Departemen Keperawatan Dasar
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA NYERI DAN KENYAMANAN RSUD HAJI MAKASSAR
Oleh: FITRIANTO, S.Kep NIM: 70900118020
PRESEPTOR LAHAN
PRESEPTOR INSTITUSI
(...........................................)
(...........................................)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2018
LAPORAN PENDAHULUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KATEGORI: PSIKOLOGIS SUBKATEGORI: NYERI DAN KENYAMNAN I. Konsep Kebutuhan 1.1. Defenisi/ Deskripsi Kebutuhan Rasa Nyaman Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri), (Potter & Perry, 2005). Kenyamanan dipandang secara holistik mencakup empat aspek, yaitu: a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh. b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial. c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan. d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya. Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuahan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri dan hipotermia/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipotermia/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pada pasien. Adapun definisi nyeri yaitu merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tindakannya, dan hanya pada
orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional). Nyeri dapat mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri tidak dapat diukur secara obyektif seperti dengan menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri. 1.2. Fisiologi Sistem/ Fungsi Normal Sistem Nyeri merupakan capuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yaitu: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abuabu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan selsel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebri, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mengekspresikan nyeri. Tiga komponen fisiologis nyeri, yaitu: a. Resepsi Semua kerusakan selular yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi
yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi seperti histamine, bradikinin, dan kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespons terhadap stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Tidak semua jaringan terdiri dari reseptor yang mentransmisikan tanda nyeri. Otak dan alveoli paru merupakan contoh jaringan yang tidak menstransmisikan nyeri. Beberapa reseptor berespons hanya pada satu jenis stimulus nyeri, sedangkan reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dan tekanan. Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat intensitas stimulus minimum yang dibutuhakn untuk membangkitkan suatu impuls saraf), kemudian terjadiliah aktifasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh, maka distribusi reseptor nyeri di setiap bagian tubuh bervariasi. Hal ini menjelaskan subjektifitas anatomis terhadap nyeri. Bagian tubuh tertentu pada individu yang berbeda lebih atau kurang sensitif terhadap nyeri. Selain itu, individu memiliki kapasitas produksi subtansi penghasil nyeri yang berbeda-beda, yang dikendalikan oleh gen individu. b. Persepsi Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke thalamus dan otak tengah. Dari thalamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis, dan sistem limbik. Ada sel-sel di dalam sistem limbik yang diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir
di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri. Pada saat individu mejadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor
neurofisiologis
dalam
mempersepsikan
nyeri.
Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri sehingga kemudian individu dapat bereaksi. c. Reaksi Reaksi terhadap nyeri merupakan respon psiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. 1) Respons Fisiologis Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flightatau-fight”, yang merupakan syndrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus, berat atau dalam, dan secara tipikal melibatkan organ-organ visceral (seperti nyeri pada infark miokard, kolik akibat kandung empedu atau batu ginjal), sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respons fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatik yang berat yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik. 2) Respons Perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Nyeri dapat memiliki sifat yang mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan merawat diri sendiri. Ada tiga fase pengalaman nyeri yaitu: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath). Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Seorang individu mengetahui nyeri akan terjadi. Dalam situasi cedera traumatik atau dalam prosedur nyeri yang tidak terlihat, individu tidak akan dapat mengantisipasi nyeri. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Dengan instruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar untuk memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi. Perawat berperan penting dalam membantu klien selama antisipatori. Sebagai salah satu contoh ialah seorang perawat menjelaskan sensasi kesemutan akibat tusukan jarum. Penjelasan yang benar membantu klien memahami dan mengontrol ansietas yang mereka yang alami. Pada situasi klien merasa terlalu takut atau terlalu cemas, maka antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan persepsi keparahan nyeri. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan dengan durasi yang lebih lama. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang. Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan fisiologis. Klien mungkin memilih untuk tidak mengekspresikan nyeri apabila mereka yakin bahwa ekspresi
tersebut akan membuat orang lain merasa tidak nyaman atau akan menjadi tanda bahwa mereka kehilangan kontrol diri. Klien yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan. Fase akibat (aftermath) nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Bahkan walaupun sumber nyeri dikontrol, seorang klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat. Nyeri merupakan suatu
krisis.
Setelah
mengalami
nyeri,
klien
mungkin
memperlihatkan gejala-gejala fisik seperti menggigil, mual, muntah, marah, atau depresi. Jika klien mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan pengalaman nyeri. 1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem Karena nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Perawat mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi klien merasakan nyeri. Hal ini sangat penting dalam upaya untuk memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam penkajian dan perawatan klien yang mengalami nyeri. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri: a. Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan. b. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin (misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama). Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor biokomia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin. c. Kebudayaan Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. d. Makna Nyeri Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbedabeda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri. e. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan proses nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya, hal ini menyebabkan toleransi individu meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama waktu distraksi. f. Ansietas Hubunga antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas, sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri. g. Keletihan Keletihan menyebabkan
meningkatkan sensasi
nyeri
persepsi semakin
nyeri. intensif
Rasa dan
kelelahan menurunkan
kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu yang lama. Apabia keletihan disertai dengan kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibanding pada akhir hari yang melelahkan. h. Pengalaman Terdahulu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
i. Gaya Koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. j. Keluarga Dan Dukungan Sosial Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. 1.4. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi a. Secara fisik yang dapat menyebabkan trauma 1) Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka. 2) Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas atau dingin. 3) Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau zat basa yang kuat. 4) Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor nyeri. b. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadi tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga tarikan, maupun jepitan 1) Peradangan adalah nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat pembengkakan. 2) Gangguan sirkulasi dan kelainan pembuluh darah, biasanya pada pasien infark miokard dengan tanda nyeri pada dada yang khas.
1.5. Cara untuk mengetahui intensitas nyeri pada pasien dengan menggunakan skala, yaitu: a. Numeric Rating Scale (Skala Penilaian Numerik) NRS adalah penilaian intensitas nyeri secara subjektif yang dikatakan oleh pasien sesuai nyeri yang dirasakan.NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.
b. Behavioral Pain Scale (BPS) BPS adalah sebuah teknik yang dapat digunakan untuk penilaian nyeri pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran dengan ventilator, dimana penilaian tersebut berdasarkan tiga perilaku ekspresi wajah,
pergerakan
ekstremitas
atas,
dan
kompensasi
terhadap
ventilator.BPS menggambarkan nyeri dalam rentan skor antara 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri hebat). Adapun penilaiannya yaitu: 1) Ekspresi wajah : Relaks/santai (skor 1), sedikit mengerut misalnya pada bagian dahi (skor 2), mengerut secara penuh misalnya kelopak mata (skor 3), dan meringis sepenuhnya (skor 4) 2) Pergerakan ekstremitas : Tidak ada pergerakan (skor 1), sedikit membungkuk (skor 2), membungkuk penuh dengan fleksi (skor 3), dan retraksi permanen (skor 4)
3) Kompensasi terhadap ventilator : Pergerakan yang mentoleransi (skor 1), batuk dengan pergerakan (skor 2), melawan ventilator (skor 3). Dan tidak mampu mengontrol ventilator (skor).
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Rasa nyaman (Nyeri) 2.1. Pengkajian a. Identitas Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medik, dan diagnose medis. b. Status Kesehatan 1) Status Kesehatan Saat Ini a) Alasan masuk rumah sakit b) Keluhan utama c) Timbulnya keluhan d) Faktor pencetus e) Faktor yang memperberat nyeri: ketakutan, kelelahan f) Pemahaman Penatalaksanaan masalah kesehatan g) Upaya yang telah dilakukan 2) Status Kesehatan Masa Lalu a) Penyakit yang pernah dialami b) Pernah dirawat sebelumnya c) Riwayat operasi d) Riwayat alergi
e) Status imunisasi f) Kebiasaan obat-obatan c. Pengkajian Riwayat Nyeri: Data Fokus 1) Nyeri Akut a) Mengkaji perasaan klien b) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri c) Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri 2) Nyeri Kronis Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Terdapat komponen yang harus diperhatikan dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami pasien yaitu faktor penentu ada tidaknya nyeri, Dalam hal ini, ketika perawat melakukan pengkajian nyeri, perawat harus percaya ketika pasien melaporkan adanya nyeri meskipun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. 3) Status Nyeri Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu: a) P (Provocate) Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri, terasa setelah kelelahan, udara dingin saat bergerak. b) Q (Quality) Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti ditusuk-tusuk, dipukul-pukul, dan lain-lain. c) R (Region) Lokasi nyeri meliputi nyeri abdomen kuadran bawah, luka post operasi pada bagian yang mana, dan lain-lain. d) S (Skala)
Skala nyeri ringan, sedang, berat atau sangat nyeri. e) T (Time) Waktu nyeri meliputi: kapan nyeri dirasakan, berapa lama nyeri dirasakan. 4) Respon Fisiologis a) Respon simpatik (peningkatan frekuensi pernapasan, Dilatasi saluran bronkhiolus, peningkatan frekuensi denyut jantung, dilatasi pupil, penurunan mobilitas saluran cerna). b) Respon parasimpatik (pucat, ketegangan otot, mual dan muntah, kelemahan dan kelelahan). 5) Respon Perilaku Respon perilaku yang sering ditunjukkan oleh pasien antara lain perubahan postur tubuh, mengusap, menopang bagian yang sakit, menggertakkan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis. d. Pemeriksaan Penunjang 1) CT Scan pada pasien cedera kepala untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di otak 2) Rongen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal 3) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila terdapat nyeri di bagian abdomen 4) Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya 2.2. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Gangguan Rasa Nyaman 1) Defenisi Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospritual, lingkungan dan sosial 2) Penyebab a) Gejala penyakit
b) Kurang pengendalian situasional/lingkungan c) Ketidak adekuatan sumberdaya (mis. Dukungan finansial, sosial dan pengetahuan) d) Kurangnya prifasi e) Gangguan stimulus lingkungan f) Efeksamping terapi (mis. Medikasi, radiasi, kemoterapi) g) Gangguan adaptasi kehamilan 3) Gejala dan tanda mayor a) Subjektif Mengeluh tidak nyaman b) Objektif Gelisah 4) Gejala dan tanda minor a) Subjektif (1) Mengeluh sulit tidur (2) Tidak mampu rileks (3) Mengeluh kedinginan/kepanasan (4) Merasa gatal (5) Mengeluh mual (6) Mengeluh lelah b) Objektif (1) Menunjukkan gejala distres (2) Tampak merintih/menangis (3) Pola eliminasi berubah (4) Postur tubuh berubah (5) Iritabilitas 5) Kondisi klinis terkait a) Penyakit kronis b) Keganasan
c) Distres psikologis d) kehamilan b. Nausea 1) Definisi Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah 2) Penyebab a) Gangguan biokimiawi (mis.uremia, ketoasidosis diabetik) b) Ganggaun esofagus c) Distensi lambung d) Iritasi lambung e) Gangguan prankeas f) Peregangan kapsul limpa g) Tumor terlokalisai (mis. Neuroma akustik, tumor otak primer atau sekunder, mesastasis tulang di dasar tengkorak) h) Peningkatan
tekanan
intraabdominal
(mis.
intraabdomen) i) Peningktan tekanan intrakranial j) Penignkatan tekanan intraorbital (mis. Glaukoma) k) Mapuk perjalan l) Aroma tidak sedap m) Rasa makanan/minuman yang tidak enak n) Stimulus penglihatan tidak menyenangkan o) Faktor psikologia (mis. Kecemasan, ketakutan, stress) p) Efek agen farmakologi q) Efek toksin 3) Gejala dan tanda mayor a) Subjektif (1) Mengeluh mual
Keganasan
(2) Merasa ingin muntah (3) Tidak berminat makan b) Objektif (tidak tersedia) 4) Gejala dan tanda minor a) Subjektif (1) Merasa asam dimulut (2) Sensasi panas/dingin (3) Sering menelan b) Objektif (1) Saliva meningkat (2) Pucat (3) Deaforesis (4) Takikardia (5) Pupil dilatasi 5) Kondisi klinis terkait a) Meningitis b) Labirinitas c) Uremia d) Ketoasidosis diabetik e) Ulkus peptikum f) Penyakit esofagus g) Tumor intraabdomen h) Penyakit miniere i) Neuroma akustik j) Tumor otak k) Kanker l) Glaukoma
c. Nyeri akut 1) Defenisi Pengelaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat. 2) Penyebab a) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma) b) Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar, bahan kimia iritan) c) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, trauma, latihan fisik berlebihan) 3) Gejala dan Tanda Mayor a) Subjektif, pasien mengeluh nyeri b) Objektif (1) Tampak meringis (2) bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri) (3) gelisah (4) frekuensi nadi meningkat (5) Sulit tidur.
4) Gejala dan Tanda Minor a) Subjektif (tidak tersedia) b) Objektif (1) Tekanan darah meningkat (2) pola nafas berubah (3) nafsu makan berubah (4) proses berpikir terganggu (5) menarik diri (6) berfokus pada diri sendiri (7) diaforesis. 5) Kondisi klinis terkait a) Kondisi pembedahan b) Cedera traumatis c) Infeksi d) Sindrom koroner akut e) Glaukoma
d.
Nyeri Kronis 1) Defenisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. 2) Penyebab a) Kondisi dan muskuloskeletal kronis b) Kerusakan sistem saraf c) Penekanan saraf d) Infiltrasi tumor e) Ketidak seimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor f) Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus varicellazoster) g) Gangguan fungsi metabolik h) Riwayat posisi kerja statis i) Peningkatan indeks massa tubuh j) Kondisi pasca trauma k) Tekanan emosional l) Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis seksual)
m) Riwayat penyalahgunaan obat/zat 3) Gejala dan Tanda Mayor a) Subjektif (1) Mengeluh nyeri (2) merasa depresi (tertekan). b) Objektif (1) Tampak meringis, (2) gelisah (3) tidak mampu menuntaskan aktivitas. 4) Gejala dan Tanda Minor a) Subjektif Merasa takut mengalami cedera berulang. b) Objektif (1)
Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
(2)
Waspada
(3)
pola tidur berubah
(4)
anoreksia, fokus menyempit
(5)
berfokus pada diri sendiri.
5) Kondisi klinis terkait a) Kondisi kronis (mis. Arthritis reumatoid) b) Infeksi
c) Cedera medula spinalis d) Kondisi paca trauma e) Tumor 2.3.Rencana Keperawatan 1. Nyeri Akut Diagnosis
Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Rasional
Keperawatan
Nyeri
Nyeri Akut
Akut
Menurun
1. Kaji faktor
1. Menentukan
penyebab,
sejauh mana
kualitas, lokasi,
nyeri yang
frekuensi, dan
dirasakan dan
skala nyeri.
untuk memudahkan memberi intervensi selanjutnya.
2. Monitor tandatanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi, dan peningkatan pernapasan serta suhu tubuh.
2. Dapat mengidentifikasi rasa sakit dan ketidak nyamanan.
3. Ajarkan teknik
3. Membantu
didtraksi dan
pasien menjadi
relaksasi
rileks, serta mampu mengalihkan perhatian pasien dari nyeri yang dirasakan.
4. Beri posisi yang nyaman untuk pasien.
4. Mengurangi rasa sakit, menigkatkan sirkulasi, posisi semifowler dapat mengurangi tekanan dorsal.
5. Beri Healt Education (HE) tentang nyeri
5. Pasien mengerti tentang nyeri yang dirasakan dan menghindari hal- hal yang dapat memperparah
nyeri.
6.
Kolaborasi
6. Menekan
dalam
susunan saraf
pemeberian terapi
pusat pada
analgesik seperti
thalamus, dan korteks serebri sehigga dapat mengurangi rasa sakit/ nyeri.
2. Gangguan Rasa Nyaman Diagnosis
Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Rasional
Keperawatan
Gangguan
Gangguan Rasa
Rasa
Nyaman
Nyaman
Membaik
1. Kaji karakteristik dan skala nyeri.
1. Mengetahui karakteristik nyeri dan skala nyeri yang dirasakan leh pasien
2. Anjurkan pada
2. Menghindari
pasien untuk
stimulus
mengurangi
nyeri dan
aktivitas yang
peningkatan
berat dan
rasa nyaman
menambah waktu istirahat 3. Massage kepala dan leher
3. Kompres hangat dapat mengakibatk an vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan nyeri kepala .kompres
dingin dapat meningkatka n sirkulasi darah dan menurunkan tegangan otot.
4. Identifikasi dan catat pola tidur
4. Istirahat
serta jumlah jam
yang cukup
untuk tidur.
dapat membantu proses penyembuha n.
DAFTAR PUSTAKA Herdman, Heather. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Edisi 10. Jakarta: EGC. 2015 Potter, P.A., & Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta: EGC. 2005 Wilkinson, M Juidith, & Ahern, R Nancy. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9. Jakarta: EGC. 2002 Doengoes, Marlynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pedokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).Standar Diagnosis Keperawtan Indonesia (SDKI) Definisi dan indikator diagnostik.Edisi 1.