I.
JUDUL PERCOBAAN
: Uji Kuantitatif Lipida
II.
TANGGAL PERCOBAAN
: Rabu, 21 November 2018 Pukul 13.00 WIB
III. TANGGAL SELESAI
: Rabu, 21 November 2018 Pukul 15.30 WIB
IV. TUJUAN
: Menentukan angka peroksida dan asam lemak bebas dalam sampel minyak jelantah
V.
DASAR TEORI
:
A. Lipida Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform dan eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hampir semua lipid. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982). Lipid yang paling sederhana dan paling banyak mengandung asam lemak sebagai unit penyusunnya adalah triasilgliserol, juga sering disebut lemak, lemak netral, atau trigliserida. Jenis lipid ini merupakan contoh lipid yang paling sering dijumpai baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Triasilgliserol adalah komponen utama dari lemak penyimpan atau depot lemak pada sel tumbuhan dan hewan, tetapi umumnya tidak dijumpai pada membran. Triasilgliserol adalah molekul hidrofobik nonpolar, karena molekul ini tidak mengandung muatan listrik atau gugus fungsional dengan polaritas tinggi (Lehninger 1982). Sebagian besar trigliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak; karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (contoh: lemak sapi) dan minyak nabati (contoh: minyak jagung).
Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, yang disebut asam lemak, umumnya
mempunyai rantai
hidrokarbon panjang dan tak bercabang. Asam lemak tidak terdapat secara bebas atau berbentuk tunggal di dalam sel atau jaringan, tetapi terdapat dalam bentuk yang terikat secara kovalen pada berbagai kelas lipida yang berbeda; asam lemak dapat dibebaskan dari ikatan ini oleh hidrolisis kimia atau enzimatik.
Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam merupakan trigeliserida-campuran, artinya ketiga bagian asam lemak dari gliserida itu tidaklah sama. Beberapa asam lemak ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut.
B. Jenis-jenis Lipid Asam lemak, terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak merupakan asam monokarboksilat rantai panjang. Adapun rumus umum dari asam lemak adalah :
Rentang ukuran dari asam lemak adalah C12 sampai dengan C24. Ada dua macam asam lemak yaitu: lemak yaitu: 1. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid). Asam lemak ini tidak memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat. 2. Asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid). Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya .asam lemak dengan lebih dari satu ikatan dua tidak lazim,terutama terdapat pada minyak nabati,minyak ini disebut
poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poliunsaturat) cenderung berbentuk minyak sedangkan trigliserida jenuh cenderung berbentuk lemak. Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula mengandung ikatan-ikatan rangkap. Pada umumnya, jumlah asam lemak tak jenuh dua kali lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada kedua lipida hewan dan tumbuhan. Asam lemak yang tersebar paling merata dalam alam, yaitu asam oleat, mengandung satu ikatan rangkap. Asam-asam lemak dengan lebih dari satu ikatan rangkap adalah tidak lazim, terutama dalam minyak nabati, minyak-minyak ini disebut polyunsaturated. Ikatan rangkap hampir semua asam lemak tak pada rantai alifatik.
C. Fungsi Lipid Berikut ini adalah beberapa fungsi lipid dalam tubuh: 1. Penyimpan energi 2. Transportasi metabolik sumber energi 3. Sumber zat untuk sintese bagi hormon, kelenjar empedu serta menunjang proses pemberian signal transducing 4. Struktur dasar atau komponen utama membran semua jenis sel. 5. Pelindung organ tubuh dan alat angkut vitamin larut lemak 6. Pembentukan sel dan sumber asam lemak esensial
D. Klasifikasi Lipid
Klasifikasi menurut Lehninger
a) Lipid komplek (yang bisa mengalami saponifikasi) contoh : trigliserida
b) Lipid sederhana (yang tidak bisa mengalami saponifikasi karena tidak mengandung gliserol). contoh : terpen, steroid, prostaglandin dll.
Klasifikasi menurut Bloor
a) Lipid sederhana : ester asam lemah dengan berbagai alkohol a) Lemak : ester asam lemak dengan gliserol lemak cair dikenal sebagai minyak b) Malam/wax : ester asam lemak dengan alkohol monohidrat Berat Molekul tinggi c) Lipid komplek : ester asam lemak yang mengandung gugus lain disamping alkohol dan asam lemak d) Fosfolipid : mengandung residu as fosfat. contoh : gliserofosfo lipid, sfingosin e) Glukolipid : mengandung karbohidrat. contoh : sfingosin f) Lipid komplek lainnya. contoh : sulfo lipid, amino lipid, lipoprotein g) Derivat lipid /prekursor lipid Bentuk ini mencakup : asam lemak, gliserol, steroid, aldehid lemak, benda-benda keton, vitamin larut lemak, hormon.
E. Reaksi Lipid Reaksi-reaksi Lipid antara lain: 1. Hidrogenasi Minyak. Ikatan rangkap pada minyak dapat dijenuhkan dengan cara hidrogenasi sehingga menjadi lemak padat. Untuk menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam (banyaknya ikatan rangkap) dinyatakan dengan angka yod, yaitu angka yang menyatakan banyaknya gram yodium yang dapat diadisikan pada 100 gram lemak. 2. Reaksi Penyabunan. Reaksi antara gliserida dengan basa menghasilkan sabun dikenal dengan reaksi penyabunan (saponifikasi). Sabun yang mengandung logam Na (dari lemak + NaOH) disebut sabun keras
(sabun cuci), sedang yang mengandung logam K disebut sabun lunak (sabun mandi). Untuk menyatakan banyaknya asam yang terkandung dalam lemak digunakan reaksi penyabunan dengan KOH, yang dinyatakan dengan angka penyabunan, yaitu angka yang menunjukkan berapa mg KOH yang digunakan uuntuk menyabunkan 1 gram lemak. 3. Reaksi Hidrolisis. Dengan adanya enzim lipase, lemak atau minyak dapat mengalami hidrolisis oleh air pada suhu kamar.
F. Minyak Jelantah Minyak jelantah adalah minyak goreng yang digunakan berulang kali untuk menggoreng, dan biasanya berwarna menjadi kehitaman. Menggunakan minyak jelantah untuk menggoreng berbahaya bagi kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari, jika kita membeli makanan atau gorengan, bisa saja minyak yang digunakan adalah minyak jelantah. Minyak jelantah merupakan minyak yang sudah tidak layak konsumsi. Warnanya biasanya gelap, menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Mutu minyak bekas sudah sangat rendah karena adanya kandungan senyawa peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi. Standar Nasional Indonesia (SNI) 2013 memberikan batasan terhadap angka peroksida yang berbahaya untuk konsumsi yaitu standar maksimal untuk angka peroksida adalah 10 meq/kg. Minyak jelantah mengandung berbagai radikal bebas, yang setiap saat siap untuk mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat menyebabkan potensi kanker meningkat. Menurut para ahli kesehatan, minyak goreng hanya boleh digunakan dua sampai empat kali menggoreng (Winarno, 1992).
Minyak jelantah yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak jelantah habis pakai 1 kali penggorengan dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) . Faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas minyak sawit adalah air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity dan spreadability, sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit.
Struktur Asam Palmitat Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat. Asam palmitat adalah asam
lemak
jenuh
yang
tersusun
dari
16
atom
karbon
(CH3(CH2)14COOH). Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak ini.
G. Angka Peroksida Angka peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Angka peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak. Angka peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk
identifikasi
tingkat
oksidasi
minyak. Minyak yang
mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan
suatu
senyawa
peroksida.
Cara
yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida
dilakukan dengan titrasi iodometri. Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksida/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
𝐀𝐧𝐠𝐤𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐨𝐤𝐬𝐢𝐝𝐚 =
𝐕𝐍𝐚𝟐 𝐒𝟐 𝐎𝟑 − 𝐕 𝐁𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨 × 𝐍𝐍𝐚𝟐 𝐒𝟐 𝐎𝟑 × 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐠𝐫𝐚𝐦)
Penentuan bilangan peroksida didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodide melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang didalam medium asam asetat/ chloroform. Proses oksida dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak dan lemak. Minyak kelapa sawit yang berkualitas baik menurut SNI 3741: 2013 mempunyai angka peroksida tidak lebih dari 10 meq/kg.
H. Asam Lemak Bebas (FFA) Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.
Asam lemak bebas berasal dari proses hidrolisa minyak ataupun dari kesalahan proses pengolahan. Kadar asam lemak yang tinggi berarti kualitas minyak tersebut semakin rendah. Penentuan kadar asam lemak bebas dalam minyak ini bertujuan untuk menentukan kualitas minyak. Penentuan kadar asam lemak bebas ini berdasarkan pada jenis asam lemak apa yang paling dominan dalam sampel minyak atau lemak yang digunakan. Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumLah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sample.Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sample semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Penentuan presentase asam lemak bebas (FFA) berprinsip pada titrasi sampel yang dilarutkan dengan alkohol netral oleh NaOH untuk menetralkan asam lemak bebas. NaOH digunakan untuk membuat asam lemak bebas dapat larut dalam air dan terpisah dari lemaknya (Winarno,1992). Penggunaan larutan NaOH 0,1 N pada titrasi larutan sampel berfungsi membuat larutan terbebas dari lemak yang terkandung dalam minyak curah yang digunakan (Aisyah,2010). Menurut spesifikasi SNI nomor 01/3741/2002 bahwa minyak goreng yang aman dikonsumsi memiliki persentase FFA sebesar 0,3%. Perhitungan persentase FFA dapat dirumuskan sebagai berikut.
% FFA =
𝐕 𝐍𝐚𝐎𝐇−𝐕 𝐁𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨 𝐱 𝐍𝐍𝐚𝐎𝐇 𝐱 𝐁𝐌𝐀𝐬𝐚𝐦𝐥𝐞𝐦𝐚𝐤 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥(𝐠) 𝐱 𝟏𝟎𝟎𝟎
X 100%
I. Titrasi Iodometri Prinsip kerja dari titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indicator, digunakan larutan kanji. Indikator penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya
sangat
jelas.
Penggunaan
indikator
ini
untuk
memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi.
J. Titrasi Alkalimetri Alkalimetri merupakan cara penetralan jumlah basa terlarut atau konsentrasi larutan basa melalui titrimetri. Metode alkalimetri merupakan reaksi penetralan asam dengan basa. Titrasi asam-basa menetapkan beraneka ragam zat yang bersifat asam dengan basa, baik organik maupun anorganik. Banyak contoh dalam analitiknya dapa diubah secara kimia menjadi asam atau basa dan kemudian ditetapkan dengan titrasi (Underwood, 2002). Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk digunakan penggunaan dengan indikator pH pada titik
ekivalen 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika penetralan adalah basa atau asam kuat (Mulyono, 2006). Salah satu metode titrasi adala alkalimetri, yaitu penetralan asam dengan basa. Kadar suatu larutan basa dapat ditentukan dengan mengambil volume tertentu larutan asam tersebut dan kemudian titrasi dengan larutan basa yang konsentrasinya diketahui. Jadi titrasi adalah penetapan kadar suatu larutan dengan mengambil volume tertentu dengan mengukur volume suatu pereaksi yang diketahui kadarnya dengan tepat bereaksi dengan sejumlah tertentu larutan tersebut (Harjadi, 1993). Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa. pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. Ini disebabkan perubahan kesetimbangan asam basa dengan temperatur. Ka akan bertambah besar dengan kenaikan temperatur sampai suatu batas tertentu, kemudian akan turun kembali pada kenaikan labih lanjut (Rivai, 1995).
VI. -
-
ALAT DAN BAHAN Alat:
Jumlah
1. Gelas kimia 100 mL
4 buah
2. Gelas kimia 50 mL
1 buah
3. Pipet tetes
7 buah
4. Biuret
1 set
5. Erlenmeyer
4 buah
6. Gelas ukur 10 mL
2 buah
Bahan:
Jumlah
1. Minyak/lemak
33 gram
2. Larutan asam asetat – kloroform (3 : 2)
240 mL
3. Larutan KI jenuh
3 mL
4. Na2S2O3 0,1 N
secukupnya
5. Larutan pati 1 %
2 mL
6. Larutan NaOH 0,1 N
secukupnya
7. Indikator PP 1 %
24 tetes
8. Alkohol 96 %
40 mL
9. Aquades
120 mL
VII.
ALUR KERJA
1. Penentuan Angka Peroksida a. Larutan sampel Minyak atau lemak - Ditimbang sebanyak 5 gram - Dimasukkan dalam erlenmeyer - Ditambah 30 mL larutan asam asetat kloroform(3:2) - Dikocok sampai bahan larut sempurna - Ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh - Didiamkan selama 20 menit dengan sesekali diigoyang - Ditambahkan 30 mL aquades - Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang Volume Na2S2O3 0,1 N
- Ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 % - Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 N sampai jernih Volume Na2S2O3 0,1 N - Dihitung angka peroksidanya Hasil angka peroksida
b. Larutan Blanko Aquades - Ditimbang sebanyak 5 gram - Dimasukkan dalam erlenmeyer - Ditambah 30 mL larutan asam asetat kloroform(3:2) - Digoyangkan sampai bahan larut sempurna - Ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh - Didiamkan selama 20 menit dengan sesekali diigoyang - Ditambahkan 30 mL aquades - Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang Volume Na2S2O3 0,1 N - Ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 % - Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 N sampai jernih Volume Na2S2O3 0,1 N - Dihitung angka peroksidanya Hasil angka peroksida
2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) a. Larutan sampel Larutan sampel minyak -
Ditimbang sebanyak 6 gram Dimasukkan dalam erlenmeyer Ditambahkan 10 mL alkohol 96 % Ditambahkan 3 tetes indikator PP Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi
Warna merah jambu - Dihitung % asam lemak bebas % FFA
b. Larutan blanko Aquades -
Ditimbang sebanyak 6 gram Dimasukkan dalam erlenmeyer Ditambahkan 10 mL alkohol 96 % Ditambahkan 3 tetes indikator PP Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi
Warna merah jambu - Dihitung % asam lemak bebas % FFA
VIII. HASIL PENGAMATAN
IX.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Percobaan uji kuantitatif lipida ini bertujuan untuk menentukan angka peroksida dan asam lemak bebas yang terkandung di dalam sampel. Sampel yang digunakan yaitu minyak kelapa sawit yang telah digunakan untuk penggorengan makanan sebanyak 1 kali. Semakin sering minyak digunakan untuk menggoreng, asam lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Penggunaan minyak berkali-kali akan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik, minyak yang seperti ini dikatakan telah rusak. Suhu yang semakin tinggi serta semakin lama dilakukan pemanasan, kadar asam lemak jenuh akan semakin naik atau bertambah. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan terputus membentuk asam lemak jenuh. Berikut ini adalah reaksi oksidasi minyak yang menghasilkan H2O2 (peroksida) O CH 3(CH 2) 7CH
CH(CH2)7COOH +
O2
CH 3(CH 2)7CH
CH(CH 2) 7COOH +
H2O2
Sebelum percobaan dilakukan langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencuci semua alat yang akan digunakan diantaranya
dalam percobaan,
gelas kimia 100 mL dan 50 mL, gelas ukur 10 mL,
erlenmeyer, dan pipet tetes dengan sabun dan air, kemudian dikeringkan. Hal ini dilakukan agar tidak ada zat-zat pengotor atau zat-zat sisa sebelumnya yang berkemungkinan dapat mengganggu dan mempengaruhi reaksi sehingga hasil reaksi tidak sesuai dengan teori yang ada. Prosedur percobaan akan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu penentuan angka peroksida dan penentuan asam lemak bebeas (FFA). Pada masingmasing tahap dilakukan 2 percobaan yaitu pada larutan blanko dan larutan sampel.
1. Penentuan Angka Peroksida Bilangan peroksida merupakan bilangan yang ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan dari KI yang teroksidasi oleh peroksida dalam minyak curah. Bilangan peroksida ini bisa digunakan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak curah yang diakibatkan oleh reaksi oksida yang menghasilkan peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida, maka minyak curah tersebut semakin memiliki kualitas yang jelek.
Larutan sampel
Penentuan bilangan peroksida pada sampel dilakukan dengan cara titrasi iodometri. Pertama, menyiapkan 3 labu Erlenmeyer dan sampel minyak kelapa sawit yang telah dipakai satu kali penggorengan (minyak jelantah) yang berwarna kuning kecoklatan. Kemudian ditimbang sebanyak ±5 gram dengan menggunakan neraca analitik pada masing-masing labu Erlenmeyer.
Erlenmeyer 1 Erlenmeyer 2 Erlenmeyer 3
Massa (gram) 5,0935 gram 5,0006 gram 5,0511 gram
Pada masing-masing labu Erlenmeyer yang berisi sampel minyak (berwarna kuning kecokelatan), ditambahkan 30 mL larutan asam asetatkloroform (3:2) tak berwarna (penambahan dilakukan di lemari asam) sehingga terbentuk 2 fasa dengan bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning (++). Penambahan larutan asam asetat-kloroform (3:2) berfungsi sebagai pelarut serta memberi suasana asam, karena minyak merupakan kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar misalnya, Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Dan untuk memberi suasana
asam karena rekasi rekasi redoks dalam titrasi iodometri dapat berjalan dalam suasana asam. CH3COOH(l) + CHCl3(l)→ CH3CH2CCl3(aq) + O2(g) CH3(CH2)14COOH(l) + O2(g) → CH3(CH2)14COO-(aq) + H2O2(aq) Selanjutnya ditambah dengan 0,5 mL KI jenuh (larutan tidak berwarna) menghasilkan larutan dengan 2 fasa dengan bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning (++). Tujuan ditambahkannya KI jenuh untuk membebaskan iodin sehingga larutan menjadi berwarna kuning, karena KI akan dioksidasi peroksida menjadi I2. Dan juga sebagai pembebas iodin pada sampel (KI sebagai pereduksi sampel sehingga menghasilkan iodium). Reaksi peroksida dengan KI: H2O2(aq) + 2KI(aq) I2(aq) + 2KOH(aq) Larutan didiamkan selama 20 menit dengan sesekali digoyang agar dapat larut sempurna. Fungsi pendiaman selama 20 menit dan sesekali digoyangkan yaitu agar reaksi oksidasi berjalan sempurna. Dimana larutan KI jenuh akan teroksidasi oleh peroksida dari minyak dan membebaskan iod. Setelah 20 menit, ditambahkan 30 mL aquades yang terbentuk 2 fasa dengan bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning (+). Penambahan aquades berfungsi sebagai proses pengenceran pada asam lemak agar proses titrasi dihasilkan titik akhir dengan warna perubahan yang tepat dan lebih mudah dianalisis dan untuk memisahkan fasa air dan fasa organik. Dalam hal ini senyawa yang bersifat polar akan larut dalam aquades, namun iod yang dibebaskan tidak akan larut dalam air karena iod bersifat nonpolar dan larut dalam KI. Langkah selanjutnya yaitu dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N (larutan tidak berwarna) menghasilkan larutan dengan fasa dimana bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning muda. Larutan
Na2S2O3 merupakan agen pereduksi yang biasa digunakan untuk mereduksi iod (I2) menjadi ion I-. Reaksi yang terjadi adalah:
I2 + 2e- → 2I2S2O3-2 → S4O6-2 + 2eI2 + 2S2O3-2 → 2I- + S4O6-2 Kemudian ditambahkan larutan pati 1% (larutan tidak berwarna) menghasilkan larutan dengan 2 fasa dimana bagian atas berupa larutan berwarna kuning kecokelatan dan bagian bawah larutan berwarna kuning muda. Fungsi penambahan larutan pati adalah sebagai indikator adanya I2 dan sebagai penyedia iod dengan cara mereduksi sampel minyak penambahan larutan pati 1% pada saat akan titrasi kedua karena jika ditambahkan di awal akan mengganggu titrasi dengan larutan Na2S2O3 seharusnya iod dititrasi dengan larutan Na2S2O3 tapi iod akan membentuk kompleks dengan amilum padahal reaksi sedang berjalan sampai menghasilkan I2 secara keseluruhan. Setelah I2 terbentuk akan bereaksi dengan amilum kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada intinya dibiarkan dulu iod terbentuk dulu karena kadar iod akan sebanding dengan jumlah angka peroksida. Selanjutnya dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1N (larutan tidak berwarna) menghasilkan larutan yang berbeda dengan 2 fasa dimana bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning muda. Setelah dititrasi diperoleh volume larutan Na2S2O3 0,1N pada masing-masing erlenmeyer.
Erlenmeyer 1
Volume Na2S2O3 (mL)
Volume total (mL)
V1 = 0,4 mL
V= 0,8 mL
V2 = 0,4 mL Erlenmeyer 2
V1 = 0,2 mL V2 = 0,1 mL
V = 0,3 mL
Erlenmeyer 3
V1 = 0,2 mL
V= 0,3 mL
V2 = 0,1 mL
Untuk menentukan bilangan peroksida digunakan rumus : Angka peroksida =
VNa2 S2 O3 − V Blanko × NNa2 S2 O3 × 1000 berat sampel (gram)
dari rumus diatas diperoleh angka peroksida pada masing-masing erlenmeyer sebagai berikut : Angka Peroksida (meq/kg) Erlenmeyer 1
16, 66 meq/kg
Erlenmeyer 2
4,85 meq/kg
Erlenmeyer 3
4,79 meq/kg Rata-rata = 8,77 meq/kg
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi
merupakan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
oksidasi.
Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik. Jadi, dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa minyak masih layak digunakan karena mengandung asam lemak jenuh yang berada di bawah batas minimum angka peroksida minyak menurut SNI : 2013, yakni sebesar 10 meq/kg.
Larutan blanko
Dilakukan pembuatan larutan blanko dengan cara menimbang ±5 gram aquades (tidak berwarna) dengan menggunakan neraca analitik (diperoleh 5,0982 gram) dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform (3:2) (larutan tidak berwarna) dan didapatkan larutan dengan 2 fasa, bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna putih keruh. Setelah ditambahkan larutan asam asetat kloroform, larutan dalam Erlenmeyer digoyang-goyang agar larutan dapat larut sempurna. Lalu ditambahkan 0,5 mL KI jenuh (larutan tidak berwarna) menghasilkan larutan dengan 2 fasa, bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning. Larutan didiamkan selama 20 menit dengan sesekali digoyang agar dapat larut sempurna. Setelah 20 menit, ditambahkan 30 mL aquades, sehingga terbentuk 2 fasa dengan bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah berwarna kuning. Kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N (tidak berwarna) yang menghasilkan larutan dengan 2 fasa, bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning muda. Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1% (larutan tidak berwarna) ke dalam Erlenmeyer tersebut sehingga terbentuk 2 fasa bagia atas berupa larutan tidak berwarna dan bawah berwarna kuning muda (+). Kemudian dilakukan titrasi kedua dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,1 N (tidak berwarna), terbentuk 2 fasa bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bawah berwarna kuning muda dengan jumlah volume larutan Na2S2O3 untuk blanko sebesar 0,1 mL. Larutan blanko ini berfungsi sabagai pembanding dan juga untuk menentukan angka peroksida pada sampel karena dalam rumus penentuan angka peroksida sampel - blanko.
2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) Pada percobaan penentuan asam lemak bebas ini bertujuan untuk menentukan berapa banyak asam lemak pada sampel minyak. Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol . Dan asam lemak bebas tersebut terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Untuk menentukan asam lemak bebas (FFA) dari minyak curah tersebut digunakan titrasi asam-basa. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
Larutan sampel
Langkah pertama diasipakan 3 erlenmeyer dan kemudian menimbang ±6 gram sampel minyak kelapa sawit satu kali penggorengan larutan berwarna kuning kecoklatan dan dimasukkan dalam masing-masing erlenmeyer. Erlenmeyer 1 Erlenmeyer 2 Erlenmeyer 3
Massa (gram) 6,0245 gram 6,0537 gram 6,0337 gram
Lalu ditambahkan 10 mL alkohol 96% berupa larutan tidak berwarna, hasil dari penambahan alkohol 96% yakni terbentuk 2 fasa, bagian atas berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning. Penambahan alkohol 96% dalam larutan berfungsi agar asam lemak dalam larutan dapat larut pada fase yang sama dengan NaOH. Dimana asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak jelantah bersifat nonpolar. Sehingga reaksi yang terjadi
CH3(CH2)14COOH(s) + CH3CH2OH(aq) → CH3(CH2)14COOCH2 CH3 (aq) + H2O(l) Kemudian ditambahkan 5 tetes indikator PP (larutan tidak berwarna) menghasilkan 2 fasa, bagian atas berupalarutan tidak berwarna dan bagian bawah larutan berwarna kuning. Indikator PP yang berfungsi untuk pemberian warna agar dapat diketahui titik akhir titrasi. Penambahan indikator PP dalam larutan berfungsi sebagai indikator yang menandakan adanya titik akhir titrasi yang ditandai warna merah muda pada bagian atas larutan setelah proses titrasi. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N tidak berwarna sehingga didapatkan larutan dengan 2 fasa, bagian atas berupa larutan berwarna soft pink dan bagian bawah larutan berwarna kuning. Dalam penentuan asam lemak bebas (FFA) merupakan proses titrasi alkalimetri karena larutan standar yang dipakai adalah basa (NaOH). CH3(CH2)14COOCH2 CH3 (aq) + NaOH → CH3(CH2)14COONa(aq) + CH3CH2OH (aq) Penggunaan larutan NaOH 0,1 N pada titrasi larutan sampel berfungsi membuat larutan terbebas dari lemak yang terkandung dalam minyak jelantah yang digunakan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa penggunaan larutan NaOH 0,1 N pada titrasi larutan membuat asam lemak bebas dalam larutan dapat larut dalam air dan terbebas dari lemaknya (Winarno,1992). Banyaknya volume NaOH yang digunakan untuk titrasi sebagai berikut : Erlenmeyer 1 Erlenmeyer 2 Erlenmeyer 3
Volume NaOH (mL) 0,2 mL 0,2 mL 0,2 mL
Untuk mengetahui presentase asam lemak bebas (FFA) digunakan rumus:
% FFA =
V NaOH−V Blanko x NNaOH x BMAsamlemak Beratsampel(g) x 1000
X 100%
Dari rumus diatas diperoleh %FFA sebagai berikut : %FFA Erlenmeyer 1
0,064%
Erlenmeyer 2
0,064%
Erlenmeyer 3
0,064% Rata-rata = 0,064%
Berdasarkan SNI NO. 01/3741/2002 tentang standart mutu minyak goreng kadar asam lemak yang baik yaitu kurang dari 0,3 %. Pada percobaan didapatkan kadar asam lemak sebesar 0,064% yang menandakan bahwa sampel minyak goreng yang praktikan gunakan masih dibawah ambang batas dari standart mutu yang ditetapkan oleh SNI, sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak jelantah yang diuji oleh praktikan masih layak digunakan lagi dikarenakan belum terlalu tinggi tingkat kerusakan lemak pada minyak jelantah tersebut. Jika angka lemak bebas tinggi hal itu menunjukkan kualitas minyak yang tidak baik. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis.
Larutan Blanko
Langkah pertama menimbang ±6 gram aquades larutan tidak berwarna dan dimasukkan dalam Erlenmeyer (diperoleh 6,0280 gram). Kemudian ditambahkan dengan alkohol 96% berupa larutan tidak berwarna dan menghasilkan larutan tidak berwarna. Kemudian ditambahkan 5 tetes indikator PP berupa larutan tidak berwarna dan menghasilkan larutan yang tidak berwarna. Fungsi penambahan indikator PP yakni sebagai indikator yang menandakan adanya titik akhir titrasi. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi, perubahan warna yang dihasilkan
dari larutan tidak berwarna menjadi larutan berwarna soft pink dengan volume larutan NaOH yang digunakan untuk titrasi sebesar 0,05 mL. Reaksi yang terjadi sebagai berikut : - H2O(l) + CH3CH2OH (l) → CH3CH2OH (aq) - CH3CH2OH (aq) + NaOH (aq) → CH3CH2ONa (aq) + H2O(l)
X.
KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Didapatkan bilangan peroksida sebesar 8,77 meq/Kg dari sampel minyak kelapa sawit yang telah digunakan sebanyak satu kali penggorengan (minyak jelantah). Sedangkan menurut SNI 2013 standart angka yang berbahaya untuk bilangan peroksida sebesar 10 meq/kg. Sehingga menurut bilangan peroksida yang didapatkan, minyak ini masih layak untuk digunakan kembali.
2.
Didapatkan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 0,064% dari sampel minyak kelapa sawit yang telah digunakan sebanyak satu kali penggorengan (minyak jelantah). Berdasarkan SNI NO. 01/3741/2002 tentang standart mutu minyak goreng kadar asam lemak yang baik yaitu kurang dari 0,3%, Sehingga menurut kadar asam lemak bebas (FFA) yang didapatkan, minyak ini baik untuk digunakan untuk digunakan kembali. .
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti., Yulianti, Eny., Fasya, A. 2010. Penurunan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas (FFA) pada Proses Bleaching Minyak Goreng Bekas oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringa Oliefera. Lamk) dengan Aktivasi NaCl. Jurnal UIN Maliki. Malang. Fessenden, RJ dan Joan F. 1982. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Harjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Penerjemah Maggy Theenawijaya. Surabaya : Erlangga. Mulyono, 2006, Kamus Kimia, Bumi Aksara, Jakarta. Poedjiadji, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press. Rivai, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press, Jakarta. Tim Biokimia. 2018. Penuntun Praktikum Biokimia. Surabaya : Unesa Press. Winarno, F.G..1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
JAWABAN PERTANYAAN 1. Tulislah semua reaksi yang menyertai uji asam lemak pada percobaan ini! Jawab:
Sampel -CH3(CH2)14COOH(s) + CH3CH2OH(aq) → CH3(CH2)14COOCH2 CH3 (aq) + H2O(l) - CH3(CH2)14COOCH2 CH3 (aq) + NaOH → CH3(CH2)14COONa(aq) + CH3CH2OH (aq)
Blanko - H2O(l) + CH3CH2OH (l) → CH3CH2OH (aq) - CH3CH2OH (aq) + NaOH (aq) → CH3CH2ONa (aq) + H2O(l)
2. Sebutkan yang termasuk asam lemak esensial bagi tubuh. Mengapa asam arakidonat bukan merupakan asam lemak essensial? Jawab: Essential Fatty Acid (EFA) atau sering disebut asam lemak esensial, merupakan lemak penting yang dibutuhkan oleh tubuh yang harus diperoleh dari
makanan.
Asam
lemak
esensial
berfungsi
mendukung sistem
kardiovaskular, reproduksi, kekebalan tubuh serta susunan saraf. Tubuh manusia memerlukannya untuk membuat dan memperbaiki membran sel, memampukan sel untuk memperoleh nutrisi optimal serta mengeluarkan produk limbah yang membahayakan. Asam lemak essensial bagi tubuh : a. Omega-3 (Asam Linolenat) b. Omega-6 (Asam Linoleat) c. DHA (Asam Dokosaheksaeoat) d. EPA (Asam Eikosapentaenoat)
e. ALA (Asam Alfalinolenat) f. GLA (Gamma Linolenic Acid)
AA (asam Arakidonat) Merupakan jenis asam lemak rantai panjang yang membantu merangsang perkembangan sel-sel saraf di otak, yang menyebabkan anak cerdas dan aktif. Asam lemak arakidonat bukan termasuk asam lemak essensial karena asam arakidonat disintesis dari asam linoleat. Asam lemak dengan ikatan ganda banyak, seperti asam arakidonat dengan empat ikatan ganda, memiliki satu belokan dan relatif kaku.
3. Apa perbedaan asam lemak jenuh dan tak jenuh pada proses oksidasi? Jawab : Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atomatom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Karena itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak.
4. Apa perbedaan antara minyak dan lemak ditinjau dari struktur molekulnya? Jawab:
o Komponen minyak terdiri dari gliserida yang memiliki asam lemak tak jenuh lebih banyak sedangkan komponen lemak memiliki asam lemak jenuh yang lebih banyak. Perbedaan terletak pada wujudnya di suhu ruang, lemak berbentuk padat dan sebaliknya minyak berbentuk cair pada suhu ruang. Karena titik leleh lemak jenuh lebih tinggi dari lemak tidak jenuh maka lemak cenderung berbentuk padat, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu ruang. Lemak mengandung asam lemak jenuh lebih banyak, sedangkan minyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak. o Pada struktur minyak memiliki struktur ikatan rangkap pada rantai karbon C, dengan adanya proses pemanasan minyak dapat merubah menjadi lemak yang strukturnya tidak memiliki ikatan rangkap pada rantai karbon C. Seperti contoh reaksi hidrogenasi :
LAMPIRAN PERHITUNGAN 1. Penentuan Bilangan Peroksida Diketahui: -
N Na2S2O3 = 0,1212 N
-
V1 = 0,8 mL
-
V2 = 0,3 mL
-
V3 = 0,3 mL
-
V blanko = 0,1 mL
-
Berat sampel 1 = 5,0935 gram
-
Berat sampel 2 = 5,0006 gram
-
Berat sampel 3 = 5,0511 gram
Angka peroksida = V Na2S2O3 - V blanko x N Na2S2O3 x 1000 Berat sampel (gram)
V1 = 0,8 mL Bilangan peroksida =
0,8 𝑚𝐿−0,1 𝑚𝐿 ×0,1212 𝑁 ×1000 5,0935 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 16,66 meq/kg
V2 = 0,3 mL Bilangan peroksida =
0,3 𝑚𝐿−0,1 𝑚𝐿 ×0,1212 𝑁 ×1000 5,0006 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 4,85 meq/kg
V3 = 0,3 mL Bilangan peroksida =
0,3 𝑚𝐿−0,1 𝑚𝐿 ×0,1212 𝑁 ×1000 5,0511 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 4,79 meq/kg
Rata-rata bilangan peroksida =
(16,66 + 4,85+4,79) 3
= 8,77 meq/kg
2. Penentuan asam lemak bebas (FFA) Diketahui: -
N NaOH = 0,1008 N
-
V1 = 0,2 mL
-
V2 = 0,2 mL
-
V3 = 0,2 mL
-
V Blanko = 0,05 mL
-
BM asam lemak = 256 g/mol
-
Berat sampel 1 = 6,0245 gram
-
Berat sampel 2 = 6,0537 gram
-
Berat sampel 3 = 6,0337 gram
% FFA =
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻−𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ×𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)×1000
× 100%
V1 = 0,2 mL % FFA =
0,2 𝑚𝐿−0,05 𝑚𝐿 ×0,1008 𝑁 ×256 𝑚𝑔/𝑚𝑜𝑙 6,0245 𝑔𝑟𝑎𝑚 ×1000
× 100%
= 0,064 %
V2 = 0,2 mL % FFA =
0,2 𝑚𝐿−0,05 𝑚𝐿 ×0,1008 𝑁 ×256 𝑚𝑔/𝑚𝑜𝑙 6,0537 𝑔𝑟𝑎𝑚 ×1000
× 100%
= 0,064 %
V3 = 0,2 mL % FFA =
0,2 𝑚𝐿−0,05 𝑚𝐿 ×0,1008 𝑁 ×256 𝑚𝑔/𝑚𝑜𝑙 6,0337 𝑔𝑟𝑎𝑚 ×1000
= 0,064 %
Rata-rata % FFA =
0,064%+0,064%+0,064%
= 0,064 %
3
× 100%
DOKUMENTASI ALAT DAN BAHAN Alat Alat yang digunakan : 1. Erlemeyer 2. Gelas kimia 100 mL 3. Gelas ukur 10 mL
Penentuan Angka Peroksida - Aquades dan minyak ditimbang sebanyak 5 gram - Lalu ditambahkan 30 mL asam asetatkloroform (3:2) digoyang-goyang agar homogen - Ditambahkan 0,5 mL KI jenuh dan didiamkan selama 20 menit dengan sesekali digoyang - Ditambahkan 30 mL aquades lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang - Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1%
dan dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai jenuh
Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) - Aquades dan minyak ditimbang sebanyak 6 gram - Ditambahkan 10 mL alkohol 96% dan 5 tetes indikator PP - Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N sampai berwarna merah jambu (soft pink)