Lapsus Stroke Ny. Stm (1).docx

  • Uploaded by: An O Nim
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Stroke Ny. Stm (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,419
  • Pages: 41
LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI T GANGGUAN GERAK DAN AKTIVITAS FUNGSIONAL BERUPA WALKING, PRAYING DAN SELFCARE AKIBAT DEFORMITAS, LIMITASI ANKLE JOINT SINISTRA DAN KONTRAKTUR M. DIGITORUM E.C NON HEMORRAGIC STROKE SEJAK 1,5 TAHUN YANG LALU

OLEH :

DEWI RETNOSARI CRISTIANINGSI S. OHYVER, S.Ft R024181060

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

LEMBAR PENGESAHAN Laporan Kasus Profesi Fisioterapi di Klinik Physio Sakti dengan judul Manajemen Fisioterapi Gangguan Gerak dan Aktivitas Fungsional Berupa Walking, Praying dan Selfcare Akibat Deformitas, Limitasi Ankle Joint Sinistra dan Kontraktur M. Digitorum E.C Non Hemorragic Stroke Sejak 1,5 Tahun yang Lalu pada tanggal 20 Desember 2018

Instruktur Klinis Bagian Terapi Latihan

Instruktur Klinis Fisioterapi

Dr. Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Pd, M.Kes

Irianto, S.Ft, Physio, M.Kes

Edukator Klinis Fisioterapi

Salki Sadmita S.Ft, Physio, M.Kes

DAFTAR ISI

halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................

i

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................

ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

A. Anatomi Sistem Saraf ...............................................................

1

B. Fisiologi Sistem Saraf...............................................................

5

PATOFISIOLOGI .......................................................................... 10 A. Definisi Stroke .......................................................................... 10 B. Epidemiologi ............................................................................ 10 C. Etiologi ..................................................................................... 11 D. Jenis Stroke............................................................................... 12 E. Patomekanisme ......................................................................... 13 F. Gambaran Klinis ....................................................................... 14 G. Komplikasi ............................................................................... 15

BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI ...................................................... 16 A. Data Umum Pasien ................................................................... 16 B. Pemeriksaan Fisioterapi............................................................ 16 C. Diagnosis Fisioterapi ................................................................ 22 D. Problem Fisioterapi .................................................................. 22 E. Tujuan Penanganan Fisioterapi ................................................ 22

iii

F. Intervensi Fisioterapi ................................................................ 23 G. Evaluasi Fisioterapi .................................................................. 24 H. Modifikasi................................................................................. 25 I.

Home Program.......................................................................... 25

J.

Kemitraan ................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 26

iv

DAFTAR GAMBAR 1.

Brain Stem .................................................................................................

1

2.

Cerebellum ................................................................................................

2

3.

Fore Brain .................................................................................................

2

4.

Saraf Otonom Sympathis dan Parasympathis ...........................................

4

v

DAFTAR LAMPIRAN 1.

Skala Penilaian Berg Balance Scale (BBS) .............................................. 27

2.

Parameter Manual Muscle Test (MMT) ................................................... 30

3.

Hamilton Depression Scale (HRS-D) ....................................................... 31

4.

Indeks Barthel ........................................................................................... 34

5.

Skala Asworth ........................................................................................... 35

vi

BAB I PENDAHULUAN A. Anatomi Sistem Saraf 1. Sistem Saraf Pusat Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang yang dilindungi oleh os. cranium dan canal vertebra (Maududi, 2012). Sistem saraf pusat terdiri atas: a.

Otak Otak manusia terdiri atas dua hemisfer yang besar, yaitu hemisfer kiri dan kanan. Otak terdiri atas tiga bagian yaitu: 1) Batang Otak yang terdiri atas otak tengah (mesencephalon), jembatan varol (pons), dan medulla oblongata.

Gambar 1.1 Brain Stem Sumber: Sistem saraf, 2012

2) Otak kecil (cerebellum) Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior, mempunyai hubungan dengan medulla oblongata melalui corpus restiforme, pons melalui brachium pontis, dan mesencephalon melalui brachium conjunctivum.

1

2

Cerebellum terdiri dari 2 bagian utama yaitu Vermis Cerebelli yang terletak di tengah dan Hemispherium Cerebelli pada bagian samping masing-masing kiri dan kanan. Permukaan cerebrum dibentuk oleh cortex cerebelli terdiri dari substansia grisea yang berbentuk lipatan-lipatan yang disebut folia. Lapisan di sebelah profunda mengandung serabut-serabut berselubung myelin disebut corpus medullare (Maududi, 2012).

Gambar 1.2 Cerebellum Sumber : Sistem Saraf, 2012

3) Otak depan (fore brain) a) Diencephalon yang terdiri atas thalamus dan hipothalamus. b) Cerebrum yang terdiri atas cortex cerebri, centrum semiovale, ganglia basalis dan hipocampus.

Gambar 1.3 Fore brain Sumber: Sistem Saraf, 2012

3

b.

Sumsum Tulang Belakang (Medulla spinalis) Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan lanjutan dari medulla oblongata. Terletak di dalam 2/3 bagian cranial canalis vertebralis, mulai dari C1 hingga L2. Ujung caudal medulla spinalis membentuk conus medullaris dan ke arah cranial melanjutkan diri menjadi medulla oblongata. Di dalam 1/3 bagian caudal canalis vertebralis terdapat kumpulan serabut nervus spinalis yang membentuk cauda equina (Maududi, 2012).

2. Anatomi Sistem Saraf Tepi Sistem saraf tepi merupakan bagian dari sistem saraf tubuh yang meneruskan rangsangan menuju dan dari sistem saraf pusat, karena itu di dalamnya terdapat serabut saraf sensorik (saraf aferen) dan serabut saraf motorik (saraf eferen) (Anonim, 2012). a.

Sistem Saraf Somatik 1) 31 pasang Nn. Spinalis Sistem saraf somatik memiliki 31 pasang Nervi spinalis diantaranya yaitu 8 pasang pada cervicalis, 12 pasang pada thoracalis, 5 pasang pada lumbalis, 5 pasang pasa sacralis dan 1 pasang pada coccygeus. 2) 12 pasang Nn. Cranialis Saraf yang berjumlah 12 pasang dan meliputi beberapa saraf. Saraf cranialis terdiri atas sensorik (I, II, dan VIII), motorik (III, IV, VI, XI, dan XII), serta sensorik dan motorik (V, VII, IX, dan X).

4

b.

Sistem Saraf Otonom Sistem saraf otonom tidak diatur oleh kemauan manusia, dan bekerja secara otomatis. 1) Saraf otonom sympathis Saraf otonom sympathis berpusat pada cornu lateralis segmen Medulla spinalis Thoracalis dan Lumbalis. Saraf ini mencapai organ yang dipersarafinya yaitu nervus spinalis dan pembuluh darah (Anonim, 2012). 2) Saraf otonom parasympathis Saraf otonom parasympathis berpusat pada truncus cerebri, dan cornu lateralis Medulla spinalis segmen Sacralis. Saraf ini mencapai organ yang dipersarafinya yaitu nervus cranialis (Anonim, 2012).

Gambar 1.4 Saraf Otonom Sympathis dan Parasympathis Sumber: Sistem Saraf, 2012

5

B. Fisiologi Sistem Saraf 1.

Fisiologi Sistem Saraf Pusat Sistem saraf pusat secara garis besar terbagi atas otak dan medula spinalis. Otak dan medula tersusun atas beberapa bagian dengan fungsinya masing-masing sebagi berikut (Lauralee, 2012) : a.

Otak Otak manusia terdiri atas dua hemisfer yang besar, yaitu hemisfer kiri dan kanan. Oleh karena terjadi pindah silang pada sumsum tulang belakang, hemisfer kiri mengendalikan sistem bagian kanan tubuh, sebaliknya hemisfer kanan mengendalikan sistem bagian kiri tubuh. Otak terdiri atas tiga bagian yaitu: 1)

Batang Otak Batang

otak

(mesencephalon),

manusia jembatan

terdiri varol

atas (pons),

otak

tengah

dan

medulla

oblongata. Batang otak adalah jalur penghubung penting antara bagian otak lain dan medulla spinalis. Fungsi batang otak yaitu sebagian besar dari 12 pasang Nervus Cranialis berasal dari batang otak. Saraf-saraf ini mempersarafi stuktur-struktur di kepala dan leher dengan serat sensorik dan motorik, kecuali nervus vagus. Sebagian besar cabang nervus vagus, bukan mempersarafi daerah-daerah di kepala, namun mempersarafi organ-organ di rongga thoraks dan abdomen. Batang otak juga berperan

dalam

mengatur

refleks

otot

keseimbangan dan postur (Maududi, 2012).

yang

terlibat

6

2)

Otak kecil (cerebellum) Di cerebellum ditemukan lebih banyak neuron individual daripada di bagian otak yang lainnya. Secara spesifik, bagianbagian cerebellum melakukan fungsi-fungsi berikut: a) Vestibulocerebellum

penting

untuk

mempertahankan

keseimbangan dan kontrol gerakan mata. b) Spinocerebellum

meningkatkan

tonus

otot

dan

mengkoordinasikan gerakan volunter terampil. Bagian otak ini sangat penting dalam memastikan waktu yang tepat untuk otot dalam berkontraksi untuk mengkoordinasikan gerakan yang melibatkan banyak sendi. c) Cerebrocerebellum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter dengan memberikan masukan ke daerah motorik cortex. Ini juga merupakan bagian cerebellum yang menyimpan ingatan prosedural (Lauralee, 2012). 3)

Otak depan (fore brain) a) Diencephalon yang terdiri atas thalamus dan hipothalamus Thalamus berfungsi sebagai stasiun pemancar dan pusat integrasi sinaps untuk pemrosesan awal semua input sensorik dalam perjalanannya ke cortex. Bagian ini menyaring sinyal tak signifikan dan meneruskan impuls sensorik ke daerah cortex somatosensorik yang sesuai, serta ke bagian otak lainnya. Hipothalamus adalah kumpulan nukleus-nukleus spesifik dan serat-serat terkait yang terletak di bawah

7

thalamus. Hipothalamus merupakan pusat integrasi bagi banyak

fungsi

homeostatik

serta

berfungsi

sebagai

penghubung penting antara sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Hipothalamus juga merupakan bagian otak yang paling terlibat dalam pengaturan langsung lingkungan internal (Nugroho, 2013). b) Otak besar (Cerebrum) Cerebrum berfungsi mengatur semua aktivitas mental, yaitu

yang

kesadaran,

berkaitan dan

dengan

pertimbangan.

kepandaian, Cerebrum

ingatan,

merupakan

sumber dari semua aktivitas (Nugroho, 2013). b.

Sumsum Tulang Belakang (Medulla spinalis) Medulla spinalis berjalan melalui canalis vertebralis dan dihubungkan dengan nevus spinalis. Medulla spinalis memilki dua fungsi vital. Pertama, bagian ini berfungsi sebagai jaringan saraf penghubung antara otak dan susunan saraf tepi. Semua komunikasi naik dan turun melalui medulla spinalis yang terletak di jaras (traktus asendens dan desendens) di substantia albamedulla spinalis. Kedua, bagian ini berfungsi sebagai pusat integrasi untuk refleks spinal, termasuk sebagian dari refleks postural dan protektif dasar serta refleks yang berkaitan dengan pengosongan organ-organ panggul. Substantia grisea yang terletak di bagian tengah medulla spinalis mengandung antar neuron yang terletak antara aferen dan eferen serta badan-badan sel neuron eferen. Serat aferen dan eferen,

8

yang masing-masing membawa sinyal ke dan dari medulla spinalis, menyatu membentuk nervus spinalis (Nugroho, 2013). 2.

Fisiologi Sistem Saraf Tepi Sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom (Maududi, 2012). a.

Sistem Saraf Somatik Sistem saraf somatik terdiri dari axon neuron motorik, yang berasal dari medulla spinalis dan batang otak yang akan berakhir di otot rangka. Neuron motorik adalah jalur akhir yang digunakan oleh berbagai bagian SSP untuk mengontrol aktivitas

otot rangka.

Daerah-daerah SSP yang mempengaruhi aktivitas otot rangka dengan bekerja melalui neuron motorik (Maududi, 2012). Sistem saraf somatik tebagi dua yaitu: 1) 31 pasang Nn. Spinalis Nn. Spinalis merupakan bagian dari sistem saraf somatik. Dimulai dari ujung saraf dorsal dan ventral dari medulla spinalis. Saraf-saraf tersebut mengarah keluar rongga dan bercabang-cabang di sepanjang perjalanannya menuju otot atau reseptor sensoris yang hendak dicapainya. Semua axon di dorsal root menyampaikan informasi sensomotorik. 2) 12 pasang Nn. Cranialis Nn. Cranialis terdiri dari 12 pasang saraf kepala yang meninggalkan permukaan ventral otak. Sebagian besar sarafsaraf kepala ini mengontrol fungsi sensoris dan motorik di

9

bagian kepala dan leher. Salah satu dari keduabelas pasang tersebut adalah saraf vagus yang merupakan saraf kesepuluh yang mengatur fungsi-fungsi organ tubuh di bagian dada dan perut. Disebut vagus atau saraf yang berkelana karena cabangcabang sarafnya mencapai rongga dada dan perut (Lauralee, 2012). b.

Sistem Saraf Otonom Sistem saraf otonom terletak di dalam medulla spinalis, batang otak dan hipothalamus. Semua sistem limbik juga berperan dalam mengirimkan isyarat ke pusat-pusat yang lebih rendah dan dengan jalan ini mempengaruhi pengendalian otonom. Sistem saraf otonom sering bekerja melalui refleks otonom, yaitu isyarat sensoris dari reseptor saraf tepi mengirimkan isyarat ke dalam pusat-usat medulla spinalis, batang otak atau hipothalamus, dan sebaliknya mengirimkan respon refleks yang tepat kembali ke organ viceral untuk melakukan kegiatan (Nugroho, 2013).

BAB II PATOFISIOLOGI A. Definisi Stroke Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan atau sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena; dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011). Non hemorragic stroke terjadi karena adanya penyumbatan aliran darah sehingga aliran darah ke otak terhambat secara tiba-tiba. Non hemorragic stroke disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu kondisi dimana terjadi penumpukan timbunan lemak dan kolesterol, yang disebut plak, dalam pembuluh darah (Irfan, 2010). B. Epidemiologi Badan kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya. Stroke meupakan penyebab kematian utama urutan ke dua pada kelompok usia di atas 60 tahun, dan urutan ke lima penyebab kematian pada kelompok usia 15-59 tahun. Di negara-negara maju, insidensi stroke cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh pembatasan peredaran rokok melalui peningkatan bea cukai rokok, serta peningkatan kepatuhan penderita hipertensi mengontrol tekanan darahnya. Meskipun demikian, prevalensi penderita stroke terus bertambah seiring meningkatnya usia harapan hidup di negara maju. Sementara itu, di negara-

10

11

negara miskin dan berkembang, seperti di Indonesia, insidensi stroke cenderung meningkat setiap tahunnya meskipun sulit mendapatkan data yang akurat (Holistic Health Solution, 2011). C. Etiologi Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan seseorang lebih rentan terserang stroke. Faktor resiko tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, faktor resiko stroke yang tidak dapat diubah, yakni usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, ras atau etnis. Kedua, faktor resiko stroke yang dapat diubah, yakni hipertensi, kebiasaan merokok, penyakit dan kelainan irama jantung, serta DM tipe 2 (Pudiastuti, 2013). Adapun beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah atau perdarahan di otak adalah sebagai berikut: 1. Hipertensi Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus menambah beban pembuluh arteri perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga mengurangi elastisitasnya. Hal ini dapat pula merusak dinding arteri dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner. Hal ini meningkatkan resistensi pada aliran darah yang pada gilirannya menambah naiknya tekanan darah. Semakin berat kondisi hipertensi, semakin besar pula faktor resiko yang ditimbulkan (Pudiastuti, 2013). 2. Penyakit jantung Emboli yang terbentuk di jantung akibat adanya kelainan pada arteri jantung trutama arteria coronaria dapat terlepas dan dapat mengalir ke otak

12

sehingga dapat menyumbat arteri di otak dan dapat mencetuskan stroke ischemia (Pudiastuti, 2013). 3. Diabetes melitus Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan pada system vaskuler (pembuluh darah dan jantung) serta memicu terjadinya aterosklerosis (Pudiastuti, 2013). 4. Merokok Asap rokok yang mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin dapat merangsang denyut jantung dan tekanan darah. Kandungan carbonmonoksida dalam rokok memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah merah (hemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen sehingga kapasitas darah yang mengangkut oksigen ke jaringan lain terutama jantung menjadi berkurang. Hal ini akan mempercepat terjadinya stroke ischemia bila seseorang sudah mempunyai penyakit jantung (Pudiastuti, 2013). 5. Makanan yang tidak sehat Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang mereka gunakan dalam aktivitas sehari-hari, kelebihan kalori tersebut akan diubah menjadi lemak yang menumpuk di dalam tubuh (Pudiastuti, 2013). D. Jenis Stroke Menurut Irfan (2010), jenis stroke berdasarkan penyebabnya dapat dikategorikan dalam non hemoragik stroke/iskemik (NHS) dan hemoragik stroke (HS).

13

1.

Stroke Non hemoragik/ischemic : Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak yang mengakibatkan suplai oksigen ke otak mengalami gangguan sehingga otak kekurangan oksigen. Pada non hemoragik stroke aliran darah ke sebagian jaringan otak berkurang atau berhenti. Hal ini bisa disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolestrol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah meyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Pudiastuti, 2013).

2.

Stroke hemoragik : Hemoragik stroke adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak yang menghambat aliran darah normal dan darah merembes ke daerah sekitarnya kemudian merusak daerah tersebut (Wardhana, 2011). Stroke hemoragik ini adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian kecil dari stroke total: 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subarachnoid (Irfan, 2010).

E. Patomekanisme Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan

14

iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak (Wardhana, 2011). Pada stroke iskemik terjadi dalam jaringan otak yang aliran darah arterinya terganggu akibat trombus atau emboli sehingga menimbulkan gangguan fungsi otak. Iskemik dapat menyebabkan hipoksia atau anoksia dan hipoglikemik pada jaringan otak. Proses ini dapat mengakibatkan kematian pada neuron, sel ganglia dan struktur otak disekitar area infark. Edema yang terjadi akan memperberat infark itu sendiri. Setelah terjadinya infark dan edema, maka secara otomatis akan terjadi penurunan kemampuan fungsi otak dalam

menjalankan

fungsi

neurologisnya

seperti

semula.

Hal

ini

mengakibatkan terjadinya defisit neurologis pada area kontralateral dari area lesi otak yang terkena, sesuai dengan karakteristik dari otak (Wardhana, 2011). F. Gambaran Klinis Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Kerusakan karena lesi batang otak biasanya berakibat pada defisit motorik bilateral disertai gangguan sensorik dan nervus kranial, dan disekuilibrium (Irfan, 2010). Secara umum meliputi: 1. Gangguan motorik : kelemahan atau kelumpuhan separuh anggota gerak, gangguan, gerak volunter, gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi, 2. Gangguan sensoris : gangguan perasaan, kesemutan, rasa tebal-tebal 3. Gangguan bicara : sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara (afasia motorik), tidak bisa memahamibicara orang (afasia sensorik), 4. Gangguan kognitif

15

G. Komplikasi Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat penanganan yang baik antara lain (Pudiastuti, 2013): 1. Abnormal tonus Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas serta dapat menggangu gerak dan menghambat terjadinya keseimbangan. 2. Sindrom bahu (frozen shoulder) Frozen shoulder merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian pasien. Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi. 3. Deep vein thrombosis Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi. Hal ini menyebabkan oedem pada tungkai bawah. 4. Orthostatic hypotension Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak. Penurunan tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah. 5. Kontraktur Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan memendek.

BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI A. Data Umum Pasien Nama/Inisial

: Ny. SM

TTL/Usia

: 64 tahun

Alamat

: Jl. Bung

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

Agama

: Islam

Vital Sign

:

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Denyut Nadi

: 78x/menit

B. Pemeriksaan Fisioterapi (CHARTS) 1. Chief Of Complaint Lemah pada lengan dan tungkai sebelah kiri serta deformitas pergelangan kaki kiri. 2. History Taking Terjadi perubahan pada sendi pergelangan kaki dan sendi pada jari-jari tangan sejak sekitar 1,5 tahun yang lalu. Awalnya pasien merasakan nyeri pada sendi kaki. Tidak mengonsumsi obat anti nyeri. Ada riwayat hipertensi. Sudah pernah ke dokter dan didiagnosis rematik. Pasien mengonsumsi

obat

gula

darah.

16

Sudah

melakukan

pemeriksaan

17

laboratorium dan hasilnya di atas normal, gula darah tinggi, kolesterol tinggi. Hasil CT-Scan ada penyumbatan pembuluh darah. 3. Assymetric a. Inspeksi statis : wajah nampak cemas, tubuh pasien kifosis, jari kelingking kiri berbentuk swan neck, ankle joint asimetris. b. Inspeksi dinamis : pasien datang menggunakan kursi roda. c. PFGD : Regio

Shoulder

Elbow

Wrist

Finger

Hip

Gerakan

Aktif

Pasif

TIMT

Fleksi

Terbatas

Terbatas, springfy endfeel

Mampu

Ekstensi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Abduksi

Terbatas

Terbatas, springfy endfeel

Mampu

Adduksi

Terbatas

Terbatas, springfy endfeel

Mampu

Eksorotasi

Terbatas

Terbatas, firm endfeel

Mampu

Endorotasi

Terbatas

Terbatas, firm endfeel

Mampu

Fleksi

DBN

DBN, soft endfeel

Mampu

Ekstensi

DBN

DBN, hard endfeel

Mampu

Pronasi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Supinasi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Palmar fleksi

DBN

DBN, hard endfeel

Mampu

Dorso fleksi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Ulnar deviasi

DBN

DBN, hard enfeel

Mampu

Radial deviasi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Fleksi

DBN

DBN, hard endfeel

Mampu

Ekstensi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Oposisi

DBN

DBN, hard enfeel

Mampu

Reposisi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Fleksi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Ekstensi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Abduksi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Adduksi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Eksorotasi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

18

Knee

Ankle

d.

Endorotasi

DBN

DBN, elastic endfeel

Mampu

Fleksi

DBN

DBN, soft endfeel

Mampu

Ekstensi

DBN

DBN, hard endfeel

Mampu

Plantar fleksi

Terbatas

Terbatas, elastic endfeel

Tidak mampu

Dorso fleksi

Terbatas

Terbatas, sprigfy endfeel

Tidak Mampu

Inversi

Terbatas

Terbatas, elastic endfeel

Tidak Mampu

Eversi

Terbatas

Terbatas, sprigfy endfeel

Tidak Mampu

Palpasi 1) Suhu : Normal 2) Oedem : (+) ankle joint sinistra 3) Tenderness : (-)

4. Restrictive a.

Limitasi ROM : Terbatas pada gerakan shoulder, dan ankle joint sinistra

b.

Limitas ADL : gangguan ADL berjalan, shalat dan selfcare

c.

Limitasi pekerjaan : -

d.

Limitasi rekreasi : -

5. Tissue Impairment a.

Muskulotendinogen : Kontraktur Mm. fleksor digitorum group ankle dan wrist sinistra dan weakness pada group otot fleksor, ekstensor, adductor, abduktor shoulder sinistra, serta group otot ekstensor ankle sinistra

b.

Osteoarthrogen : Ankle joint

c.

Neurogen : -

d.

Psikogen : Cemas

19

6. Spesifik Test a. Zona latihan Hasil : Batas Bawah : 107,7 x / menit Batas Atas : 114,6 x / menit Interpretasi : untuk mencapai latihan yang optimal maka pasien harus diberikan latihan pada batas denyut nadi tidak kurang dari 107,7x/menit dan tidak melebihi 114,6 x/menit. b. Tes ROM Hasil : Regio

ROM S. 60.0.140

Shoulder

F. 150.0.30 R. 80.0.70

Ankle

S. 40.0.6 F. 0.8.30

Interpertasi : Keterbatasan ROM pada shoulder joint dan ankle joint c. Skala asworth Hasil : 0 Interpretasi : Tidak ada peningkatan tonus otot d. Tes kontraktur Hasil : Nyeri saat diulur pada Mm. flexor digitorum group ankle sinisra Interpretasi : Kontraktur pada Mm. flexor digitorum group ankle sinistra e. Tes sensorik Hasil : pasien mampu merasakan stimulasi yang diberikan

20

Interpretasi : Normal f. Tes refleks Hasil : (+) Interpertasi : Normal g. Tes rasa gerak Hasil : (+) Interpretasi : Normal h. Tes arah gerak : Hasil : (+) Interpretasi : Normal i. Tes koordinasi: 1) Finger to finger Hasil : Dapat dilakukan Interpretasi : Normal 2) Finger to nose Hasil : Dapat dilakukan Interpretasi : Normal 3) Hell to knee Hasil : Dapat dilakukan Interpretasi : Normal j. Berg Balance Scale (BBS) Hasil : 14 Interpretasi : Resiko jatuh tinggi No.

Penilaian

Skor

21

1.

Berdiri dari posisi duduk

1

2.

Berdiri tanpa bantuan

1

3.

Duduk tanpa bersandar dengan kaki bertumpu ke lantai

4

4.

Duduk dari posisi berdiri

4

5.

Berpindah tempat

1

6.

Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup

0

7.

Berdiri tanpa bantuan dengan kaki dirapatkan

0

Menjangkau kayu/sedotan dengan tangan lurus ke depan

8.

pada posisi berdiri

9.

Mengambil barang di lantai dari posisi berdiri

10. 11. 12.

Menengok ke belakang melewati bahu kiri dan kanan ketika berdiri Berputar 360 derajat Menempatkan kaki bergantian pada anak tangga/bangku kecil ketika berdiri

1 1 0 0 0

13.

Berdiri dengan satu kaki di depan kaki lain

1

14.

Berdiri dengan satu kaki

0

Jumlah skor

14

k. Manual Muscle Test (MMT) 1) Group otot fleksor, ekstensor, adductor, abductor shoulder dextra Hasil : 5 Interpretasi : Full ROM menahan tahanan maksimal 2) Group otot fleksor, ekstensor, adductor, abductor shoulder sinistra Hasil : 3 Interpretasi : Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, lebih separuh ROM melawan gravitasi 3) Group otot ektensor ankle dextra Hasil : 5 Interpretasi : Full ROM menahan tahanan maksimal

22

4) Group otot ektensor ankle sinistra Hasil : 3Interpretasi : Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, lebih separuh ROM melawan gravitasi l. Hamilton Depression Scale Hasil : 14 Interpretasi : Moderate depression m. Indeks Barthel Hasil : 7 Interpretasi : Ketergantungan berat n. CT-Scan : Penyumbatan pembuluh darah C.

Diagnosis Fisioterapi Gangguan gerak dan aktivitas fungsional berupa walking, praying dan selfcare akibat deformitas, limitasi ankle joint sinistra dan kontraktur m. digitorum e.c non hemorragic stroke sejak 1,5 tahun yang lalu.

D.

Problem Fisioterapi 1.

Problem Primer : Kontraktur pada Mm. fleksor digitorum group ankle dan wrist sinistra

2.

Problem Sekunder : Kecemasan, keterbatasan ROM pada shoulder joint dan ankle joint, kelemahan pada group otot fleksor, ekstensor, adductor, abduktor shoulder sinistra, serta group otot ekstensor ankle sinistra, gangguan postur, gangguan keseimbangan

3. E.

Problem Kompleks : Gangguan ADL berjalan

Tujuan Penanganan Fisioterapi

23

Penanganan FT yang diberkan terkait dengan kondisi pasien bertujuan untuk: 1. Tujuan Jangka Panjang Mengembalikan kemampuan aktivitas fungsional berjalan

2. Tujuan Jangka Pendek a. Meningkatkan rasa percaya diri/menghilangkan rasa cemas b. Meningkatkan kekuatan otot c. Meningkatkan ROM d. Menurunkan kontraktur e. Meningkatkan keseimbangan f. Mengatasi gangguan postur F.

Intervensi Fisioterapi

No. 1.

Kecemasan

Problem

Modalitas Komunikasi Terapeutik

2.

Pre-eleminery exc

Elektrotherapy (infrared)

3.

Kontraktur pada Mm. flexor

Exercise Therapy

digitorum group ankle dan finger sinistra 4.

Kelemahan pada group otot

fleksor, ekstensor, adductor, abduktor shoulder sinistra, serta group otot ekstensor ankle sinistra

Exercise Therapy

Exercise Therapy

Dosis F : 1xsehari I : Pasien Fokus T : Motivasi T : 3 menit F : 1xsehari I : 30 cm T : local area T : 10 menit F : Setiap hari I : 15 hitungan, 3 repetisi T : Stretching exc T : 5 menit F : setiap hari I : 8 hitungan, 5 repetisi T : strengthening exc T : 5 menit F : setiap hari I : 8 hitungan, 5 repetisi T : bridging exc T : 3 menit

24

5.

Keterbatasan ROM pada

Exercise Therapy

F : Setiap hari I : 8 hitungan, 3 repetisi T : PROMEX T : 3 menit F : setiap hari I : 8 hitunngan, 5 repetisi T : budgnet exc T : 5 menit F : setiap hari I : selama exercise posisi berdiri T : mirror exc T : 10 menit F : setiap hari I : 5 repetisi T : stabilisasi duduk, berdiri T : 10 menit F : setiap hari I : 10 repetisi T : balancing exc (SMI) T :10 menit F: setiap hari I : 3 repetisi T : walking exc + aproksimasi, PNF exc T : 5 menit

shoulder joint dan ankle joint 6.

Gangguan postur

Exercise Therapy

Exercise Therapy

7.

Gangguan keseimbangan

Exercise Therapy

Exercise Therapy

8.

Gangguan ADL

Exercise Therapy

G. Evaluasi Fisioterapi Evaluasi setelah 4x terapi Problem

Parameter

Kecemasan

Hamilton Depression Scale

Kelemahan Otot

MMT

Keterbatasan ROM

Interpretasi Pre

Goniometer

Post

14 (Moderate depression)

10 (Mild depression)

Superior sinistra : 3-

Superior sinistra : 4

Inferior sinistra : 3-

Inferior sinistra : 4

Shoulder = S.60.0.140

Shoulder = S.60.0.150

F.150.0.30

F.165.0.35

R.80.0.70

R.80.0.70

Ankle = S.40.0.6

Ankle = S.45.0.10

Terjadi penurunan tingkat kecemasan Ada peningkatan kekuatan otot

Ada peningkatan ROM

25

F.0.8.30

F.0.12.30

Gangguan postur

Observasi

Kifosis

Kifosis

Terjadi perubahan namun belum signifikan

Gangguan keseimbangan

Berg Balance Scale

14 (Resiko Jatuh tinggi)

18 (Resiko Jatuh tinggi)

Ada peningkatan keseimbangan

Gangguan ADL

Indeks Barthel

7 (Ketergantungan berat)

10 (Ketergantugan berat)

Ada peningkatan nilai ADL

H. Modifikasi Modifikasi yang dilakukan berupa meningkatkan dosis latihan secara berkala sesuai dengan kemampuan pasien. Selain itu, teknik latihan ADL juga disesuaikan dengan kemampuan pasien dan jika kondisi pasien benar-benar stabil, dapat diberikan latihan yang berhubungan dengan hobi pasien. I.

Home Program Pasien diajarkan untuk melakukan gerakan aktif dan pasif pada shoulder joint serta diajarkan self stretching pada Mm. fleksor digitorum group ankle sinistra untuk mengurangi kontraktur. Selain itu, latihan berdiri dan berjalan juga perlu dilakukan di rumah dengan tetap berada dibawah pengawasan.

J.

Kemitraan Melakukan kolaborasi/kemitraan dalam rangka memberikan layanan prima kepada pasien, di antaranya dengan

dokter spesialis neurologi,

perawat, apoteker, ahli gizi, psikolog dan rohaniawan.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Aras, Djohan. 2013. Proses dan Pengukuran Fisioterapi. Makassar : Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Holistic Health Solution. 2011. Stroke di Usia Muda. Jakarta : Grasindo Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi bagi Insan Stroke Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Junaidi, I. (2011). Stroke Wasapadai Ancamannya. Yogyakarta: Penerbit Andi. Kisnes C, Colby L.A. 2013. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques, sixth edition. Philadelphia: F.A Davis Company. Lauralee, Sherwood. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi-6. Jakarta: EGC. Maududi. 2012. Sistem Saraf. Jakarta: No Publication. Nugroho, G. 2013. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf. Lampung : Universitas Lampung. Available from http://staff.unila.ac.id Pudiastuti, D. W. (2013). Penyakit-Penyakit Mematikan. Jogjakarta: Nuha Medika. Wardhana, W. A. (2011). Strategi Mengatasi & Bangkit Dari Stroke. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

26

27

LAMPIRAN Lampiran 1 Skala Penilaian Berg Balance Scale (BBS) No. 1.

Aktifitas Berdiri dari posisi duduk

2.

Berdiri bantuan

tanpa

3.

Duduk tanpa bersandar dengan kaki bertumpu ke lantai

4.

Duduk dari posisi berdiri

5.

Berpindah tempat

6.

Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup

Indikator Skor 4 : Mampu tanpa menggunakan tangan dan berdiri stabil 3 : Mampu berdiri stabil tetapi menggunakan support tangan 2 : Mampu berdiri dengan support tangan setelah beberapa kali mencoba 1 : Membutuhkan bantuan sedang sampai maksimal untuk dapat berdiri 0 : Membutukan bantuan maksimal untuk dapat berdiri 4 : Mampu berdiri dengan aman selam dua menit 3 : Mampu berdiri selama dua menit dengan pengawasan 2 : Mampu berdiri selama 30 detik tanpa penyangga 1 : Butuh beberapa kali mencoba untuk berdiri 30 detik tanpa penyangga 0 : Tidak mampu berdiri 30 detik tanpa bantuan 4 : Mampu duduk dengan aman selama dua menit 3 : Mampu duduk selama dua menit dengan pengawasan 2 : Mampu berdiri selama 30 detik tanpa penyangga 1 : Butuh beberapa kali mencoba untuk berdiri 30 detik tanpa penyangga 0 : Tidak mampu berdiri 30 detik tanpa bantuan 4 : Duduk aman dengan bantuan tangan minimal 3 : Mengontrol gerakan duduk dengan tangan 2 : Mengontrol gerakan duduk dengan paha belakang menopang di kursi 1 : Duduk mandiri tetapi dengan gerakan duduk tak terkontrol 0 : Membutuhkan bantuan untuk duduk 4 : Mampu berpindah dengan aman dan menggunakan tangan minimal 3 : Mampu berpindah dengan aman dan menggunakan tangan 2 : Dapat berpindah dengan aba-aba atau dibawah pengawasan 1 : Membutuhkan satu orang untuk membantu 0 : Membutuhkan lebih dari satu orang untuk membantu 4 : Mampu berdiri dengan aman selama 10 detik 3 : Mampu berdiri 10 detik dengan pengawasan 2 : Mampu berdiri selama 3 detik

28

7.

Berdiri tanpa bantuan dengan kaki dirapatkan

8.

Menjangkau kayu/sedotan dengan tangan lurus ke depan pada posisi berdiri posisi berdiri

9.

10.

Menengok ke belakang melewati bahu kiri dan kanan ketika berdiri

11.

Berputar derajat

12.

Menempatkan kaki bergantuan pada anak tangga/bangku kecil ketika berdiri

13.

Berdiri dengan satu kaki di

360

1 : Tidak mampu menutup mata selama 3 detik 0 : Butuh bantuan untuk menjaga agar tidak jatuh 4 : Mampu menempatkan kaki secara mandiri dan berdiri selama 1 menit 3 : Mampu menempatkan kaki secara mandiri dan berdiri selama 1 menit dibawah pengawasan 2 : Mampu menempatkan kaki secara mandiri dan berdiri selama 30 detik 1 : Membutuhkan bantuan memposisikan kedua kaki 4 : Dapat meraih secara meyakinkan > 25 cm (10 inches) 3 : Dapat meraih > 12, 5 cm (5 inches) dengan aman 2 : Dapat merah > 5 cm ( 2 inches) dengan aman 1 : Dapat meraih tetapi dengan pengawasan 0 : Kehilangan keseimbangan ketika mencoba 4 : Mampu mengambil dengan aman dan mudah 3 : Mampu mengambil, tetapi butuh pengawasan 2 : Tidak mampu mengambil tetapi mendekati sepatu 2-5 cm (1-2 inches) dengan seimbang dan mandiri 1 : Tidak mampu mengambil, mencoba beberapa kali dengan pengawasan 0 : Tidak mampu mengambil dan butuh bantuan agar tidak jatuh 4 : Melihat ke belakang kiri dan kanan dengan pergeseran yang baik 3 : Melihat ke belakang pada salah satu sisi dengan baik, dan sisi lainnya kurang 2 : Hanya mampu melihat ke samping dengan seimbang 1 : Membutuhkan pengawasan untuk berbalik 0 : Membutuhkan bantuan untuk tetap seimbang dan tidak jatuh 4 : Mampu berputar 360 derajat 3 : Mampu berputar 360 derajat dengan aman pada satu sisi selama 4 detik atau kurang 2 : Mampu berputar 360 derajat dengan aman tetapi perlahan 1 : Membutuhkan pengawasan dan panduan 0 : Membutuhkan bantuan untuk berbalik 4 : Mampu berdiri mandiri dan aman, 8 langkah selama 20 detik 3 : Mampu berdiri mandiri dan aman, 8 langkah selama < 20 detik 2 : Mampu melakukan 4 langkah tanpa alat bantu dengan pengawasan 1 : Mampu melakukan > 2 langkah, membutuhkan bantuan minimal 0 : Membutuhkan bantuan untuk tidak jatuh 4 : Mampu menempatkan dengan mudah, mandiri dan bertahan 30 detik

29

depan kaki lain

14.

Berdiri dengan satu kaki

3 : Mampu menempatkan secara mandiri selama 30 detik 2 : Mampu menempatkan dengan jarak langkah kecil, mandiri selama 30 detik 1 : Membutuhkan bantuan untuk menempatkan tetapi bertahan 15 detik 0 : Kehilangan keseimbangan ketika penempatan dan berdiri 4 : Mampu berdiri dan bertahan > 10 detik 3 : Mampu berdiri dan bertahan 5-10 detik 2 : Mampu berdiri dan bertahan = atau > 3 detik 1 : Mencoba untuk berdiri dan tidak mampu 3 detik, tetapi mandiri 0 : Tidak mampu, dan membutuhkan bantuan agar tidak jatuh

Interpretasi data: 41 – 56

: Resiko jatuh rendah

21 – 40

: Resiko jatuh sedang

0 – 20

: Resiko jatuh tinggi

30

Lampiran 2 Parameter Manual Muscle Test (MMT) Skor

Kategori

5

Normal

4

Baik

3+

Cukup +

3

Cukup

3-

Cukup -

2+

Lemah+

2

Lemah

2-

Lemah -

1

Sangat Lemah Tidak ada

0

kekuatan sama sekali

Interpretasi Full ROM menahan tahanan maksimal Full ROM menahan tahanan sedang Full ROM melawan gravitasi dan mampu melawan tahan minimum Full ROM melawan gravitas Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, lebih separuh ROM melawan gravitasi Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, kurang dari separuh ROM melawan gravitasi Full ROM tanpa pengaruh gravitasi Parsial ROM tanpa pengaruh gravitasi Ada kontraksi (inspeksi atau palpasi) tapi tidak ada gerakan pada sendi Tidak ada kontraksi sama sekali (baik inspeksi maupun palpasi)

31

Lampiran 3 Hamilton Depression Scale (HRS-D)

1

KRITERIA a. t i Keadaan perasaan sedih (sedih,putus asa,tak berdaya,tak berguna)

2

Perasaan bersalah

3

Bunuh diri

4

Gangguan pola tidur (initial insomnia)

5

Gangguan pola tidur (middle insomnia)

6

Gangguan pola tidur (late insomnia)

7

Kerja dan kegiatannya

8

Kelambanan (lambat dalam berpikir , berbicara gagal berkonsentrasi, dan aktivitas motorik menurun )

kegiatan-

TINGKATAN 0 = tidak ada 1 = Perasaan ini ada hanya bila ditanya; 2 = perasaan ini dinyatakan secara verbal spontan; 3 = perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis; 4 = pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun nonverbal secara spontan. 0 = tidak ada 1 = Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain; 2 = ada ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu; 3 = sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah dan berdosa; 4 = ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya 0 = tidak ada 1 = merasa hidup tak ada gunanya, 2 = mengharapkan kematian atau pikiranpikiran lain kearah itu, 3 = ada ide-ide bunuh diri atau langkahlangkah ke arah itu. 0 = tidak ada 1 = Ada keluhan kadang-kadang sukar tidur misalnya, lebih dari setengah jam baru tidur; 2 = ada keluhan tiap malam sukar tidur 0 = tidak ada 1 = pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam, 2 = terjadi sepanjang malam (bangun dari tempat tidur kecuali buang air kecil) 0 = tidak ada 1 = bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi, 2 = bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi 0 = tidak ada 1=berpikir tidak mampu, keletihan/kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi; 2= hilangnya minat terhadap pekerjaan/hobi 3 = berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau produktivitas menurun. 4 = tidak bekerja karena sakitnya 0 = normal 1= sedikit lamban dalam wawancara; 2 = jelas lamban dalam wawancara; 3 = sukar diwawancarai; stupor (diam sama

SKOR 2

2

0

1

1

1

1

1

32

9

Kegelisahan

10

Kecemasan somatik)

11

Kecemasan (ansietas psikis)

12

Gejala somatik (pencernaan)

13

Gejala somatik (umum)

14

Kotamil (genital)

15

Hipokondriasis (keluahan somatik, fisik yang berpindah-pindah)

16

Kehilangan berat (wawancara)

(ansietas

badan

sekali) 0= tidak ada 1 = kegelisahan ringan; 2 = memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain; 3 = bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang; 4 = meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan keduten otot; gigi gemerutuk; suara tidak stabil; tinitus (telinga berdenging); penglihatan kabur; muka merah atau pucat, lemas; perasaan ditusuk-tusuk. 0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat 4 = ketidakmampuan 0 = tidak ada 1 = ketegangan subjektif dan mudah tersinggung; 2 = mengkhawatirkan hal-hal kecil; 3 = sikap kekhawatiaran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya; 4 = ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya 0= tidak ada 1 = nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh; 2 = sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk saluran pencernaan 0 = tidak ada 1 = anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; 2 = sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan sering buang air kecil terutama malam hari dikala tidur; tidak haid, darah haid sedikit sekali; tidak ada gairah seksual dingin (firgid); ereksi hilang; impotensi 0 = tidak ada 1 = ringan 2 = berat 0 = tidak ada 1 = dihayati sendiri, 2 = preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri, 3 = sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain, 4 = delusi hipokondriasi 0 = tidak ada 1 = berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang 2 = jelas penurunan berat badan,

0

1

0

1

0

0

1

1

33

17

Insight (pemahaman diri)

18

Variasi harian

19

Depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derealisasi (perasaan tidak nyata tidak realistis)

20

Gejala paranoid

21

Gejala-gejala kompulsi

obsesi

dan

3 = tak terjelaskan lagi penurunan berat badan 0 = mengetahui dirinya sakit dan cemas 1 = mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain 2 = menyangkal bahwa ia sakit adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam atau pagi 0 = tidak ada 1 = buruk saat pagi 2 = buruk saat malam 0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat 4 = ketidakmampuan 0 = tidak ada 1 = Kecurigaan; 2 = pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa kejadian di luar tertuju pada dirinya (ideas refence); 3 = waham (delusi) di kejar/diburu 0 = tidak ada 1 = ringan 2 = berat

Total skor

HRS-D Scoring Instructions: Sum the scores from the first 17 items 0-7

= Normal

8-13 = Mild Depression 14-18 = Moderate Depression 19-22 = Severe Depression ≥ 23 = Very Severe Depression

1

0

0

0

0

14

34

Lampiran 4 Indeks Barthel Kemampuan

Penilaian

Skor

Saya dapat mengendalikan defekasi

0 : Tak Pernah 1 : Kadang-kadang 2 : Selalu

2

Saya dapat mengendalikan BAK

0 : Tak Pernah (dikateter dan tak dapat mengatur) 1 : Kadang-kadang 2 : Selalu

1

Mengenai pemeliharaan diri (rambut, gigi, cukur)

0 : butuh bantuan orang lain 1 : mampu melakukan sendiri

1

Menggunakan toilet, saya

Mengenai makan, saya

Naik dan turun dari kursi dan tempat tidur, saya

Mengenai jalan, saya

Berpakaian, saya

Mengenai naik tangga, saya

Mandi, saya TOTAL SKOR

0 : tergantung pada orang lain 1 : kalau perlu minta bantuan 2 : bebas 0 : tergantung orang lain 1 : kalau perlu minta bantuan 2 : bebas 0 : tak mampu duduk dan tergantung pada orang lain untuk pindah 1: mampu duduk tapi perlu banyak bantuan 2 : perlu sedikit bantuan untuk pindah 3 : bebas 0 : tidak dapat, saya terbatas pada kursi yang didorong orang lain 1 : tidak dapat meskipun saya di kursi roda, saya dapat menjalankan sendiri 2 : dapat tetapi hanya dengan bantuan fisik atau kata-kata dari orang lain 3 : bebas penuh dan tak perlu bantuan orang lain 0 : tergantung orang lain 1 : perlu dibantu 2 : bebas, saya dapat mengancing baju, restleting, mengikat tali sepatu dll 0 : tak mampu 1 : perlu bantuan 2 : bebas 0 : tergantung pada orang lain 1 : bebas, saya tak perlu bantuan termasuk keluar/masuk dari toilet/bathub

0

1

0

1

0

0

1 7

35

Lampiran 5 Skala Asworth

Skala 0

Interpretasi Tidak ada peningkatan tonus otot Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan

1

minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi Adanya peningkatan sedikit tonus otot, ditandai adanya pemberhentian

2

gerakan dan diikuti adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi mudah digerakkan.

3

Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan

4

Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan

5

Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

Related Documents

Stm-ans
November 2019 38
Stroke
November 2019 39
Stroke
December 2019 32
Stroke
November 2019 36
Fer Stm@hotmail Com
October 2019 13

More Documents from ""

August 2019 12
August 2019 14
Contoh Proposal.docx
October 2019 34