BAB 1 LAPORAN KASUS
Identitas Pasien Nama
: An. F
Usia
: 10 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki BB
: 10 Kg
Alamat
: Dsn grompol, Kediri
Anamnesis 1. Keluhan utama : Panas RPS : Ibu pasien mengatakan bahwa pasien panas sejak jum’at malam (3 hari) sebelum masuk rumah sakit. Panasnya naik turun, naik terutama pada malam hari. Batuk 3 hari grok-grok dahak warna putih. Pilek (+). Sesak (-), Sebelumnya pasien sering sakit seperti ini namun baru pertama kali ini di rawat di rumah sakit, mual (-) muntah (-), hari selasa dan rabu sempat mencret (+) lembek sehari 2x tidak ada darah dan tidak ada lendir, BAK (+), makan minum mau, mimisan (-), gusi berdarah (-). Sabtu pagi sebelum di bawa ke IGD RSBK pasien sempat di bawa ke dokter dengan hasil Lab : -
Hb 6,9
-
PLT 408.000
-
Leukosit 9.59
-
MCV 52
-
MCH 16,6
1
2
2. RPD : Riwayat MRS (-) Sakit tifus (-) Demam berdarah (-) Alergi obat/makanan (-). 3. RPK : Riwayat asma di keluarga (-) riwayat keluarga yang sakit seperti ini (-). 4. Riwayat Pengobatan : Sudah berobat diberi puyer, tapi keluhan tidak berkurang. 5. Riwayat Persalinan : SC. 6. Riwayat Gizi : Minum asi dan dikombinasikan dengan susu formula SGM sampai sekarang. 7. Riwayat Imunisasi Lengkap (kurang 1x IPV) 8. Riwayat Tumbuh Kembang Denver II: Motorik Kasar
: tengkurap, membalik badan, bisa duduk
Motorik Halus
:
Verbal
:
Sosial
:
3
PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN AWAL DI IGD (5 Februari 2019, jam 13.00) Pemeriksaan Umum -
Keadaan umum
: Cukup
-
Kesadaran
: CM
-
Tanda vital
:
-
Nadi
: 112x/ menit
-
RR
: 22x/ menit
-
Suhu
: 38,4° C
-
BB
: 8 kg
Kepala/Leher Mata
: Anemis -/-, ikterus -/-, cekung -/-.
Mulut
: Pucat (-), sianosis (-), mukosa bibir kering (-).
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax Pulmo : Ronkhi kasar (+/+), wheezing (-/-) , vesikuler +/+, retraksi interkostal(-) Cor : S1/S2 tunggal, murmur (-) Abdomen Bising usus (+) normal, soefl, hepar dan lien tidak teraba, timpani seluruh lapangan abdomen Ekstremitas Akral hangat, kering, merah, edema -/-
4
Riwayat terapi di IGD -
Inf. NaCl 0,9% 600cc/24jam
-
Inj. Santagesic 3x50 mg
-
Inj. Ranitidine 2x0,5 amp 5mg
-
PO ambroxol 1/30
-
PO tremenza 1/30
Mfla pulv no IV 3x1 pulv
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DILAKUKAN DI IGD : -
Darah Lengkap, hapusan darah
5
PEMERIKSAAN SAAT PASIEN di R. Melati (6 Februari 2019 jam 09.00) PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum -
Keadaan umum
: Cukup
-
Kesadaran
: Komposmentis, GCS E4V5M6
-
Tanda vital
:
-
Nadi
: 120x/ menit
-
RR
: 26x/ menit
-
Suhu
: 37° C
-
Jenis kelamin
: Laki-laki
-
Usia
: 10 bulan
-
Berat Badan
: 8 kg
-
BB aktual
: n/2 + 4 = 10/2 + 4 = 9 kg
Kepala dan leher Kepala
: Normosefali
Kulit dan wajah
: wajah dalam batas normal
Mata
: konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, cekung (-), pupil isokor d 3mm/3mm
Hidung
: pernafasan cuping hidung (-), Keluar cairan dari hidung
(+) Lidah dan bibir
: sianosis (-) bibir normal, pucat (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), tonsil dbn, stomatitis (-)
Leher
: tidak ada pembesaran KGB
6
Thorax Pulmo : -Inspeksi
: retraksi intercostal (-), bentuk dada simetris
-Palpasi
: Pergerakan dinding dada simetris, nyeri tekan (-),CRT < 2 detik,
-Perkusi
: suara sonor lapang paru dextra dan sinistra
-Auskultasi
: Ves +/+
Rh
+ +
Wh
- -
Thorax Cor : -Inspeksi
: ictus kordis tidak tampak
-Palpasi
: ictus kordis tidak kuat angkat, thrill (-)
-Perkusi
: Batas jantung dbn
-Auskultasi
: S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi
: Perut datar
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: Soefl (+), nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, masa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, kering, merah, edema -/-
7
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap Hb 7,0 g/dl LED 80 mm/jam Leukosit 13,3/mm3 Eritrosit 4,38/mm3 PCV 25,0% Trombosit 628/mm3 Hapusan Darah - Eritrosit :Hipokrom Mikrositik, Cigar Cell (+), Ovalosit (+), Schitocyte (+) - Lekosit : Kesan jumlah normal, tidak ditemukan sel muda - Eos/Baso/Stab/Seg/Lymp/Mono : 1/-/-/62/31/6 - Trombosit : kesan jumlah meningkat morfologi normal - Kesan : anemia hipokrom mikrositik, cigar cell, ovalosit, schitocyte, trombositosis - Kesimpulan : anemia defisiensi besi DD anemia penyakit kronik
Diagnosis Problem List An. F, 10 bln Bronkitis Akut Anemia GEA Initial Diagnosis Bronkitis akut + Anemia Def FE + GEA PLANNING TERAPI: -
Inf KAEN 4B 12 tpm
-
Ampicillin 4x200 mg
8
-
Gentamicin 1x35 mg
-
Acran 2x10 mg
-
PO Sanmol 4-6x 0,8 ml
-
PO Vestein 3x1
-
L-Bio 1x1
Planning Monitoring 1. Monitoring keluhan (demam, batuk,pilek dan diare) 2. Vital Sign (Nadi, RR, Suhu) 3. Pemeriksaan Lab (DL) Planning Edukasi 1. Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, bahaya penyakit, pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, terapi yang akan diberikan dan pencegahan penyakit. 2. Setelah KRS orang tua diminta kontrol, untuk mengetahui perkembangan kesembuhan dari pasien, dan mencegah perburukan dari penyakitnya. 3. Langkah promotif/preventif: asupan nutrisi tetap diberikan sama seperti keadaan anak saat sehat dan mengurangi makanan yang banyak mengandung pengawet, pemanis buatan, dan pewarna makanan,kebersihan perorangan,
kebersihan
lingkungan,
mengajak
anak
untuk
aktif
berolahraga seperti diajak berjalan saat pagi hari, untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak.
9
TGL
Subjektif
Objektif
Assessment
06-02-
Batuk berdahak
Keadaan umum: cukup
2019
(+), BAB lembek
Kesadaran: Kompos mentis, moni
(+) 2x pagi ini
GCS E4V5M6 Tanda vital
Bronchopneu
Planning Planning Tx : -
Inf D5 ¼ NS 14 tpm
-
Ampicillin
:
mg
- Nadi
: 122x/ menit
- RR
: 30x/ menit
- Suhu
: 36,8° C
-
Acran 2x7,5 mg
-
Trovensis 3x15 mg
-
PO Sanmol 4-6x 0,5
Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/Thorax:
retraksi
dada (-),
dinding
cc -
CRT <2 detik
vesikuler/vesikuler+, ronchi, + +
-
-
-
-
-
PO Vest/Mef/Trilac 3x1
-
wheezing
-
4x150
PO
Trem/Hept/Acr
2x1
Abdomen : flat , Bising usus dbn, soefl, NT (-) hepar-lien tidak teraba besar Ekstremitas:
akral
hangat
(+), edema -/07-02-
Batuk berdahak
Keadaan umum: cukup
2019
(+), pilek (+),
Kesadaran: Kompos mentis,
Tx lanjut : -
GCS E4V5M6 Tanda vital
tpm :
-
- Nadi
: 124x/ menit
- RR
: 34x/ menit
- Suhu
: 36,0° C
Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/Thorax: dada (-),
Inf KAEN 4B 12
retraksi
dinding
CRT <2 detik
Ampicillin
4x200
mg -
Gentamicin 1x35 mg
-
Acran 2x12,5 mg
-
Trovensis 3x1 mg
-
Neb 3x/hari
(Vent+Pulmi)
10
-
vesikuler/vesikuler+, Ronchi (sedikit berkurang
PO vestein/trilac/zinc
wheezing
3x1
-
-
-
-
-
PO trem/ataroc/hept/acr 2x1
Abdomen : flat , Bising usus
-
L-Bio 1x1
dbn, soefl, NT (-) hepar-lien
-
Sanmol 4-6x0,8 ml
-
Inf KAEN 4B 12
tidak teraba besar Ekstremitas:
akral
hangat
(+), edema -/-
08-02-
Pasien sudah
Keadaan umum: cukup
2019
tampak lebih aktif
Kesadaran: Kompos mentis,
dibanding kemarin
GCS E4V5M6
yang tampak
Tanda vital
tpm -
Ampicilin 4x150 mg
:
-
Gentamicin 1x35 mg
lemas dan lebih
- Nadi
: 125x/ menit
-
Acran 2x7,5 mg
banyak tidur,
- RR
: 28x/ menit
-
Trovensis 3x1 mg
batuk berkurang,
- Suhu
: 36,5° C
-
Nebul (ventolin +
pilek (-)
Kepala/Leher: a/i/c/d -/-/-/-
Pasien bab normal
Thorax:
tidak ada darah
dada (-),
maupun lendir.
vesikuler/vesikuler+,
Makan dan minum
ronchi,
dbn.
retraksi
dinding
-
Sanmol 4-6x0,8
CRT <2 detik
-
Vest/trilac/zinc 3x1
-
Trem/ataroc/hept
wheezing
-
-
-
-
-
-
-
-
Abdomen : flat , Bising usus
KRS
dbn, soefl, NT (-) hepar-lien tidak teraba besar akral
2x1 -
Rencana untuk
Ekstremitas:
pulmicort) 3x/hari
hangat
L-Bio 1x1
11
(+), edema -/08-022019
KRS
12
BAB 2 PEMBAHASAN Melaporkan kasus An. F, Laki-laki, 10 bulan dengan keluhan panas sejak jum’at malam (3 hari) sebelum masuk rumah sakit. Panasnya naik turun, naik terutama pada malam hari. Batuk 3 hari grok-grok dahak warna putih. Pilek (+). Sesak (-), Sebelumnya pasien sering sakit seperti ini namun baru pertama kali ini di rawat di rumah sakit, mual (-) muntah (-), hari selasa dan rabu sempat mencret (+) lembek sehari 2x tidak ada darah dan tidak ada lendir, BAK (+), makan minum mau, mimisan (-), gusi berdarah (-). Saat ini adalah pertama kali pasien masuk rumah sakit, pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat, sebelumnya pasien suda sering sakit seperti ini serta keluarga juga tidak ada riwayat sakit yang seperti ini. Pasien dari lahir minum asi dan dikombinasikan dengan susu formula SGM sampai sekarang. Susu formula. Menurut keterangan ibu pasien, pasien mendapat imunisasi lengkap (kurang 1x IPV). Pemeriksaan fisik awal di IGD didapatkan suhu 38,4°C
dan dari
auskultasi didapatkan ronchi di kedua lapang paru. Pemeriksaan laboratorium dengan hasil : -
Hb 7,0
-
LED 80
-
Leukosit 13,3
-
Eritrosit 4,38
-
PCV 25,0
-
Trombosit 628 Data Follow up pada tanggal 8 Februari 2019 menunjukkan bahwa batuk
sudah berkurang. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan ronchi pada auskultasi.
13
Penegakan diagnosis Pasien mengalami panas 3 hari SMRS, batuk pilek dan BAB lembek. Pemeriksaan fisik didapatkan ronchi pada auskultasi. Hasil laboratorium darah lengkap didapatkan :
Bronkitis akut adalah peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran nafas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) yang berlangsung hingga 3 minggu. Sebagian besar bronkitis akut disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak memerlukan antibiotik. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.Antibiotik diperlukan apabila bronkitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri (pada sebagian kecil kasus bronkitis akut). Namun dokter masih sering memberikan antibiotik pada pengobatan bronkitis akut. Padahal antibiotik tidak mempercepat penyembuhan pada bronkitis akut tanpa komplikasi, dan justru pemberian antibiotik yang berlebihan dapat meningkatkan kekebalan kuman (resistensi) terhadap antibiotik.
14
Etiologi Bronkitis akut dapat disebabkan oleh : -
Infeksi virus 90% : adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dan lain-lain.
-
Infeksi
bakteri
:
Bordatella
pertussis,
Bordatella
parapertussis,
Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella) -
Jamur
-
Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.
Epidemiologi -
Bonkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronchitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang diatas 45 tahun.
15
-
Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau musim hujan (di daerah tropis)
-
Mulai seperti ISNA biasa, lalu turun ke bawah sesudah 2 – 4 hari.
Patofisiologi Bronchitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membrane mukosa bronkus. Pada orang dewasa, bronchitis kronik terjadi akibat hipersekresi mucus dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena produksi mucus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk produktif. Pada anak-anak, bronchitis kronik disebabkan oleh respon endogen, trauma akut saluran pernafasan, atau paparan allergen atau iritan secara terusmenerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mucus. Apabila terjadi paparan secara kronik terhadap epithelium pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi virus berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronchitis kronik pada anak-anak. Bakteri pathogen yang paling banyak menyebabkan infeksi salurang respirasi bagian bawah pada anak-anak adalah Streptococcus pneumoniae. Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis dapat pathogen pada balita (umur <5 tahun), sedangkan Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sekolah (umur >5-18 tahun).
16
Manifestasi Klinis Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 23 minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kuning kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut ini : 1.
Demam,
2.
Sesak napas,
3.
Bunyi napas mengi atau – ngik
4.
Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada
Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran pernafasan lainnya. Referensi lain: -
Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan), sesak nafas
ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan, sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu), bengek, lelah, pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan, wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan, pipi tampak kemerahan, sakit kepala, gangguan penglihatan.
17
-
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek,
yaitu hidungberlendir, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. -
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada
awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1 – 2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. -
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya
membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3 – 5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. -
Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat.
-
Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk.
-
Bisa terjadi pneumonia
Diagnosis Banding -
Epiglotitis
-
Bronkiolitis
Cara Diagnosis A.Keluhan Pokok •
Gatal-gatal di kerongkongan
•
Sakit di bawah sternum
•
Batuk kering/batuk berdahak
•
Sering merasa panas atau linu
B. PemeriksaanFisik -
Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat, tidak sesak atau
takipnea. Mungkin ada nasofaringitis
18
-
Paru: ronki basah kasar yg tidak tetap (dapat hilang atau pindah
setelah batuk), wheezing dengan berbagai gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-ngik) dan krepitasi (suara kretek-kretek dengan menggunakan stetoskop). Biasanya para dokter menegakkan diagnosa berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Itu sudah cukup. C.Pemeriksaan Laboratorium Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti nanah -
Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan tes C-reactive
protein, kultur pernafasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes serum agglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus. -
Untuk anak yang diopname dengan kemungkinan infeksi
Chlamydia, mycoplasma, atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan pemeriksaan sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba yang cocok. Serum IgM mungkin dapat membantu. -
Untuk anak yang telah diintubasi, ambil specimen dari secret
pernafasan dalam untuk pewarnaan gram, tes antigen ahlamydia dan virus, dan kultur bakteri dan virus. - respon terhadap pemberian kortikosteroid dosis tinggi setiap hari dapat dipertimbangkan diagnose dan terapi untuk konfirmasi asma. -
Tes keringat yang negative dengan menggunakan pilocarpine
iontophoresis dapat mengeluarkan kemungkinan fibrosis kistik. -
Untuk anak yang diduga mengalami imunodefisiensi, pengukuran
serum immunoglobulin total, subkelas IgG, dan produksi antibodi spesifik direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis.
19
Tes Pencitraan •
Dapat dijumpai temuan abnormal seperti atelektasis, hiperinflasi,
dan penebalan peribronkial. •
Konsolidasi fokal biasanya tidak nampak
Tes Lainnya Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan nafas yang reversible dengan menggunakan bronkodilator. Tata Laksana Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni: •
Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg,
diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan. •
Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak
mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain. •
Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan
sejenisnya., digunakan jika penderita demam. •
Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol,
terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada
20
penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain. •
Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi
oleh kuman berdasarkan pemeriksaan dokter. Diet Meningkatkan pemberian makanan secara oral pada pasien dengan demam. Aktivitas Minta pasien untuk beristirahat hingga demamnya turun Terapi lanjutan a.
Jika terapi antiinflamasi sudah dimulai, lanjutkan terapi hingga
gejala menghilang paling kurang 1 minggu. Bronkodilator bisa diberikan jika diperlukan. b.
Penatalaksanaan akut dapat dihentikan apabila gejala sudah
menghilang, temuan normal pada pemeriksaan fisik, dan fungsi paru normal. c.
Pasien yang didiagnosis dengan asma dapat diberikan terapi
“controller”, yaitu inhalasi terapi kortikosteroid, antihistamin, dan inhibitor leukotrin setiap hari. d. pengganti.
Pasien
dengan
hipogammaglobulinemia
memerlukan
terapi
21
Prognosis Bonam Komplikasi 1. Bronkopneumoni 2. Pneumoni 3. Pleuritis Penyakit-penyakit lain yang di perberat seperti : •
Jantung
•
Penyakit jantung rematik
•
Hipertensi
•
Bronkiektasis
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC meningkat, saturasi transferin. Menurut WHO dikatakan anemia bila : . Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl . Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl . Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl . Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl . Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di rumah sakit atau praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :
22
1. Hemoglobin < 10 g/dl 2. Hematokrit < 30 % 3. Eritrosit < 2,8 juta/mm³ PATOFISIOLOGI A. METABOLISME BESI Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi evolusinya alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan berubah di mana sebagian besar berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi. B. KOMPOSISI BESI DALAM TUBUH Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh : a. Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh b. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang c. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya. Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free icon), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal bebas.
23
Tabel1. menggambarkan komposisi besi pada seorang laki-laki dengan berat badan 75 kg. Jumlah besi pada perempuan pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuh yang juga lebih kecil. C. ABSORPSI BESI Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan oleh struktur epitel usus yang memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase : 1. Fase luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum 2. Fase mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses yang aktif. 3. Fase korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan serta penyimpanan besi (storage) Fase luminal Besi dalam makanan terdapat 2 bentuk yaitu :
24
. Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, absorpsi tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi. . Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, absorpsi rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu dan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah. Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat, dan serat (fibre). Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap. Fase mukosal Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejenum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus. Fase korporeal Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis. Banyaknya absorpsi besi tergantung pada 1. Jumlah kandungan besi dari makanan 2. Jenis besi dalam makanan : besi heme atau besi non-heme 3. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan 4. Kecepatan eritropoesis D. SIKLUS BESI DALAM TUBUH
25
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferrin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg/hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan esi 17 mg, sdeangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya hemolisis infektif (hemolisis intramedular). Besi yang dapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien. KLASIFIKASI Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan : 1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besiuntuk eritropoesis belum terganggu. 2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoesis) : cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik. 3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia. EPIDEMIOLOGI Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti pada table 1.
26
ETIOLOGI Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gannguan absorpsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun :
Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari : - Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang. - Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia - Saluran kemih : hematuria - Saluran nafas : hemoptoe
Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C , dan rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir
indentik dengan pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab pendarahan paling sering pada laki-laki ialah pendarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena
27
infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhgia. Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum alus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical (celiac sprue). Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
Wanita menstruasi
Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
Menderita penyakit maag.
Penggunaan aspirin jangka panjang
Kanker kolon
Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan bayam.
PATOGENESIS Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kkebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
28
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gelaja lainnya. MANIFESTASI KLINIS 1. Gejala Umum Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. 2. Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah : a.
Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergarisgaris vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
29
b.
Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
c.
Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
30
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia. 3. Gejala penyakit dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telpak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena pendarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejala lain tergantung dari lokasi tersebut. DIAGNOSIS LABORATORIUM Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah : 1. Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. RDW (red cell distribution witdh) meningkat yang menandakan adanya
31
anisositosis. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang menyolok karena anemia timbul perlahan-lahan. Hapusan darah mennunjukan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel target dan sel pensil. Leukosit dan trombosit normal. Pada kasus ankilostomiasis sering disertai eosinofilia. 2. Kadar besi serum menurun < 50 ug/dl, TIBC meningkat > 350 ug/dl, dan saturasi transferin < 15 % 3. Kadar serum feritinin < 20 ug/dl. 4. Protoforfirin eritrosit meningkat ( > 100 ug/dl) 5. Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecilkecil (micronormoblast) dominan. 6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin kadar reseptor transferin meningkat. 7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). 8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi antara lain : - Pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato Katz) - Pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake dan barium inloop.
32
DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi. Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :
33
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d : a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi transferin < 15% atau b. Serum feritinin < 20 ug/dl atau c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl. Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan sumber pendarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya. Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah. DIAGNOSIS BANDING Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti :
34
anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
PENATALAKSANAAN Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi dapat berupa : 1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacemen theraphy). a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi
35
elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus. b. Terapi besi parenteral Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih mahal. Indikasi : . intoleransi terhadap pemberian oral . kepatuhan terhadap berobat rendah . gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi . penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral. . Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi. . Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik. Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat
36
dihitung melalui rumus berikut :
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian. c. Pengobatan lain . Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani. . Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi. Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg . Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi adalah : - Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung. - Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok. - Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi. Respon terhadap terapi Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan memberikan respon baik bila : Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan : 1. Dosis besi kurang 2. Masih ada pendarahan cukup banyak 3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
37
4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun, atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat. 5. Diagnosis defisiensi besi salah Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.
Definisi Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari. Epidemiologi Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada Negara berkembang dibanding dengan negara maju yang tingkat higenitas dan sanitasi lebih baik. Menurut data dari World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat 1,87 juta orang meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap tahunnya di seluruh dunia.6 Secara global, diperkirakan terdapat 179.000.000 insiden gastroenteritis akut pada orang dewasa tiap tahunnya dengan angka pasien yang dirawat inap sebanyak 500.000 dan lebih dari 5000 pasien mengalami kematian. Di amerika serikat setidaknya 8.000.000 dari pasien gastroenteritis akut yang berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit menurut data dari The American Journal of Gastroenterology. Sedangkan menurut hasil survey di Indonesia, insiden dari gastroenteritis akut akibat infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih menjadi peringkat
38
pertama sebagai penyakit rawat inap di Indonesia, sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut (Case Fatality Rate) sebesar 1,92%. Etiologi Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 % diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu : Faktor Infeksi a. Virus Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain : 1. Rotavirus Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di rumah sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya, biasanya diare akibat rotavirus derat keparahannya diatas rerata diare pada umumnya dan menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat gejala dan umur 3 – 5 tahun adalah umur tersering dari infeksi virus ini. 2. Human Caliciviruses (HuCVs) Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama terbanyak diare pada pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses umumnya menginfeksi anak – anak dan merupakan infeksi virus tersering kedua selain Rotavirus. 9 3. Adenovirus
39
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada sistem respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. 9 b. Bakteri Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut adalah: 1. Diarrheagenic Escherichia- coli Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering terdapat di Negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini tidak menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya adalah : - Enterotoxigenic E. coli (ETEC) - Enteropathogenic E. coli (EPEC) - Enteroinvasive E. coli (EIEC) - Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) 2. Campylobacter Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering berhubungan dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat masakan yang tidak matang dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat cair dan menimbulkan disentri. 3. Shigella species Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan tingkat kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah: - S. sonnei - S. flexneri
40
- S. dysenteriae 4. Vibrio cholera Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathogen pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering adalah muntah tidak dengan panas dan feses yang konsistensinya sangat berair. Bila pasien tidak terhidrasi dengan baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari timbulnya gejala awal. 5. Salmonella Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut gejalanya dapat berupa mual, muntah dan diare berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus. c. Parasitic agents Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, and Cyclospora cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut sangatlah jarang terjadi namun sering dihubungkan dengan traveler dan gejalanya sering tak tampak. Dalam beberapa kasus juga dinyatakan infeksi dari cacing seperti Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C., Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut. Non –Infeksi a. Malabsorpsi/ maldigesti Kurangnya penyerapan seperti : 1. Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa) 2. Lemak : Rantai panjang trigliserida 3. Asam amino
41
4. Protein 5. Vitamin dan mineral b. Imunodefisiensi Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA heavycombination. 3 c. Terapi Obat Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masih kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut. 3 e. Lain-lain Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan gastroenteritis akut. Patogenesis Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi yang berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor agent dan faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan lingkungan mikroflora usus. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas: A. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik) Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae Eltor, Eterotoxicgenic
42
E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V.cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini
menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin di
nukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium dan kalium. B. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif) Diare
yang
diakibatkan
bakteri
enterovasif
disebut
sebagai
diare
Inflammatory. Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, Scholeraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E. histolitika dan G. lamblia. Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit, dengan peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan sekresi. Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel, atau pada IBD mulai terjadinya inflamasi. Tahap berikutnya terjadi pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α, dan kemokin seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL- 8 adalah molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis setempat dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia. Apabila substansi kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang cukup kedalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak menembus epitel dan membentuk abses kripta, dan melepaskan berbagai mediator seperti prostaglandin, leukotrin, platelet actifating factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagosit akan merangsang sekresi usus oleh enterosit, dan aktifitas saraf usus.
43
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai kerusakan brush border dan beberapa kematian sel enterosit disertai ulserasi. Invasi mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara langsung akan merusak atau membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cacing akan mengakibatkan enteritis inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan antibodi IgE dan IgG untuk melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau reinfeksi, maka akibat reaksi silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator inflamasi yang hebat seperti histamin, adenosin, prostaglandin, dan lekotrin.3 Mekanisme
imunologi
akibat
pelepasan
produk
dari
sel
lekosit
polimorfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan kerusakan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel epitel, makrofag, dan subepitel miofibroblas akan melepas kandungan (matriks) metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan kandungan molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan sel-sel epitel dan selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang mengakibatkan vili-vili menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak teratur di usus besar (kolon). Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter dimana vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel imatur ini akan mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi dan hanya mengandung sedikit (defisiensi) disakaridase, hidrolase peptida, berkurangnya tidak terdapat mekanisme Nacoupled sugar atau mekanisme transport asam amino, dan berkurangnya atau tak terjadi sama sekali transport absorbsi NaCl. Sebaliknya selsel kripta dan sel-sel baru vili yang imatur atau sel-sel permukaan mempertahankan kemampuannya untuk mensekresi Cl- (mungkin HCO3-). Pada saat yang sama dengan dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel inflamatori di lamina propia akan merangsang sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau selsel permukaan yang imatur. Kerusakan immune mediated vascular mungkin menyebabkan kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat, maka eksudasi dari kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare.
44
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10%. 10 Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minurnan yang terkontaminasi. Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah
45
muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang sianosis karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Diagnosis Diagnosis gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir, purulen). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui dehidrasi, termasuk kencing berkurang, rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit virus atau penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih menunjukkan invasif bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah. Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi potensi paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan, penghuni panti jompo, penyicip makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi penyakit diare menular. Wanita hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko listeriosis, terutama yang mengkonsumsi olahan daging beku, keju lunak, dan susu mentah. Riwayat sakit terdahulu dan penggunaan antibiotik dan obat lain harus dicatat pada pasien dengan diare akut. Pemeriksaan Fisik Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti penurunan tekanan darah dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare dengan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri dan proses perut akut. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya
46
darah, nyeri dubur, dan konsistensi feses. Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok. Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10 BB) tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis. Pemeriksaan Penunjang Darah: - Darah perifer lengkap - Serum elektrolit: Na+, K+, Cl- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa (pernafasan Kusmaull) - Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen protozoa (Giardia, E. histolytica). Feses: - Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada jamur) - Biakan dan resistensi feses (colok dubur) Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitif.
47
Penatalaksanaan Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan terapi definitif. Terapi Rehidrasi Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat pasien diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu: a. Jenis cairan Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan air.2 3 b. Jumlah Cairan Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi.
48
c. Jalur Pemberian Cairan Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga digunakan untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial. Terapi Simtomatik Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-benar dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik, karena Metoklopropamid misalnya dapat memberikan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan
49
ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun loperamid dalam waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan pemberian obat antimikrobial. Terapi Antibiotik Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
50
51
Komplikasi Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolic. Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai. Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan15 penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan antibiotic masih kontroversial.
52
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2 Artritis pasca- infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.11 Prognosis Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
53
DAFTAR PUSTAKA 1. Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi kelima. Jakarta. Interna Publishing. 2. Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC. 4. Mansjoer, Arif . et all. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC 5. Riddle, M., DuPont, H. and Connor, B. (2016). ACG Clinical Guideline: Diagnosis, Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults. The American Journal of Gastroenterology, 111(5), pp.602-622. 6. Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in Adults WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts. 7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009 8. Al-Thani, A., Baris, M., Al-Lawati, N. and Al-Dhahry, S. (2013). Characterising the aetiology of severe acute gastroenteritis among patients visiting a hospital in Qatar using real-time polymerase chain reaction. BMC Infectious Diseases, 13(1). 9.
Depkes
RI., 2012. Angka Kejadian
Gastroenteritis
Masih
Tinggi.
http://www.depkes.go.id/index.php 10. Anon, (2017). [online] Available at: (http://www.who.int/child-adolescenthealth/Emergencies/Diarrhoea_guidelines.pdf) A manual for physicians and other senior health workers [Accessed 9 Apr. 2017].
54
11. How, C. (2010). Acute gastroenteritis: from guidelines to real life. Clinical and Experimental Gastroenterology, p.97. 12. Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016. Harrison's Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill. 13. Worldgastroenterology.org. (2017). English | World Gastroenterology Organisation.
[online]
Available
at:
http://www.worldgastroenterology.org
/guidelines/global-guidelines/acute-diarrhea/acute-diarrhea-english 14. Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L., Bopp, C., Eberhard, M., Hall, A., Vinje, J., Monroe, S. and Glass, R. (2012). The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among Adults Visiting Emergency Departments in the United States. Journal of Infectious Diseases, 205(9), pp.1374-1381. 15. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education. 2015;42(7):504-8.