I.
JUDUL PERCOBAAN
: Isothermal Adsorpsi
II.
HARI/TANGGAL PERCOBAAN
: Rabu / 7 November 2018
III.
WAKTU PERCOBAAN
: 09.30-12.00 WIB
IV.
TUJUAN PERCOBAAN
: Mengadsorpsi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak sisa pakai
V.
DASAR TEORI
:
ADSORPSI Adsorpsi pada dasarnya merupakan proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapannya. Pada peristiwa adsorpsi, komponen yang diserap adsorben (adsorben/substrate). Adsorpsi dapat terjadi karena interaksi gaya elektrostatik atau Van der Waals antar molekul (physisorption/fisisorpsi) maupun oleh adanya interaksi kimiawi antar molekul. Adsorpsi merupakan peristiwa kesetimbangan kimia. Oleh karenanya berkurangnya kadar zat yang teradsorpsi (adsorbat oleh material pengadsorpsi (adsorben) terjadi secara kesetimbangan, sehingga secara teoritis, tidak dapat terjadi penyerapan sempurna
adsorbat
oleh
adsorben.
Adsorben
merupakan
zat
yang
mengadsorpsi zat lain, yang memiliki ukuran partikel seragam, kepolarannya sama dengan zat yang akan diserap dan mempunyai berat molekul besar. Sedangkan adsorbat adalah zat yang teradsoprsi oleh zat lain (Khopkar, 1990). Adsorpsi dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Adsorpsi fisik: berhubungan dengan gaya Van der Waals dan merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben.
2. Adsorpsi kimia: reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik. adsorpsi ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara zat padat dnegan adsorbat larut dan reaksi ini tidak berlangsung bolak-balik. Interaksi suatu senyawa organik dan permukaan adsorben dapat terjadi melalui tarikan elektrostatik atau pembentukan ikatan kimia yang spesifik missal ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti struktur, gugus fungsional, dan sifat hidrofobik berpengaruh pada sifat-sifat adsorpsi. 3. Adsorpsi pertukaran ion
Besarnya konsentrasi adsorbat oleh proses adsorpsi tergantung pada: 1. Ukuran partikel Makin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan adsorpsinya. Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0,1 mm sedangkan ukuran diameter dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh. 2. Waktu kontak Makin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. konsentrasi zat-zat organik akan turun apabila kontaknya cukup dan waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit.
3. Distribusi ukuran pori Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu dalam partikel tersebut. 4. Luas permukaan adsorben Makin luas permukaan adsorben, makin banyak adsorbat yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter partikel maka makin luas permukaan adsorben,
Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Bila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang sifatnya polar akan terikat lebih kuat dibanding dengan komponen yang kurang polar. Energy yang dihasilkan seperti ikatan hydrogen dan gaya Van der Waals menyebabkan bahan yang teradsorp berkumpul pada permukaan karbon aktif sehingga jumlah zat di ruas kanan reaksi sama dengan jumlah zat pada ruas kiri. Apabila kesetimbangan telah tercapai, maka proses adsorpsi telah selesai.
ISOTHERM ADSORPSI Isotherm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada suhu tertentu. Adsorpsi ini menunjukkan banyaknya zat teradsorpsi per gram adsorpben yang dialirkan pada suhu tetap (Marilyn, 2012). Bagi suatu system adsorpsi tertentu, hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan luas atau persatuan berat adsorben dengan konsentrasi yang teradsorpsi pada temperature tertentu yang adalah isothermal adsorpsi dinyatakan sebagai: x/m = k.Cn
…………………….. (1)
Maka persamaan (1) menjadi: Log x/m = log k + ……………... (2) n A. Isoterm Adsorpsi Langmuir Adsorpsi ini merupakan padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. 5 asumsi mutlaknya yaitu: -
Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap
-
Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer
-
Permukaan adsorbat homogeny, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk molekul gas sama
-
Tidak ada interaksi literal antar molekul adsorbat
-
Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi artinya mereka tidak bergerak pada permukaan. Teori isotherm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana reaksi yang terjadi adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer.
B. Isoterm Adsorpsi Freundlich Menurut Freundlich jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c adalah konsentrasi zat terlarut maka: y = k c1/n ........................................................ 1
log y = log k + 𝑛 log 𝑐........................................
(3) (4)
dimana k dan n adalah konstanta empiris. Plot log y terhadap log c atau log P menghasilkan kurva linier dengan grafik:
C. Isotherm BET Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorpsi BET dapat diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Adsorpsi ini digambarkan sebagai penempelan molekul pada permukaan padatan membentuk lapisan monolayer dan penempelan molekul pada monolayer membentuk lapisan multilayer. Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan adsorben dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c. lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap air dari gas yang teradsorpsi. Pad atahap ini, permukaan dapat dikatakan “basah”. Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vn menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*, maka isotherm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai: 𝑉 𝑐𝑥 = 𝑉𝑛 (1 − 𝑥)(1 − 𝑥 + 𝑐𝑥) KARBON AKTIF Karbon aktif adalah golongan karbon amorph yang diproduksi dari bahan dasar dengan susunan senyawa mayoritas mengandung karbon dimana biasanya digunakan untuk mengadsorpsi bahan yang bersal dari cairan atau gas yang mana bahan ini mempunyai daya adsorpis yang rendah dan bisa dioptimalkan dengan
mengaktifkannya menggunakan berbagai cara yakni pengaktifan secara kimia dan fisika karena bisa memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup. Biasanya bahan ini digunakan untuk menyaring, mengolah limbah dan air, dll. Luas permukaan dan besarnya pori-pori mempengaruhi adsorpsi. (Sukardjo, 1990) Arang aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu karbonisasi (pengarangan) dan aktivasi. Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya. Proses karbonisasi berlangsung pada temperatur 400-600°C. Aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara penghilangan hidrokarbon, gas-gas, air dan memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Proses aktivasi arang aktif dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu aktivasi termal dan aktivasi kimiawi. Aktivasi termal dilakukan dengan mengontakkan arang hasil karbonisasi dengan udara beroksigen tinggi atau dipanaskan pada temperatur tinggi antara 700-1100°C sehingga volume pori dan luas permukaan produk meningkat. Proses aktivasi kimia dilakukan dengan merendam arang hasil karbonisasi dalam bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali, asam klorida, asam sulfat, garam fosfat dan khususnya ZnCl2 untuk melarutkan pengotor-pengotor dalam pori-pori arang aktif sehingga luas permukaan, ukuran pori lebih besar dan gugus fungsi arang aktif bertambah (Muslim, 1995)
TITRASI ASAM BASA Metode ini digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan volume larutan terhadap volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui. Larutan baku adalah larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dimana larutan ini yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan lain yang direaksikan dengannya (Chang, 2004). Dalam percobaan ini digunakan bahan-bahan seperti:
a. Indikator fenoftalein (C2OH4O4) Adalah indikator yang digunakan dalam titrasi sebagai indikator asam basa. Indikator ini berupa larutan tak berwarna, mudah larut dalam alcohol lainnya. Fenoftalein tidak menimbulkan warna pada keadaan asam, namun berwarna merah dalam keadaan basa dan jangkauan pHnya adalah 8-10 (Daintith, 1994) b. NaOH Merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Wade dan Waller, 1994). Natrium hidroksida sering disebut dengan kaustik soda atau soda api. NaOH diperoleh melalui proses hidrolisa dari natrium klorida (NaCl). NaOH dapat berbentuk batang, gumpalan, dan bubuk yang dengan cepat menyerap kelembaban permukaan kulit (Kamikaze, 2002). c. Etanol (C2H8O7) Etanol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol digunakan sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak (Hambali dkk, 2005).
BILANGAN ASAM Bilangan asam merupakan salah satu ukuran kualitas minyak atau lemak (Hidajati, dkk, 2017). Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa / 1 gram minyak (Syamsuddin, 2012). Bilangan asam suatu minyak atau lemak adalah bilangan yang menyatakan banyaknya KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak (Hidajati, dkk, 2017). Bilangan asam =
𝐕 𝐗 𝐍 𝐗 𝐌𝐫 𝐊𝐎𝐇 𝐖
Keterangan : V = Jumlah ml larutan KOH standart N = Normalitas larutan KOH standart
W = Bobot sampel minyak atau lemak (gram)
ADSORPSI MINYAK GORENG BEKAS DENGAN KARBON AKTIF Minyak goring merupakan suatu hal yang sulit dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Makanan yang digoreng umumnya lebih enak dan gurih. Dalam proses penggorengan, minyak goring berperan sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang digoreng. (Maskan, 2003). Selama proses penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, udara dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga terjadi selama proses penyimpanan (Lee, 2002). Produk reaksi oksidasi minyak seperti peroksida, radikal bebas, aldehid keton, hidroperoksida, dll memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan (Paul dan Mittal, 1997). Oksidasi juga menyebabkan warna minyak menjadi gelap tetapi mekanisme terjadinya komponen yang menyebabkan warna gelap ini amsih belum sepenuhnya diketahui. Diprediksikan bahwa senyawa berwarna pada bahan yang digoreng terlarut dalam minyak dan menyebabkan terbentuknya warna gelap. Komponen bahan yang digoreng berinteraksi dengan minyak atau senyawa-senyawa produk reaksi degradasi missal produk reaksi Maillard Browning. Oleh karena itu warna dapat digunakan sebagai indikasi kualitas minyak goring (Maskan, 2003). Selama dipanaskan minyak juga mengalami reaksi polimerisasi sehingga menjadi semakin kental serta berbuih. Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan putusnya bebrapa asam lemak dari minyak emnghasilkan Free Fatty Acid (FFA) dan gliserol (Lawson, 1985). FFA mudah mengalami oksidasi dan mengalami dekomposisi lebih lanjut melalui reaksi radikal bebas (Lin, dkk, 2001). Arang adalah suatu produk kayu yang diperoleh dari proses karbonisasi, arang adalah residu sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi karena penguraian kayu akibat perlakuan panas. Karbon aktif yang pori-porinya sudah banyak tebuka dapat digunakan sebagai adsorben. Daya serapnya disebabkan adanya
pori-pori mikro yang sangat besar jumlahnya sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan adanya daya serap. Temperature mempengaruhi adsorpsi minyak goreng sisa pakai oleh arang aktif. Proses adsorpsi yang terjadi diduga mengikuti pola persamaan adsorpsi polimolekuler dan teori adsorpsi kapiler.
VI.
ALAT DAN BAHAN Alat 1. Kaca Arloji
1 buah
2. Oven
1 buah
3. Gelas ukur
2 buah
4. Gelas kimia
3 buah
5. Erlenmeyer
5 buah
6. Pipet tetes
secukupnya
7. Kertas saring
10 lembar
8. Buret
1 buah
9. Statif dan klem
1 pasang
10. Magnetic stirrer
2 buah
11. Thermometer
1 buah
12. Spatula
1 buah
Bahan 1. NaOH 1M, 0,05 M 2. Minyak sisa pakai 3. Karbon 4. Etanol absolute 5. Indikator PP
VII.
ALUR PERCOBAAN
1. Aktivasi Karbon Karbon ukuran 100 mesh 0,75 gram - Direndam dalam larutan NaOH 1M
dengan perbandingan 1:2
selama 24 jam
Karbon yang telah direndam - Disaring - Dicuci dengan aquades - Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110°C selama 2 jam - Didinginkan Karbon Aktif
2. Adsorpsi dan Titrasi Sampel 5 ml minyak sisa pakai - Ditambah 0,25 gram karbon aktif - Diaduk menggunakan magnetic steric pada suhu 30°C selama 10 menit kecepatan konstan - Dipanaskan variasi suhu 30, 50, 70°C dan diaduk
kecepatan konstan menggunakan magnetic steric selama 10 menit - Disaring
Minyak sisa pakai yang telah diadsorpsi - Ditambah etanol absolute 50 ml - Ditambah 3-5 tetes indikator PP - Dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 N Volume NaOH 3. Titrasi Blanko Minyak sisa pakai - Ditambah etanol absolute 50 ml - Ditambah indikator PP - Dititrasi dengan NaOH Volume NaOH
IX PEMBAHASAN Pada percobaan kali ini yang berjudul “Isoterm Adsorpsi” bertujuan untuk mengadsorpsi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas pakai / jelantah. Prinsip dari percobaan ini yaitu karbon aktif menyerap asam lemak bebas yang terdapat pada minyak goreng bekas pakai yang kemudian setelah diadsorpsi dihitung kadar asam lemak bebas yang teradsorpsi.
1. Pembuatan Karbon Aktif Pada percobaan ini karbon diaktifkan dengan proses kimiawi. Karbon diaktifkan dengan cara direndam dengan NaOH selama 24 jam. Berdasarkan literatur (jurnal) yang diperoleh, penggunaan NaOH dinilai lebih efektif dibandingkan dengan HCl atau ZnCl2 dalam mengadsorpsi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas pakai. Setelah direndam dengan NaOH selama 24 jam, karbon dicuci dengan menggunakan aquades dan kemudian disaring. Serbuk karbon kemudian dioven dengan suhu 150oC selama 2 jam. Tujuan pengovenan yaitu untuk menguapkan aquades dan untuk membuka pori-pori dari karbon itu sendiri sehingga dengan terbukanya pori-pori dari karbon dapat digunakan sebagai adsorben.
2. Proses Adsorpsi Asam Lemak Bebas Pada percoban ini digunakan minyak goreng sawit bekas / jelantah yang akan diadsorpsi asam lemak bebasnya menggunakan adsorben karbon aktif. Variabel manipulasi yang digunakan yaitu suhu yang digunakan ketika terjadinya proses adsorpsi. Prinsip adsorpsi dari karbon aktif yaitu karbon aktif akan mengambil senyawa organik (asam lemak bebas) dari suatu cairan atau gas. Pada proses adsorpsi, molekul organik (asam lemak bebas) berada di fase gas cair kemudian akan ditarik dan di ikat ke permukaan pori karbon aktif ketika cairan atau gas tersebut melewati karbon aktif. Setelah zat-zat organik (asam lemak bebas) dalam cairan atau gas di adsorpsi, maka zat tersebut di dalam permukaan karbon aktif. Sampel minyak goreng yang telah disiapkan ditambah dengan 0,2 gram karbon aktif dan kemudian diaduk dengan alat magnetic stirrer pada suhu ruangan
selama 5 menit. Kemudian minyak dipisahkan dengan karbon aktif dengan cara disaring menggunakan kertas saring dan ditambah dengan etanol 97% dan beberapa tetes indikator PP. Fungsi penambahan etanol yaitu untuk dapat melarutkan minyak atau asam lemak bebas sehingga dapat dengan mudah bereaksi dengan NaOH. Pada minyak kelapa sawit, asam lemak bebas yang dominan yaitu asam palmitat yang mempunyai rumus molekul C16H32O2 sehingga dalam perhitungan digunakan BM dari asam palmitat. Minyak yang tercampur dengan etanol dititrasi dengan NaOH 0,05 N sampai menghasilkan warna merah jambu. Reaksi antara asam palmitat dengan NaOH yaitu :
Kemudian percobaan diulang sebanyak 3 kali dan diulang kembali dengan suhu pengadukan pada magnetic stirrer yaitu 40oC dan 50oC. Sehingga didapatkan data volume NaOH pada tabel dibawah ini : Pengulangan 1
Pengulangan 2
Pengulangan 3
(mL)
(mL)
(mL)
Suhu 30oC
0,6
0,2
0,2
Suhu 40oC
0,3
0,3
0,3
Suhu 50oC
0,3
0,4
0,4
Dengan menggunakan rumus dibawah ini maka kadar asam lemak bebas dapat ditentukan. %asam lemak bebas =
(vtitrsi − vblanko) x N. NaOH x BMasam palmitat x 100% berat sampel x 1000
Sehingga didapatkan data kadar asam lemak bebas yang teradsorpsi oleh karbon aktif sebagai berikut: Pengulangan 1 (%)
Pengulangan 2 (%)
Pengulangan 3 (%)
Suhu 30oC
0,1546
0,0514
0,0514
Suhu 40oC
0,0774
0,0774
0,0774
Suhu 50oC
0,0774
0,1034
0,1034
Dari tabel diatas dapat diamati bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses adsorpsi maka semakin sedikit asam lemak bebas yang teradsorpsi oleh karbon aktif. Hal ini terjadi karena ketika berada pada suhu tinggi permukaan karbon aktif terbuka kembali sehingga tidak semua asam lemak bebas yang melewati karbon aktif terserap semuanya.
X KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu berpengaruh terhadap proses adsorbsi. Semakin besar suhu yang digunakan selama proses adosrpsi maka akan semakin berkurang daya adsorpsi dari karbon aktif, dan sebaliknya. Suhu optimum proses adsorpsi yaitu terjadi pada suhu ruangan (30oC).
XI
DAFTAR PUSTAKA
Chang, R, 2004, Konsep-Konsep Inti Kimia Dasar. Erlangga, Jakarta. Daintith, 1994, oxford; Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta. Hambali, E.,Bunasor, T.K.,Suryani, A., dan Kusumah, G.A. 2002.Aplikasi Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun Transparan, J. Tek. Ind. Pert, 15 (2), 46-53. Hidajati, Nurul, dkk. 2017. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Surabaya : Jurusan Kimia, FMIPA, UNESA. Kamikaze, D. 2002. Studi awal pembuatan sabun menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan curd susu afkir. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Khopkar, S.M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik,. AB: A. Saptorahardjo, UIPress.Jakarta. Lawson, Harry W. 1985. Standards for Fats and Oil. The AVI Publishing Company, Inc. Weat Port, Connecticut Lee, J., et all. 2002. Spinach as a Natural Food Grade Antioxidant in Deep Fat Fried Products. Journal of Agricultural and Food Chemistry 50: 5664-5669 Lin, S., dan C. Casimir. 2001. Recovery of Used Frying Oil With Adsorbent Combination: Refrying and Frequent Oil Replenishment. Journal of Food Research International 34: 159-166 Maskan, M. dan H.I. Bagci. 2003. Effect of Different Adsorbents On Purification of Used Sunflower Seed Oil Utilized For Frying. Journal of Food Research Technology 217: 215-218 Muslim, Karakterisasi Karbon Aktif dari Green Coke dengan Perlakuan Kimia (NaOH), in: Jurusan Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 1995. Paul, S. dan G.S. Mittal. 1997. Regulating the Use of Degraded Oil/Fat/Oil Food Frying. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 37: 635-662 Sukardjo,1990. Kimia Anorganik. Jakarta:Rineka Cipta. Syamsuddin, Tini. 2012. Penentuan Bilangan Asam dan Penyabunan. Jakarta: UI Press
LAMPIRAN Lampiran Perhitungan Penentuan asam lemak bebas Blanko %FFA = =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000 0,7 𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,1804% Suhu 30℃ 1. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,6)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,0258% = 0,1804% −0,0258%= 0,1546% 2. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,2)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,129 % = 0,1804% −0,129 %= 0,0514% 3. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,2)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,129 % = 0,1804% −0,129 %= 0,0514% Suhu 50℃ 1. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,3)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
= 0,103% = 0,1804% −0,103%= 0,0774%
𝑥 100%
2. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,3)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,103% = 0,1804% −0,103%= 0,0774% 3. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,3)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,103% = 0,1804% −0,103%= 0,0774% Suhu 70℃ 1. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,3)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,103% = 0,1804% −0,103%= 0,0774% 2. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,4)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,077% = 0,1804% −0,077%= 0,1034% 3. %FFA =
(𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖)𝑥 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑃𝑎𝑙𝑚𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥1000
=
(0,7−0,4)𝑥 0,05 𝑥 256,4 4,974 𝑥1000
𝑥 100%
𝑥 100%
= 0,077% = 0,1804% −0,077%= 0,1034%
Lampiran Foto No. Gambar Foto 1.
Keterangan Minyak sisa pakai berasal dari merk Sanco
2.
Karbon aktif ditimbang sebesar 0,2 gram
3.
Minyak sisa pakai yang telah ditambahkan dnegan karbon aktif di aduk menggunakan magnetik stirer
4.
Karbon aktif disaring dan dipisahkan dari minyak.
5.
Terbentuk 2 fasa antara minyak yang telah diadsorpsi dengan etanol.
6.
Pengenceran NaOH dari 0,2M menjadi 0,05N
7.
Pengaktifan karbon dengan merendam karbon dalam larutan NaOH selama 24 jam
8.
Pengaktifan karbon setelah direndam dengan NaOH 24 jam lalu di oven selama 2 jam
9.
Minyak sisa pakai bewarna kuning kecoklatan.