Laporan Wps Pqr.docx

  • Uploaded by: Admiirall Ahmad Iero Part II
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Wps Pqr.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,473
  • Pages: 25
KATA PENGANTAR Puji syukur terpanjatkan kepada Allah SWT, tuhan semesta alam yang mengatur kehidupan dengan bijaksana. Atas karunia nikmat-Nya penulis dapat menyusun laporan yang berjudul “Analisis Metalografi Hasil Las” dengan maksimal. Sholawat dan salam kami sampaikan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah menerangi dunia dengan ilmu dan keteladanannya. Salam dan doa juga tak lupa kami sampaikan kepada keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang setia hingga akhir zaman. Meski telah disusun dengan sebaik mungkin, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dalam laporan ini. Sehingga kami mengharapkan keridhoan pembaca sekalian untuk memberikan kritik dan saran yang bisa kami jadikan sebagai bahan evaluasi. Akhir kata, semoga laporan ini dapat diterima oleh pembaca sebagai literasi bacaan.

20 Mei 2018

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................................................................ Daftar Isi....................................................................................................... Daftar Gambar............................................................................................... Daftar Tabel................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang...................................................................

1.2

Rumusan Masalah...................................................................

1.3

Tujuan.....................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Pengelasan.......................................................................

2.2

Cacat Pengelasan..............................................................

2.3

Tipe Sambungan Las.........................................................

2.4

Metalografi......................................................................

2.5

WPS...............................................................................

2.6

PQR...............................................................................

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1

Fotografi Hasil Las............................................................

3.2

Makrografi Hasil Las.........................................................

3.3

Metalografi Hasil Las.........................................................

3.4

Tipe Sambungan Las..........................................................

3.5

Lebar HAZ.......................................................................

3.6

3 Jenis WPS ASME...........................................................

3.7

3 Jenis WPS AWS............................................................

3.8

3 Jenis PQR ASME...........................................................

3.9

3 Jenis PQR AWS.............................................................

BAB IV REVIEW JURNAL 4.1

Jurnal 1............................................................................

4.2

Jurnal 2............................................................................

4.3

Jurnal 3............................................................................

Daftar Pustaka..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam

dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. Perlu diketahui bahwa ada tiga tahapan yang secara berurutan berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design, produksi dan inspeksi. Pada fasa pertama designer harus mengetahui tentang sumber peralatan dan teknik pengelasan yang tersedia di lingkungan produksinya, mengetahui prinsip kerja berbagai jenis proses las termasuk kelemahan dan keunggulannya, mampu memilih tipe sambungan yang cocok/tepat, menguasai mampu las berbagai material. Pada fasa kedua engineers produksi harus memiliki latar belakang pengetahuan mengenai proses-proses pengelasan, mengetahui mampu las berbagai material, mengetahui cara mencegah terbentuknya cacat las. Pada fasa ketiga, inspektor harus mengetahui metoda inspeksi yang tersedia, menguasai prinsip kerja dari berbagai jenis proses las, mengetahui mampu las berbagai material sehingga dapat mengklasifikasikan dan mengidentifikasikan penyebab terjadinya cacat las, mengetahui berbagai standar dan peraturan. Untuk mengetahui bagian maupun kekuatan hasil pengelasan perlu dilakukan pengamatan atau pengujian tertentu. Diantaranya bisa dilakukan pengujian metalografi untuk mengetahui daerah daerah hasil pengelasan. Studi lebih lanjut terkait hasil pengelasan banyak dibahas, diantaranya mengenai suatu ketentuan yang pengatur tentang prosedur pengelasan dan hal lainnya. Dari hal diatas perlu dibahas lebih lanjut mengenai metalografi pada daerah las dan juga ketentuan ketentuan pengelasan seperti WPS dan PQR.

1.2

Rumusan Masalah Rumusan masalah dari laporan ini adalah : 2.1

Bagaimana hasil fotografi hasil las ?

2.2

Bagaimana hasil makrografi hasil las ?

2.3

Bagaimana hasil metalografi hasil las ?

1.3

2.4

Bagaimana tipe sambungan hasil las ?

2.5

Bagaimana lebar HAZ hasil las ?

2.6

Bagaimana WPS dan PQR menurut ASME ?

2.7

Bagaimana WPS dan PQR menurut AWS ?

Tujuan Tujuan dari laporan ini adalah : 2.1

Menganalisis hasil fotografi hasil las

2.2

Menganalisis hasil makrografi hasil las

2.3

Menganalisis hasil metalografi hasil las

2.4

Menganalisis tipe sambungan hasil las

2.5

Menganalisis lebar HAZ hasil las

2.6

Menganalisis WPS dan PQR menurut ASME

2.7

Menganalisis WPS dan PQR menurut AWS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Pengelasan Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses

manufaktur. Proses pengelasan (welding) merupakan salah satu teknik penyambungan logam dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan sehingga menghasilkan sambungan yang kotinu. Sedangkan definisi menurut Deutche Industrie and Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan melting atau cair [Wiryosumarto, 1996]. Proses pengelasan memerlukan panas untuk meleburkan atau mencairkan logam dasar dan bahan pengisi agar terjadi aliran bahan atau peleburan. Energi pembangkit panas dapat dibedakan menurut sumbernya yaitu listrik, kimiawi, mekanis, dan bahan semikonduktor. Proses pengelasan yang paling umum, terutama untuk mengelas baja, yaitu memakai energi listrik sebagai sumber panas dan yang paling banyak digunakan adalah busur nyala (listrik). Busur nyala adalah pancaran arus listrik yang relatif besar antara elektroda dan logam dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion hasil pemanasan. Berdasarkan masukan panas (heat input) utama yang diberikan kepada logam dasar atau induk, proses pengelasan dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu [Wiryosumarto,1996] . 1. Pengelasan dengan menggunakan energi panas yang berasal dari nyala api las(fusion), contohnya las busur (arc welding), las gas (gas welding), las sinar elektron (electron discharge welding), dan lain-lain. 2. Pengelasan dengan menggunakan energi panas yang tidak berasal dari nyala api las (nonfusion), contohnya pengelasan dengan gesekan (friction stirr welding), las tempa, dan lain-lain. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk keberhasilan proses pengelasan yaitu : 1. Material yang akan disambung dapat mencair oleh panas. 2. Antara material yang akan disambung terdapat kesesuaian sifat lasnya.

3. Cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan penyambungan. Dalam proses pengelasan, secara umum kita dapat mengkategorikan beberapa daerah hasil pengelasan (Gambar 1), sesuai dengan perbedaan karakteristik metalurginya yaitu [Timing,1992]: 1. Weld Metal (WM) atau logam las, merupakan daerah yang mengalami pencairan dan membeku kembali sehingga meyebabkan perubahan struktur mikro dan sifat mekaniknya. 2. Heat Affected Zone (HAZ) atau daerah terkena pengaruh panas, merupakan daerah yang tidak terjadi pencairan dan pembekuan tetapi mengalami pengaruh panas sehingga terjadi perubahan struktur mikro. 3. Fusion Line (LF) atau daerah fusi, merupakan garis batas antara logam yang mencair dan daerah HAZ. 4. Base Metal (BM) atau logam induk, dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan perubahan struktur dan sifat.

2.2

Cacat Las

A.

Undercut atau pengerukan Penyebab cacat undercut adalah : a. Arus yang terlalu tinggi b. Kecepatan pengelasan yang terlalu tinggi c. Posisi elektroda saat pengelasan yang tidak tepat d. Ayunan elektroda saat pengelasan tidak teratur

Cara menanggulangi cacat undercut adalah sebagai berikut: a. Menyetel arus yang tepat. b. Mengurangi kecepatan mengelas. c. Mempertahankan panjang busur nyala yang tepat. d. Mengupayakan ayunan elektroda dengan teratur. B.

Porositas Penyebab porositas adalah sebagai berikut: a. Nyala busur terlalu panjang b. Arus terlalu rendah c. Kecepatan las terlalu tinggi d. Kandungan belerang terlalu tinggi e.Kondsi

pada

saat

pengelasan

yang

Misalnya,basah,lembab,berkarat atau berminyak. f. Terjadi pendinginan las yang cepat g. Terciptanya gas hidrogen akibat panas las

tidak

mendukung.

Cara mengatasi adalah sebagai berikut: a. Memperpendek nyala busur b. Arus disesuaikan dengan prosedur yang ditentukan c. Pergunakan elektrode low-hydrogen d. Menggunakan baja dengan kandungan belerang yang rendah e. Mengurangi kelembaban dengan cara memberikan pre heat f. Meningkatkan kebersihan material dengan cara digerinda terlebih dahulu g. Hindari pendinginan terlalu cepat C.

Pengerutan Benda Kerja Penyabab pengerutan benda kerja adalah sebagai berikut : a. Pemanasan yang berlebihan b. Take welding yang kurang kuat

Cara mengatasinya adalah sebagai berikut : a. Mengurangi arus yang terlalu besar b. Memperkuat take welding

D.

Inkluisi slag Penyebab terjadinya inklusi slag adalah sebagai berikut: a. Kecepatan gerak electrode yang tidak tepat b. Sudut electrode yang kurang tepat c. Sudut bevel kekecilan d. Ampere las terlalu kecil e. Busur las terlalu jauh Cara mengatasinya adalah sebagai berikut: a. Naikkan kecepatan sehingga slag tidak mengalir keakar las b. Usahakan sudut yang tepat pada arah las c. Perbaiki sudut bevel atau gunakan kawat kecil d. Perbesar ampere las e. Sesuaikan jarak busur las pada materil ( 1x Diameter Kawat )

E.

Over Spatter (percikan las yang terlalu banyak) Penyebab over spatter adalah sebagai berikut: a. Arus terlalu besar b. Busur las terlalu jauh c. Electrode menyerap uap

Cara mengatasi adalah sebagai berikut: a. Turunkan arus b. Sesuaikan panjang busur ( 1 x diameter Electrode ) c. Keringkan kembali electrode / pergunakan yang sudah di oven

F.

Retak manik Penyebab retak manik adalah sebagai berikut: a. Penahan terlalu kuat b. Electrode menyerap uap c. Terlalu banyak unsur paduan dalam logam induk d. Pendinginan terlalu cepat e. Terlalu banyak belerang dalam logam induk f. Terdapat oksigen dan hydrogen g. Terdapat pasir atau debu pada daerah logam Cara mengatasi adalah sebagai berikut: a. Ganti urutan pengelasan b. Keringkan kembali electrode c. Pemanasan awal harus dilakukan dan gunakan low hydrogen d. Panaskan mula dilakukan dan gunakan low hydrogen e. Pakai electrode low Hydrogen f. Pakai electrode low Hydrogen

G.

Penetrasi atau Penembusan Kurang Sempurna Penyebab penetrasi kurang sempurna a. Kecepatan las terlalu tinggi b. Panas busur tidak mencairkan logam c. Jarak gap terlalu rapat d. Elektroda yang terlalu tinggi e. Sudut elektroda salah

Cara mengatasinya adalah sebagai berikut: a. Memperbaiki sudut elektrode b. Jarak gap harus cukup c. Posisi elektrode harus tepat d. Kecepatan las sesuai dengan prosedur yang ditentukan H.

Incomplete Fusion Penyebab terjadinya incomplete fusion adalah sebagai berikut: a. Posisi pengelasan yang salah b. Sudut elektrode yang salah c. Panas yang diterima terlalu kecil d. Welding gap terlalu kecil e. Permukaan kampuh kotor f. Kecepatan pengelasan terlalu tinggi

Cara mengatasinya adalah sebagai berikut: a. Memperbaiki posisi pengelasan

b. Memperbaiki sudut elektrode c. Panas yang diterima harus sesuai prosedur d. Welding gap harus cukup e. Permukaan kampuh harus benar-benar bersih f. kecepatan pengelasan harus sesuai prosedur I.

Retak Dingin pada Bahan Las (cold cracking) Penyebab retak dingin pada bahan las adalah sebagai berikut: 1. Pendinginan yang terlalu cepat 2. Panas yang diterima terlalu rendah 3. Ampere yang digunakan terlalu rendah 4. Kecepatan las terlalu tinggi 5. Ampere terlalu rendah 6. Tidak adanya pre heat Cara mengatasinya: 1. Hindari pendinginan terlalu cepat 2. Panas yang diterima disesuaikan dengan prosedur yang sudah ditentukan 3. Sesuaikan ampere dengan prosedur 4. Sesuaikan kecepatan las 5. Sesuaikan ampere dengan prosedur 6. Melakukan pre heat

J.

Hot Cracking (Retak Panas) Yaitu retakan yang biasanya timbul pada saat cairan las mulai membeku

karena luas penampang yang terlalu kecil dibandingkan dengan besar benda kerja yang akan dilas, sehingga terjadi pendinginan. Cara mengatasi dengan menggunakan elektroda las low hidrogen yang mempunyai sifat tegang yang relatif tinggi.

2.3

Tipe Sambungan Las Beberapa jenis sambungan las yang kita ketahui adalah sebagai berikut :

2.4

Metalografi Metalografi adalah suatu teknik atau metode persiapan material untuk

mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari informasi-informasi yang terdapat dalam material yang dapat diamati, seperti fasa, butir, komposisi kimia, orientasi butir, jarak atom, dislokasi, topografi dan sebagainya. Adapun secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan pada metalografi adalah: 1. Pemotongan spesimen (sectioning) 2. Pembikaian (mounting) 3. Penggerindaan, abrasi dan pemolesan (grinding, abrasion and polishing) 4. Pengetsaan (etching) 5. Observasi pada mikroskop optik Pada metalografi, secara umum yang akan diamati adalah dua hal yaitu macrostructure (stuktur

makro)

dan microstructure (struktur

mikro).

Struktur makro adalah struktur dari logam yang terlihat secara makro pada permukaan yang dietsa dari spesimen yang telah dipoles. Sedangkan struktur

mikro adalah struktur dari sebuah permukaan logam yang telah disiapkan secara khusus yang terlihat dengan menggunakan perbesaran minimum 25x. a.

Pemotongan (Sectioning) Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang

besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah mengalami perubahan. Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan tergantung pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk memotong, kecepatan potong dan kecepatan makan. Pada beberapa spesimen, kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu banyak dan dapat dibuang pada saat pengamplasan dan pemolesan. b.

Pembingkaian ( Mounting) Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi,

meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada proses pngamplasan dan pemolesan. Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan kimia yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari kotoran padat, minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia bebas dari segala macam kontaminasi. Pembersihan ini bertujuan agar hasil pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada. Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan.

c.

Pengerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang

berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses, partikel-partikel tersebut dsisatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak. Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan

timbulnya

panas

pada

permukaan

spesimen.

Sedangkan

pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam. Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain. Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga partikel. d.

Pengetsaan (Etching) Etsa dilakukan dalam proses metalografi adalah untuk melihat struktur

mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik. Spesimen yang cocok untuk proses etsa harus mencakup daerah yang dipoles dengan hatihati, yang bebas dari deformasi plastis karena deformasi plastis akan mengubah struktur mikro dari spesimen tersebut. Proses etsa untuk mendapatkan kontras

dapat diklasifikasikan atas proses etsa tidak merusak (non disctructive etching) dan proses etsa merusak (disctructive etching). 1. Etsa Tidak Merusak (Non Discructive Etching) Etsa tidak merusak terdiri atas etsa optik dan perantaraan kontras dari struktur dengan pencampuran permukaan secara fisik terkumpul pada permukaan spesimen yang telah dipoles. Pada etsa optik digunakan teknik pencahayaan khusus untuk menampilkan struktur mikro. Beberapa metode etsa optik adalah pencahayaan gelap (dark field illumination), polarisasi cahaya mikroskop (polarized light microscopy) dan differential interfence contrast. Pada penampakan kontras dengan lapisan perantara, struktur mikro ditampilkan dengan bantuan interfensi permukaan tanpa bantuan bahan kimia. Spesimen dilapisi dengan lapisan transparan yang ketebalannya kecil bila dibandingkan dengan daya pemisah dari mikroskop optik. Pada mikroskop interfensi permukaan, cahaya ynag terjadi pada sisa-sisa film dipantulkan ke permukaan perantara spesimen. 2. Etsa Merusak (Desctructive Etching) Etsa merusak adalah proses perusakan permukaan spesimen secara kimia agar terlihat kontras atau perbedaan intensitas dipermukaan spesimen. Etsa merusak terbagi dua metode yaitu etsa elektrokimia (electochemical etching) dan etsa fisik (phisical etching). Pada etsa elektrokimia dapat diasumsikan korosi terpaksa, dimana terjadi reaksim serah terima elektron akibat adanya beda potensial daerah katoda dan anoda. Beberapa proses yang termasuk etsa elektokimia adalah etsa endapan (precipitation etching), metode pewarnaan panas (heat tinting), etsa kimia (chemical etching) dan etsa elektrolite (electrolytic etching). Pada etsa fisik dihasilkan permukaan yang bebas dari sisa zat kimia dan menawarkan keuntungan jika etsa elektrokimia sulit dilakukan. Etsa ion dan etsa termal adalah teknik etsa fisik yang mengubah morfologi permukaan spesimen yang telah dipoles.

2.5

WPS (Welding Procedure Specification) Sebuah dokumen yang berisikan tentang variabel parameter pengelasan

yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai acuan seorang welder atau operator las dalam melakukan pekerjaan pengelasan (sambungan las) yang sesuai dengan ketentuan yang ada di code (ASME, API dan AWS). Dalam pembuatan sebuah WPS terdapat banyak variabel yang harus diketahui, agar saat pelaksanaan pengelasan hasil yang didapat sesuai dengan kriteria atau aceptance criteria yang telah ditentukan oleh Code. Variabel yang terdapat dalam WPS terbagi dalam tiga bagian yaitu Essential Variable, Supplement Essensial Variable dan Non Essensial Variable Anda dapat melihatnnya di ASME Section IX (9) QW-250-265.

Variabel variabel dalam pembuatan WPS: Essensial Variable Pengertian

Essensial

Variable

adalah

jenis

variabel

atau

parameter pengelasan yang wajib dilakukan saat pembuatan sebuah WPS, karena jika variabel ini dirubah akan membuat sifat mekaniknya juga berubah oleh karena itu harus dilakukan kualifikasi ulang jika variabel ini dirubah. Contoh Essensial Variable : P Number, F Number, A Number, Thickness atau ketebalan material, Proses pengelasan, PWHT. Supplement Essensial Variable Pengertian Supplement Essensial Variable adalah merupakan variabel yang akan mempengaruhi hasil sambungan las jika dilakukan pengujian impact. Jadi variabel ini akan menjadi essential jika dalam pengujiannya dilakukan uji impact dan menjadi non essential jika tidak dilakukan uji impact. Contoh Supplement Essensial Variable : Group Number, Filler metal classification. Non Essensial Variable `Pengertian Non Essensial Variable adalah jenis variabel yang tidak mempengaruhi sifat mekanik dari sambungan lasan. Jadi variabel ini dirubah maka tidak perlu melakukan kualifikasi ulang atau membuat WPS baru.

Contoh Non Essensial Variable : Tipe sambungan las atau bentuk groove, Backing, Lebar gap (root spacing), posisi pengelasan.

2.6

PQR (Procedure Qualification Record) Adalah Dokumen hasil dari proses pelaksanaan kualifikasi prosedur las

yang berisikan data data las yang aktual dan hasil pengujian mekanik (Bending dan Tensile, impact jika diperlukan) test coupon sesuai dengan syarat yang ditentukan Code. WPS Qualified atau dapat diaplikasikan untuk produk jika sudah mempunyai atau sudah ada PQRnya yang lolos sesuai standard, namun jika belum ada PQR maka WPS tersebut tidak boleh diaplikasikan ke produk karena WPS tersebut belum qualified.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV REVIEW JURNAL 4.1

Jurnal 1

Judul

” Interfacial microstructure evolution and weld formation during ultrasonic welding of Al alloy to Cu”

Jurnal

Materials Characterization

Volume/Hal

138 (2018) 233-240

Tahun

2018

Penulis

H.T. Fujii/ H. Endo/ Y.S. Sato/ H. Kokawa

Reviewer

Tujuan

Untuk mempelajari pembentukan las dan

Penelitian

mikro antarmuka. lasan berbeda dari Al alloy 1050 ke Cu disiapkan melalui spot welding ultrasonik

Material

Penelitian ini menggunakan lembar Al alloy komersial 1050-H24 dan Cu lembar dengan kedua dimensi 50 × 10 × 1.0mm 3. Al paduan 1050-H24 sampel dengan 5 μ lapisan m anodized

oksida

juga

digunakan

untuk

mengamati perilaku lapisan oksida dekat antarmuka las selama USW. Arah bergulir (RD) dari spesimen ditetapkan tegak lurus terhadap arah getaran ultrasonik. Spesimen

sistem koordinat adalah defined oleh arah normal (ND), bergetar arah (VD), dan RD, seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1 . Ujung tanduk itu persegi dengan sisi 6mm. Dengan demikian, daerah pengelasan adalah sekitar 6 × 6mm 2. Permukaan tanduk ultrasonik dan anvil yang knurled untuk mencegah mereka dari tergelincir pada spesimen. Metode Penelitian

Untuk mengevaluasi kekuatan spesimen las, putaran tes kekuatan tarik geser dilakukan pada kecepatan judul bab dari 3mm / min. Meskipun standar untuk uji kuat lap geser 1mm / min, kami memilih 3mm / menit untuk mengumpulkan lebih banyak data dengan pengurangan waktu pengujian. Arah tarik ditetapkan tegak lurus terhadap arah getaran ultrasonik.

Mikrostruktur

dari

lasan

dikarakterisasi menggunakan fi gun emisi medan SEM (FEG-SEM). Spesimen untuk karakterisasi mikrostruktur dipotong dari spesimen dilas dan dipasang dalam resin konduktif. Mereka tanah dengan SiC kertas abrasif dalam air dan kemudian dipoles dengan pasta diamond. Akhirnya, permukaan yang cocok untuk karakterisasi mikrostruktur disiapkan dalam larutan silika koloid pada polisher getaran. lapisan oksida anodized sekitar antarmuka las yang diidentifikasi fi ed melalui spektroskopi X-ray dispersif energi (EDS)

dilakukan

dengan

menggunakan

peralatan SEM. difraksi backscatter elektron

(EBSD) analisis dilakukan untuk mengamati mikro kristalografi. The beamwas electron dipindai menggunakan 0,7 μ langkah-langkah m pada bidang bergetar arah arah normal (VD-ND). Dalam rangka untuk memahami perilaku dari reaksi antar muka pada antarmuka las selama USW,

pemindaian

transmisi

mikroskop

STEM)

elektron

digunakan

untuk

mengamati tertentu fi c daerah antar muka mengidentifikasikan fi ed melalui sinar terfokus-ion (FIB) mikro-sampling. Kesimpulan

Untuk memperjelas proses pembentukan las selama USW dari Al 1050 untuk Cu, karakteristik mikrostruktur sekitar antarmuka las dianalisis secara rinci. Lapisan anodik aluminium oksida sekitar antarmuka las ultrasonik yang diamati untuk memahami perilaku lapisan aluminium oksida selama USW.

mikro

antar

muka

yang

crystallographically dianalisis melalui EBSD untuk memperjelas perilaku deformasi sekitar antarmuka las, yang berkaitan erat dengan materi

fl

mengalir.

Lapisan

senyawa

intermetalik yang diidentifikasi fi ed melalui TEM untuk con fi rm pembentukan las metalurgi antara Al dan Cu. Yang paling signi fi Hasil tidak bisa diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut. 1. Lapisan oksida aluminium pada antarmuka las ultrasonik yang dipecah oleh geser antara Al dan Cu permukaan dan tersebar ke dalam

Al matriks. Akibatnya, kontak langsung antara yang baru dibentuk Al dan Cu permukaan dapat dicapai dan Al e lasan metalurgi cu dapat dibentuk. 2. deformasi tekan dan getaran ultrasonik bisa menghasilkan bahan fl ow dan mekanik pencampuran dekat antarmuka las. Ini bisa signi fi cantly berkontribusi oksida fraktur lapisan dan dispersi. Setelah mikro-ikatan terbentuk antara Al dan Cu, deformasi geser parah terjadi sejajar dengan getaran ultrasonik dan mikro rekristalisasi dengan {111} • 011 • tekstur geser dibentuk dekat antarmuka las. 3. Al 2 Cu intermetalik lapisan senyawa yang terbentuk pada ultrasonic antarmuka las. Ultrasonik eff dll di di dalam fusion Cu ke dalam Al matriks significantly meningkatkan laju

pertumbuhan

intermetalik. 5.

lapisan

senyawa

Related Documents

Wps
June 2020 7
Wps
June 2020 13
Ibm Wps
November 2019 17
Myyyspce Wps
August 2019 14
Myyyspce Wps
August 2019 28

More Documents from ""