LAPORAN TUTORIAL Blok Keperawatan Anak I
Oleh : Kelompok 3 Ketua Kelompok
: Dimas Reinaldi
Moderator
: Vita Sitoluna
Sekretaris 1
: Ledy Astridina
Sekretaris 2
: Utami Melyana Sari
Anggota
: Dicky Mal’an Karom : Resi Yuliantina : Annisa Fitri Tiara : Winda Febriyanti : Dian Asmodiwati : Liyana Athirah Kalsum : Muhammad Ismail
Kelas A Reguler 2016
Dosen Pembimbing
: Antarini Indriansari,S.Kep.,Ns.,M.Kep,Sp.Kep.An.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Makalah tutorial dalam skenario membahas TB Paru pada anak. Dengan membaca makalah ini, kami berharap dapat membantu memberikan informasi tentang TB Paru pada anak serta bagaimana penatalaksanaannya dan tindakan keperawatan yang tepat. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan agar pembaca dapat memberikan kritik, saran, komentar serta masukannya agar menjadi perbaikan lebih baik dimasa mendatang. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua rekan dan dosen pembimbing Ibu Antarini Indriansari,S.Kep.,Ns.,M.Kep,Sp.Kep.An yang telah membantu agar makalah ini dapat terselesaikan, semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca.
Indralaya, 12 Maret 2018
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
2
DAFTAR ISI........................................................................................................
3
BAB I ISI 1.1 Skenario ………………………………………………………….................
4
1.2 Klarifikasi Istilah.......................................................................................
4
1.3 Identifikasi Masalah...................................................................................
5
1.4 Prioritas Masalah ……………………………………………………….........
6
1.5 Analisis Masalah........................................................................................
6
1.6 Hipotesis...................................................................................................
39
1.7 Sintesis......................................................................................................
39
1.8 Patofisiologis.............................................................................................
42
1.9 Learning Issues........................................................................................
44
1.10 Kerangka Konsep ...................................................................................
45
BAB II KESIMPULAN 2.1 Kesimpulan....................................................................................... ...........
46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 47
3
BAB I ISI 1.1 Skenario Seorang anak berumur 7 tahun diantar oleh ibunya di Poli Klinik RSMH dengan keluhan sesak napas dan batuk berdahak lebih kurang selama 4 minggu. Awalnya terdapat demam yang naik turun selama dua minggu. Anak mengalami anoreksia dan penurunan berat badan, serta anak tampak lemah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan adanya retraksi dinding dada, terdapat ronchi kasar, pekak saat dilakukan perkusi di kedua lapang paru, anak juga mengeluh kadang merasa nyeri pada bagian dada terutama saat batuk dengan skala 5. Anak berkeringat pada malam hari dan mengalami kesulitan saat tidur malam hari. Ibu menambahkan bahwa riwayat pemberian imunisasi pada anak tidak lengkap dan mereka tinggal bersama nenek yang pernah memiliki penyakit yang hampir sama serta mengkonsumsi obat yang cukup lama, namun tidak dihabiskan. Seminggu yang lalu anak telah dilakukan pemeriksaan Mantoux test didapatkan indurasi 6 mm. Ibu mengabaikan rekomendasi tenaga kesehatan saat itu. RR : 42x/menit, T : 38oC, BB : 13,6 kg, TB : 123 cm. Anak disarankan dirawat inap untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut serta pentalaksanaan yang tepat.
1.2 Klarifikasi Istilah
a. Anoreksia :
Menurunnya atau hilangnya nafsu makan (Dorland, Edisi 29)
Keadaan hilangnya suatu selera makan (Kamus Keperawatan)
b. Imunisasi :
Proses membuat subjek menjadi daya tahan tubuh secara aktif (Dorland, Edisi 29)
Membuat kebal (Kamus Kedokteran, Edisi Tahun 2000)
Proses pengebalan terhadap penyakit (KBBI Online)
c. Perkusi :
4
Perbuatan mengetuk sesuatu dengan ketukan pendek dan tajam sebagai cara untuk mengetahui keadaan yang ada dibaliknya berdasarkan suara ketukan yang terdengar (Dorland, Edisi 29)
Metode untuk menegakkan diagnosis. Suara yang terdengar ketika tubuh diketuk; perkusi membantu menentukan keadaan organ dibawah permukaan tubuh (Kamus Keperawatan)
d. Pekak :
Seperti suara ketukan pada otot atau hati (Major Diagnosis Fisis, Edisi 9)
e. Retraksi dinding dada :
Tindakan menarik kembali atau keadaan tertarik dinding dada (Dorland, Edisi 9)
Penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas, bersama dengan frekuensi napas (Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Volume 2)
f. Ronchi :
Bising napas yang terdengar pada auskultasi (periksa dengar), terjadi karena getaran isi cabang-cabang dan ranting-ranting tenggorokan pada hembusan keluar masuk udara napas, bising karena adanya cairan dalam saluran napas (Kamus Kedokteran, Edisi 2000)
g. Mantoux test :
Pemeriksaan diagnostik dengan menyuntikkan PPD secara intradermal, untuk skintest pada obat atau uji penyakit TB (Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan)
Salah satu uji untuk mendiagnosa TB (Departement of Health, Tuberculin skintest)
h. Indurasi :
Titik atau tempat yang keras secara abnormal (Dorland, Edisi 29)
Pengerasan jaringan atau organ yang abnormal (Kamus Keperawatan)
1.3 Identifikasi Masalah
No 1.
Pernyataan
Harapan
Seorang anak berumur 7 tahun diantar oleh ibunya di Poli Tidak 5
Konsen VVV
Klinik RSMH dengan keluhan sesak napas dan batuk Sesuai berdahak lebih kurang selama 4 minggu. Awalnya terdapat Harapan demam yang naik turun selama dua minggu. Anak mengalami anoreksia dan penurunan berat badan, serta anak tampak lemah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan adanya retraksi dinding dada, terdapat ronchi kasar, pekak saat dilakukan perkusi di kedua lapang paru, anak juga mengeluh kadang merasa nyeri pada bagian dada terutama saat batuk dengan skala 5. Anak berkeringat pada malam hari dan mengalami kesulitan saat tidur malam hari. RR : 42x/menit, T : 38oC, BB : 13,6 kg, TB : 123 cm. 2.
Seminggu yang lalu anak telah dilakukan pemeriksaan Tidak
VV
mantoux test didapatkan indurasi 6 mm. Ibu mengabaikan Sesuai rekomendasi tenaga kesehatan saat itu. 3.
Anak
disarankan
dirawat
inap
Harapan untuk
mendapatkan Sesuai
-
pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut serta pentalaksanaan Harapan yang tepat.
1.4 Prioritas Masalah Prioritas pertama : Seorang anak berumur 7 tahun diantar oleh ibunya di Poli Klinik RSMH dengan keluhan sesak napas dan batuk berdahak lebih kurang selama 4 minggu. Awalnya terdapat demam yang naik turun selama dua minggu. Anak mengalami anoreksia dan penurunan berat badan, serta anak tampak lemah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan adanya retraksi dinding dada, terdapat ronchi kasar, pekak saat dilakukan perkusi di kedua lapang paru, anak juga mengeluh kadang merasa nyeri pada bagian dada terutama saat batuk dengan skala 5. Anak berkeringat pada malam hari dan mengalami kesulitan saat tidur malam hari. RR : 42x/menit, T : 38oC, BB : 13,6 kg, TB : 123 cm. Prioritas kedua : Seminggu yang lalu anak telah dilakukan pemeriksaan mantoux test didapatkan indurasi 6 mm. Ibu mengabaikan rekomendasi tenaga kesehatan saat itu.
1.5 Analisis Masalah 6
A. Seorang anak berumur 7 tahun diantar oleh ibunya di Poli Klinik RSMH dengan keluhan sesak napas dan batuk berdahak lebih kurang selama 4 minggu. Awalnya terdapat demam yang naik turun selama dua minggu. Anak mengalami anoreksia dan penurunan berat badan, serta anak tampak lemah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan adanya retraksi dinding dada, terdapat ronchi kasar, pekak saat dilakukan perkusi di kedua lapang paru, anak juga mengeluh kadang merasa nyeri pada bagian dada terutama saat batuk dengan skala 5. Anak berkeringat pada malam hari dan mengalami kesulitan saat tidur malam hari. RR : 42x/menit, T : 38oC, BB : 13,6 kg, TB : 123 cm. 1. Apa saja jenis imunisasi yang seharusnya sudah didapatkan anak tersebut? Jawab : a. BCG Vaksin
BCG
merupakan
vaksin
beku
kering
yang
mengandung
Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain paris. Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis. Cara pemberian dan dosis: -
Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
-
Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
Efek samping: 2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul papula yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm. Penanganan efek samping: -
Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan antiseptik.
-
Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar anjurkan orangtuamembawa bayi ke ke tenaga kesehatan. 7
b. Vaksin DPT – HB – HIB Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b secara simultan. Cara pemberian dan dosis: -
Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas.
-
Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
Kontra indikasi: Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius . Efek samping: Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian. Penanganan efek samping: -
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah).
-
Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
-
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
-
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
-
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
-
Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.
c. Vaksin Hepatitis B Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat noninfecious, berasal dari HBsAg. 8
Cara pemberian dan dosis: -
Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
-
Pemberian sebanyak 3 dosis.
-
Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Kontra indikasi: Penderita infeksi berat yang disertai kejang Efek Samping: Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. Penanganan Efek samping: -
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
-
Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
-
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
-
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
-
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
d. Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine [OPV]) Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan. Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis. Cara pemberian dan dosis: Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu. Kontra indikasi: Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
9
Efek Samping: Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang. Penanganan efek samping: Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun e. Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV) Indikasi: Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immuno compromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi. Cara pemberian dan dosis: -
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
-
Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau duabulan.
-
IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan rekomendasi dari WHO.
-
Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturutturut dengan interval satu atau dua bulan.
Kontra indikasi: -
Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
-
Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
-
Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
-
Alergi terhadap Streptomycin.
Efek samping: Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari. Penanganan efek samping: -
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI). 10
-
Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
-
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
-
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam)
-
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
f. Vaksin Campak Indikasi: Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Cara pemberian dan dosis: 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral paha, pada usia 9–11 bulan. Kontra indikasi: Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma. Efek samping: Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi. Penanganan efek samping: -
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah).
-
Jika demam kenakan pakaian yang tipis.
-
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
-
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
-
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
-
Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.
Imunisasi Lanjutan Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi 11
lanjutan diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Balita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur a. Vaksin DT Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat. Indikasi: Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak-anak. Cara pemberian dan dosis: Secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin. Efek Samping: Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. Penanganan Efek samping: -
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum anak lebih banyak.
-
Jika demam, kenakan pakaian yang tipis
-
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin
-
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam)
-
Anak boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
b. Vaksin Td Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat. Indikasi: Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7 tahun. Cara pemberian dan dosis: Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml. 12
Kontra indikasi: Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya. Efek samping: Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20–30%) serta demam (4,7%) Kelompok Umur
Jenis Imunisasi BCG, polio, hepatitis B, DPT, campak, HiB,
Lahir < 1 tahun
pneumokokus, rotavirus DPT, polio, MMR, tifoid, hepatitis A,
1 - 4 tahun
varisela, influenza, HiB, pneumokokus DPT, polio, campak, MMR, tifoid, Hepatitis
5 - 12 tahun
A, varisela, influenza, pneumokokus
Kelompok Umur
Jenis Imunisasi BCG, polio, hepatitis B, DPT, campak, HiB,
Lahir < 1 tahun
pneumokokus, rotavirus DPT, polio, MMR, tifoid, hepatitis A,
1 - 4 tahun
varisela, influenza, HiB, pneumokokus DPT, polio, campak, MMR, tifoid, Hepatitis
5 - 12 tahun
A, varisela, influenza, pneumokokus
Sumber : Hadianti, D. N. (2014). Buku Ajar Imunisasi. Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2. Apakah diagnosa medis yang dapat ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian? Dan disertakan analisis data! Jawab : Analisa data: Riwayat Kesehatan pada Kasus
Demam naik turun 2 minggu 13
Batuk berdahak kurang lebih 4 minggu
Sesak nafas Nyeri dada skala 5 Lemah Anoreksia BB turun Keringat malam
Ronchi kasar
Sulit tidur malam Retraksi dinding dada Tinggal bersama nenek yang menderita penyakit yang sama
Suara pekak pada saat perkusi lapang baru Kesimpulan : Analisa data diatas merupakan tanda dan gejala khas yang diderita oleh pasien yang mengidap penyakit tuberkulosis, sehingga dapat disimpulkan jika pada anak tersebut mengalami TB paru Sumber : Kusuma, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction.
3. Jelaskan sistem skoring dan gejala pemeriksaan penunjang TB anak! Jawab : GEJALA Kontak dengan pasien TB Tes Mantoux
0 Tidak jelas
Tulang/sendi Foto thorax Total
-
2 BTA(-)
3 BTA(+)
(-)
Positif 10mm atau 5mm pada px imonosupresi Gizi kurang Gizi Buruk BB/TB BB/TB< <90% atau 70% atau BB/U <80% BB/U <60% 2 Minnggu -
<3 minggu
≥ 3 minngu >1kel, ≥1cm , Tidak nyeri Bengkak Sugestif TB
BB
Demam tanpa penyebab jelas Batuk Pembesaran Kelenjar
1
Normal
14
SKOR
Hal – hal yang harus diperhatikan : a. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter b. Jika dijumpai TB kelenjar atau kulit pasien langsung didiagnosis tuberkulosis c. Berat badan dinilai saat pasien datang d. Demam dan batuk tidak respon terhadap terapi sesuai baku puskesmas e. Foto dada bukan alat diagnostik utama pada TB anak f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG ( reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak g. Anak dengan TB jika jumlah skor ≥ 6 h. Pasien balita yang mendapat skor 5 harus dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut. Sistem skoring jika dihubungankan dengan kasus : GEJALA Kontak dengan pasien TB Tes Mantoux
BB
0
(-)
1
2
3 BTA(+)
SKOR
Positif 10mm atau 5mm pada px imonosupresi Gizi kurang Gizi Buruk BB/TB BB/TB< <90% atau 70% atau BB/U <80% BB/U <60% 2 Minggu -
Demam tanpa penyebab jelas Batuk ≥ 3 minngu Pembesaran Kelenjar Tulang/sendi Foto thorax Total Kesimpulan : dari sistem skoring tersebut maka dapat disimpulkan jika pada kasus tersebut sang Anak mengidap Tuberkulosis paru pada anak. Sumber : Kusuma, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction. 15
4. Jelaskan patofisiologis TB paru pada anak! Jawab : TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu suatu bakteri tahan asam. Ketika anak terhirup basil tuberculosis hidup ke paru-paru maka akan terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas (fokus primer). Basil tuberkulosis ini akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut ke kelenjar limpe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekiar 2-10 minggu pasca infeksi. Pasa saat terbetuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk. Hal ini ditandai dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein melalui uji tuberkulin positif. Pada anak yang mengalami lesi, terdapat pembesaran kelenjar regional yang penyebarannya banyak terjadi melalui hematogen. Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil meyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut (nekrosis kaseosa). Sumber : Yuliani, S. & Suriadi. (2010). Asuhan Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.
5. Jelaskan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosa pada kasus! Jawab : a. Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan Mycobacterium tuberculosis pada stadium aktif
16
b. Ziehl Neelsen ( Acid fast staind applied to smear of body fluid) :untuk menentukan suatu bakteri postif untuk BTA c. Mantoux test : reaksi positif jika area indurasi 10mm atau lebih timbul 48-72 jam setelah injeksi intradermal d. Rontgen Thorax: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian atas paru-paru deposit kalsium pada lesi premier yang membaik atau cairan pleura perubahan yng mengindikasikan TB yang lebih bert dapat mencakup area berlubang da fibrous e. Histologi atau kultur jaringan f. Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi, dapat terjadi rentensi air dan iponatremia g. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB h. Darah:Leukositosis (peningkatan jumlah leukosit) sebagai reaksi terhadap adanya infeksi khususnya di membran alveolar. Laju endap darah (LED) meningkat. Sumber : Soemantri, I. (2007). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
6. Jelaskan bagaimana pengobatan TB pada anak? Jawab : a. Obat anti tuberkulosis (OAT) Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA negarif menggunakan paduan INH, Rifampisin dan Pirazinamid pada fase insial (2 bulan pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan. b. Kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC) Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum obat, panduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/FDC. Satu paket dibuat untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
17
yaitu Rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg dan Pirazinamis (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Sumber : Rahajoe, N. N. (2016). Petunjuk Teknis Manajemen Dan Tatalaksana TB Anak. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
18
7. Apa saja masalah keperawatan yang dapat ditegakkan disertai analisa data dan prioritas masalah? Jawab : Data Objektif
Data Subjektif
Masalah Keperawatan
RR = 42xprmenit T = 38C BB = 13,6kg TB = 123cm Retraksi dinding dada Ronkhi kasar Perkusi pekak di kedua lapang paru Mantoux test = 6mm Tampak lemah
Sesak nafas Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Tinggal bersama nenek yang memiliki penyakit dengan gejala yang sama serta mengkonsumsi obat yang lama namun tidak dihabiskan Nyeri dada skala 5
Tampak Lemah RR = 42xprmenit T = 38C
Demam naik turun selama 2 minggu Keringat di malam hari
Hipertermi
Tampak Lemah Anoreksia RR = 42xprmenit Retraksi dinding dada Perkusi lapang paru : pekak T = 38C Retraksi dinding dada Anoreksia Penurunan BB
Nyeri dada dengan skala 5 Sesak napas
Nyeri akut
Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Nyeri dada dengan skala 5 19
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Gangguan pola tidur
Tampak Lemah RR = 42xprmenit T = 38C
Sesak nafas Keringat di malam hari Mengalami sulit tidur
Anoreksia Penurunan BB Tampak Lemah BB = 13,6kg TB = 123cm
Sesak nafas Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Nyeri dada dengan skala 5
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Anoreksia Penurunan BB Mantoux test = 6mm
Defisit pengetahuan
Sesak nafas Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Nyeri dada dengan skala 5 Riwayat pemberian imunisasi tidak lengkap Tinggal bersama nenek yang memiliki penyakit yang sama serta mengkonsumsi obat yang lama namun tidak dihabiskan Hasil test mantoux dihiraukan
Sesak nafas Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Nyeri dada dengan skala 5 Mengalami sulit tidur Keringat di malam hari
Keletihan
Anoreksia Penurunan BB Tampak Lemah
20
Kesimpulan : dari banyaknya masalah keperawatan yang telah muncul maka harus ada masalah utama dan menjadi prioritas untuk diselesaikan, sehingga masalah Ketidakefektifan bersihan jalan napas lah yang dapat dijadikan prioritas utama dan harus diatasi. Karena salah satu kebutuhan yang paling mendasar dari manusia adalah kebutuhan oksigenasi, untuk memenuhi kebutuhan tersebut bukan
hanya
dengan
mengandalkan
oksigen,
namun
21
juga
harus
didukung
dengan
jalan
napas
yang
adekuat.
8. Berikan intervensi yang dapat direncanakan berdasarkan diagnosa yang sudah ditegakkan! Jawab : No .
Diagnosa
1. 1Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus berlebihan d.d . DO = RR = 42x/menit T = 38C BB = 13,6kg TB = 123cm Retraksi dinding dada Ronkhi kasar Perkusi pekak di kedua lapang paru Mantoux test = 6mm Tampak lemah DS = Sesak nafas Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Tinggal bersama nenek yang memiliki penyakit dengan gejala yang sama serta mengkonsumsi obat yang lama namun tidak dihabiskan Nyeri dada skala 5 2. Nyeri akut b.d agens cedera biologis DO =
NIC
NOC Tujuan / kriteria hasil Status pernafasan : kepatenan jalan napas
Skala target outcome Indikator
Dipertahankan pada
Ditingkatkan ke
Frekuensi pernapasan
3
5
Irama pernapasan
3
5
Suara napas tambahan
3
5
batuk
3
5
Tujuan / kriteria hasil : kontrol nyeri 22
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identivikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat memasukkan jalan napas Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan. Posisikan untuk meringankan sesak napas
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum
DS =
Tampak Lemah Anoreksia RR = 42x/menit Retraksi dinding dada Perkusi lapang paru : pekak T = 38C Retraksi dinding dada Nyeri dada dengan skala 5 Sesak napas
3. 2Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia d.d . DO = Anoreksia Penurunan BB Tampak Lemah BB = 13,6kg TB = 123cm Anoreksia
Skala target outcome Indikator
Dipertahankan Ditingkatkan pada ke
Mengali kapan nyeri terjadi
3
5
Menggunaka n tindakan pencegahan
3
5
Menggali apa yang terkait dengan nyeri
3
5
Tujuan/kriteria hasil : status nutrisi Skala target outcome Dipertahankan pada
Ditingkatkan ke
Asupan gizi
3
5
Asupan makanan
3
5
Indikator
DS = Sesak nafas 23
mengobati pasien Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan Cek adanya riwayat alergi obat Gunakan pendekatan tenang dan meyakinkan Berikan objek yang menunjukan perasaan aman
Tentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap pilihan makanan yang lebih sehat,
Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Nyeri dada dengan skala 5
4. 4Hipertermi b.d penyakit d.d DO = . Tampak Lemah RR = 42xprmenit T = 38C DS = Demam naik turun selama 2 minggu Keringat di malam hari
5. 6Gangguan pola tidur b.d batuk produktif d.d DO : . Anoreksia Penurunan BB Tampak Lemah RR = 42x/menit T = 38C DS : Batuk berdahak lebih kurang 4
Energi
3
5
Rasio berat badan/tinggi badan
3
5
Tujuan / kriteria hasil Termoregulasi:Temperatur stabil 36,5-37,5
Skala target outcome Indikator Sputum purulen Demam Malaise Anorexia
Skala target outcome Skala target outcome Indikator Sputum purulen Demam Malaise Anorexia
jika diperlukan
Skala target outcome Indikator Sputum purulen Demam Malaise Anorexia
Tujuan/kriteria hasil : tidur Skala target outcome
Indikator
Dipertahankan pada
Ditingkatkan ke
Jam tidur
3
5
24
Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya Monitor warna kulit dan suhu Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung pada fase demam(yaitu: memberikan selimut hangat untuk fase dingin;menyediakan pakaian atau linen tempat tidur ringan untuk demam dan fase pergejolak atau flush) Fasilitiasi istirahat, terapkan pembatasan aktifitas: jika diperlukan Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien Jangan menempatkan pasien pada posisi yang bisa menigkatkan nyeri Bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga denga tepat Ciptakan lingkungan yang tenang dan
minggu Nyeri dada dengan skala 5 Sesak nafas Keringat di malam hari Mengalami sulit tidur
6. 7Keletihan b.d anoreksia DO= . Anoreksia Penurunan BB Tampak Lemah DS=
Sesak nafas Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu Nyeri dada dengan skala 5 Mengalami sulit tidur Keringat di malam hari
7. 9Risiko Infeksi b.d agen penyebaran infeksi .
Pola tidur
4
5
Kualitas tidur
3
5
Nyeri
3
5
Tujuan/kriteria hasil : tingkat kelelahan Skala target outcome Indikator
Dipertahankan pada
Ditingkatkan ke
Kualitas istirahat
3
5
Kualitas tidur
3
5
kelelahan
3
5
Tujuan/kriteria hasil: deteksi resiko Indikator Dipertahankan Ditingkatkan pada ke Faktor-faktor 3 5 penyebab dan faktor yang berkontribusi Manfaat 4 5 manajemen 25
tanpa distraksi dengan lampu yang redup dan suhu lingkungan yang nyaman, jika memungkinkan Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan pakaian yang longgar dan mata tertutup. Tentukan pola tidur/aktivitas pasien Perkiraan tidur/siklus bangun pasien di dalam perawatan perencanaan Jelaskan pentingnya tidur yang cukup Monitor/catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur Bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga denga tepat
ajarkan pada keluarga mengenai vaksinasi yang diperlukan jika ada paparan atau insiden khusus(misalnya, kolera, tuberkolosis, demam kuning) pahami bahwa keterlambatan pemberian imunisasi pada satu seri bukan berarti harus mengulang jadwal catat riwayat kesehatan pasien dan
8. Defisit Pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan d.d DO = Anoreksia Penurunan BB Mantoux test = 6mm DS = Sesak nafas Batuk berdahak lebih kurang 4 minggu
penyakit Tanda, gejala 3 5 penyakit dan komplikasi Strategi 4 5 untuk mencegah komplikasi Strategi 4 5 untuk mencegah orang lain tertular penyakit Penggunaan 3 5 obat-obat resep yang benar Efek terapi 4 5 obat Tujuan/kriteria hasil : perilaku patuh: aktivitas
riwayat alergi anjurkan pernapasan dalam dan batuk, dengan tepat pantau adanya perubahan tingkat energi atau malaise
yang disarankan
Bentu
klien
mengidentifikasi
kemungkinan perkmbangan situasi Skala target outcome
Indikator
Membahas
Dipertaha
Ditingkatkanke krisis yang bisa berdampak pada
nkanpada
klien dan keluarga
3
aktifitas
krisis yang terjadi dan efek dari
5
Identifikasi kekhawatiran,
26
kebutuhan
individu,
preferensi
dan
Nyeri dada dengan skala 5 Riwayat pemberian imunisasi tidak lengkap Tinggal bersama nenek yang memiliki penyakit yang sama serta mengkonsumsi obat yang lama namun tidak dihabiskan Hasil test mantoux dihiraukan
rekomendasi
meningkatkan keterlibatan dalam
dengan
pengambilan
profesional
mengidentifikasikan
kesehatan
menunjukan
Mengidentifikasi
3
diharapkan dari aktivitas fisik Mengidentifikasi
3
5
hambatan untuk melaksanakan aktivitas fisik yang ditentukan Menanyakan
3
pertanyaan terkait kesehatan
27
5
serta dan
hambatan-hambatan
bagi perawatan
5
manfaat yang
keputusan,
Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau berisiko dari pada memberikan saran untuk menghindari atau mengubah perilaku. Gunakan berbagai strategi dan intervensi utama dalam program pendidikan
9. Jelaskan suara-suara napas normal maupun suara napas tambahan! Jawab: Suara paru-paru normal dibagi menjadi 4 jenis yaitu: a. Tracheal, yaitu suara pada bagian larik dan pangkal leher. b. Bronchial, yaitu suara pada bagian percabangan antara paru-paru kanan dan paru-paru kiri. c. Bronchialvesicular, yaitu suara pada bagian ronchus tepat pada bagian dada sebelah kanan atau kiri. d. Vesicular, yaitu suara yang didengar pada dada samping dan dada dekat paru.
Suara paru-paru abnormal dibagi menjadi 3 yaitu: a. Absent atau Decreased Breath Terkadang suara paru-paru tidak terdengar pada bagian dada, atau suara menghilang. Hal ini bisa berarti ada suatu masalah pada bagian tersebut. Hal ini dapat disebabkan penyakit berupa daging yang tumbuh hingga paru-paru mengecil. b. Harsh Vesicular Vesicular normal merupakan suara paru-paru dengan intensitas soft dan pitch rendah atau low. Apabila suara terdengar lebih kuat dari biasanya bisa berarti abnormal sound dan dapat digolongkan sebagai harsh vesicular. c. Bronchial Ciri utama dari bronchial adanya suaranya bergema. Ada celah antara fase inspirasi dan ekspirasi.
Suara paru Adventitious dibagi menjadi 5, yaitu:
a. Crackles Crackles adalah jenis suara yang bersifat discontinous, suara ini umumnya lebih terdengar pada proses inspirasi. Suara crackles juga dikenal dengan nama rales atau crepitation. Suara ini diklasifikasikan sebagai fine (pitch tinggi, lembut, sangat singkat) atau coarse (pitch rendah, lebih keras, tidak terlalu singkat). Spektrum frekuensi suara crackles antara 100-2000 Hz. 28
Kondisi penyebab terjadinya crackles ; ARDS, asma, Bronchiectasis, bronkitis kronis, CHF, penyakit paru intertisial, edema paru.
b. Wheeze Wheeze merupakan jenis suara yang bersifat kontinu, memiliki pitch tinggi, lebih sering terdengar pada proses ekspirasi. Suara ini terjadi saat aliran udara melalui saluran udara yang menyempit karena sekresi, benda asing atau luka yang menghalangi. Perlu diperhatikan jika wheeze terjadi dan terdapat perubahan setelah bernafas dalam atau batuk. Suara wheeze dapat digolongkan menjadi dua yaitu: Suara monophonic, adalah suara yang terjadi karena adanya blok pada satu saluran nafas, biasanya sering terjadi saat tumor menekan dinding bronchioles. Suara Polyphonic, adalah suara yang terjadi karena adanya blok pada semua saluran atau terdapat bermacam-macam lekukan hambatan saat proses ekspirasi. Kondisi yang menyebabkan wheezing ; Asthma, CHF, COPD, edema paru.
c. Ronchi Ronchi merupakan jenis suara yang bersifat kontinu, memeiliki pitch rendah, suara mirip seperti wheeze. Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering disebut coarse ratling sound. Suara ini biasanya menunjukkan halangan pada saluran udara yang lebih besar oleh sekresi.
d. Stridor Stridor merupakan suara whezee inspirasi yang terdengar keras pada trechea. Stridor menunjukkan indikasi luka pada trachea atau pada larynx sehingga sangat dianjurkan segera diberikan pertolongan medis.
e. Pleural Rub Pleural rub merupakan suara menggesek atau menggeretak yang terjadi pada saat permukaan pleural membengkak atau menjadi kasar dan menggesek satu dengan yang lain. Suara dapat bersifat kontinu atau diskontinu. 29
Biasanya terlokasi pada suatu tempat di dinding dada dan terdengar selama fase inspirasi atau ekspirasi. Kondisi yang menyebabkan pleural rub: efusi pleura dan pneumothorax Kesimpulan : berdasarkan penjelasan berbagai macam suara napas tambahan, ronchi masuk ke dalam golongan suara napas yang menunjukkan jika terjadi suatu gangguan pada saluran napas anak, yang disebabkan adanya halangan atau hambatan oleh produksi sekret yang cukup banyak. Sumber : Aridel Chandraditya, A. R. (2017). Perbandingan Suara Paru Normal dan Abnormal menggunakan Probilistic Neural Network dan Support Vector Machine Classification. eProceeding of Enginering . Sukamti, S. (2009). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik pada Bayi dan Anak. Jakarta: Trans Info Media.
10. Jelaskan suara perkusi normal pada lapang paru! Apakah yang menyebabkan suara pekak pada perkusi lapang paru? Jawab: Suara perkusi pada paru: a. Suara sonor (resonant): suara perkusi jaringan paru normal b. Suara memendek (suara tidak panjang) c. Suara
redup
(dull)
adalah
suara
perkusi
jaringan
yang
lebih
padat/konsolidasi paru-paru seperti pneumonia. Redup ini didapat saat ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura. d. Suara timpani (tympanic), adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong. Seperti: daerah Caverne-caverne paru, penderita asthma kronik terutama dengan batuk dada barrel-chest akan terdengar seperti ketukan benda-benda kosong (bergema), dan seperti ketukan diatas lambung yang kembung. Perkusi dilakukan dengan cara membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax. e. Suara pekak (flat), adalah suara perkusi jaringan padat, seperti pada: Adanya cairan di rongga pleura, perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar dan perkusi pada otot f. Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih bergaung, metallklang. 30
g. Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras, contoh pada bagian paru yang di atas daerah yang ada cairannya, suara antara sonor dan timpani, karena udara bertambah misalnya pada emfisema pulmonum, juga pneumothorak. Kesimpulan : berdasarkan jenis-jenis suara perkusi yang sudah dijelaskan maka suara normal dari perkusi lapang paru adalah berbunyi hipersonor, namun pada kasus suara perkusi yang ditimbulkan ketika perkusi kedua lapang paru adalah pekak yang menunjukkan jika terdapat suatu gangguan yang terjadi pada paruparu. Sumber : Sukamti, S. (2009). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik pada Bayi dan Anak. Jakarta: Trans Info Media.
11. Bagaimanakah status nutrisi pada Anak tersebut? Jawab : a. Jika anak Laki-laki Umur 7 tahun BB = 13,6 Kg TB = 123 Cm 1,23 M Median = 15,5 IMT/U IMT =
Z skor =
=
BB TB2
=
13,6 1,23 x 1,23
13,6
= 1,5129 = 8,98
nilai individu subjek − nilai median BR nilai simpang BR 9,98−15,5 15,5−14,2
8,98−15,5
=15,5−14,2 =
−6,52 1,3
b. Jika anak perempuan Umur 7 tahun BB = 13,6 Kg TB = 123 Cm 1,23 M 31
= −5,015 = < −3𝑆𝐷
Median = 15,4 IMT/U IMT =
Zskor =
=
BB TB2
=
13,6 1,23 x 1,23
13,6
= 1,5129 = 8,98
nilai individu subjek − nilai median BR nilai simpang BR 8,98−15,4
= 15,4−13,9
−6,42 1,5
= −4,28 = < −3𝑆𝐷
Kesimpulan : Jadi status gizi anak berdasarkan kategori dan nilai ambang batas (Z-Score) status gizi anak yang dihitung pada indeks massa tubuh menurut umur adalah <3SD (SANGAT KURUS). Dikarenakan anak dengan umur 7 tahun normal nilai ambang batas (Z-Score) nya adalah 2SD sampai dengan 1SD.
12. Bagaimanakah TTV yang normal pada anak usia 7 tahun? Jawab : a. Suhu normal anak usia 7 tahun : 36.5oC - 37.5oC b. Nadi : 70-110x/menit (saat bangun tidur), 60-90x/menit (saat tidur), 200x/menit (saat demam) c. Pernapasan : 19 -20 x/menit d. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg Kesimpulan : pada kasus didapatkan jika hasil pengukuran tanda vital yang didapatkan yaitu T : 38oC sedangkan suhu normal nya adalah 36.5oC - 37.5oC hal tersebut menunjukkan jika anak tersebut mengalami kenaikan suhu di atas normal dan mengalami hipertermi. Sedangkan, pada kasus didapatkan RR : 42x/menit, namun RR normal pada anak yaitu dalam rentang 20-19x/menit sehingga anak tersebut mengalami takipnea. Sumber : Rahayu, D. S. (2009). Asuhan Keperawatan Anak dan Nenonatus. Jakarta: Salemba Medika.
13. Bagaimanakah menentukan skala nyeri pada anak? Jawab : Wong-Baker FACES Pain Rating Scale 32
Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan keluhannya. Berikut skala nyeri yang kita nilai berdasarkan ekspresi wajah:
Skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah, penilaian Skala nyeri dari kiri ke kanan: a. Wajah Pertama
: Sangat senang karena ia tidak merasa sakit sama
sekali. b. Wajah Kedua
: Sakit hanya sedikit.
c. wajah ketiga
: Sedikit lebih sakit.
d. Wajah Keempat
: Jauh lebih sakit.
e. Wajah Kelima f. Wajah Keenam
: Jauh lebih sakit banget. : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis
Penilaian skala nyeri ini dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas. Skala Nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale) a. 0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal. b. 1 nyeri hampir tak terasa (sangat ringan) : Sangat ringan, seperti gigitan nyamuk. Sebagian besar waktu Anda tidak pernah berpikir tentang rasa sakit. c. 2 (tidak menyenangkan) : nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
33
d. 3 (bisa ditoleransi) : nyeri Sangat terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter. e. 4 (menyedihkan) : Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah. f. 5 (sangat menyedihkan) : Kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir g. 6 (intens) : Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian mempengaruhi sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu. h. 7 (sangat intens) : Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu melakukan perawatan diri. i. 8 (benar-benar mengerikan) : Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir jernih, dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan berlangsung lama. j. 9 (menyiksa tak tertahankan) : Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya dan sampai-sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa efek samping atau risikonya. k. 10 (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) : Nyeri begitu kuat tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah mengalami skala rasa sakit ini. Karena sudah keburu pingsan seperti mengalami kecelakaan parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa parah. Pengelompokan: a. Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu) b. Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu aktifitas fisik)
34
c. Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri) Penilaian Nyeri Berdasarkan PQRST P : Provokatif / Paliatif Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri…? Apakah karena terkena ruda paksa / benturan..? Akibat penyayatan..? dll. Q : Qualitas / Quantitas Seberapa berat keluhan nyeri terasa..?. Bagaimana rasanya..?. Seberapa sering terjadinya..? Ex : Seperti tertusuk, tertekan / tertimpa benda berat, diris-iris, dll. R : Region / Radiasi Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga menyebar ke daerah lain / area penyebarannya..? S : Skala Seviritas Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS ( Baca : Cara Mengukur GCS (Glasgow’s Coma Scale) ) untuk gangguan kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan T : Timing Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi…? Apakah terjadi secara mendadak atau bertahap..? Akut atau Kronis..? Kesimpulan : berdasarkan penjelesan dalam mengukur skala nyeri yang sudah dijelaskan jika dihubungkan dengan kasus maka didapatkan keluhan nyeri dada dengan skala 5 yang artinya anak tersebut mengalami nyeri sedang dan dapat menganggu aktifitas fisiknya. Sumber : Priharjo, R. (1993). Perawatan Nyeri, Pemenuhan Aktivitas Istirahat. Jakarta: EGC.
35
B. Seminggu yang lalu anak telah dilakukan pemeriksaan mantoux test didapatkan indurasi 6 mm. Ibu mengabaikan rekomendasi tenaga kesehatan saat itu. 1. Jelaskan Mantoux Test serta bagaimana Mantoux test dianggap positif? Jawab : Tes Mantoux Tes Mantoux adalah tes tuberkulin intrakutaneus dimana 0,1 ml PPD (purified protein derivative) yang mengandung 5 unit tuberkulin yang diinjeksikan secara intradermal, biasanya pada lengan bawah; ukuran daerah indurasi setelah 48 – 72 jam; digabungkan dengan faktor-faktor resiko, digunakan untuk menentukan apakah telah terjadi pajanan atau infeksi Mycobacterium tuberculosis atau organisme yang sejenis.
Imunologi Reaksi uji tuberkulin yang dilakukan secara intradermal akan menghasilkan hipersensitivitas tipe IV atau delayed-type hypersensitivity (DTH). Masuknya protein TB saat injeksi akan menyebabkan sel T tersensitisasi dan menggerakkan limfosit ke tempat suntikan. Limfosit akan merangsang terbentuknya indurasi dan vasodilatasi lokal, edema, deposit fibrin, dan penarikan sel inflamasi ke tempat suntikan.
Membaca dan interprestasi hasil Bacalah hasilnya setelah 48 – 72 jam. Jika ada reaksi, maka akan terlihat daerah dengan eritema (kemerahan) yang mungkin akan sukar terlihat pada kulit berwarna gelap dan daerah dengan indurasi (penebalan) kulit. Ukurlah diameter dari indurasi menurut aksis tranversal dari lengan. Luas eritema (kemerahan) yang ada tidaklah penting. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥ 10mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Apabila diameter indurasi 0–4 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5 – 9 mm dinyatakan positif meragukan. Hal ini terjadi karena kesalahan teknis (trauma dan lain-lain), keadaan anergi, atau reaksi silang dengan M.atipik. Bila mendapatkan hasil yang meragukan, uji tuberkulin dapat diulang. Untuk 36
menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan 2 minggu kemudian dan penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain, minimal berjarak 2 cm.
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosis, M.bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen lainnya. Uji tuberkulin tidak dapat menentukan sakit atau tidaknya seorang pasien, serta tidak dapat menentukan berapa lama seseorang telah terinfeksi tuberkulosis. Mengklasifikasikan Reaksi Tuberkulin : a. > 5 mm diklasifikasikan sebagai positif dalam
orang HIV-positif
kontak baru-baru ini kasus TB
Orang dengan perubahan fibrotik pada rontgen dada konsisten dengan TB sembuh tua
Pasien dengan transplantasi organ dan lainnya , pasien imunosupresi
b. > 10 mm diklasifikasikan sebagai positif dalam
pendatang baru dari negara-negara prevalensi tinggi
pengguna narkoba suntikan
Warga dan karyawan berisiko tinggi berkumpul pengaturan
mikobakteriologi pegawai laboratorium
Orang dengan kondisi klinis yang menempatkan mereka pada risiko tinggi
anak-anak <4 tahun, atau anak-anak dan remaja terkena dewasa di kategori berisiko tinggi
c. > 15 mm diklasifikasikan sebagai positif dalam •
Orang dengan tidak ada faktor risiko yang diketahui untuk TB
•
program pengujian seharusnya hanya dilakukan antara kelompok berisiko tinggi
Kesimpulan : pada kasus disebutkan jika hasil dari Mantoux test terdapat indurasi 6 mm. Untuk menentukan apakah hasil tersebut positif atau negatif 37
dapat menggunakan pedoman klasifikasi Mantoux test positif poin a. yaitu disebutkan jika lebih ≥ 5 mm maka hasil positif. Jika dilihat dari hasil pengkajian disebutkan jika Anak memiliki riwayat tidak lengkap imunisasi, seperti yang kita ketahui imunisasi merupakan suatu upaya untuk meningkatan sistem imun seseorang dengan salah satu caranya memberikan vaksin, sehingga jika seseorang tidak mendapatkan imunisasi tersebut maka berpotensi mengalami penurunan sistem imun (imunosupresif). Selain hal tersebut, disebutkan jika tinggal bersama dengan nenek yang memiliki penyakit serupa yang artinya mengalami kontak dengan kasus TB. Sehingga, dapat disimpulkan jika hasil Mantoux test positif. Sumber : HS, Nursyamsih. &. (2011). TBC dengan Test Mantoux di Bidang Ilmu Kesehatan Anak di RSU Prof. K.S.U Kandou Manado. Inspirasi . 2. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi hasil Mantoux test? Jawab : Faktor penyebab false positif : Vaksinasi a. BCG (bacille Calmette – Guerin)14,17 BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil hidup yang dihilangkan virulensinya (basil ini berasal dari suatu strain TB bovin yang dibiakkan selama beberapa tahun dalam laboratorium). BCG merangsang kekebalan, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa menyebabkan kerusakan. Sesudah vaksinasi BCG, TB dapat memasuki tubuh, tetapi dalam kebanyakan kasus daya pertahanan tubuh yang meningkat akan mengendalikan atau membunuh kuman-kuman tersebut. b. Beberapa vaksinasi untuk penyakit infeksi; seperti campak, mumps, rubella, polio, atau parotitis, yang diberikan kurang dari 6 minggu sebelum tes tuberkulin. Tes Mantoux juga dapat memberikan hasil yang positif jika individu mengalami infeksi yang disebabkan oleh mikobakterium lainnya, selain yang menyebabkan tuberkulosis.
Faktor penyebab false negatif :
38
a. Umur Bayi yang berumur kurang dari 6 bulan, tes Mantouxnya dapat memberi hasil negatif palsu. Hal ini terjadi karena sistem imunnya masih imatur.
b. Anergi Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi, misalnya :gizi buruk, dehidrasi, penyakit morbili, varisela, pertusis, dan tifus, keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, TB yang berat, infeksi HIV.
c. Dalam masa inkubasi infeksi TB. Hal ini terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah sistem imun bereaksi terhadap bakteri TB.
d. Kesalahan tekhnik penyuntikan atau pembacaan (penilaian). Penilaian hasil uji tuberkulin Mantoux adalah berdasarkan indurasi yang timbul, bukan eritemanya. Ukuran eritema dapat sama, lebih kecil, atau yang sering adalah lebih besar dari indurasinya. Eritema selebar apapun bila tanpa indurasi maka dinyatakan negatif. Sumber : HS, Nursyamsih. &. (2011). TBC dengan Test Mantoux di Bidang Ilmu Kesehatan Anak di RSU Prof. K.S.U Kandou Manado. Inspirasi .
1.6 Hipotesis Diagnosis medis : Tuberkulosis paru primer (anak) Diagnosis Keperawatan prioritas : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
1.7 Sintesis A. Pengertian Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (gastrointestinal) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak penularannya terjadi secara inalasi droplet yang berasal dari 39
orang yang terinfeksi bakteri tersebut (Sylvia a. Price). Adapun klasifikasi tuberkulosis dari sistem lama yaitu : pembagian secara patologis, pembagian secara aktivitas radiologis dan pembagian secara radiologis. Untuk pembagian secara patologis dibedakan menjadi dua yaitu tuberkulosis primer (childhood tuberculosis) dan tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis). Sedangkan, pembagian tuberkulosis berdasarkan aktivitas radiologis tuberkulosis paru aktif (Koch Pulmonum, non aktif dan bentuk aktif yang menyembuh (quiescent). Dan yang terakhir adalah klasifikasi tuberkulosis berdasarkan luas lesi yaitu tuberkulosis minimal, Moderately advanced tuberculosis, Far advanced tuberculosis. B. Etiologi Tuberkulosis Penyebab tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini masuk ke dalam golongan bakteri basil tahan asam (BTA). Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Jika bakteri ini terkena sinar matahari maka hanya dapat bertaan hidup 1-2 jam, namun jika dalam keadaan lingkungan yang gelap dan lembab maka dapat bertahan bermingguminggu hingga berbulan-bulan. Ada dua macam Mycobacterium tuberculosis yaitu tipe Human dan tipe Bovin. Basil tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita masitis tuberkulosis usus dan penularannya biasanya melalui saluran cerna. Basil tipe Human bisa berada di saliva dan ditularkan secara droplet atau dengan inalasi. (Wim de Jong) Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru, bakteri dapat bertahan hidup jika kondisi lingkungan yang tidak adekuat misal, lembab, sirkulasi tidak adekuat dan tidak mendapat sinar matahari yang cukup, maka bakteri akan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah hidup dan dapat menyebabkan TB pada oragan lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun (Patrick Davey). C. Patofisiologi TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu suatu bakteri tahan asam. Ketika anak terhirup basil tuberculosis hidup ke paru-paru maka akan terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas (fokus primer). Basil tuberkulosis ini akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut ke kelenjar limpe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekiar 2-10 minggu pasca infeksi. Pasa saat terbetuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk. Hal ini ditandai dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein melalui uji tuberkulin positif. Pada anak yang mengalami lesi, 40
terdapat pembesaran kelenjar regional yang penyebarannya banyak terjadi melalui hematogen. Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil meyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut (nekrosis kaseosa). D. Manifestasi Klinis 1. Hemoptysis 2. Malaise, keringat malam 3. Suara khas perkusi dada 4. Suara napas tambahan (ronchi) 5. Peningkatan sel dara putih di dominasi limfosit 6. Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh 7. Pada anak khususnya : a. Demam tanpa sebab yang jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu b. Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze c. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa d. Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh E. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d produksi mukus berlebihan 2. Nyeri akut b.d agens cedera biologis 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia 4. Hipertermi b.d penyakit 5. Keletihan b.d anoreksia 6. Risiko infeksi b.d agens penyebaran infeksi 7. Gangguan pola tidur b.d batuk produktif 8. Defisit pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan Diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas utama adalah ketidakefetifan bersihan jalan napas b.d produksi mukus . Karena dengan diatasinya bersihan jalan napas maka diharapkan pasien dapat bernapas tanpa adanya peningkatan frekuensi pernapasan, sesak napas dan nyeri dada. 41
1.8 Patofisiologis Mycobacterium tuberculosis di udara
Penularan droplets
Masuk ke paru Terpapar langsung dengan kasus TB
Imunisasi tidak lengkap Mulai menyebar ke kelenjar getah bening dan kelenjar regional
Reaksi eksudasi (2-10 minggu)
Terbentuk kompleks primer dan membentuk lesi primer
Limfosit T menjadi sensitif terhadap TB
Limfokin mengaktifkan makrofag
42
Makrofag menjadi turberkel
Timbul serabut keju (perkejuan)
Nekrosi kareosa
43
1.9 Learning Issue Masalah
W.I.K
W.I.D.K
1. Apa saja jenis imunisasi yang seharusnya
W.I.H.T.P V
sudah didapatkan anak tersebut? 2. Bagaimanakah
penatalaksanaan
dalam
V
menghadapi keterlambatan imunisasi? 3. Apakah
diagnosa
medis
yang
dapat
V
ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian? Dan disertakan analisis data! 4. Jelaskan
sistem
skoring
dan
gejala
V
pemeriksaan penunjang TB anak! 5. Jelaskan patofisiologis TB paru pada anak!
V
6. Jelaskan bagaimana pengobatan TB pada
V
anak? 7. Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat
V
ditegakkan disertai analisa data dan prioritas diagnosa? 8. Berikan intervensi yang dapat direncanakan berdasarkan
diagnosa
yang
V
sudah
ditegakkan! 9. Jelaskan suara-suara napas normal maupun
V
suara napas tambahan! 10. Jelaskan suara perkusi normal pada lapang
V
paru! Apakah yang menyebabkan suara pekak pada perkusi lapang paru? 11. Bagaimanakah status nutrisi pada Anak
V
tersebut? 12. Bagaimanakah TTV yang normal pada anak usia 7 tahun?
44
V
13. Bagaimanakah menentukan skala nyeri pada
V
anak? 14. Jelaskan Mantoux Test serta bagaimana
V
Mantoux test dianggap positif?
1.10
Kerangka Konsep Mycobacterium tuberculosis
Penularan droplets
Masuk ke Paru
Imunosupresif
Berkembang menjadi turberkel
Imunisasi tidak lengkap
Membran alveolar rusak
Radang/Nekrosis
Produksi sputum berlebih
Hipertermi
Batuk produktif
Intake nutrisi berkurang
Gangguan pola tidur
Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh 45
Lingkungan
Kte. Bersihan jalan napas
BAB II KESIMPULAN Demam lebih dari dua minggu, batuk berdahak kurang lebih empat minggu, keringat malam, sulit tidur, sesak napas , nyeri dada merupakan sebuah manifestasi klinis dari penyakit tuberkulosis. Sehingga, adapun diagnosa keperawatan yang dapat diprioritaskan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d karena diharapkan dengan bersihan jalan napas efektif maka pasien tidak akan merasakan nyeri dada, sesak napas dan dapat mengatasi masalah-masalah keperawatan lainnya.
46
DAFTAR PUSTAKA
Aridel Chandraditya, A. R. 2017. Perbandingan Suara Paru Normal dan Abnormal menggunakan Probilistic Neural Network dan Support Vector Machine Classification. eProceeding of Enginering . Hadianti, D. N. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. HS, Nursyamsih. &. 2011. TBC dengan Test Mantoux di Bidang Ilmu Kesehatan Anak di RSU Prof. K.S.U Kandou Manado. Inspirasi . Kusuma, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction. Priharjo, R. 1993. Perawatan Nyeri, Pemenuhan Aktivitas Istirahat. Jakarta: EGC. Rahayu, D. S. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan Nenonatus. Jakarta: Salemba Medika. Rahajoe, N. N. 2016. Petunjuk Teknis Manajemen Dan Tatalaksana TB Anak. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Soemantri, I. 2007. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika. Sukamti, S. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik pada Bayi dan Anak. Jakarta: Trans Info Media. Yuliani, S. &. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.
47