Lapres Termokimia.docx

  • Uploaded by: Febri Nanda
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapres Termokimia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,679
  • Pages: 30
A.

Judul Praktikum

: TERMOKIMIA

B.

Hari/Tanggal Praktikum

: Rabu, 8 November 2017, Pukul 13.00 WIB

C.

Selesai Praktikum

: Rabu, 8 November 2017, Pukul 15.30 WIB

D.

Tujuan Praktikum

:

1. Membuktikan bahwa setiap reaksi kimia disertai penyerapan atau pelepasan kalor. 2. Menghitung perubahan kalor yang terjadi dalam berbagai reaksi kimia. E.

Tinjauan Pustaka

:

1. Termokimia Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia disebut termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi kita dapat mengukur (secara langsung dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperatur) energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai Joule. Berganti dengan kondisinya, apakah dengan perubahan energi dalam atau perubahan entalpi. Sebaliknya jika tahu C atau H suatu reaksi kita dapat meramalkan jumlah energi yang dihasilkannya sebagai kalor. Kimia termo mempelajari perubahan panas yang mengikuti reaksi kimia dan perubahan-perubahan fisika (pelarutan, peleburan dan sebagainya). Satuan tenaga panas biasanya dinyatakan dengan kalori, joule atau kilo kalori. 1 Joule

= 10-7 erg = 0,24 kal

1 kal

= 4,184 joule

Untuk menentukan perubahan panas yang terjadi pada reaksi kimia, dipakai kalorimeter. Besarnya panas reaksi kimia dapat dinyatakan pada :  Tekanan tetap  Volume tetap Sebagian besar reaksi kimia yang terjadi,disertai dengan penyerapan atau perubahan energi. Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja. Ketika sistem bekerja / melepaskan kalor, kemampuan untuk melakukan kerja berkurang dengan kata lain energinya berkurang.

2. Kalor Reaksi / Panas Reaksi Kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan energi produk dan reaktan pada volume konstan (E) atau pada tekanan konstan (H), sebagai contoh adalah reaksi : Reaktan (T) → Produk (T) E = Eproduk – Ereaktan Pada temperatur konstan dan volume konstan. H = Hproduk – Hreaktan Pada temperatur konstan dan tekanan konstan. Satuan SI untuk E dan H adalah joule, yaitu satuan energi tetapi satuan umum yang lain adalah kalori. Umumnya harga E atau H untuk tiap reaktan dan produk dinyatakan sebagai Joule mol-1 atau kJ mol-1 pada temperatur konstan tertentu, biasanya 298 K. Jika E atau H positif, reaksi dinyatakan “endotermis” dan jika E atau H negatif, reaksi disebut “eksotermis”. Proses pelepasan energi sebagai kalor disebut eksoterm. Semua reaksi pembakaran adalah eksoterm. Proses yang menyerap energi sebagai kalor disebut endoterm, contohnya adalah penguapan air. Proses endoterm dalam sebuah wadah adiabatik menghasilkan penurunan temperatur sistem, proses eksoterm

menghasilkan

kenaikan

temperatur.

Proses

endoterm

yang

berlangsung dalam wadah diatermik, pada kondisi eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan aliran energi ke dalam sistem sebagai kalor. Proses eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan pembebasan energi sebagai kalor dalam lingkungan. a.

Pengukuran Panas Reaksi Proses reaksi diukur dengan bantuan kalorimetri. Harga E diperoleh

apabila reaksi dilakukan dalam kalorimeter bom, yaitu pada volume konstan dan H adalah proses reaksi yang diukur dengan tekanan konstan dalam gelas piala atau labu yang diisolasi, botol termos, labu dewar, dan lain-lain. Karena diperinci dengan baik, maka panas yang dikeluarkan atau diabsorpsi hanyalan

fungsi-fungsi keadaan, yaitu Qp = H atau Qv = E adalah fungsi keadaan. Besaran-besaran ini dapat diukur oleh persamaan : 𝑇2

Q = E atau H = ∫𝑇1 𝐶1 (produk, kalorimeter) dT Dimana C1 dapat berupa Cv untuk pengukuran E dan Cp untuk H. Dalam banyak percobaan, C1 untuk kalorimetri dijaga tetap konstan. b.

Penetapan Panas Reaksi

i.Panas Pembentukan Merupakan panas reaksi pada pembentukan 1 mol suatu zat dari unsurunsurnya. Jika aktivitas pereaksinya 1, hal ini disebut panas pembentukan standar H. ii.Panas Pembakaran Merupakan panas yang timbul pada pembakaran 1 mol suatu zat. Biasanya panas pembakaran ditentukan secara eksperimen pada V tetap dalam bombkalorimeter. Sehingga dapat dicari H : H = E + P . V iii.Hukum Thermonetral Pada pencampuran larutan encer dua buah garam dari asam dan basa kuat, perubahan panasnya nol bila tidak terjadi reaksi antara keduanya. Misal :

KNO3(aq)

NaBr (aq)

K(aq) NO3(aq) Na(aq) Br (aq)

KBr(aq)

NaNO3(aq)

H = 0

K(aq) Br (aq) Na(aq) NO3(aq)

H = 0 Disini ternyata bahwa pereaksi dan hasil reaksi sama, sehingga H = 0. Bila pada pencampuran tersebut terjadi reaksi kimia, hukum di atas tidak berlaku lagi. iv.Hukum Ketetapan Panas Netralisasi Panas yang timbul pada penetralan asam kuat dan basa kuat, tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang terbentuk. Bila asam atau basanya lemah, panas netralisasi tidak lagi tetap, sebab ada panas yang diperlukan untuk ionisasi. Panas reaksi yang mengakibatkan dan melibatkan netralisasi asam oleh basa dikenal sebagai panas netralisasi. Panas netralisasi asam kuat dan basa

kuat adalah konstan, yaitu -55,90 kJmol-1. Tetapi panas netralisasi asam lemah dan basa lemah kurang dari -55,90 kJmol-1, karena asam atau basa menjadi ion-ion kation dan anion, sedangkan asam kuat dan basa kuat terdisosiasi sempurna dan reaksinya hanyalah : H+ (dalam air) + OH- (dalam air) = H2O Sehingga : H = H ionisasi + H netralisasi v. Panas Pelarutan 1. Panas Pelarutan Integral Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut, panas integral ini besarnya panas pelarutan tergantung jumlah mol zat pelarut dan zat terlarut. 2.Panas Pelarutan Diferensial Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan yang tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik, didefinisikan

d(mH) dm

, yaitu

perubahan panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan dideferensial dapat diperoleh dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsentrasi. Jadi panas pelarutan deferensial tergantung pada konsentrasi larutan. vi. Panas Pembentukan Ion Pengertian ini diadakan untuk mengadakan perhitungan panas reaksi untuk larutan-larutan elektrolit. vii.

Panas Hidrasi Merupakan panas yang timbul atau diperlukan pada pembentukan hidrathidrat, seperti :

CaCl2(s)

2H2O(l)

CaCl2 H2O(s) H = -7960 kal

Besarnya panas hidrasi dapat dicari dari panas pelarutan integral. c.

Perubahan Entalpi Standar

Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika / kimia biasanya dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi

standar. Dalam banyak pembahasan kita akan memperhatikan perubahan entalpi standar H, yaitu perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan akhirnya ada dalam keadaan standar. i.

Entalpi Perubahan Fisik Perubahan entalpi standar yang menyertai perubahan keadaan fisik disebut entalpi transisi standar dan diberi notasi Htas. Contohnya adalah entalpi penguapan. 1.

Entalpi Penguapan Standar (Huap) Merupakan penguapan entalpi permol jika cairan murni pada tekanan 1 bar

menguap menjadi gas pada tekanan 1 bar, seperti dalam : H2O(l)

Huap (373 K) =  40,66 kJmol-1

H2O(g)

Huap merupakan perubahan entalpi ketika reaktan dalam keadaan standar berubah menjadi produk dalam keadaan standar. 2.

Entalpi Sublimasi Standar (Hsub) Entalpi standar untuk proses dimana padatan menguap, tidak bergantung

pada jalan antara 2 keadaan yang berarti nilai H yang sama diperoleh bagaimana pun perubahan yang dihasilkan. Contohnya dapat membayangkan sublimasi zat A terjadi secara langsung. A(s)

Hsub (T)

A(g)

Walaupun demikian hasil keseluruhan yang sama akan diperoleh jika padatan dianggap meleleh pada temperatur T dan kemudian menguap pada temperatur tersebut. A(s)

Hfus (T)

A(l)

A(l)

Huap (T)

A(g)

Keseluruhan A(s) 3.

Hfus (T) + Huap (T)

A(g)

Entalpi Peleburan Standar (Hfus) Dimana es pada tekanan 1 bar molekul menjadi cair pada tekanan 1 bar.

Contohnya Hfus seperti dalam : H2O(s)

H2O(l)

Hfus (273) = + 6,01 kJmol-1

Karena keseluruhan hasilnya sama, perubahan entalpi keseluruhan juga sama dalam kedua kasus tersebut dan seperti disimpulkan bahwa :

Hsub (T) = Hfus (T) + Huap (T) Kesimpulan bahwa entalpi peleburan selalu positif, maka entalpi simulasi suatu zat selalu lebih besar dari pada entalpi penguapannya. 4.

Entalpi Pelarutan Standar (Hsel) Perubahan entalpi standar jika zat itu melarut dalam pelarut dengan jumlah

tertentu. Entalpi pembatas adalah perubahan entalpi standar jika zat melarut dalam pelarut dengan sejumlah tak hingga, sehingga interaksi antara dua ion (atau molekul terlarut) untuk zat bukan elektrolit dapat diabaikan. 5.

Entalpi Pengionan Dua perubahan entalpi yang sangat penting adalah perubahan entalpi yang

menyertai pembentukan kation dan anion dari atom-atom dan molekulmolekul fase gas. Entalpi pengionan H adalah perubahan entalpi standar untuk penghilangan satu elektron. A. Entalpi Pengionan 1 Merupakan perubahan energi dalam untuk proses yang sama pada T = 0. B. Entalpi Perolehan Elektron Pengaruh entalpi standar yang menyertai pelekatan elektron pada suatu atom, ion atau molekul dalam fase gas adalah entalpi peroleh elektron Hea. E(g) + e-(g)

E-

Hea

6. Entalpi Pembentukan dan Disosiasi Ikatan Merupakan entalpi standar untuk proses dimana ikatan A-B dipatahkan. A-B(g)

A(g) + B(g)

H = (A-B)

A dan B dapat berupa atom atau kelompok atom, seperti dalam : CH3OH(g)

CH3(g) + OH(g)

H(CH3OH) = + 380 kJmol-1

A. Entalpi Ikatan Rata-rata (A-B) Merupakan nilai entalpi disosiasi ikatan dari ikatan A-B yang dirataratakan dari suatu senyawa serumpun. B. Entalpi Pengatoman Perubahan entalpi standar yang menyertai pemisahan semua atom dalam suatu zat (dapat berupa unsur atau senyawa). ii.Entalpi Perubahan Kimia

1. Entalpi Pembakaran Standar (Hc) Merupakan entalpi reaksi standar untuk oksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O bagi semua yang mengandung C, H, O dan D menjadi N2 bagi senyawa yang mengandung N. 2. Entalpi Hidrogenasi Standar Entalpi reaksi standar untuk hidrogenasi senyawa organik tak penuh. Dua hal yang sangat penting adalah hidrogenasi etana dan benzena. iii.Entalpi Pembentukan Entalpi pembentukan standar (Hf) adalah suatu zat dimana entalpi reaksi standar untuk pembentukan zat itu dari unsur-unsurnya dalam keadaan referensinya. Keadaan referensinya suatu unsur adalah keadaan yang paling stabil pada temperatur tertentu atau tekanan 1 bar. Entalpi pembentukan standar unsur-unsur dalam keadaan referensinya adalah nol pada semua temperatur, karena entalpi tersebut adalah entalpi dari reaksi “nol”. H 298 = ∑𝑖 𝑛𝑖 Hf (produk) - ∑𝑗 𝑛𝑗 Hf (reaktan) d.

Variasi Entalpi dengan Temperatur Entalpi suatu zat bertambah jika zat tersebut dipanaskan, oleh karena itu

entalpi reaksi berubah dengan perubahan temperatur. Karena entalpi setiap zat dalam suatu reaksi bervariasi dengan cara yang khas. e. i.

Kapasitas Kalor Zat Kapasitas kalor pada volume tetap Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada kondisinya, misalnya sistem itu

terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat melakukan kerja. Jenis apapun kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT adalah dq V = Cv dT, dengan Cv sebagai kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena du = dqv dapat dituliskan dv = Cv dT pada volume tetap 𝑑𝑢

dan menyatakan Cv = 𝑑𝑇 dengan volume tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap selama perubahan variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial” terhadap variabel yang berubah. Notasi d digantikan dengan  dalam variabel yang dibuat tetap ditambahkan subskrip.

𝛿𝑣

Cv = (𝛿𝑇) ii.

Kapasitas kalor pada tekanan tetap Kalor yang diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama adalah dq D = Cp dT dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada tekanan tetap. Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang diberikan sebagai kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak khusus digunakan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara umum Cv berbeda dengan Cp karena dqp = dH, maka : 𝛿𝐻

Cp = ( 𝛿𝑇 ) f.

Ketergantungan reaksi terhadap temperatur Jika perubahan temperatur (T) sangat kecil, maka perubahan entalpi zat

tersebut adalah Cp dT, oleh karena itu untuk perubahan temperatur dari T1 ke T2 , entalpi zat berubah H(T1) menjadi : 𝑇

H(T2) = H(T1) + ∫𝑇 2 𝐶𝑝 𝑑𝑇 1

dengan Cp = [𝑐 𝐶𝑝(𝐶) + 𝑑 𝐶𝑝(𝐷)] – [𝑎 𝐶𝑝(𝐴) + 𝑏 𝐶𝑝(𝐵)] dengan Cp(j) sebagai kapasitas kalor molar zat j. g.

Ketergantungan perubahan entalpi reaksi pada suhu Bila perubahan entalpi reaksi pada suhu diketahui, maka perubahan entalpi

reaksi pada suhu lain dapat dihitung bila kapasitas kalor pereaksi dan hasil diketahui untuk daerah suhu, di antaranya : Untuk reaksi kimia secara umum seperti yang diberikan pada persamaan : HCl(g) + 5H2O(g) = HCl in 5H2O

H(298K) = -64,06 kJ

Perubahan entalpi diberikan persamaan : H = ViHi …….. (2.10.1) Laju perubahan H dengan suhu didapat dengan mendiferensiasi persamaan 2.10.1 terhadap suhu pada tekanan tetap. [

𝑑(∆𝐻) 𝑑𝑇

𝑑𝐻𝑖

] 𝑝 = vi ( 𝑑𝑇 ) 𝑝 ………… (2.10.2) 𝑑𝐻

Mengingat bahwa ( 𝑑𝑇 )n = Cp, dapat dilihat bahwa : [

𝑑(∆𝐻) 𝑑𝑇

] 𝑝 = vi Cpt = Cp ………… (2.10.3)

h.

Kalorimetri Kalorimetri didasarkan kenaikan suhu yang teramat dalam beberapa

medium. Kalor spesifik dari zat adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari 1 gram zat pada 1C. Besaran lain yang berhubungan adalah kapasitas kalor yang merupakan banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat bermassa pada 1C. Banyaknya kalor yang keluar maupun masuk dari zat adalah : q = C . t t adalah perubahan suhu yang diperoleh dari tf – ti dimana tf merupakan temperatur final dan ti adalah temperatur initial. q = C (tf – ti) Sehingga persamaan kalor spesifik : q = m .  . t Dimana m merupakan massa dalam gram dari zat yang menyerap kalor dan c = m.

Alat paling penting untuk mengukur kalor adalah kalorimeter bom adiabatik. Perubahan keadaan yang dapat berupa reaksi kimia berawal dalam wadah bervolume tetap yang disebut bom. Perubahan temperatur T dari kalorimeter yang dihasilkan dari reaksi sebanding dengan energi yang dibebaskan / diserap sebagai kalor. Oleh karena itu dengan mengukur T kita dapat menentukan qv. Sehingga kita dapat mengetahui V konvensi dari T menjadi qv tidak bisa lepas dari kapasitas kalor C dari kalorimeter. C adalah koefisien perbandingan antara energi yang diberikan sehingga kalor dan kenaikan temperaturnya disebabkan : q = C . T Untuk mengukur C, kita alirkan arus listrik melalui pemanas dalam kalorimeter dan kita tentukan kerja listrik yang kita lakukan padanya.

Hukum Hess Penerapan hukum pertama disebut hukum Hess : “Entalpi reaksi secara keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari suatu reaksi.” Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian dari banyak reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui panas reaksi dari masingmasing tahap di atas, maka panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkan atau mengurangi panas reaksi dari masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau dikurangi secara aljabar, disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan. Dasar dari hukum ini adalah entalpi atau energi internal merupakan suatu besaran yang tidak tergantung pada jalannya reaksi, yaitu : H = H1 + H2 + H3 ………

atau

qp = qp + qp + qp ………... Asas Black Asas Black menyatakan jumlah kalor yang masuk sama dengan jumlah kalor yang dilepaskan pada suatu sistem. Reaksi Endoterm dan Eksoterm Reaksi endoterm merupakan reaksi kimia yang berlangsung dengan penyerapan kalor. Sedangkan reaksi eksoterm merupakan reaksi kimia yang berlangsung dengan pelepasan kalor. Entropi Bila suatu sistem mengalami perubahan isotermal dan reversible, maka besarnya perubahan entropi S ditunjukkan oleh :

Sistem S = S2 – S1

T qs

Sistem S =

𝑞𝑠 𝑇

atau

dS =

𝑑𝑞𝑠 𝑇

Suatu entropi = kalori per derajat, per jumlah zat yang bersangkutan, misalnya : kal per derajat per mole. Kalori per derajat dianggap sebagai e . u (entropy unit). Bila panas dilakukan untuk sistem terisolasi, maka untuk proses intermal reversible.

S gas =

𝑞𝑟 𝑇

Sekeliling :

r = reversible S keliling = -

𝑞𝑟 𝑇

Total S = S total = S gas + S keliling S total = 0 Untuk proses isotermal dan reversible, perubahan entropi total dan sekelilingnya = 0. Demikian pula perubahan entropi untuk proses siklus / cycle = 0. Untuk proses isotermal tetapi reversible,

Sistem I S1

Sistem II S2

qT

Karena S = S2 – S1, maka perubahan entropi tetap sama dengan proses isotermal dan reversible. S =

𝑞𝑟

qr = panas yang diserap pada proses reversible dan

𝑇

isotermal.

F.

Alat dan Bahan

:

1. Alat 

Kalorimeter

1 buah



Pipet ukur

1 buah



Gelas kima 100 mL

2 buah



Spatula

1 buah



Termometer

1 buah



Gelas ukur

1 buah



CuSO4 1M

secukupnya



HCl 1M

secukupnya



NaOH 1M

secukupnya



Serbuk Zn

secukupnya

2. Bahan

G.

Alur Praktikum 1. Penentuan tetapan kalorimeter 20 mL H2O Dimasukkan ke kalorimeter dengan pipet ukur Diukur suhunya menggunakan termometer Dicatat suhunya (T1) Suhu H2O (T1)

20 mL H2O Dimasukkan kedalam gelas kimia 100 mL Dipanaskan sampai suhu naik 10oC dari suhu kamar Diukur suhunya menggunakan termometer Dicatat suhunya (T2) Suhu H2O (T2)

H2O suhu (1) dan H2O suhu (2) Dicampur di dalam kalorimeter Dikocok Dicatat suhunya yang maksimum konstan (∆T) Dihitung tetapan kalorimeternya 𝑞3

K = (∆𝑇−𝑇1) J/K

2. Penentuan kalor reaksi Zn-CuSO4 20 mL CuSO4

0,5 g serbuk Zn

Dimasukkan ke calorimeter

Ditimbang

Dicatat suhunya Larutan CuSO4

Serbuk Zn

0,5 M Dicampur di dalam kalorimeter Dicatat suhu maksimum yang konstan (T4) Dihitung kalor penetralan yang terukur ∆H =

− 𝑞6 𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠

Joule / mol

3. Kalor Penetralan HCl – NaOH 20 mL HCl 1M

20 mL NaOH 1M

Dimasukkan ke dalam kalorimeter

Diukur

Diukur suhunya

menggunakan

Dicatat suhunya (T5)

gelas ukur Dicampur dalam kalorimeter Dicatat suhu maksimum yang konstan (T5) Dihitung kalor penetralan yang terukuR

− 𝑞9

∆H = 𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 Jolue/mol

H.

Hasil Percobaan

No.

Hasil Pengamatan

Prosedur Pengamatan

perc 1.

:

1. Penentuan tetapan calorimeter 20 mL H2O

Sebelum -

 Dimasukkan ke kalorimeter dengan pipet ukur  Diukur suhunys menggunakan termometer

-

H2O

Sesudiah tidak -

Suhu H2O (T1)

H2O dipanaskan - Terjadi

berwarna

sehingga

Suhu awal H2O

suhunya

31oC (T1)

(T2)

Volume 20 mL -

H2O

 Dicatat suhunya -

 Dipanaskan sampai suhu naik 10oC dari suhu kamar  Diukur suhunya menggunakan termometer  Dicatat suhunya Suhu H2O (T2)

termal - Terjadi

termal - Tidak berwarna

tidak - Tidak

penyerapan

atau pelepasan kalor. - K = 33,6 J/K

ternbentuk

H2O campuran

endapan

(T)

 Dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL

kesetimbangan 43oC

Kesimpulan - Terjadi kesetimbangan

berwarna

bersuhu

20 mL H2O

Dugaan/Reaksi

36oC - H2O(l) + H2O(i) 2H2O(l)

H2O suhu (T1) & suhu (T2)  Dicampur didalam kalorimeter  Dikocok  Dicatat suhunya yang maksimum konstan (∆T)  Dihitung tetapan kalorimeternya K=

𝑞3 (∆𝑇−𝑇1)

J/K

- CuSO4 berwarna

2. 2.

Penentuan kalor reaksi Zn – CuSO4

20 mL CuSO

0,5 serbuk Zn

4

 Diambil

. Ditimbang

biru - Bersuhu 31oC (T4) - Volume 20 mL

dengan pipet volume  Dicatat suhunya

- Serbuk Zn berwarna abu-abu

Dicampur dalam kalorimeter

dan berbentuk

Dicatat suhu maksimum

serbuk

yang konstan (T4) Dihitung kalor penetralan yang terukur − 𝑞6

∆H = 𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 J/mol

- Bermassa 0,5 gram

- Setelah

- Larutan

-

dicampur,

berwarna

larutan ZnSO4

dan

membentuk

endapan merah

endapan

bata

berwarna merah

CuSO4(aq)

bata.

Zn(s)

- Bersuhu 41oC (T5) - Larutan berwarna biru lebih muda dibanding larutan CuSO4 - Menghasilkan panas

biru

Terjadi

penyerapan

atau pelepasan kalor

terdapat - Hr = 48,77 kJ/mol

+

ZnSO4(aq) + Cu(s)

3. 3.

Penentuan kalor penetralan HCl - NaOH

20 mL HCl 1M

20 mL NaOH 1M

 Dimasukkan ke dalam

 Diukur menggunakan

kalorimeter

 Diukur suhunya  Dicatat suhunya

- Larutan NaOH -

Larutan

tidak berwarna

berwarna

berwarna

atau pelepasan kalor

Bersuhu

32oC - Tidak terbentuk -

Hn = 1,925 kJ/mol

-

Volume 20 mL

-

Bersuhu

31oC

Dicatat suhu maksimum yang konstan (T5) Dihitung kalor penetralan yang terukur − 𝑞9

∆H = 𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 J/mol

(T6) -

(T5)

Larutan NaCl

tidak -

endapan HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(i)

gelas ukur

- Larutan

HCl

tidak berwarna - Volume 20 mL

Dicampur dalam kalorimeter

-

tidak - Larutan

Terjadi

penyerapan

I.

Analisis Data 1. Penentuan Tetapan Kalorimeter Pada percobaan pertama, 20mL air dengan suhu normal dimasukkan kedalam kalorimeter. diukur temperaturnya (T1) yakni sebesar 304 K. Setelah itu, aquades sebanyak 20 mL dipanaskan sampai temperaturnya naik 12 ºC dari suhu T1 atau hingga suhu air (T2) itu mencapai 316 K. Selanjutnya aquades yang telah dipanaskan tadi dicampur dengan aquades bersuhu nornal yang ada dalam kalorimeter. Lalu diaduk hingga keduanya bercampur. Kemudian, diukur suhu campuran (ΔT) tersebut yakni sebesar 309 K. Tahap berikutnya dihitung nilai dari kalor yang diserap oleh air dingin (q1) dengan menggunakan rumus: q1= mair x cair x (ΔT-T1) dengan catatan massa jenis (ρ) air diangap konstan yakni 1 gr / mL dan kalor jenis (c) air sebesar 4,2 J / K. diperoleh nilai dari q1 sebasar 420 Joule. dihitung juga kalor yang dilepas oleh air panas (q2) dengan menggunakan rumus: q2= mair panas x cair x (T2-ΔT). Dan diperoleh nilai q2 sebesar 588 Joule dan q3 = q2 - q1 yaitu sebesar 168 J. Dengan demikian dapat diitung tetapan kalorimeter dengan menggunakan rumus :

K=

q3

ΔT – T ΔT – T1 1 Maka kita memperoleh tetapan kalorimeter sebesar 33,6 J/K. Pada percobaan pertama tidak terjadi reaksi karena apabila air direaksikan dengan air maka akan tetap menghasilkan molekul air (molekul yang direaksikan sama). Reaksi ini termasuk reaksi endoterm yaitu reaksi penyerapan kalor dari sistem ke lingkungan, karena sistem (air aqudes) menerima kalor dari lingkungan (air panas). Setelah air dingin dicampurkan dengan air panas, maka akan terjadi kesetimbangan termal. Suhu air dingin naik, sedangkan suhu air panas turun. Pada percobaan ini bahan yang digunakan untuk mencari ketetapan kalorimeter adalah air, karena air merupakan media kesetimbangan termal, sehingga akan diperoleh ketetapan kalorimeter yang netral.

Perhitungan Diketahui:

maquades = 20 mL = 20 gram maquades panas = 20 mL = 20 gram T1= 304 K T2= 316 K ΔT= 309 K

Ditanya:

K?

Jawab: a. q1= mair x kalor jenis air x kenaikan suhu = 20 gram x 4,2 J/gram K x (ΔT-T1) K = 20 gram x 4,2 J/gram K x (309-304) K = 420 Joule b.

q2 = (mair panas x kalor jenis air x penurunan suhu) = (20 gram x 4,2 J/gram K x (T2-ΔT) K ) = (20 gram x 4,2 J/gram K x (316-309)) = 588 Joule

c.

q3 = q2-q1 = 588 J – 420 J

d.

= 168 Joule

q3

K = ∆T−T1 168

K = 309−304 K=

168 5

K= 33,6 Joule/K 2. Penentuan Kalor Reaksi Zn – CuSO4

Pada percobaan yang kedua dimasukkan CuSO4 dengan konsentrasi 1M sebanyak 20 mL ke dalam kalorimeter. Lalu diukur suhu CuSO4 dengan menggunakan termometer sehingga diperoleh suhu CuSO4 (T3) sebesar 304 K. Lalu kami menimbang serbuk Zn sebanyak 0,5 gram. Kemudian dicampurkan serbuk Zn yang telah ditimbang dengan CuSO4 dalam kalorimeter. Diaduk hingga tercampur dan diukur suhu campuran, maka

diperoleh suhu campuran (T4) sebesar 314 K. Kemudian menghitung q4 dengan mengalikan tetapan kalorimeter dengan selisih suhu antara T4 dengan T3 didapatkan hasil 336 J. Selanjutnya dengan Reaksi :

CuSO4(aq) + Zn(s)

ZnSO4(aq) +

Cu(s)

dihitung kalor reaksi Zn - CuSO4. Dengan cara pertama yaitu hitung mol zat ZnSO4 yang terbentuk setelah terjadi reaksi CuSO4 dengan Zn. Setelah itu dikalikan mol ZnSO4 dengan massa molekul relatifnya, maka diperoleh massa ZnSO4 yang terbentuk. Dengan massa ZnSO4 yang terbentuk itu dapat dihitung

kalor yang diserap larutan (q5), yakni dengan menggunakan

rumus: q5 = mlarutan x clarutan x ΔT dengan memperhatikan clarutan dianggap 3,69 J / gr K. Maka akan diperoleh q5 sebesar 47,60 J. Lalu dihitung kalor yang dihasilkan sistem reaksi (q6) dengan cara –(q4 +q5), maka kami mendapatkan q6 sebesar -383,60 J. Setelah itu dihitung kalor reaksi (ΔHr) antara Zn dan CuSO4 dengan cara membagi q6 dengan mol pembatas ZnSO4 yang terbentuk setelah reaksi. Maka diperoleh kalor reaksi sebesar -47,95 kJ/mol. Pada percobaan kedua terjadi reaksi CuSO4(aq) +Zn(s)  ZnSO4(aq) +Cu(s). Reaksi ini termasuk reaksi eksoterm yaitu terjadi reaksi pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan Ditandai dengan panas pada calorimeter.

Perhitungan Diketahui:

VCuSO4 = 20 mL = 0,020 Liter mZn

= 0,5 gram

Ar Zn

= 65,37 gram/mol

Mr ZnSO4

= 1. Ar Zn +1. Ar S + 4. Ar O = 1. 65,37 + 1. 32,064 + 4 . 16 = 161,3 gram/mol

T3

= 304 K

T4

= 314 K

∆Hr ?

Ditanya: Jawab:

 Mol Zn = massa / Mr = 0,5 / 65,37 = 0,00765 mol = 0,008 mol  Mol CuSO4= M x V = 1 . 0,02 = 0,02 mol

CuSO4(aq) + Zn(s)

ZnSO4(aq) + Cu(s)

Mula-mula :

0,008

0,02

-

-

Reaksi :

0,008

0,008

0,008

0,008

Sisa

-

0,012

0,008

0,008



:

Massa ZnSO4 = mol x Mr ZnSO4 = 0,008 x 161,3 = 1,29 gram a. q4= k (T4-T3) = 33,6 Joule/K x 10 K = 336 Joule b. q5 = mlarutan x kalor jenis larutan x kenaikan suhu = 1,29 gram x 3,69 J/gram K x 10 K = 47,6 Joule c. q6 = (q5+q4 ) = (47,6 + 336 ) = 383,6 Joule q

6 d. ∆Hr = mol pembatas ZnSO

4

=

−383,6 0,008

= - 47,95 kJ/mol

3. Kalor Penetralan HCl – NaOH Pada percobaan yang ketiga dimasukkan HCl dengan konsentrasi 1M sebanyak 20 mL kedalam kalorimeter. Selanjutnya mengambil NaOH dengan konsentrasi 1 M sebanyak 20 mL dan diukur suhu NaOH itu dan diperoleh suhu (T5) sebesar 304 K. Lalu masukkan NaOH tersebut ke dalam kalorimeter yang di dalam telah terdapat HCl. Diaduk agar kedua larutan itu tercampur dan kami mengukur suhu campurannya (T6) sebesar 305 K. Reaksi antara HCl dan NaOH adalah sebagai berikut:

HCl(aq)

+

NaOH(aq)

NaCl(aq)

+

H2O(l)

Setelah itu dihitung kalor penetralan HCl – NaOH. Caranya adalah dengan menghitung massa HCl dan NaOH yang beraksi dengan cara mengalikan molaritas larutan dengan massa atom relatif maka akan diketahui massa larutan campuran yang terbentuk sebesar 1,17 gram. Kemudian kami dihitung kalor yang diserap larutan (q7) dengan cara mengalikan massa larutan campuran dengan kalor jenis larutan dan kenaikan suhu larutan. q7 = mlarutancampuran x clarutan x ΔT. Maka diperoleh q7 sebesar 4,32 Joule. Kemudian dihitung kalor yang diserap kalorimeter (q8 ) dengan cara mengalikan tetapan kalorimeter dengan perubahan suhu ( q8= k x (T6 – T5). Maka didapatkan kalor yang diserap kalorimeter sebesar 33,60 Joule. Dengan diketahuinya q7 dan q8 maka kami dapat menghitung kalor yang dihasilkan sistem reaksi q9 dengan cara ( q9 = - ( q7 + q8 ). Maka kami memperoleh kalor yang dihasilkan sistem reaksi (q9) sebesar – 37,9 Joule. Dengan demikian kami dapat menghitung kalor penetralan yang dihasilkan dalam satu mol larutan (ΔHn). Caranya yaitu dengan membagi kalor yang dihasilkan sistem reaksi (q9) dengan jumlah mol pembatas yang terbentuk. Maka kami memperoleh kalor penetralan (ΔHn) sebesar -1,895 kJ/mol. Pada percobaan ketiga terjadi reaksi HCl(aq) +NaOH(aq) NaCl(aq) +H2O(l) Apabila asam klorida dan natrium hidroksida direaksikan maka menghasilkan natrium klorida dan air. Reaksi ini termasuk reaksi eksoterm

yaitu reaksi pelepasan atau pembebasan kalor dari sistem ke lingkungan. Ditandai dengan adanya panas di calorimeter.

Perhitungan Diketahui:

mlarutancampuran

= 1,17 gram

Kalor jenis larutan

= 3,69 J/gram K.

T6

= 304 K

T5

= 305 K

Ditanya

: ∆Hn ?

Jawab

:

 Mol HCl = M x V = 1 x 0,02 L = 0,02 mol  Mol NaOH = M x V = 1 x 0,02 L = 0,02 mol HCl(aq)

+

NaOH(aq)

NaCl(aq)

H2O(l)

Mula-mula :

0,02

0,02

Reaksi :

0,02

0,02

0,02

0,02

Sisa

-

-

0,02

0,02

:

-

+

a. q7= mlarutan x kalor jenis larutan x kenaikan suhu = 1,17 gram x 3,69 J/gram K x 1 K = 4,32 Joule b. q8

= K x (T6-T5) = 33,6 x (305-304) = 33,6 Joule

c. q9

= - ( q7+q8)

-

= - (4,32 + 33,6) = -37,9 Joule q

9 e. ∆Hn = mol larutan NaCl

37,9

= − 0,02 = - 1,895 kJ/mol

J.

Kesimpulan Berdasarkan ketiga percobaan yang telah kami lakukan yakni menentukan tetapan kalorimeter, dan penentuan kalor reaksi Zn-CuSO4, penentuan kalor penetralan HCl-NaOH, telah terbukti bahwa dalam setiap reaksi kimia selalu disertai dengan pelepasan atau penyerapan kalor. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terjadinya kenaikan atau penurunan suhu setelah berlangsungnya reaksi. Tetapan kalorimeter (k) yang kami peroleh adalah 33,60 J/K. Kalor reaksi (∆Hr) yang dihasilkan dalam reaksi Zn – CuSO4 adalah -47,95 kJ/mol. Sedangkan kalor penetralan (∆Hn )yang dihasilkan pada reaksi penetralan HCl – NaOH adalah sebesar -1,895 kJ/mol.

K.

Daftar Pustaka Atkins, PW. 1994. Kimia Fisik II. Jakarta: Erlangga. Baroroh, Umi L.U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Banjar Baru: Universitas Lambung Mangkurat. Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti, Jakarta: Erlangga. Petrucci, R. 1987. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga. Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik. Yogyakarta: Bina Aksara Tim Kimia Dasar. 2015. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar I. Surabaya : Unesa University Press

LAMPIRAN

Alat-alat yang digunakan untuk percobaan termokimia

Air sebagai media kesetimbangan termal yang stabil

Memasukkan air ke dalam calorimeter dan diukur suhunya

Memanaskan air sampai suhunya 10 lebih dari suhu kamar

Memasukkan CuSO4 ke dalam calorimeter dan mencatat suhunya

Hasil dari pencampuran CuSO4 dan serbuk Zn menghasilakan larutan berwarna biru dan endapan merah bata

Menimbang serbuk Zn 0,5 gram lalu memasukkannya ke dalam calorimeter dan mencatat suhunya

Memasukka HCl dan NaOH kedalam calorimeter lalu dicatat suhunya

Hasil dari pencapuran HCl dan NaOH larutan berwarna dan tidak ada endapan

Related Documents

Lapres Distilasi.docx
November 2019 22
Lapres Plp.docx
December 2019 25
Lapres Termokimia.docx
November 2019 22
Lapres Alat.docx
June 2020 17
Lapres He.docx
May 2020 18
Lapres Protein.docx
November 2019 16

More Documents from "Putri Anggreani"

Lapres Termokimia.docx
November 2019 22
Lapres Distilasi.docx
November 2019 22
4 Karbon-1.docx
November 2019 23
Tugas Ppt Kebakaran New.pptx
December 2019 19