Laporan Tutorial Skenario B Blok 20.docx

  • Uploaded by: Fadill
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tutorial Skenario B Blok 20.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,712
  • Pages: 63
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 20

DISUSUN OLEH: KELOMPOK A6 Tutor: dr. Eka Febri Zulissetiana, M.Biomed Melros Trinita Tampubolon

04011181621023

Dwi Putri Tania

04011181621024

Siti Aisyah

04011181621061

Fatya Annisa Lutfiah

04011181621062

Nadila Miranda

04011181621064

Nadya Virana Putri

04011181621071

Ningrum Jayanti

04011181621072

Rahdin Ahmad Faresy Alhamidi

04011281621078

Wiena Nadella Praja

04011281621079

Muhammad Fadill Akbar

04011281621080

Eka Putra Leon Ervirinanda

04011281621082

Muhammad Ifzar Akbari

04011281621088

PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

1

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial ini dengan baik dan tepat waktu. Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Eka Febri Zulissetiana, M.Biomed, selaku tutor yang membimbing dan mengawasi proses tutorial yang telah kami lakukan. Terima kasih pun tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan dan penyusunan laporan ini. Penulis berharap laporan ini dapat memuaskan rasa keingintahuan dari pembaca dengan laporan ini. Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang terdapat dalam laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan sesama.

Palembang, 14 Desember 2018 Tim Penulis

2

DAFTAR ISI Halaman Judul................................................................................................. 1 Kata Pengantar ................................................................................................ 2 Daftar Isi.......................................................................................................... 3 Kegiatan Tutorial ............................................................................................ 4 Skenario........................................................................................................... 5 Klarifikasi Istilah............................................................................................. 6 Identifikasi Masalah ........................................................................................ 7 Analisis Masalah ............................................................................................. 8 Sintesis ............................................................................................................ 29 Kerangka Konsep ............................................................................................ 60 Kesimpulan ..................................................................................................... 61 Daftar Pustaka ................................................................................................. 62

3

KEGIATAN TUTORIAL Ruang

:6

Tutor

: dr. Eka Febri Zulissetiana, M.Biomed.

Moderator

: Ningrum Jayanti

Sekretaris 1

: Muhammad Fadill Akbar

Sekretaris II

: Wiena Nadella Praja

Pelaksanaan

: 10 Desember 2018 dan 12 Desember 2018 10.00 -12.30 WIB

Peraturan selama tutorial

:

1. Tidak menggunakan alat telekomunikasi untuk kepentingan pribadi, tapi untuk kepentingan bersama tidak apa-apa (seperti mencari sumber literatur) 2. Boleh minum, dilarang makan 3. Bila hendak ke WC harus izin terlebih dahulu

4

TUTORIAL SKENARIO B BLOK 20 2018 Ny. A seorang wanita berusia 67 tahun, datang ke IGD RSMH dengan keluhan nyeri dipangkal paha kanan sejak dua jam yang lalu, akibat terjatuh dirumahnya ketika sedang berjalan. Pasien mengeluh nyeri hebat dipangkal pahanya terutama ketika digerakkan. Pasien menjadi tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri. Sejak tiga tahun yang lalu, pasien sering mengeluhkan rasa ngilu dan nyeri ditulang-tulangnya, terutama daerah tulang belakang. Nyeri dan ngilu dirasakan tidak bertambah hebat dan pasien masih dapat beraktifitas seperti biasa. Pemeriksaan fisik, ditemukan status generalis dalam batas normal. Didapatkan deformitas pada regio femur dekstra yaitu fleksi dan eksternal rotasi sendi panggul dekstra. Femur dekstra lebih pendek dibandingkan sinistra dengan Limb Length Discrepancy 3 cm. Neurovaskular distal dalam batas normal. Range of Motion Hip Joint dekstra terbatas karena nyeri. Range of motion knee joint dekstra dalam batas normal. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan adanya fraktur collum femur dekstra. Dokter IGD melakukan imobilisasi dengan skin traction menggunakan beban lima kg dan pemberian analgetik. Selanjutnya pasien akan dilakukan Partial Hip Replacement.

5

I.

KLARIFIKASI ISTILAH

No 1.

Istilah Deformitas

Klarifikasi Kecacatan atau perubahan bentuk dari suatu bagian tubuh (Medical Dictionary).

2.

Flexi

Tindakan

membengkokkan

atau

keadaan

dibengkokkan (Dorland). Tindakan suatu melipat rangka tubuh. 3.

External rotasi

Pergerakkan memutar ke arah luar yang menjauhi bagian garis tengah tubuh (Medical Dictionary)

4.

5.

Limb Length

Perbedaan ukuran antara panjang kedua lengan

Discrepancy

ataupun kedua tungkai (Dorland).

Neurovaskular distal

Suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai pulsus

arteri,

pengembalian

darah

ke

kapiler

(capillary refill time), sensasi motorik dan sensorik pada bagian distal. 6.

Range of motion

Gerakan sendi (aktif, pasif atau kombinasi) yang dilakukan untuk menilai pergerakan sendi (Farlex Dictionary).

7.

Collum femur dextra

Bagian leher femur yang terletak diantara kaput dan korpus femur kanan.

8.

Skin traction

Pengobatan patah tulang atau kelainan ortophedi pada ekstrimitas dengan menggunakan pita perekat atau jenis pengikat lainnya pada kulit disekitar struktur yang mengalami gangguan (Medical Dictionary).

9.

Partial Hip

Prosedur penggantian sendi panggul secara spessifik

Replacement

pada kaput femur dengan sendi buatan (Medical Dictionary).

6

II. DENTIFIKASI MASALAH 1.

Ny. A seorang wanita berusia 67 tahun, datang ke IGD RSMH dengan keluhan nyeri dipangkal paha kanan sejak 2 jam yang lalu, akibat terjatuh dirumahnya ketika

Keluhan Utama

sedang berjalan. 2.

Pasien mengeluh nyeri hebat dipangkal pahanya terutama ketika digerakkan. Pasien menjadi tidak dapat

Keluhan Tambahan

berdiri dan berjalan karena nyeri. 3.

Sejak 3 tahun yang lalu, pasien sering mengeluhkan rasa ngilu dan nyeri di tulang-tulangnya terutama ditulang belakang. Nyeri dan rasa ngilu dirasakan tidak bertambah hebat dan pasien masih dapatb beraktivitas

Riwayat Perjalanan Penyakit

seperti biasa. 4.

Pemeriksaan fisik, ditemukan status generalis dalam batas nromal. Didapatkan deformitas pada regio femur dextra yaitu fleksi dan eksternal rotasi sendi panggul dextra. Femur dextra lebih pendek dibandingkan sinistra dengan Limb Length Discrepancy 3 cm.

Pemeriksaan Fisik

Neurovaskular distal dalam batas normal. Range of motion hip joint dextra terbatas karena nyeri. Range of motion knee joint dextra dalam batas normal. 5.

Dari pemeriksaan radiologi, didapatkan adanya fraktur collum femur dextra.

6.

Pemeriksaan Penunjang

Dokter IGD melakukan imobilisasi dengan skin traction menggunakan beban 5 kg dan pemberian analgetik. Selanjutnya

pasien

akan

dilakukan

Partial

Replacement.

7

Hip

Tatalaksana

III. ANALISIS MASALAH 1. Ny. A seorang wanita berusia 67 tahun, datang ke IGD RSMH dengan keluhan nyeri dipangkal paha kanan sejak 2 jam yang lalu, akibat terjatuh dirumahnya ketika sedang berjalan. Pasien mengeluh nyeri hebat dipangkal pahanya terutama ketika digerakkan. Pasien menjadi tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri. a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami Ny. A? Osteoporosis merupakan penyakit yang hanya dapat dinilai dari faktor risikonya. Usia yang menua menjadi faktor risiko penting yang menjadi pertimbangan dalam mendiagnosis osteoporosis yang tidak berkolerasi dengan densitas massa tulang. Sedangkan jenis kelamin, untuk usia ≥55 tahun, angka kejadian osteoporosis meningkat pada wanita dikarenakan hormon estrogen pada wanita berusia lanjut sudah menurun drastis karena proses menopause (post-menopause). Wanita postmenopause setiap tahunnya mulai kehilangan ≥1% densitas tulang setiap tahunnya dimana terjadi 35-80% densitas massa tulang hilang bila disbanding wanita berusia 35 tahun. Hormon estrogen merupakan hormone yang penting dalam pathogenesis osteoporosis primer karena berperan menurunkan proses resorpsi tulang oleh osteoklas.

b. Apa saja yang menyebabkan nyeri di pangkal paha? 

nyeri otot



pembengkakan kelenjar getah bening



hernia inguinalis (bagian usus masuk ke dinding perut yang melemah)



rheumatoid arthritis (radang sendi karena rematik)



osteoarthritis (radang sendi)



saraf terjepit



tendinitis (radang tendon)



nekrosis avaskuler (kematian sel tulang karena aliran darah yang tidak memadai)



Fraktur (patah tulang paha, tulang panggul)



regangan otot,tendon atau ligamen.



penjalaran nyeri dari organ lain, seperti batu ginjal, radang usus buntu, infeksi saluran kemih



penyakit menular seksual

8



Mengalami cedera atau penyakit pada sendi panggul

c. Bagaimana mekanisme nyeri di pangkal paha kanan pada Ny. A? Saat terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Terjadi peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya

tekanan dalam kompartemen. Bila terjadi peningkatan

intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut. Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. d. Apa makna klinis Ny. A terjatuh ketika sedang berjalan? Makna klinisnya adalah jika Ny. A sudah berusia lanjut sehingga kekuatan otot dan keseimbangannya sudah berkurang.

e. Mengapa nyeri hebat terjadi saat pangkal paha digerakkan? Karena saat pangkal paha digerakkan, akan terjadi friksi antara tulang yang patah dengan jaringan saraf disekitar tulangnya yang menyebabkan ujung saraf bebas yang ada disekitarnya teraktivasi. Rusaknya jaringan disekitar os femur yang fraktur  sel rusak  pelepasan K+ intrasel; sintesis prostaglandin dan bradikinin  impuls dari nosiseptor ke nucleus posterolateral ventralis di hipotalamus (melalui serabut C) dengan sitem traktus neospinotalamikus  pelepasan substansi P  permeabilitas ↑  vasodilatasi; edema; pembebasan lanjut bradikinin, serotonin (5-HT), histamine nyeri 9

f. Mengapa Ny. A menjadi tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri? Pada kasus ini Ny.A mengalami Osteoporosis yang menyebabkan penurunan densitas masa tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang,hal ini menjadi faktor risiko besar untuk menjadi fraktur jika pasien terjatuh. Pada fraktur,

terjadi

diskontinuitas

jaringan

tulang,

yang

merusak

dan

mensensitisasi serabut sensoris penerima rangsang sakit itu, sehingga rangsang akan diteruskan ke medulla spinalis dan dikirim ke otak dan ditranslasi sebagai rasa sakit/nyeri. Nyeri dan ngilu pada tulang disebabkan adanya proses destruksi tulang akibat resorpsi kalsium..Hal inilah yang membuat pasien tidak dapat berdiri dan berjalan.

2. Sejak 3 tahun yang lalu, pasien sering mengeluhkan rasa ngilu dan nyeri di tulangtulangnya terutama ditulang belakang. Nyeri dan rasa ngilu dirasakan tidak bertambah hebat dan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. a. Apa hubungan keluhan dahulu dengan keluhan sekarang? Karena hal tersebut didasari oleh pathogenesis osteoporosis

b. Apa saja yang dapat menyebabkan rasa ngilu dan nyeri pada tulang belakang? -

Spodilitis

-

Ankylosing spondylitis

-

Spondiloarthrosis

-

Spondilosis

c. Apa makna klinis nyeri dan rasa ngilu dirasakan tidak bertambah hebat dan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa? Makna klinis nyeri dan rasa ngilu dirasakan tidak bertambah hebat dan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa adalah memperjelas bahwa pasien kemungkinan mengalami osteoporosis, yang dimana merupakan “silent disease” dengan gejala yang dirasakan tidak bertambah hebat dan juga pasien masih bisa beraktivitas seperti biasanya.

d. Bagaimana mekanisme ngilu dan nyeri di tulang belakang pada kasus?

10

Ngilu dan nyeri di tulang belakang pada kasus kemungkinan diakibatkan adanya proses resorpsi yang terjadi pada tulang belakang karena osteoporosis.

3. Pemeriksaan fisik, ditemukan status generalis dalam batas normal. Didapatkan deformitas pada regio femur dextra yaitu fleksi dan eksternal rotasi sendi panggul dextra. Femur dextra lebih pendek dibandingkan sinistra dengan Limb Length Discrepancy 3 cm. Neurovaskular distal dalam batas normal. Range of motion hip joint dextra terbatas karena nyeri. Range of motion knee joint dextra dalam batas normal. a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik? Hasil pemeriksaan Deformitas

pada

regio

Interpretasi femur Abnormal

Mekanime abnormal Ny. A 67 thn mengalami osteoporosis

dextra yaitu fleksi dan eksternal

(esterogen

menurun)peningkatan

rotasi sendi panggul dextra

resorpsi tulang dan penurunan formasi tulang terjadi trauma pada tulang panggul

sebelah

kanan

(fraktur

patologis)fraktur

collum

femur

dextradeformitas

(ketidaksejajaran

tulang akibat tulang panjang mengalami pemendekan atau fraktur patologis yg berulang Femur

dextra

dibandingkan

lebih sinistra

pendek Abnormal

Ny. A 67 thn mengalami osteoporosis

dengan

(esterogen

Limb Length Discrepancy 3 cm

menurun)peningkatan

resorpsi tulang dan penurunan formasi tulang terjadi trauma pada tulang panggul

sebelah

kanan

(fraktur

patologis)fraktur

collum

femur

dextradeformitas

(ketidaksejajaran

tulang akibat tulang panjang mengalami pemendekan atau fraktur patologis yg berulangpemendekan

femur

dextra

dibandingkan sinistra Range of motion hip joint dextra Abnormal

11

Ny.

A

67

thn

mengalami

terbatas karena nyeri

osteoporosispeningkatan

resorpsi

tulang dan penurunan formasi tulang terjadi trauma pada tulang panggul sebelah

kanan

patologis)fraktur

(fraktur collum

femur

dextraterjadi perubahan regulasi yang menekan nervus femoralismerangsang ujung

saraf

bebas

nosiseptornyeri

range of motion hip joint terbatas

b. Bagaimana prosedur pemeriksaan pada kasus muskuloskeletal? Pemeriksaan fisik pada sistem muskuloskeletal kadang-kadang cukup sulit untuk dilakukan karena melibatkan organ-organ dengan struktur anatomi yang berbeda. Pemeriksaan fisik yang komprehensif menyita waktu cukup lama sehingga tidak perlu dilakukan semuanya. Sebagian besar rematologis melakukan pemeriksaan skrining singkat sebagai pendahuluan, dilanjutkan pemeriksaan yang lebih detil pada bagian yang ada kelainan. Idealnya pemeriksaan skrining ini harus menjadi bagian pemeriksaan rutin pasienpasien dengan keluhan muskuloskeletal. Pemeriksaan skrining yang sering digunakan rematologis, menggunakan metode GALS (gait, arms, legs dan spine). Metode ini dapat dikerjakan dengan cepat, reliabel dan mencakup bagian-bagian sistem muskuloskeletal yang sering mengalami masalah, seperti vertebra lumbalis, panggul, lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan tangan. Jika didapatkan kelainan dengan metode GALS, pemeriksaan lanjutan dilakukan lebih komprehensif dan rinci dengan metode REMS (regional examination of the musculoskeletal systems). Prinsip pemeriksaan dengan metode REMS

adalah ‘look, feel, move,

function” terhadap sendi yang abnormal. ‘Look’ untuk melihat adanya bengkak dan deformitas, “feel” untuk menilai apakah perabaan terhadap bengkak tersebut lunak (jaringan lunak atau cairan), panas atau dingin atau bengkak yang keras (tulang). ‘Move’ berarti menilai gerakan sendi, ROM (range of movement), dan kestabilan sendi. Penilaian 12

ROM idealnya dilakukan menggunakan busur derajat, tetapi apabila tidak tersedia bisa dengan membandingkan terhadap sendi sisi satu lagi. Seandainya kelainan pada sendi bersifat bilateral, dapat dibandingkan dengan sendi pemeriksa. Terakhir lakukan penilaian terhadap fungsi sendi tersebut dan pengaruh terhadap jaringan atau organ disekitarnya. 4. Dari pemeriksaan radiologi, didapatkan adanya fraktur collum femur dextra. a. Jelaskan anatomi dari Hip Joint dan femur?

13

b. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang? Fraktur femur collum dextra Menopause penurunan sekresi estrogen,penurunan reabsorpsi kalsium ginjal,Gangguan fungsi osteoblas & Peningkatan resorpsi tulang atau penurunan pembentukan tulang,  Osteoporosis Penurunan densitas massa tulang & kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang. selain itu pada usia lanjut juga terjadi peningkatan risiko jatuh (aktivitas otot menurun,gangguan keseimbangan,gangguan penglihatan,dll) fraktur collum femur dextra.

c. Apa jenis-jenis fraktur? Secara umum, keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut a. Fraktur tertutup (simple fraktur). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. b. Fraktur terbuka (compound fraktur). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam),atau from without (dari luar). Jenis-jenis fraktur tersebut adalah 14

-

simple fraktur (fraktur tertutup)

-

compound fracture (fraktur terbuka)

-

transversefraktur (fraktur transversal/sepanjang garis tengah tulang)

-

spiral fraktur (fraktur yang memuntir seputar batang tulang)

-

impact fraktur (fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lain)

-

greenstick fraktur (salah satu tulang patah, sedangkan sisi lainnya membengkok),

-

comminuted fraktur (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).

d. Apa tatalaksana awal yang dapat dilakukan sebelum pasien dibawa ke rumah sakit? Tatalaksana fraktur 

Stabilisasi ABCDE (pasien tidak sadar)



Lakukan pemeriksaan look feel move



Imobilisasi yang sesuai dengan lokasi fraktur



-

Pemasangan bidai

-

Penyatuan kembali dengan kain atau elastic ban

Lakukan pemeriksaan look feel move

Keterangan

15

Penatalaksanaan fraktur collum femoris harus dimulai secepat mungkin setelah terjadinya trauma terutama pencegahan pergerakan tungkai atau imobilisasi. Karena apabila tidak tepat saat mengubah posisi pasien dapat menyebabkan fraktur yang semula sederhana menjadi kompleks. Penatalaksanaan untuk pasien berusia 60 tahun kebawah yang mengalami fraktur adalah fiksasi internal dan reduksi tertutup. Untuk pasien berusia 60 keatas disarankan dilakukan hip arthroplasty. Tujuan dari pengklasifikasian adalah pada pasien berusia 60 tahun kebawah mobilitasnya masih cukup tinggi dibandingkan dengan usia 60 tahun keatas, untuk menurunkan resiko terjadinya nekrosis avaskular dan pembentukan tulang kembali pada usia dewasa muda masih mungkin terjadi. Tatalaksana dari fraktur terbuka: 

Beri suntikan anti tetanus sebagai profilaksis dengan dosis 250 U tetanus imunoglobulin.



antibiotik intravena sesegera mungkin.

Tatalaksana dari fraktur tertutup 

stabilisasi ABCDE



imobilisasi yang sesuai dengan lokasi fraktur. Imobilisasi dengan pembidaian dapat dilakukan pada secondary survey kecuali bila luka tersebut mengancam nyawa.

5. Dokter IGD melakukan imobilisasi dengan skin traction menggunakan beban 5 kg dan pemberian analgetik. Selanjutnya pasien akan dilakukan Partial Hip Replacement. a. Apa tujuan dilakukannya imobilisasi dengan skin traction menggunakan beban 5 kg dan pemberian analgetik? Skin traction dilakukan dengan tujuan mengembalikan posisi tulang yang mengalami fraktur ke tempat semula. Pemberian analgetik dilakukan untuk mengatasi nyeri yang hebat dirasakan oleh Ny.A. analgetik menjadi tatalaksana awal dalam kasus Ny.A.

16

b. Bagaimana

prosedur

melakukan

imobilisasi

dengan

skin

traction

menggunakan beban 5 kg? Traksi kulit(skin traction) merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan

terapi definitif untuk mengurangi spasme otot, yaitu dengan

menarik bagian tulang yang patah dengan menempelkan plester langsung pada

kulit

untuk

mempertahankan

bentuk, membantu menimbulkan

spasme otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Beban pada traksi kulit sebesar 1/7 dari berat badan,maksimal 5kg.

c. Apa saja jenis analgetik yang dapat diberikan kepada Ny. A? Rasa nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori a. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid dan lain-lain ) dapat diatasi dengan asetosal, parasetamol, bahkan plasebo. b. Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumatik) memerlukan analgetik perifer kuat. c. Nyeri hebat (kolik, kejang usus, kolik, batu empedu, kolik batu ginjal, kanker, harus diatasi dengan analgetik sentral atau analgetik narkotik) Indikasi analgesik yang digunakan: tipe analgesik untuk nyeri ringan d. Apa indikasi dan tujuan dilakukannya Partial Hip Replacement? 1. Fraktur femur, di mana fraktur terjadi tepat di bawah ball-and-socket hip joint menyebabkan bola terlepas dari sisa tulang femur atau tulang

17

femur. Suplai darah ke bagian tulang yang retak sering terganggu pada saat cedera dan beresiko tinggi tidak sembuh ketika fraktur mengalami pergeseran yang parah. 2. Osteoartritis: degenerasi kartilago yang terletak di ujung tulang pinggul. 3. Rheumatoid arthritis: peradangan membran sinovial di sendi pinggul menyebabkan produksi cairan sinovial abnormal. 4. Rematik traumatik, dari patah tulang pinggul atau cedera pinggul yang parah. 5. Avascular necrosis di mana kepala tulang femur mati karena kekurangan suplai darah, dan banyak penyakit degeneratif lainnya juga merupakan faktor yang menyebabkan patahnya kaput femur. 6. a.

Algoritma penegakan diagnosis

Karena kekuatan tulang tidak dapat diukur secara langsung, penilaian kepadatan mineral tulang yang digunakan, yang merupakan 70% dari kekuatan tulang. Kepadatan mineral tulang yang rendah telah dikaitkan dengan peningkatan risiko patah tulang. X-ray sangat berguna hanya dalam mengidentifikasi pasien yang diduga patah tulang dan tidak direkomendasikan untuk diagnosis osteoporosis (Burns et al.,2008). Dalam melakukan diagnosis, sebuah riwayat pasien harus diperoleh untuk mengidentifikasi riwayat patah tulang dewasa ,penyakit penyerta, operasi, jatuh, dan adanya faktor risiko untuk osteoporosis (Wells et all, 2009). 18

·

Pemeriksaan fisik lengkap dan analisis laboratorium yang diperlukan untuk

menyingkirkan penyebab sekunder dan untuk menilai kyphosis dan sakit punggung. Pengujian laboratorium dapat termasuk pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati, kreatinin, urea nitrogen, kalsium, fosfor, alkali fosfatase, albumin, tiroid-stimulating hormone, testosteron bebas, 25-hydroxyvitamin D, dan konsentrasi urin 24 jam kalsium dan fosfor. Urine atau serum biomarker (misalnya, silang N-telopeptides dari kolagen tipe I, osteokalsin) kadang-kadang juga digunakan. Pengukuran BMD dari pusat (pinggul dan tulang belakang) dengan dual-energi xray absorptiometry (DXA) adalah standar emas untuk diagnosis osteoporosis. Pengukuran di lokasi perifer (lengan, tumit, dan falang) dengan USG atau DXA hanya digunakan untuk tujuan skrining dan untuk menentukan kebutuhan pengujian lebih lanjut. Sebuah T-score adalah perbandingan BMD pasien yang diukur dengan rata-rata BMD sehat, usia muda (20 - sampai 29 tahun), jenis kelamin cocok, populasi kulit putih. T-skor adalah jumlah deviasi standar dari rerata populasi referensi. Diagnosis osteoporosis berdasarkan DXA trauma patah tulang rendah atau pusat pinggul dan atau tulang belakang menggunakan batasan Tskor WHO. Massa tulang normal memiliki T-score lebih besar dari -1; osteopenia adalah sebuah Tscore dari -1 sampai -2,4 ; dan osteoporosis adalah memiliki T-score pada atau di bawah 2,5.

19

b.

c.

Diagnosis banding -

Illiopsoas tendinitis

-

Hip tendinitis

-

Bursitis

-

Femural head avascular necrosis

Diagnosis kerja Fraktur femur et causa osteoporosis

d.

Definisi Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah

e.

Epidemiologi Pada tahun 2003 WHO mencatat lebih dari 75 juta orang di Eropa, Amerika dan Jepang menderita osteoporosis dan penyakit tersebut mengakibatkan 2,3 juta kasus patah tulang per tahun di Eropa dan Amerika. Sedang di Cina tercatat angka kesakitan sebesar 7% dari jumlah populasi.

20

Prevalensi osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria. terdeteksi menderita osteopenia.Salah satu penyebab tingginya risiko osteoporosis di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup masyarakat yang pada tahun 2005 mencapai 67,68 tahun, akan tetapi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis masih rendah

f.

Etiologi dan faktor risiko Etiologi: Multifaktorial Faktor risiko: - Usia: penambahan 1 dekade berhubungan dengan peningkatan risiko 1,4-1,8 kali - Genetik: (kaukasia/oriental lebih sering daripada kulit hitam/polinesia), jenis kelamin (perempuan lebih sering daripada laki-laki), riwayat keluarga - Lingkungan: defisiensi kalsium, kurangnya aktivitas fisik, obat-obatan (glukokortikoid, antikonvulsan, heparin, siklosporin, obat sitotoksik, litium, aluminium), merokok, alkohol, peningkatan risiko jatuh - Hormonal dan penyakit kronis: defisiensi estrogen, androgen, tiroksikosis, hiperparatiroidisme primer, hipekortisolisme, sirosis hepatis, gagal ginjal, gastrektomi - Densitas tulang, ukuran dan geometri tulang, mikroarsitektur, komposisi tulang.

g.

Klasifikasi 1. Osteoporosis primer Penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) a. Osteoporosis tipe I (osteoporosis pascamenopause) b. Osteoporosis tipe II (osteoporosis senilis) Estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis primer (Riggs dan Melton). 2. Osteoporosis sekunder 21

Penyebabnya diketahui

h.

Manifestasi klinis Osteoporosis sering juga disebut silent killer karena penyakit ini tidak menunjukkan tanda dan gejala yang jelas. Umumnya, para penderita tidak mengeluh sakit, kecuali nyeri pada tulang. Gejala osteoporosis lainnya yang harus diwaspadai adalah: 1. Tinggi badan memendek 2. Sakit pinggang atau punggung 3. Tubuh bungkuk (kifosis)

i.

Pathogenesis dan patofisiologi

22

Patogenesis Osteoporosis Massa tulang pada orang dewasa yang lebih tua setara dengan puncak massa tulang puncak yang dicapai pada usia 18-25 tahun dikurangi jumlah tulang yang hilang. Puncak massa tulang sebagian besar ditentukan oleh faktor genetic, dengan kontribusi dari gizi, status endokrin, aktivitas fisik dan kesehatan selama pertumbuhan. Proses remodeling tulang yang terjadi bertujuan untuk mempertahankan tulang yang sehat dapat dianggap sebagai program pemeliharaan, yaitu dengan menghilangkan tulang tua dan menggantikannya dengan tulang baru. Kehilangan tulang terjadi ketika keseimbangan ini berubah, sehingga pemindahan tulang berjumlah lebih besar daripada penggantian tulang. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena adanya menopause dan bertambahnya usia. Pemahaman patogenesis osteoporosis primer sebagian besar masih deskriptif. Penurunan massa tulang dan kerapuhan meningkat dapat terjadi karena kegagalan untuk mencapai puncak massa tulang yang optimal, kehilangan tulang yang diakibatkan oleh resoprsi tulang meningkat, atau penggantian kehilangan

tulang

yang

tidak

adekuat

sebagai

akibat

menurunnya

pembentukan tulang. Selain itu, analisis patogenesis osteoporosis harus mempertimbangkan heterogenitas ekspresi klinis. 23

Patofisiologi Osteoporosis Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang. Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan pertumbuhan linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang baru pada permukaan luar korteks.Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana juga transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan jaringan tulang secara keseluruhan. Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGF–II, transforming growth factor (TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin, dan anggota superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer memodulasi kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan tulang baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab untuk komunikasi di antara osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain, dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan (reseptor aktivator dari NF-kappa-B; RANKL). RANKL, anggota dari keluarga TNF, disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu dari sistem imun. Reseptor osteoklas untuk protein ini disebut sebagai RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur final umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan humoral 24

untuk

RANKL,

juga

disekresikan

oleh

osteoblas,

disebut

sebagai

osteoprotegerin. Modulasi perekrutan dan aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor ini. Pengaruh tambahan termasuk gizi (khususnya asupan kalsium) dan tingkat aktivitas fisik. Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas sinovial, dan sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke reseptor ikatan-membran RANK untuk memicu diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas. Sebaliknya ekspresi osteoproteregin (OPG) diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme tulang dan memicu efek anabolik. OPG mengikat dan menetralisir RANKL, memicu hambatan osteoklastogenesis dan menurunkan survival osteoklas yang sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti NBF; PTH, hormon paratiroid; PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis factor; LIF, leukemia inhibitory factor; TP, thrombospondin; PDGF, platelet- derived growth factor; OPG-L, osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth factor. Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang. j.

Tatalaksana Farmakoterapi 

Pada perempuan pasca menopause: estrogen terkonjugasi 0,3125-1,25 mg/hari per oral dikombinasikan dengan medroksiprogesteron asetat 2,510 mg /hari per oral setiap hari secara kontinu

25



Pada perempuan pra menopause: estrogen terkonjugasi 0,3125-1,25 mg/ hari per oral diberikan pada 1-25 siklus haid. Kedua obat tersebut diberhentikan pada hari 26-28 siklus haid dianggap sebagai hari 1 siklus berikutnya. Kontraindikasi absolut: karsinoma payudara, karsinoma endometrium, hiperplasia endometrium, kehamilan, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi tidak terkontrol, trombosis, karsinoma ovarium dan gangguan hati. Kontraindikasi relatif: penggunaan estrogen infark miokard , stroke, hiperlipidemia familial, riwayat keluarga kanker payudara, kegemukan, perokok, endometriosis, melanoma maligna, migren, diabetes melitus tidak terkontrol, gangguan ginjal.



SERM (selective estrogen reseptor modula-tors): raloksifen. Termasuk golongan antiestrogen yang emiliki efek seperti estrogen pada tulang dan lipid, namun tanpa efek perangsangan endometrium dan sel glandula mammae. Penggunaan dosis yang disarankan adalah 60 mg/hari per oral. Kontraindikasi penggunaan : kehamilan



Bisfosfonat, bekerja dengan menghambat kerja osteoklas.



Strontium ranelat, memiliki efek ganda, yaitu meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Obat diberikan dengan dosis 2 gram/hari per oral (dalam bentuk granul), diberikan malam hari.



Kalsium. Perparat yang direkomendasikan ialah kalsium karbonat (mengandung kalsium elemen 230 mg/gram) sediaan 500 mg 2-3 kali/hari per oral, Nonfarmakoterapi •

Lakukan aktifitas fisik secara teratur  berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda, berenang



Jaga asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari



Hindari merokok dan minum alkohol



Hindari mengangkat barang-barang berat



Hindari defisiensi vitamin D  periksa 25(OH)D serum  bila ↓ berikan suplementasi vit D 400 iu/hari atau 800 iu/hari



Hindari peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal  membatasi asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal 26



Bila ekskresi kalsium urine > 300 mg/hari  berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari)

k.

KIE PROMOTIF Melakukan edukasi dan penyuluhan mengenai penyakit dengan cara menghindari merokok, minum alkohol, dll. PREVENTIF a. Menganjurkan untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk mengurangi risiko jatuh b. Menjaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, dapat diberikan suplemen bila perlu c. Hindari merokok, minum alkohol, mengangkat beban berat d. Membatasi asupan natrium sampai 3 g/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium ditubulus ginjal

l.

Komplikasi 1. fraktur spontan ketika tulang kehilangan densitasnya dan menjadi rapuh serta lemah 2. syok, pendarahan, atau emboli lemak (kondisi fraktur yang fatal) Pada banyak kasus, cukup sulit untuk membedakan gejala osteoporosis maupun komplikasi osteoporosis karena osteoporosis disebut dengan silent disease yang tidak menunjukan gejala klinis sampai munculnya fraktur.

m. Prognosis Prognosis osteoporosis adalah baik jika kerusakan tulang terdeteksi pada fase awal dan intervensi yang tepat dilakukan. Pasien dapat meningkatkan BMD dan mengurangi risiko fraktur dengan obat anti-osteoporosis yang tepat. Selain itu, pasien dapat mengurangi risiko jatuh dengan rehabilitasi dan modifikasi lingkungan. Memburuknya status medis dapat dicegah dengan memberikan manajemen nyeri yang tepat dan, jika diindikasikan, perangkat orthotic.

27

n.

KDU Fraktur patologis (2) Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Osteoporosis (3A) Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk. 3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

28

IV. SINTESIS 1. -

ANATOMI FEMUR DAN HIP JOINT FEMUR

Femur adalah tulang terpanjang pada tubuh dengan karakteristik sebagai berikut: -

Caput femoris berartikulasi dengan acetabulum dari tulang panggul pada persendian panggul. Caput femoris berakhir di collum femoral dan melingkar, permukaan licin dilapisi kartilago. Konfigurasi seperti inilah yang menghasilkan ROM yang luas. Caput menghadap ke medial, atas dan bawah ke acetabulum. Fovea merupakan depresi sentral pada caput dengan ligamentum teres.

-

Collum femoris membentuk sudut 125˚dengan corpus femoralis. Sudut yang berkurang atau melebar yang patologis dinamakan deformitas coxa vara dan coxa vaga.

-

Corpus femoris menentukan panjang tulang. Pada bagian superior terdapat trochanter mayor dan, posteromedial trochanter minor.

Pada anterior terdapat linea

intertrochanterica, dan bagian posterior terdapat crista intertrochanterica yang menghubungkan collum dan corpus femoris. Linea aspera (labium laterale, labium mediale) merupakan crista yang berjalan longitudinal dari permukaan posterior dari femur dan berpisah membentuk linea supracondylaris lateralis dan medialis. Linea medial supracondylaris berujung di tuberculum adductorium. -

Bagian inferior femur terdapat condylus lateralis dan medialis.kedua bagian femur ini dilapisi permukaan artikularis dengan membentuk artikulasi dengan tibia pada sendi patella. Condyles lateralis lebih prominent dari medial yang mencegah displacement dari patella. Kedua condylus bagian posterior dipisahkan oleh fossa intercondylaris yang dalam. Pada bagian anterior inferior femur berartikulasi dengan permukaan posterior patella.

29

-

30

Arteri femoralis -

Perjalanan: a. femoralis dimlai sebagai lanjutan dari a. iliaca external dibelakang ligament inguinal pada titik mid-inguinal. Pada lipat paha, nervus femoralis berjalan medial ke arteri dan keduanya berada dalam selubung femoral. Arteri femoralis berjlanan ke arah inferior dibawah Sartorius dan melewaati canal adductor (hunter’s) menjadi arteri popliteal.

-

Cabang: a. Cabang pada region atas dari femoral triangle 4 cabang menyuplai jaringan superfisial dari abdominal bawah dan perineum. b. Profunda femoris Berawal dari sisi lateral dari arteri femoralis, 4 cm di bawah ligamentum inguinal. Dekat lokasi asalnya, terbagi cabang medial dan lateral circumflex femoral. Cabang profunda mengarah ke bawah dalam adductor longus pada kompartemen medial dari tungkat dan mengeluarkan 4 cabang perforating. Cabang profunda dan perforasi beranastomosis dengan cabang genicular dari arteri popliteal.

31

Nervus femoralis -

Origin: divisi posterior dari anterior primary rami of L2,3,4

-

Asal: n. femoralis turun kea rah inferior melewati fossa iliaca untuk lewat dibawah ligament inguinalis. Pada titik ini n. femoralis berada pada iliacus yang menyuplai dan terletak di lateral corpus femoris. Lalu bercabang dalam femoral triangle hanya dalam jarak yang pendek (5 cm) diatas ligament inguinalis. Arteri sirkumfleks lateral femoralis melewati cabang ini lalu bercabang membentuk cabang superfisial dan profunda. a. Cabang superfisial Terdiri dari cabang cutaneous medial dan intermediet, yang menyuplai kulit aspek anterior dan medial tungkai, dan 2 cabang otot, cabang paling akhir menyuplai Sartorius dan pectineus. b. Cabang profunda Terdiri dari 4 cabang otot yang menyuplai komponen quadriceps femoris dan satu nervus cutaneous-nervus saphenous. Cabang paling akhir satu-satunya cabang yang meluas di atas lutut, yang melewati deep fascia pada adductor canal dan berjalan ke inferior bersamaan dengan vena saphenous mayor untuk suplai kulit pada aspek medial dari tungkai.

32

-

HIP JOINT

Sendi pinggul adalah diarthrosis bola-dan-soket kokoh yang memungkinkan fleksi, ekstensi, adduksi, penculikan, circumduction, dan rotasi. Pada gambarr memperkenalkan struktur sendi panggul. Acetabulum, fosa dalam, mengakomodasi kepala tulang paha. p. 244 Dalam acetabulum, a pad fibrocartilage memanjang seperti tapal kuda ke kedua sisi acetabular notch (Gambar 9-11a). Labrum acetabular, memproyeksikan tepi fibrocartilage, meningkatkan kedalaman rongga sendi. Kapsul artikular dari sendi pinggul sangat luar biasa padat dan kuat. Ini memanjang dari permukaan lateral dan inferior dari panggul girdle ke garis intertrochanteric dan lambang intertrochanteric dari tulang paha, menutup kedua kepala dan leher tulang paha. Pengaturan ini membantu menjaga kepala femoralis bergerak terlalu jauh dari acetabulum. Empat ligamen luas memperkuat kapsul artikular (Gambar 9-11). Tiga dari mereka yang iliofemoral, pubofemoral, dan ligamen ischiofemoral — adalah penebalan regional dari kapsul. Ligamentum acetabular transversa menyilang pada acetabular takik, mengisi celah di perbatasan inferior acetabulum. Ligamen kelima, ligamentum kepala femoralis, atau teres ligamentum (teres, panjang dan bulat), berasal sepanjang ligamentum ligamentum transversal (Gambar 9-11a) dan menempel ke kapitis fovea, lubang kecil di pusat femoralis kepala. Ligamentum ini tegang hanya saat panggul tertekuk dan paha sedang mengalami rotasi lateral. Banyak stabilisasi yang lebih penting disediakan oleh sebagian besar otot sekitarnya, dibantu oleh ligamen dan serat kapsuler. Kombinasi dari soket tulang yang hampir lengkap, yang kuat kapsul artikular, mendukung ligamen, dan berotot padding membuat sendi panggul sendi yang sangat stabil. Itu kepala tulang paha didukung dengan baik, tetapi bola-dan-soket sendi tidak secara langsung sejajar dengan distribusi berat bersama poros. Stres harus ditransfer pada sudut dari sambungan, sepanjang leher femoralis tipis ke panjang tulang paha. Fraktur leher femur atau antara yang lebih besar dan trochanters yang lebih kecil dari tulang paha lebih umum daripada dislokasi panggul. Fraktur femoralis di pinggul sering terjadi pada orang tua dengan osteoporosis berat.

33

2.

METABOLISME KALSIUM Metabolisme kalsium merupakan suatu pergerakan dan regulasi perubahan ion kalsium keluar-masuk beberapa kompartemen tubuh seperti GI tract, plasma darah, cairan ekstraselular dan intraselular, dan jaringan tulang. Dalam mempelajari metabolisme kalsium, perlu diingat bahwa inti bahasannya adalah homeostasis kalsium plasma yang merupakan suatu aksi regulasi ion kalsium dalam plasma darah. Dalam proses ini, jaringan tulang bertindak sebagai tempat penyimpanan kalsium, sehingga ion ini bias dideposit dan diambil kembali dari tulang melalui proses bone remodelling yang melibatkan osteoklas dan osteoblast serta hormone-hormon stimulusnya. Jumlah kalsium plasma darah diatur oleh dua hormone utama yakni kalsitonin dan PTH. Kalsitonin dikeluarkan bila terjadi peningkatan jumlah kalsium dari kadar normal untuk menurunkannya kembali, lain halnya dengan PTH yang bertindak berlawanan dari kalsitonin. Kalsium bias didapatkan melalui du acara, yakni pengambilan kalsium dari deposit kalsium (seperti yang telah dibahas pada paragraph sebelumnya, “mengambil” kalsium dari tulang melalui PTH dan reseptornya, Vitamin D/1,25(OH)2D dan reseptornya, serta kalsium serum terionisasi dan reseptornya), dan dari diet yang mengandung kalsium.

34

-

Intestinal Calcium Absorption Asupan dan penyerapan makanan sangat penting untuk menyediakan kalsium yang cukup untuk menjaga kesehatan simpanan tubuh. Sekitar 30% dari kalsium diet yang dicerna pada orang dewasa yang sehat diserap oleh usus kecil. Penyerapan kalsium adalah fungsi dari transpor aktif yang dikendalikan oleh 1,25 (OH) 2D, yang sangat penting pada asupan kalsium rendah, dan difusi pasif, yang mendominasi pada asupan kalsium tinggi. Biasanya, pada asupan kalsium normal, 1,25 (OH) transportasi bergantung 2D menyumbang mayoritas penyerapan, sedangkan hanya 8 hingga 23% dari penyerapan kalsium keseluruhan disebabkan oleh difusi pasif. Karena hampir semua asupan kalsium makanan diserap dari usus bagian atas, makanan yang sering atau suplemen oral meningkatkan penyerapan kalsium bersih. Bioavailabilitas kalsium diet dapat ditingkatkan. Aluminium hidroksida, yang mengikat fosfat makanan, ketika diambil berlebihan menyebabkan hiperkalsiuria karena peningkatan penyerapan kalsium. Di sisi lain, penyerapan kalsium diturunkan jika bioavailabilitas kalsium diet diturunkan oleh agen pengikat kalsium seperti selulosa, fosfat, dan oksalat. Berbagai penyakit pada usus kecil, termasuk sariawan dan sindrom usus pendek, dapat menyebabkan malabsorpsi kalsium yang berat.

-

Bone Calcium remodelling Tulang remodels terus menerus oleh mekanisme seluler terkoordinasi untuk menyesuaikan kekuatannya dengan perubahan kebutuhan pertumbuhan dan latihan fisik. Tulang yang tua, rusak, dan tidak dibutuhkan dihilangkan oleh resorpsi, dan tulang baru kemudian diendapkan oleh formasi. Penyakit yang mempengaruhi salah satu atau kedua proses ini menyebabkan homeostasis kalsium terganggu.

-

Renal Calcium Excretion Ekskresi kalsium ginjal diatur oleh dua mekanisme utama: reabsorpsi tubular kalsium dan kalsium yang disaring. Gangguan salah satu atau kedua mekanisme ini mengarah ke homeostasis kalsium abnormal. Dalam CKD, gangguan pada homeostasis kalsium adalah umum dan, ketika GFR menurun, gangguan dalam homeostasis kalsium meningkat. Selain regulasi dari kalsium, perlu juga diketahui regulasi dari vitamin D yang berfungsi sebagai stimulator absorbsi kalsium dari usus.

35

36

3. -

OSTEOPOROSIS Definisi Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

-

Epidemiologi Pada tahun 2003 WHO mencatat lebih dari 75 juta orang di Eropa, Amerika dan Jepang menderita osteoporosis dan penyakit tersebut mengakibatkan 2,3 juta kasus patah tulang per tahun di Eropa dan Amerika. Sedang di Cina tercatat angka kesakitan sebesar 7% dari jumlah populasi. Prevalensi osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria. terdeteksi menderita osteopenia.Salah satu penyebab tingginya risiko osteoporosis di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup masyarakat yang pada tahun 2005 mencapai 67,68 tahun, akan tetapi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis masih rendah

-

Etiologi dan faktor risiko Etiologi: Multifaktorial Faktor risiko: o Usia: penambahan 1 dekade berhubungan dengan peningkatan risiko 1,4-1,8 kali o Genetik: (kaukasia/oriental lebih sering daripada kulit hitam/polinesia), jenis kelamin (perempuan lebih sering daripada laki-laki), riwayat keluarga o Lingkungan: defisiensi kalsium, kurangnya

aktivitas fisik, obat-obatan

(glukokortikoid, antikonvulsan, heparin, siklosporin, obat sitotoksik, litium, aluminium), merokok, alkohol, peningkatan risiko jatuh o Hormonal dan penyakit kronis: defisiensi estrogen, androgen, tiroksikosis, hiperparatiroidisme primer, hipekortisolisme, sirosis hepatis, gagal ginjal, gastrektomi o Densitas tulang, ukuran dan geometri tulang, mikroarsitektur, komposisi tulang.

37

-

Klasifikasi 1.

Osteoporosis primer Penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) a. Osteoporosis tipe I

(osteoporosis pascamenopause)

b. Osteoporosis tipe II

(osteoporosis senilis)

Estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis primer (Riggs dan Melton). 2. Osteoporosis sekunder Penyebabnya diketahui

-

Manifestasi klinis Osteoporosis sering juga disebut silent killer karena penyakit ini tidak menunjukkan tanda dan gejala yang jelas. Umumnya, para penderita tidak mengeluh sakit, kecuali nyeri pada tulang. Gejala osteoporosis lainnya yang harus diwaspadai adalah: 1. Tinggi badan memendek 2. Sakit pinggang atau punggung 3. Tubuh bungkuk (kifosis)

-

Pathogenesis dan patofisiologi

38

Patogenesis Osteoporosis Massa tulang pada orang dewasa yang lebih tua setara dengan puncak massa tulang puncak yang dicapai pada usia 18-25 tahun dikurangi jumlah tulang yang hilang. Puncak massa tulang sebagian besar ditentukan oleh faktor genetic, dengan kontribusi dari gizi, status endokrin, aktivitas fisik dan kesehatan selama pertumbuhan. Proses remodeling tulang yang terjadi bertujuan untuk mempertahankan tulang yang sehat dapat dianggap sebagai program pemeliharaan, yaitu dengan menghilangkan tulang tua dan menggantikannya dengan tulang baru. Kehilangan tulang terjadi ketika 39

keseimbangan ini berubah, sehingga pemindahan tulang berjumlah lebih besar daripada penggantian tulang. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena adanya menopause dan bertambahnya usia. Pemahaman patogenesis osteoporosis primer sebagian besar masih deskriptif. Penurunan massa tulang dan kerapuhan meningkat dapat terjadi karena kegagalan untuk mencapai puncak massa tulang yang optimal, kehilangan tulang yang diakibatkan oleh resoprsi tulang meningkat, atau penggantian kehilangan tulang yang tidak adekuat sebagai akibat menurunnya pembentukan tulang. Selain itu, analisis patogenesis osteoporosis harus mempertimbangkan heterogenitas ekspresi klinis. Patofisiologi Osteoporosis Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang. Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan pertumbuhan linier

dan

dengan

aposisi

dari

jaringan

tulang

baru

pada

permukaan

luar

korteks.Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana juga transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan jaringan tulang secara keseluruhan. Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGF–II, transforming growth factor (TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin, dan anggota superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer memodulasi kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan tulang

40

baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab untuk komunikasi di antara osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain, dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan (reseptor aktivator dari NF-kappa-B; RANKL). RANKL, anggota dari keluarga TNF, disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu dari sistem imun. Reseptor osteoklas untuk protein ini disebut sebagai RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur final umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan humoral untuk RANKL, juga disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai osteoprotegerin. Modulasi perekrutan dan aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor ini. Pengaruh tambahan termasuk gizi (khususnya asupan kalsium) dan tingkat aktivitas fisik. Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas sinovial, dan sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke reseptor ikatan-membran RANK untuk memicu diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas. Sebaliknya ekspresi osteoproteregin (OPG) diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme tulang dan memicu efek

anabolik.

OPG

mengikat

dan

menetralisir

RANKL,

memicu

hambatan

osteoklastogenesis dan menurunkan survival osteoklas yang sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti NBF; PTH, hormon paratiroid; PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis factor; LIF, leukemia inhibitory factor; TP, thrombospondin; PDGF, platelet- derived growth factor; OPG-L, osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth factor. Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang.

41

-

Algoritma penegakan diagnosis

Karena kekuatan tulang tidak dapat diukur secara langsung, penilaian kepadatan mineral tulang yang digunakan, yang merupakan 70% dari kekuatan tulang. Kepadatan mineral tulang yang rendah telah dikaitkan dengan peningkatan risiko patah tulang. X-ray sangat berguna hanya dalam mengidentifikasi pasien yang diduga patah tulang dan tidak direkomendasikan untuk diagnosis osteoporosis (Burns et al.,2008). Dalam melakukan diagnosis, sebuah riwayat pasien harus diperoleh untuk mengidentifikasi riwayat patah tulang dewasa ,penyakit penyerta, operasi, jatuh, dan adanya faktor risiko untuk osteoporosis (Wells et all, 2009). ·

Pemeriksaan fisik lengkap dan analisis laboratorium yang diperlukan untuk

menyingkirkan penyebab sekunder dan untuk menilai kyphosis dan sakit punggung. Pengujian laboratorium dapat termasuk pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati, kreatinin, urea nitrogen, kalsium, fosfor, alkali fosfatase, albumin, tiroid-stimulating hormone, testosteron bebas, 25-hydroxyvitamin D, dan konsentrasi urin 24 jam kalsium dan fosfor. Urine atau serum biomarker (misalnya, silang N-telopeptides dari kolagen tipe I, osteokalsin) kadang-kadang juga digunakan. Pengukuran BMD dari pusat (pinggul dan tulang belakang) dengan dual-energi xray absorptiometry (DXA) adalah standar emas untuk diagnosis osteoporosis. Pengukuran di lokasi perifer (lengan, tumit, dan falang) dengan USG atau DXA hanya digunakan untuk tujuan skrining dan untuk menentukan kebutuhan pengujian lebih lanjut.

42

Sebuah T-score adalah perbandingan BMD pasien yang diukur dengan rata-rata BMD sehat, usia muda (20 - sampai 29 tahun), jenis kelamin cocok, populasi kulit putih. T-skor adalah jumlah deviasi standar dari rerata populasi referensi. Diagnosis osteoporosis berdasarkan DXA trauma patah tulang rendah atau pusat pinggul dan atau tulang belakang menggunakan batasan Tskor WHO. Massa tulang normal memiliki T-score lebih besar dari -1; osteopenia adalah sebuah Tscore dari -1 sampai -2,4 ; dan osteoporosis adalah memiliki T-score pada atau di bawah 2,5.

- Diagnosis banding - Illiopsoas tendinitis - Hip tendinitis - Bursitis - Femural head avascular necrosis

43

-

Tatalaksana Farmakoterapi 

Pada perempuan pasca menopause: estrogen terkonjugasi 0,3125-1,25 mg/hari per oral dikombinasikan dengan medroksiprogesteron asetat 2,5-10 mg /hari per oral setiap hari secara kontinu



Pada perempuan pra menopause: estrogen terkonjugasi 0,3125-1,25 mg/ hari per oral diberikan pada 1-25 siklus haid. Kedua obat tersebut diberhentikan pada hari 26-28 siklus haid dianggap sebagai hari 1 siklus berikutnya. Kontraindikasi absolut: karsinoma payudara, karsinoma endometrium, hiperplasia endometrium, kehamilan, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi tidak terkontrol, trombosis, karsinoma ovarium dan gangguan hati. Kontraindikasi relatif: penggunaan estrogen infark miokard , stroke, hiperlipidemia familial, riwayat keluarga kanker payudara, kegemukan, perokok, endometriosis, melanoma maligna, migren, diabetes melitus tidak terkontrol, gangguan ginjal.



SERM (selective estrogen reseptor modula-tors): raloksifen. Termasuk golongan antiestrogen yang emiliki efek seperti estrogen pada tulang dan lipid, namun tanpa efek perangsangan endometrium dan sel glandula mammae. Penggunaan dosis yang disarankan adalah 60 mg/hari per oral. Kontraindikasi penggunaan : kehamilan



Bisfosfonat, bekerja dengan menghambat kerja osteoklas.



Strontium ranelat, memiliki efek ganda, yaitu meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Obat diberikan dengan dosis 2 gram/hari per oral (dalam bentuk granul), diberikan malam hari.



Kalsium. Perparat yang direkomendasikan ialah kalsium karbonat (mengandung kalsium elemen 230 mg/gram) sediaan 500 mg 2-3 kali/hari per oral,

Nonfarmakoterapi • Lakukan aktifitas fisik secara teratur  berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda, berenang • Jaga asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari • Hindari merokok dan minum alkohol • Hindari mengangkat barang-barang berat • Hindari defisiensi vitamin D  periksa 25(OH)D serum  bila ↓berikan suplementasi vit D 400 iu/hari atau 800 iu/hari 44

• Hindari peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal  membatasi asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal •

Bila ekskresi kalsium urine > 300 mg/hari  berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari)

-

KIE PROMOTIF Melakukan edukasi dan penyuluhan mengenai penyakit dengan cara menghindari merokok, minum alkohol, dll. PREVENTIF a. Menganjurkan untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk mengurangi risiko jatuh. b. Menjaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, dapat diberikan suplemen bila perlu c. Hindari merokok, minum alkohol, mengangkat beban berat d. Membatasi asupan natrium sampai 3 g/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium ditubulus ginjal.

-

Komplikasi 1. fraktur spontan ketika tulang kehilangan densitasnya dan menjadi rapuh serta lemah 2. syok, pendarahan, atau emboli lemak (kondisi fraktur yang fatal) Pada banyak kasus, cukup sulit untuk membedakan gejala osteoporosis maupun komplikasi osteoporosis karena osteoporosis disebut dengan silent disease yang tidak menunjukan gejala klinis sampai munculnya fraktur.

-

Prognosis Prognosis osteoporosis adalah baik jika kerusakan tulang terdeteksi pada fase awal dan intervensi yang tepat dilakukan. Pasien dapat meningkatkan BMD dan mengurangi risiko fraktur dengan obat anti-osteoporosis yang tepat. Selain itu, pasien dapat mengurangi risiko jatuh dengan rehabilitasi dan modifikasi lingkungan. Memburuknya status medis dapat dicegah dengan memberikan manajemen nyeri yang tepat dan, jika diindikasikan, perangkat orthotic.

-

KDU 45

Fraktur patologis (2) Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Osteoporosis (3A) Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk. 3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

46

4. FRAKTUR COLLUM FEMUR Definisi Fraktur Collum Femur Fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur. Yang termasuk collum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter. Fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum tulang femur. Rusaknya kontinuitas tulang pangkal yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.

Klasifikasi Fraktur Collum Femur 1.

Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul a. Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur b. Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur c. Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur

2. Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul a. Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor b. Fraktur intertrokanter c. Fraktur subtrokanter Fraktur collum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femur sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter. Klasifikasi fraktur collum femur menurut Garden’s (1961) adalah sebagai berikut : a.Grade I : Fraktur inkomplit (abduksi dan terimpaksi) b.Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran fragmen tulang c.Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian fragmen fraktur (varus malaligment). d.Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang bersinggungan Klasifikasi Pauwel’s untuk fraktur collum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak a. Tipe I : Garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada posisi tegak. 47

b. Tipe II : Garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada posisi tegak. c. Tipe III : Garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal pada posisi tegak.

Etiologi Fraktur Collum Femur Fraktur collum femur banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporosis. Trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi), sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan Fraktur ini juga dapat terjadi pada penderita osteopenia, diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang, misalnya osteomalasia, diabetes, stroke, alkoholisme dan penyakit kronis lainnya. Beberapa keadaan ini meningkatkan kecenderungan pasien terjatuh. Penyebab umum yang mengakibatkan kelemahan pada tulang yaitu : a.Osteoporosis. Penggunaan Vitamin D dan Kalsium diketahui mengurangi terjadinya fraktur patologis sebanyak 43%. b.Homosistein, merupakan suatu asam amino alami yang toksik dan menyebabkan kelainan pada jantung, stroke dan fraktur tulang. Penggunaan vitamin B mengurangi terjadinya fraktur pada 80% pasien setelah 2 tahun. c.Penyakit metabolik lain seperti Penyakit Paget, Osteomalasia dan Osteogenesis Imperfekta. d.Tumor tulang primer yang jinak atau ganas. e.Kanker metastasis pada bagian proksimal femur juga dapat melemahkan tulang dan mempermudah terjadinya fraktur patologis. f.Infeksi pada tulang. Elemen lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya fraktur adalah resiko terjatuh atau cedera. Pencegahan agar pasien tidak terjatuh dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien yang beresiko, perawatan harian, penggunaan alat Bantu untuk berjalan, dsb. Pelindung tulang panggul (Hip Protector) berupa alas plastic di sepanjang trochanter dapat digunakan pada pasien yang beresiko.

Manifestasi Klinis Fraktur Collum Femur Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur

48

collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering di temukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jarngan lunak. Deformitas jauh lebih mendukung. Tanda-tanda lokal - Penampilan

: pembengkakan, memar dan deformasi mungkn terlhat jelas.

- Rasa

: terdapat nyeri setempat

- Gerakan

: krepitus dan gerakan abnormal dapat di temukan

Diagnosis Fraktur Collum Femur Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: 1. Syok, anemia atau pendarahan 2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organorgan dalam rongga toraks, panggul dan abdomen 3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis  Pemeriksaan fisik : o Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi,rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakahkulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka o Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan o Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.

Pemeriksaan Radiologi Fraktur Collum Femur Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang belakang.

49

Tujuan pemeriksaan : a. Mempelajari gambaran normal tulang dan sendi b. Konfirmasi adanya fraktur c. Menentukan teknik pengobatan d. Melihat adanya benda asing e. Melihat adanya keadaan patologis Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua: -

Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral

-

Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, diatas dan dibawah sendi yang mengalami fraktur

-

Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.

-

Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang.

-

Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Klasifikasi radiologis Berdasar Lokalisasi -

Diafisial

-

Metafisial

-

Intraartikuler

-

Fraktur dengan dislokasi

Berdasar Konfigurasi -

Fraktur transversal

-

Fraktur oblik

-

Fraktur spiral

-

Fraktur segmental

-

Fraktur komunitif

-

Fraktur impaksi

-

Fraktur epifisis

-

Fraktur depresi 50

Berdasar ekstensi -

Fraktur total

-

Fraktur tidak total

-

Fraktur buckle atau torus

-

Fraktur line hair

-

Fraktur greenstick

Berdasar hubungan fragmen -

Tidak bergeser

-

bergeser

Bergeser : -

Bersampingan

-

Angulasi

-

Rotasi

-

Distraksi

-

overriding

51

Penatalaksanaan Fraktur Collum Femur Penanganan fraktur collum femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah langsung mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit pemendekan.1 Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini pasca bedah a.Terapi Konservatif Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut : a.Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal b.Kesulitan mengamati fragmen proksimal c.Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial. Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction dan buck extension. b.Terapi Operatif Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi yaitu reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku

52

Metode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith Petersen Tripin Nail. Metode terbaru fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression screws. Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan cara memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti prosthesis Austin Moore. Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan. Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulang 3 kali. Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan reposisi terbuka, setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi alat internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau plate.5 Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan penguat) digunakan untuk memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral. Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan (dengan penopang atau alat berjalan) secepat mungkin. Karena itu kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur dibawah 60 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk penderita yang a.Penderita yang sangat tua dan lemah b.Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup c.Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukan dengan pendekatan posterior. Penggantian pinggul total mungkin lebih baik : a.Bila terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan acetebulum. b.Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit metastatik. Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau tanpa gagal-pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan prosthesis metal. Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat berjalan selama beberapa hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul minimal dan panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur ini biasanya sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi, tetapi apabila tidak sembuh atau terjadi disimpaksi yang tidak stabil atau nekrosis avaskuler, penanganannya sama dengan yang di atas.

53

Komplikasi Fraktur Collum Femur Komplikasi umum yang biasa menyertai cedera atau tindakan operasi pada pasien usia lanjut misalnya trombosis vena tungkai bawah, embolisme paru, pneumonia dan ulkus dekubitus. Kelainan yang terdapat sebelum fraktur terjadi dapat memperberat kondisi pasien. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% pasien dengan pergeseran fraktur dan 10% pada pasien fraktur tanpa pergeseran. Beberapa minggu setelah cedera, pemeriksaan scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada sinar X berupa meningkatnya kepadatan kaput femoris mungkin tidak nyata selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kolapsnya kaput femur akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Terapinya adalah dengan penggantian sendi total Fraktur non union ditemukan pada lebih dari sepertiga fraktur leher femur, dan resiko ini terutama meningkat pada pasien yang mengalami pergeseran berat. Terdapat banyak penyebab buruknya suplai darah, akibat tidak sempurnanya reduksi, tidak cukupnya fiksasi dan lambatnya penyembuhan yang merupakan tanda khas untuk fraktur intraartikular.5 Adanya tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan screw yang keluar atau terjulur ke lateral. Pasien akan mengeluhkan nyeri, tungkai memendek dan sukar berjalan. Nekrosis avaskular atau kolapsnya kaput femur dapat mengakibatkan osteoartritis sekunder setelah beberapa tahun. Bila gerakan sendi berkurang dan meluasnya kerusakan sampai ke permukaan sendi, perlu dilakukan penggantian sendi total.

54

5. PEMERIKSAAN FISIK ORTHOPEDI PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI UMUM Pemeriksaaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik pemeriksaan secara alami bervariasi pada setiap individu, tetapi pada dasarnya dibutuhkan suatu pemeriksaan yang rutin atau baku, tahap demi tahap agar pemeriksaan tidak berulang. Pemeriksaan fisik juga disesuaikan dengan keadaan dan kondisi penderita, misalnya penderita yang memerlukan penanganan darurat maka pemeriksaan fisik yang dilakukan seperlunya sesuai dengan kebutuhan yang ada. 1. Status generalis dalam pemeriksaan ortopedi secara umum, saat penderita datang pada kita sudah merupakan suatu pemeriksaan awal menyeluruh secara sambil lalu dengan melihat postur dan cara berjalan penderita. Pemeriksaan fisik ortopedi yang dilakukan meliputi : 

Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama yang dikeluhkan dilakukan secar teliti. Tetapi harus diingat bahwa keluhan pada satu tempat mungkin akibat dari kelainan pada tempat lain, sehingga tidak cukup hanya dengan memeriksa pada tempat dengan keluhan utama.



Pemeriksaan kemungkinan nyeri kiriman dari sumber ditempat lain ( reffered pain )

Untuk pemeriksaan muskuloskeletal diperlukan peralatan-peralatan : 1. Stetoskop

5. Kapas

2. Refleks Hammer

6. Jarum kecil

3. Pensil untuk kulit (marker)

7. Senter saku

4. Meteran

8. Geniometer

Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita datang ke dokter dengan mengamati penampakan umum penderita, raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur, proporsi tinggi badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh kiri dan

55

kanan, cara berjalan dan tingkah laku, ekspresi wajah, kecemasan serta reaksi emosional lainnya untuk melihat aspek-aspek emosional dan somatis dari penderita. Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam memperkuat penemuan-penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat dan anamnesis yang telah kita buat dan menambah atau mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan. Pemeriksaan Fisik Ortopedi

Inspeksi (look)

Palpasi (feel)

Gerak (move)

Bagian distal

Bagian utama

Bagian lain

Kulit

Jaringan lunak

Tulang dan sendi

Pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen 2. Pemeriksaan Lokalis Pemeriksaan dilakukan secara sitematis dengan urutan-urutan sebagai berikut:





Inspeksi (Look)



Palpasi (Feel)



Kekuatan otot (Power)



Penilaian gerakan sendi baik pergerakan aktif maupun pasif (Move)



Auskultasi

Uji-uji fisik khusus

56

Inspeksi (Look) Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa. Pada inspeksi secara umum diperhatikan raut muka penderita, apakah terlihat kesakitan. Cara berjalan sekurang-kurangnya 20 langkah, cara duduk dan cara tidur. Inspeksi dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan pada : a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit. b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringan lemak, fasia, kelenjar limfe. c. Tulang dan Sendi d. Sinus dan jaringan parut 

Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau dalam sendi.



Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma atau supurasi.

Palpasi (Feel) Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah: a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan arteri dapat diraba atau tidak. b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan membran sinovia, penebalan membran jaringan sinovia, adanya tumor dan sifatnya, adanya cairan di dalam/ di luar sendi atau adanya pembengkakan. c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah nyeri setempat atau nyeri yang bersifat kiriman dari tempat lain (referred pain). d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang atau adanya gangguan di dalam hubungan yang normal antara tulang yang satu dengan lainnya. e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama untuk anggota gerak bawah dimana adanya perbedaan panjang merupakan suatu hal yang penting untuk dicermati. Pengukuran juga berguna untuk mengetahui adanya atrofi/pembengkakan otot dengan membandingkan dengan anggota gerak yang sehat. f. Penilaian deformitas yang menetap;pemeriksaan ini dilakukan apabila sendi tidak dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal.

57

Kekuatan Otot (Power) Pemeriksaan kekuatan otot penting artinya untuk diagnosis, tindakan, prognosis serta hasil terapi. Penilaian dilakukan menurut Medical Research Council dimana kekuatan otot dibagi dalam grade 0-5, yaitu: Grade 0 Tidak ditemukan adanya kontraksi otot. Grade 1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi. Grade 2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi. Grade 3 Disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. Grade 4 Kekuatan otot seperti pada grade 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan. Grade 5 Kekuatan otot normal. Pergerakan (Move) Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang aktif merupakan pergerakan sendi yang dilakukan oleh penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan bantuan pemeriksa. Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai: a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif 58



Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit



Apakah gerakan ini disertai dengan adanya krepitasi

b. Stabilitas sendi Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligamen yang mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligamen dan gerakan sendi diamati. c. Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement) Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif. Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan abnormal dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi, plantar fleksi, inversi dan eversi.

59

V. KERANGKA KONSEP

60

VI. KESIMPULAN Ny. A, 67 tahun mengalami fraktur patologis collum femur dextra et causa osteoporosis primer

61

VIII. DAFTAR PUSTAKA Adak, M. Calcium Metabolism and It’s Regulation. Anna Medical College and Research Center (https://www.omicsonline.org/editor-pdf/Manoranjan_Adak.pdf) diakses tanggal 11 Desember 2018 Appley AG,Solomon L.: Appleys System of Orthopaedics and Fractures. 8th Ed. Oxford. Butterworh-Heinemann. 2001,.105-116 Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi IV. Jakarta: Penerbitan. Media Aesculapius FKUI. Faiz O., dan Moffat D. Anatomy at A Glance. Italy: Blackwell Science Ltd. 2002. Guyton A., Hall J. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Kumar,

Abbas,

Fausto,

Mitchelle.

Robbins

basic

pathology.

8th

ed.

(http://emedicine.medscape.com/article/330598-workup#aw2aab6b5b3) diakses tanggal 11 Desember 2018 Martini F., Nath J., Bartholomew E. fundamentals of Anatomy & Physiology. Edisi 10. San Francisco: Pearson Education Inc. 2015. Noor, Zairin. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 2017. Peacock, Munro. 2010. Calcium Metabolism in Health and Disease. CJASN (https://cjasn.asnjournals.org/content/5/Supplement_1/S23) diakses tanggal 11 Desember 2018 Porter JL, Varacallo M. Osteoporosis. [Updated 2018 Nov 15]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018 Jan-. Available from: (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441901/) diakses tanggal 11 Desember 2018 Rasjad Chairuddin, MD, Ph.D. Pengantar Ilmu bedah orthopedic. 3rd ed. Jakarta. Yarsif Watampone. 2007,.185-188 Rasmin Menaldi, dkk. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Edisi kedua. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia Rosen CJ. The Epidemiology and Pathogenesis of Osteoporosis. [Updated 2017 Feb 21]. In: De Groot LJ, Chrousos G, Dungan K, et al., editors. Endotext [Internet]. South 62

Dartmouth (MA): MDText.com, Inc.; 2000-. Available from: (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279134/) diakses tanggal Desember 2018 Setiyohadi,Bambang.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam.Edisi VI jilid III.Jakarta: Interna Publishing. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi 7. Kanada: Brooks/Cole, Cengage Learning. 2010. Shiel, William C. Osteoporosis. Medicinenet (https://www.medicinenet.com/osteoporosis/article.htm#osteoporosis_facts) diakses tanggal 11 Desember 2018 Shuenke M., Schulte E., Schumacher U. Atlas of Anatomy: Latin Nomenclature. New York: Thieme Medical Publisher Inc. 2009.

63

Related Documents


More Documents from "Kurniati Fadilah"