Laporan Tutorial Khory.docx

  • Uploaded by: Khory Aurora Berty
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tutorial Khory.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,928
  • Pages: 14
1. Perubahan fisiologi neonatus dan kriteria neonatus normal?

1. Sistem Pernapasan Pernapasan pertama pada bayi baru lahir terjadi dengan normal dalam waktu 30 detik setelah kelahiran. Tekanan pada rongga dada bayi melalui jalan lahir per vaginam mengakibatkan cairan paru yang jumlahnya 80-100 ml, berkurang sepertiganya sehingga volume yang hilang ini digantikan dengan udara. Paru mengembang sehingga rongga dada kembali kebentuk semula, pernapasan pada neonatus terutama pernapasan diapragmatik dan abdominal biasanya frekuensi dan kedalaman pernapasan masih belum teratur. Upaya pernapasan pertama berfugsi untuk mengeluarkan cairan dalam paru dan mengembangkan jaringan alveolus paru utuk pertama kali, agar alveolus dapat berfungsi harus terdapat surfaktan dalam jumlah yang cukup dan aliran darah ke paru. 2. Suhu Tubuh Mekanisme kemungkinan hilangnya panas tubuh dari bayi baru lahir kelingkungannya melalui cara pertama evaporasi yaitu kehilangan panas melalui proses penguapan atau perpindahan panas dengan cara merubah cairan menjadi uap. Pencegahannya, setelah bayi lahir segera mengeringkan bayi secara seksama dan menyelimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan kering serta menutup bagian kepala bayi. Cara kedua konduksi yaitu kehilangan panas dari tubuh bayi kebenda sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi, misalnya menimbang bayi tanpa mengalasi timbangan bayi dan menggunakan stetoskop untuk pemeriksaan bayi baru lahir.Cara ketiga konveksi yaitu kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin, misalnya aliran udara dingin dari kipas angin, dan hembusan udara dingin melalului ventilasi. Cara keempat radiasi yaitu kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi, misalnya bayi terlalu dekat ke dinding tanpa memakai penutup kepala atau topi. 3. Sistem Kardiovaskular Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan bersirkulasi keseluruh tubuh guna menghantarkan oksigen ke jaringan. Agar terbentuk sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan diluar rahim, terjadi dua perubahan beasar yaitu penutupan foramen ovale pada atrium

paru dan aorta, kemudian penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta. Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh darah tubuh. Jadi, perubahan tekanan tersebut langsung berpengaruh pada aliran darah. Oksigen menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah tekanan dengan cara mengurangi atau meningkatkan resistensinya sehingga mengubah aliran darah. Vena umbilikus, duktus venosus, dan arteri hipogastrika pada tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa menit setelah bayi lahir dan setelah talipusat di klem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan. Maryanti,

dkk

(2011,

hlm.16)

mengatakan

perubahan

sistem

kardiovaskuler yaitu oksigen menyebabkan sistem pembuluh mengubah tekanan dengan cara mengurangi atau meningkatkan resistensinya sehingga mengubah aliran darah. Perubahan sistem kardiovaskuler yang terjadi tiga tahap yaitu pertama penutupan foramen ovale, dengan proses pemotongan tali pusat yang menyebabkan terjadinya penurunan sirkulasi darah. Hal ini merangsan timbulnya pernapasan pertama kali dan menyebabkan paru berkembang. Kedua penutupan duktus arteriosus botali, ini merupakan pembuluh darah yang

menghubungkan

arteri

pulmonalis

dengan

aorta,

pulmonalis

menghubungkan ventrikel kanan ke paru untuk memberikan nutrisi dan pemeliharaan organ paru (pada masa janin), bukan untuk proses pernapasan. Pada proses pernapasan terjadi perubahan tekanan pada atriun kanan karena foramen ovale telah menutup, darah akan dialirkan melalui arteri pulmonalis menuju paru proses ini berfungsi setelah janin lahir. Dan yang ketiga yaitu vena dan arteri umbilikalis, duktus venosus dan arteri hipogastrika dari talipusat menutup secara fungsional dalam beberpa menit setelah lahir dan setelah tali pusat di klem. 4. Metabolisme Glukosa Otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Pada saat kelahiran, setelah talipusat diklem, seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri. Pada setiap bayi baru lahir kadar glukosa darah akan turun dalam waktu 1-2 jam. Bayi baru lahir yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen. Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup. Seorang bayi yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai glikogen, terutama dalam hati, selama bulanbulan terakhir kehidupan dalam rahim. Bayi yang mengalami hipotermi saat lahir,

kemudian mengakibatkan hipoksia akan menggunakan persediaan glikogen dalam satu jam pertama kelahiran. Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam pertama pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua persediaan digunakan dalam satu jam pertama, otak bayi akan mengalami risiko. Bayi baru lahir kurang bulan, IUGR, dan gawat janin merupakan kelompok yang paling berisiko, karena simpanan energi mereka berkuang atau digunakan sebelum lahir. 5. Adaptasi Ginjal Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir, dan dua sampai enam kali sehari pada 1-2 hari pertama, setelah itu mereka berkemih 5 sampai 20 kali dalam 24 jam. Urine dapat keruh karena lendir dan garam asam urat, noda kemerahan dapat diamati pada popok karena kristal asam urat. Menurut Muslihatun (2010,hlm.18) fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa, ketidak seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume tubulus froksimal, serta renal blood flow relatif kurang bila dibandingkan orang dewasa. 6. Adaptasi Gastrointestinal Secara fungsional, saluran gastrointestinal bayi belum matur dibandingkan orang dewasa, membran mukosa pada mulut berwarna merah jambu dan basah. Gigi tertanam didalam gusi dan sekresi ptialin sedikit. Sebelum lahir janin cukup bulan akan mulai mengisap dan menelan. Kapasitas lambung sangat terbatas, kurang dari 30 ml untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara perlahan, seiring dengan pertumbuhan bayi. Pengaturan makan yang sering oleh bayi sendiri sangat penting, contohnya memberikan makan sesuai keinginan bayi (ASI on demand). Refleks gumoh dan batuk yang matang sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir. Kemampuan neonatus cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan selain susu masih terbatas, hubungan antara esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna sehingga mengakibatkan gumoh pada neonatus. 7. Adaptasi Hati Selama kehidupan janin sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati terus membantu pembentukan darah, dan selama periode neonatus hati memproduksi zat yang esensial untuk pembekuan darah. Penyimpanan zat besi ibu cukup

memadai bagi bayi sampai lima bulan kehidupan ekstra uterin, pada saat ini bayi baru lahir menjadi rentan terhadap defesiensi terhadap zat besi . Menurut Maryanti, dkk (2011,hlm.21) setelah lahir hati menunjukkan perubahan biokimia dan morfolofis berupa kenaikan kadar protein dan penurunan kadar lemak dan glikogen. Enzim hepar belum aktif benar, seperti enzim dehidrogenas dan transferase glukoronil sering kurang sehingga neonatus memperlihatkan gejala ikterus neonatorum fisiologis.

Sumber : Anonim. Perubahan fisiologis pada bayi baru lahir. Repository Universitas

Sumatera

Utara.

Diunduh

melalui

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/53176/Chapter%20II.pdf?s equence=4&isAllowed=y pada tanggal 27 maret 2019.

2. Tujuan, indikasi dan prosedur dilakukannya resusitasi pada neonatus? Berikut ini adalah rekomendasi utama untuk resusitasi neonatus: 1.

Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian warna kulit tidak dapat diandalkan.

2.

Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.

3.

Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara (blended oxygen) , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan oksimetri.

4.

Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi (lihat keterangan pada Langkah Awal).

5.

Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika diketahui adanya penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat dipertimbangkan.

6.

Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan atau mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik sedang atau berat, dengan protokol dan tindak lanjut sesuai panduan.

7.

Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.

8.

Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang memerlukan resusitasi.

Langkah Awal Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi napas. Membersihkan jalan napas: a. Jika cairan amnion jernih. Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan yang memerlukan VTP. b. Jika terdapat mekonium. Bukti yang ada tidak mendukung atau tidak menolak dilakukannya pengisapan rutin pada bayi dengan ketuban bercampur mekonium dan bayi tidak bugar atau depresi. Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data untuk merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan. Praktek yang dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan pewarnaan mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi perlu waktu lama dan/atau tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama jika terdapat bradikardia persisten. Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigen Tatalaksana oksigen yang optimal pada resusitasi neonatus menjadi penting karena adanya bukti bahwa baik kekurangan ataupun kelebihan oksigen dapat merusak bayi. Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat dilihat pada gambar algoritma. Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika: 

Resusitasi diantisipasi



VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas



Sianosis menetap



Oksigen tambahan diberikan. Pemberian oksigen tambahan Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan udara atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai dengan udara kamar. Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal. Ventilasi Tekanan Positif (VTP) Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai. Pernapasan awal dan bantuan ventilasi Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 – 60 kali per menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari 100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung. Tekanan akhir ekspirasi Banyak ahli merekomendasikan pemberian continuous positive airway pressure (CPAP) pada bayi yang bernapas spontan tetapi mengalami kesulitan setelah lahir. Penggunaan CPAP ini baru diteliti pada bayi prematur. Untuk bayi cukup bulan dengan gawat napas, tidak ada cukup bukti untuk mendukung atau tidak mendukung penggunaan CPAP di ruang bersalin. Alat untuk ventilasi Alat untuk melakukan VTP untuk resusitasi neonatus adalah Balon Tidak Mengembang Sendiri (balon anestesi), Balon Mengembang Sendiri, atau T-piece resuscitator.

Laryngeal Mask Airway (LMA; sungkup larings) disebutkan dapat digunakan dan efektif untuk bayi >2000 gram atau ≥34 minggu. LMA dipertimbangkan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak berhasil dan intubasi endotrakeal tidak berhasil atau tidak mungkin. LMA belum diteliti untuk digunakan pada kasus air ketuban bercampur mekonium, pada kompresi dada, atau untuk pemberian obat melalui trakea. Pemasangan intubasi endotrakeal Indikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus ialah: 

Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak bugar.



Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan waktu lama.



Jika dilakukan kompresi dada.



Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau bayi berat lahir amat sangat rendah. Kompresi dada Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus, rasio kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit. Medikasi Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun, jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah diberikan ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin atau pengembang volume atau ke duanya dapat dilakukan. Epinefrin Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan dosis intrvena 0,01 – 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 – 1,0 mg/kg dapat dipertimbangkan sambil

menunggu akses vena didapat, tetapi efektifitas cara ini belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan untuk neonatus ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL). Pengembang volume Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan respon adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau darah dapat diberikan di ruang bersalin. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi. Perawatan pasca resusitasi Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital normal, mempunyai risiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah ventilasi dan sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan antisipasi jika terjadi gangguan. Nalokson Nalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha resusitasi awal di ruang bersalin untuk bayi dengan depresi napas. Glukosa Bayi baru lahir dengan kadar glukosa rendah mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya perlukaan (injury) otak dan akibat buruk setelah kejadian hipoksik iskemik. Pemberian glukosa intravena harus dipertimbangkan segera setelah resusitasi dengan tujuan menghindari hipoglikemia. Hipotermia untuk terapi Beberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada bayi dengan umur kehamilan 36 minggu atau lebih, dengan ensefalopatia hipoksik iskemik sedang dan berat. Hasil penelitian ini menunjukkan mortalitas dan gangguan perkembangan neurologik yang lebih rendah pada bayi yang diberi terapi hipotermia dibanding bayi yang tidak diberi terapi hipotermia. Penggunaan cara ini harus menuruti panduan yang ketat dan dilakukan di fasilitas yang memadai.

Penghentian resusitasi Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit. sumber: 1. Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science with Treatment Recommendations. Resuscitation 2010;81S:e260-e287. 2. Kattwinkel J et al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics 2010;126:e1400-e1413.

Sumber : buku saku pelayanan anak di rumah sakit. Adaptasi indonesia :WHO 2008

3. Fisiologi dan patofisiologi kuning pada bayi? Ikterus fisiologis  Peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai dengan perubahan warna kulit dan mukosa, menjadi kuning (akibat pigmen bilirubin). Terjadi 24-36 jam setelah kelahiran dan akan turun (biasanya) pada hari ke7.

Etiologi 

Tingginya kadar Hb pada fetus Karena waktu intrauteri, janin mendapat O2 bukan dari parunya, melainkan dari sirkulasi plasenta. Disana PaO2nya rendah, sehingga perlu banyak Hb (HbF) untuk mengikat O2. Ketika lahir, paru2 janin bekerja, PaO2 meningkat, sehingga HbF yang banyak tadi tidak diperlukan lagi. HbF dipecah → bilirubin meningkat.



Flora usus yang masih minimal Menyebabkan feses kurang terbentuk, sehingga banyak bilirubin yang diserap lagi



ᵝ-glukuronidase di usus bayi Mampu mengubah bilirubin terkonjugasi menjadi tidak terkonjugasi, sehingga dapat diserap kembali



Fungsi hati yang belum sempurna Membuat konjugasi bilirubin terhambat. Sintesis albumin juga menurun sehingga tidak ada carrier yang dapat mengikat bilirubin.

Sumber : Kliegman, R., Stanton, B., St. Geme, J. W., Schor, N. F., & Behrman, R. E. (2016). Nelson textbook of pediatrics (Edition 20.). Phialdelphia, PA: Elsevier.

Ikterus abnormal (non fisiologis) • Ikterus dimulai pada hari pertama kehidupan • Ikterus berlangsung tidak lebih dari 14 hari pada bayi cukup bulan, 21 hari pada bayi kurang bulan • Ikterus disertai demam • Ikterus berat: telapak tangan dan kaki bayi kuning. Ikterus abnormal dapat disebabkan oleh :

• Infeksi bakteri berat • Penyakit hemolitik yang disebabkan oleh ketidakcocokan golongan darah atau defisiensi G6PD • Sifilis kongenital atau infeksi intrauterin lainnya • Penyakit hati misalnya hepatitis atau atresia bilier • Hipotiroidisme. Pemeriksaan ikterus abnormal Jika mungkin, konfirmasi kesan kuning dengan pemeriksaan bilirubin. Pemeriksaan lain tergantung dugaan diagnosis dan pemeriksaan apa saja yang tersedia, meliputi: • Hemoglobin atau hematokrit. • Hitung darah lengkap untuk mencari tanda infeksi bakteri berat (hitung neutrofil tinggi atau rendah dengan batang > 20%) dan tanda hemolisis. Tatalaksana Terapi sinar jika: • Ikterus pada hari ke-1 • Ikterus berat, meliputi telapak tangan dan telapak kaki Ikterus pada bayi kurang bulan • Ikterus yang disebabkan oleh hemolisis. Lanjutkan terapi sinar hingga kadar bilirubin serum di bawah nilai ambang atau sampai bayi terlihat baik dengan telapak tangan dan kaki tidak kuning. Jika kadar bilirubin sangat meningkat (lihat Tabel berikut) dan dapat dilakukan transfusi tukar dengan aman, pertimbangkan untuk melakukan hal tersebut.

Antibiotik Jika diduga terdapat infeksi atau sifilis (halaman 74) obati untuk infeksi bakteri berat (halaman 58) Antimalaria Jika terdapat demam dan bayi berasal dari daerah endemis malaria, periksa apus darah untuk mencari parasit malaria dan berikan antimalaria jika positif.

Anjurkan ibu untuk memberikan ASI.

Sumber : buku saku pelayanan anak di rumah sakit. Adaptasi indonesia :WHO 2008

4. Adakah hubungan ibu yang mengeluh ASInya sedikit dengan kelahiran bayi yang tampak kuning?

Pada bayi yang diberi ASI, terdapat 2 bentuk neonatal jaundice yaitu : 1. Early, disebabkan penurunan intake ASI yang menyebabkan

1) Peningkatan sirkulasi enterohepatik karena bayi dehidrasi 2) Peningkatan pemecahan brown fat yang menghasilkan asam lemak yang kemudian berkompetisi untuk mencapai reseptor (punya bilirubin) di albumin (breast feeding jaundice) → muncul di usia 3-4 hari 2. Late, diduga karena adanya

1) Faktor spesifik pada ASI yakni 2α-20ᵝ-pregnanediol yang mempengaruhi : - aktivitas glukuronil transferase - pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit - peningkatan lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke usus halus - penghambatan konjugasi akibat asam lemak unsaturated 2) ᵝ-glukuronidase yang mengubah bilirubin menjadi bentuk unconjugated sehingga dapat diabsorpsi kembali (breast milk jaundice)

1. → muncul di usia 14 hari (20-30 mg/dL), lalu turun perlahan di usia 2 minggu, kembali normal di usia 4-12 minggu

Tatalaksana Bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi, yaitu acute bilirubin encephalopathy dan kernikterus. 1. Fototerapi Bilirubin → Fotobilirubin → dari jaringan masuk ke darah → di darah, berikatan dengan albumin → ke hati, tidak dikonjugasi → ke duktus bilier → duodenum → feses. Komplikasi yang mungkin terjadi :

2. Transfusi tukar Komplikasi yang mungkin terjadi : - Hipokalsemia dan hipomagnesia - Hipoglikemia - Gangguan keseimbangan asam basa - Hiperkalemia - Gangguan KV→ perforasi pembuluh darah, emboli, aritmia, arrest - Pendarahan ← trombositopenia, defisiensi faktor pembekuan

- Infeksi - Hemolisis - Graft-versus host disease - Lain2 : hipo/hipertermia, necrotizing enterocolitis

Prognosis Selama tidak ada faktor resiko dan dilakukan penanganan yang tepat, prognosisnya baik.

Preventif 

ASI segera



Fenobarbital karena dapat meningkatkan produksi ligandin dan meningkatkan konjugasi bilirubin



Tin protoporphyrin (SnPP) dan Tin mesoporphyrin (SnMP) karena dapat menghambat heme oksigenase.

Sumber : Kliegman, R., Stanton, B., St. Geme, J. W., Schor, N. F., & Behrman, R. E. (2016). Nelson textbook of pediatrics (Edition 20.). Phialdelphia, PA: Elsevier.

Related Documents


More Documents from ""