Lapsus Persalinan Normal Aurum.docx

  • Uploaded by: Rahmat Hidayat
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Persalinan Normal Aurum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 13,054
  • Pages: 76
BAB I PENDAHULUAN

Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.1 Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas umum otot polos miometrium yang relatif perkembangan persalinan,

janin

otot

tenang

yang

memungkinkan pertumbuhan

intrauterin sampai dengan

polos

uterus

mulai

kehamilan

dan

aterm. Menjelang

menunjukkan aktivitas kontraksi secara

terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum.2 Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahir. Lama kehamilan normal 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terahir (HPHT). Untuk menghindari terjadinya komplikasi pada kehamilan dan persalinan, maka setiap ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin minimal 4 kali kunjungan selama masa kehamilan.3 Diperkirakan sebesar 529.000 kematian maternal terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, 48% di antaranya terjadi di Afrika. WHO South-East Asia Region menyumbangkan sepertiga dari seluruh kematian maternal dan neonatal di seluruh dunia. Kurangnya keterampilan tenaga medis dan paramedis masih merupakan rintangan utama dalam menurunkan angka kematian maternal dan neonatal.4 Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera.5

1

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, rasio kematian maternal angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup untuk periode 2008-2012. Analisis tren rasio kematian maternal menunjukkan penurunan dari SDKI 1994 sampai dengan SDKI 2007. Namun, gambaran ini meningkat pada SDKI 2012. Sedangkan angka kematian bayi untuk periode 2008-2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Tampak ada perbedaan yang cukup besar pada kematian bayi dan kematian anak antara perkotaan dan pedesaan. Secara umum, perbedaan kematian antara daerah perkotaan dan pedesaan adalah dua per tiga untuk semua jenis kematian. Pendidikan ibu mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko kematian anak. Pendidikan yang lebih tinggi umumnya berhubungan dengan risiko kematian yang rendah. Risiko kematian anak juga berhubungan dengan status ekonomi dari rumah tangga. Pada umumnya perilaku fertilitas dengan risiko tinggi terkait dengan umur ibu yang tua (di atas 34 tahun) atau umur ibu yang muda (lebih muda dari 18 tahun), jarak kelahiran kurang dari dua tahun, dan urutan kelahiran ketiga dan lebih tinggi.5,6

2

BAB II LAPORAN KASUS

1.

IDENTITAS PASIEN

Nomor RM

: 090609

Nama

: Ny. A

Umur

: 34 tahun

Pendidikan

: DIII

Pekerjaan

: IRT

Suku

: Bugis

Golongan darah

: O+

Agama

: Islam

Alamat

: Jalan Cempaka No. 66 Maros

Riwayat pernikahan : Pernikahan yang pertama Tanggal Masuk

2.

: 04 Maret 2019

IDENTITAS SUAMI PASIEN

Nama

: Tn. T

Umur

: 35 tahun

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Wiraswasta

Suku

: Jawa

Golongan darah

: A+

Agama

: Islam

Alamat

: Jalan Cempaka No. 66 Maros

Riwayat pernikahan : Pernikahan yang pertama

3.

ANAMNESIS

(Autoanamnesis pada hari Senin, 04 Maret 2019 Pkl 23.00 WITA) 3

Keluhan Utama Nyeri perut tembus belakang. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien G4P2A1 Hamil 37 minggu 5 hari, HPHT 13 Juni 2018, TP 20 Maret 2019. Pasien masuk IGD RSIA St Khadijah I dengan pengantar dari Dr. dr. Nasrudin A.M, SpOG (k), MARS. Keluhan saat ini nyeri perut tembus belakang yang dialami sejak 7 jam SMRS. Pelepasan lendir (+), darah (+), air (-). Riwayat di USG tiga hari yang lalu, dengan hasil plasenta letak rendah. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit hipertensi, DM, alergi, penyakit paru dan penyakit jantung disangkal. Riwayat operasi disangkal pasien. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi, DM, penyakit paru, penyakit jantung, alergi obat dan makanan pada keluarga disangkal. Riwayat Menstruasi Pasien menarche saat usia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, lama menstruasi 5-7 hari, nyeri haid (-). Riwayat Pernikahan Menikah 1x, usia pernikahan 6 tahun. Saat menikah pasien berusia 28 tahun. Riwayat KB Pasien memakai kb suntik 3 bulan selama 4 tahun (2014-2018), lalu berhenti karena ingin hamil anak ketiga dan belum memakai lagi sampai saat ini.

Riwayat Obstetri : 1. 2013, Perempuan, 3500 gr, aterm, PPN, bidan, hidup. 2. 2016, abortus, kuretase. 3. 2017, perempuan, 3200 gr, aterm, PPN, bidan, hidup. 4. 2019, kehamilan sekarang.

4

4.

PEMERIKSAAN FISIK 

Status Generalis o Keadaan umum

: Baik

o Kesadaran

: Compos Mentis (E4M6V5)

o Tinggi Badan

: 160 cm

o Berat Badan

: 66 kg

o Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

o Nadi

: 88x/menit, teratur

o Pernapasan

: 20x/menit, teratur

o Suhu

: 36,7 °C

o Mata

: Konjungtiva Anemis (-/-) , Sklera Ikterik (-/-)

o Jantung

: BJ I-II Regular, Murmur (-), Gallop (-)

o Paru

: Suara Napas Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

o Abdomen

: cembung, supel, nyeri tekan (-)

o Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-), CRT <2”

Status Obstetrik / Ginekologi Palpasi LI:

TFU 35 cm, pada fundus uteri teraba bagian yang lunak, tidak melenting dan kurang bundar yang merupakan bokong.

LII:

Pada perut bagian kiri teraba lebar dan memanjang yang berarti punggung. Pada bagian kanan teraba bagian kecil- kecil berarti ekstremitas.

LIII:

Bagian terendah janin teraba bagian bulat, dan keras yang berarti kepala.

LIV:

Kepala janin sudah masuk PAP 4/5 bagian, His 3x 10’ (20-25).

Auskultasi

: DJJ : 136 x/menit, teratur.

Anogenital

:



Inspeksi



Pemeriksaan Dalam Vagina :

: Keluar lendir dan darah dari vagina.

 Vulva/Vulva

: Tak/Tak

5

 Pportio

: Lunak, sedang

 Pembukaan

: 8 cm

 Ketuban

: (+)

 Bagian terdepan : Kepala

5.

 UUK

: Sulit dinilai

 Penurunan

: Hodge I

 Panggul

: Kesan cukup

 Pelepasan

: Lendir (+), darah (+), air (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK Pemeriksaan laboratorium Hematologi Hemoglobin

11 g/dl

12 - 14,0

Leukosit

11,2 x 103/ul

4,0 - 10

Hematokrit

34,1 %

37 – 48

Eritrosit

3,02 x 106/ul

3,8 – 5,2

MCV

81,3 Fl

80 – 96

MCH

26,1 pg

27 – 32

MCHC

32,2 g/Dl

32 – 36

RDW-CV

14,6 %

10,0 - 15

Trombosit

229 x 103/ul

150 - 450

MPV

7,8 fl

6,5 – 11,0

6

PDW

15,3

10,0 – 16,0

PCT

0,178 %

0,150 – 0,500

Hitung Jenis Leukosit Leukosit

11,1 %

20,0 – 40,0

Monosit

5,8 %

2-8

Granulosit

83,1 %

52,0 – 75,0

IMUNOSERULOGI HbsAg

Non reaktif

HIV

Non reaktif

Syphilis

Non reaktif

Hasil pemeriksaan USG : Gravid tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung kiri, FHR (+) 136 x/menit. Plasenta letak corpus anterior grade II. SDP : 3 cm. EFW :3020 gr. 6.

Diagnosis kerja

G4P2A1 gravid 37 minggu 5 hari inpartu kala I fase aktif. 7.

Penatalaksanaan Rencana Diagnostik Observasi Tanda vital, His, DJJ / 30 menit, dan kompresi tali pusat

7

Rencana Terapi

8.



Terminasi pervaginam



Pantau kemaujan persalinan sesuai partograf

Laporan Persalinan dan Follow Up TANGGAL

PERJALANAN PENYAKIT

04/03/2019

S : NKyeri perut tembus belakang

Pkl: 23.20

O : Ku: Baik, sadar

INSTRUKSI Pimpin persalinan

Kes: CM (E4V5M6) V S: TD: 100/70 mmHg N: 84 x/m P: 20 x/m S: 36,70C Status Generalis: Dalam batas normal Status Obstetri : HIS 4x10’ (40-45) DJJ : 148 x/menit PDV : 

V/V : Tak?tak



Portio : Melesap



Φ : 10 cm



Ketuban : (-)



Bag. Terdepan : Kepala



UUK :



Penurunan : Hodge IV



Panggul dalam ksan cukup



Pelepasan lender (+), Darah (+), air (+)

8

A: G4P2A1 Gravid aterm Inpartu kala II Pkl: 23.30

S : Ibu ingin meneran

PPN

O : Dengan HIS adequat dan kekuatan Bersihkan

jalan

ibumeneran lahir bayi laki-laki, BBL: 3250 napas. gr, PBL: 50 cm, AS : 8/10

Cek TFU

A: Kala II

Inj. Oxytocin 10 IU/ im. Jepit,

potong,

rawat tali pusat. Pkl: 23.35

S : Semburan darah

PTT

O : Plasenta, kotiledon, selaput lahir kesan Lahirkan plasenta lengkap. Tali pusat putih, licin, terpilin, secara

Brand

panjang kurang lebih 50 cm.

Andrew.

Perdarahan kurang lebih 100 CC

Masase uterus.

Rupture perineum tingkat II

Cek laserasi jalan

A : Kala III

lahir dan control perdarahan. Hecting perineum.

05/03/2019

S : Tidak ada keluhan

Asam Mefenama

Pkl: 01.35

O : Ku: Baik

3x500 mg.

Kes: CM (E4V5M6) TD: 120/80 mmHg N: 84 x/m

Cefadroxil 2x500 mg. Biosanbe 1x1.

P: 18 x/m S: 36,7 0C TFU : 1 jari dibawah pusat

9

Ketuban : baik Perdarahan : Minimal BAK : lancar BAB : Belum A : Kala IV 05/03/2019

S : Tidak ada keluhan

Cefadroxil 2x500

Pkl: 07.30

O : KU : Baik, sadar

mg

T : 120/80 mmHg

Asam mefenamat

N : 84 x/m

3x500 mg

P : 20 x/m

Biosanbe 1x1 tab

S : 36,7 0C Mammae : tak/ tak Asi : (+) / (+) TFU : 1 Jari dibawah pusat Kontraksi : Baik Luka perineum : terjahit baik Lochia : rubra BAK : lancar BAB : belum A : PPH I 06/03/2019

S : Tidak ada keluhan

Cefadroxil 2 x 500

Pkl: 07.30

O : Ku : Baik, sadar

mg

T : 120/70 mmHg

Asam mefenamat

N : 76 x/m

3 x 500 mg

P : 20 x/m

Biosanbe 1 x 1 tab

S : 36,7 C Mammae : Tak / tak Asi : (+) / (+)

10

TFU : 2 jari dibawah pusat Kontraksi : baik Luka Perineum : terjahit baik Lochia : Kruenta BAK : Baik, lancar, jernih BAB : (+), kesan normal A : PPH II

11

PARTOGRAF

12

Kala 1 □ Partograf melewati garis waspada : Tidak □ Masalah lain, sebutkan

:-

□ Penatalaksanaan masalah tsb

:-

□ Hasilnya

:-

Kala II Episiotomi

: ■ Tidak □ Ya

Pendamping saat persalinan: □ Suami ■ Keluarga □ Teman □ Dukun □ Tidak ada Gawat janin: □ Ya, Tindakan yang dilakukan ■ Tidak Distosia bahu: □ Ya, tindakan yang dilakukan ■ Tidak □ Masalah lain, sebutkan

:-

□ Penatalaksanaan masalah tsb

:-

□ Hasilnya

:-

Kala III Lama kala III: 5 menit Pemberian oksitosin 10 U IM? ■ Ya, waktu □ Tidak, alasan... Pemberian ulang oksitosin (2x)? □ Ya alasan... Peregangan tali pusat terkendali? ■ Ya □ Tidak alasan... Masase fundus uteri? ■ Ya □ Tidak alasan... Plasenta lahir lengkap (intact) : ■ Ya □ Tidak Plasenta tidak lahir dalam 30 menit? □ Ya ■ Tidak Laserasi : ■ Ya, dimana: Perineum □ Tidak Jika laserasi perineum, derajat: 2 Jumlah pendarahan ±100ml □ Masalah lain, sebutkan

:-

□ Penatalaksanaan masalah tsb

:-

□ Hasilnya

:-

13

BAYI BARU LAHIR BB 3250 gram, PB 50 cm, Jenis kelamin : ■ Laki-laki □ Perempuan Penilaian bayi baru lahir baik / ada penyulit Bayi lahir: ■ Normal, tindakan: Mengeringkan, menghangatkan, rangsang taktil, bungkus bayi dan tempatkan di sisi Ibu □ Masalah lain, sebutkan

:-

□ Penatalaksanaan masalah tsb

:-

□ Hasilnya

:-

Pemantauan kala IV

Jam

Wakt

ke

u

I

I

23.50

00.05

Tekana n darah mmHg

120/80 mmHg

120/70 mmHg

Nadi per

Suh

meni

u ˚C

t

Tinggi fundu s uteri

Kontra

Kandung

Perdarah

ksi

kemih

an

Baik

150CC

30

Baik

Kosong

30

Baik

Kosong

20

Baik

Kosong

10

Seting 80

36,5

gi pusat Seting

76

36,5

gi pusat 1 jari

I

00.20

120/80 mmHg

di 80

36,5

bawah umbili kus

I

00.35

110/80 mmHg

1 jari 80

36,5

di bawah

14

umbili cus 1 jari

II

01.05

120/70 mmHg

di 80

36,5

bawah

Baik

Kosong

10

Baik

Kosong

10

umbili kus 1 jari

II

01.35

120/70 mmHg

di 80

36,5

bawah umbili kus

Masalah kala IV Penatalaksanaan yang dilakukan untuk masalah tersebut : Tidak ada Bagaimana hasilnya? -

15

BAB III ANALISA KASUS

1.

Anamnesis Ny. A usia 34 tahun, G4P2A1 Hamil 37 minggu 5 hari, a. Pastikan tanda pasti kehamilan: 1. Gerak janin dalam Rahim 2. Teraba gerakan atau bagian janin 3. Terdengar DJJ 4. Pemeriksaan USG Pasien mengaku adanya tanda gerak janin, gerak janin dapat dirasakan saat kehamilan menunjukkan usia 16-20 minggu. Terabanya bagian dan terdengarnya DJJ dapat dirasakan saat melakukan leopold dan menggunakan fetoskop saat usia kehamilan 20 minggu, atau dengan menggunakan teknik ultrasound atau Doppler dapat dikenali lebih awal saat usia 12-20 minggu. Riwayat telah melakukan pemeriksaan USG sebelumnya. b. Pastikan Usia kehamilan pasien : Usia kehamilan dapat dihitung dengan menggunakan metode kalender berdasarkan HPHT rumus Neagele Tanggal + 7, Bulan + 9

: Januari – April

Tanggal + 7, Bulan – 3, Tahun + 1 : Mei- Desember Usia kehamilan juga dapat ditentukan dengan menggunakan USG dengan panjang CRL pada trimester I

c. Pasien datang ke IRD RSIA St Khadijah I, dari hasil USG oleh dr. Sp.OG didapatkan usia kehamilan 37 minggu 5 hari dengan air ketuban (+), dengan

16

keluhan nyeri perut tembus belakang, pelepasan lendir (+), darah (+), air (-), gerak janin aktif. 2.

Pemeriksaan Fisik a. Status generalis dalam batas normal b. Status obstetric

17

o Pemeriksaan status obstetric tinggi fundus uteri 35 cm sesuai dengan umur kehamilannya. Mengukur tinggi fundus uteri dalam cm, menurut Mc Donald yaitu Jarak Fundus Uteri hingga symphisis / 3.5 cm = tuanya kehamilan dalam bulan. Pada fundus teraba bagian yang lunak, tidak melenting dan kurang bundar yang merupakan presentasi bokong. o Pada perut bagian kiri teraba lebar dan memanjang yang berarti punggung. Pada bagian kanan teraba bagian kecil-kecil berarti ekstermitas. o Pada bagian terendah janin teraba bagian bulat dan keras yang berarti kepala. o Kepala tidak dapat digoyangkan, sudah masuk pintu PAP 4/5 bagian. o His 3x 10’(20-25) o DJJ 136x/menit, gerak janin dirasakan ibu, menandakan janin dalam keadaan baik. TBJ dengan rumu Johnson Toshack = (TFU-N) x155 = (35-12) x 155 = 3565 gram o Inspekulo vagina didapatkan vulva tidak ada kelainan, portio lunak, pembukaan 8 cm, ketuban (+), bagian terdepan kepala, UUK sulit dinilai, penurunan Hodge I, panggul dalam kesan cukup, pelepasan lendir (+), darah (+), air (+).

18

3.

Pemeriksaan Penunjang Hasil USG o Gravid tunggal hidup intrauterine, presentase kepala, punggung kiri, FHR (+) 136 x/m, plasenta letak Corpus anterior grade II, SDP = 3 cm, EFW = 3020gr. Hasil Laboratorium o Dalam batas normal Induksi Persalinan o Merupakan suatu persalinan tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. o Tujuan tindakan tersebut ialah mencapai his 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40 detik. Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin. o Sebelum melakukan induksi penting untuk melakukan bishop score, induksi boleh dilakukan jika score lebih dari 5. Skor

0

1

2

3

Konsistensi serviks

Keras

Sedang

Lunak

Posisi serviks

Posterior

Axial

Anterior

Pembukaan serviks

0

1-2

3-4

5-6

Pendataran serviks

0-30%

40-50%

60-70%

80%

Station

-3

-2

-1, 0

+1, +2

19

o Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur hingga serviks membuka lengkap. Tanda dan gejala adalah penipisan dan pembukaan serviks, kontraksi uterus min 2x/10 menit, dan bloddy show vagina. Partograf o Pada pukul 23.00 o DJJ : 136 dpm o Air ketuban jernih o Pembukaan serviks 8 cm o PAP 4/5 o His 4x10’ (40-45) o TD 110/80 mmHg o Suhu 36,50C o Protein negative o Pada pukul 23.30 o DJJ : 150 dpm o Air ketuban jernih o Pembukaan serviks 10 cm o His 4x10’ (40-45) o TD 110/80 mmHg

20

o Suhu 36,5 0C o Protein negatif o Pada kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap dan berakhir dengan lahirnya bayi, yang harus dilakukan adalah memimpin ibu untuk meneran sesuai kontraksi ibu, hingga proses kelahiran berakhir. Tanda dan gejala kala II diantaranya dorongan meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, vulva membuka, tekanan pada anus, perineum yang menonjol, dan peningkatan pengeluaran lendir bercampur darah. o Langkah asuhan persalinan, melihat tanda dan gejala kala II o Menyiapkan pertolongan persalinan 

Partus set



Obat-obatan



Pencegahan infeksi : mengenakan apron, cuci tangan, menggunakan sarung tangan steril.



Menyiapkan oksitoksin

o Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik o Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses persalinan 

Jika bayi belum lahir dalam 60 menit segera rujuk untuk dilakukan SC

o Menolong kelahiran bayi 

Lahirnya kepala, lindungi perineum dengan 1 tangan yang dilapisi kain. Letakan tangan lain dikepala bayi untuk menghambat pengeluaran, biarkan keluar perlahan.



Saat kepala lahir seka muka, mulut, dan hidung



Cek lilitan tali pusat





Lilitan longgar lepaskan melewati atas kepala bayi



Lilitan kencang klem kedua sisi dan potong tali pusat secara hati hati

Tunggu bayi melakukan putaran paksi luar

21



Bantu kelahiran bahu



Bayi lahir tanggal 04/03/2019 pkl 23.30 WITA secara spontan dengan jenis kelamin laki-laki, BBL 3250 gr, PBL 50 cm, AS 8/10.

o Penanganan bayi baru lahir 

Menilai bayi dengan cepat, resusitasi bila diperlukan



Letakan bayi pada perut ibu atau tempat yang memungkinkan dan selimuti bayi dengan kain.



Jepit tali pusat bayi 3-4 cm dari pusat dengan mengurut tali pusat kearah ibu (klem I) lalu jepit tali pusat 2 cm dari klem pertama kearah ibu (klem II) lakukan pemotongan dengan gunting diantara kedua klem.



Keringkan bayi, selimuti dan lakukan inisiasi menyusu dini

o Pemberian oksitosin 

Penyuntikan dilakukan segera setelah kelahiran bayi, sekitar 2 menit setelah bayi lahir, 10 UI IM gluteus atau 1/3 atas paha kanan



Sebelum

pemberian

oksitosin

lakukan

palpasi

abdomen

untuk

menghilangkan kemungkinan bayi kedua. o Pada pukul 23.30 WITA, bayi lahir spontan jenis kelamin laki-laki , APGAR score 8/10, BBL 3250gram, PBL 50 cm, anus (+), cacat (-). Bayi dalam keadaan sehat, keadaan umum baik. o Setelah kelahiran bayi persiapan masuk kala III yang dimulai saat lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. o Penegangan tali pusat terkendali 

Memindahkan klem pada tali pusat



Meletakan satu tangan diatas kain yang ada diperut ibu, tepat diatas tulang pubis dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.



Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang 22

berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus kearah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai. 

Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau suami melakukan rangsangan puting susu.



Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk mengejan sambil menarik tali pusat kearah bawah dan kebawah mengikuti kurve jalan lahir sambil memeriksan tekanan berlawanan arah pada uterus. 

Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva



Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit o Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM o Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu o Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan o Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya o Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit sejak kelahiran bayi



Jika plasenta terlihat di introitus vagina melanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban.



Jika selaput ketuban robek, pakailah sarung tangan steril periksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forceps steril untuk melepaskan bagian selaput tertinggal.

23

o Pemijatan uterus segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan massage uterus dengan meletakan telapak tangan di fundus, lakukan gerakan melingkar lembut hingga berkontraksi (fundus menjadi keras), plasenta normal lahir sekitar 15 menit setelah bayi lahir secara spontan dan lengkap. o Menilai perdarahan dengan memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakan plasenta didalam kantung plastik atau tempat khusus. o Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum segera jahit yang mengalami perdarahan aktif. o Dari pemeriksaan pada jalan lahir ibu terdapat robekan perineum grade II, yaitu melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan kerusakan sfingter ani.

o Pada tanggal 04/03/2019 pukul 23.35 WITA pasien masuk kala IV, dimulai saaat lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu, selama 2 jam pasien perlu diobservasi. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah

24

o Melakukan massase uterus untuk merangsang uterus berkontraksi dengan baik dan kuat. o Mengevaluasi keadaan umum ibu selama 2 jam meliputi tanda tanda vital, evaluasi tinggi fundus uteri. Perkirakan kehilangan darah, menilai perdarahan dan mengecek temperatur setiap 1 jam dalam 2 jam postpartum. o Observasi 2 jam post partum pasien menunjukkan keadaan yang baik. o Hemodinamik pasien stabil, tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat sesuai dengan table involusi. Kontraksi uterus baik, tidak terdapat perdarahan aktif dengan lochia rubra (+). o Antibiotic cefadroxil diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi, analgesic berupa asam mefenamat diberikan untuk mengontrol nyeri akibat perlukaan jalan lahir. o Observasi pasien hingga hari nifas pertama menunjukkan keadaan umum pasien yang baik. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi post operasi. Kontraksi uterus baik dan tidak ditemukan adanya perdarahan aktif. o ASI pasien sudah bisa keluar dan bayi pun dalam keadaan umum yang baik. Pasien sudah mampu untuk berjalan dan BAB tidak ada gangguan. Pasien hanya mengeluhkan nyeri di daerah luka jalan lahir tapi tidak begitu menggangu. o Bayi dalam keadaan umum baik, tidak menunjukkan gejala infeksi. Hasil tersebut menandakan persalinan telah teratasi setelah tindakan kehamilan diakhiri yang menunjukkan tindakan yang dilakukan telah berhasil mengatasi masalah pasien. Kemudian diputuskan pasien dapat pulang dan berobat jalan. o Kesimpulan dalam sebuah asuhan persalinan terdapat beberapa aspek penting dan saling terkait diantaranya 

Membuat keputusan klinik 25



Pengumpulan data o Data subjektif o Data objektif



Diagnosis



Penatalaksanan asuhan persalinan



Evaluasi



Asuhan sayang ibu dan sayang bayi



Pencegahan infeksi



Pencatatan dokumentasi



Rujukan

26

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Persalinan Partus (persalinan = labor) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui melalui vagina ke dunia luar. Menurut sumber lain, dikatakan bahwa persalinan ialah serangkaian kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta usaha ibu secara sadar yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi melalui vagina.7,8 Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil. Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viable. Multipara atau pleuripara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali.7 Inpartu adalah seorang wanita yang sedang dalam keadaan persalinan. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Sedangkan, partus luar biasa atau partus abnormal ialah bila bayi dilahirkan per vaginam dengan cunam, atau ekstraktor vakum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi, dan sebagainya.7 Kehamilan dianggap normal apabila memenuhi kriteria keadaan umum baik, tekanan darah <140/90 mmHg, pertambahan berat badan sesuai minimal 8 kg selama kehamilan (1 kg perbulan) atau sesuai Indeks Masa Tubuh (IMT) ibu, edema hanya pada ekstremitas, BJJ = 120-160 x/menit, gerakan janin dapat dirasakan setelah usia 18-20 minggu hingga melahirkan, ukuran uterus sesuai umur kehamilan, pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal, dan tidak ada riwayat kelainan obstetrik.3

27

2. Teori Persalinan Partus normal pada manusia terdiri dari hubungan kompleks antara beberapa parameter dinamik, termasuk kontraksi uterus, dilatasi servikal, penurunan fetus, dan waktu yang dibutuhkan. Awitan persalunan terjadi pada usai kehamilan 28 hari, atau 40 minmggu, dihitung sejak hari pertama hadi terakhir (HPHT).9 Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh syaraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahanperubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangsungnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Seperti telah dikemukakan, “plasenta menjadi tua” dengan tuanya kehamilan. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun.7 Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Teori berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hippocrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. Faktor yang lain yang dikemukakan ialah tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frakenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat dibangkitkan.7 Uraian tersebut di atas adalah hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks sehingga dapat dibangkitkan. Selanjutnya, dengan berbagai tindakan persalinan dapat pula dimulai (induction of labour) misalnya 1) merangsang pleksus Frakenhauser dengan memasukkan

beberapa gagang laminaria dalam kanalis

servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan infus intravena), dan sebagainya. Dalam hal ini mengadakan induksi persalinan perlu

28

diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka untuk satu jari.7

29

3. Letak, Presentasi, Sikap, dan Posisi Janin Terhadap Persalinan Letak janin pada saat persalinan sangat mempengaruhi metode persalinan yang akan dilakukan, oleh sebab itu posisi janin dalam kavum uteri harus diketahui pada saat persalinan.11 3.1 Letak Janin Letak adalah hubungan sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu. Letak janin dapat dibedakan menjadi letak longitudinal (memanjang) dan letak transversal (melintang). Kadang kala terdapat letak oblik, di mana akibat sumbu janin dan ibu bersilangan pada sudut 45°. Letak oblik bersifat tidak stabil dan dapat berubah posisi menjadi letak memanjang atau melintang selama proses persalinan. Letak memanjang terjadi pada lebih dari 99% persalinan aterm. Faktor predisposisi untuk letak melintang adalah multiparitas, plasenta previa, hidramnion, dan anomali uterus. 11

Gambar 1 Letak janin9

3.2 Presentasi Janin Bagian terbawah janin merupakan bagian tubuh janin yang berada paling depan di dalam jalan lahir atau yang paling dekat denagan jalan lahir. Bagian terbawah janin dapat diraba melalui serviks pada pemeriksaan vagina.

30

Karena itu, pada letak memanjang, bagian terbawah janin adalah kepala janin atau bokong, masing-masing membentuk presentasi kepala atau bokong. Jika janin terletak pada sumbu melintang, bahu merupakan bagian terbawahnya. 11

Gambar 2 Letak memanjang. Presentasi kepala. Perbedaan sikap tubuh janin pada presentasi (A) vertex, (B) sinsiput, (C) dahi, (D) wajah. 11

Gambar 3 Presentasi bokong11

3.3 Sikap atau Postur Janin Pada

bulan-bulan

akhir

kehamilan,

janin

membentuk

postur

karakteristik yang disebut sikap atau habitus. Janin membentuk massa ovoid yang mengikuti bentuk kavum uteri. Janin melipat tubuhnya pada posisi

31

tertentu sehingga menyebabkan punggung menjadi konveks; kepala fleksi tajam sehingga dagu hampir menyentuh dada; paha menyilang abdomen; dan kedua tungkai tertekuk pada lutut. Pada semua presentasi kepala, kedua lengan biasanya menyilang di depan dada atau paralel di sisi tubuh. Tali pusat terletak di ruangan antara persilangan lengan dan tungkai. Karakteristik postur ini diakibatkan oleh pola pertumbuhan janin dan akomodasinya terhadap kavum uteri.11 3.4 Posisi Janin Posisi janin mengacu pada hubungan antara titik yang ditentukan sebagai acuan pada bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir ibu. Karena itu, pada setiap presentasi terdapat dua posisi—kanan atau kiri. Oksiput, dagu (mentum), dan sakrum janin masing-masing merupakan titik penentu pada presentasi verteks, muka, dan bokong. Karena bagian terbawah janin selalu terletak pada salah satu posisi, maka dikenal posisi oksiput kanan atau kiri, dagu kanan atau kiri, dan sakrum kanan atau kiri.11

4. Penilaian Awal Persalinan Penilaian awal persalinan harus meliputi anamnesis tentang informasi prenatal pasien, keluhan utama (termasuk onset kontraksi, status selaput

ketuban, dan

ada/tidaknya perdarahan, serta gerakan janin). Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan fisik harus termasuk dokumantasi tentang tanda vital pasien, posisi bayi dan presentasi, penilaian kesejahteraan janin, serta perkiraan frekuensi, durasi dan kualitas kontraksi uterus.11 Ukuran, presentasi dan letak janin dapat dinilai dengan pemeriksaan Leopold. Walaupun pemeriksaan ini memiliki beberapa keterbatasan (kurang akurat pada keadaan bayi yang kecil, obesitas maternal, kehamilan ganda, dan polihidramnion), namun relatif aman dan dapat memberikan informasi yang berguna untuk penatalaksanaan dalam proses persalinan. Berikut ini adalah manuver-manuver dari pemeriksaan Leopold.11 32

4.1 Pemeriksaan Leopold 1 Pemeriksaan Leopold 1 bertujuan untuk mengidentifikasi bagian janin yang menempati fundus. Bokong akan memberikan sensasi massa yang besar dan nodular, sedangkan kepala akan memberikan sensasi keras, bulat, dan lebih mudah digerakkan.11 4.2 Pemeriksaan Leopold 2 Setelah letak janin ditentukan, pemeriksaan Leopold 2 dilakukan dengan cara menempatkan kedua telapak tangan pada kedua sisi abdomen maternal dan dilakukan penekanan yang lembut tapi dalam. Pada satu sisi, teraba struktur yang kasar dan resisten (punggung), sedangkan pada sisi satunya teraba sejumlah bagian kecil, iregular, dan dapat digerakkan (ekstremitas).11 4.3 Pemeriksaan Leopold 3 Pemeriksaan Leopold 3 dilakukan dengan cara memegang bagian bawah abdomen ibu tepat di atas simfisis pubis dengan menggunakan ibu jari dan keempat jari lainnya pada tangan yang sama. Apabila bagian terbawah janin belum mengalami penurunan, maka massa yang teraba dapat digerakkan biasanya adalah kepala. Perbedaan antara presentasi kepala dan bokong sama halnya dengan pemeriksaan Leopold 1.11 4.4 Pemeriksaan Leopolod 4 Pemeriksa menghadap kaki pasien dan, dengan menggunakan ujungujung ketiga jari pertama pada kedua tangan, posisikan tangan ke arah inlet pelvis. Apabila kepala telah masuk ke dalam panggul ibu, maka bahu anterior mungkin dapat dirasakan pada pemeriksaan Leopold 3.11

33

Gambar 4 Pemeriksaan Leopold11

Sebelum persalinan, diagnosis presentasi dan posisi janin dengan pemeriksaan vagina sering tidak dapat ditentukan. Dengan dimulainya persalinan dan setelah dilatasi serviks, informasi dapat diperoleh lewat pemeriksn dalam. Pada presentasi vertex, posisi dan variasi dapat diketahui dengan membedakan berbagai sutura dan ubun-ubun. Presentasi muka dengan membedakan bagian- bagian wajah. Presentasi bokong diidentifikasi dengan meraba sacrum dan tuberostias iskhii ibu.11 5. Diferensiasi Aktivitas Uterus Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda. Segmen atas yang berkontaksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan

34

berlangsung. Bagian bawah, relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analaog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil. Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen, kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi aktif, bagian bawah adalah bagian yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif.2 Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan serviks berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka daya dorong persalinan akan jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi segmena atsa yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik. Segmen atas berkontraksi mengalami retraksi dan mendorong janin keluar sebagai respons terhadap daya dodrong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin dapat menonjol keluar.2 Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontaksi. Bagian atas uterus, atau segmen aktif berkontaksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tekanan miometrium tetap konatan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus.2

35

Gambar 5 Urutan perkembangan segmen-segmen dan cincin di uterus pada perempuan hamil10

6. Perubahan Bentuk Uterus Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek penting pada persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal menimbulkan pelurusan diameter kolumna vertebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan telah mencapai antara 5 sampai 10 cm; tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot segmen bawah dan serviks.

7. Perubahan-Perubahan pada Serviks Selama Persalinan Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah 36

janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-pendataran dan dilatasi-pada serviks yang sudah melunak.2 Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterm melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks dikatakan telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran serviks, tapi paling sering bagian terbawah janin mulai turun sedikit ketika sampai pada kala dua persalinan. Penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak lambat pada nulipara. Namun pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan biasanya berlangsung sangat cepat.2 7.1 Pendataran Serviks Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari sepanjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pinggir os internum ditarik ke atas beberapa sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomik maupun fungsional) dari segmen bawah uterus. Pemendekan dapat dibandingkan sengan suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak kadangkala telah selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks memendek.2 7.2 Dilatasi Serviks Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, 37

selama terjadi kontraksi struktur-struktur ini mengalami peregangan yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian bawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala.2

Gambar 6 Pendataran dan dilatasi serviks10

8. Gerakan-Gerakan Janin pada Persalinan Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang berlangsung pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement

38

terjadi fleksi dan penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam panggul. Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah engagement, descent (penurunan kepala), fleksi, rotasi interna (putaran paksi dalam), ekstensi, rotasi ekstrena (putaran paksi luar), dan ekspulsi.9 8.1 Engagement Engagement adalah proses masuknya bagian terbawah janin dengan diameter terbesar kedalam pintu atas panggul ibu. Pada presentasi kepala, diameter transversal terbesar adalah diameter biparietal (9,5 cm). pada presentasi panggul, diameter terbesar adalah diameter bitrocantheric. Penurunan kepala kedalam pintu atas panggul diukur dengan menggunakan metode perlimaan, jika lima jari dibutuhkan untuk menutupi kepala diatas simfisis pubis maka penurunan 5/5 dan jika tidak ada lagi kepala yang teraba maka penurunan 0/5.12 Pada kebanyakan wanita multipara dan beberapa wanita nulipara. Kepala janin dapat digerakkan secara bebas diatas pintu atas panggul ibu sebelum terjadi proses engagement, kondisi ini sering disebut sebagai floating.12

Gambar 7 Engagement12

39

8.2 Descens (penurunan kepala) Descens adalah penurunan bagian terbawah janin melewati rongga pelvis. Pada wanita multipara, desensus biasanya mulai bersamaan dengan engagement. Descens terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya berikut:11,12 1. Tekanan cairan amnion 2. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi 3. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen 4. Ekstensi dan pelurusan badan janin11 8.3 Fleksi Ketika gerakan desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar panggul, gerakan fleksi kepala akan terjadi secara pasif. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin dan diameter suboksipitobregmatika

yang

lebih

pendek

menggantikan

diameter

oksipitofrontal yang lebih panjang.12 8.4 Rotasi Interna ( Putaran Paksi Dalam) Rotasi internal mengacu pada rotasi bagian terbawah janin dari posisi asalnya ketika bagian tersebut melewati pintu atas panggul menjadi posisi anterior - posterior ketika melewati rongga panggul. Seperti gerakan fleksi, putaran paksi dalam merupakan gerakan pasif yang disebabkan bentuk rongga pelvis dan pergerakan otot - otot dinding pelvis.12 8.5 Ekstensi Ekstensi terjadi

ketika janin telah mengalami penurunan hingga

mencapai introitus vagina. Penurunan janin menyebabkan dasar oksiput mengalami kontak dengan margin inferior simfisis pubis. Kepala janin dilahirkan dengan ekstensi dan berputar di sekitar simfisis pubis. Gaya yang berperan dalam gerakan ini adalah gaya dorong ke bawah pada fetus oleh kontrasi uterus dan gaya dorong ke atas oleh otot - otot dinding panggul.12

40

8.6 Rotasi eksternal Rotasi eksternal juga dikenal sebagai restitusi, mengacu pada kembalinya kepala janin ke posisi anatomi yang benar sesuai dengan posisi badan janin. Putaran dapat terjadi pada kedua sisi tergantung pada orientasi janin. Gerakan ini merupakan gerakan pasif yang dihasilkan dari gaya yang diberikan kepada kepala janin oleh tulang dan otot-otot panggul ibu.12 8.7 Ekspulsi Ekspulsi mengacu pada kelahiran bagian janin lainnya. Setelah kepala dilahirkan dan terjadi rotasi eksternal, terjadi penurunan bahu anterior setinggi simfisis pubis. Bahu anterior dilahirkan dengan cara yang sama seperti kepala, Setelah bahu anterior dan posterior, bagian tubuh lainnya umumnya dapat dilahirkan tanpa kesulitan.12

41

Gambar 8 Gerakan-gerakan kardinal dalam persalinan12 9. Kala Persalinan Persalinan aktif terdiri atas tiga kala persalinan. Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh Karena itu , kala satu persalinan disebut sebagai stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan

42

berakhir ketika janin sudah lahir. Kala tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala empat persalinan merupakan kala pengawasan ibu.1 9.1 Kala I Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.1 9.1.1 Fase laten Fase laten pada kala satu persalinan dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.1 9.1.2 Fase aktif Frekuensi dan lama kontraksi uterus pada fase aktif akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara). Pada fase ini mulai terjadi penurunan bagian terbawah janin.1 Mekanisme

membukanya

serviks

berbeda

pada

ibu

dengan

primigravida dan multi gravida. Pada yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.

43

Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.2

9.2 Kala II (Kala Pengeluaran Janin) Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua disebut juga dengan kala pengeluaran bayi. Gejala dan Tanda Kala Dua Persalinan antara lain adalah ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan vaginanya, perineum menonjol, vulva vagina dan spingter ani membuka serta meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.2 Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam informasi obyektif yang hasilnya adalah pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.2 Proses fisiologis kala dua persalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa pengeluaran bayi sudah dimulai. Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan

kepada

ibu

bahwa

hanya

dorongan

alamiahnya

yang

mengisyaratkan ia untuk meneran dan kemudian beristirahat diantara kontraksi. Bantu ibu untuk memperoleh posisi menern yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah posisi secara teratur pada kala dua Karena dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi uretro-plasenter tetap baik.2 Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberi kemudahan untuk beristirahat diantara kontraksi. Posisi ibu saat melahirkan bisa posisi apa saja kecuali posisi berbaring terlentang, Karena

44

berat uterus dan isinya akan meekan vena cava inferior ibu sehingga mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uretroplasenter.2

Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi, beritahukan untuk tidak menahan nafas selama meneran Minta ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi. Jika ibu berbaring miring atau setegah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada. Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran. Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi.2

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Di masa lalu dianjurkan untuk melakukan episiotomyisecara rutin untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan, hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti – bukti ilmiah yang cukup sehingga tidak dianjurkan apabila tidak terdapat indikasi seperti gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan, ada penyulit kelahiran pervaginam atau ada jaringan parut pada perineum atau vagina yang akan memperlambat kemajuan persalinan.2

9.2.1 Melahirkan kepala bayi Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya dibawah bokong ibu dan siapkann kain atau handuk bersih diatas perut ibu. Lindungi perineum dengan satu tangan dibawah kain, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan oada sisi yang lain dan tangan yang lain tetap pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.2 45

Gambar 9 Melahirkan kepala2

9.2.2 Pemeriksaan tali pusat pada leher Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernafas cepat. Periksa apakah bayi terlilit oleh tali pusat. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan klem pada dua tempat dengan jarak 3 cm, kemudian potong tali pusat di antara dua klem tersebut.2

Gambar 10 Melepaskan tali pusat pada leher2

46

9.2.3 Melahirkan bahu anterior dan posterior Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berhenti sehingga terjadi putaran paksi luar secara spontan. letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis.2 Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala keatas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan. Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut. Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum, tangan bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan lengan bayi anterior lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong, dan kaki dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas di antara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari tangan lainnya.2

Gambar 11 Melahirkan bahu anterior dan posterior2 47

9.2.4 Melahirkan tubuh bayi Letakkan bayi diatas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya. Segera keringkan sambil memberikan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan baik.2

9.3 Kala III (Kala Pengeluaran Uri) Kala tiga persalinan disebut juga dengan kala uri atau pengeluaran plasenta. Pada kala tiga otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan semakin kecil sedangakan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan melipat, menebal dan kemudianlepas dari dinding uterus, setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).2 Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa hal yaitu perubahan bentuk dan tinggi uterus, tali pusat memanjang dan semburan darah mendadak dan singkat.2 Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan kala III fisiologis. Manajemen aktif kala III terdiri dari tiga langkah utama meliputi pemberian suntikan oksitosin, melakukan penegangan tali pusta terkendali dan masase fundus uteri. Keuntungankeuntungan manaJemen aktif kala III yaitu persalinan kala III yang lebih singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah, mengurangi kejadian retensio plasenta.2

48

Gambar 12 Melahirkan plasenta dengan melakukan peregangan tali pusat2

9.4 Kala IV (Kala Pengawasan) Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berkhir dua jam setelah itu. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kala IV yaitu: 1. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat 2

Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara mlintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.

3

Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan

4

Periksa kemungkinan perdarahan dan robekan (laserasi atau episiotomi) perineum.

5

Evaluasi keadaan umum ibu

6

Dokumentasikan semua temuan selama persalinan kala IV di bagia belakang partograph.2

49

Sebelum meninggalkan ibu, pastikan bahwa ia dapat berkemih sendiri dan mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar. Ajarkan ibu untuk mencari pertolongan bila terdapat tanda – tanda bahaya seperti demam, perdarahan aktif, keluar banyak bekuan darah, bau busuk dari vagina, pusing, lemas luar biasa, nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa.2

10. Asuhan Persalinan Normal Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca salin , hipotermia dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara focus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.2 Menurut APN (JNPK-KR 2008), tindakan pencegahan komplikasi yang dilakukan selama proses persalinan adalah:2 1

Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses dekontaminasi serta sterilisasi peralatan bekas pakai.

2

Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan paling tepat dan memadai.

3

Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan masa nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarga tentang proses persalinan dan kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggotakeluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.

50

4

Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi ibu di setiap tahapan persalinan dan tahapan baru bagi bayi baru lahir.

5

Menghindar berbagai tindakan yang tidak perlu dan atau berbahaya seperti misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi pembukaan lengkap, meminta ibu untuk meneran secara terus-menerus, penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.

6

Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pasca persalinan.

7

Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

8

Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan kesehatan, keamanan dan kenyamanan ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara dini gejala dan tanda bahaya komplikasi pasca persalinan/bayi baru lahir dan mengambil tindakan yang sesuai.

9

Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir.

10

Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan. Tahapan asuhan persalinan normal terdiri dari 58 langkah.2

I. Mengenali gejala dan tanda kala dua 1. Memeriksa tanda berikut •

Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.



Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan / atau vaginanya.



Perineum menonjol dan menipis.



Vulva-vagina dan sfingter ani membuka

II. Menyiapkan pertolongan persalinan 2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial. 51

• Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam wadahnya • Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih dan hangat •

Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik dan

bersih •

Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di

dalam partus set/wadah DTT •

Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.

• Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set infus 3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata. 4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau tisu bersih. 5. Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam. 6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set/ wadah

DTT atau steril tanpa

mengontaminasi spuit.

III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik. 7. Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT. 8. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah, dengan syarat: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak teraba. 9. Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang masih memakai

52

sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelahnya. 10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/ menit). Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran 11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. 12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran. • Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa nyaman. • Anjurkan ibu untuk cukup minum 13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran. • Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai. • Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai. 14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi 15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi. 16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu. 17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan. 18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

VI. Membantu Lahirnya Kepala 19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, sementara tangan yang lain 53

menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. •

Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.

20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi. • Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat lewat kepala bayi. • Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting di antaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi. 21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

VII. Membantu Lahirnya Bahu 22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. • Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis. Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang

VIII.Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai 23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. •

Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

24. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi. • Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing - masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

54

IX. Penanganan Bayi Baru Lahir 25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk menilai apakah ada asfiksia bayi: •

Apakah kehamilan cukup bulan?



Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?



Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu •

Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.



Ganti handuk basah dengan handuk yang kering



Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu

27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).

X. Manajemen Aktif Kala III 28. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik. 29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10 unitIM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin!). 30. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama. 31. Potong dan ikat tali pusat. •

Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut bayi).

55



Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci.



Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.

32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu. 33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada kepala bayi. 34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva 35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain. 36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati, seperti gambar berikut, untuk mencegah terjadinya inversio uteri. •

Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk menstimulasi puting susu.

37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan dorso-kranial. •

Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 510 cm dari vulva dan lahirkan plasenta



Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat: - Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM -

Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh

- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan - Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya 56

- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir - Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual. 38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. •

Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari- jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). •

Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.

XI. Menilai Perdarahan 40. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan pastikan bahwa selaputnya lengkap dan utuh. 41. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.

XII. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV) 42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam 43. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam). • •

Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.

57

• Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu. • Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi. • Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. •

Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.

• Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya. • Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat kembali. • Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalajangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya. 44. Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai: •

Timbang dan ukur bayi.



Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1% atau antibiotika lain).

• Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di paha kiri anterolateral bayi. •

Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5oC).



Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah, ibu, waktu lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.

58



Lakukan

pemeriksaan

untuk

melihat

adanya

cacat

bawaan

(bibir

sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-tanda bahaya pada bayi. Bila menemukan tanda bahaya, hubungi dokter spesialis anak. Bila dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan 45. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi. • Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan. • Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu. 46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam: •

Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.



Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.



Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.



Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.

47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi, mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis. 48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah. 49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam kedua pascasalin. • Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pascasalin. •

Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal

50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C). •

Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal 24 jam setelah suhu stabil.

59

51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi. 52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai. 53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering. 54. Pastikan ibu merasa nyaman. •

Bantu ibu memberikan ASI.

• Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya. 55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%. 56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama10 menit. 57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih. 58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.

60

BAB V KAIDAH DASAR BIOETIKA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEDIS

5.1 Pengertian Bioetik Sepanjang perjalanan sejarah dunia kedokteran, banyak defenisi dan paham mengenai bioetika yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai belahan dunia. Pendapat pendapat ini dibuat untuk merumuskan suatu pemahaman bersama tentang apa itu bioetika. 13 Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan. Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang. a. Etika Kedokteran/Kaidah Dasar Bioetik Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan empat prinsip etika Eropa bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral atau kaidah dasar bioetik. Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah: berbuat 61

baik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence), menghargai otonomi pasien (autonomy), dan berlaku adil (justice). 1.

Autonomy yaitu prinsip yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent. Pasien harus dihormati secara etik, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan medis. 13 Pada pasien ini, melalui informed consent, pasien menyetujui suatu tindakan medis secara tertulis dalam hal ini dilakukannya pengangkatan tumor dan Rahim dengan prosedur operasi Histerektomi. Informed consent dapat dicapai setelah diberikan penjelasan mengenai keadaan pasien dengan berterus terang bahwa saat ini pasien anemia dikarenakan perdarahan terus menerus dari jalan lahir oleh karena Mioma Uteri sehingga harus dilakukan tindakan medis berupa pengangkatan tumor dan rahim dengan prosedur operasi Histrektomi total dan

manfaat

dilakukannya Histrektomi Total adalah mengangkat tumor dan rahim agar mencegah terjadinya pertumbuhan tumor berulang Autonomy menyaratkan bahwa pasien harus terlebih dahulu menerima dan memahami informasi yang akurat tentang kondisi mereka, jenis tindakan medik yang diusulkan, risiko, dan juga manfaat dari tindakan medis tersebut. 2.

Beneficence (murah hati) yaitu prinsip moral mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pada pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan 62

yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat). Dan memandang pasien tidak saja menguntungkan dokternya, serta meminimalisasikan

akibat

buruk.

Point

utama

dari

prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan bahwa seorang dokter harus mengambil langkah atau tindakan yang lebih bayak dampak baiknya daripada buruknya sehingga pasien memperoleh kepuasan tertinggi. Dalam hal ini dokter telah melakukan yang terbaik kepada pasien dalam upaya pengobatan. Dimana pasien telah diberikan penatalaksanaan awal berupa transfuse PRC 2 bag untuk menangani keadaan anemia pasien. Untuk menghentikan perdarahan dari jalan lahir pasien diberikan asam traneksamat, namun untuk tindakan yang lebih lanjut untuk menghindari komplikasi dan mengurangi resiko rekurensi maka dilakukan prosedur operasi histerektomi total pada pasien ini dengan memikirkan manfaat yang didapat pasien lebih besar dibandingkan dengan resiko kalau tidak dilakukan prosedur operasi histerektomi total 3.

Non-maleficence (tidak merugikan) adalah prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “Primum non nocere” atau “ above all do not harm”. Prinsip ini yang diterapkan pada pasien ini. Pada pasien ini terjadi anemia yang disebabkan oleh perdarahan yang terus menerus dari jalan lahir, yang apabila tidak segera ditangani akan memperburuk keadaan pasien. Sehingga pada pasien ini dilakukan penanganan awal dengan transfusi PRC 2 bag untuk memperbaiki keadaan umum pasien, kemudian dilanjutkan

dengan

prosedur

operasi

histerektomi

total

untuk

menghentikan perdarahn akibat mioma uteri.Tindakan ini merupakan jalan untuk mencegah perburukan pasien dan untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjutan.

63

4.

Justice atau keadilan adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil dimana seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adil untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, dan kewarganegaraan

tidak boleh mengubah

sikap dan

pelayanan dokter

terhadap pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang membeda-bedakan pasiennya berdasarkan tingkat ekonomi, agama, suku, kedudukan sosial, dsb. Pada kasus ini, dokter memberlakukan segala sesuatu secara universal artinya dokter memberikan penanganan yang sama pada semua pasien yang menderita penyakit yang sama dalam hal ini pasien mioma uteri dengan pemberian obat-obatan dan pemilihan tindakan medik yaitu histerektomi total sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita tanpa membedakan SARA, status sosial, dan sebagainya. 13 b. Etika klinik Jonsen – Slegler W Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik dapat juga dilakukan dengan pendekatan yang berbeda yang dikemukakan Jonsen, Siegler, dan Winslade mereka mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik 15

64

1. Medical Indication Merupakan indikasi medis berupa diagnosis, perjalanan penyakit, komdisi pasien, prognosis, dan pilihan terapi penialaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, dan terutama menggunakan kaidah dasar bioetik beneficence dan non-malificence. Adapun beberapa jawaban pertanyaan etik yang selayaknya disampaikan kepada pasien ini pada informed consent. 

Perdarahan dari jalan lahir yang terjadi selama terus menerus yang dialami pasien dan pada pemeriksaaan USG ditemukan adanya massa mixechoic pada uterus yang menandakan adanya mioma uteri.



Tujuan pengobatan untuk memperbaiki keadaan pasien, mencegah komplikasi buruk yang dapat muncul



Jika terapi konservatif berupa transfusi darah dan obat-obat antiperdarahan diberikan tidak memberikan hasil yang maksimal maka akan dilakukan prosedur operasi hiterektomi total dengan harapan dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dan mencegah rekurensi dari mioma uteri.

65

2. Patient Preference kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Secara rinci jawaban pertanyaan etikanya adalah : 

Pasien secara mental mampu dan kompeten secara legal dalam menyadari dan memahami kondisi klinis yang saat ini dialaminya



Pasien menyetujui tindakan histerektomi total yang terbaik menurutnya dengan menigisi lembar persetujuan berdasarkan informed consent yang telah diberikan



Tentunya pasien telah mengetahui keuntungan serta kerugian dari tindakan yang akan dilakukan serta efek samping yang dapat timbul melalui komunikasi yang baik antar petugas medis dan pasien

3. Quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan salah satu kaidah dasar bioetik yaitu Beneficence, Non-malificence, & Autonomy. Secara rinci : 

Dampak dari histerektomi total pastinya ada perubahan daripada kehidupan normal, tapi apabila tidak dilakukan ditakutkan akan membuat keadaan pasien menjadi lebih berat akibat dampak perdarahan yang terus menerus dan pertumbuhan tumor yang semakin membesar.



Tindakan histerektomi total umumnya terjadi pada beberapa pasien dengan indikasi medis tertentu. Walaupun dampaknya pasien mengalami menopause namun tindakan ini dapat menghentikan perdarahan dari jalan lahir pasien.

66



Kondisi pasien pasca histerektomi total diharapkan akan membaik dikarenakan tindakan ini mengurangi keluhan pasien yang dirasakan sekarang walaupun ada beberapa efek samping yang tidak dapat dipungkiri

4. Contextual Features Prinsip dalam bagian ini adalah loyalty and fairness. Disini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan. Sesuai dengan kasus ini, jawaban dari pertanyaan etikanya adalah : 13 

Dalam hal ini, tidak ada kendala dari luar yang didapatkan berupa masalah penolakan dari keluarga dan lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien



Untuk masalah finansial juga tidak ditemukan masalah karena pada pasien menggunakan jaminan kesehatan nasional dimana seluruh biaya perawatan dan operasi ditanggung oleh pemerintah

 Tidak ada faktor religius, budaya, dan kepercayaan pada pasien dimana pasien pun menganut agama Islam yang mengajarkan setiap umatnya untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah karena segala penyakit diturunkan bersama dengan obatnya.

c. Etika, Hukum dan Moral Dalam Islam Secara kaidah bioetik islam juga didapatkan lima kaidah dasar yang meliputi Kaidah Niat (Qaidah Niyyat), Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin), Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar), Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al Masyaqqat)Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf). Sementara itu Kaidah Dasar Bioetika Islam meliputi:

67

1. Kaidah Niat (Qaidah Niyyat). Prinsip ini meminta dokter agar berkonsultasi dengan hati nuraninya. Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan medis yang tidak diketahui orang awam. Seorang dokter dapat saja melakukan suatu prosedur dengan alasan yang mungkin masuk akal dari sudut pandang luar, namun sesungguhnya memiliki niatan berbeda dan tersembunyi. Pada kasus ini dokter telah menentukan diagnosis berdasarkan klinis medis yang tampak pada pasien sehingga dokter telah memiliki keputusan untuk memberikan tindakan pada pasien. Pemberian penjelasan tentang kondisi yang dihadapi oleh pasien, berupa anemia dikarenakan adanya perdarahan dari jalan lahir yang terus menerus, dan pada USG didapatkan gambaran mixechoic yang menandakan adanya mioma uteri sehingga memerlukan tindakan operasi histerektomi total sehingga pasien mengerti segala kemungkinan yang terjadi dengan tindakan medis yang diambil semata-mata sebagai suatu tindakan untuk menyelamatkan pasien 2. Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin). Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu kedokteran, artinya tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran tidak mencapai standar yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun demikian diharapkan dokter dalam mengambil keputusan medis, mengambil keputusan dengan tingkat probabilitas terbaik dari yang ada (evidencebased medicine). Termasuk pula dalam hal diagnosis, perawatan medis didasarkan dari diagnosis yang paling mungkin. Pastinya dalam hal pengambilan tindakan medis dokter spesialis telah melihat segala kemungkinan yang terjadi sebelum melakukan tindakan medis. Begitupun dalam kasus ini, dokter mengambil kesimpulan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dirujuk berbasis evidence based medicine. 13

68

3. Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar) a. Intervensi medis untuk menghilangkan al dharar (luka, kerugian, kehilangan hari-hari sehat) pasien. b. Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al dharar yang sebanding (al dharar la yuzaal bi mitslihi) c. Keseimbangan antara kerugian vs keuntungan. Pada situasi intervensi medis yang diusulkan memiliki efek samping, diikuti prinsip bahwa pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih tinggi ketimbang keuntungan dengan nilai yang sama, dar’an mafasid awla min jalbi al mashaalih. Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh lebih tinggi daripada kerugian, maka mendapatkan keuntungan memiliki prioritas yang lebih tinggi. Dalam kasus ini, petugas medis telah memaksimalkan keuntungan yang dapat diperoleh pasien dibanding kerugiannya yaitu dengan memberikan penanganan berupa histerektomi total. d. Keseimbangan antara yang dilarang vs. diperbolehkan. Dokter kadang dihadapkan dengan intervensi medis yang memiliki efek yang dilarang namun juga memiliki efek yang diperbolehkan. Petunjuk hukum adalah bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali jika keduanya muncul bersamaan dan sebuah keputusan harus diambil, idza ijtima’a al halaal wa al haram ghalaba al haraam al halaal. e. Pilihan antara dua keburukan. Jika dihadapkan dengan dua situasi medis yang keduanya akan menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan selain memilih salah satu dari keduanya, dipilih yang kurang merugikan, ikhtiyaar ahwan al syarrain. Suatu hal yang merugikan dilakukan untuk mencegah munculnya kerugian yang lebih besar, al dharar al asyadd yuzaalu bi al dharar al akhaff . Dengan cara yang sama, intervensi medis yang memiliki kepentingan umum diutamakan di atas kepentingan individu, al mashlahat al aamah muqoddamat ala al mashlahat al 69

khassat. Individu mungkin harus mendapatkan kerugian untuk melindungi kepentingan umum, yatahammalu al dharar al khaas il dafi u al dharar al aam.

4. Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al Masyaqqat) a. Kebutuhan

melegalisir

yang

dilarang.

Dalam

kondisi

yang

menyebabkan gangguan serius pada kesehatan fisik dan mental, jika tidak segera disembuhkan, maka kondisi tersebut memberikan keringanan dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan dan kewajiban syari’ah. Dalam kasus ini, segala bentuk gangguan serius yang dapat terjadi pada pasien harus segera di minimalisir untuk menjaga kesehatan fisik maupun mental pada pasien. b. Batas-batas prinsip kesulitan: dalam melanggar syari’ah tersebut tidak melewati batas batas yang diperlukan (secukupnya saja). c. Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan. Adanya suatu kesulitan tidak menghilangkan secara

permanen hak-hak

pasien

yang harus

direkompensasi dan dikembalikan pada keadaan semula seiring dengan waktu; kesulitan melegalisir sementara dari tindakan medis yang melanggar, berakhir setelah kondisi yang menyulitkan tadi berakhir. Dengan kata lain, jika hambatan telah dilewati, tindakan medis yang dilarang kembali menjadi terlarang. d. Delegasi: mendelegasikan tugas kepada orang lain untuk melakukan tindakan yang membahayakan adalah tindakan yang ilegal.

5. Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf); Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum, seperti standard operational procedure (SOP/Protap) untuk perawatan klinis dianggap sebagai hukum dan diperkuat oleh syari’ah. Terkait dengan kasus tersebut,

70

pasien telah menerima upaya yang proporsional dalam tindakan medis dan telah sesuai dengan SOP/Protap yang telah ada. 13

71

BAB VI KAJIAN KEISLAMAN

Allah SWT sebagai pencipta makhluk, telah menjelaskan proses demi proses penciptaan manusia di dalam rahim seorang perempuan. Proses perubahan janin dari setetes mani hingga menjadi manusia yang sempurna. Sebelum teknologi berkembang, hal itu merupakan perkara ghaib yang tidak diketahui oleh manusia, karena letaknya yang sangat dalam. Belum ada alat yang dapat menjangkau hingga ke dalam rahim tersebut. Walaupun begitu, Al-Quran telah berbicara tentang proses penciptaan manusia di dalam rahim tahap demi tahap. Menakjubkan, sejak 14 abad yang lalu dan ternyata sekarang terbukti, semua kandungan Al-Quran tersebut benar dan tidak salah sedikitpun Allah SWT berfirman:

Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal dari tanah). Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah. Lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging. Dan segumpal daging kami jadikan tulang belulang. Lalu tulang belulan itu kami bungkus dengan daging.

72

Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik.”(QS.Al-Mu’minun:12-14).

Berbicara tentang tahap perkembangan janin, terdapat sebuah hadis yang lumayan panjang yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya demikian pula dengan Imam al-Nawawi dalam al-Arba’innya, sebagaimana berikut.

dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan harus dipercaya: Sesungguhnya (fase) penciptaan kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama 40 hari (dalam bentuk) nutfah (sperma), kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal darah kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal daging, kemudian diutuslah Malaikat, ditiupkan ruh dan dicatat 4 hal: rezekinya, ajalnya, amalannya, apakah ia beruntung atau celaka. Demi Allah Yang Tidak Ada Sesembahan yang Haq Kecuali Dia, sungguh di antara kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk jannah (surga) hingga antara dia dengan jannah sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk anNaar (neraka), sehingga masuk ke dalamnya (anNaar). Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amalan penduduk anNaar, hingga antara dia dengan anNaar sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk jannah sehingga masuk ke dalamnya (jannah) (H.R alBukhari dan Muslim).

73

BAB VII KESIMPULAN

Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam menyikapi suatu persalinan, paradigma menunggu dan menangani komplikasi saat ini sudah bergeser menjadi upaya mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang sangat penting untuk dilakukan pada setiap persalinan fisiologis yang kita hadapi. Asuhan persalinan yang dilakukan harus merupakan suatu asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca salin, hipotermia dan asfiksia bayi baru lahir. Asuhan persalinan normal terdiri atas 58 langkah, didalamnya mencakup mengenali gejala dan tanda kala dua, menyiapkan pertolongan persalinan, memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik, menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran, persiapan pertolongan kelahiran bayi, penanganan bayi baru lahir, penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga, menilai perdarahan dan melakukan prosedur pasca persalinan. Al-qur’an dan Hadist merupakan gudang ilmu yang sangat komplit karena sebelum ilmu kedokteran mengungkapkan semua yang berkaitan tentang kehamilan dan persalinan. Islam sudah terlebih dahulu mengabarkan kita tentang hal tersebut.

74

DAFTAR PUSTAKA

1. JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Penerbit JNPKKR. Hal. 37, 38,73, 76-78, 80-86, 91-95, 105. 2. Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 296-299, 300-303. 3. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 568, 571. 4. WHO. 2010. Making Pregnancy Safer 2009. Hal. 1, 16. 5. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Hal. 1. 6. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Hal. xxx. 7. Prawirohardjo, Sarwono. 1981. Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 146, 147. 8. Decherney, Alan H. dkk. 2006. Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment 11th Edition. New York: McGraw-Hill & Lange. Hal. 305. 9. Gibbs, Ronald S. dkk. 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology 10th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hal. 61, 62. 10. D. C. Dutta. 2016. DC Dutta’s Textbook of Obstetrics 10th Edition. Calcuta: Central. Hal. 134-136, 142. 11. F. Gary Cunningham, dkk. 2014. Williams Obstetrics 24th Edition. New York: McGraw-Hill Education. Hal. 433-439. 12. Gabbe, Steven G. dkk. 2017. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies 7th Edition. Philadelphia: Elsevier. Hal. 253-257.

75

13

Mappaware, Nasrudin Andi. 2007. Konsep Dasar Bioetika-Hukum Kedokteran dalam Penerapan Masa Kini dan Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia. Makassar.

76

Related Documents


More Documents from "Adityo Mulyono"

Uni 4,6,9.docx
April 2020 22
Ktp Belakang.docx
December 2019 26
Analisa Swot Rs.pdf
June 2020 29
Overwiew.docx
May 2020 21