus pada emosi akan semakin tinggi. Hal ini dapat dipahami
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
121
karena dengan banyaknya anggota keluarga yang selamat dari gempa dan tsunami membuat keluarga lebih mendekatkan diri kepada sang Pencipta dan bersyukur atas keselamatan mereka dari gempa dan tsunami.
J. PENGARUH SUMBERDAYA COPING, MASALAH KELUARGA COPING TERHADAP KEBERFUNGSIAN KELUARGA
DAN
STRATEGI
Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping terhadap fungsi ekspresif keluarga pasca gempa dan tsunami (Tabel 65). Ada empat variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap fungsi ekspresif keluarga yakni tingkat pendidikan KK, masalah rumah, konsep diri dan jumlah anggota keluarga. Nilai adjusted R2 yang diperoleh sebesar 0.4358, artinya pengaruh sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping terhadap fungsi ekspresif keluarga pasca gempa dan tsunami adalah 43.58 persen, sisanya yakni 56.42 persen adalah pengaruh variabel lain di luar model. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya diantara sembilan variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah tingkat pendidikan KK yakni 27.33 persen. Tingkat pendidikan KK berpengaruh positif terhadap fungsi ekspresif keluarga dapat berarti semakin tinggi pendidikan KK maka perannya akan semakin tinggi dalam keberlangsungan fungsi ekspresif keluarga. Kepala keluarga yang berpendidikan tinggi lebih dianggap lebih memahami dan menjalankan fungsi ekspresif baik secara langsung maupun melalui transfer pengetahuan kepada istri. Tabel 65. Fungsi ekspresif keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping sebagai peubah bebas Variabel Konstanta Tingkat pddk KK Masalah Rumah Konsep diri Jumlah anggota keluarga
Koefisien 20.752878 12 0.5903106 2 0.0960968 4 0.2092281 5 1.7277031 0
R2 Parsial
R2 Model
Peluang
0.2733
0.2733
0.0001
0.0658
0.3391
0.0126
0.0606
0.3997
0.0128
0.0361
0.4358
0.0471
122
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Masalah rumah berpengaruh negatif terhadap fungsi ekspresif keluarga dapat berarti semakin besar masalah rumah yang dihadapi keluarga akan dapat mengganggu fungsi ekspresif keluarga. Rumah yang tidak memadai dan tidak kondusif dapat berpengaruh pada hubungan antar anggota keluarga dan pada akhirnya berdampak pada tidak berjalannya fungsi ekspresif. Konsep diri berpengaruh positif terhadap fungsi ekspresif keluarga dapat berarti semakin positif konsep diri contoh maka fungsi ekspresif dalam keluarga akan dapat berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Maramis (1998), konsep diri yang baik akan menghasilkan hubungan yang baik pula dengan orang lain. Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi ekspresif keluarga yang bermakna jumlah anggota keluarga yang semakin besar mampu mendorong fungsi ekspresif keluarga berjalan dengan baik. Ikatan diantara keluarga yang selamat dari bencana akan semakin erat dibandingkan sebelum bencana yang menimbulkan fungsi afektif, rasa memiliki dan dimiliki, serta saling memberi dan menerima semakin kuat pula. Analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping terhadap fungsi instrumental keluarga pasca gempa dan tsunami. Ada 7 variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap fungsi instrumental keluarga yakni seeking social support, tingkat kesehatan KK, confrontatif, planful problem solving, jumlah anggota keluarga, masalah pendidikan dan masalah pakaian. Nilai adjusted R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.3683, artinya pengaruh sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping terhadap fungsi instrumental keluarga pasca gempa dan tsunami adalah 36.83 persen, sisanya yakni 63.17 persen adalah pengaruh variabel lain di luar penelitian (Tabel 66). Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya diantara keenam variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah yakni seeking social support 12.73 persen. Tabel 66. Fungsi instrumental keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping sebagai peubah bebas Variabel Konstanta Seeking social
Koefisien 8.1103666 7 0.3861645
R2 Parsial
R 2 Model
Peluang
0.1273
0.1273
0.0001
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
support Tingkat kesehatan KK Confrontatif Planful Problem Solving Jumlah anggota Keluarga Masalah pendidikan Masalah pakaian
0 0.3003398 7 0.2031986 6 0.1862852 6 0.0000000 4 0.1149181 7 0.0974689 2
123
0.0629
0.1902
0.0032
0.0525
0.2427
0.0054
0.0324
0.2751
0.0254
0.0364
0.3114
0.0156
0.0311
0.3425
0.0227
0.0257
0.3683
0.0348
Seeking social support berpengaruh positif nyata terhadap fungsi instrumental artinya upaya keluarga untuk melakukan coping dengan mencari dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional membuat fungsi instrumental keluarga dapat berjalan dengan baik. Menurut Caplan (Friedman, 1998), mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga merupakan strategi coping keluarga eksternal yang utama. Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan bersama. Menurut Caplan (Friedman, 1998), terdapat tiga sumber dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial informal, penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan kelompok-kelompok mandiri. Penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal yang biasanya diberikan oleh kerabat dekat dan tokoh masyarakat. Penggunaan sistem sosial formal dilakukan oleh keluarga ketika keluarga gagal untuk menangani masalahnya sendiri, maka keluarga harus dipersiapkan untuk beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah. Penggunaan kelompok mandiri sebagai bentuk dukungan sosial dapat dilakukan melalui organisasi. Tingkat kesehatan kepala keluarga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi instrumental yang bermakna semakin tinggi tingkat ksehatan kepala keluarga sebagai pencari nafkah keluarga maka fungsi instrumental keluarga akan semakin baik. Hal ini dapat dipahami karena kesehatan yang lebih baik akan membuat kepala keluarga mampu melakukan tugasnya dengan lebih baik dan berupaya mencari peluang-peluang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
124
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Coping Confrontative yang dilakukan keluarga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi instrumental, hal ini bermakna semakin tinggi upaya keluarga untuk bereaksi dalam mengubah keadaan yang dapat menggambarkan tingkat resiko yang harus diambil membuat fungsi instrumental keluarga semakin baik. Hal ini dapat dipahami apalagi dengan besarnya bencana yang terjadi membuat keluarga harus melakukan coping confrontative untuk keberlangsungan fungsi instrumental keluarga. Plantful problem solving berpengaruh positif nyata terhadap fungsi instrumental keluarga yang bermakna upaya keluarga dalam bereaksi dengan melakukan usaha-usaha tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah membuat fungsi instrumental keluarga semakin baik. Upaya coping yang dilakukan dengan menganalisis permasalahan keluarga secara bersama-sama dapat membentuk hubungan yang efektif dalam suatu ikatan moral yang kuat yang dapat membimbing anggota keluarga untuk bekerja sama secara kooperatif dalam keluarga yang terintegrasi (Slater, 1974). Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi instrumental keluarga yang bermakna jumlah anggota keluarga yang semakin besar mampu mendorong fungsi instrumental keluarga berjalan dengan baik. Dengan anggota keluarga yang lebih lengkap, maka fungsi instrumental keluarga seperti hubungan kekeluargaan tetap terjalin dengan baik pasca gempa dan tsunami dan peran anggota keluarga dalam menjaga keberlangsungan keluarga dapat tetap berjalan dengan baik. Masalah pendidikan dan pakaian berpengaruh positif nyata terhadap fungsi instrumental keluarga yang bermakna semakin banyak masalah pendidikan dan masalah pakaian yang dialami keluarga justru membuat fungsi instrumental keluarga semakin baik. Adanya masalah pendidikan dan pakaian yang dialami keluarga justru lebih mendorong peran instrumental sebagai pencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga.
Hasil Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
125
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
126
Bab Lima FUNGSI REHABILITASI STRATEGI COPING BAGI KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ACEH A. COPING, BENCANA,
DAN
TINGKAT STRES
Bencana yang menimpa umat manusia bisa berupa bencana alam maupun bencana akibat perilaku manusia. Bancana gempa dan tsunami salah satu dari bencana alam. Bencana akibat perilaku manusia seperti pengundulan hutan yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor, selain itu bencana yang diakibatkan oleh konflik yang berkepanjangan. Respon terhadap kedua jenis bencana tersebut kemungkinan besar tidaklah sama. Di Nanggroe Aceh Darussalam telah terjadi dua bencana sekaligus baik bencana alam maupun bencana yang diakibatkan konflik bersenjata, kedua bencana tersebut telah banyak menelan korban jiwa. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada korban bencana alam yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004. Kota Banda Aceh merupakan salah satu daerah yang tertimpa bencana alam, tetapi tidak terkena bencana yang diakibatkan oleh konflik bersenjata. Bencana gempa dan tsunami menyisakan berbagai persoalan baik ditingkat pusat maupun daerah. Pada level keluarga persoalan yang dihadapi antara lain masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian (sandang) dan masakah pekerjaan/pendapatan. Pada awal terjadinya bencana masalah pangan dialami hampir semua keluarga korban bahkan hampir seluruh masyarakat Banda Aceh. Hal ini dikarenakan persediaan makanan di lokasi bencana terbatas dan juga transfortasi yang terputus sehingga pasokan pangan dari daerah lain terhenti. Beberapa hari setelah terjadi bencana bantuan pangan mulai berdatangan, sehingga beberapa bulan pasca bencana banyak keluarga yang masih menerima bantuan berupa beras, lauk pauk, minyak goreng, mie instan, gula pasir dan bantuan lainnya yang bisa dikonsumsi. Selain itu keluarga juga menerima uang tunai Rp
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
127
90.000/orang/bulan. Kebutuhan pangan keluarga saat itu sangat tergantung kepada bantuan orang lain. Saat penelitian ini berlangsung yaitu 1.5 tahun pasca tsunami bantuan pangan mulai berkurang dan hanya diprioritaskan kepada anak yatim dan orang-orang yang benar-benar tidak mampu, sehingga masalah pangan mulai dirasakan kembali oleh sebagian keluarga. Hasil temuan di lapangan masih ada 5.1 persen keluarga yang mengalami masalah dengan pangan. Angka ini memang relatif kecil jika dibandingkan dengan bencana yang luar biasa. Ada beberapa alasan mengapa masalah pangan tidak begitu dirasakan oleh sebagian keluarga antara lain karena banyaknya bantuan yang diterima. Selain itu kondisi kehidupan keluarga saat sebelum bencana tidak termasuk dalam katagori penduduk miskin, terbukti sebagian besar keluarga masih memiliki aset yang masih bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Masalah kesehatan setelah 1.5 tahun pasca tsunami hanya dialami oleh sebagian kecil (7.2%) keluarga. Hal ini disebabkan karena masih adanya posko-posko kesehatan yang menyediakan pengobatan gratis bagi keluarga korban yang mengalami masalah kesehatan. Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas di Kota Banda Aceh pasca tsunami, beberapa rumah sakit besar, puskesmas, puskesmas pembantu dan klinik kesehatan telah mengalami perbaikan baik dari segi fisiknya, penambahan tenaga medis dan perbaikan anministrasi. Kalau diperhatikan secara tipologi, masalah kesehatan lebih tinggi dialami oleh keluarga duda jika dibandingkan dengan keluarga utuh dan janda, ini disebabkan karena pada keluarga duda masalah pengasuhan dan perawatan kesehatan lainnya merupakan hal baru yang harus ditangani sendiri, dimana sebelumnya masalah ini ditangani oleh istri. Masalah lain yang dialami oleh sebagian besar keluarga di Aceh adalah masalah pendidikan yang mengalami penderitaan ganda. Pertama, sistem pendidikan lumpuh karena konflik politik dan kekerasan bersenjata mengorbankan warga sipil dan anakanak. Kedua, krisis karena bencana alam yang menghancurkan sarana pendidikan dan tenaga pendidik. Membangun kembali prasarana dan sarana pendidikan pasca-bencana disatu sisi memberi semacam keuntungan berupa kesempatan membangun kembali sistem pendidikan yang menghindari kelemahan dan kesalahan di masa lalu, menciptakan sistem pendidikan yang menghargai harkat kemanuasiaan, menciptakan solidaritas dan harmoni yang memecah akar-akar konflik politik. Demikian juga merupakan sebuah kesempatan untuk merekonseptualisasi kurikulum dan metode dalam kerangka jangka panjang berdasar
128
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
kebutuhan nyata siswa, termasuk memperkuat sistem formasi pengajar dengan memberi berbagai macam pelatihan yang dibutuhkan. Secara tipologi masalah pendidikan lebih banyak dialami oleh keluarga janda karena ketiadaan orang yang mencari nafkah untuk keperluan pendidikan. Namun demikian satu hal yang cukup membanggakan bagi masyarakat Aceh saat ini yaitu perhatian PEMDA dengan memberikan pendidikan gratis mulai dari TK sampai SLTA. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan semua anak-anak usia sekolah dapat mengikuti wajib belajar 9 tahun. Di samping itu, banyak beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa yang sedang mengikuti pendidikan baik di Aceh maupun luar Aceh mulai dari Diploma sampai Program Doktor (S3). Masalah perumahan/tempat tinggal dialami hampir semua korban, karena keluarga tinggal di tenda atau barak pengungsian yang kondisinya tidak memenuhi standar kesehatan. Di barak ruangan yang disiapkan hanya satu ruangan yang berukuran 4x4 meter persegi yang harus dihuni untuk satu keluarga. Semua aktivitas harus dilakukan dalam satu ruangan tanpa ada pembatas. Di samping itu juga tidak tersedianya MCK yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Untuk mengatasi permasalahan perumahan yang dialami sebagian besar keluarga di Kota Banda Aceh, BRR berusaha membangun kembali rumahrumah penduduk yang hancur, namun usaha itu belum seluruhnya terpenuhi, karena terkendala dengan permasalahan hak kepemilikan tanah. Banyak sertifikat yang hilang sehingga menyulitkan penetaan kembali tanah-tanah penduduk yang pemiliknya hilang. Di samping itu, masalah pembangunan rumah juga pada awal pelaksanaannya tidak melibatkan masyarakat setempat, pembangunan dilakukan oleh para kontraktor dan buruh bangunan dari luar Aceh. Masyarakat setempat menjadi penonton di negeri sendiri tanpa bisa berbicara sepatahpun dan dipaksa untuk menerima apa adanya. Banyak rumah yang sudah siap, tetapi tidak layak untuk ditempati, tidak memiliki MCK, berlantaikan tanah dan tidak memiliki kamar. Secara tipologi masalah perumahan lebih banyak dialami oleh keluarga utuh jika dibandingkan dengan keluarga duda dan janda, ini dikarenakan pada keluarga utuh kehidupan keluarga sedikit berbeda, sehingga barak yang hanya disediakan satu ruangan dirasakan sangat tidak memadai. Awal terjadinya bencana masalah pakaian merupakan masalah besar, namun beberapa hari kemudian hal tersebut dapat segera diatasi karena banyaknya bantuan. Pada saat penelitian ini dilakukan masalah pakaian ini tidak menjadi suatu permasalahan
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
129
yang besar, karena banyaknya bantuan pakaian yang diterima keluarga. Selain itu bagi keluarga yang kehidupannya biasa-biasa saja pakaian bukanlah hal pokok yang harus selalu terpenuhi untuk berbagai kesempatan. Pakaian baru hanya dibeli pada saat-saat tertentu saja misalnya saat lebaran. Saat ini yang menjadi satu permasalahan besar adalah masalah pekerjaan. Hilangnya pekerjaan berarti tidak memilki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, hal ini dapat mempengaruhi tingkat stres keluarga. Saat penelitian ini berlangsung ada 10.1 persen keluarga kehilangan pekerjaan yang dikarenakan tidak memiliki modal untuk usaha, kehilangan peralatan untuk ke laut bagi para nelayan dan hancurnya tambak. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan LSM untuk mengatasi masalah pekerjaan ini misalnya memberikan pinjaman modal usaha, memberikan bantuan perahu dan menata kembali tambak-tambak penduduk yang hancur. Di samping itu juga banyak dilakukan pelatihan untuk membantu para remaja yang tidak melanjutkan pendidikan, ibu-ibu yang tidak bekerja dengan tujuan agar para remaja dan ibu-ibu memiliki keterampilan dan dapat bekerja untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Secara tipologi masalah pekerjaan lebih banyak dialami oleh keluarga janda. Ini disebabkan keluarga janda harus bekerja sendiri untuk menggantikan suami mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
B. TINGKAT STRES KELUARGA Salah satu faktor yang perlu diperhatikan keberhasilan program pembangunan di Aceh saat ini, adalah faktor psikologi dan sosiologi masyarakat Aceh agar bisa keluar dari trauma kehilangan keluarga dan harta untuk masuk ke dalam kehidupan yang penuh harapan akan masa depan yang lebih baik. Sikap ini juga harus didukung oleh semangat solidaritas dan rasa senasib sepenanggungan kita semua untuk membangun Aceh kembali. Banyak permasalahan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami yang tidak dapat diselesaikan dapat menimbulkan stres. Kemampuan individu dalam melakukan tindakan yang kongkrit dan membuat suatu keputusan yang dapat memberikan hasil yang menyenangkan, serta menghindari diri dari situasi yang menyulitkan. Hasil penelitian menunjukkan rendahnya tingkat stres yang dialami keluarga setelah 1 tahun pasca bencana diperlihat dari gejala-gejala stres yang dialami keluarga relatif kecil baik secara fisik, psikis, kognitif dan perilaku. Rendahnya tingkat stres tidak berarti telah melupakan semua peristiwa yang pernah dialami. Peristiwa itu tidak pernah terlupakan seumur hidup, tetapi
130
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
masyarakat Aceh umumnya dapat menerima segala sesuatu yang sudah kehendak Yang Maha Kuasa siapapun tidak dapat menyangkalnya. Pengukuran tingkat stres dengan menggunakan pendekatan Family Inventory of Life dalam penelitian ini tidak dapat menggungkap tingkat stres yang dialami kepala keluarga yang disebabkan oleh mata-mata peristiwa yang lalu, karena gejalagejala yang dirasakan sekarang sebagai penyebab stres sudah tidak dirasakan lagi oleh sebagian besar kepala keluarga, sehingga tingkat stres yang diperlihatkan menjadi rendah, namun dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Holmes dan Rahe mampu mengungkap tingkat stres sebagai akibat peristiwa masa lalu, karena di dalam instrumen tersebut tercantum butirbutir yang menyebabkan stres seperti kehilangan pasangan, kehilangan aset, kematian keluarga dekat, perubahan kondisi keuangan dan kematian teman dekat, perubahan tempat tinggal dan lain sebagainya adalah sesuatu hal yang masih dapat memicu stres keluarga dengan skor yang telah ditentukan, sehingga satu tahun pasca gempa dan tsunami stres kepala keluarga masih tetap dirasakan. Secara tipologi, kematian pasangan merupakan penyebab stres terbesar yang dirasakan oleh keluarga duda dan janda, tetapi pada keluarga utuh penyebab stres terbesar adalah kehilangan aset. Temuan ini diperkuat oleh Darmaningtyas (2005) yang menyatakan bahwa kematian merupakan dimensi utama kehilangan dan merupakan kejadian paling traumatis yang dialami oleh seorang individu. Stres paling berat yang dirasakan orang dewasa adalah karena kehilangan orang-orang dekat yang dicintai sekaligus kehilangan rumah dan harta benda. Lebih lanjut Freedy, Saladin, Kilpatrick, Resnick, dan Saunders (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa kehilangan sumberdaya adalah prediktor yang lebih penting dari stres psikologi dibandingkan ancaman hidup yang dirasakan 4-7 bulan setelah gempa Sierra Madre (Los Angeles County, California, 1991).
C. STRATEGI COPING Keadaan stres yang dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang menguntungkan baik secara fisiologis maupun psikologis. Setiap individu tidak akan membiarkan efek-efek negatif itu terus terjadi, ia akan melakukan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan yang disebut dengan coping. Respon coping individu itu akan diolah sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu perilaku coping dengan tujuan: (1) mengurangi bahaya dari lingkungan sekitar: (2) mengatur dan
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
131
bertahan pada realitas yang ada; (3) memelihara self-image yang positif; (4) mengatur keseimbangan emosi dan (5) membina hubungan baik dengan pihak lain (Lazarus, 1993). Pada dasarnya, manusia melakukan perilaku coping dengan tujuan untuk keluar dari situasi yang tidak menyenangkan dan mengembalikan fungsi psikologis (menstabilkan atau menetralisir kembali keadaan yang mengganggu). Tingkah laku ini timbul dari sejumlah tahap, pertama menilai sumber stres yang dihadapi serta sumber-sumber yang dimiliki untuk mengatasinya dan kemudian baru bertindak. Penilaian terhadap suatu situasi tidak dapat digeneralisasikan sama pada semua individu. Setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap suatu sumber stres (termasuk sumber stres yang sama). Situasi tertentu dapat dapat dinilai sebagai ancaman atau sebagai tantangan tergantung pada pengalaman individu yang bersifat internal dan eksternal. Berdasarkan penilaian tersebut akan terjadi perilaku yang sesuai dengan penilaian tersebut, Misalnya masalah pangan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami dinilai dapat mengakibat kebutuhan gizi keluarga dapat terganggu, maka masalah ini harus segera dicarikan jalan keluarnya. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, keluarga melakukan berbagai coping strategi baik yang berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 44.2 persen keluarga melakukan strategi coping yang berfokus pada masalah yang tergolong tinggi. Upaya keluarga mengatasi permasalahan yang dihadapi melalui strategi coping berfokus pada masalah yang paling banyak dilakukan adalah merubah gaya hidup. Untuk mengatasi masalah kesehatan selain memperoleh bantuan dari pemerintah dan LSM, keluarga juga berusaha lebih dari biasanya bila perlu meminjam pada tetangga yang masih memilikinya. Dan untuk mengatasi masalah perumahan selain melakukan hal-hal tersebut diatas, kepala keluarga juga membuat perencanaan agar apa yang dilakukan lebih terkonsentrasi. Begitu juga upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah melalui strategi coping yang berfokus pada emosi, coping ini dilakukan dengan tidak melakukan sesuatu secara tergesa-gesa, memperhatikan seseorang yang dikagumi menyelesaikan masalah dan mencoba melupakan segalanya. Rendahnya kemampuan keluarga dalam melakukan coping tidak saja dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga cukup memiliki sumberdaya baik dari segi sosial ekonomi maupun dari faktor ciri-ciri pribadi dan dukungan sosial, tetapi coping yang dilakukan sebagian besar tergolong dalam katagori rendah. Ini
132
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
terjadi karena ada faktor ketidaktahuan keluarga terhadap apa yang harus dilakukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi. Di samping itu, pembinaan yang dilakukan belum sepenuhnya menjangkau seluruh permasalahan yang dihadapi keluarga. Individu lebih banyak menerima bantuan material sehingga kurang mau berusaha sendiri untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. Cooper dan Payne (1991), untuk mengatasi masalah yang dihadapi individu tidak hanya melakukan satu strategi coping saja, melainkan beberapa strategi yang dinilai tepat dan sesuai dengan dirinya sendiri. Jenis coping mana yang akan digunakan dan bagaimana dampaknya tergantung pada jenis stressor yang dialaminya. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata sebesar 40.7 persen antara coping berfokus pada masalah dan coping berfokus pada emosi. Hal ini menunjukkan bahwa coping yang dilakukan individu selalu berdampingan dan beriringan. Misalnya seseorang akan melakukan suatu tindakan sambil memohon petunjuk semoga usaha yang dilakukan mencapai tujuan yang diinginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan strategi coping dilakukan karena mengalami tingkat stres tinggi, tetapi coping tetap dilakukan walaupun tingkat stres minor dengan metode family inventory of life. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa coping bukan saja keberhasilan individu dalam mengatasi stresnya, tetapi usaha yang dilakukan untuk keluar dari situasi yang menekan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tingkah laku coping adalah berdiri sendiri, terpisah dari keberhasilan atau kegagalan individu dalam mengatasi stresnya. Menurut Caplan (Friedman 1998), mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga merupakan strategi coping keluarga eksternal yang utama. Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan bersama. Terdapat tiga sumber umum dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial informal, penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan kelompokkelompok mandiri. Penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal biasanya diberikan oleh kerabat dekat dan tokoh masyarakat. Penggunaan sistem sosial formal dilakukan oleh keluarga ketika keluarga gagal untuk menangani masalahnya sendiri, maka keluarga harus dipersiapkan untuk beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah. Penggunaan kelompok mandiri sebagai bentuk dukungan sosial dapat dilakukan melalui organisasi (Friedman, 1998).
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
133
Di Propinsi NAD sudah lama dikenal nilai-nilai budaya yang berlaku dalam tata kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat difungsikan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan permasalahan lainnya. Perilaku sosial yang telah lama dikenal itu diwujudkan dalam falsafah saling asih, saling asuh dan saling asah. Secara harfiah arti falsafah hidup yang sangat tinggi adalah saling mengasihi, saling mengasuh dan saling memberikan pengetahuan antar warga masyarakat, baik dalam kehidupan keluarga, tetangga, kelompok, maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Potensi lokal yang sudah tumbuh dan berkembang secara turun temurun tetap diperhatikan serta dimanfaatkan oleh masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam sebagai sumberdaya dalam mengatasi berbagai permasalahan pasca gempa dan tsunami. Untuk itu upaya untuk menggali, membangkitkan, memotivasi dan mengaktualisasikan potensi lokal yang ada di masyarakat yang kemudian diubah menjadi gagasan strategis sebagai bagian yang penting, bahkan terpenting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga. Dengan demikian kendati pun gempa dan tsunami menimpa sebagian penduduk yang pekerjaan utamanya ada di sektor pertanian, namun sebagian masyarakat masih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya meskipun dalam kondisi yang kurang memadai. Salah satu penyebabnya adalah adanya sikap kepedulian yang cukup tinggi antar warga dalam berbagai hal. Sikap kepedulian yang dimiliki warga Aceh sudah menjadi suatu budaya yang tercermin jelas dalam berbagai adat atau kebiasaan masyarakat, dalam pergaulan sehari-hari. Beberapa perilaku sosial tersebut antara lain: (1) Kerja sama yang harmonis dalam mengerjakan kegiatan pembangunan sosial dan gotong royong dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal. Kerja sama ini terlihat dalam kegiatan kerja bakti untuk pembangunan mesjid, jembatan, MCK dan perbaikan saluran air yang hancur akibat tsunami (2) Musyawarah dalam memecahkan masalah kemasyarakatan misalnya rapat-rapat atau pengajian antar warga, antar tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat desa atau kelurahan. Media rapat difungsikan untuk mendiskusikan kegiatan keagamaan dan menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan. Biasanya pada akhir pertemuan selalu dirumuskan hasil musyawarah atas dasar sumbangan pemikiran dari warga yang hadir (3) Saling menolong antar tetangga (kesetiakawanan sosial) yang terlihat jelas dari spontanitas masyarakat dalam menolong
134
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
anggota masyarakat lainnya, misalnya saat terjadi gempa dan tsunami bagi warga yang rumahnya tidak hancur bersedia menampung tetangganya yang rumahnya hancur dan rela berbagi dalam hal makanan, dan pakaian (4) Saling mengingatkan jika tetangga melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat.
D. KEBERFUNGSIAN KELUARGA Pada awal terjadi bencana gempa dan tsunami kehidupan keluarga sempat terganggu akibat tercerai berainya anggota keluarga, orang tua kehilangan anak, istri kehilangan suami dan lain sebagainya yang mengakibatkan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan baik. Dalam rangka mengembalikan fungsi keluarga dalam pembentukan SDM, perlu strategi peningkatan fungsi keluarga yang baik menuju terbentuknya ketahanan keluarga. Menurut Chapman (2000) ada lima tanda adanya keluarga berfungsi dengan baik (funcsional family), yaitu: (1) sikap melayani sebagai tanda mulia; (2) keakraban antara suami-istri menuju kualitas perkawinan yang baik; (3) orang tua yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten dan mengembangkan ketrampilan; (4) suami-istri yang menjadi pemimpin dengan penuh kasih dan (5) anak-anak yang mentaati dan menghormati orang tua. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Eyree (1995) menyatakan ada tiga langkah menuju keluarga menuju keluarga harmonis, yaitu membangun dasar tata hukum keluarga, mengatur ekonomi keluarga dan memelihara tradisi keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi keluarga melalui peran ayah dan ibu secara keseluruhan belum berjalan sebagaimana mestinya. Ini terlihat dari rata-rata skor fungsi keluarga adalah 79.9. Berdasarkan tipologi, fungsi instrumental dan ekspresif pada keluarga utuh lebih baik jika dibandingkan dengan keluarga duda dan janda. Hal ini disebabkan pada keluarga utuh fungsi instrumental yang diperankan oleh ayah dan fungsi ekspresif yang diperankan oleh ibu dapat dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dengan satu tujuan yaitu kesejahteraan anggota keluarga. Belum berfungsinya secara baik fungsi instrumental maupun ekspresif pada keluarga duda atau janda karena ayah dan ibu yang menjadi janda atau duda membutuhkan penyesuaian dalam menjalankan peran ganda. Seorang ibu yang harus berperan sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan biologis dan fisik anggota keluarganya. Seorang ibu belum terbiasa harus bekerja keras di luar rumah. Begitu juga dengan seorang ayah
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
135
akan merasa bingung bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis, sosial dan emosi, kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengembangan diri anak dapat berjalan dengan baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingginya strategi coping yang dilakukan keluarga tidak serta merta mengakibatkan membaiknya fungsi instrumental. Berfungsinya keluarga dengan baik merupakan dambaan setiap anak, karena keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Seperti yang diungkapkan oleh Spencer dan Inkeles (1982) dan Macionis (1995) bahwa tempat sosialisasi yang paling penting bagi seorang anak adalah keluarganya yang berfungsi untuk memberikan dukungan emosi dengan penuh kehangatan dan intimasi sepanjang kehidupan anak. Keluarga juga sangat penting dalam mentransfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak-anak belajar secara kontinyu pada orang tuanya. Pengasuhan sangat penting dalam perkembangan sosial anak dan bervariasi dari satu keluaga dengan keluarga lainnya. Pengasuhan meliputi kontak fisik, stimulasi verbal dan tanggap terhadap lingkungan di sekitarnya. D.1. Implikasi terhadap Kebijakan (1) Pada hakikatnya, permasalahan yang terjadi pasca tsunami adalah masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat lokal. Untuk itu, penanganan masalah tersebut harus berbasiskan masyarakat karena masyarakatlah yang paling tahu kondisi permasalahannya. Penanganan permasalahan yang sentralistik dan sektoral hanya mengakibatkan masyarakat semakin tidak peduli terhadap permasalahan yang berkembang di lingkungannya (2) Strategi pemberdayaan keluarga lebih cenderung mengembangkan program-program yang ditujukan untuk mengoptimalkan program-program pemba-ngunan yang bercirikan sistem sosial budaya setempat. Dengan cara demikian, selain lebih tepat sasaran, juga dapat meningkatkan kehidupan orang-orang miskin dan penduduk umumnya hingga mencapai standar minimum. Mereka juga diharapkan dapat meraih kesempatan-kesempatan tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki oleh masyarakat. (3) Strategi pemberdayaan keluarga berbasiskan sistem sosial budaya lokal perlu diformulasikan secara tepat. Karena itu, penyelesaian permasalahan yang dihadapi harus dibatasi sampai pada tahap mobilisasi sosial atau penyadaran (kosientasi) kepada masyarakat. Sementara itu, proses pember-
136
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
dayaannya harus sepenuhnya dilimpahkan kepada masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini, pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator, mediator, sistem pendukung, pengakses sumber sosial, dan peran-peran lain yang bersifat tidak langsung (indirect services) (4) Strategi pembangunan masyarakat berada dalam satu kesatuan sistem pembangunan sosial yang berinteraksi. Apabila pembangunan nasional secara menyeluruh berupaya untuk meningkatkan kemajuan, kemampuan, kesejahteraan dan keadilan sosial, pelaksanaannya harus diupayakan secara sistematis dan berkesinambungan agar setiap orang memiliki kesempatan untuk menikmati pembangunan. Selain itu setiap orang dapat berperan aktif dalam proses pelaksanaan pembangunan. Kondisi ini merupakan tujuan yang ingin dicapai dari proses aktualisasi institusi tradisi yang telah tumbuh berkembang secara turun-temurun yang hingga kini masih kuat berakar di masyarakat. (5) Keanekaragaman sistem sosial budaya di Indonesia harus dipahami sebagai potensi yang pemanfaatannya belum optimal dalam proses pembangunan masyarakat. Padahal, sistem sosial budaya lokal merupakan modal sosial (social capital) yang besar yang telah tumbuh berkembang secara turun-temurun yang hingga kini masih kuat berakar di masyarakat (6) Aktualisasi sistem sosial budaya lokal menjadi masalah yang sangat strategis untuk didiskusikan kembali. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan keadaan Indonesia yang berada dalam proses demokrasi dan reformasi di segala bidang pembangunan. Ketika Indonesia mengalami keterpurukan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, strategi pembangunan yang berpusat pada rakyat agaknya membutuhkan perubahan yang sangat mendasar, dari pendekatan yang karitas atau residual menjadi sistem pemberdayaan masyarakat D.2. Implikasi terhadap Keilmuan (1) Perlu adanya suatu pengenalan fungsi keluarga ekspresif dan instrumental melalui peran ayah dan ibu. Pengenalan ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal dengan memasukkan materi pendidikan kesejahteraan keluarga ke dalam kurikulum baik di tingkat perguruan tinggi atau di tingkat menengah. Selain itu dapat juga dilakukan melalui pendidikan non formal dengan memberikan penyuluhan PKK bagi remaja yang putus sekalah. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui perkumpulan remaja mesjid, karang taruna dan perkumpulan remaja lainnya.
Fungsi Rehabilitasi Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
137
(2) Melalui pembelajaran ini para remaja yang akan melakukan pernikahan bisa mengintrospeksi diri akan kemampuannya baik secara material maupun spiritual (3) Bagi remaja sebagai generasi penerus yang nantinya akan membangun keluarga, perlu memahami akan fungsi ekspresif dan intrumental melalui peran ayah atau ibu yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggota keluarganya D3. Keterbatasan Penelitian (1) Penelitian ini tidak dapat dilakukan secara tuntas, tetapi baru sampai tahap proses, karena situasi kehidupan masyarakat saat penelitian ini dilakukan belum stabil/belum cukup kondusif (2) Sampel pada tipologi duda dan janda sangat terbatas, karena sangat sulit mendapatkan keluarga yang bersedia untuk dijadikan sampel, ini disebabkan kekecewaan keluarga terhadap janji-janji dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
138
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Kesimpulan
139
Bab Enam KESIMPULAN Permasalahan yang dialami keluarga 1,5 tahun pasca tsunami antara lain: tidak adanya pangan hewani untuk dikonsumsi setiap hari, kesulitan dalam membayar obat-obatan, ketidakmampuan keluarga menyediakan fasilitas untuk keperluan belajar anak di rumah, tempat tinggal/rumah untuk tempat berlingdung anggota keluarga tidak memadai, tidak memiliki cukup pakaian untuk aktivitas yang berbeda serta penghasilan yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari Sumberdaya coping yang dimiliki keluarga yakni: (1) karakteristik sosial ekonomi meliputi: jumlah anggota keluarga rata-rata 4 orang, 1.5 tahun pasca tsunami masih ada 15,2% kepala keluarga belum kembali bekerja. Rata-rata pengeluaran keluarga perkapita untuk pangan dan non pangan masing-masing Rp 287.000 dan Rp 260.000 (52% dan 48%) dari total pendapatan. Rata-rata nilai aset yang dimiliki keluarga adalah Rp 20.442.237; (2) ciri-ciri pribadi kepala keluarga meliputi: umur rata-rata 43 tahun dengan tingkat pendidikan umumnya SLTA/sederajat. Tingkat kesehatan selama enam bulan terakhir sebagian besar (87%) cukup baik. Kepribadian kepala keluarga sebagian besar (87%) adalah ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar (93.5%) tergolong positif; dan (3) sebagian besar keluarga (86.2%) menerima dukungan sosial dari berbagai pihak. Tingkat stres kepala keluarga dengan pendekatan metode Family Inventory of Life sebagian besar (88,4%) termasuk stres minor, dan jika menggunakan metode Holmes dan Rahe, masih ada 44.9% kepala keluarga yang mengalami tingkat stres dengan katagori sedang. Tingkat stres keluarga single parent lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga utuh. Strategi coping yang dilakukan kepala keluarga pasca gempa dan tsunami adalah strategi coping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada emosi. Namun demikian, strategi coping yang dilakukan oleh kepala keluarga belum maksimal, baik strategi coping berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada emosi masing-masing hanya 44,2% dan 19.1% yang termasuk katagori tinggi. Dalam hal keberfungsian keluarga, masih terdapat keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsinya secara optimal, baik fungsi ekspresif maupun intrumental. Hal ini terbukti masih ada
140
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
37.7% keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsi intrumental untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, dan hanya 8,7% keluarga yang tidak mampu melakukan fungsi ekspresif dengan baik. Fungsi ekspresif jauh lebih berfungsi dibandingkan dengan fungsi intrumental. Hasil regresi menunjukkan dukungan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap strategi coping baik yang berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada emosi. Selain itu tingkat stres kognitif dan keluarga single parent juga berpengaruh negatif nyata terhadap strategi coping berfokus pada masalah, berbeda dengan masalah kesehatan yang memberikan pengaruh positif nyata terhadap strategi coping berfokus pada masalah. Kepribadian, umur kepala keluarga dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap strategi coping berfokus pada emosi. Hasil regresi menunjukkan jumlah anggota keluarga, berpengaruh positif nyata terhadap fungsi keluarga baik fungsi ekspresif maupun instrumental, selain itu pendidikan kepala keluarga dan konsep diri juga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi ekspresif, tetapi masalah perumahan berpengaruh negatif nyata terhadap fungsi ekspresif. Seeking social support, tingkat kesehatan kepala keluarga, confrontatif, flanful problem solving, masalah pendidikan dan pakaian berpengaruh positif nyata terhadap fungsi intrumental. Sebaiknya penyelesaian masalah yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami lebih mengutamakan kepada penyelesaian masalah untuk pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, sehingga tidak lagi ditemukan keluarga yang kekurangan pangan, kesulitan dalam hal pengobatan, anak yang tidak sekolah, tinggal di rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan dan penghasilan yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari Dalam penanganan masalah korban bencana khususnya dalam hal tempat penampungan seperti barak, sebaiknya memperhatikan tipologi keluarga karena aktivitas keluarga janda dan duda akan berbeda dengan keluarga utuh. Setahun pasca bencana masih terdapat kepala keluarga yang mengalami stres dengan katagori sedang, untuk itu masih perlu adanya pendampingan dari pihak psikolog untuk membantu mengatasi stres yang dialami keluarga. Untuk membantu keluarga agar dapat melakukan strategi coping secara maksimal perlu adanya perhatian, pembinaan dan arahan dari pihak-pihak yang terkait (Pemerintah dan LSM). Pembinaan dan arahan yang dilakukan hendaknya memperhatikan
Kesimpulan
141
juga masalah tipologi keluarga, karena strategi coping yang dilakukan keluarga janda berbeda dengan strategi coping yang dilakukan keluarga duda dan keluarga utuh. Pada keluarga janda lebih mengedepankan penyelesaian masalah dengan cara mencari dukungan sosial (seeking social support). Keluarga duda melakukan penyelesaian masalah dengan penuh resiko (confrontative), dan keluarga utuh menyelesaikan masalah dengan penuh pertimbangan dan perencanaan (planful problem solving). Dalam melakukan strategi coping secara keseluruhan keluarga janda lebih aktif dibandingkan dengan keluarga duda dan keluarga utuh. Untuk mengoptimalkan fungsi keluarga baik ekspresif maupun intrumental perlu adanya program intervensi yang diarahkan untuk pemberdayaan keluarga. Program intervensi dapat saja dilakukan oleh pihak pemerintah dan LSM. Coping yang dilakukan oleh masyarakat Aceh pasca gempa dan tsunami dipengaruhi oleh berbagai masalah, sumberdaya coping dan tingkat stres. Untuk itu, pemerintah dan LSM yang sedang melakukan program rekonstruksi Aceh harus memperhatikan aspek-aspek tersebut, serta tidak hanya memberikan bantuan fisik yang sifatnya insidentil, namun menanamkan kemandirian kepada masyarakat. Berfungsi tidaknya keluarga pasca gempa dan tsunami sangat tergantung kepada masalah yang dihadapi, sumberdaya yang dimiliki dan strategi coping yang dilakukan. Untuk itu pada keluarga yang tidak memiliki cukup sumberdaya untuk menyelesaikan masalah perlu perhatian dan dukungan dari berbagai pihak agar keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
142
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Daftar Pustaka
143
DAFTAR PUSTAKA Achir Yani S. 1997. Analisis Konsep Koping: Suatu Pengantar Jurnal Keperawatan Indonesia. Jakarta Allen, T. 2001. “Job Stress, the Individual, and the Organization.” http://academic.Emporia.edu/smithwil/001smmg443/eja/all en.html. (2001). Alva, I. 2003. Stres. http://www.doctorshealthsupplements.com/article/ stres.htm. Anonim. 2006. Chapter 12 Stress, Health, and Coping http://www.delmar.edu/socsci/Faculty/Weir/chapter12.htm. Diakses 2 November 2006 Atwater, E. 1983. Psycology of Adjustment. (2 nd ed) New Jersey: Prentice-Hall., Englewood Cliffs Babbie, E. 1992. The Practice of Social Research. Sixth Edition. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. Baum, A. 1990. Stress, Intrusive imagery and chronic stress. Health Opsychology, 9, 653-675. Berns, RM. 1997. Childs, Family, School, Community: Socialization and Support. Florida: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Bian, J. 1996. “Parental Monetary Investments in Children: A Focus on China”. Journal of Family and Economic Issues, Vol 17. Bigner, J. J. 1979. Parents-Child Relation: An Introduction to Parenting. Inc. New York: Macmillan Publishing Co. BKKBN. 1992. Undang-Undan Republik Indonesia nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Jakarta: BKKBN. BKKBN. 1997. Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Provinsi Jawa Barat. Bolger, N., dan A. Zuckerman. 1995. A framework for studying personality in the stres process. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 890-902. Boos P. 1987. “Family Stres” Dalam Handbook of Marriage and the Family. Diedit oleh Marvin B, Sussman, K. Suzanne dan Steinmetz. New York and London: Plenum Press. Bryant, W. K. 1990. The Economic Organization of The Household. Cambridge University Press. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 1998. Jakarta: BPS. 2002. Jakarta: BPS. BAPPENAS Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005-2009). Chapman, G. 2000. Five Signs of a Functional Family (Lima tanda Keluarga yang Mantap). Batam: Interaksara.
144
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Coddington, R. D. 1972. “The significance of life events as an etiologic factor in the diseases of children II: A study of the normal population”.Journal of Psychosomatic Research, 16, 205-213. Cooper, L. Payne. 1991. Personality and Stres: Individual Differences in the Stres Process New York: John Willey & Sons Costa, P.T., M. R. Somerfield., R.R. McCrae.1996. Personality and coping. Diedit oleh M. Zeidner & N. S. Endler. Handbook of coping: Theory, research, applications (pp. 45-61). New York: John Wiley. Cox, T dan E. Ferguson. 1991. “Individual Differences, Stress and Coping” dalam Personality and Stres: Individual Differences in the Stres Process. Diedit oleh C. L Cooper dan R. Payne. England: John Wiley & Son. Darmaningtyas. 2005. Menyelamatkan Pendidikan Anak-anak Aceh. Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Jumat, 7 Januari 2005 (p 481). Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Day, R.D., KR. Gilbert., BH. Settles. dan WR. Burr. 1995. Research and Theory in Family Science, California: Brooks/Cole Publishing Company. Dohrenwend, B.S., L. Krasnoff., ASR. Askenasy., BP. Dohrenwend. 1978. Exemplification of a method of scaling life events: the PERI life events scale. Journal of Health dan Social Behaviour, 19, 205-229. Eyree, RL. 1995. 3 Langkah Menuju Keluarga yang Harmonis: Teaching Your Dhildren Values. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Firebaugh, M.F dan R.E. Deacon. 1988. “Family Resource Management Principles and Aplications”. Atlantic Avenue. Boston. Fleming, R., A. Baum., M.M. Gisriel., dan R.J. Gatchel.1982. “Mediating influences of social support on stres at three Mile Island”. Journal of Human Stres, 8, 14-22 Folkman, S dan R.S. Lazarus. 1985. If it changes it must be a process: “Study of emotion and coping during three stages of a college examination”. Journal of Personality and Social Psychology, 48, 150-170. 1988b. The relationship between coping and emotion: Implications for theory and research. Social Science in Medicine, 26, 309317. Freedy, J.R dan D.G. Kilpatrick. 1994. “Everything you ever wanted to know about natural disasters and mental health”. National
Daftar Pustaka
145
Center for Post-Traumatic Stres Disorder Clinical Quarterly, 4, 6–9. Freedy, J.R., D. Shaw., M. P. Jarrell dan C. Masters. 1992. “Towards anunderstanding of the psychological impact of natural disaster: An application of the conservation resources stres model”. Journal of Traumatic Stres, 5, 441–454. Freedy, J.R., ME. Saladin., DG. Kilpatrick., HS. Resnick dan BE. Saunders. 1994. “Understanding acute psychological distres following natural disaster”. Journal of Traumatic Stres, 7, 257–273. Friedmann, J. 1998. “Family Nursing: Theory and Practice” 3 rd ed. California: Appleton & Lange. 1992. Empowerment: The Politics of Alternati Development. Massachusetts: Blackwell Publishers Gatchel, R.J., A. Baum dan DS. Krantz. 1989. “An Introduction to Health Psyhology “ (2 nd ed). New York: Mc Graw Hill, Inc. Gelles, R.J.1995. “Contemporary Families”: A Sociological Viuw. SAGE Publication. London. Gempa dan Tsunami. 2005. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Goldsmith, E.B. 1996. “Resource Management for Individuals and Families: Management Stres and Fatigue”. USA: West Publishing Company. Guhardja, S., Hartoyo., D. Hastuti dan H. Puspitawati. 1989. “Manajemen Sumberdaya Keluarga”. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor. Haber, A dan R.P. Runyon. 1984. Psycology of Adjustment. Ilionis: The Dorsev Press Homewood. Hartiningsih, M. 2005. “Penting, Dukungan Psikososial untuk Korban Tsunami”. Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Selasa 4 Januari 2005 (p 216). Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hewitt, PL dan GL. Flett. 1996. “Personality traits and the coping process”. In M. Zeidner & N. S. Endler (Eds.), Handbook of coping: Theory, research, applications (pp. 410-433). New York: John Wiley. Hidayati, N. 2005. ”Minta air. Air Sedikit saja Cukuplah: Saya tak tahan lagi” Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Sabtu, 1 Januari 2005 (p 170). Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hikmat, H. 2001. “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”. Humaniora Utama Press Bandung. Hill, A.H. 1960. “Hikayat Raja-raja Pasai”. Journal of The Malayan Branch Royal Asiatic Sociaty, Vol. XXXIII, Part 2. JMBRAS.
146
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Holahan, C.J., RH. Moos., CK. Holahan dan RC. Cronkite. 1999. “Resource loss, resource gain, and depressive symptoms: A 10-year model”. Journal of Personality and Social Psychology, 77, 620-629. Holahan, S dan R. Moss 1987. “Personal and Contextual Determinant of Coping Strategies.” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 52, no.5. Holmes, T.H dan R. Rahe. 1967. “The social readjusment rating scale”. Journal of Psychosomatic Reserach, 11, 213-218. HTI, 2005. Tabanni Masholih Aceh. Hizbut Tahrir Indonesia. Husein, M. 1970. Adat Atjeh. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Atjeh John, D., T. Catherine, dan MacArthur. 1998. “Coping Strategies.” Summary Prepared by Shelley Taylor in Collaboration With the Psychosocial Working Group. Research Network on Sosioeconomic Status and Health. Joseph, S., W. Yule., R. Williams dan P. Hodgkinson. 1993. “Increased substance use in survivors of the Herald of Free Enterprise Disaster”. British Journal of Medical Psychology, 66. 185-191 Kaiser, C.F., DN. Sattler., DR. Bellack dan J. Dersin. 1996. ”A conservation of resources approach to a natural disaster: Sense of coherence and psychological distress”. Journal of Social Behavior and Personality, 11, 459-476. Kaniasty, K dan F.H. Norris. 1995. “In search of altruistic community: Patterns of social support mobilization following Hurricane Hugo”. American Journal of Community Psychology, 23, 447–477. Kurdi, M. 2005. “Menelusuri karakteristik masyarakat desa: Pendekatan sosiologi budaya dalam masyarakat Atjeh”. Banda Aceh: Yayasan Pena Landis, J.R. 1989. “Sociology: Concepts and Characteristics” (6 th Ed), California: Wadsworth Inc Laporan Camat Kuta Alam Tentang Kondisi Kecamatan Kuta Alam Tahun 2006. Laporan Yayasan Lamjabat Tentang Kondisi Kacamatan Meuraxa Tahun 2006 Lazarus, R.S. 1993. “From psychological stres to the emotions: A history of changing outlooks”. Annual Review of Psychology, 44, 1-21. Lazarus, R.S dan S. Folkman. 1984. Stres, Appraisal, and Coping. New York: McGraw-Hill, Inc.
Daftar Pustaka
147
Lazarus, R.S. 1976. “Pattern of Adjustment (2nd ed)”. Kogakhusha: McGraw-Hill, Inc. Littauer, F. 2002. “Personality Plus For Parents”. Binarupa Aksara, Jakarta Macionis, J.J. 1995. “Annotated Instructor’s Edition Sosiology” (5thEd), New Jesey Prentice Hall, Englewood Cliffts Mangkuprawira, S. 2002. “Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga di Daerah Industri Tenun Perdesaan”. Media Gizi dan Keluarga. Vol.25 No.2. Maramis, W.F. 1998. “Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa”. Edisi VII. Surabaya: Universitas Airlangga. McCubbin, H.I dan J.M. Patterson. 1987. Family Inventory of Live Events and Changes. Dalam Family Assessment Inventories for Research and Practice. McCubbin HI, Thompson AI. Wisconsin-Madison: The University of Wisconsin-Madison. McCubbin, HI., JM. Patterson dan L. Wilson. 1979. CHIP-Coping health inventory for parents: An assessment of parental coping patterns in the care of the chronically ill child. Journal of marriage and the Family, 45, 359-370. McCubbin, H.I. 1975. “Family Assesment Inventories for Research and Practice”. The University of Wisconsin-Madison. Madison Wisconsin. Megawangi, R. 1994. Gender Perspectives in Early Childhood care and Development in Indonesia, The Consultative group on early childhood care and Development, Indonesia. l999. “Membiarkan Berbeda”, Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Jakarta: Penerbit Mizan. Murphy, S.A. 1984. Stres level and health status of victims of a natural disaster. Research in Nursing and health, 7. 2005215. Newman, D.M dan L. Grauerholz. 2002. Sosioly of Families (2nd Ed) California: Fine Forge Press. Ninno, C., P.A. Dorosh., LC. Smith dan DK. Roy. 1998. Floods in Bangladesh: Disaster Impacts, Household Coping Strategies, and Response. Washinton, D.C.: International Food Folicy Research Institute Nyakpha, M.H. 2004. Makalah Disampaikan pada Seminar Budaya, Pekan Kebudayaan Aceh IV di Banda Aceh pada tanggal 24 – 27 Agustus 2004. Nye, F.I dan F.M. Berardon. 1967. Emerging conceptual frameworks in family analysis. The Macmillan Colmpany, New York. Parke, R.D. 1996. Fatherhood. Cambridge: Harvard University Press.
148
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Parker, J.D.A dan N.S. Endler. 1996. Coping and Defense: A historical overview. In M. Zeidner & N. S. Endler (Eds.), Handbook of coping: Theory, research, applications (pp. 323). New York: John Wiley. Poerwandari, K. 2005. “Harapan masih ada”. Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Sabtu, 8 Januari 2005 (p 495). Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Potter, L dan S. McKenzie. 2000. “Profesional Callaboration With Parents of Children with Disabilities”. Sydney: MacLennan & Petty Pty Limited Priyono, O.S dan A.M.W. Pranarka. 1996. “Pemberdayaan Konsep, Kebijakan,dan Imolementasi”. Centre For Strategic and International Studies. Jakarta Rice, P.L. 1999. “Stres and Health”. 3rd ed. California: Brooks/Cole Publishing Company. Rice, A.S dan SM. Tucker. 1986. “Family Life Management”. Macmillan Publishing Company. New York. Robins, S.P. 2001. Organizational Behavior (9th Ed). New Jersey: Prentice Hall International. Sarafino, E. 2002. “Health Psycology”. England: John Willey and Sons. Sattler, D.N. 2001. Psychological distres following the Northridge earthquake. Manuscript submitted for publication. Selye, H. 1982. Guide to Stres. Volume 3. New York. Sianipar, H. 1997. Kajian terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Karyawan PT, Ika Nusa Fishtama di Kecamatan Wonosobo Lampung. Skripsi tidak dipublikasikan. Program Studi Sosial ekonomi Perikanan, Faperikan, IPB. Bogor. Singarimbun, M dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Bumi Aksara. Slater. 1974. Parental Role Differentiation. Dalam The Family: its Structure and Functions. Diedit oleh R.L. Coser ST Martin’s Press, New York Spencer, M dan A. Inkeles. 1982. Foundation of Modern Sociology Third Edition. Prentice, Steidl, R.E dan E.C. Bratton 1968. Work in The Home. John Willey & Sons. New York Stuart dan Sundeen. 1991 Pocket Guide to Psyhiatric Nursing. Third Edition. The Mosby Company: Toronto. Sufi, R. 2002. Adat Istiadat Masyarakat Atjeh. Dinas Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suls dan Fletcher 1985. http://www.garysturt.freeonline.co.uk/coping.htm. Coping. Diakses 2 November 2006.
Daftar Pustaka
149
Sunarti, E. 2006. Teori Ekologi Keluarga: Sejarah, Konsep dan Tantangan Penelitian dalam Adiwibowo, S. Ekologi Manusia. Fakultas Ekologi Manusia, IPB Bogor. Suratman, E. 1994/1995. Fungsi Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia dalam Fatimah (Ed), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sussman, B.M dan K.S. Steinmetz. 1988. Handbook of Marriage and the Family. New York and London: Plenum Press. Syahrizal. 2004. “Dayat dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Atjeh” dalam Media Syariah, Vol.VI. No. 11 Januari 2004 Taylor, S.E. 1995. Health Psychology (3rd ed). New York: McGrawHill Inc. Vosler, N.R. 1996. New Approaches to Family Practice Confronting Economic Stres, California: Sage Publications Inc. Wahana Komputer. 2005. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 10.0 Jogyakarta. Winton, C.A. 1995). Frameworks for Studying Families. The Duskin Publishing Group, Inc. Connecticut, USA World Health Organization. 2005. Tsunami dan Health. Situation Report. Zeitlin, M.F., R. Megawangi., EM. Kramer., D Nancy dan ED. Colletta. Babatunde, Gorman D.1995. Strengthening the Family: Implications for International Development. The United Nations University Press. New York.
150
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Indeks
151
INDEKS ABCX......13, 14, 15 Allen............10, 143 Alva...............8, 143 Askenasy......13, 144 asset human resource..............4 Atwater......8, 9, 143 Baldwin..............113 Bales....................31 Bangladesh....18, 19, 118, 147 BAPPENAS...2, 143 Baum...7, 8, 86, 143, 144, 145 Bellack.........96, 146 Benson.................32 Berns..5, 30, 33, 143 Bigner..........32, 143 Bishop................113 BKKBN....3, 26, 29, 33, 143 Bolger........120, 143 Boss.....................34 BPS....1, 73, 75, 143 Bratton.........24, 148 Bryant....25, 75, 143 California....96, 130, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149 Caplan..21, 123, 132 Catherine......16, 146 Charleston............96 child adjustment...32 coastal zone............3 Coddington. .13, 144 Cohen.....................8
Cooper......110, 132, 144 Coping. .i, iii, 15, 16, 21, 22, 23, 40, 42, 47, 48, 49, 52, 54, 55, 70, 87, 88, 96, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 108, 110, 111, 112, 116, 117, 118, 119, 121, 124, 126, 130, 141, 143, 144, 146, 147, 148, 155, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 177 coping accepting responsibility. .19, 105, 106, 169 Costa..........120, 144 Cox.................9, 144 Coyne.....................7 Cronkite. 25, 96, 146 cross-sectional.....36 Deacon.........23, 144 Dersin...........96, 146 Distancing.....19, 40, 42, 48, 49, 52, 55, 107, 108, 111, 156, 171 Dohrenwend.13, 144 ekstrafamilial.......20 Ekstrovert.......25, 84 Epstein...............113
Escape Avoidance . .49, 55, 108, 109, 111 Family Inventory Life Efents and Changes (FILE) .........................13 Family Inventory of Life13, 40, 45, 49, 51, 52, 89, 90, 94, 96, 112, 113, 130, 139 Ferguson........9, 144 FILE.....................13 Firebaugh.....23, 144 Flett............120, 145 Folkman....7, 15, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 34, 40, 47, 104, 109, 120, 144, 146 Freedy. 96, 130, 144, 145 Friedman...5, 20, 21, 23, 123, 132 Gatchel....8, 86, 144, 145 Gisriel..........86, 144 Grauerholz...27, 147 Guhardja 30, 33, 145 Haber.......7, 15, 145 Hewitt........120, 145 Hill. .13, 25, 62, 145, 146, 147, 149 Holahan.25, 96, 109, 146 Holroy....................7
152 Hott......................20 HTI...........4, 60, 146 Hugo............96, 146 indirect services. 136 internal or external conflict.............16 intrafamilial.........20 Jarrell...........96, 145 John.....16, 144, 145, 146, 148 Kaiser...........96, 146 Krasnoff.......13, 144 Kurdi..2, 61, 63, 146 Kuta Alam. v, vi, 36, 38, 58, 59, 60, 66, 86, 87, 146 Kuta Raja.............58 Lazarus..7, 8, 15, 17, 18, 22, 23, 24, 25, 34, 40, 47, 104, 106, 109, 120, 131, 144, 146, 147 Littauer.........24, 147 Los Angeles. 96, 130 LSM....3, 35, 39, 41, 44, 64, 66, 69, 71, 78, 80, 85, 86, 129, 131, 140, 141, 160, 175 MacArthur. . .16, 146 Maramis 24, 25, 122, 147 Masters.........96, 145 Mattesssich..........25 Mauraxa...............58 McCrae......120, 144 McCubbin.....13, 14, 15, 98, 147 McKenzie.....90, 148
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
Megawangi.. .27, 28, 31, 35, 147, 149 MI..........................3 Moos.....25, 96, 109, 146 Mount Saint Helen .........................95 MTs........................3 Murphy........95, 147 NAD1, 2, 57, 63, 69, 73, 133 Nanggroe Aceh Darusssalam.......1 Newman.......27, 147 Ninno....18, 19, 118, 147 Parke............32, 147 Parsons.................31 Patterson. 13, 14, 15, 147 Payne. 110, 132, 144 PBB......................28 Peukan Bada........58 Planful problem solving......17, 42, 100, 101 Plantful problem solving...........124 Positive reappraisal 18, 40, 42, 48, 52, 104, 155 Potter............90, 148 PP Nomor 21 tahun 1994.................29 problem focused. 16, 19 PTT........................4 retrospective study .........................36 Rice...31, 33, 35, 78, 99, 103, 106, 148
Richard H. Rahe. .11 Robins............7, 148 Runyon.....7, 15, 145 Sarafino....7, 15, 148 Sattler...96, 146, 148 SD..............3, 44, 80 Seeking Social Support47, 49, 55, 102, 103, 110 Selat Malaka........58 Self Controlling. .49, 55, 106, 107, 111 Selye..............7, 148 Shaw............96, 145 Slater....32, 124, 148 SLTA. .3, 44, 66, 79, 80, 128, 139 SLTP..........3, 44, 80 Social Readjusment Rating Scale.....11 Somerfield. 120, 144 Steidl............24, 148 Steinmetz....34, 119, 143, 149 Stuart16, 17, 22, 148 Sumatera Utara. 1, 2, 144, 145, 148, 177 Sundeen. .16, 17, 22, 148 Suratman......23, 149 Sussman......34, 119, 143, 149 Syiah Kuala.....v, 58, 177 Tabani Masholih Aceh.............4, 60 Talcott Parsons....27 Thomas H. Holmes .........................11 TK................66, 128
Indeks
Tucker.....31, 33, 35, 148 UU Nomor 10 Tahun 1992......26 Washington..........95
153 WHO..............24, 89 William F Ogburn27 Wilson..........13, 147 Winch...................32 Winton.........27, 149
Zeitlin.........113, 149 Zetlin....................25 Zuckerman. 120, 143
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
154
LAMPIRAN Lampiran 1. Uji reliabilitas instrumen penelitian pada saat uji coba
N o
Peubah Penelitian
1
Masalahmasalah keluarga pasca gempa a. Pangan b. Kesehatan c. Pendidikan d. Perumahan/Tem pat Tinggal e. Pakaian f. Pekerjaan/Pend apatan Tingkat Stress Ibu (Family Live Inventory) a. Fisik b. Psikis c. Kognitif d. Perilaku Tingkat Stress Ibu (Holmes & Rahe) Kepribadian, Konsep Diri & Dukungan Sosial a. Kepribadian
2
3 4
16
Juml ah Item Setel ah di hapu s 10
3 2 3 4
3 2 3 4
.8008 .7500 .8027 .7813
.8008 .7500 .8027 .7813
2 2
2 2
.7500
.7500
30
30
.7416
.7416
8 7 5 10 10
8 7 5 10 10
.7392 .7788 .8021 .7403 .6474
.7392 .7788 .8021 .7403 .6474
29
26
10,12, 13
.5610
.6519
20
17
10,12,13
Juml ah Item
No Item yang dihapus
α Cronb ach sebelu m di hapus
α Cronb ach setela h di hapus
.7369
.7369
.6519
Pertanyaan yang dihapus
10, Saya senang teman saya banyak 12. Saya mudah bingung 13. Cepat merasa
Indeks
N o
155
Peubah Penelitian
Juml ah Item
Juml ah Item Setel ah di hapu s
5 4
5 4
41
36
17
16
7
7
4
3
5
5
24
20
5
No Item yang dihapus
α Cronb ach sebelu m di hapus
α Cronb ach setela h di hapus
.7500 .7771
.7500 .7771
Pertanyaan yang dihapus
sedih
5
b. Konsep Diri c. Dukungan Sosial Strategi Coping Keluarga Berfokus pada masalah a. Plantul Problem Solving b. Confrontatif coping
c. Seeking social support Berfokus pada emosi a. Positive reappraisal b.Accenting responsibility c. Self controlling
8,27,30,4 0,41 8
.7112 .7342 .7732
.7732
.5385
.7682
.7505
.7505
..5978
.6788
5
.7254
.7254
4
4
.7947
.7947
5
3
5230
.6337
8
27,30,40, 41
27, 30 .
8. Saya bertahan pada pendiria n dan berjuang terhadap yang saya inginkan
27. Saya menahan diri untuk tidak melakuk an sesuatu dan menungg u waktu yang tepat untuk melakuk annya
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
156
N o
Peubah Penelitian
Juml ah Item
Juml ah Item Setel ah di hapu s
No Item yang dihapus
α Cronb ach sebelu m di hapus
α Cronb ach setela h di hapus
Pertanyaan yang dihapus
30. Saya menjaga agar orang lain tidak mengeta hui buruknya keadaan yang saya hadapi d. Distancing e. EscapeAvoidance
6
Keberfungsian Keluarga a. Fungsi Ekspresif
3 7
3 5
40, 41
5001
.8573 .6667
.5209
.7018
.4385
6825
.
43
39
20
17
16,22, 24,20 16,22, 24
.
40. Saya tidak percaya bahwa hal itu terjadi pada diri saya 41. Saya putus asa dan tidak dapat menjalan kan kehidupa n lagi
17. Apakah
anda tanggap terhadap permasal ahan yang dihadapi anggota keluarga ? 22. Apakah anda
Indeks
N o
157
Peubah Penelitian
b. Fungsi Instrumental
Juml ah Item
23
Juml ah Item Setel ah di hapu s
22
No Item yang dihapus
20
α Cronb ach sebelu m di hapus
.6201
α Cronb ach setela h di hapus
.7307
Pertanyaan yang dihapus
memberi kan perlakua n berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya? 24. Apakah anda mengajar kan anggota keluarga untuk saling menghor mati baik sesama saudara atau teman? 20. Apakah anda juga membina hubunga n baik dengan pengelol a koperasi setempat ?
Lampiran 2. Sebaran contoh berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi keluarga Masalah-masalah pasca gempa dan tsunami
Utuh (n=103)
Duda (n=20)
Janda (n=15)
Total (n=15)
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
158
A. Pangan 1. Keluarga makan 3 kali sehari dengan menu empat sehat setiap hari 2. Dalam menu setiap saat terdapat pangan yang berasal dari hewani 3. Setiap hari menu makan berubah B. Kesehatan 1. Jika anggota keluarga yang sakit selalu dibawa berobat ke dokter/puskesmas 2. Memiliki kesulitan dalam membayar obat-obatan C. Pendidikan 1. Anak tetap sekolah pasca gempa dan tsunami 2. Disamping pendidikan formal anak juga mengikuti pendidikan non formal 3. Mampu menyediakan semua fasilitas untuk keperluan sekolah anak D. Perumahan/Tempat Tinggal 1. Ada rumah untuk tempat berlindung keluarga yang memadai 2. Rumah dilengkapi dengan pasilitas MCK 3. Ada ruangan yang cukup untuk sekeluarga 4. Rumah memiliki cukup penerangan E. Pakaian 1. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk kegiatan yang berbeda F. Pekerjaan/Pendapatan 1. Tetap bekerja pasca gempa dan tsunami 2. Penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari hari
n
%
n
%
30
29.1
4
20.0
6
5.8
4
7
6.8
3
57
55.3
7
46
44.7
13
35. 0 65. 0
5
4.9
1
37
35.9
55
n
%
n
%
3
20.0
37
26.8
20.0
2
13.3
12
8.7
15.0
2
13.3
12
8.7
8
53.3
72
52.2
7
46.7
66
47.8
5.0
1
6.7
7
5.1
6
30. 0
4
26.7
47
34.1
53.4
8
40. 0
4
26.7
67
48.6
35
34.0
4
2
13.3
41
29.7
38
36.9
7
2
13.3
47
34.1
26
25.2
6
53
51.5
13
3
20.0
35
25.4
10
20. 0 35. 0 30. 0 50. 0
10
66.7
73
52.9
12.6
4
20. 0
4
26.7
21
15.2
25
24.3
4
20. 0
5
33.3
34
24.6
56
54.4
10
50. 0
8
53.3
74
53.6
Lampiran 3. Sebaran contoh berdasarkan kepribadian Pernyataan Kepribadian 1. Dengan bekerja keras pasti
Utuh (n=103) n % 10 99.0
Duda (n=20) n % 19 95.
Janda (n=15) n % 15 100.
Total (n=138) n % 13 98.6
Indeks
159
kehidupan keluarga saya akan lebih baik 2. Saya selalu optimis dengan masa depan keluarga saya 3. Saya yakin teman-teman pasti membantu saya 4. Saya tidak boleh menyerah 5. Saya yakin dibalik musibah ini pasti ada sesuatu yang sangat berharga 6. Saya merasa hidup saya tidak berarti 7. Saya merasa usaha saya siasia saja 8. Kerja keras saya tidak dihargai 9. Saya gampang untuk rileks 10. Penting bagi saya untuk menjaga kesibukan 11. Cepat tersinggung 12. Cepat marah 13. Cenderung tertutup 14. Cepat bosan 15. Tabah menghadapi berbagai permasalahan 16. Cepat melupakan sesuatu kejadian 17. Suka mengeluh
2
0 90. 0
0
6
15
100. 0
13 1
14
93.3
14
93.3
98
95.1
18
97
94.2
18
10 0
97.1
20
10 2
99.0
18
90. 0
14
93.3
13 4
97.1
15
14.6
1
5.0
2
13.3
18
13.0
9
8.7
3
1
6.7
13
9.4
11
10.7
2
2
13.3
15
10.9
41
39.8
2
7
46.7
50
36.2
69
67.0
14
10
66.7
93
67.4
26
25.2
6
3
20.0
35
25.4
26
25.2
6
4
26.7
36
26.1
20
19.4
6
4
26.7
30
21.7
19
18.4
4
2
13.3
25
18.1
10 1
98.1
15
13
86.7
12 9
93.5
32
31.1
1
5.0
2
13.3
35
25.4
18
17.5
3
15. 0
2
13.3
23
16.7
90. 0 100 .0
15. 0 10. 0 10. 0 70. 0 30. 0 30. 0 30. 0 20. 0 75. 0
12 9 13 4
94.9 93.5 97.1
Lampiran 4. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan konsep diri Pernyataan Konsep Diri 1. Merasa telah menjadi ayah/ibu yang baik 2. Merasa telah menjadi suami/isteri yang baik 3. Merasa telah menjadi teman yang baik 4. Merasa telah menjadi tetangga yang baik 5. Merasa telah menjadi muslim yang baik
Utuh (n=103) n %
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
95
92.2
14
70
13
86.7
96
93.2
13
65
13
86.7
95
92.2
16
80
12
80
95
92.2
16
80
12
80
97
94.2
17
85
13
86.7
Total (n=138) n % 12 2 88.4 12 2 88.4 12 3 89.1 12 3 89.1 12 7 92.0
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
160
Lampiran 5. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan dukungan sosial Pernyataan Dukungan Sosial 1. Mendapatkan bantuan (fisik dan non fisik) dari masyarakat dimana tinggal 2. Teman-teman dekat peduli dan memberikan bantuan (fisik dan non fisik) 3. Mendapatkan bantuan (fisik dan non fisik) dari orangtua dan keluarga lainnya 4. Mendapatkan bantuan (fisik dan non fisik) dari pemerintah dan LSM dalam negeri maupun luar negeri
Utuh (n=103) n %
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
Total (n=138) n %
94
91.3
17
85
14
93.3
12 5
90.6
98
95.1
17
85
15
100
13 0
94.2
93
90.3
15
75
13
86.7
12 1
87.7
10 0
97.1
17
85
13
86.7
13 0
94.2
Lampiran 6. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres fisik Pernyataan
1. Merasa pusing atau sakit kepala tanpa alasan
2. Merasa pegalpegal pada leher, punggung dan bahu 3. Perut terasa kembung/mulas/ mual/diare pada saat akan melakukan pekerjaan 4. Mengalami kejang otot/kram dan
Jawaban
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total Tidak pernah Kadangkadang Sering Total Tidak pernah Kadangkadang Sering Total Tidak pernah
Utuh (n=103) n % 54. 56 4 39. 41 8 6 5.8 10 100 3 31. 32 1 61. 63 2 8 7.8 10 100 3 72. 75 8 24. 25 3 3 2.9 10 100 3 55. 57 3
Duda (n=20) n % 1 55 1
Janda (n=15) n % 46. 7 7 53. 8 3 0 0 10 15 0
9
45
0 2 0
0 10 0
5
25
3
75
11
0 10 0
1
1 5 0 2 0 1 1
15
20 73. 3 6.7 10 0
Total (n=138) n % 74
53.6
58
42.0
6 13 8
4.3 100. 0
40
29.0
89
64.5
9 13 8
6.5 100. 0
55
12
80
98
71.0
9
45
3
20
37
26.8
0 2 0
0 10 0
0
0 10 0
3 13 8
2.2 100. 0
9
45
40
72
52.2
15 6
Indeks
161 Kadangkadang Sering
tangan gemetaran
5. Mengalami sembelit/susah buang air besar dan lebih sering buang air kecil
6. Jantung terasa berdenyut lebih cepat dari biasanya atau tensi tinggi
7. Merasa letih/ lesu/lemas yang luar biasa atau terasa tenaga terkuras habis
9 10 3
Total
80. 6 16. 5 2.9
17 3 10 3
Total
100 73. 8 24. 3 1.9
76
Tidak pernah Kadangkadang Sering
25 2 10 3
Total
100 52. 4 42. 7 4.9
54
Tidak pernah Kadangkadang Sering
44 5 10 3
Total
65 31. 1 3.9
32
Total
100
50
8
5 10 0
1 15
75
11
4
20
4
1 2 0 1 2
5 10 0
0
60
11
7
35
4
1 2 0
5 10 0
0
7
35
7
55
7
10 10 0
1
1 1 2 2 0 1 1
100
67
4 10 3
1 0 1 2 0 1 5
100
83
Tidak pernah Kadangkadang Sering
Tidak pernah Kadangkadang Sering 8. Tekanan darah menjadi naik
35. 9 8.7
37
15
15
15
53. 3 6.7 10 0 73. 3 26. 7 0 10 0 73. 3 26. 7 0 10 0 46. 7 46. 7 6.7 10 0 73. 3
55
39.9
11 13 8 10 9
8.0 100. 0
25
18.1
4 13 8
2.9 100. 0
99
71.7
36
26.1
3 13 8
2.2 100. 0
68
49.3
62
44.9
8 13 8
5.8 100. 0
89
64.5
79.0
55
11
8
40
3
20
43
31.2
1 2 0
5 10 0
1
6.7 10 0
6 13 8
4.3 100. 0
15
Lampiran 7. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres psikis Pernyataan
Jawaban
1. Mengalami mimpi-mimpi buruk
Tidak pernah Kadangkadang Sering
2. Merasa tidak tenang/tegan g/ cemas/ terancam/geli sah
Total Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
Utuh (n=103)
Duda (n=20) n 5 1 4 1 2 0 6 1 2 2 2 0
n
%
57
55.3
40 6 10 3 47
38.8 5.8
49 7 10 3
47.6 6.8
100 45.6
100
Janda (n=15)
% 25
n 6
% 40
70 5
6 3 1 5 4
40 20
100 30 60 10 100
9 2 1 5
100 26.7 60 13.3 100
Total (n=138) n
%
68
49.3
60 10 13 8 57
43.5 7.2 100. 0 41.3
70 11 13 8
50.7 8.0 100. 0
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
162
3.
Merasa putus asa sehingga ingin mengakhiri hidup
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
4.
Merasa pesimis tentang masa depan
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
5. Merasa gugup/ grogi/bingung bila berhadapan dengan tamu
6. Merasa sedih sekali dan ingin menangis
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
7. Merasa tidak sabar dan cepat marah tanpa sebab
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
88
85.4
12 3 10 3
11.7 2.9
71
68.9
27 5 10 3
26.2 4.9
79
76.7
23 1 10 3 49
22.3 1
40 14 10 3
38.8 13.6
70
68
26 7 10 3
25.2 6.8
100
100
100 47.6
100
100
1 5 3 2 2 0 1 3 5 2 2 0 1 6 4 0 2 0 3 1 6 1 2 0 1 2 5 3 2 0
75 15 10 100 65 25 10 100 80 20 0 100 15 80 5 100 60 25 15 100
1 3
11 6
84.1
100
17 5 13 8
12.3 3.6 100. 0
86.7
2 0 1 5 1 3
13.3 0
86.7
97
70.3
2 0 1 5 1 2
13.3 0
34 7 13 8 10 7
24.6 5.1 100. 0
3 0 1 5 4
20 0
30 1 13 8 56
21.7 0.7 100. 0 40.6
100
64 18 13 8
46.4 13.0 100. 0
100 80
100 26.7
77.5
8 3 1 5 1 1
53.3 20
73.3
93
67.4
4 0 1 5
26.7 0
35 10 13 8
25.4 7.2 100. 0
100
Lampiran 8. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres kognitif Pernyataan
1. Merasa sukar berkonsentr asi dalam melakukan pekerjaan 2. Tidak memiliki keinginan untuk
Jawaban
Utuh (n=103)
Duda (n=20)
n
n
%
n
%
n
%
%
Janda (n=15)
Total (n=138)
Tidak pernah Kadangkadang Sering
13
65
12
80
72
69.9
97
70.3
7 0
35 0
3 0
20
100
15
26 5 10 3
25.2 4.9
Total
13
65
11
84
81.6
36 5 13 8 10 8
26.1 3.6 100. 0
Tidak pernah Kadangkadang
20 0 10 0 73. 3
7
35
3
20
16
15.5
26
18.8
100
78.3
Indeks
163 Sering
bekerja
3. Daya ingat menurun
4. Pikiran hanya tertuju pada satu persoalan saja
5. Cepat merasa jenuh
0
0
1
Total
20
100
15
Tidak pernah Kadangkadang Sering
13
65
11
7 0
35 0
4 0
Total
20
100
15
Tidak pernah Kadangkadang Sering
13
65
13
7 0
35 0
2 0
Total
20
100
15
Tidak pernah Kadangkadang
10
50
10
10
50
3
0
0
2
20
100
15
Sering Total
6.7 10 0 73. 3 26. 7 0 10 0 86. 7 13. 3 0 10 0 66. 7
3 10 3
2.9
4 13 8 10 5
2.9 100. 0
100
81
78.6
21 1 10 3
20.4 1 100
32 1 13 8
23.2 0.7 100. 0
70
68
96
69.6
30 3 10 3
29.1 2.9 100
39 3 13 8
28.3 2.2 100. 0
64
62.1
84
60.9
20 13. 3 10 0
35
34
48
34.8
4 10 3
3.9
6 13 8
4.3 100. 0
100
76.1
Lampiran 9. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres perilaku yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami Pernyataan
1. Merokok lebih dari satu bungkus
Jawaban Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
5. Melemparkan persoalan yang dihadapi kepada orang lain
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
9. Mengalami kehilangan minat untuk melakukan hubungan intim dengan suami/istri
Tidak pernah Kadangkadang Sering
Utuh (n=103) n % 70. 73 9 25. 26 2 4 10 3 91 10 2 10 3 83 18 2
3.9 100 .0 88. 3 9.7 1.9 100 .0 80. 6 17. 5 1.9
Duda (n=20) n % 35. 7 0 40. 8 0 25. 5 0 2 100 0 .0 1 85. 7 0 10. 2 0 1 5.0 2 100 0 .0 1 75. 5 0 15. 3 0 2 10.
Janda (n=15) n % 1 86. 3 7 1
6.7
1 1 5 1 2
6.7 100 .0 80. 0 13. 3 6.7 100 .0 86. 7 13. 3 0.0
2 1 1 5 1 3 2 0
Total (n=138) n % 67. 93 4 25. 35 4 10 13 8 12 0 14 4 13 8 11 1 23 4
7.2 100 .0 87. 0 10. 1 2.9 100 .0 80. 4 16. 7 2.9
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
164
Total
13. Mengalami sukar tidur atau tidur terlalu lama
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
17. Tidak mau bersosialisasi dengan orang lain
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
21. Kehilangan nafsu makan atau sebaliknya nafsu makan tinggi
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
25. Berbicara sendiri
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
29. Sering melamun/termenu ng
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total
33. Mudah melakukan kecelakaan (memecahkan piring. gelas. tertusuk jarum dan sebagainya 38. Mencelakakan diri sendiri
Tidak pernah Kadangkadang Sering Total Tidak pernah
10 3
100 .0 53. 4 41. 7
2 0 1 0
4.9 100 .0 80. 6 17. 5 1.9 100 .0 52. 4 41. 7
3 2 0 1 5
92
5.8 100 .0 89. 3
2 2 0 1 8
8
7.8
0
3 10 3
2.9 100 .0 52. 4 39. 8
2 2 0
92
7.8 100 .0 89. 3
2 2 0 1 8
9
8.7
0
2 10 3
1.9 100 .0
96
93. 2
55 43 5 10 3 83 18 2 10 3 54 43 6 10 3
54 41 8 10 3
0 100 .0 50. 0 35. 0 15. 0 100 .0 75. 0 20. 0 5.0 100 .0 45. 0 45. 0 10. 0 100 .0 90. 0
100 .0 46. 7 46. 7
13 8
9 13 8 10 8
7
6.7 100 .0 66. 7 33. 3 0.0 100 .0 53. 3 46. 7
59
6.5 100 .0 78. 3 19. 6 2.2 100 .0 51. 4 42. 8
0 1 5 1 4
0.0 100 .0 93. 3
8 13 8 12 4
5.8 100 .0 89. 9
0.0 10. 0 100 .0 45. 0 45. 0 10. 0 100 .0 90. 0
1
6.7
9
6.5
0 1 5
5 13 8
57
3.6 100 .0 49. 3 41. 3
3 1 5 1 4
0.0 100 .0 33. 3 46. 7 20. 0 100 .0 93. 3
13 13 8 12 4
9.4 100 .0 89. 9
1
6.7
10
7.2
2 2 0
0.0 10. 0 100 .0
0 1 5
0.0 100 .0
4 13 8
2.9 100 .0
1 8
90. 0
1 3
86. 7
12 7
92. 0
7
4 1 2 0 9 9
9 9
1 5 7 7 1 1 5 1 0 5 0 1 5 8
5 7
72 57
27 3 13 8 71
68
100 .0 52. 2 41. 3
Indeks
165 Kadangkadang Sering Total
5
4.9
0
2 10 3
1.9 100 .0
2 2 0
0.0 10. 0 100 .0
2
13. 3
7
5.1
0 1 5
0.0 100 .0
4 13 8
2.9 100 .0
Lampiran 10. Sebaran contoh berdasarkan penyebab stres yang dihadapi keluarga dengan menggunakan skala Holmes dan Rahe Penyebab Stres 1. Kematian pasangan 2. Kehilangan anggota keluarga seluruhnya 3. Kehilangan aset seluruhnya 4. Kehilangan sebagian asset 5. Kematian anggota keluarga dekat 6. Cedera serius atau penyakit 7. Kematian teman dekat 8. Kehilangan pekerjaan 9. Pinjaman keuangan 10. Pindah tempat tinggal
Utuh (n=103) n % 0 0
Duda (n=20) n % 20 100
Janda (n=15) n % 15 100
0
0
4
20
2
13.3
73 62
70.9 60.2
17 15
85 75
11 9
64 17 61 47 23 50
62.1 16.5 59.2 45.6 22.3 48.5
18 5 14 10 4 10
90 25 70 50 20 50
15 7 10 7 7 5
Total (n=138) n % 35 25.4
73.3 60
6 10 1 86
4.3 73.2 62.3
100 46.7 66.7 46.7 46.7 33.3
97 29 85 64 34 65
70.3 21.0 61.6 46.4 24.6 47.1
Lampiran 11. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping plantul problem solving Perilaku Coping
Jawaban
Utuh (n=103) n
1. Saya berusaha lebih dari biasanya supaya saya bisa berhasil menyelesaikan masalah saya
2. Membuat perencanaan dan melaksanakann ya
Tidak Pernah KadangKadang
%
Duda (n=20) n
%
Janda (n=15)
Total (n=138)
n
n
%
%
1
1
1
5
0
0
2
1.4
1
1
0
0
0
1
0.7
Sering
13
12.6
3
15
5
88 10 3 0
85.4
16
80
10
100 0
20 2
100 10
15 0
21 11 4 13 8 2
15.2
Sering Sekali
0 33. 3 66. 7 10 0 0
1
1
1
5
0
2
1.4
Sering
21
20.4
0
0
4
18.1
Sering Sekali Total
81 10
78.6 100
17 20
85 100
11 15
25 10 9 13
Total Tidak Pernah KadangKadang
0 26. 7 73. 3 10
82.6 100. 0 1.4
79.0 100.
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
166
3 3. Saya berkonsentrasi pada apa yang harus saya lakukan
4. Mencari poskoposko bantuan dari pemerintah dan swasta
KadangKadang Sering
6. Mencari pinjaman kepada tetangga yang masih memilikinya
7. Mengubah gaya hidup supaya segala sesuatu akan menjadi lebih baik
8
0
1 26 11 1 13 8 3
0.7 18.8
10
7.2
20 10 5 13 8
14.5
54
39.1
38 23
27.5 16.7
23 13 8 54
16.7 100. 0 39.1
40
29.0
20 24 13 8 8
14.5 17.4 100. 0 5.8
8 69
5.8 50.0
53 13 8
38.4 100. 0
1 18
1 17.5
0 2
0 10
0 6
0 40
84 10 3 3
81.6
18
90
9
100 2.9
20 0
100 0
15 0
60 10 0 0
9
8.7
0
0
1
Sering
17
16.5
1
5
2
Sering Sekali
74 10 3
71.8
19
95
12
100
20
100
15
Tidak Pernah KadangKadang Sering
42
40.8
7
35
5
30 15
29.1 14.6
3 5
15 25
5 3
Sering Sekali
16 10 3 40
15.5
5
25
2
100 38.8
20 8
100 40
15 6
31
30.1
5
25
4
15 17 10 3 7
14.6 16.5
3 4
15 20
2 3
100 6.8
20 1
100 5
15 0
5 54
4.9 52.4
2 9
10 45
1 6
37 10 3
35.9
8
40
8
100
20
100
15
Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang
Total
5. Menjual aset/barang yang masih dimiliki
0
Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total
6.7 13. 3 80 10 0 33. 3 33. 3 20 13. 3 10 0 40 26. 7 13. 3 20 10 0 0 6.7 40 53. 3 10 0
80.4 100. 0 2.2
76.1 100. 0
Lampiran 12. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping confrontatif Perilaku Coping 1. Berusaha
Jawaban Tidak Pernah
Utuh (n=103)
Duda (n=20)
n
n
% 3
2.9
% 1
5
Janda (n=15)
Total (n=138)
n
n
1
% 6.7
5
% 3.6
Indeks
menghubungi orang yang bertanggung jawab terhadap masalah
167 KadangKadang Sering
12
Sering Sekali
86
Total
2. Saya membiarkan perasaan atau emosi saya keluar
57
Sering
13
Sering Sekali
17
16
103
Tidak Pernah KadangKadang
60
Sering Sering Sekali
14 9
Total 4. Saya mencoba melakukan sesuatu walau tidak yakin akan berhasil, tetapi paling tidak saya telah berbuat
103
Tidak Pernah KadangKadang
Total 3. Mengambil suatu kesempatan yang besar walaupun itu sangat beresiko
2
20
103
Tidak Pernah KadangKadang
19
Sering
59
Sering Sekali
23
Total
2
103
1.9 11. 7 83. 5 10 0 55. 3 15. 5 12. 6 16. 5 10 0 58. 3 19. 4 13. 6 8.7 10 0 18. 4 1.9 57. 3 22. 3 10 0
1
5
0
0
3
2.2
0
0
0 14
20
90 10 0
12 11 8 13 8
8.7
18
85.5 100. 0
12
60
8
0 93. 3 10 0 53. 3
77
55.8
1
5
0
17
12.3
5
25
5
23
16.7
2
2
20
10 10 0
15
21 13 8
15.2 100. 0
11
55
10
81
58.7
8
40
2
30
21.7
1 0
2 1
20
5 0 10 0
15
0 33. 3 13. 3 10 0 66. 7 13. 3 13. 3 6.7 10 0
17 10 13 8
12.3 7.2 100. 0
4
20
0
0
23
16.7
3
15
1
6
4.3
8
40
10
77
55.8
5
25 10 0
4
6.7 66. 7 26. 7 10 0
32 13 8
23.2 100. 0
20
15
15
Lampiran 13. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping seeking social support Perilaku Coping
Jawaban
Utuh (n=103) n
1. Saya berusaha bertanya pada orang-orang yang pernah mengalami hal yang sama tentang apa
Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali
%
Duda (n=20) n
%
Janda (n=15)
Total (n=138)
n
n
%
%
1
1
1
5
0
0
2
1.4
2
1.9
0
0
0
0
2
1.4
16
15.5
1
5
1
6.7
13.0
84
81.6
18
90
14
93.3
18 11 6
84.1
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
168
yang mereka 2. Saya berusaha meminta nasehat kepada saudara atau tetangga apa yang harus dilakukan 3. Saya berusaha berbicara pada seseorang untuk mencari informasi dan dapat membantu saya secara konkrit 4. Saya berusaha membicarakan permasalahan yang saya hadapi kepada orang lebih profesional seperti psikolog atau psikiater
5. Saya menerima simpati dan pengertian dari orang lain
Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total
10 3
100
20
100
15
100
13 8
100. 0
6
5.8
4
20
0
0
10
7.2
6
5.8
2
10
2
13.3
10
7.2
31
30.1
4
20
2
13.3
37
26.8
60 10 3
58.3
10
50
11
73.3
100
20
100
15
100
81 13 8
58.7 100. 0
4
3.9
1
5
0
0
5
3.6
5
4.9
2
10
2
13.3
9
6.5
50
48.5
8
40
5
33.3
63
45.7
44 10 3
42.7
9
45
8
53.3
100
20
100
15
100
61 13 8
44.2 100. 0
27
26.2
5
25
3
20
35
25.4
7
6.8
4
20
1
6.7
12
8.7
29
28.2
5
25
4
26.7
38
27.5
40 10 3
38.8
6
30
7
46.7
100
20
100
15
100
53 13 8
38.4 100. 0
38
36.9
6
30
5
33.3
49
35.5
15
14.6
5
25
1
6.7
21
15.2
26
25.2
3
15
2
13.3
31
22.5
24 10 3
23.3
6
30
7
46.7
100
20
100
15
100
37 13 8
26.8 100. 0
Lampiran 14. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping positive reappraisal Perilaku Coping 1. Saya lebih banyak shalat, berdo'a, berzikir dan lebih dekat diri
Jawaban Tidak Pernah
Utuh (n=103)
Duda (n=20)
n
n
%
Janda (n=15)
%
n
Total (n=138)
%
n
1
1
1
5
0
0
2
Sering
17
16.5
2
10
0
Sering Sekali
85
82.5
17
85
15
0 10 0
19 11 7
% 1.4 13. 8 84. 8
Indeks
pada Allah SWT 2. Saya percaya Allah mendengarkan do’a saya
169 10 3
100
20
10 0
15
10 0
13 8
100 .0
2
1.9
0
0
0
0
2
Sering
17
16.5
1
5
0
Sering Sekali
84 10 3
81.6
19
15
100
20
95 10 0
0 10 0 10 0
18 11 8 13 8
1.4 13. 0 85. 5 100 .0
1
1
0
0
0
1
Sering
16
15.5
4
20
2
Sering Sekali
86 10 3
83.5
16
13
100
20
80 10 0
5
4.9
1
5
2
0 13. 3 86. 7 10 0 13. 3
7
6.8
1
5
0
Sering
34
33
4
20
4
Sering Sekali
57 10 3 2
55.3
14
9
100 1.9
20 0
70 10 0 0
15 0
2
1.9
1
5
0
Sering
37
35.9
5
25
2
Sering Sekali
62 10 3
60.2
14
13
100
20
70 10 0
Total KadangKadang
Total KadangKadang 3. Saya bersyukur dengan apa yang masih saya miliki
Total
4. Saya mendapat ilham untuk melakukan sesuatu yang lebih kreatif
5. Pengalaman ini merubah saya menjadi orang yang lebih baik
Tidak Pernah KadangKadang
Total Tidak Pernah KadangKadang
Total
15
15
15
22 11 5 13 8
0.7 15. 9 83. 3 100 .0
8
5.8
8
5.8 30. 4 58. 0 100 .0 1.4
0 26. 7
42
60 10 0 0
80 13 8 2
0 13. 3 86. 7 10 0
3
2.2 31. 9 64. 5 100 .0
44 89 13 8
Lampiran 15. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping accepting responsibility Perilaku Coping
Utuh (n=103)
Duda (n=20)
Janda (n=15)
Total (n=138)
n
%
n
%
n
%
n
5
4.9
0
0
1
6.7
6
4.3
8
7.8
2
10
1
6.7
11
8.0
Sering
36
20 66. 7
32.6
60
3 1 0
45
54
6 1 2
30
Sering Sekali
35 52. 4
76
55.1
Total
10
10
2
10
1
10
13
100.
Jawaban Tidak Pernah KadangKadang
1. Mengeritik/intros peksi diri sendiri
%
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
170
3
2. Saya menyadari permasalahan ini terjadi karena kesalahan saya sendiri
Tidak Pernah KadangKadang
40
Sering
24
Sering Sekali
24 10 3
0 38. 8 14. 6 23. 3 23. 3 10 0
6
5.8
0
0
0
0
6
4.3
0
0
1
5
0
1
0.7
Sering
36
31.2
70 10 0
2 1 3 1 5
43
61 10 3
5 1 4 2 0
25
Sering Sekali
35 59. 2 10 0
0 13. 3 86. 7 10 0
88 13 8
63.8 100. 0
6
5.8
0
0
0
0
6
4.3
5
4.9 58. 3 31. 1 10 0
0
0
0
5
3.6
8 1 2 2 0
40
4 1 1 1 5
0 26. 7 73. 3 10 0
72
52.2
55 13 8
39.9 100. 0
Total
3. Saya belajar hidup dalam kondisi seperti ini
Tidak Pernah KadangKadang
Total
4. Saya bisa menerima semua yang telah terjadi dan tidak bisa dirubah kembali
Tidak Pernah KadangKadang
15
Sering
60
Sering Sekali
32 10 3
Total
0
0
5
0
8
0
6
30
6
52
37.7
3
15
4
40 26. 7
22
15.9
2
10
0
26
18.8
9 2 0
45 10 0
5 1 5
0 33. 3 10 0
38 13 8
27.5 100. 0
60 10 0
Lampiran 16. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping self controlling Perilaku Coping
Jawaban
1. Saya berfikir terlebih dahulu apa yang ingin saya lakukan
Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali
2. Saya menolak /menghindari untuk melakukan sesuatu secara
Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali
Utuh (n=103) n %
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
Total (n=138) n %
1
1
1
5
0
0
2
1.5
2 25
1.9 24.3
0 2
0 10
0 2
0 13.3
2 29
1.4 21.0
75 10 3
72.8
17
85
13
86.7
105
100
20
100
15
100
138
76.1 100. 0
4
3.9
1
5
0
0
5
3.6
7 30
6.8 29.1
1 3
5 15
0 3
0 20
8 36
5.8 26.1
62
60.2
15
75
12
80
89
64.5
Indeks
tergesa-gesa 3. Saya memperhatik an seseorang yang saya kagumi menyelesaika n suatu masalah
171
Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total
10 3
100
20
100
15
100
138
100. 0
36
35
5
25
6
40
47
34.1
12 28
11.7 27.2
4 3
20 15
2 4
13.3 26.7
18 35
13.0 25.4
27 10 3
26.2
8
40
3
20
38
100
20
100
15
100
138
27.5 100. 0
Lampiran 17. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping Distancing Perilaku Coping
Jawaban
1. Saya tidak mau memikirkan permasalahan itu terlalu serius
Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali
2 Bersikap biasa saja, seolaholah tidak pernah terjadi apa-apa
Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali
3. Saya mencoba untuk melupakan segalanya
Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total
Utuh (n=103) n %
Duda (n=20) n %
Janda (n=15) n %
Total (n=138) n %
26
25.2
4
20
1
6.7
31
22.5
28 32
27.2 31.1
7 1
35 5
6 3
40 20
41 36
29.7 26.1
17 10 3
16.5
8
40
5
33.3
30
100
20
100
15
100
138
21.7 100. 0
36
35
6
30
8
53.3
50
36.2
30 22
29.1 21.4
6 2
30 10
3 1
20 6.7
39 25
28.3 18.1
15 10 3
14.6
6
30
3
20
24
100
20
100
15
100
138
17.4 100. 0
31
30.1
7
35
8
53.3
46
33.3
21 26
20.4 25.2
1 4
5 20
2 1
13.3 6.7
24 31
17.4 22.5
25 10 3
24.3
8
40
4
26.7
37
100
20
100
15
100
138
26.8 100. 0
Lampiran 18. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping escape avoidance Perilaku Coping
Jawaban
Utuh (n=103) n
%
Duda (n=20) n
%
Janda (n=15) n
%
Total (n=138) n
%
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
172
1. Saya berharap ada keajaiban yang terjadi
2. Saya berusaha menenangkan perasaan dengan merokok, mendengarkan musik, menonton, mabuk dan minum obat penenang
3. Melemparkan permasalahan kepada orang lain
4. Melupakan permasalahan dengan tidur lebih lama dari biasanya
5. Saya menyadari kalau saya kecewa dan saya membiarkan diri saya hanyut dalam kekecewaan tersebut
Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali
Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total Tidak Pernah KadangKadang Sering Sering Sekali Total
41
39.8
5
25
6
40
52
37.7
8 31
7.8 30.1
0 5
0 25
1 4
6.7 26.7
9 40
6.5 29.0
23 10 3
22.3
10
50
4
26.7
100
20
100
15
100
26.8 100. 0
88
85.4
13
65
12
80
37 13 8 11 3
7 1
6.8 1
2 2
10 10
0 1
0 6.7
9 4
6.5 2.9
7
6.8
3
15
2
13.3
12
8.7
10 3
100
20
100
15
100
100. 0
88
85.4
18
90
11
73.3
13 8 11 7
7 2
6.8 1.9
0 1
0 5
0 1
0 6.7
7 4
5.1 2.9
6 10 3
5.8
1
5
3
20
100
20
100
15
100
10 13 8
7.2 100. 0
57
55.3
10
50
9
60
76
55.1
30 7
29.1 6.8
7 1
35 5
4 1
26.7 6.7
41 9
29.7 6.5
9 10 3
8.7
2
10
1
6.7
100
20
100
15
100
8.7 100. 0
89
86.4
17
85
13
86.7
12 13 8 11 9
5 4
4.9 3.9
0 1
0 5
0 1
0 6.7
5 6
3.6 4.3
5
4.9
2
10
1
6.7
8
5.8
10 3
100
20
100
15
100
13 8
100. 0
Lampiran 19. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan fungsi ekspresif keluarga
81.9
84.8
86.2
Indeks
Pernyataan fungsi ekspresif keluarga
173 Utuh (n=103)
Duda (n=20)
n
n
%
%
Janda (n=15) n
%
Total (n=138) n
%
174
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
1. Pasca gempa dan tsunami keluarga lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT 2. Mengajarkan anggota keluarga untuk shalat tepat waktu 3. Kasih sayang antara contoh dan keluarga tetap dirasakan pasca gempa dan tsunami 4. Merencanakan untuk menambah anggota keluarga baru 5. Komunikasi antara suami- istri, ayah-anak dan ibu-anak tetap berjalan baik pasca gempa dan tsunami 6. Jika berpergian, contoh selalu pulang tepat waktu 7. Memberitahukan ke rumah kalau pulang terlambat 8. Anggota keluarga selalu berbuat sesuai dengan apa yang diucapkannya 9. Mengajak anak-anak untuk peduli kepada sesama yang ditimpa musibah atau yang mengalami kesulitan 10. Pernah memberikan tanggung jawab terhadap sesuatu pekerjaan kepada anggota keluarga 11. Mendengarkan dengan seksama keluhan atau protes terhadap ketetapan yang dibuat 12. Menghargai setiap pilihan yang dilakukan oleh anggota keluarga 13. Mengajari anggota keluarga untuk menghargai pendapat orang lain 14. Pernah minta maaf kepada anggota keluarga atas kesalahan yang contoh lakukan 15. Menyuruh anggota keluarga minta maaf atas kesalahan yang dilakukan baik kepada orang tua, saudara dan temannya 16. Mengerti keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga 17. Menghargai pendapat
10 2
99
20
10 0
13
86.7
13 5
97.8
10 2
99
19
95
13
86.7
13 4
97.1
10 1
98.1
19
95
14
93.3
13 4
97.1
50
48.5
11
55
4
26.7
65
47.1
99
96.1
13
65
14
93.3
12 6
91.3
96
93.2
14
70
12
80
98
95.1
14
70
13
86.7
99
96.1
17
85
15
100
13 1
94.9
97
94.2
17
85
14
93.3
12 8
92.8
85
82.5
14
70
12
80
11 1
80.4
95
92.2
13
65
13
86.7
12 1
87.7
97
94.2
15
75
15
100
12 7
92.0
10 0
97.1
16
80
13
86.7
12 9
93.5
95
92.2
16
80
13
86.7
12 4
89.9
98
95.1
16
80
13
86.7
12 7
92.0
95
92.2
16
80
14
93.3
12 5
90.6
99
96.1
18
90
14
93.3
13
94.9
12 2 12 5
88.4 90.6
Indeks
175
anggota keluarga dalam mengatasi masalah keluarga
1
Lampiran 20. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan fungsi instrumental keluarga Pernyataan Fungsi Instrumental Keluarga 1. Hubungan kekeluargaan tetap terjalin dengan baik pasca gempa dan tsunami 2. Tetap berhubungan baik dengan kerabat pasca gempa dan tsunami 3. Mewakili keluarga untuk mengikuti kegiatan sosial 4. Berusaha untuk membangun atau merenovasi kembali rumah yang hancur akibat gempa dan tsunami 5. Bertanggung jawab terhadap keamanan di rumah 6. Berusaha mencari sekolah terbaik untuk anak 7. Selain sekolah, juga mencarikan tempat yang terbaik untuk anak mengikuti pendidikan keagamaan 8. Berusaha mencari bantuan/beasiswa untuk sekolah anak 9. Selain beasiswa, mencari bantuan lain seperti makanan, kesehatan, perumahan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga keluarga 10. Membantu mencarikan pekerjan bagi anggota keluarga yang sudah tidak bersekolah/ dewasa 11. Membina hubungan baik dengan guru dan kepala sekolah 12. Membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar 13. Membina hubungan baik dengan LSM yang sedang melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi akibat gempa dan tsunami 14. Mengajarkan sesuatu
Utuh (n=103)
Duda (n=20)
Janda (n=15)
Total (n=138)
n
%
n
%
n
%
n
%
101
98.1
19
95
14
93.3
13 4
97.1
102
99
20
10 0
14
93.3
13 6
98.6
63
61.2
15
75
7
46.7
85
61.6
90
87.4
16
80
9
60
11 5
83.3
99
96.1
19
95
14
93.3
78
75.7
14
70
9
60
79
76.7
16
80
13
86.7
10 8
78.3
64
62.1
11
55
8
53.3
83
60.1
77
74.8
16
80
12
80
10 5
76.1
75
72.8
15
75
11
73.3
10 1
73.2
72
69.9
15
75
12
80
99
71.7
101
98.1
19
95
15
100
13 5
97.8
97
94.2
17
85
14
93.3
12 8
92.8
83
80.6
13
65
11
73.3
10
77.5
13 2 10 1
95.7 73.2
176 keterampilan kepada anggota keluarga 15. Anggota keluarga ikut membantu pekerjaan di rumah 16. Selain pekerjaan tetap, juga memiliki pekerjaan sampingan 17. Masih bisa menabung 18. Keluarga memiliki asuransi untuk kesehatan 19. Keluarga memiliki asuransi untuk pendidikan anggota keluarga ke depan 20. Mengelola/mengatur keuangan keluarga dengan baik 21. Memutuskan berapa besar anggaran yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari 22. Memutuskan untuk membeli barang berharga
Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh
7 91
88.3
17
85
12
80
12 0
87.0
45
43.7
6
30
5
33.3
56
40.6
62
60.2
16
80
7
46.7
85
61.6
28
27.2
5
25
3
20
36
26.1
23
22.3
4
20
3
20
30
21.7
95
92.2
17
85
14
93.3
12 6
91.3
96
93.2
18
90
12
80
12 6
91.3
48
46.6
9
45
5
33.3
62
44.9
Indeks
177
RIWAYAT PENULIS Siti Maryam dilahirkan di Pangkalan Susu tanggal 20 Mei 1960. Anak kedua dari tujuh bersaudara dari Bapak Samaun dan Ibu Saerah. Pada tanggal 18 Agustus 1987, penulis menikah dengan Drh. Fadli A. Gani dan dikaruniai 3 (tiga) orang putri yaitu Fatmawati, Nadia Isnaini, Rizka Fadila dan satu putra, Muhammad Taufik. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Pangkalan Susu pada tahun 1974. Kemudian melanjutkan ke SMP Negeri II Binjai, Sumatera Utara dan tamat pada tahun 1977. Selanjutnya penulis memasuki SPG Negeri Bireuen Aceh Utara dan tamat pada tahun 1981. Pada tahun itu juga penulis mengikuti Program S-I dengan Program Studi Tata Boga, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Jenjang pendidikan tersebut dapat diselesaikan pada tahun 1986. Pada tahun 1987 penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai tenaga pengajar di SMKK Negeri Aceh Timur. Pada tahun 1989 penulis mutasi ke Banda Aceh mengikuti Suami dan mengabdi pada SMK Negeri 3. Pada bulan Juni 2003 penulis mutasi ke Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Pada tahun ajaran 1999/2000 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan Program Pascasarjana S2 di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan Program S3 di program studi yang sama dan lulus dengan desertasi yang berjudul ”Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” dan diterbitkan menjadi buku yang ada di tangan pembaca ini.