Lapsus Geriatrik Lbp Danti.docx

  • Uploaded by: andi Danti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Geriatrik Lbp Danti.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,062
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN

Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan sekumpulan gejala yang menandakan bahwa terdapat sesuatu yang salah. Nyeri punggung bawah adalah kondisi yang tidak mengenakan disertai adanya keterbatasan aktivitas dan nyeri apabila melakukan pergerakan atau mobilisasi. Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah musculoskeletal. Non specific low back pain merupakan nyeri di sekitar punggung bawah yang disebabkan karena gangguan atau kelainan pada unsur otot dan tendon tanpa disertai gangguan neurologis. Non specific low back pain dapat mengakibatkan nyeri, spasme otot dan imbalance muscle, sehingga stabilitas otot perut dan punggung

bawah

mengalami

penurunan,

mobilitas

lumbal

terbatas,

mengakibatkan penurunan aktivitas fungsional. Non specific low back pain adalah nyeri yang disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot dan hipersensitif. Non specific low back pain bisa dicetuskan oleh jaringan yang berbeda pada daerah punggung bawah seperti otot, jaringan ikat, ligamen, kartilago sendi, dan pembuluh darah. Jaringan ini dapat cidera akibat adanya tarikan, ketegangan, dan penguluran. Pada non specific low back pain tidak diketahui secara jelas struktur yang mengalami nyeri, tetapi saat dipalpasi terdapat spasme otot dan nyeri tekan pada daerah tersebut. Spasme otot yang berkepanjangan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mengakibatkan iskemia sehingga penderita akan membatasi adanya gerakan yang dapat menimbulkan nyeri. Non specific low back pain juga dapat menimbulkan atrofi otot dalam waktu yang lama. Otot yang mengalami atrofi dalam jangka waktu lama maka akan terjadi penurunan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot ini nantinya akan dapat menyebabkan penurunan stabilitas di daerah lumbal yang selanjutnya menyebabkan perubahan postur tubuh dan meningkatkan beban kerja otot sehingga menimbulkan nyeri.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Vertebra Anatomi pada daerah punggung bawah yang terlibat dalam kondisi non specific low back pain yaitu: 1.

Tulang Vertebra, unit fungsi dari tulang punggung adalah tulang vertebra yang secara anatomis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a.

Anterior, bagian ini terdiri dari korpus vertebra yang dihubungkan satu dengan yang lain oleh diskus invertebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal.

b.

Posterior, bagian ini terdiri dari pedikel, prossesus spinosus, prossesus transversus, dan lamina yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligamen di antaranya ligamen interspinal, ligament intertransversa dan ligamen flavum. Pada prossesus spinosus dan transversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi kolumna vertebra. Bagian ini penting sekali untuk menghubungkan tulang belakang dari ruas ke ruas oleh karena bagian belakang ini dilengkapi juga oleh 2 pasang facies artikularis superior dan inferior.

2.

Sendi Sendi facet disebut juga sendi zygapophyseal yaitu merupakan sendi yang khas. Terbentuk dari prosessus artikular dari vertebra yang berdekatan untukmemberikan sifat mobilitas dan fleksibilitas. Sendi ini merupakan true synovial joints dengan cairan sinovial (satu prosessus superior dari bawah dengan satu prosessus inferior dari atas). Manfaat sendi ini adalah untuk memberikan stabilisasi pergerakan antara dua

2

vertebra dengan adanya translasi dan torsi saat melakukan fleksi dan ekstensi karena bidang geraknya yang sagital. Sendi ini membatasi pergerakan fleksi lateral dan rotasi

3.

Ligamen Struktur

berikutnya

adalah

ligamen

longitudinal

anterior,

merupakan struktur fibrosa yang bermula dari bagian anterior basal tulang occipital dan berakhir di bagian anterior atas sacrum. Ligamen ini lebar dan kuat. Serabut terdalamnya bercampur dengan diskus intervertebralis dan berikatan kuat pada setiap korpus vertebra. Sedangkan ligamen longitudinal posterior terletak pada permukaan posterior korpus vertebra. Ligamen ini membentuk batas anterior kanalis spinalis. Pada kanalis lumbal, ligament ini mulai menyempit saat melalui korpus pada vertebra L1 dan menjadi setengah lebar asalnya pada ruang antara L5 dan S1, meluas ke arah lateral saat melewati diskus. 4.

Otot Adapun otot-otot yang berorigo pada vertebra lumbalis dibagi menjadi otot posterior dan otot anterior, yaitu : a.

Otot-otot posterior, terdiri dari otot latissimus dorsi dan otot paraspinalis (terdiri dari otot erector spine (otot iliocostalis, otot longissimus, dan otot spinalis), berfungsi sebagai ekstensor utama tulang belakang.

b.

Otot lapisan dalam, yang terdiri dari otot rotator dan otot multifidi yang merupakan otot stabilisator segmental kecil yang berfungsi

3

untuk mengontrol fleksi lumbal karena otot ini tidak menghasilkan kekuatan yang cukup untuk mengekstensikan tulang belakang. c.

Otot-otot anterior, yang terdiri dari otot psoas (karena perlekatan langsung otot psoas pada vertebra lumbalis, peregangan otot ini akan menonjolkan lordosis lumbalis normal) dan otot kuadratus lumborum (berperan dalam sisi fleksibilitas dan membantu melakukan gerakan fleksi lumbal).

B. Patologi Low Back Pain Non Spesific 1.

Definisi Low Back Pain atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Non Spesific Low Back Pain merupakan nyeri di sekitar punggung bawah yang disebabkan karena gangguan atau kelainan pada unsur otot dan tendon tanpa disertai gangguan neuologis. Non Spesific Low Back Pain dapat mengakibatkan nyeri, spasme otot dan imbalance muscle, sehingga stabilitas otot perut dan punggung bawah mengalami penurunan, mobilitas lumbal terbatas mengakibatkan penurunan aktivitas fungsional.

2.

Etiologi Menurut Borenstein dan Wiessel (2004), faktor-faktor penyebab non specific low back pain dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu : a.

Faktor statik Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh yang menyebabkan peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara segmen Vertebra L5 dan Vertebra S1) yang normalnya 300-340, atau peningkatan lengkung lordotik 12 lumbal dalam waktu yang cukup lama, serta menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan (centre

4

of gravity/CoG), yang normalnya berada di garis tengah sekitar 2,5 cm di depan segmen Vertebra S2. Kemungkinan faktor penyebab statik pada non specific low back pain adalah : 1) Pergeseran titik pusat berat badan bergeser ke depan. Adapun yang dapat menimbulkan pergeseran antara lain: a) Kebiasaan tubuh yang tidak benar. b) Obesitas dan kehamilan. c) Pemendekan tendo achiles atau terlalu sering memakai sepatu dengan tumit tinggi d) Kelemahan otot-otot dinding perut, serta kelainan atau pemendekan otot-otot punggung. 2) Pergeseran titik pusat berat badan bergeser ke samping. 3) Terganggunya ritme lumbal-pelvis. b.

Faktor dinamik Faktor mekanik dinamik atau kinetik yaitu terjadinya stress atau beban mekanik abnormal pada struktur jaringan (ligamen atau otot) di daerah punggung bawah saat melakukan gerakan. Timbulnya nyeri adalah akibat kelainan pada ritme lumbal pelvis yaitu karena fungsinya tidak sempurna. Gerakan yang potensial menimbulkan low back pain muskuloskeletal adalah gerakan kombinasi terutama fleksi dan rotasi, dan bersifat repetitif, apalagi disertai dengan beban, misalnya ketika sedang mengangkat beban yang berat.

3.

Tanda dan Gejala Tanda dan gejala Non Specific Low Back Pain adalah ditemukannya nyeri otot yang dikenal sebagai nyeri miogenik, yaitu nyeri yang tidak wajar yang tidak sesuai dengan distribusi saraf serta dermatom dengan reaksi yang sering berlebihan. Nyeri tersebut ditandai dengan adanya nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (trigger point), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang bersangkutan (loss of

5

range motion), spasme otot punggung bawah. Adanya spasme otot daerah lumbosakral, ketidakseimbangan otot stabilisator dan fiksator trunk, mobilitas lumbosakral terbatas, sehingga mengalami penurunan aktivitas fungsional. keluhan akan hilang apabila kelompok otot lumbosakral diregangkan. 4.

Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi Berbagai struktur yang peka terhadap nyeri terdapat di punggung bawah. Struktur tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua struktur tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri,

hiperalgesia

maupun

alodinia

yang

bertujuan

mencegah

pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri. Nyeri terjadi jika saraf sensori perifer, yang disebut nociseptor terpicu oleh rangsang mekanik, kimiawi maupun thermal maka impuls nyeri akan dihantarkan ke serabut-serabut afferen cabang spinal. Dari medula spinalis impuls diteruskan ke otak melalui traktus spinotalamikus kolateral. Selanjutnya akan memberikan respon terhadap impuls saraf tersebut. Respon tersebut berupa upaya untuk menghambat atau mensupresi nyeri dengan pengeluaran substansi peptida endogen yang mempunyai sifat analgesik yaitu endorphin. Disamping itu impuls nyeri yang mencapai medulla spinalis, akan memicu respon reflek spinal segmental yang menyebabkan spasme otot dan vasokonstriksi.

6

Spasme otot yang terjadi disini adalah merupakan suatu mekanisme proteksi, karena adanya spasme otot akan membatasi gerakan sehingga dapat mencegah kerusakan lebih berat, namun dengan adanya spasme otot, juga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan iskemia dan sekaligus menjadi titik picu terjadinya nyeri. C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi Intervensi Fisioterapi yang digunakan Infra Red, Massage, terapi latihan dengan metode William Flexion Exercise. 1.

Sinar Infra Merah Sinar Infra Merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700 Ao – 4.000.000 Ao yang digunakan untuk tujuan pengobatan berkisar antara 7.700 Ao – 120.000 Ao atau 150.000 Ao (Amstrong) di mana panjang gelombang ini digolongkan menjadi 2 golongan yaitu Gelombang Panjang (Non Penetrating) dan Gelombang Pendek (Penetrating). IR menimbulkan efek Fisiologis (peningkatan metabolism, vasodilatasi, pembuluh darah, pigmentasi, pengaruh

terhadap

syaraf

sensoris

dengan

pemanasan

jaringan

membentuk efek sedatif, pengaruh terhadap jaringan otot adalah untuk relaksasi serta mengaktifkan kelenjar keringat) dan efek Terapeutik (mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, meningkatkan suplay darah, relaksasi otot dan menghilangkan sisa hasil metabolism. 2.

Massage Massage adalah gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau manipulasi. Efek yang dihasilkan berupa efek Mekanis (membantu sirkulasi darah balik, membantu sirkulasi cairan limfe, straching jaringan, mencerai beraikan perlengketan jaringan) dan efek Fisiologis (menaikkan metabolism dan mencegah vonestatik.

3.

Terapi Latihan dengan William Flexion Exercise Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang untuk mengurangi nyeri punggung dengan memperkuat otot-otot yang

7

memfleksikan lumbosacral spine terutama otot abdominal dan otot gluteus maximus dan meregangkan kelompok otot ekstensor. Latihan Willian Flexion Exercise ini disamping efektif untuk nyeri punggung bawah, juga memperbaiki fleksibilitas otot-otot punggung dan sirkulasi darah yang membawah nutrisi ke discus intervertebralis.

8

BAB III PROSES FISIOTERAPI

A. Laporan Status Klinik Tanggal Masuk

: 14 Maret 2019

B. Data – Data Medis Diagnosa Medis

: Chronic Kidney Disease

Ruang

: Lontara 1 atas, Kamar III Kelas 5 Bed 1

C. Identitas Umum Pasien Nama

: Tn. P

Umur

: 65 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Kristen

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Toraja

D. Anamnesis Khusus Keluhan utama

: Badan lemas, nyeri perut dan punggung

Lokasi nyeri

: Perut dan punggung bawah

Jenis nyeri

: Terlokasilir

Riwayat perjelanan penyakit : Pada tanggal 14 Maret 2019 pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan badan lemas, nyeri perut dan punggung yang dialami sejak 1 minggu yang lalu. Dan setelah dilakukan pemeriksaan, pasien telah menjalani post operasi pengangkatan batu empedu dan mengeluh adanya nyeri pada ulu hati dan pasien tampak bedrest.

9

E. Pemeriksaan Vital Sign Tekanan darah

: 110 / 80 mmHg

Denyut Nadi

: 80x / menit

Pernafasan

: 20x / menit

Suhu

: 36,8oC

F. Inspeksi/Observasi 1.

2.

Statis : a.

Mimik wajah pasien terlihat kurang semangat dan cemas

b.

Pasien dalam posisi tidur miring

c.

Adanya spasme pada M. Erector spine

Dinamis : a.

Pasien mengalami kesulitan merubah posisi dari tidur miring ke posisi tidur telentang.

b.

Pasien merasakan nyeri perut dan badan terasa lemas ketika digerakkan karena adanya bekas operasi.

G. Pemeriksaan Fungsi Dasar 1.

Pemeriksaan Gerak Aktif Gerak aktif merupakan gerakan yang dilakukan secara mandiri oleh pasien melalui instruksi dari terapis. Terapis memperhatikan LGS (Luas Gerak Sendi) dan kesulitan gerakan ketika melakukan gerakan. Adapun gerakan yang diberikan yaitu :

2.

a.

Regio lumbal : Fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi.

b.

Regio hip

: Fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi.

c.

Regio knee

: Fleksi, ekstensi, endorotasi, dan eksortasi.

Pemeriksaan Gerak Pasif Gerak pasif merupakan gerak yang dibantu oleh terapis, dimana pasien dalam keadaan diam lalu terapis yang menggerakkan tubuh pasien sepenuhnya. Adapun gerakan yang diberikan yaitu : a.

Regio lumbal : Fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi.

b.

Regio hip

: Fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi.

10

c. 3.

Regio knee

: Fleksi, ekstensi, endorotasi, dan eksortasi.

TIMT Gerak isometric melawan tahanan merupakan gerak aktif akan tetapi mendapatkan tahanan dari terapis. Adapun gerakannya yaitu : a.

Regio lumbal : Fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi.

b.

Regio hip

: Fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi.

c.

Regio knee

: Fleksi, ekstensi, endorotasi, dan eksortasi.

H. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi 1.

Tes Spesifik a.

Lasegue’s Test Posisi pasien tidur terlentang dengan posisi kedua hip endorotasi dan adduksi serta knee fleksi, rileks. Terapis meletakkan satu tangan pada ankle pasien, kemudian secara pasif memfleksikan hip pasien hingga pasien merasakan nyeri pada pinggang atau bagian posterior tungkai. Positif tes jika nyeri terutama dirasakan pada pinggang maka lebih kearah disc. herniation atau penyebab patologi penekanan pada sisi sentral, jika nyeri terutama pada tungkai, maka patologi yang menyebabkan penekanan terhadap jaringan saraf lebih pada sisi lateral.

b.

Bragard’s Test Prosedur tes sama seperti Lasegue’s test dimana bedanya pada Bragard’s test, terapis menambahkan fleksi cervical secara pasif disertai dorsofleksi ankle. Positif tes jika peningkatan nyeri dengan fleksi cervical, dorsofleksi ankle, atau kedunya mengindikasikan penguluran pada dura mater dari spinal cord atau lesi pada spinar cord (seperti: disc herniation, tumor, meningitis), tetapi jika nyeri tidak meningkat dengan fleksi cervical mengindikasikan lesi pada area hamstring atau pada lumbosacral atau area sacroiliac joint.

c.

Patrick Test

11

Posisi pasien tidur terlentang dalam posisi comfortable. Terapis secara pasif menggerakkan tungkai pasien yang dites kearah fleksi knee dengan menempatkan ankle di atas knee pada tungkai pasien yang satunya. Kemudian terapis memfiksasi SIAS pasien pada tungkai yang tidak dites dengan menggunakan satu tangan dan tangan satunya pada sisi medial knee pasien yang dites, memberikan tekanan tungkai pasien kearah abduksi. Mengulangi prosedur tes yang sama pada tungkai pasien yang satunya. Positif tes jika lokasi nyeri berkorespondensi terhadap disfungsi pada area hip, lumbar, dan atau SI. 2.

Intensits Nyeri Pada pemeriksaan nyeri menggunakan skala nyeri Visual Analouge Scale (VAS). Skala ini digambarkan dengan garis lurus, biasanya panjangnya mencapai 10 cm. Salah satu ujungnya ditandai “tidak ada nyeri”, dan ujung lainnya ditandai “nyeri hebat”. Skala ini digunakan secara vertikal atau horizontal, sambil meminta pasien untuk menandai garis dengan titik yang menggambarkan derajat nyeri yang dirasakan. Keterangan : Skala 0-2 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit, merasa normal) Skala 2-5 : nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu) Skala 6-8 : nyeri sedang (mengganggu aktifitas fisik) Skala 9-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri)

3.

Pemeriksaan LGS a.

Schoober Test Tes ini dilakukan untuk mengetahui LGS dari tulang belakang khusunya pada region lumbal, untuk melakukan tes ini posisi awal pasien berdiri tegak dengan lebar kaki selebar bahu, kemudian diberikan tanda setinggi spina iliaka posterior superior (SIPS) atau processus spinosus S2 10 cm ke atas, tetapi Macrae and Wright memodifikasi dengan memberikan 3 tanda yaitu SIPS, 5 cm dibawah SIPS dan 10 cm di atas SIPS, kemudian pasien diminta untuk

12

membungkuk sampai adanya keterbatasan dan ukur jarak antara dua tanda atas dan bawah, kemudian hasil dari pengukuran ini selisih dari hasil pengukuran akhir dan awal. Hasil dari tes ini pada dewasa muda selisih jarak kurang dari 4 cm menunjukkan adanya gangguan fleksi pada lumbal. Tes juga dilakukan pada gerakan lateral fleksi, posisi awal pasien berdiri tegak dan jarak kaki selebar bahu, pasien diminta untuk menggerakkan ke lateral fleksi sampai gerakan terbatas. Midline diletakkan di ujung jari tangan ketiga dan lantai sampai adanya keterbatasan gerak. 4.

Pemeriksaan Panjang Otot a.

M. Erector Spine Lumbal 1) Orientasi Test Posisi pasien duduk lalu memfleksikan leher dan torakal secara

pasif.

Terapis

memerhatikan

ketegangan

pada

torakolumbal, jika ragu dapat dipalpasi. 2) Tes Penguluran Posisi pasien tidur terlentang dengan fleksi hip dan fleksi knee. Posisi tangan terapis yang 1 berada pada sacrum dan yang lain berada pada knee. Terapis memfleksikan badan pasien lalu menekan knee kearah bawah sampai maksimal terjadi gerakan pada hip dan lumbal. Jika terjadi kontraktur maka tidak dapat kiposis lumbal. 5.

Pemeriksaan Kemampuan Fungsional Pemeriksaan kemampuan fungsional dasar dapat menggunakan Oswestry Diasability Index, adalah skala fungsional yang baik karena berkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang didasarkan pada respon dan apa yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Skala ini umum digunakan untuk menilai fungsional dari punggung.

13

I.

Algorhitma Assesment Fisioterapi History Taking : Nyeri punggung bawah, merasa kesulitan dari bangun ke duduk, duduk ke berdiri, nyeri bertambah saat membungkuk dan berdiri yang lama.

Inspeksi : 1. Statis : a. Mimik wajah pasien terlihat kurang semangat dan cemas b. Pasien dalam posisi tidur miring c. Adanya spasme pada M. Erector spine 2. Dinamis : a. Pasien mengalami kesulitan merubah posisi dari tidur miring ke posisi tidur telentang. b. Pasien merasakan nyeri perut dikarenakan adanya bekas operasi

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan LGS Schoober test

Pemeriksaan panjang otot M. Erector Spine Lumbal

Pemeriksaan fungsional ODI

Tes Spesifik Intensitas nyeri Lasegue’s test Bragard’s test Patrick test

VAS

Diagnosa ICF : Gangguan Aktivitas Fungsional pada Kondisi LBP Et Causa Chronic Kidney Disease 14

J.

Diagnosa Fisioterapi

“ Gangguan Aktivitas Fungsional pada Kondisi LBP Et Causa Chronic Kidney Disease.” K. Problematika Fisioterapi dan Bagan ICF Problematik Fisioterapi

Anatomical impairment

1. Nyeri gerak 2. Spasme pada otot erector spine. 3. ROM terbatas Gangguan ADL duduk, berdiri dan berjalan.

Activity Limitation

Kesulitan bangun, duduk, berdiri dan berjalan.

Participation Restriction

Adanya hambatan melakukan aktivitas sosial, masyarakat dan lingkungan.

L. Tujuan Intervensi Fisioterapi 1. Jangka Pendek a.

Mengurangi nyeri pada punggang bawah.

b.

Mengurangi spasme pada otot erector spine.

c.

Meningkatkan ROM dan kekuatan otot erector spine lumbal.

2. Jangka Panjang Memperbaiki kemampuan fungsional aktivitas sehari-hari secara maksimal seperti dari posisi baring ke duduk, membungkuk dan berdiri secara mandiri. M. Program Intervensi Fisioterapi 1.

Infra Red Infra red adalah alat fisioterapi yang memanfaatkan efek panas dari sinar merah yang dipancarkan untuk melancarkan peredaran darah dan menurunkan ketegangan otot.

15

a.

Persiapan Alat Terapis

mempersiapkan

IR,

pengecekan

alat.

Terapis

mengecek kabel tidak boleh bersilangan juga mengecek apakah alat dapat dipakai atau tidak dengan menggunakan lampu detector. b.

Persiapan Pasien Sebelum dilakukan terapi dengan IR pasien diberi penjelasan tujuan terapi dan kontraindikasinya. Dijelaskan juga bahwa panas yang dirasakan walaupun hanya sedikit namun tetap menimbulkan reaksi di dalam jaringan. Lakukan tes panas dingin pada daerah yang akan diterapi untuk memastikan ada tidaknya gangguan sensibilitas. Pakaian didaerah yang akan diterapi (punggung) harus dilepaskan. Posisi pasien tengkurap.

c.

Pelaksanaan terapi Setelah persiapan alat dan pasien selesai, daerah yang akan diterapi bebas dari kain dan lampu IR sejajar pada lumbal, alat di ON kan dengan waktu 15 menit, jarak lampu dengan daerah yang diterapi 35 cm, kemudian dicek dengan menanyakan langsung kepada pasien apakah sudah mulai hangat, kabel tidak boleh bersilangan dan bersentuhan dengan pasien. Selama terapi harus dikontrol rasa panas dari pasien, apabila terlalu panas jaraknya bisa ditambah, dan ditanyakan apakah rasa nyeri meningkat / bertambah. Setelah selesai terapi matikan alat dan mengontrol keadaan pasien.

2.

Massage Massage adalah gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau manipulasi. a.

Persiapan Alat Persiapan alat dalam hal ini adalah minyak (pelican), tempat tidur (bed), selimu atau handuk kecil, bantal.

b.

Persiapan Pasien

16

Pasien diperintahkan untuk tidur posisi tengkurap. Tanyakan kepada pasien untuk penggunaan media Massage tersebut hingga merata keseluruh permukaan punggung pasien. c.

Penatalaksanaan Massage Pemberian media Massage yang dioleskan pada punggung pasien dapat berupa minyak atau lotion. Kedua tagan terapis bersentuhan langsung dengan punggung pasien lalu ratakan media Massage tersebut hingga merata keseluruh permukaan punggung pasien. Gerakan Massage dengan metode stroking, friction, effurage, vibratrion pada punggung dilakukan dengan usapan kedua tangan dengan tekanan yang toleransi dengan pasien. Gerakan dari arah distal ke proksimal dengan tekanan yang kuat, lalu kembali lagi kearah distal dengan tekanan yang minimal.

3.

Terapi Latihan dengan William Flexion Exercise Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang untuk mengurangi nyeri punggung dengan memperkuat otot-otot yang memfleksikan lumbosacral spine terutama otot abdominal dan otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot ekstensor. a.

Persiapan Alat Dalam hal ini adalah matras atau alas dengan bahan yang lunak/sedikit keras namun nyaman untuk pasien.

b.

Persiapan Pasien Pasien diperiksa vital sign, perlu ditanyakan pada pasien apakah ada keluhan pusing mata berkunang-kunang, mual, dan lainlain. Sarankan pada pasien untuk tidak menggunakan pakaian terlalu ketat yang dapat mengganggu atau membatasi gerakan latihan, sebaiknya gunakan pakaian yang nyaman dan pas.

c.

Pelaksanaan William Flexion Exercise Sebelum William Flexion Exercise dilakukan, pasien diberi contoh terlebih dahulu gerakan latihannya. Bentuk-bentuk latihannya sebagai berikut :

17

1) William Flexion Exercise a) Tujuan : penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi sendi pinggul, penguatan otot-otot perut. b) Posisi awal : terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada permukaan matras. c) Gerakan : pasien diminta meratakan pinggang dengan menekan pinggang ke bawah melawan matras dengan mengkontraksikan otot perut dan otot pantat. Setiap kontraksi ditahan 5 detik kemudian lemas, ulangi 10 kali. Usahakan pada waktu lemas pinggang tetap rata. 2) William Flexion Exercise nomor 2 a) Tujuan : penguluran otot-otot trunk, penguatan otot-otot perut, dan otot sternocleidomastoideus. b) Posisi awal : sama dengan nomor 1. c) Gerakan : pasien diminta mengontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala, sehingga dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Setiap kontraksi ditahan 5 detik, kemudian lemas, ulangi sebanyak 10 kali. 3) William Flexion Exercise nomor 3 a) Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, otot-otot hamstring. b) Posisi awal : sama dengan nomor 1. c) Gerakan : pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut kearah dada sejauh mungkin, kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lututnya ke dada. Pada waktu bersamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras, tahan 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain, ulangi latihan sebanyak 10 kali. Kedua tungkai lurus naik harus dihindari, karena akan memperberat problem pinggangnya.

18

4) William Flexion Exercise nomor 4 a) Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstrensor trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot-otot hamstring. b) Posisi awal : sama dengan nomor 1. c) Gerakan : pasien diminta untuk melakukan latihan yang sama dengan nomor 3, tetapi kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikkan ke atas dan ditarik dengan kedua tangan kerah dada, naikkan kepala dan bahu dari matras, ulangi 10 kali. Pada waktu menaikkan kedua tungkai ke atas sejauh mungkin ia rapat, baru ditarik dengan kedua tangan mendekati dada. 5) William Flexion Exercise nomor 5 a) Tujuan : mengulur / stretching otot-otot fleksor hip dan facia latae. b) Posisi awal : exaggregated starter’s position c) Gerakan : gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi awal seperti seorang pelari cepat pada titik startnya yaitu satu tungkai dalam fleksi maksimal pada seni lutut dan paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di belakang. Kemudian pada posisi tersebut tekan badan ke depan dan ke bawah, tahan 5 hitunga dari rileks. Frekuensi 10 kali / sesi. 6) William Flexion Exercise nomor 6 a) Tujuan : penguatan otot quadriceps, otot perut, ekstensor trunk. b) Posisi awal : berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15 cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding. c) Gerakan : satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada dinding, tahan 10 hitungan dan rileks.

19

Frekuensi 10 kali / sesi. Bila latihan terlalu berat, lamanya penahanan dapat dikurangi. N. Evaluasi Sesaat Setelah dilakukan beberapa kali terapi latihan hasil yang didapatkan dapat diukur kembali dengan a.

Skala VAS untuk mengetahui intensitas nyeri.

b.

Schoober test untuk mengetahui peningkatan LGS.

c.

Oswestry Diasability Index untuk mengetahui peningkatan kemampuan fungsional.

20

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN Low Back Pain

adalah suatu kondisi dimana timbul rasa nyeri pada

pinggang bawah yang sangat komplek, jika dilihat dari faktor penyebabnya. Kondisi ini menimbulkan permasalahan kapasitas fisik (nyeri tekan dan nyeri gerak pada pinggang bawah, adanya spasme pada otot, otot paravertebral, adanya keterbatasan ROM

trunk) dan

kemampuan

fungsional

(gangguan saat

membungkuk dan saat jalan). Untuk mengurangi semua permasalahan-permasalahan tersebut, modalitas fisioterapi yang diberikan berupa IR, massage, dan terapi latihan berupa William Exercise. Dari hasil pemeriksaan terakhi didapatkan adanya peningkatan ROM trunk, penurunan rasa nyeri diam, nyeri tekan, dan nyeri geraknya, serta adanya peningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor trunk.

21

DAFTAR PUSTAKA

https://eprintis.ums.ac.id/1777/2/J100050040.pdf https://www.google.co.id/amp/s/fisiohealth.wordpress.com/2009/10/30/pemeriksa an-low-back-pain-oleh-yulianto-wahyono-dipl-pt-m-kes-amp/ http://eprints.ums.ac.id/6519010/1/Naskah%20Publikasi.pdf https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/f8214859a25495605af221a845b736 02.pdf

22

DAFTAR ISI BAB I .................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 BAB II................................................................................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 2 A.

Anatomi Vertebra.................................................................................................... 2

B.

Patologi Low Back Pain Non Spesific .................................................................... 4

C.

Pendekatan Intervensi Fisioterapi ........................................................................... 7

BAB III ............................................................................................................................... 9 PROSES FISIOTERAPI ..................................................................................................... 9 A.

Laporan Status Klinik ............................................................................................. 9

B.

Data – Data Medis .................................................................................................. 9

C.

Identitas Umum Pasien ........................................................................................... 9

D.

Anamnesis Khusus .................................................................................................. 9

E.

Pemeriksaan Vital Sign ......................................................................................... 10

F.

Inspeksi/Observasi ................................................................................................ 10

G. Pemeriksaan Fungsi Dasar .................................................................................. 100 H. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi .............................................. 111 I.

Algorhitma Assesment Fisioterapi ...................................................................... 144

J.

Diagnosa Fisioterapi ............................................................................................. 15

K. Problematika Fisioterapi dan Bagan ICF............................................................... 15 L.

Tujuan Intervensi Fisioterapi ................................................................................ 15

M. Program Intervensi Fisioterapi .............................................................................. 15 N.

Evaluasi ................................................................................................................. 20

BAB IV ............................................................................................................................. 21 PENUTUP ...................................................................................................................... 211 KESIMPULAN ........................................................................................................... 211 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 222

23

Related Documents

Lbp
October 2019 11
Lbp Windy.docx
June 2020 5

More Documents from "muhammad ilham abi"