Lapsus.docx

  • Uploaded by: evanfaishal
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,365
  • Pages: 23
Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa

Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

GENERAL ANXIETY DISORDER

Oleh Evan Faishal Mahadinata 1810019012

Pembimbing

dr. Denny J. Rotinsulu, Sp.KJ

LAB / SMF ILMU KESEHATAN JIWA Fakultas Kedokateran Universitas Mulawarman November 2018

Daftar Isi

Daftar Isi................................................................................................................... i BAB 1 ..................................................................................................................... 1 1.1. Identitas Pasien ......................................................................................... 1 1.2. Riwayat Penyakit Sekarang ...................................................................... 1 1.3. Riwayat Penyakit Dahulu ......................................................................... 2 1.4. Riwayat Penyakit Keluarga ...................................................................... 2 1.5. Alergi ........................................................................................................ 2 1.6. Faktor Pencetus ........................................................................................ 2 1.7. Riwayat Pribadi ........................................................................................ 2 1.8. Genogram ................................................................................................. 3 1.9. Status Praesens ......................................................................................... 3 1.10. Pemeriksaan lainnya ............................................................................. 5 1.11. Diagnosis Multiaksial ........................................................................... 5 1.12. Rencana Penatalaksanaan ..................................................................... 5 BAB 2 ..................................................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6 2.1. Definisi ..................................................................................................... 6 2.2. Epidemiologi ............................................................................................ 6 2.3. Etio-Patofisiologi...................................................................................... 7 2.4. Gejala dan Tanda Klinis ........................................................................... 9 2.5. Diagnosis ................................................................................................ 10 2.6. Diagnosis Banding ................................................................................. 12 2.7. Terapi ...................................................................................................... 13 2.8. Prognosis ................................................................................................ 17 BAB 3 ................................................................................................................... 18 PEMBAHASAN ................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

i

BAB 1 LAPORAN KASUS PSIKIATRI

1.1. Identitas Pasien Nama

: Ny. K

Umur

: 40 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Menikah

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Tidak Berkeja

Suku

: Banjar

Alamat

: Samarinda

1.2. Riwayat Penyakit Sekarang o Keluhan Utama

: rasa cemas yang timbul kurang lebih 7 tahun terakhir.

o Autoanamnesis Pasien mengaku sering merasa cemas melihat orang sakit. Rasa cemas bisa hilang timbul. Rasa cemas bisa muncul ketika ada masalah terutama jika terdapat masalah kesehatan dikeluarga. Rasa cemas yang timbul sakit kepala, deg-degan, sedikit gemetar, kata anaknya pasien jadi bengong melamun dan tidak konsentrasi. Bisa menghilangkan rasa cemas dengan mengatur pola napas dan dibawa berjalan. Tidur merasa tidak terganggu diakhir-akhir ini namun saat pertama kali muncul cemas susah sekali untuk tidur. Ketika cemas tidak ada mendengar bisikan, tidak melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain, dan tidak ingin melukai diri sendiri. Sebelum 7 tahun yang lalu tidak rasa cemas sama sekali, cemas muncul pertama kali ketika menjenguk orang meninggal sejak malam itu mulai timbul rasa cemas jantung deg-degan dan susah tidur. Pasien tidak pernah rawat inap dan tidak ada keluarga yang mengalami rasa yang sama seperti apa yang dirasakan pasien o Heteroanamnesis Anak pasien : Pasien mengalami cemas awal mulai pada tujuh tahun lalu ketika orang tua meninggal. Setelah malam itu pasien mengalami takut, cemas dan tidak bisa tidur. 1

Jika ingin melakukan sesuatu tidak enak karena badan yang lemas, tidak bisa tidur bertahun – tahun. Cemas muncul ketika mendengar kabar keluarga yang sakit kebetulan juga suami sering keluar masuk rumah sakit sehingga mengalami cemas yang sering akhir-akhir ini. Sekarang kegiatan sehari – hari baik – baik saja cemas yang muncul melamun dan bengong. Biasa mengurangi cemas dengan mengatur napas. 1.3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak meiliki penyakit metabolik, pernah melakukan kuretase pada kehamilannya. 1.4. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak pernah ada yang merasakah hal yang seperti apa yang pasien tengah rasakan selama ini 1.5. Alergi Tidak ada riwayat alergi yang dipunyai pasien. 1.6. Faktor Pencetus Faktor pencetus pada pasien ini pada tujuh tahun lalu adalah ketika menjenguk orang tuanya yang meninggal sejak saat itu pasien merasa cemas jantung deg-degan dan susah tidur. 1.7. Riwayat Pribadi 1. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun) 

Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran Pasien dikandung selama 9 bulan. Pasien lahir secara spontan pervaginam. Berat dan panjang tidak tahu.



Kebiasaan makan dan minum Pasien tidak mengingat berapa lama diberikan ASI. Kebiasaan makan dan minum sama dengan anak yang lainnya.



Perkembangan awal Pasien mengatakan bahwa tumbuh kembangnya normal sesuai usia. Tidak ada terlambat bicara maupun berjalan.

2. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)

2

Pasien menghabiskan masa kanak-kanak bersama dan saudaranya. Merupakan anak yang pendiam. 3. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja) 

Hubungan dengan teman sebaya Hubungan dengan teman sebaya baik tidak terdapat masalah.



Riwayat sekolah Pasien memiliki riwayat pendidikan yang baik mulai dari SD hingga SMA.



Latar belakang agama Semua anggota keluarga pasien beragama Islam.

1.8. Genogram

Keterangan: : Laki - laki

: Perempuan

: Pasien

: Laki – laki meninggal

1.9. Status Praesens o Status Internus 

Keadaan umum

: Penampilan rapi dan kooperatif.



Tekanan darah

: 120/80 mmHg



Nadi

: 98 x/menit



RR

: 20 x/menit



Suhu

: 37.0˚C

3



Keadaan gizi

: Ideal



Kulit

: dalam batas normal



Kepala

: Ikterik (-), anemis (-)



Leher

: perbesaran KGB (-)



Toraks

: simetris D=S, retraksi ICS (-)



Jantung

: S1, S2 tunggal reguler, mur mur (-), gallop (-)



Paru-paru

: vesikuler (+), wheezing (-), ronki (-)



Abdomen

: Soefl, flat, bising usus (+), nyeri tekan (-)



Ekstremitas

:akral hangat (+), edema (-), mmt inferior superior

5|5  Status Neurologis Tidak dilakukan  Status Psikiatrikus 

Identifikasi Pribadi Pasien tampak rapi dan kooperatif.



Kontak Verbal (+) dan visual (+)



Kesadaran Komposmentis, Atensi (+), Orientasi tempat (+), waktu (+), orang (+)



Emosi Mood stabil, Afek sesuai



Proses berpikir Waham (-), realistik, koheren



Intelegensi Baik



Persepsi Halusinasi auditorik (-) dan atau visual (-), ilusi (-)



Kemauan/Voluticon ADL Mandiri



Psikomotor Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kelainan

4



Tilikan 6 (pasien menyadari sepenuhnya tentang apa yang terjadi pada dirinya dan mau berobat).

1.10.

Pemeriksaan lainnya No.

Gejala

Nilai

No.

Gejala

Nilai

1.

Anxious Mood

3

8.

Somatic (sensory)

0

2.

Tension

3

9.

Cardiovascular

3

3.

Fears

3

10.

Respiratory

2

4.

Insomnia

3

11.

Gastrointestinal

0

5.

Intellectual

1

12.

Genitourinary

1

6.

Depressed Mood

2

13.

Autonomic

1

7.

Somatic (muscular)

1

14.

Behavior

1

Total

24

Skor HARS adalah 24, maka termasuk dalam katagori anxietas berat 1.11.

Diagnosis Multiaksial 

Axis I

: General Anxiety Disorder / Gangguan Cemas Menyeluruh

(F41.1) 

Axis II



Axis III : Tidak ada diagnosis



Axis IV : Tidak ada diagnosis



Axis V

: Ciri kepribadian tertutup

: GAF scale 60-51

1.12. Rencana Penatalaksanaan  Farmakoterapi o Setralin 1x50mg/hari  Psikoterapi o Terapi kognitif -perilaku dan terapi suportif

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Cemas dapat diartikan sebagai suatu hal yang normal dan respon adaptasi terhadap ancaman yang mempersiapkan individu tersebut untuk “flight or fight”. Seseorang yang cemas terhadap segala sesuatu dapat dikatakan mengalami gangguan cemas menyeluruh.Anxietas / Cemas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan. tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkuna bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejalagejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik (Saddock & Saddock, 2010). Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, (GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan (Saddock & Saddock, 2010). GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial(Saddock & Saddock, 2010).

2.2. Epidemiologi Prevalensi GAD untuk kanak-kanak dan dewasa pada kisaran 2.9-4.6%. Menurut DSM-5, prevalensi 12 bulan untuk gangguan kecemasan umum adalah 0,9%

6

di kalangan remaja dan 2,9% orang dewasa di masyarakat umum negara-di Amerika Serikat. Prevalensi 12 bulan dari gangguan di negara lain berkisar antara 0,4% sampai 3,6% manakala resiko morbiditas sekitar 9,0%.Kebanyakan pasien GAD pergi berobat ke dokter umum, internist, cardiologist, pulmonolog, gastro-entrologist oleh karena gejala somatiknya. Komorbiditas gangguan anxietas menyeluruh 90% memiliki setidaknya satu kali seumur hidup mengalami gangguan ini, 66% memiliki gangguan saat Axis I lainnya. (Jr, 2014)

2.3. Etio-Patofisiologi Selama dua dekade terakhir, studi empiris telah menyelidiki berbagai mekanisme kognitif, afektif, dan neurobiologis yang terkait dengan GAD. Seperti yang disarankan di bawah ini, banyak dari mekanisme ini mengarah pada peran utama hiperaktif dan ketakutan akan pergeseran emosional yang negatif serta penggunaan kekhawatiran untuk mencegah kontras emosional yang dianggap tidak dapat diatur (Saddock & Saddock, 2010). Etiologi GAD belum diketahui dengan pasti, tetapi ada beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya GAD : 1. Teori Biologi Noradrenergik, serotonergik, dan sistem neurotransmitter lainnya diyakini berperan dalam respons tubuh terhadap stres. Sistem serotonin dan sistem noradrenergik adalah jalur umum yang terlibat dalam kecemasan. Banyak yang percaya bahwa aktivitas sistem serotonin yang rendah dan peningkatan aktivitas sistem noradrenergik bertanggung jawab atas perkembangannya. Oleh karena itu, inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan inhibitor reuptake serotonin-norepinephrine (SNRI) adalah agen lini pertama untuk pengobatannya. Kecemasan bisa menjadi fenomena normal pada anak. Kecemasan orang asing dimulai pada usia tujuh sampai sembilan bulan(Munir & Hughes, 2018). Neurotransmitter lain yang masih menjadi subjek penelitian pada gangguan cemas menyeluruh adalah norepinephrine, glutamat, dan sistem kolesistokinin. Suatu studi dengan pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) melaporkan bahwa 7

laju metabolik pada basal ganglia dan white matter pada pasien gangguan cemas menyeluruh lebih rendah dibanding pada orang normal(Sadock & Sadock, 2015). 2. Teori Genetik GAD adalah kondisi yang diwariskan dengan risiko genetik sedang (heritabilitas sekitar 30%).Dalam spektrum kecemasan, ini terkait erat dengan kecemasan perpisahan orang tua pada masa kecil, fobia sosial, dan kepanikan, sedangkan pada tahap perkembangan selanjutnya. Selain penelitian yang berpusat di seputar neurotisisme, menunjukkan berulang kali ke arah SNP (single-nucleotide polymorphism) dalam polimorfisme inversi pada kromosom 8, menunjukkan korelasi genetik yang diperluas dengan fenotip gangguan kecemasan. Selain itu, dalam penelitian gen kandidat - sebagian dikombinasikan dengan pencitraan dan pembacaan fisiologis - bukti konvergen telah dikumpulkan untuk gen kerentanan GAD dalam sistem serotonergik dan sistem calecholaminergik (5-HTT, 5-HT1A, MAOA) dan juga untuk BDNF(brain-derived neurotrophic factor) gen. Selanjutnya, studi genlingkungan telah menyoroti pentingnya trauma perkembangan awal dan kejadian kehidupan yang menegangkan baru-baru ini dalam interaksi dengan penanda plastisitas molekul dan relevansinya terhadap GAD, bakat kecemasan, dan kecemasan (5-HTT, NPSR1, COMT, MAOA, CRHR1 , RGS2) (Gottschalk & Domschke, 2017). 3. Teori Psikososial dan Psikoanalitik Faktor psikososial yang mengarah pada perkembangan gangguan cemas menyeluruh adalah cognitive-behaviour dan psikoanalitik. Berdasarkan pada cognitive-behaviour, pasien dengan gangguan cemas menyeluruh merespon suatu ancaman secara kurang tepat dan benar. Ketidaktepatan ini dihasilkan dari perhatian yang selektif terhadap suatu hal negatif di lingkungannya dengan cara mendistorsi pemrosesan informasi dan dengan cara memandang terlalu negatif terhadap kemampuan dirinya dalam hal mengatasi suatu masalah. Hipotesis psikoanalitik menyebutkan bahwa kecemasan merupakan gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan(Sadock & Sadock, 2015). Teori psikoanalitik menghipotesis bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Di dalam teori psikoanalitik, kecemasan

8

dipandang dalam 4 kategori yaitu kecemasan impuls, kecemasan perpisahan, kecemasan kastrasi dan kecemasan superego. Varietas kecemasan tersebut dihipotesiskan akan berkembang pada bebrbagai stadium pertumbuhan dan perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi anxietas dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yangpenting. Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangankan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas paling matang) (Sadock & Sadock, 2015) 4. Teori Lingkungan Pandangan lain adalah bahwa GAD berkembang melalui faktor lingkungan, yang berarti hal-hal yang Anda hadapi setiap hari. Jika anak memiliki orang tua dengan gangguan kecemasan seperti GAD, mereka bisa belajar dengan observasi dan interaksi langsung bagaimana mengatasi stres dengan cemas. Misalnya, jika seorang anak melihat dan mendengar tentang ibunya terus-menerus mengkhawatirkan, praktik ini dan diadopsi oleh anak tersebut dan juga menjadi cara untuk mengatasi stres juga. Ada juga bukti bahwa berada di lingkungan yang tidak aman atau mengalami pelecehan juga dapat menyebabkan GAD(Bhatt, 2017). 2.4. Gejala dan Tanda Klinis Komponen utama dari kecemasan adalah psikologik (perasaan tertekan, kekhawatiran,

kesulitan

berkonsentrasi,

ketakutan)

dan

somatik

(takikardi,

hiperventilasi, palpitasi, tremor dan berkeringat). Keluhan juga dapat meliputi sistim organ lain, contohnya gangguan traktus gastrointestinal sedangkan keluhan lain yang umumnya ditemukan adalah lelah dan gangguan tidur(Saddock & Saddock, 2010). Adapun manifestasi perifer yang dapat ditemukan pada kecemasan meliputi diare, pusing, hiperhidrosis, hiperefleksi, hipertensi, palpitasi, pupil, midriasis, gelisah, keadaan tidak sadar, takikardia, kesemutan di kaki, tremor, serta frekuensi, keraguan, urgensi miksi. Gejala-gejala yang timbul bervariasi pada setiap individu(Saddock & Saddock, 2010).

9

Gejala yang terjadi harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan,adapun keluhan lain meliputi kecemasan misalnya khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi. Selain itu terdapat pula ketegangan motorik, misalnya gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai. Overaktivitas otonomik juga ditemukan misalnya adanya kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebardebar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing, mulut kering(Saddock & Saddock, 2010). Gejala gangguan cemas menyeluruh ada yang mengelompokan nya menjadi sindroma anxietas, dimana adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 hal atau lebih yang dipersepsikan sebagai ancaman sehingga tidak mampu istirahat. Selain itu, ada paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut(Saddock & Saddock, 2010).

Tabel 1. Tanda dan gejala gangguan kecemasan menyeluruh

2.5. Diagnosis Kriteria diagnostik GAD menurut PPDGJ III (Maslim, 2013):

10



Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”)



Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut : a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb) b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) dan c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebardebar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)



Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.



Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkkan diagnosis utama Gangguan Cemas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42.-)

Kriteria Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut DSM V (Maslim, 2013): A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah) B. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya. C. Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan terakhir).

11

D. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. E. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme). F. Gangguan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (misalnya, kecemasan atau ketakutan tentang menderita suatu serangan panik seperti pada gangguan panik, merasa malu pada situasi umum seperti pada fobia sosial, terkontaminasi atau obsesi lain pada gangguan obsesif kompulsif, perpisahan dengan figur terdekat seperti gangguan cemas perpisahan, penambahan berat badan seperti pada anoreksia nervosa, menderita keluhan fisik seperti pada gangguan somatisasi, atau menderita penyakit serius pada gangguan kecemasan atau terdapat waham seperti pada skizofrenia.

2.6. Diagnosis Banding Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik (Saddock & Saddock, 2010). Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma (Saddock & Saddock, 2010). •

Fobia

12

Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek tertentu yang menimbulkan kecemasan (Saddock & Saddock, 2010). •

Gangguan obsesif kompulsif Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang

(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien sulit untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur (Saddock & Saddock, 2010). •

Hipokondriasis Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap

penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya (Saddock & Saddock, 2010). •

Gangguan stres pasca trauma Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau

peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari (Saddock & Saddock, 2010).

2.7. Terapi Terapi pada Gangguan Cemas Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obatobatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasuskasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu (Torpy, Burke, & Golub, 2011). 

Farmakoterapi Dua obat utama yang harus dipertimbangkan dalam pengobatan GAD adalah

buspirone dan benzodiazepine. Obat lain yang mungkin berguna adalah obat trisklik 13

(Imipramine). Obat lain yang berguna untuk pengobatan GAD adalah golongan SSRI dan Antagonis β Adrenergik(Saddock & Saddock, 2010). Walaupun terapi obat untuk GAD sering kali dipandang sebagai pengobatan selama 6 sampai 12 bulan, beberapa bukti menyatakan bahwa pengobatan harus jangka panjang kemungkinan seumur hidup. Kira-kira 25 % pasien mengamali relaps dalam bulan pertama setelah terapi di hentikan, dan 60 sampai 80 persen kambuh selama perjalanan tahun selanjutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi tergantung pada benzodiazepine, tidak ada toleransi yang berkembang untuk efek terapeutik dari benzodiazepin atau buspirone(Saddock & Saddock, 2010) 

Lini Pertama Seiring berkembangnya waktu, lini pertama untuk terapi GAD juga ikut

berubah. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dianggap sebagai terapi lini pertama untuk GAD dan Panic Disorder (PD). Sertraline dan paroxetine merupakan obat pilihan yang lebih baik daripada fluksetin. Pemberian fluksetin dapat meningkatkan ansietas sesaat. SSRI efektif terutama pada pasien GAD dengan riwayat depresi (Locke, Kirst, & Shultz, 2015). Pada penelitian (Allgulander, et al., 2004) yang merupakan penelitian tentang efficacy dari sertraline didapatkan bahwa Sertraline tampak berhasil dengan baik dan ditoleransi dengan baik dalam pengobatannya.Pasien yang menggunakan sertraline mengalami peningkatan yang jauh lebih signifikan daripada pasien plasebo pada semua ukuran efikasi pada minggu ke 4. Analisis kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan pada skala kecemasan Hamilton antara sertraline (rata-rata = 11,7) dan plasebo (rata-rata = 8.0). Antidepresan trisiklik (TCAs) lebih baik dipelajari untuk PD, namun diperkirakan efektif untuk GAD dan PD. Serotonin norepinephrine reuptake inhibitors (Venlafaxine) yang masa perlepasannyalebih panjang, efektif dan dapat ditoleransi dengan baik untuk pengobatan GAD dan PD. Sedangkan duloxetine(Cymbalta) telah dievaluasi dan terbukti hanya untuk efektif untuk GAD(Locke, Kirst, & Shultz, 2015). Benzodiazepin efektif dalam mengurangi kecemasan, tapi ada hubungan dosis respons yang terkait dengan toleransi, sedasi, kebingungan, dan peningkatan mortalitas. Bila digunakan dalam kombinasi dengan antidepresan, benzodiazepin dapat

14

mempercepat pemulihan dari gejala yang berhubungan dengan kecemasan namun tidak memperbaiki efek yang lebih lama- hasil akhir. Risiko ketergantungan dan hasil buruk yang lebih tinggi mempersulit penggunaan benzodiazepin. Panduan yang bagus merekomendasikan penggunaan jangka pendek hanya sebentar selama krisis. Benzodiazepin dengan tindakan awal menengah (seperti klonazepam [Klonopin]) mungkin

kurang

berpotensi

untuk

disalahgunakan.

dan

sedikit

risiko

rebound.Benzodiaepine sebaiknya tidak diberikan sebagai hipnotik selama lebih dari 10 malam. Atau sebagai ansiolitik selama lebih dari 4 minggu. Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu (Saddock & Saddock, 2010; Locke, Kirst, & Shultz, 2015). Efikasi terapi obat benzodiazepin dan azaspiron (buspiron) terfokus pada sistem neurotransmitter GABA dan serotonin. Benzodiazepin diketahui dapat mengurangi kecemasan, sebaliknya flumazenil (reseptor antagonis benzodiazepin) dapat memicu kecemasan. Walaupun tudak ada data yang mebuktikan bahwa reseptor benzodiazepin pada pasien gangguan cemas menyeluruh adalah abnormal, beberapa peneliti mengatakan bahwa konsentrasi reseptor benzodiazepin tertinggi terdapat pada lobus occipitalis. Area otak lain yang dicurigai berperan dalam terjadinya gangguan cemas menyeluruh adalah basal ganglia, sistem limbik, dan korteks lobus frontalis (Sadock & Sadock, 2015). Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik pada GAD. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron. Dapat dilakukan pengguaan bersamaan antara benzodiazepin dengan buspiron kemudian dilakukan tapering off benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal(Puri, Laking, & Treasaden, 2011).

15

Antagonis B adrenergik efektif mengatasi pasien dengan gejala-gejala anxietas somatik yang disebabkan oleh hiperaktivitas autonom, seperti palpitasi, tremor dan blushing. Penyekat B tidak berpengaruh terhadap gejala yang disebabkan oleh peningkatan motorik seperti nyeri kepala, juga tidak menyebabkan berkeringat, mulut kering, mual, diare, atau sering berkemih. Penyekat B tidak bersifat sedatif dan tidak menyebabkan gangguan ppsikologis, penyalahgunaan dan ketergantungan (Puri, Laking, & Treasaden, 2011) 

Lini Kedua

Terapi lini kedua untuk GAD meliputi pregabalin (Lyrica) dan quetiapine (Seroquel), walaupun belum dievaluasi untuk PD. Pregabalin lebih efektif daripada plasebo tapi tidak seefektif lorazepam (Ativan) untuk GAD. Menurunkan berat badan adalah efek samping yang umum dari pregabalin. Ada bukti terbatas untuk penggunaan antipsikotik untuk mengatasi gangguan kecemasan. Meskipun quetiapine tampaknya efektif untuk GAD, profil efek sampingnya signifikan, termasuk kenaikan berat badan, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.Hydroxyzine dianggap sebagai pengobatan lini kedua untuk GAD, namun ada sedikit data untuk penggunaannya di PD. Onsetnya yang cepat dapat menarik perhatian pasien yang memerlukan bantuan segera, dan ini mungkin alternatif yang lebih tepat jika benzodiazepin dikontraindikasikan (misalnya, pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat)(Locke, Kirst, & Shultz, 2015). Berdasarkan pengalaman klinis, gabapentin (Neurontin) kadang-kadang diresepkan oleh psikiater untuk mengobati kecemasan pada saat dibutuhkan bila benzodiazepin dikontraindikasikan. Dari catatan, tanggapan plasebo untuk pengobatan yang digunakan untuk mengobati GAD dan PD tinggi(Locke, Kirst, & Shultz, 2015).  Psikoterapi 

Terapi kognitif-perilaku

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback(Saddock & Saddock, 2010).

16



Terapi suportif

Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya agar lebih bisa beradaptasi optimal dan fungsi sosial dan pekerjaannya (Saddock & Saddock, 2010). 

Psikoterapi berorientasi tilikan

Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrengh, relasi objek, serta keutuhan self pasien(Saddock & Saddock, 2010). 2.8. Prognosis Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor. Semakin kronik perjalanan GAD, semakin buruk prognosisnya. Kepribadian premorbid yang stabil merupakan prognosis yang baik. GAD dapat dipersulit dengan terjadinya agorafobia, depresi sekunder, serta penyalahgunaan alkohol dan ansioloitik. Secara keseluruhan, perjalanan berbeda-beda dan fluktuatif tetapi kronis (Puri, Laking, & Treasaden, 2011)

17

BAB 3 PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan perasaan cemas yang bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan kecemasan. Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis psikiatri dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan riwayat demam tinggi, trauma, sakit berat, penurunan kesadaran, dan kejang. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.0). Selain itu, pasien juga tidak pernah meminum

alcohol

ataupun

obat-obatan

terlarang

lainnya

sehingga

dapat

menyingkirkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F.1). Pada pasien rasa cemas muncul 7 tahun yang lalu dan beberapa bulan ini rasa cemas pasien hingga menggagu aktivitas. Selain cemas gejala yang ada lainnya adalah lemas, jantung berdebar, hilang konsentrasi, melamun, sakit kepala, gelisah dan susah tidur dalam beberapa tahun terakhir, maka dapat digolongkan sebagai gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ III. Pasien juga mengaku kesulitan dalam melakukan beberapa kegiatan atau pekerjaan sehari-harinya ketika terjadinya peningkatan kecemasan, akan tetapi pasien tetap berfungsi penuh secara social dengan baik ketika kecemasan itu tidak ada. Pasien didiagnosa menggunakan sistem diagnosa multiaksial. Diagnosis Axis I ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan pasien. Data ini menjadi dasar untuk mendiagnosa pasien dengan General Anxiety Disorder / Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1). Pada axis II didapatkan ciri kepribadian tertutup. Pada axis III tidak didapatkan diagnosa karena pasien tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan. Pada axis IV didapatkan penyebab kecemasan adalah meninggalnya orang tua pasien. Pada axis V pasien mendapatkan GAF Scale senilai 60-51 18

Pasien diterapi dengan obat golongan SSRI ( Sertraline 1 x 10 mg ). SSRI yang paling sering umum digunakan dalam terapi GAD. SSRI adalah obat anti depresi, obat ini dapat menghilangkan gejala cemas dan membantu mengurangi gejala depresi yang biasa terjadi bersama dengan cemas. Sertraline dan paroxetine merupakan obat pilihan yang lebih baik daripada fluksetin. Pemberian fluksetin dapat meningkatkan ansietas sesaat. Biasanya membutuhkan 2 sampai 6 minggu untuk obat ini mengurangi kecemasan. Obat ini efektif di beberapa orang sehingga munking diperlukan mencoba obat lain . escitalopram dan paroxetine adalah SSRI yang digunakan pada GAD dan sudah diterima di Jerman. Jika SSRI efektif. Penatalaksanaan dilanjutkan sampe 6 hingga 12 bulan, dan secara bertahap dosis diturunkan, dosis diturunkan bertahap berguna untuk mencegah kembalinya cemas. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dianggap sebagai terapi lini pertama untuk GAD dibuktikan oleh penelitian (Allgulander, et al., 2004). Terapi psikososial merupakan hal yang penting karena kecemasan pasien disebabkan oleh suatu hal yang seharusnya bisa di hadapi.

19

DAFTAR PUSTAKA

Allgulander, C., Dahl, A. A., Austin, C., Morris, P. L., Sogaard, J. A., Fayyad, R., . . . Clary, C. M. (2004). Efficacy of Sertraline in a 12-Week Trial for Generalized Anxiety Disorder. The American Journal of Psychiatry, 161(9), 1642-1649. Bhatt, N. V. (2017, Juni 9). Medscape. Retrieved from emedicine.medscape.com: https://emedicine.medscape.com/article/286227-overview Gottschalk, M. G., & Domschke, K. (2017). Genetics of generalized anxiety disorder and related traits. Dialogues in Clinical Neurosciece, 19(2), 159-168. Locke, A. B., Kirst, N., & Shultz, a. C. (2015, Mei 1). Diagnosis and Management of Generalized Anxiety Disorder and Panic Disorder in Adults. American Family Physician, 91(9), 617-624. Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM 5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Munir, S., & Hughes, J. (2018). Anxiety, Generalized Anxiety Disorder (GAD). StatPearls. Puri, B., Laking, P., & Treasaden, I. (2011). Buku Ajar Psikiatri . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Saddock, B. J., & Saddock, V. A. (2010). Kaplan & Saddock: Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sadock, B., & Sadock, V. (2015). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Torpy, J. M., Burke, A. E., & Golub, R. M. (2011). Generalized Anxiety Disorder. The Journal of the American Medical Association, 305(5), 522.

20

More Documents from "evanfaishal"

Lapsus.docx
December 2019 22
Scrib.docx
December 2019 8
Tetanus.docx
December 2019 11
Tutorial.docx
December 2019 12
Afifah (vesikolitiasis).docx
December 2019 14
Diba (chondrosarcoma).docx
December 2019 10