Laprak_tpp_9_modulus_kehalusan.docx

  • Uploaded by: Rio Hatta
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laprak_tpp_9_modulus_kehalusan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,278
  • Pages: 32
Nilai

:

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PASCA PANEN 1 (Penetapan Modulus Kehalusan (Fineness Modulus) Tepung)

Oleh : Nama

: M Hanief Bayhaqqi P

NPM

: 240110140091

Hari, Tanggal Praktikum

: Selasa, 24 November 2015

Waktu

: 15.00 – 17.00 WIB

Co. Ass

: 1. Aditya Ramadhan 2. Cindy Almas R 3. Jeremia Kristian 4. Prisilia Ratna 5. Shayana Junita

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Secara umum pembersihan bahan dan sortasi dalam bahan hasil pertanian merupakan suatu hal yang penting dalam proses pasca panen. Salah satu teknik pembersihan dan sortasi adalah pemisahan bahan menggunakan ayakan. Proses pengayakan merupakan cara untuk membersihkan dengan cara memisahkan kontaminasi yang ukurannya berbeda dari bahan baku. Pengayakan juga dapat memisahkan bahan baku berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Pengayakan dengan berbagai rancangan sudah banyak dikembangkan secara luas sehingga mempermudah dalam pemisahan berdasarkan perbedaaan ukuran tersebut. Bahanbahan yang lolos dari ayakan mempunyai ukuran yang relatif sama. Biasanya pengayakan merupakan proses yang banyak digunakan pada bahan baku berupa tepung. Dengan dilakukannya pengayakan, butiran-butiran tepung tersebut terpisah dari sejumlah kontaminasi dan ukuran yang belum sempurna. Untuk lebih jelasnya, pada praktikum kali ini akan dilakukan pengayakan pada tepung agar dapat mengetahui modulus kehalusan dari tepung tersebut.

1.2 Tujuan Percobaan 1.2.1

Tujuan Instruksional Umum Mengetahui modulus kehalusan secara umum

1.2.2

Tujuan Instruksional Khusus Mengukur dan mengamati pengecilan ukuran bahan hasil pertanian dengan

mengkaji perfomansi mesin dan rendemen hasil pengecilan ukuran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Modulus Kehalusan Sistem klasifikasi ini ditetapkan oleh D. A. Abrams untuk beton tetapi dapat pula digunakan untuk penentuan performansi alat penggiling biji-bijian (Henderson, 1961). Modulus kehalusan diartikan sebagai jumlah berat bahan yang tertahan disetiap ayakan dibagi dengan 100. Ayakan-ayakan yang digunakan dalam satu set ini adalah berukuran 3/8 inci, 4 mesh, 8 mesh, 14 mesh, 28 mesh, 48 mesh, dan 100 mesh. Setelah diketahui nilai modulus kehalusannya maka diameter bahan dapat dicari dengan menggunakan rumus : D = 0,0041 (2)FM Alat yang digunakan untuk mengelompokkan dalam kelas ke-1 dan ke-2 adalah saringan Tyler. Ukuran ayakan adalah Mesh. Satuan Mesh adalah banyaknya lubang setiap 1 inchi. Patokan ukuran lubang adalah saringan 200 mesh dan setiap lubang merupakan √2 atau 1.414 kali besar lubang dari saringan terdahulu. Mesin untuk menggoyangkan ayakan disebut Ro-tap. Mesin ini mempunyai gerakan goyang tertentu dan dapat disesuaikan dngan waktu penggunaan. Derajat kehalusan (Fineness Modulus) dan indeks keseragaman menunjukkan keseragaman hasil giling atau penyebaran fraksi halus dan kasar dalam hasil giling. Derajat kehalusan adalah jmlah berat fraksi yang tertahan pada setiap saringan dibagi 100. Berbagai jenis alat pengayak yang dapat digunakan dalam proses sortasi bahan pangan, diklasifikasikan dalam dua bagian besar : 1. Ayakan dengan celah yang berubah-ubah (Screen Apeture) seperti: roller screen (Pemutar), belt screen (kabel kawat atau ban), belt and roller (ban dan pemutar), screw (baling-baling). 2. Ayakan dengan celah tetap, seperti: Stationary (bersifat seimbang / tidak berubah), vibratory (bergetar), rotary atau gyratory (berputar) dan recipro cutting (timbal balik). Untuk memisahkan bahan-bahan yang telah dihancurkan berdasarkan keseragaman ukuran partikel-partikel bahan dilakukan dengan pengayakan dengan menggunakan standar ayakan. Standar kawat ayakan dibagi menjadi:

1. Tyler Standar, ukuran 200 mesh, diameter 0,0029 inci, dan SA 0,0021 inchi 2. British Standar, ukuran 200 mesh, SA 0,003 inci, dan SI 4¥2. 3. US Standar, ukuran 18 mesh, SA 1 mm, dan SI 4¥ Pengayak (screen) dengan berbagai desain telah digunakan secara luas pada proses pemisahan bahan pangan berdasarkan ukuran yang terdapat pada mesinmesin sortasi, tetapi pengayak juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisahan kontaminan yang berbeda ukurannya dari bahan baku. Rancangan-rancangan pengayak ditemui dalam proses sortasi bahan pangan. Pengoperasian mesin sortasi dan pengkelasan mutu bahan pangan, juga merupakan pekerjaan yang bersifat monoton. Sifat acuh tak acuh dari tenaga kerja akan mengurangi kesalahan fungsional saat mengoperasikan peralatan sortasi. Klasifikasi tersebut sangat bermanfaat tetapi tidak bersifat kaku. Proses pembersihan dan sortasi untuk menghasilkan suatu pengkelasan mutu dan beberapa kasus selalu melibatkan proses sortasi. Bagaimanapun, tingkatan operasi tersebut sangat berarti, terutama dalam penerapannya sebagai tujuan utama dari suatu kegiatan.

2.2 Jenis-jenis Pengayakan 1. Screener Screener berfungsi untuk menyingkirkan partikel-partikel pellet atau butirandari ukuran yang terlalu kecil atau terlalu besar dari standar. Bahanpellet setelah prosescooling (pendinginan), lalucrumbling (pemecahan menjadi butiran) dantransfer akan menghasilkan ukuran yang tidak sesuai standar (bentuk tepung dankasar). Screener berfungsi sebagai pengayak yang di dalamnya mempunyai 2 lapis screen(saringan) yang disusun berlapis dimana screen bawah berukuran kecil danscreen atas berukuran besar. Ukuran partikel yang dikehendaki adalah yang tidak lolos dari screen bawah dan lolos dari screen atas karena bahan pellet masuk pertama kali ke dalam screener melalui screen atas. Ukuran bahan yang terlalu besar yaitu yang tidak bisa lolos ke screen bawah akan dikirim kembali kecrumbler untuk pemecahan ulang. Ukuran bahan yang terlalu halus langsung lolosmelewati screen

bawah dan dari plat dasar screener dikembalikan keconditioner untuk proses pelleting ulang. Screener mempunyai posisi miring untuk mempercepat pergerakan bahan.Tipe gerakan screener terdapat dua jenis yaitu roto shaker dimana alat bergoyangdari satu titik, jenis lainnya vibrator dimana alat bergetar di 4 sisi. Ukuran screen ditentukan sebagai satuan mesh, misalnya mesh 5 berarti dalam satu luasan inchi terdapat 5 lubang ke samping dan 5 lubang ke bawah (total 25 lubang per inch). Screener terbaik diletakkan di lantai teratas dari konstruksi feedmill dan hasil pilahannya langsung menuju kebin produk. Screener model lama biasa ditempatkan di basement dan hasil pilahannya masih harus ditransfer ke lantai atas sebelum masuk ke bin produk. Cara terakhir ini lebih membuka peluang untuk bahan kembali pecah dan meningkatkan kadar tepung. Penyaring dengan lubang tetap merupakan tipe penyaring dengan lapisanyang bersifat permanen dengan badan pengayak yang terdiri dari lubang-lubangdengan bentuk dan ukurannya yang tetap. Berbagai jenis bahan dapat digunakanuntuk pengayak jenis ini, tergantung pada aplikasinya. Misalnya, lembaran logam berlubang,

susunan

kawat-kawat

membentuk

lubang-lubang

dengan

berbagaiukuran, kain, dan tenunan sutera. Perlakuan pembersihan pada beberapa bahan pangan yang diikuti dengan proses sortasi yang berdasarkan ukuran dan berat, masih tetap ditentukan bahan- bahan yang tidak diinginkan yang terkandung pada bahan tersebut. Alat berbentuk piringan merupakan salah satu contoh dari alat sortasi berdasarkan bentuk. Prinsip kerjanya yaitu pengumpulan bahan dengan bentuk yang diinginkan didalam lekukan yang terletak diatas sisi-sisi pemutar dan piringan-piringan vertikal tumpukan beberapa piringan disusun diatas sebuah penggerak.

Sortasi

berdasarkan

bentuk

dipengaruhi

oleh

pengambilan

keberuntungan putaran partikel yang bergerak menuruni permukaan yang ditinggikan (Zulfikar, 2010). 2. Pengayak Berbadan Datar ( Flat Bad Screen) Pengayak jenis ini bentuknya sangat sederhana, banyak ditemukan diareal-areal pertanian, saat proses sortasi awal dari kentang, wortel dan lobak. Alat pengayak datar ganda digunakan secara luas dalam proses sortasi berdasarkanukuran dari

bahan baku (seperti biji-bijian dan kacang-kacangan) juga digunakandalam proses pengolahan dan produk akhir seperti tepung jagung. Alat pengayak datar secara umum terdiri dari satu atau lebih lembaran pengayak yangdipasangbersama-sama dalam sebuah kotak yang tertutup rapat, pergeralannyadapat menggunakan berbagai alat. Tetapi biasanya alat tersebut bola-bola runcingdari kart yang keras, yang diletakkan

antara

lembaran-lembaran

pengayak.Maksudnya

adalah

untuk

meminimumkan kerusakan akibat pergesekan antaralubang-lubang pengayak dengan partikel bahan yang halus. 3. Pengayak Drum Pengayak drum dan alat yang digunakan pada proses sortasi berdasarkanukuran bentuk untuk kacang polong, jagung, kacang kedelai dan kacang lainnyayang sejenis. Bahan pangan tersebut akan menahan gerakan jatuh berguling yangdihasilkan oleh rotasi drum. Alat sortis drum biasanya diperlukan untuk memisahkan bahan pangan ke dalam dua atau lebih aliran, karena itu dibutuhkandua atau lebih tingkatan pengayak (Zulfikar, 2010).

2.3 Mekanisme Pengayakan Untuk menganalisis hasil penghancuran bahan-bahan dilakukan denganayakan standar yang disusun secara seri dalam satu tumbukan, pada bagian bawahdari tumbukan susunan ayakan ditempatkan pan sebagai penampung produk akhir.Penyusunan ayakan dimulai dari ayakan yang mempunyai ukuran mesh kawatlebih besar sampai ke ukuran mesh yang lebih kecil.Penyaringan dengan lubang tetap tipe ini merupakan lapisan yang bersifat permanen dengan badan pengayakan yang terdiri dari lubang-lubang dengan bentuk dan ukuran yang tetap. Berbagai jenis bahan yang digunkan untuk pengayak seperti ini tergantung pada aplikasinya misalnya lembaran logam berlobang, susunan kawat-kawat membentuk lubang-lubang dengan berbagaiukuran kain, dan tenunan sutra. Pergerakan bahan pangan diatas pengayak dapatdihasilkan oleh pergerakan berputar atau gerakan dari rangka yang menyangga badan pengayak. Penyaring jenis ini dalam penggunaanya secara umum yaituuntuk sortasi bahan untuk dua grup tipe : badan datar ( flat ) dan tipe drum.

Penyusunan ayakan dimulai dari ayakan yang mempunyai ukuran meshkawat lebih besar sampai keukuran mesh yang lebih kecil, ukuran mesh yangdigunakan dalam percobaan ini disusun dari mulai ukuran 100 mesh, 80 mesh, 60mesh dan terakhir pan. Pengayak yang digunakan jenis ini bentuknya sederhana, banyak ditemukan di areal pertanian. Pengayak tipe ini merupakan pengayak berbadan datar dan digunakan secara luas dalam proses sortasi, berdasarkan ukuran dari bahan baku seperti kacang-kacangan dan biji-bijian. Juga digunakandalam proses sortasi selama proses pengolahan dan produk akhir dari sepertitepung, gula, garam, bumbu-bumbu masak dan rempah-rempah. Pengayak inimempunyai rancangan celah atau lubang yang tetap yang disebut fixed aperture. Yang mempunyai sifat seimbang atau tidak berubah dan bergetar (Wirakartakusumah, 1992).Proses pengayakan ini digunakan untuk memisahkan bahan pangan, yangmekanisasinya dapat memberikan nilai tambah yang tidak dapat disangkal lagidalam proses pengolahan pangan. Pengukuran ukuran ( size reduction) adalah unitoperasi dimana ukuran rata-rata bahan pangan padat dikecilkan dengan alat penggiling ( grinding ). Keuntungan pengecilan ukuran bahan pangan adalah adanya kenaikan ratioluas permukaan dengan volume bahan pangan sehingga mempercepat laju pengeringan, pemanasan, dan pendinginan serta meningkatnya laju ekstraksi,adanya ukuran yang seragam, meningkatkan efisiensi pencampuran misalnyatepung sup dan kue, dan baik

pada

pengecilan

maupun

emulsi

tidak

menimbulkanefek

pengawetan.Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil merupakan satuoperasi yang penting didalam industri pangan. Dasar-dasar teori operasi ini relatif

belum banyak dikembangkan, kebanyakan operasi didasarkan kepada

pengalamanempiris dan sangat sering menyangkut mekanisasi operasi yang mulamuladilakukan dengan tangan (Sudjaswadi, 2002).

BAB III METODELOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Burn Mills 2. Stopwatch 3. Timbangan 4. Wadah Plastik 5. Ayakan Tyler 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah : 1. Tepung Ketan 2. Tepung Tapioka 3. Tepung Beras 4. Tepung Terigu

3.2 Prosedur Percobaan 1. Siapkan bahan yang akan diukur modulus kehalusannya 2. Timbang bahan yang tersebut sebanyak 100 gram 3. Letakan produk yang sudah ditimbang pada ayakan teratas, tutup ayakan dan letakan pada bagian paling bawah, goyangkan ayakan selama 10 menit, lakukan dalam dua kali pengulangan 4. Timbang bahan dalam setiap ayakan 5. Tentukan fineness modulus dengan cara:

Mesh

Ukuran

% Bahan

No.

Lubang (mm)

Tertinggal

3/8”

0.371

X1

X1

4”

0.185

X2

X1+X2

8”

0.093

X3

X1+X2+X3

14”

0.0464

X4

X1+X2+X3+X4

28”

0.0232

X5

X1+X2+X3+X4+X5

48”

0.0116

X6

X1+X2+X3+X4+X5+X6

100”

0.0058

X7

X1+X2+X3+X4+X5+X6+X7

Pan

X8

Total

100

% Tertingal Kumulatif

JUMLAH

Persamaan untuk menghitung Fineness Modulus (FM): FM =

Jumlah tot al % bahan tert inggal 100

6. Menghitung diameter rata-rata (D) D = 0.0041 (2) FM 7. Menghitung geometric mean diameter (Dwg) (∑𝑊𝑖 log 𝑑𝑖)

Dwg = log-1 [

∑𝑊𝑖

]

8. Menghitung geometric standar deviation (Sgw) 1

-1

Sgw = log

∑(Wi(log 𝑑𝑖−log 𝐷𝑤𝑔)2 ) [] ∑ 𝑊𝑖

Keterangan: Wi

= berat bahan tertinggal pada masing-masing ayakan

Di

= diameter lubang ayakan ke-i

9. Membuat plot grafik hubungan a. % bahan tertinggal kumulatif vs. log ukuran ayakan b. % bahan lewat vs. ukuran ayakan Gradient % bahan lewat vs. ukuran ayakan

BAB IV HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil Pengayakan Tepung Ketan 4.1.1 Tabel Pengukuran Pengayakan Tepung Ketan Tabel 1. Data Hasil Pengayakan Tepung Ketan Percobaan 1 Diameter Lubang Mesh 20 30 40 50 70 100

Bahan Tertinggal

d1 Log d1 (mm) 0,841 -0,075204 0,595 -0,2254830 0,420 -0,3767507 0,297 -0,5272435 0,177 -0,7520267 0,149 -0,8268137 Pan Total

W1 (gr) 0 0 0,8 0,05 0,1 0,9 98,15 100

W1 Mawal

x 100 %

0 0 0,8 0,05 0,1 0,9 98,15 100

Bahan Lewat

Tertinggal Kumulatif (%)

Faktor Pengali

Hasil

0 0 0,8 0,85 0,95 1,85 100

6 5 4 3 2 1 0

0 0 3,2 2,55 1,9 1,85 0

Gram

%

100 100 99,2 99,15 99,05 98,15 0

100 100 99,2 99,15 99,05 98,15 0%

Tabel 2. Data Hasil Pengayakan Tepung Ketan Percobaan 2 Diameter Lubang Mesh 20 30 40 50 70 100

d1 Log d1 (mm) 0,841 -0,075204 0,595 -0,2254830 0,420 -0,3767507 0,297 -0,5272435 0,177 -0,7520267 0,149 -0,8268137 Pan Total

Bahan Tertinggal W1 (gr) 0 0 0,6 0,5 0,5 1,7 96,7 100

W1 Mawal

x 100 % 0 0 0,6 0,5 0,5 1,7 96,7 100

Faktor Pengali

Hasil

0 0 0,6 1,1 1,6 3,3 100

6 5 4 3 2 1 0

0 0 2,4 3,3 3,2 3,3 0

Tabel 3. Data Hasil Shift B2 Percobaan Tepung Ketan Percobaan Ke 1 2 Total Rata - Rata

FM 0,0185 0,033 0,0515 0,02575

Dgw 0,2398542564 0,204991911 0,44846167 0,222423084

Bahan Lewat

Tertinggal Kumulatif (%)

Sgw 1,665458184 1,453040241 3,118498425 1,559249213

Gram

%

100 100 97,6 94,3 91,1 87,7 0

100 100 97,6 94,3 91,1 87,7 0%

4.1.2 Perhitungan Pengayakan Tepung Ketan 1.

Percobaan Ke-1 a. Fineness Modulus (FM) FM1 = =

Massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 100 1,85 100

= 0,0185 b. Diameter Rata-Rata D

= 0,0041 (2)FM = 0,0041 (2)0,0185 = 4,1529 x 10-3 m

c. Geometric Mean Diameter (Dgw) Dgw = log-1 = log-1

∑ (W · log d ) [Massa bahan tertinggal ] kumulatif (mesh 100) 1

1

[(−1,147097255) ] 1,85

= log-1 -0,6200525303 = 0,2398542564 d. Geometric Mean Deviation (Sgw) Sgw = log-1 = log-1

1/2

∑ (W · (log d - log Dgw) ) [Massa bahan ] tertinggal kumulatif (mesh 100) 1

1

[0,409837406 ] 1,85

= log-1 [0,221533733] = 1,665458184 2.

Percobaan Ke-2 a. Fineness Modulus (FM) FM1 = =

Massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 100 3,3 100

= 0,033 b. Diameter Rata-Rata D

= 0,0041 (2)FM

= 0,0041 (2)0,033 = 4,194863626 x 10-3 m c. Geometric Mean Diameter (Dgw) Dgw = log-1 = log-1

∑ (W · log d ) [Massa bahan tertinggal ] kumulatif (mesh 100) 1

1

[(−2,27126881) ] 3,3

= log-1 -0,688263276 = 0,204991911 d. Geometric Mean Deviation (Sgw) Sgw = log-1 = log-1

1/2

∑ (W · (log d - log Dgw) ) [Massa bahan ] tertinggal kumulatif (mesh 100) 1

1

[0,535516218 ] 3,3

= log-1 [0,162277642] = 1,453040241

4.1.3 Grafik Pengayakan Tepung Ketan 2 -0.8268137, 1.85

% Bahan Tertinggal Kumulatif

1.8 1.6 1.4 y = 0.3471x - 0.4733 R² = 0.8835

1.2 1

-0.7520267, 0.95

-0.3767507, 0.8

0.8

-0.5272435, 0.85

0.6 0.4 0.2

-0,075204, 0

0 0

1

-0.225483, 0 2

3

4

5

6

Log Ukuran Ayakan

Gambar 1. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif VS Log Ukuran Ayakan (Tepung Ketan-Percobaan Ke-1)

7

120 0.42, 99.2

% Bahan Lewat

100

0.595, 100

0.149, 98.15 0.297, 99.15 0.177, 99.05

0.841, 100

80 y = 2.2701x + 98.32 R² = 0.7668

60 40 20 0 0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Ukuran Ayakan Gambar 2. Grafik Hubungan % Bahan Lewat VS Ukuran Ayakan (Tepung KetanPercobaan Ke-1)

% Bahan Tertinggal Kumulatif

3.5

-0,8268137, 3.3

3 2.5 2

y = 0.6229x - 1.08 R² = 0.8749

1.5

-0.7520267, 1.6 -0.5272435, 1.1

1 -0.3767507, 0.6

0.5 -0,075204, 0

-0.225483, 0

0 0

1

2

3

4

5

6

Log Ukuran Ayakan

Gambar 3. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif VS Log Ukuran Ayakan (Tepung Ketan-Percobaan Ke-2)

7

120 0.42, 97.6

% Bahan Lewat

100

0.595, 100 0.841, 100

0.149, 87.70.297, 94.3 0.177, 91.1

80

y = 16.883x + 88.141 R² = 0.8057

60 40 20 0 0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Ukuran Ayakan Gambar 4. Grafik Hubungan % Bahan Lewat VS Ukuran Ayakan (Tepung KetanPercobaan Ke-2)

4.2 Hasil Pengayakan Tepung Tapioka 4.2.1 Tabel Pengukuran Pengayakan Tepung Tapioka Tabel 4. Data Hasil Pengayakan Tepung Tapioka Percobaan 1 Diameter Lubang Mesh 20 30 40 50 70 100

d1 Log d1 (mm) 0,841 -0,075204 0,595 -0,2254830 0,420 -0,3767507 0,297 -0,5272435 0,177 -0,7520267 0,149 -0,8268137 Pan Total

Bahan Tertinggal W1 (gr) 0,1 0 0,3 0 0 0,3 97,6 98,3

W1 Mawal

x 100 % 0 0 0,2 0,1 0 0 97,6 98,3

Bahan Lewat

Tertinggal Kumulatif (%)

Faktor Pengali

Hasil

0,1 0,1 0,4 0,4 0,4 0,7 100

6 5 4 3 2 1 0

0,6 0,5 1,6 1,2 0,8 0,7 0

Tertinggal Kumulatif (%)

Faktor Pengali

Hasil

0

6

0

Gram

%

99,9 99,9 99,6 99,6 99,6 99,3 0

99,9 99,9 99,6 99,6 99,6 99,3 0%

Tabel 5. Data Hasil Pengayakan Tepung Tapioka Percobaan 2 Diameter Lubang Mesh 20

d1 (mm) 0,841

Log d1 -0,075204

Bahan Tertinggal W1 (gr) 0

W1 Mawal

x 100 % 0

Bahan Lewat Gram

%

100

100

30 40 50 70 100

0,595 -0,2254830 0,420 -0,3767507 0,297 -0,5272435 0,177 -0,7520267 0,149 -0,8268137 Pan Total

0 0,2 0,1 0 0 99,2 99,5

0 0,2 0,1 0 0 99,2 99,5

0 0,2 0,3 0,3 0,3 100

5 4 3 2 1 0

0 0,8 0,9 0,6 0,3 0

Tabel 6. Data Hasil Shift B1 Percobaan Tepung Tapioka Percobaan Ke

FM

Dgw

Sgw

1 2 Total Rata - Rata

0,007 0,003 0,01 0,005

0,297496346 0,3746277983 0,6725774329 0,3362887165

3,130104665 1,80092799 4,931032655 2,465516328

4.2.2 Perhitungan Pengayakan Tepung Tapioka 1. Percobaan ke-1 a. Fineness Modulus (FM) massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 100 0,7 FM1 = 100 FM1 =

FM1 = 0.007 b. Diameter Rata-Rata D = 0.0041(2)FM D = 0.0041(2)0.007 D = 0.0041199417 c. Geometry Mean Diameter (Dgw) Σ(W1 × logd1 ) Dgw = log −1 ( ) massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 0,3681 Dgw = log −1 ( ) 0,7 Dgw = log −1 (0,5258571429) Dgw = 0.2979496346 d. Geometric Mean Deviation (Sgw)

100 99,8 99,7 99,7 99,7 0

100 99,8 99,7 99,7 99,7 0%

1

Sgw = log

−1

Σ(W1 (log d1 − log Dgw)2 ) | | ΣW1

Sgw = log −1 |

0,348912019 | 0,7

Sgw = log −1 (0,4955588598) Sgw = 3,130104665 2. Percobaan ke-2 a. Fineness Modulus (FM) massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 100 0,3 FM2 = 100 FM2 =

FM2 = 0.003 b. Diameter Rata-Rata D = 0.0041(2)FM D = 0.0041(2)0.003 D = 0.004108534581 c. Geometry Mean Diameter (Dgw) Σ(W1 × logd1 ) Dgw = log −1 ( ) massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) −0,12792 Dgw = log −1 ( ) 0,3 Dgw = log −1 (−0,4262) Dgw = 0.23746277983 d. Geometric Mean Deviation (Sgw) 1

Σ(W1 (log d1 − log Dgw)2 ) Sgw = log −1 | | ΣW1 Sgw = log −1 |

0,07664890437 | 0,3

Sgw = log −1 (0,255496348) Sgw = 1,80092799

4.2.3 Grafik Pengayakan Tepung Tapioka

% Bahan Tertinggal Kumulatif

0.8 0.7 0.6 0.5

y = 0.1114x - 0.04 R² = 0.8521

0.4 0.3 0.2 0.1 0 0

1

2

3

4

5

6

7

Log Ukuran Ayakan

Gambar 5. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif VS Log Ukuran Ayakan (Tepung Tapioka-Percobaan Ke-1)

120

% Bahan Lewat

100 80 y = 0.738x + 99.345 R² = 0.7587

60 40 20 0 0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

Ukuran Ayakan Gambar 6. Grafik Hubungan % Bahan Lewat VS Ukuran Ayakan (Tepung Tapioka-Percobaan Ke-1)

0.9

% Bahan Tertinggal Kumulatif

0.4 0.35 0.3

y = 0.0714x - 0.0667 R² = 0.8242

0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0

1

2

3

4

5

6

7

Log Ukuran Ayakan

Gambar 7. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif VS Log Ukuran Ayakan (Tepung Tapioka-Percobaan Ke-2)

120

% Bahan Lewat

100 80

y = 171.64x - 37.582 R² = 0.7848

60 40 20 0 0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

Ukuran Ayakan Gambar 8. Grafik Hubungan % Bahan Lewat VS Ukuran Ayakan (Tepung Tapioka-Percobaan Ke-2)

4.3 Hasil Pengayakan Tepung Beras 4.3.1 Tabel Pengukuran Pengayakan Tepung Beras Tabel 7. Data Hasil Pengayakan Tepung Beras Percobaan 1

0.9

Diameter Lubang Mesh 20 30 40 50 70 100

d1 (mm) 0,841 0,595 0,42 0,297 0,177 0,149 Pan Total

Bahan Tertinggal

Log d1 -0,075204 -0,225483 -0,376751 -0,527244 -0,752027 -0,826814

W1 (gr) 0 0,05 0,2 0,07 0,1 1,4 1,82

W1 Mawal

x 100 %

0% 0,05% 0,20% 0,07% 0,10% 1,40% 1,82%

Tertinggal Kumulatif (%)

Faktor Pengali

0% 0,05% 0,25% 0,32% 0,42% 1,82% 2,86%

6 5 4 3 2 1 0

Bahan Lewat Hasil 0 0,25 1 0,96 0,84 1,82 0 4,87

Gram

%

100 99.95 99,75 99,68 99,58 98,8 0

100 99.95 99,75 99,68 99,58 98,8 0% -

Tabel 8. Data Hasil Pengayakan Tepung Beras Percobaan 2 Diameter Lubang Mesh 20 30 40 50 70 100

d1 (mm) 0.841 0.595 0.420 0.297 0.177 0.149 Pan Total

Log d1 -0.0752 -0.22548 -0.37675 -0.52724 -0.75203 -0.82681

Bahan Tertinggal W1 (gr) 0.01 0.05 2.7 0.9 2.9 8.7 15.26

W1 Mawal

x 100 %

0.01 0.05 2.7 0.9 2.9 8.7 15.26

Faktor Pengali

Hasil

0.01 0.06 2.76 3.66 6.56 15.26 28.4

6 5 4 3 2 1 0 -

0.06 0.3 11.04 10.98 13.12 15.26 0 50.76

Tabel 9. Data Hasil Shift A1 Percobaan Tepung Beras Percobaan Ke

FM

Dgw

Sgw

1 2 Total Rata - Rata

0.0487 0.5076 0.5563 0.27815

0.1798021 0.193713816 0.37351592 0.18675796

0.156771 2.295538489 2.452309 1.226155

4.3.2 Perhitungan Pengayakan Tepung Beras 1. Percobaan Ke-1 a. Fineness Modulus (FM) FM1 =

Massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 100

Bahan Lewat

Tertinggal Kumulatif (%)

Gram

%

99.94 99.7 88.96 89.02 86.88 84.74 0 -

99.94 99.7 88.96 89.02 86.88 84.74 0% -

FM1 =

4,87 100

FM1 = 0,0487 b. Diameter Rata-Rata D = 0,0041 (2)FM D = 0,0041 (2)0,0487 D = 4,2407631 x 10-3 mm D = 4,2407631 x 10-6 m c. Geometric Mean Diameter (Dgw) Dgw = log-1

∑ (W · log d ) [Massa bahan tertinggal ] kumulatif (mesh 100)

Dgw = log-1

[(−1,35627324) ] 1,82

1

1

Dgw = log-1 (-0,7452050768) Dgw = 0,179802050768 d. Geometric Mean Deviation (Sgw) Sgw = log-1

1/2

∑ (W · (log d - log Dgw) ) [Massa bahan ] tertinggal kumulatif (mesh 100) 1

1

= 0,156171068 e. Rendemen penggilingan =

=

𝑎 𝑏

x 100%

98,1 100

x 100%

= 98,1% 2. Percobaan Ke-2 a.

Fineness Modulus (FM) FM2 = FM2 =

Massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 100 50.76 100

FM2 = 0.5076 b.

Diameter Rata-Rata D = 0,0041 (2)FM D = 0.0041(2)0.5076

D = 0.005828901 c.

Geometric Mean Diameter (Dgw) Dgw = log-1

∑ (W · log d ) [Massa bahan tertinggal ] kumulatif (mesh 100)

Dgw = log-1

) [(−10.8779 ] 15.26

1

1

Dgw = log-1 (−0.712839403) Dgw = 0.193713816 d.

Geometric Mean Deviation (Sgw) Sgw = log-1

1/2

∑ (W · (log d - log Dgw) ) [Massa bahan ] tertinggal kumulatif (mesh 100) 1

1

Sgw = 2.295538489 e.

Rendemen penggilingan b × 100% a 85.6 Rendemen = × 100% 100 Rendemen =

Rendemen = 85.6%

4.3.3 Grafik Pengayakan Tepung Beras

% Bahan Tertinggal Kumulatif

1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 y = 0.2006x - 0.3987 R² = 0.4804

0.4 0.2 0 0

1

2

3

4

5

6

Log Ukuran Ayakan

Gambar 9. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif VS Log Ukuran Ayakan (Tepung Beras-Percobaan Ke-1)

7

Gambar 10. Grafik Hubungan % Bahan Lewat VS Ukuran Ayakan (Tepung Beras-Percobaan Ke-1)

% Bahan Tertinggal Kumulatif

18

16 14 12

10 8

y = 2.7614x - 4.9467 R² = 0.817

6

4 2 0 0

1

2

3

4

5

6

Log Ukuran Ayakan

Grafik 11. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif vs. Log Ukuran Ayakan (Tepung Beras Percobaan ke-2)

7

120

% Bahan Lewat

100 80 y = 23.225x + 81.944 R² = 0.8784

60 40 20 0 0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Ukuran Ayakan

Grafik 12. Grafik Hubungan % Bahan Lewat vs. Log Ukuran Ayakan (Tepung Beras Percobaan ke-2

4.4 Hasil Pengayakan Tepung Terigu 4.4.1 Tabel Pengukuran Pengayakan Tepung Terigu Tabel 10. Data Hasil Pengayakan Tepung Terigu Percobaan 1 Diameter Lubang Mesh 20 30 40 50 70 100

d1 (mm) 0,841 0,595 0,420 0,297 0,177 0,149 Pan

Log d1 -0,075204 -0,2254830 -0,3767507 -0,5272435 -0,7520267 -0,8268137

Total

Bahan Tertinggal W1 (gr) 0 0 0,3 0,05 0,1 5,4 5,85

W1 Mawal

x 100 % 0 0 0,3 0,05 0,1 5.4 5,85

11,7

Bahan Lewat

Tertinggal Kumulatif (%)

Faktor Pengali

Hasil

0 0 0,3 0,35 0,45 5,85 6,95

6 5 4 3 2 1 0

0 0 1,2 1,05 0,9 5,85 0

Faktor Pengali

Hasil

Gram

%

100 100 98,8 98,95 99,1 94,15 0

100 100 98,8 98,95 99,1 94,15 0%

11,7

Tabel 11. Data Hasil Pengayakan Tepung Terigu Percobaan 2 Diameter Lubang Mesh

d1 (mm)

Log d1

Bahan Tertinggal W1 (gr)

W1 Mawal

x 100 %

Tertinggal Kumulatif (%)

Bahan Lewat Gram

%

20 30 40 50 70 100

0.841 0.595 0.420 0.297 0.177 0.149 Pan Total

-0.075 -0.225 -0.376 -0.527 -0.752 -0.826

0 0 0.2 0.05 0.1 26.5 26.85

0 0 0.2 0.05 0.1 26.5 26.85

0 0 0.2 0.25 0.35 26.85 27.65

6 5 4 3 2 1 0

Tabel 12. Data Hasil Shift A1 Percobaan Tepung Terigu Percobaan Ke FM Dgw Sgw 1 2 Total Rata - Rata

0.09 0.2765 0.3665 0.18325

0.1585 0.1504 0.3089 0.15445

1.6846 1.15669 2.84129 1.420645

4.4.2 Perhitungan Pengayakan Tepung Terigu 1. Percobaan Ke-1 a. Fineness Modulus (FM) FM1 = FM1=

Massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 100 9

100

FM1= 0,09 b. Diameter Rata-Rata D = 0,0041 (2)FM D = 0,0041 (2)0,09 D = 4,36391 x 10-3 m c. Geometric Mean Diameter (Dgw) Dgw = log-1

∑ (W · log d ) [Massa bahan tertinggal ] kumulatif (mesh 100)

Dgw = log-1

[(−2,7833) ] 5,85

1

1

Dgw = log-1 -0,7998752137 Dgw = 0,158533616 d. Geometric Mean Deviation (Sgw) Sgw = log-1

1/2

∑ (W · (log d - log Dgw) ) [Massa bahan ] tertinggal kumulatif (mesh 100) 1

1

0 0 0.8 0.75 0.7 26.85 0

100 100 99.2 99.25 99.3 732.5 -

100 100 99.2 99.25 99.3 73.5 -

Sgw = log-1

[1,32481 ] 5,85

Sgw = 1,6846587 e. Rendemen penggilingan =

=

𝑎 𝑏

x 100%

94,2 100

x 100%

= 94.2 2. Percobaan Ke-2 a. Fineness Modulus (FM) FM2 = FM2=

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 % 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 100 27,65 100

= 0,2765

b. Diameter Rata-Rata D = 0,0041(2)FM D = 0,0041(2)0,2765 D = 4,966 x 10-3 c. Diametric Mean Diameter (Dgw) ∑(𝑤1 .log 𝑑1)

Dgw = log-1 [

∑𝑤1

] =log-1

Dgw [

∑[(0 log 0,841)+(0 log 0,595)+0,2 log 0,42)+(0,05 𝑙𝑜𝑓 0,2977)+(0,1 log 0,177)+(26,5 log 0,149)]

]

26,85

−22,086

Dgw =log-1 [

26,85

] = 0,1504

d. Geometric Mean Deviation (Sgw) Sgw = log-1 [

∑(𝑤1(log 𝑑1−log 𝑑𝑔𝑤)^1/2)

Sgw = log-1 │

0+0+0,1336+0,027+0,0265+1,1502 26,85

Sgw = log-1 0,0632178 Sgw = 1,15669 e. Rendemen penggilingan Rendemen =

]

∑𝑤1

b × 100% a



Rendemen =

72.9 × 100% 100

Rendemen = 72.9% 4.4.3 Grafik Pengayakan Tepung Terigu

Gambar 13. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif VS Log Ukuran Ayakan (Tepung Terigu-Percobaan Ke-1)

Gambar 14. Grafik Hubungan % Bahan Lewat VS Ukuran Ayakan (Tepung Terigu-Percobaan Ke-1)

% Bahan Tertinggal Kumulatif

30 25 20 15 10 y = 3.8671x - 8.9267 R² = 0.4408

5 0 0

1

2

-5

3

4

5

6

7

Log Ukuran Ayakan

Gambar 15. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Vs Log Ukuran Ayakan (Tepung Terigu-Percobaan Ke-2) 120

% Bahan Lewat

100 80

y = 20.403x + 86.778 R² = 0.2612

60 40 20 0 0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

Ukuran Ayakan Gambar 16. Grafik Hubungan % Bahan Lewat Vs Ukuran Ayakan (Tepung Terigu- Percobaan ke-2)

0.9

BAB V PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kita kan menlakukan pengujian modulus kehalusan dari beberapa jenis tepung. Setiap shift praktikum melakukan pengujian modulus kehalusan dengan tepung yang berbeda. Dalam satu shift pengujian modulus kehalusan tepung dilakukan dua kali percoabaan. Percobaan dilakukan dengan memasukan tepung kedalam ayakan tyler yang sebelumya sudah diukur massa dari tepung tersebut sebanyak 100 gram. Ayakan tyler yang digunakan pada percobaan memiliki tingkat ukuran mesh 20, 30, 40, 50, 70, dan 100. Selanjutnya, tumpukan dari ayakan tyler tersebut yang sudah dimasukan tepung, diletakan pada mesin ayakan tylernya. Mesin dinyalakan dengan waktu selama 2 X 10 menit dengan posisi mesin ditahan agar tidak terjadi perubahan posisi ataupun ayakan tyler terjatuh ketika mesin bergoncang. Pada praktikum yang dilakukan kelompok kami, dihitung massa yang terdapat pada ayakan tyler. Pada mesh 20 dam mesh 30, tidak ada massa yang tertinggal, sedangkan pada massa tepung yang banyak tertinggal ada pada mesh 70 dan mesh 100 dengan banyaknya sisa tepung berturut turut sebesar 0,5 gram dan 1,7 gram. Namun perbedaan terjadi pada kelompok satu shift yang melakukan percaobaan yang sama. Pada percobaan yang mereka lakukan didapatkan jumlah sisa tepung yang tersangkut paling banyak ada pada mesh 40 dan mesh 100 dengan besar berturut-turut sebanyak 0,8 gram dan 0,9 gram. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan perhitungan yang dilakukan bisa terjadi kesalahan ataupun ketika mengoncangkan ayakan tyler pada mesinyna, ada waktu jeda yang diakibatkan kesalahan teknis dari mesin. Perbandingan dilakukan juga pada hasil percobaan yang dilakukan pada shift lainnya. Rata-rata hasil yang didapatkan pada percobaan tiap tepung menunjukan tidak adanya tepung yang tertinggal pada mesh 20 dan mesh 30. Tetapi terdapat pengecualian untuk tepung yang meninggalkan tepung pada mesh 20 dan mesh 30 sekitar 0,1 gram hingga 0,05 gram. Ini membuktikan kehalusan dari tepung beras merupakan paling rendah dari tepung-tepung lainnya yang diujikan pada percobaan kali ini.

Jika dilihat pada hasil pada grafik perbandinagn, untuk percobaan yang kami lakukan menunjukan perbandingan hubungan % bahan tertinggal komulatif VS log ukuran ayakan menadapatkan nilai regresi yang hampir mendekati akurat yaitu sebesar 0,8749. Begitu pula grafik pada hubungan % bahan lewat VS ukuran ayakan menunjukan nilai regresi yang juga mendekati kebenaran yaitu sebesar 0,8057. Begitupula percobaan yang dilakukan pada kelompok lain dengan bahan yang sama menunjukan nilai regresi yang hampir mendekati satu. Ini menunjukan percobaan dengan menggunakan tepung ketan ini berjalan baik dan sesuai dengan yang sudah diujikan. Jika dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan dengan menggunakan tepung beras, nilai regeresi dari percobaan tersebut berkisar 0,4 dan 0,8. Nilai regresi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan percobaan menggunakan tepung ketan. Ini bisa terjadi karen perhitungan yang dilakukan mungkin terjadi kesalahan. Argumen ini dikuatkan dengan melihat jumlah pan yang ada pada tabel untuk tepung terigu sekitar 5,85 sedangkan untuk tepung ketan sekutar 90 an. Hal ini dibuktikan juga pada literatur yang mengatakan nilai besaran dari pan yang minimal sebesar 90. Nilai perhitungan didaptakan Fineness Modulus (FM) dengan membagi massa bahan tertinggal komulatif (mesh 100) dibagi 100, sehingga didapatkan Fineness Modulus (FM) rata-rata sebesar 0,02575. Pada kelompok lain dengan data yang sama diperoleh 0,005 sampai dengan 0,27815. Nilai FM terkecil terdapat pada tepung tapioka dengan nilai 0,005. Ini menunjukan tepung tapioka merupakan tepung yang paling halus dari tepung-tepung yang diujikan. Didapatkan juga nilai FM terbesar pada tepung beras dengan nilai 0,227815. Ini menunjukan tepung beras merupakan tepung yang paling kasar dari tepung yang diujikan. Semakin besar nilai Modulus Kehalusan (Finenes Modulus) maka semakin besar pula nilai ukuran ratarata butiran (kasar). Sehingga nilai Finenes Modulus berbanding lurus dengan nilai ukuran rata-rata butiran.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah: 1. Pengecilan ukuran bertujuna untuk memperluas luas permukaan dan mendapatkan ukuran yang diinginkan 2. Ukuran tipa mesh menentukan besaran tingkat kehalusan yang berbedabeda 3. Rata-rata pada mesh 20 dan msh 30 tidak ada tepung yang tersisa kecuali pada tepung beras memiliki sisa tepung sekitar 0,1 sampai 0,05 gram 4. Semakin besar nilai Modulus Kehalusan (Finenes Modulus) maka semakin besar pula nilai ukuran rata-rata butiran (kasar). Begitu pula sebaliknya 5. Fineness Modulus (FM) tertinggi terdapat pada tepung beras dengan besar nilai 0,227815 dan terkecila pada tepung tapioka sebesar 0,005 6.2 Saran Adapun saran yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah: 1. Lebih teliti dalam membaca alat ukur seperti mengukur massa tepung 2. Berhati-hati dalam melakukan penggoyangan mesin tyler karena ditakutkan ayakan akan jatuh ketika tidak ditahan 3. Membaca prosedur praktikum sebelum melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Henderson, 1961. Introduction to Food Engineering.AcademicPress.1988. Inc., San Diego, California. Sudjaswadi, R. 2002. Hand Out Kimia Fisika. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta. Zulfikar,

2010.

Pengayakan.

Terdapat

pada

http://www.chem-is-

try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dananalisis/pengayakan/ (diakses pada hari Selasa, 01 Desember 2015 pukul 05.24 WIB).

LAMPIRAN

Gambar 1. Proses

Gambar 2. Menghitung

menggoncang ayakan

massa pada tiap mesh

Gambar 3. Ayakan tyler dengan berbagai mesh

More Documents from "Rio Hatta"

July 2020 3
Contoh Kak Ku.docx
August 2019 63
Proposal Ptk.docx
October 2019 52
Surat Pernyataan.docx
August 2019 54