Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Kardio B5.docx

  • Uploaded by: Kurniati Fadilah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Kardio B5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,752
  • Pages: 26
LAPORAN TUTORIAL BLOK SISTEM KARDIOVASKULER SKENARIO 3

SESAK NAPAS SAAT AKTIFITAS RINGAN

KELOMPOK XV YOGI IRWANSYAH H.

G0016234

HAMMAM HILMAN

G0016100

KARISSA RAHMA A.

G0016124

KURNIATI FADILAH B.

G0016132

MARIZQA ASSYIFA

G0016144

NATHANIA CHRISTABELLA

G0016166

NUR IRFANI AGITA S.

G0016168

RAHMANIA CHANDRA S.

G0016178

SAMANTHA GERALDINE

G0016194

WINDA RAHAYUNINGTYAS

G0016228

BERLIANNUR ROMADHON

G0016044

TUTOR : Anik Lestari, dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2018

SKENARIO 3

SESAK NAPAS SAAT AKTIFITAS RINGAN Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak napas sejak 1 tahun yang lalu dan bertambah berat sejak 1 minggu terakhir. Sesak napas dirasakan timbul saat aktifitas ringan dan saat berbaring. Pasien sering terbangun tiba-tiba saat tidur malam hari karena sesak napas dan akan membaik bila posisi duduk. Dua bulan yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit karena menderita sakit serupa. Kemudian setelah diberi obat-obatan dan istirahat di rumah sakit, keadaannya membaik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: tekanan darah 180/100 mmHg, denyut nadi 110x/menit, teratur, frekuensi napas 28x/menit, suhu badan 36.5oC, saturasi oksigen 98%, dan JVP meningkat. Inspeksi menunjukkan dinding dada simetris, ictus cordis bergeser ke lateral bawah. Palpasi: ictus cordis di SIC VI, 2 cm lateral linea midclavicularis sinistra. Perkusi: batas jantung kiri di SIC VI, 2 cm lateral linea midclavicularis sinistra, batas jantung kanan di SIC V parasternalis dextra. Auskultasi: bunyi jantung I dan bunyi jantung II normal, terdapat irama gallop S3 dan S4. Pada pemeriksaan paru didapatkan suara dasar vesikuler normal disertai ronkhi basah halus di kedua basal lapang paru. Pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali dan ascites. Kedua tangkai oedem. Pemeriksaan laboratorium kadar Hb 14 gr/dL, serum ureum 65, serum kreatinin 1.0. Pada pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus dengan left axis deviation (LAD) dan Left Ventricular Hypertrophy (LVH). Foto rontgen thorax posisi posteroanterior tampak kardiomegali dengan CTR 0.60, apex bergeser ke lateral bawah dan vaskularisasi paru meningkat.

Foto rontgen thorax posisi posteroanterior

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. 1. Irama gallop : irama diamana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada fase Dyastolik, yang disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal, sehingga terjadi pengisian yang cepat pada ventrikel. 2. Ronkhi basah halus : Bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi yang disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Biasanya terdengar pada pneumonia dan edema paru. 3. LAD : Normalnya aksis jantung berada di antara -30 derajat sampai +90 derajat, pada LAD aksis jantung bergeser menjadi -30 derajat sampai -90 derajat. Penyebabnya dapat akibat adanya penebalan dinding otot bilik jantung kiri (hipertrofi ventrikel kiri), blokade listrik di cabang berkas jantung kiri, infark jantung (serangan jantung) bagian bawah (inferior), penyakit jantung bawaan maupun variasi normal dari letak jantung dan lain sebagainya. 4. S3 : bernada rendah dan dalam keadaan normal terdengar ± 0,015 sampai 0,017 detik setelah bunyi jantung II, terjadi akibat getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat dari ventrikel. Dapat terdengar pada anak sampai dewasa muda. 5. S4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang kompliansnya menurun. Bunyi jantung IV ( atrial gallop ) kadang terdengar pada dewasa muda 0,08 detik sebelum bunyi jantung I dengan intensitas rendah. Bunyi jantung IV pada orang tua dapat terjadi pada blok AV, hipertensi sistemik atau infark miokard.

B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan. 1. Mengapa pasien merasakan sesak napas pada saat beraktivitas ringan dan berbaring? 2. Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan? 3. Mengapa didapatkan hepatomegali dan ascites? 4. Apa arti kelainan dari EKG pasien? Apa penyebabnya? 5. Apa kaitan antara keluhan pasien dengan meningkatnya vaskularisasi paru? 6. Mengapa bisa terjadi oedem?

7. Mengapa tekanan vena jugularis pasien meningkat? 8. Obat apa saja yang telah diberikan oleh dokter? 9. Mengapa pasien sesak napas pada malam hari hingga terbangun?

C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II) 1. Mengapa pasien merasakan sesak napas pada saat beraktivitas ringan dan berbaring? Keluhan ini disebut ortophnea. Yang mana pada posisi berbaring maka aliran darah vena akan balik dari perut dan ekstremitas bawah, sehingga semakin banyak venous return, maka jantung tidak adekuat untuk memompa darah. Kemudian darah mengalir menuju ke paruparu sehingga terjadi kongesti paru yang menurunkan kapasitas vital dan kemampuan paruparu untuk mengembang. Yang mana selanjutnya akan menimbulkan manifestasi berupa sesak napas. Tambahan: Dyspnea. Yang mana keluhan ini merupakan akibat dari terjadinya gangguan pada vena pulmonalis yang mengakibatkan penumpukan cairan pada paru-paru sehingga paru-paru semakin sulit untuk mengembang. Dyspnea saat istirahat karena gagal jantung adalah hasil dari mekanisme berikut: 

Penurunan fungsi paru sekunder akibat peningkatan resistensi saluran napas



Peningkatan dorongan ventilasi sekunder akibat hipoksemia karena peningkatan tekanan baji kapiler pulmonal (PCWP); ventilasi / perfusi (V / Q) tidak cocok karena peningkatan PCWP dan curah jantung yang rendah; dan peningkatan produksi karbon dioksida



Disfungsi otot pernafasan, dengan penurunan kekuatan otot pernafasan, penurunan daya tahan, dan iskemia

2. Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan? Tekanan darah meningkat, Laju pernapasan meningkat, denyut nadi meningkat, suhu normal, gallop menandakan adanya gangguan jantung, suara ronkhi basah halus menandakan adanya gangguan pada paru-paru, Hb normal, ureum meningkat, kreatinin normal, ventrikel kiri membesar karena didapatkan CTR >0.5

3. Mengapa didapatkan hepatomegali dan ascites? Hepatomegali terjadi karena adanya inflamasi pada sel-sel hepar, sehingga menimbulkan nekrosis sel hepar, yang mengakibatkan Cardiac Output menurun, kadar oksigen menurun, dan aliran darah balik dari vena cava inferior menurun, sehingga terjadi kongesti hepar yang menimbulkan hepatomegaly. 4. Apa arti kelainan dari EKG pasien? Apa penyebabnya? -

Axis normal : -30o-(+90o)

-

LAD : -30o-(-90o)

-

RAD : +90o-(+180o) Penyebab : LAD, Left anterior hemiblock, LVH, infark myocard, hiperkalemi, ascites, dan tumor abdomen

5. Apa kaitan antara keluhan pasien dengan meningkatnya vaskularisasi paru? Akan dijelaskan di jump 7 6. Mengapa bisa terjadi oedem? Karena terjadinya gangguan jantung sehingga volume darah menurun, yang mana fungsi dari darah sendiri adalah menahan elektrolit. Sehingga terjadinya penumpukan cairan yang mana menyebabkan peningkatan tekanan vena kapiler. Yang menyebabkan keluarnya cairan intraseluler ke ekstraseluler. Kemudian menyebabkan edema paru yang menimbulkan manifestasi berupa sesak napas. 7. Mengapa tekanan vena jugularis pasien meningkat? Peningkatan tekanan vena jugularis disebabkan karena adanya peningkatan volume dan tekanan pengisian pada bagian kanan. Yang mana akan diikuti dengan terdengarnya bunyi jantung 3 yang menandakan adanya gagal jantung. Tambahan: oedema ginjal dan sirosis hepatis tidak menimbulkan peningkatan tekanan vena jugularis 8. Obat apa saja yang telah diberikan oleh dokter? Akan dijelaskan di jump 7 9. Mengapa pasien sesak napas pada malam hari hingga terbangun?

Keluhan ini disebut dengan Paroxysmal Nocturnal Dyspnea yang mana terjadi karena depresi pada respiratorik di malam hari, sehingga kadar oksigen menurun dan semakin memperparah edema paru, dan lain-lain.

D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III.

Gejala tambahan

Sesak napas

Pemeriksaan Fisik

Anamnesis

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Etiolo -gi

Epidem iologi

Patofisiologi

Gejala dan tanda

Tatala -ksana

Progn -osis

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran. 1. Mengetahui etiologi dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 2. Mengetahui epidemiologi dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 3. Mengetahui patofisiologi dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 4. Mengetahui gejala dan tanda dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 5. Mengetahui tatalaksana dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi

Komp -likasi

6. Mengetahui komplikasi dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 7. Mengetahui prognosis dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi

E. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru Setiap anggota dari kelompok kami mencari referensi untuk membuktikan kebenaran dari sumber yang telah dikemukakan dan prior knowledge kami, serta untuk menjawab persoalan yang belum diketahui (pada Langkah V). Beberapa referensi yang kami dapat berasal dari artikel ilmiah, jurnal ilmiah, dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan dalam blok 13 skenario 1 ini.

F. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh. 1. Mengetahui etiologi dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 

ETIOLOGI GAGAL JANTUNG Mekanisme fisiologis yang menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa : a) Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum ventrikel. b) Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi sistemik. c) Penurunan

kontraktibilitas

miokardium

karena

infark

miokard,

ataupun

kardiomiopati. Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya, mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya dilakukan dengan penuh pertimbangan. Faktor Resiko a. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada LV, infark miokard, obesitas, diabetes. b.

Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik, albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.

c.

Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.

d.

Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.

e.

Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.

f. 

Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga. (Ford et al., 2015)

ETIOLOGI PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI Etiologi penyakit jantung hipertensi merupakan interaksi yang kompleks dari berbagai faktor hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan molekuler. [3] Faktor-faktor ini memainkan peran integral dalam pengembangan hipertensi dan komplikasinya; Namun, peningkatan BP itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor ini. Obesitas telah dikaitkan dengan hipertensi dan LVH dalam berbagai studi epidemiologi, dengan sebanyak 50% pasien obesitas memiliki beberapa derajat hipertensi dan sebanyak 60-70% pasien dengan hipertensi menjadi obesitas. Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan dalam struktur jantung dan fungsi dalam 2 cara: langsung, dengan peningkatan afterload, dan secara tidak langsung, oleh perubahan neurohormonal dan vaskular yang terkait. Peningkatan rawat jalan 24 jam BP dan BP nokturnal telah terbukti lebih erat hubungannya dengan berbagai patologi jantung, terutama pada orang kulit hitam. Patofisiologi dari berbagai efek jantung hipertensi berbeda dan dijelaskan dalam bagian ini.

Hipertrofi ventrikel kiri Dari pasien dengan hipertensi, 15-20% mengembangkan LVH. Risiko LVH meningkat 2 kali lipat oleh obesitas terkait. Prevalensi LVH berdasarkan temuan elektrokardiogram (ECG), yang bukan penanda sensitif pada saat diagnosis hipertensi, adalah variabel. Penelitian telah menunjukkan hubungan langsung antara tingkat dan durasi BP tinggi dan LVH. LVH, didefinisikan sebagai peningkatan massa ventrikel kiri, disebabkan oleh respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai respon kompensasi terhadap peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen (yang sebagian besar terjadi terutama pada kardiomiosit janin), dan, dengan demikian, ke LVH. Selain itu, aktivasi sistem renin-angiotensin, melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I, mengarah ke pertumbuhan komponen matriks interstitium dan sel. Singkatnya, perkembangan LVH ditandai oleh hipertrofi miosit dan oleh ketidakseimbangan antara

miosit dan interstisium struktur skelet miokard. Berbagai pola LVH telah dijelaskan, termasuk remodeling konsentris, LVH konsentris, dan LVH eksentrik. LVH konsentrik adalah peningkatan ketebalan LV dan massa LV dengan peningkatan tekanan diastolik LV dan volume, umumnya diamati pada orang dengan hipertensi; ini adalah penanda prognosis yang buruk pada pasien ini. Bandingkan LVH konsentrik dengan LVH eksentrik, di mana ketebalan ventrikel meningkat tidak seragam tetapi pada lokasi tertentu, seperti septum. Meskipun perkembangan LVH pada awalnya memainkan peran protektif sebagai respon terhadap peningkatan tekanan dinding untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat, hal ini kemudian mengarah pada perkembangan diastolik dan, pada akhirnya, disfungsi miokard sistolik. Menariknya, temuan dari studi prospektif (Studi Multiethnic of Atherosclerosis [MESA] trial) juga menunjukkan risiko yang lebih tinggi mengembangkan hipertensi sistemik di antara pasien di kuartil yang lebih tinggi dari massa LV pada awal.

Abnormalitas atrium kiri Perubahan yang sering kurang dihargai, struktural dan fungsional dari atrium kiri sangat umum pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload yang dikenakan pada LA oleh peningkatan tekanan akhir-diastolik LV sekunder untuk peningkatan tekanan darah mengarah ke penurunan atrium kiri dan fungsi tambahan atrium kiri (LA), ditambah peningkatan ukuran dan ketebalan LA. Peningkatan ukuran LA yang menyertai hipertensi tanpa adanya penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik biasanya menyiratkan kronisitas hipertensi dan mungkin berhubungan dengan keparahan disfungsi diastolik LV. Selain perubahan struktural LA, pasien ini cenderung fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium, dengan hilangnya kontribusi atrium di hadapan disfungsi diastolik, dapat memicu gagal jantung yang jelas.

Penyakit katup Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi kronis dan berat dapat menyebabkan dilatasi akar aorta, yang menyebabkan insufisiensi aorta yang signifikan. Beberapa derajat insufisiensi aorta hemodinamik tidak signifikan sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan akut dalam tekanan darah dapat menonjolkan tingkat insufisiensi aorta, dengan kembali ke

baseline ketika BP lebih terkontrol. Selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga dianggap mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.

Gagal jantung Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan TD kronis. Pasien dengan hipertensi termasuk dalam 1 kategori berikut: -

Tanpa gejala tetapi berisiko mengembangkan gagal jantung - Tahap A atau B, menurut American College of Cardiology (ACC) / American Heart Association (AHA) klasifikasi, tergantung pada apakah atau tidak mereka telah mengembangkan penyakit jantung struktural sebagai konsekuensi dari hipertensi

-

Menderita gagal jantung bergejala - Tahap C atau D, sesuai klasifikasi ACC / AHA Hipertensi sebagai penyebab CHF sering tidak dikenali, sebagian karena pada saat gagal jantung berkembang, ventrikel kiri yang disfungsi tidak dapat menghasilkan BP tinggi, sehingga mengaburkan etiologi gagal jantung. Prevalensi disfungsi diastolik asimptomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa LVH mungkin setinggi 33%. Peningkatan afterload yang kronis dan LVH yang dihasilkan dapat mempengaruhi fase relaksasi awal yang aktif dan fase kepatuhan terlambat diastole ventrikel.

Disfungsi diastolik Disfungsi diastolik sering terjadi pada orang dengan hipertensi. Seringkali, tetapi tidak selalu, disertai oleh LVH. Selain peningkatan afterload, faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan disfungsi diastolik termasuk penyakit arteri koroner koeksistensi, penuaan, disfungsi sistolik, dan kelainan struktural seperti fibrosis dan LVH. Disfungsi sistolik asimptomatik biasanya terjadi. Dissinkroni diastolik LV awal mungkin berhubungan dengan remodeling LV dan berkontribusi pada disfungsi diastolik LV pada pasien dengan hipertensi. Tingkat disfungsi diastolik tampaknya berkorelasi dengan meningkatnya tingkat keparahan hipertensi, dan tingkat regangan sistolik miokardial puncak mungkin merupakan faktor independen dalam perluasan fungsi remodeling dan diastolik.

Disfungsi sistolik Kemudian dalam perjalanan penyakit, LVH gagal mengkompensasi dengan meningkatkan output jantung dalam menghadapi BP tinggi, dan rongga LV mulai melebar untuk mempertahankan curah jantung. Ketika penyakit memasuki tahap akhir,

fungsi sistolik LV menurun lebih lanjut. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam aktivasi sistem neurohormonal dan renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan air dan peningkatan vasokonstriksi perifer. Akhirnya, LV yang sudah dikompromi kewalahan, dan pasien berlanjut ke tahap disfungsi sistolik simptomatik.

Dekompensasi Apoptosis, atau kematian sel terprogram, dirangsang oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan inhibitor, dianggap memainkan bagian penting dalam transisi dari tahap kompensasi ke dekompensasi. Pasien dapat menjadi simtomatik selama tahap tanpa gejala dari disfungsi sistolik atau diastolik LV, karena perubahan kondisi afterload atau adanya penghinaan lain ke miokardium (misalnya, iskemia, infark). Peningkatan TD mendadak dapat menyebabkan edema pulmonal akut tanpa harus mengubah fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum, pengembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel tanpa gejala atau simptomatik menyebabkan penurunan status klinis yang cepat dan peningkatan risiko kematian yang nyata. Selain disfungsi LV, penebalan ventrikel kanan (RV) dan disfungsi diastolik juga berkembang sebagai hasil penebalan septum dan disfungsi LV.

Iskemia miokard Pasien dengan angina memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi. Hipertensi merupakan faktor risiko yang mapan untuk perkembangan penyakit arteri koroner, hampir menggandakan risikonya. Perkembangan iskemia pada pasien dengan hipertensi bersifat multifaktorial. Yang penting, pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi tanpa adanya penyakit arteri koroner epicardial. Alasannya adalah 2 kali lipat. Peningkatan afterload sekunder terhadap hipertensi mengarah ke peningkatan tegangan dinding LV dan tekanan transmural, mengorbankan aliran darah koroner selama diastole. Selain itu, mikrovaskulatur di luar arteri koroner epikardial telah terbukti disfungsional pada pasien dengan hipertensi, dan mungkin tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan metabolisme dan oksigen. Perkembangan dan perkembangan arteriosklerosis, ciri khas penyakit arteri koroner, diperparah di arteri yang mengalami peningkatan TD kronik. Tegangan geser yang berhubungan dengan hipertensi dan mengakibatkan kerusakan fungsi disfungsi endotel

pada sintesis dan pelepasan oksida nitrat vasodilator yang kuat. Penurunan tingkat oksida nitrat meningkatkan perkembangan dan percepatan arteriosklerosis dan pembentukan plak. Gambaran morfologis dari plak identik dengan yang diamati pada pasien tanpa hipertensi.

Aritmia jantung Aritmia jantung yang sering diamati pada pasien dengan hipertensi termasuk fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur (PVC), dan ventrikular tachycardia (VT). Risiko kematian jantung mendadak meningkat. Berbagai mekanisme berpikir untuk memainkan bagian dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur sel dan metabolisme, inhomogeneity dari miokardium, perfusi buruk, fibrosis miokard, dan fluktuasi afterload. Semua ini dapat menyebabkan peningkatan risiko takiaritmia ventrikel. Fibrilasi atrium (paroksismal, berulang kronis, atau persisten kronis) sering diamati pada pasien dengan hipertensi. Bahkan, peningkatan BP adalah penyebab paling umum dari fibrilasi atrium di belahan barat. Dalam satu penelitian, hampir 50% pasien dengan atrial fibrilasi mengalami hipertensi. Meskipun etiologi yang tepat tidak diketahui, abnormalitas struktural LA, penyakit arteri koroner terkait, dan LVH telah disarankan sebagai faktor yang berkontribusi. Perkembangan fibrilasi atrium dapat menyebabkan dekompensasi sistolik dan, yang lebih penting, disfungsi diastolik, karena kehilangan tendangan atrium, dan juga meningkatkan risiko komplikasi tromboembolik, terutama stroke. Kontraksi ventrikel permanen, aritmia ventrikel, dan kematian jantung mendadak. diamati lebih sering pada pasien dengan LVH dibandingkan pada mereka tanpa LVH. Etiologi aritmia ini dianggap sebagai penyakit arteri koroner bersamaan dan fibrosis miokard. 2. Mengetahui patofisiologi dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 

PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : a.) Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure) 1.) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)

Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal

(Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007). 2.) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure) Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di ekstermitas bawah (Acton, 2013). b.) Mekanisme neurohormonal Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik. c.) Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS) Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II.Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu, angiotensin II juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012). d.) Cardiac remodeling Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010).

 PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI

3.) Mengetahui gejala dan tanda dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 

GEJALA GAGAL JANTUNG I) Tipikal : - sesak nafas - ortopneu - Paroxysmal nocturnal dyspneu - cepat lelah - bengkak di pergelangan kaki

II) Kurang Tipikal : - batuk di malam hari/dini hari - mengi - Berat bertambah/berkurang 2kg/mgg - perasaan kembung atau begah - Nafsu makan menurun - Depresi - berdebar Tanda : I) Spesifik : - Peningkatan JVP - Reflux hepatojugullar - S3 Gallop - Apex jantung bergeser ke lateral II) Kurang Tipikal : - Edema Perifer - Krepitasi Pulmonal - Takikardi - Nadi irreguler - Nafas cepat - hepatomegali - Ascites 

GEJALA PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI -

Pulsa Pulsa arteri normal pada tahap awal penyakit jantung hipertensi. Irama jantung teratur jika pasien dalam irama sinus; itu tidak teratur tidak teratur jika pasien dalam fibrilasi atrium. Denyut jantung adalah sebagai berikut: Normal pada pasien dengan irama sinus Tidak normal pada gagal jantung dekompensata Takikardik pada pasien dengan gagal jantung dan pada pasien dengan atrial fibrillation

dan respon ventrikel yang cepat Volume nadi biasanya normal, tetapi menurun pada pasien dengan disfungsi LV. Temuan tambahan mungkin termasuk penundaan radial-femoral jika etiologi hipertensi adalah koarktasio aorta -

Tekanan darah Sistolik dan / atau diastolik BP meningkat (> 140 / 90mm Hg). Berarti BP dan tekanan nadi juga meningkat secara umum. TD di ekstremitas atas mungkin lebih tinggi dari pada ekstremitas bawah pada pasien dengan koarktasio aorta. BP mungkin normal pada saat evaluasi jika pasien menggunakan obat antihipertensi yang adekuat atau jika pasien mengalami disfungsi LV lanjutan dan LV tidak dapat menghasilkan volume stroke dan curah jantung yang cukup untuk menghasilkan BP yang meningkat.

-

Pembuluh darah Pada pasien dengan gagal jantung, vena jugularis bisa bengkak. Gelombang yang dominan bergantung pada tingkat keparahan gagal jantung dan lesi terkait lainnya.

-

Jantung Impuls apikal dipertahankan dan tidak tampak pada pasien tanpa disfungsi sistolik LV yang signifikan tetapi dengan LVH. S4 presistolik dapat dirasakan. Kemudian dalam perjalanan penyakit, ketika disfungsi sistolik LV yang signifikan supervenes, impuls apikal adalah displaced lateral, karena dilatasi LV. Pada ventrikel kanan, lift hadir terlambat dalam perjalanan gagal jantung jika hipertensi pulmonal yang signifikan berkembang. S1 adalah normal dalam intensitas dan karakter. S2 di perbatasan sternum kanan atas keras karena komponen aorta yang ditekankan (A2); itu dapat memiliki perpecahan terbalik atau paradoks karena baik untuk peningkatan afterload atau terkait blok bundelcabang kiri (LBBB). S4 sering teraba dan terdengar, menyiratkan adanya ventrikel yang kaku dan tidak patuh karena tekanan yang berlebihan dan LVH kronis. S3 biasanya tidak hadir pada awalnya, tetapi dapat didengar dengan adanya gagal jantung, baik sistolik atau diastolik. Murmur diastolik decrescendo awal insufisiensi aorta dapat didengar di sepanjang daerah parasternal ke parasternal kiri, terutama di hadapan BP yang meningkat tajam, sering menghilang setelah BP lebih terkontrol. Selain itu, sistolik awal untuk murmur

midsistolik dari aorta sclerosis biasanya terdengar. Murmur holosistolik regurgitasi mitral dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung lanjut dan anulus mitral melebar. -

Paru-paru Temuan pada pemeriksaan dada mungkin normal atau mungkin termasuk tanda-tanda kemacetan paru, seperti rales, suara napas menurun, dan kusam ke perkusi karena efusi pleura.

-

Abdomen Pemeriksaan abdomen dapat mengungkapkan bruit arteri ginjal pada pasien dengan hipertensi sekunder pada stenosis arteri ginjal, massa anastisma abdominal abdomen pulsatil, dan hepatomegali dan asites karena CHF.

-

Ekstremitas Edema pergelangan kaki dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung lanjut.

-

Sistem saraf pusat dan sistem oftalmologi Temuan pemeriksaan susunan saraf pusat (SSP) biasanya tidak biasa kecuali pasien pernah mengalami kecelakaan serebrovaskular sebelumnya dengan defisit residual. Perubahan CNS juga dapat dilihat pada pasien yang datang dengan keadaan darurat hipertensi. Pemeriksaan fundus dapat mengungkapkan bukti retinopati hipertensi, keparahan yang tergantung pada durasi dan keparahan hipertensi pasien, atau tanda-tanda hipertensi sebelumnya, seperti arteriovenous nicking.

4.) Mengetahui tatalaksana dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 

TATALAKSANA GAGAL JANTUNG Penggolongan obat sangat erat kaitannya dengan algoritma pada terapi gagal jantung kongestif. Berdasarkan Pharmacoterapy Handbook edisi 9tahun 2015 (Dipiro et al., 2015), penggolongan obat pada terapi gagal jantung kongestif (CHF) adalah sebagai berikut :

a. Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE I) Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja menurunkan

sekresi angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang dapat mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian remodeling jantung serta retensi air dan garam. b.

Beta bloker

Berdasarkan guideline dari ACC/AHA direkomendasikan menggunakan βblocker pada semua pasien gagal jantung kongestif yang masih stabil dan untuk mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun adanya riwayat intoleran pada β-blockers. Mekanisme kerja dari β-blocker sendiri yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari sel jantung dan juga mampu meningkatkan periode refractory. c.

Angiotensin II receptor type 1 Inhibitor (ARB) Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada subtipe AT1. Penggunaan obat golongan ARB direkomendasikan hanya untuk pasien gagal jantung dengan stage A, B, C yang intoleran pada penggunaan ACE I. Food and Drug Approval (FDA) menyetujui penggunaan candesartan dan valsartan baik secara tunggal maupun kombinasi dengan ACE I sebagai pilihan terapi pada pasien gagal jantung kongestif. d.

Diuretik

Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik maupun paru. Penggunaan diuretik pada terapi gagal jantung kongestif ditujukan untuk meringankan gejala dyspnea serta mengurangi retensi air dan garam (Figueroa dan Peters, 2006). Diuretik yang banyak digunakan yaitu dari golongan diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid (HCT) dan golongan diuretik lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di ginjal seperti furosemid. e.

Antagonis aldosteron

Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi Na dan eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis aldosteron dengan dosis inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada kasus klinik yang bersifat mayor. f.

Digoksin

Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan

meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik. g.

Nitrat dan hidralazin

Nitrat dan hidralazin mempunyai efek hemodinamik yang saling melengkapi. Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat mengurangi resisten pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan cardiac output. Hidralazin memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat inositoltrifosfat (IP3) pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk melepaskan ion kalsium intraseluler dan terjadi

penurunan

ion kalsium

intraseluler.

Nitrat

sebagai venodilator utama (dilatasi pembuluh darah) dan menurunkan preload (menurunkan beban awal jantung) dengan mekanisme aktivasi cGMP (cyclic Guanosine Monophosphate) sehingga menurunkan kadar ion kalsium intraseluler. Yancy et al. (2013) juga memaparkan mengenai algoritma terapi dari penggolongan obat-obat CHF berdasarkan klasifikasi AHA (Tabel 2) dan NYHA (Gambar 3). Algoritma dari kedua klasifikasi tersebut disesuaikan

dengan keluhan

dapat

dan perburukan penyakit yang dialami

oleh pasien CHF. 

TATALAKSANA PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI 1. Farmakoterapi Tatalaksana penyakit jantung hipertensi mencakup obat-obat hipertensi, diantaranya: -

Diuretik thiazid

-

Beta blockers

-

Kombinasi alfa dan beta blockers

-

Calcium channel blockers

-

ACE Inhibitor

-

ARBs

-

Vasodilator (contoh: hydralazine)

2. Tatalaksana non medis a.) Modifikasi gaya hidup dan makanan

Gaya hidup dan makanan yang sehat ditambah dengan konsumsi obat secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko gagal jantung. Beberapa faktor yang dapat mengurangi risiko tersebut diantaranya: -

Indeks masa tubuh < 25kg/m2

-

Olahraga 30 menit sehari

-

Mendapat skor tinggi pada skor DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)

-

Konsumsi alkohol kurang dari 10g/hari

-

Konsumsi analgesik non-narkotik kurang dari 1 selama seminggu

-

Konsumsi suplemen asam folat 400mcg/hari

b.) Olahraga Olahraga aerobik seperti berjalan, berlari, berenang, dan bersepeda dapat menurunkan tekanan darah dan menigkatkan kesehatan jantung seperti meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, mengurangi resting heart rate, dan lain-lain. c.) Mengurangi berat badan Salah satu cara paling efektif untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan menurunkan berat badan. Setiap pengurangan 10kg dapat menurunkan 520mmHg tekanan darah. 5.) Mengetahui komplikasi dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 

KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG a.) Aritmia -

fibrilasi atrial

-

aritmia ventrikel (takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel)

-

bradyarrhytmias

b.) Thromboembolism -

Stroke

-

Emboli perifer

-

Trombosis vena dalam

-

Emboli paru

c.) Gatrointestinal - Kelainan dan disfungsi hati - Malabsorbsi d.) Muskuloskeletal -

Muscle wasting

e.) Pernafasan



-

Kemacetan paru

-

Kelemahan otot pernafasan

-

Hipertensi pulmonal (jarang)

KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada

organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β). -

Otak Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah

sehingga

meningkatkan

kemungkinan

terbentuknya

aneurisma.

Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian. -

Kardiovaskular Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark. -

Ginjal Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.

-

Retinopati Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada

retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita retinopati hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir. Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tibatiba. Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala, double vision, dim vision, dan sudden vision loss. f.) Mengetahui prognosis dari gagal jantung dan penyakit jantung hipertensi 

PROGNOSIS GAGAL JANTUNG Secara umum, mortalitas setelah rawat inap untuk pasien dengan gagal jantung adalah 10,4% pada 30 hari, 22% pada 1 tahun, dan 42,3% pada 5 tahun, meskipun mengalami peningkatan dalam terapi medis dan perangkat. Mortalitas lebih besar dari 50% untuk pasien dengan New York Heart Association (NYHA) kelas IV, American College of Cardiology / American Heart Association (ACC / AHA) stadium D gagal jantung. Gagal jantung yang terkait dengan infark miokard akut (MI) memiliki mortalitas rawat inap 20-40%; angka kematian mendekati 80% pada pasien yang juga hipotensi (misalnya syok kardiogenik). Gagal jantung yang terkait dengan disfungsi sistolik memiliki mortalitas terkait 50% setelah 5 tahun. Banyak variabel demografi, klinis dan biokimia telah dilaporkan untuk memberikan nilai prognostik yang penting pada pasien dengan gagal jantung, dan beberapa model prediktif telah dikembangkan. Sebuah studi oleh Van Diepen dkk menyarankan bahwa pasien dengan gagal jantung atau fibrilasi atrium memiliki risiko kematian noncardiac postoperative yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pasien dengan penyakit arteri koroner; risiko ini harus dipertimbangkan bahkan jika prosedur minor direncanakan. Bursi et al menemukan bahwa di antara pasien komunitas dengan gagal jantung, tekanan sistolik arteri pulmonal (PASP), yang dinilai dengan ekokardiografi Doppler, dapat memprediksi kematian dan dapat memberikan informasi prognostik tambahan dan klinis yang signifikan independen dari prediktor hasil yang diketahui. Dalam Framingham Offspring Cohort, konsentrasi yang lebih tinggi dari

galectin-3, penanda fibrosis jantung, dikaitkan dengan peningkatan risiko gagal jantung insiden (rasio hazard: 1,28 per 1 peningkatan deviasi standar dalam log galectin-3). Galectin-3 juga dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk semua penyebab kematian (rasio hazard multivariable-adjusted: 1.15). Sebuah studi retrospektif yang lebih baru yang mengevaluasi data dari 2010 Nebraska Hospital Discharge file untuk 4319 rawat inap dari 3521 pasien gagal jantung yang dirawat di 79 rumah sakit di negara bagian melaporkan bahwa faktor risiko untuk mortalitas di rumah sakit pada pasien ini bertambahnya usia, kehadiran comordities, dan panjang hari rumah sakit. 

PROGNOSIS PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI Angka mortalitas dan morbiditas dari penyakit jantung hipertensi lebih tinggi daripada populasi umum dan bergantung pada patologi jantung tertentu. Data menunjukkan bahwa peningkatan mortalitas dan tingkat morbiditas lebih terkait dengan tekanan nadi daripada tingkat tekanan darah sistolik atau diastolik absolut, tetapi semuanya penting.

PENUTUP

A. KESIMPULAN Pada skenario 3 ini, diketahui pasien adalah seorang laki-laki berusia 59 tahun yang datangan dengan sesak napas sejak 1 tahun yang lalu dan bertambah berat sejak 1 minggu terakhir. Sesak napas dirasakan timbul saat aktifitas ringan yang mana merupakan manifestasi orthopnea yang dapat menyebabkan kongesti paru. Kemudian dari hasil pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan fisik , didapatkan hipertensi, takikardi, takipnea, JVP meningkat, ictis cordis bergeser kearah lateral yang mana menandakan terjadinya cardiomegaly. Kemudian terdapat suara S3 dan S4, ronkhi basah halus, hepatomegaly, ascites, oedema pada kedua tungkai. Dari hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan serum ureum yang meningkat, left axis deviation dan left ventricular hypertrophy pada pemeriksaan EKG, CTR 0.60 dan vaskularisasi paru meningkat pada foto rontgen thorax. Yang mana menunjukkan indikasi terjadinya gagal jantung.

A. Saran Diskusi sudah berjalan lancar namun masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki diantaranya: 1. Diharapkan semua mahasiswa berpartisipasi secara aktif dalam berjalannya tutorial 2. Diharapkan mahasiswa dapat melatih clinical reasoning dalam membahas skenario 3. Diharapkan mahasiswa dapat berdiskusi dengan cara problem-based learning bukan problem solving 4. Diharapkan seluruh mahasiswa dapat menguasai materi yang dibahas berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ordonez, C.A. (2017). Heart Failure. [online] Available at: http://www.heart.org/HEARTORG /Conditions/HeartFailure/ AboutHeartFailure/Classes-ofHeartFailure_UCM_306328_Article.j sp#. WwzzC6kxW34 (diakses 24 Mei 2018)

Riaz, K. (2014). Hypertension Heart Disease. [online] Available at: https://emedicine.med scape.com/article/162449-overview#a17.html (diakses 23 Mei 2018)

Longo, D. L., Fauci, A. S. (2013). Harrison's Gastroenterology and Hepatology 2nd edition. New York: McGraw Hill Education,

Dumitru, I. (2018). Heart Failure. [online] Available at: https://emedicine.medscape.com/article/163 062-overview#a6 (diakses 23 Mei 2018)

Nuraini,B. (2015). Risk Factor of Hypertension. [online] Available at: http://juke.kedokteran.unila. ac.id/index.php/majority/article/view/602/0 (diakses 24 Mei 2018)

Related Documents


More Documents from "Shafira Ramadani"