Laporan Tutorial 5 Sekenario I.docx

  • Uploaded by: ria
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tutorial 5 Sekenario I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,949
  • Pages: 23
LAPORAN TUTORIAL 5 SEKENARIO I UJUNG LIDAH TERASA LEBIH PANAS BILA MINUM MINUMAN PANAS

Oleh

:

Safira Zahra Marari

(161610101034)

Ghafran Nailul Farchi

(161610101041)

Sunana Ageng Hikmawati

(161610101042)

Hamy Rafika Pratiwi

(161610101047)

Windy Nanda Eriyati

(161610101050)

Ria Inawati

(161610101053)

Luthfia Choirunnisa

(161610101054)

Dania Kartikasari

(161610101055)

Ghina Lady Salsabila

(161610101057)

Chintya Monica Amelinda

(161610101060)

Novia Dwi Yanti

(161610101062)

Saraswita Gabrillah

(161610101092)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat mengerjakan laporan Ujung Lidah terasa Lebih Panas Bila Minum Minuman Panas. Laporan ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jember, 30 Maret 2017

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2 BAB I ....................................................................................... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4 A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4 B. Skenario ........................................................................ Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah ......................................................... Error! Bookmark not defined. D. Learning Objective........................................................ Error! Bookmark not defined. BAB II ....................................................................................................................................... 6 PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6 2.1 Definisi, Asal-usul, Komposisi, Aspek Fisiologis dan Aspek Biokimia Saliva Error! Bookmark not defined. 2.1.1

Definisi dan Komposisi Saliva........................... Error! Bookmark not defined.

2.1.2

Asal-usul Saliva ................................................. Error! Bookmark not defined.

2.1.3

Aspek Fisiologis Saliva...................................... Error! Bookmark not defined.

2.1.4

Aspek Biokimia Saliva ...................................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Mekanisme Sekresi Saliva dan Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva .....Error! Bookmark not defined. 2.2.1

Mekanisme Sekresi Saliva ................................. Error! Bookmark not defined.

2.2.2

Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva ....... Error! Bookmark not defined.

2.3

Mikroflora Normal Rongga Mulut ............................ Error! Bookmark not defined.

BAB III.................................................................................... Error! Bookmark not defined. KESIMPULAN ...................................................................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA .............................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mukosa mulut adalah jaringan yang melapisi permukaan rongga mulut, berfungsi untuk proteksi dan pertahanan terhadap antigen (Meitha dan Widurini, 2003). Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme serta agen berbahaya. Lapisan terluar mukosa dilindungi oleh epitel skuamosa berlapis yang mempunyai mekanisme adaptasi pertahanan yang berbeda-beda tergantung letaknya. Mukosa yang menerima tekanan mekanik dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. Mukosa tersebut terdiri atas epitel skuamosa berkeratin yang melekat pada permukaan di bawahnya, yaitu jaringan ikat kolagen atau lamina propia. Mukosa di dasar mulut dan area bukal yang memudahkan aktivitas pengunyahan, berbicara dan menelan bolus makanan disebut mukosa lining yang dilapisi oleh epitel tidak berkeratin, sedangkan dorsum lidah dilapisi epitel berkeratin dan tidak berkeratin yang melekat pada otot lidah (Squier dan Kremer, 2001). Jaringan epitel rongga mulut mempunyai struktur tidak stabil yang secara teratur selalu beregenerasi melalui aktivitas pembelahan sel. Pembelahan sel tercepat terjadi pada area nonkeratin yang tipis seperti pada dasar mulut dan bawah lidah. Pembelahan sel jaringan epitel berlapis terjadi pada lapisan germinal, yaitu sel-sel yang paling dekat dengan lamina basalis, selanjutnya sel akan meninggalkan lapisan basalis dan masuk ke tahap diferensiasi (Junqueira dkk., 1997).

B. SKENARIO UJUNG LIDAH TERASA LEBIH PANAS BILA MINUM MINUMAN PANAS. Jaringan di rongga mulut merupakan jaringan yang paling sering dipengaruhi oleh perubahan temperatur, mulai dari yang paling ekstrim misalnya panas (misalnya kopi) sampai yang paling dingin (misalnya es). Sensasi suhu di dalam rongga mulut bisa bersifat bahaya ataupun tidak berbahaya. Neuron trigeminothalamic lebih merespon keadaan temperatur yang bahaya yaitu panas di atas 450 C dari pada temperatur yang kurang berbahaya yaitu antara 35-450 C. Neuron thermoseptive tersebut, menerima input dari C fiber dan delta A.

Perubahan tersebut begitu terasa diujung lidah bila

dibandingkan dengan di pipi ataupun mukosa lain di rongga mulut. oleh karena itu ujung lidah merupakan jaringan yang paling sensitif dengan adanya perubahan temperatur. Selain itu temperatur juga mempengaruhi sensasi rasa, misalnya minum kopi terasa nikmat bila diminum pada keaadaan panas, tetapi rasa mint terasa lebih segar bila dalam keadaan dingin. Hal tersebut disebabkan adanya aktivasi transient receptor potential channel (TRPM-5).

C. RUMUSAN MASALAH D. LEARNING OBJECTIVE 1. Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis mukosa rongga mulut 2. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dari mukosa rongga mulut 3. Mahasiswa mampu mengetahui innervasi lidah 4. Mahasiswa mampu mengetahui faktor yang mempengaruhi sensitivitas lidah

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Jenis-jenis Mukosa Rongga Mulut 2.1.1 Tipe Mukosa Rongga Mulut Rongga mulut terdiri dua bagian yaitu bagian luar dari vestibula, dikelilingi oleh bibir dan pipi, dan rongga mulut itu sendiri yang dipisah dari vestibula dengan tualng alveolar dengan gigi geliginya dan gingiva. Zona superior rongga mulut dibatasi oleh palatum keras dan lunak, dan batas inferiornya oleh dasar mulut, basis lidah. Bagian posterior oleh pilar fausia dan tonsil. Menurut fungsi utamanya mukosa oral dibagi menjadi 3 tipe: 1. Mukosa mastikasi 25% total mukosa. Gingiva (free, attached, dan interdental) dan palatum durum. Mukosa ini utamanya kontak dengan makanan ketika mastikasi. Mukosa mastikasi biasanya berkeratin. 2. Mukosa lining 60% total mukosa. Menyelimuti dasar mulut, ventral lidah, mukosa alveolar, pipi, bibir dan palatum lunak. Tidak berfungsi dalam mastikasi dan oleh karenanya mengalami atrisi yang minim. Tidak berkeratin, lunak dan lentur. 3. Mukosa Khusus 15 % total mukosa. Menyelimuti dorsal lidah dan komposisinya adalah papila epitelial yang berkornifikasi. Fungsi mukosa oral adalah: 1) proteksi, 2) sensasi, 3) regutasi thermal, dan 4) sekresi. tersusun atas epithet dan jaringan ikat. Antara epitel dan jaringan ikat dibatasi oleh lapisan basal. Epithet pada rongga mulut merupakan epitel skuamus kompteks. Lapisan epitel dalam rongga mulut teridiri atas dua macam set yaitu set-sel yang mengalami keratinasi dan set-set yang tak mengalami keratinasi. 2.1.2 Gambaran Umum Mukosa Oral

1. Dipisah dari kulit dengan zona vermilion yang mempunyai warna lebih dalam daripada bagian mukosa lainnya.

2. Faktor yang mempengaruhi warna mukosa oral a. Konsentrasi dan keadaan dilatasi pembuluh darah yang ada di jaringan ikat dibawahnya b.

Ketebalan epithelium

c. Derajat keratinisasi d.

Jumlah pigmentasi melanin

Secara klinis, warna mukosa sangat penting, sebagai contoh mukosa oral yang meradang akan berwarna lebih merah dibanding yang abnormal yaitu merah jambu.

2.1.3 Sel-Sel Epitelium Oral Yang Bukan Keratinosit Jumlahnya sekitar 10% populasi sel epitelial. Tiga sel utama adalah semuanya sel jernih dengan halo disekitar nukleinya. 

Sel Langerhan



Ditemukan di stratum spinosum (suprabasal) dan fungsinya dalam antigen trapping dan processing. Sel-sel dendritik. Tidak mempunyai desmosomes atau tonofilaments.



Sel Merkel



Berlokasi di lapisan sel basal (utamanya di gingiva). Fungsinya reseptor sentuh. Nondendritic. Sparse desmosomes dan tonofilamen.



Melanosit



Dijumpai di sel-sel basal. Memproduksi melanin (terutama di gingiva). Dendritik. Terlihat granula melanin (melanosome).



Limfosit dan leukosit



Sel-sel inflamatori bukan sel jernih. Berhubungan dengan respon inflamatori di mukosa oral

2.1.4 Jenis-jenis mukosa oral 1. Lining mucosa Disebut juga mukosa pelapis. Pada rongga mulct, mukosa pelapis terdapat pada

mukosa bukal, labial dan sublingual. Epitel yang menyusun mukosa pelapis adalah epitelium skuamosa bertapis. Pada mukosa pelapis didapat bangunan yang disebut "rete pegs" yang bentuknya pendek dan lebar. Epitelium ini tidak mengalami keratinisasi, dapat digerakkan dan mempunyai sub mukosa. Komponen komponen lining mukosa : 

Stratum Basalis: lapisan sel basal tersusun atas sel-sel kuboid. Sel-sel progenitor yang membelah dan memberikan/menghasilkan sel-sel baru dengan pembelahan mitotik selanjutnya bermigrasi ke permukaan dan menggantikan sel-sel yang lepas.



Stratum Spinosum (atau intermedium): sel selnya oval dan merupakan bagian terbesar dari epitelium.



Stratum Superfisial: sel-selnya memipih dan mengandung nukei yang kecil oval, yang secara terus menerus sebagian sel permukaannnya melepas diri.

a. Bibir 

Bagian kulit: epithelium berlapis gepeng berkeratinisasi , dengan struktur adneksa kulit



Mukosa Oral: permukaannya basah/lembab, diselimuti oleh epithelium berlapis gepeng tidak berkeratinisasi dengan kelenjar seromukous kecil lonjong di lamina propria. Di submucosa serabut otot-otot orbicularis oris dapat dilihat.



Zona Vermillion: epitelium keratinized yang sangat tipis tidak ada strukur adneksal kulit (dapat dijumpai kelenjar sebaseous)

b. Palatum lunak 

Tidak berkeratinisasi



Vaskularisasinya sangat banyak sehingga lebih merah muda daripada palatum durum



Terdapat lamina propria dan submukosa (tidak seperti halnya palatum durum hanya ada lamina propria yang disebut mukoperiosteum)



Submukosa dijumpai kelenjar salivar dan otot palatum lunak.

c. Mukosa pipi (Bukal)  Serupa dengan bibir dan palatum lunak. Epitelium berlapis gepeng tidak berkeratinisasi dengan lamina propria and submukosa . Submukosa pipi mengandung sel-sel lemak dengan lobul kel saliva minor dan serat otot.  Permukaan ventral lidah  Epitelium berlapis gepeng tidak berkeratinisasi dengan lamina propria dan submukosa.  Dasar mulut  Epitelium berlapis gepeng tidak berkeratinisasi dengan lamina propria and submukosa  Epitelium melekat ke lamina propria lebih longgar, tidak ada otot.

2. Masticatory mucosa Mukosa mastikatorik terdapat pada gingiva cekat dan palatum keras. Epitel pada mukosa ini mengalami keratinisasi, mempunyai rete pegs panjang. Mukosa inii tidak dapat digerakkan dan bersifat tahan terhadap pengunyahan. Komponen-komponen mukosa mastikasi 

Stratum basale



Startum spinosum



Stratum granulosum: sel-selnya mengadung/berisi granula keratohyaline



Stratum korneum: tersusun atas sel-sel yang tidak berinti, tipism pipih, tersisi oleh keratin. Kontras dengan keratin keras yang ada di kuku dan rambut, keratin yang ada di atas mukosa mastikasi oral normal adalah lunak/lembut. Keratin adalah kuat, material nonliving yang resistan terhadap friksi dan invasi bakteria. Epitelial ridges dan papila jaringan penyambung disini terlihat panjang-panjang dan banyak. Hal ini terkait kebutuhan untuk menahan kekuatan abrasif selama mastikasi.

Selain epitelelium yang mengalami keratinisasi dan kompleks pertemuan jaringan epiteldan jaringan penyambung, lamina propria dari mukosa mastikasi sering langsung melekat pada periosteum dari alveolar yang mendasarinya atau tulang palatal, jadi disini tidak ada submukosa. Susunan ini juga disebut "mucoperiosteum". Namun terdapat pengecualian untuk generalisasi ini. Untuk contoh di daerah posterior lateralis dari palatum durum, ada submukosa mengandung jaringan adiposa dan berbagai kelenjar saliva minor. Perbedaan spesifik regional variasi kedua epitel dan jaringan ikat yang mendasari berkontribusi terhadap variasi regional dalam rongga mulut.

a. Gingiva Epitelium yang tebal, ortho- atau parakeratinisasi lamina propria dengan papillae yang panjang ramping sekali dan rete ridges, jaringan penyambung yang padat mukoperiosteum b. Palatum Durum Epitelium yang tebal, ortho- atau parakeratinisasi. Lamina propria dengan papillae yang panjang ramping sekali, jaringan penyambung yang padat mukoperiosteum, terkecuali di regio postrior lateral terdapat bundel-bundel neurovaskular; kelenjar saliva minor.

3. Mukosa khusus - Lidah Mukosa khusus terdapat pada lidah. Hal ketebalan dan keratinisasi pada mukosa lidah bervariasi. Pada permukaan mukosa terdapat papilla, tidak mempunyai submukosa, tetapi mempunyai rete pegs. Tipe papilla: 4 tipe 1. Papila filiformis Majoritas dari papillae lidah dan menyelimuti bagian anterior lidah. Tampak sebagai proyeksi kecil tipis, menyerupai benang berkeratinisasi (2 s/d 3 mm) di permukaan sel-sel epitelial. Papillae ini memfasilitasi mastikasi (dengan mengkompres dan memecah makanan ketika lidah ditekankan ke palatum durum) dan pergerakan makanan di permukaan lidah. Papillae mempunyai arah ke tenggorokan dan membantu pergeraakan makanan kearah yang telah ditujukan tersebut. Tidak ada taste buds. 2. Papila fungiform Fungus-like papila ini tersusun diantara papila filiform. Jumlah ditemuka lebih banyak didaerah dekat ujung lidah. Terlihat berupa struktur licin/halus, bulat, merah karena begitu banyaknya pembuluh darah di jaringan ikatnya, terlihat tembus dari epithelium berlapis gepeng tidak berkeratinisasi. Taste buds biasnya terlihat di epithelium. 3. Papila foliata (Leaf-like) Terdapat di lateral margins posterior lidah. Tersusun atas 4 s/d 11 parallel ridges yang diselingi grooves yang dalam di mukosa, dan beberapa taste buds ada di epiteliumnya. Pada struktur tersebut mempunyai kelenjar serous di bawah taste buds yang membersihkan parit. 4. Papila sirkumvallate (Walled papilla)

Sebanyak 10 s/d 14 dijumpai sepanjang the V-shaped sulcus diantara basis dan badan lidah. Ukuran berdiameter sampai dengan 3 mm dengan dikelilingi parit yang dalam. Duktus kelenjar von Ebner (kelenjar salivari serous) bermuara ke dalam parit. Taste buds terlihat sebagai lapisan dinding papila.

2.1.5 Perbandingan mukosa oral a. Masticatory mucosa -Terdapat pada gingiva dan palatum durum -Menutup bagian yang terkena kekuatan abrasif dari pengunyahan Merupakan epitel tebal, orthokeratin -Mempunyai epitel ridges dalam jumlah banyak -Melekat pada tulang (oleh bundle kolagen pada lamina propria: mucoperiosteum) -Tidak dapat digerakkan b. Lining mucosa -Dapat digerakkan atau direnggangkan -Mempunyai epitelyang lebih tebal -Merupakan epitel nonkeratin, tetapi beberapa merupakan parakeratin -Epitel ridges lebih banyak -Lamina propria lebih tebal, dengan kolagen sedikit dan bersifat irregular. -Pada lamina propria terdapat serabut elastik, sehigga bersifat stretch -Terdapat submukosa yang mengandung jaringan lemak, serabut otot, glandula salivarius, serabut elastik , sehingga dapat digerakkan c. Specialized mucosa -Jenis mukosa ini terdapat pada dorsum lidah, berguna untuk menunjang fungsi mekanis dan

sensoris papilla. -Ada empat macam papilla, yaitu: Papilla circumvallata Papilla ini terdapat pada_bagian V, dikelilingi groove muara glandula Von Ebner. Pada bagian lateral terdapat a keratin, taste buds dalam jumlah yang lebih lebih banyak. Pada bagian superior terdapat sel-sel yang mengalami orthokeratin. Papilla fungiform, foliata merupakan taste budsPapilla filiform Umur berpengaruh terhadap sifat-sifat jaringan mukosa. Perubahan-perubahan yang terjadi karena pertambahan umur adalah: 1. Masticatory mucosa lebih tipis 2. Epithelial ridges lebih sedikit 3. Mitosis sel basal berkurang 4. Metabolisme menurun 5. Sel jaringan ikat berkurang 6. Serabut kolagen berkurang 7. Serabut elastik berkurang Perbaikan pada masticatory mucosa lebih baik dari pada epitel kulit; jaringan sikatrik jarang timbul.

2.2 Fungsi Mukosa Mukosa oral mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pelindung jaringan yang lebih dalam pada rongga mulut. Fungsi lainnya, antara lain sebagai organ sensoris, aktifitas kelenjar, dan sekresi. Sebagai lapisan terluar, oral mukosa akan melindungijaringan rongga mulut dari lingkungan eksternal. Oral mukosa akan melakukan proses adaptasi pada epitel dan jaringan ikat untuk menahan gaya mekanis dan abrasi yang disebabkan aktifitas normal seperti mastikasi. Selain itu, lapisan epitel mulut akan bertindak sebagai pelindung terhadap populasi mikroorganisme yang tertinggal di rongga mulut yang dapat menyebabkan infeksi bila masuk ke dalam jaringan.

Fungsi sensoris oral mukosa akan memberikan informasi mengenai hal-hal yang terjadi di rongga mulut. Dalam rongga mulut, reseptor akan berespon terhadap suhu, sentuhan dan rasa sakit. Reseptor tertentu dalam rongga mulut juga akan berespon terhadap kebutuhan akan air. Reflek seperti menelan, muntah, dan salivasi juga diinisiasi oleh reseptor-reseptor pada oral mukosa. Berikut fungsi dari mukosa rongga mulut: 1. Proteksi: penghambat (barier) terhadap trauma mekanik dan mikroba Sebagai suatu lapisan permukaan, mukosa oral memisahkan dan memproteksi jaringan yang lebih dalam di regio oral dari lingkungan rongga mulut. Aktivitas normal dari menangkap, menggigit, mengunyah makanan menghadapkan jaringan lunak mulut ke kekuatan mekanik (kompresi, meregang, memotong) dan abrasi permukaan (dari partikel keras dalam diet). Di rongga mulut dalam keadaan normal terdapat populasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi bila mikroorganisme tersebut mempunyai akses ke jaringan. Banyak diantaranya ada yang menimbulkan efeks toksis ke jaringan.

2. Sensasi: temperatur (panas dan dingin), sentuhan, nyeri, rasa, dahaga Fungsi sensori mukosa oral penting karena memberikan informasi kejadian di rongga mulut, sedangkan bibir dan lidah perespsi stimulai dari luar mulut. Di mulut, faring dan epiglotis terdapat reseptor yang bereaksi terhadap suhu, sentuhan, dan nyeri; ada pula taste bud untuk sensasi rasa baik manis, asam, pahit dlsb.

3. Sekresi: sekresi saliva Sekresi utama berkaitan dengan mukosa oral adalah saliva yang diproduksi oleh kelenjar saliva yang berkontribusi untuk mempertahankan kelambaban permukaan. Kelenjar saliva utama, terletak jauh dari mukosa namun sekresinya melewaati mukosa melalui duktus duktusnya, sedangkan kelenjar saliva minor langsung berhubungan dengan mukosa oral. 4. Regulasi panas (tidak pada manusia)

5. Estetika Warna tekstur dan tampilan kulit memegang peran penting sebagai petanda karakteristik perorangan seperti usia, kesehatan, etnik dlsb. Mukosa oral dalam keadaan normal tidak kelihatan, terkecuali di regio dimana terajdi pertemuan dengan kulit, yaitu tepi vermilion bibir yang memberikan komponen estetik terutama pada wanita.

2.3 Innervasi Lidah Rongga mulut dianggap cermin kesehatan umum seseorang. Lidah merupakan salah satu organ di rongga mulut yang paling pekaterhadap perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Pada dasarnya, permukaan lidah adalah daerah yang paling banyak terpapar oleh iritasi dan keperluan dasar hidup sehari-hari seperti makan dan minum. Lidah sebagai indera pengecap mempunyai beberapafungsi yaitu membantu proses pengecapan dan perasa, mengatur letak makanan ketika dikunyah, membantu menelan, mendorong makanan kedalam pharynx (pada waktu menelan), pembersihan mulut, dan memainkan peranan yang penting sebagai alat bantu dalam berbicara. Lidah terletak di dalam mulut. Lidah berwarna merah dan permukaannnyatidak rata. Lidah terdiri atas dua kelompok otot yaitu otot intrinsik dan otot ekstrinsik. Otot intrinsik berfungsi untuk melakukan semua gerakan lidah. Otot ekstrinsik berfungsi mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta membantu melakukan gerakan menekan makanan pada langit-langit dan gigi, kemudian mendorongnya masuk ke faring. Lidah merupakan kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang ditutup oleh membran mukosa (selaput lendir). Selaput lendir ini tampak kasar karena adanya tonjolan-tonjolan yang disebut papila yang merupakan akhiran-akhiran saraf pengecap dan terletak pada seluruh permukaan lidah. Saraf-saraf pengecap inilah yang dapat membedakan rasa makanan. Jumlah papila pada setiap orang belum tentu sama. Biasanya perempuan memiliki papila lebih banyak dari pada laki-laki. Orang yang mempunyai banyak papila akan lebih peka terhadap rasa.

Persarafan pada lidah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Saraf sensoris, utuk mempersarafi : a. Duapertiga anterior oleh nervus lingualis. b. Sepertiga posterior oleh nervus lingualis, glosofaring dan vagus. 2. Saraf pengecap, untukmempersarafi : a. Duapertiga anterior oleh serabut-serabut nervus fasialis. b. Satupertiga posterior oleh nervus glosofaring. 3. Sarafmotorik mempersarafi otot-otot lidah yaitu otot stiloglosus, hioglosus dan genioglosus. Tiga saraf cranial yang memainkan peranan dalam pengantaran impuls dari lidah ke otak, yaitu nervus facial (VII) pada bagian 2/3 anterior lidah, nervus glossopharyngeal (IX) pada bagian 1/3 posterior lidah, dan nervus vagus (X) pada pharynx dan epiglottis. Diawali dari taste buds pada lidah, impuls menyeba rsepanjang nervus facial dandari 1/3 posterior lidah melalui nervus glossopharyngeal. Impuls dari daerah lain selain lidah berjalan melalui nervus vagus. Impuls di ketiga saraf tersebut menyatu

di medula

oblongata untuk masuk ke nukleus traktus solitarius. Dari sana, axon berjalan membawa sinyal dan bertemu dengan leminiskus medialis kemudian akan disalurkan ke daerah insula. Impuls diproyeksikan kedaerah cortex serebrum di postcentral gyrus kemudian dihantarke thalamus yang akan memberi persepsi pengecapan yang dirasa.

Proses Pengecapan :

Ujung saraf pengecap berada di taste buds pada seluruh permukaan lidah. Dengan demikian zat-zat kimia yang terlarut dalam saliva akan mengadakan kontak dan merangsang ujung-ujung serabut saraf pengecap kemudian timbul impuls yang akan menjalar ke nervus facial (VII) dan nervus glossopharyngeal (IX). Impuls dari daerah lain selain lidah berjalan melalui nervus vagus (X). Impuls di ketiga saraf tersebut menyatu di medula oblongata untuk masuk ke nukleus traktus solitarius. Dari sana, axon

berjalan membawa sinyal dan bertemu dengan leminiskus medialis kemudian akan disalurkan kedaerah insula. Impuls diproyeksikan kedaerah cortex serebrum di postcentral gyrus kemudian di hantar ke thalamus dan sebagai hasilnya kita dapat mengecap makanan yang masuk ke dalam mulut kita. Tiap rasa utama tersebut tidak mutlak sebagai proses spesifik, artinya rasa oleh masing-masing ion atau molekul zat tersebut dapat bereaksi pada saat yang berlainan dengan setiap epitel neuron ujung serabut syaraf pengecapan. Jadi setiap taste buds dapat bereaksi untuk semua rasa walau dengan intensitas berbeda.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Sensitivitas Lidah

2.4.1 Senyawa kimia a. rasa manis disebabkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH, beberapa asam amino, aldehid dan gliserol. Pemanis buatan, sakarin dan siklamat dalam konsentrasi tinggi cenderung memberikan rasa pahit. b. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid seperti kafein, kuinn, fenol, garam Mg, NH4 dan Ca. c. Rasa asin dihasilkan oleh garam anorganik, umumnya NaCl kecuali garam Iodida dan bromida memberikan rasa pahit sedangkan garam Pb dan Be memberikan rasa manis. d. Rasa asam disebabkan oleh donor proton. Intensitas rasa asam tergantung ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam (Zuhra, 2009). Ambang untuk perangsangan rasa asam oleh asam hidroklorida rata-rata 0,0009 M; untuk perangsangan rasa asin oleh natrium klorida 0,001 M; untuk rasa manis oleh sukrosa 0,01 M dan untuk rasa pahit oleh kuini 0,000008 M. Perhatikan khususnya berapa kali indera rasa pahit lebih peka terhadap rangsangan dibandingkan dengan lainnya, karena rasa pahit ini diharapkan akan memberikan fungsi perlindungan yang penting (Guyton, 1991). 2.4.2

Suhu

Suhu mempengaruhi kemampuan papila lidah. Sensitifitasnya akan berkurang bila suhu lebih dari 20C dan lebih kecil dari 30C akan memberikan perbedaan rasa. Seperti kopi panas akan berkurang pahitnya dari pada kopi dingin. Makanan yang terlalu panas akan membakar lidah dan dapat merusak kepekaan papila, tapi sel yang rusak akan diganti dalam beberapa hari (Zuhra, 2009).

2.4.3

Kosentrasi Treshold merupakan batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih

bisa dirasakan. Pada setiap orang berbeda-beda. Seseorang dapat mengalami buta rasa dan untuk mengujinya dapat dilakukan uji dengan menggunakan senyawa Phenyl Thio Carbamida. Jika seseorang buta rasa makan senyawa ini akan berasa pahit (Zuhra, 2009). 2.4.4 Cita rasa tiruan Umumnya sneyawa yang digunakan adalah ester yang memberi aroma menyerupai buahan. Seperti vanili, amil asetat (menyerupai aroma pisang), amil kaproat (menyerupai aroma apel, nanas) (Zuhra, 2009). 2.4.5 Menginang Menginang merupakan kultur social penduduk yang sampai sekarang tetap berkembang di masyarakat kita. Menginang lebih sering dilakukan oleh wanita dibandingkan pria. Kebiasaan ini kebanyakan dilakukan sejak usia 20 tahun. Bahanbahan yang digunakan untuk menginang adalah sirih kapur, gambir, pinang dan tembakau.Campuran bahan ini kemudian ditempatkan ke dalam mulut dan dikunyah. Kebiasaan menginang tetap dipertahankan sampai saat ini karena masyarakat menganggap kebiasaan tersebut dapat menghilangkan bau mulut, membuat nafas menjadi lebih segar, dan membersihkan gigi sebagai pengganti pasta gigi.

Penurunan sensitivitas lidah pada orang menginang disebabkan oleh bahan tembakau yang digunakan untuk menginang. Pada dorsum lidahakan tampak tertutup oleh suatu lapisan berwarnahitam yang diyakini sebagai nikotin dari tembakauyang digunakan untuk menginang sedangkan padaorang tidak menginang lidahnya berwarna

merahmuda.

Menurut

Tumilisar,

tembakau

menghasilkansubstansi

berwarna hitam kecoklatan yaitu nikotin. Tembakau yang dikonsumsi terus menerus inimenyebabkan nikotin lebih mudah terdeposit di bagian ujung lidah sampai di pangkal lidahmenutupi taste bud dan membran reseptor rasapengecap di sekitar taste pore. Menempelnyanikotin pada membran reseptor rasa pengecap disekitar taste pore akan menghalangi interaksi zatzat makanan ke dalam reseptor pengecap sehinggaakan mengurangi sensitivitas lidah. Kebiasaan menginang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sensitivitas indera pengecap. Hal ini dikarekan partikel-partikel yang terkandung pada sirih yang terdeposit pada waktu yang lama sehingga mengakibatkan pigmentasi dan penumpukan partikel pada lidah yang dapat menghalangi interpretasi rasa.Oral higiene merupakan faktor yang juga mempengaruhi sensitivitas indera pengecap 2.4.6

Usia Usia mempengaruhi sensitivitas reseptor perasa. Penurunan sensitivitas indera

pengecap merupakan masalah fisiologis yang terjadi pada manula. Hal ini disebabkan karena terjadinya kemunduran dalam hal fisik maupun biologis dimana pada proses menua terjadi penurunan jumlah papila sirkumvalata seiring bertambahnya usia dan penurunan fungsi transmisi pada taste buds. 2.4.7 Penyakit Berbagai jenis penyakit, terutama penyakit kronis memerlukan perawatan dan terapi yang terkadang memakan waktu lama. Efek samping obat tersebut dapat mempengaruhi penurunan sensitivitas indera pengecap, seperti amphetamin dapat menurunkan sensitivitas terhadap rasa manis, anestesia seperti lidocaine dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas rasa asin dan manis, begitu juga penggunaan insulin (untuk penderita diabetes) yang berkepanjangan 2.4.8

Merokok

Kebiasaan mengkonsumsi rokok dapat menurunkan sensitivitas indera pengecap. Hal ini dapat dikarenakan saat rokok dihisap, nikotin yang terkondensasi masuk ke dalam rongga mulut dan menutupi taste buds sehingga kemungkinan menghalangi interaksi zatzat makanan ke dalam reseptor pengecap.

Pada tembakau terdapat kandungan utama yaitu nikotin yang bersifat karsinogen dan adiktif.. Simamora pada tahun 2012, menyatakan bahwa nikotin pada tembakau dapat menutupi sel taste bud pada lidah sehingga sensitivitas lidah terhadap rasa mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena nikotin pada tembakau memiliki sifat adiktif yang membuat orang yang mengkonsumsinya akan merasa ketagihan sehingga nikotin yang terus menerus berkontak dengan lidah akan terakumulasi di lidah dan menutupi taste bud sehingga lidah mengalami penurunan sensitivitas. 2.4.9

Oral higiene Oral higiene merupakan faktor yang juga mempengaruhi sensitivitas indera pengecap. Oral hygine yang buruk dapat mengakibatkan penumpukan plak sisa makanan yang terdeposit pada lidah sehingga menghalangi interpretasi rasa. Di samping itu, oral higiene yang buruk merupakan tempat berkembangnya bakteri dan flora yang merugikan di rongga mulut.

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Ganong WF. 2002. Buku ajar fisiologi kedokteran.Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, Lee CH, Ko AMS and Yen CF. Betel quid dependence and oral potentially malignant disorders in six Asian. The British Journal of Psychiatry 2012: 1-9 Norton S. Betel Consumption and Cosequences. J Am Acad Dermatol. 2007; 37:81-88

Related Documents

Tutorial 5
May 2020 17
Tutorial 5
November 2019 20
Tutorial 5
June 2020 11
Tutorial 5
November 2019 19

More Documents from ""