Laporan Tekban.docx

  • Uploaded by: Yudianus Samuel
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tekban.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,192
  • Pages: 57
BAB I PENDAHULUAN

Beton adalah salah satu bahan bangunan yang banyak dipergunakan dalam konstruksi bangunan saat ini. Dalam suatu perencanaan beton diperlukan suatu komposisi campuran, mutu bahan dasar, kondisi temperatur tempat beton mengeras dan cara pelaksaan yang baik dan tepat sehingga mendapatkan suatu hasil yang memuaskan sesuai dengan kekuatan yang telah direncanakan. Agar memenuhi kuat tekan yang optimal diperlukan suatu perhitungan campuran beton yang tepat. Hal ini menuntut suatu kecakapan seorang perencana dan dalam melakukan prakteknya diperlukan pengawasan yang cermat. Langkah-langkah dalam suatu perencanaan beton untuk menghasilkan mutu beton yang sesuai dengan syarat kekentalan, keawetan, dan kuat tekan yang ekonomis ialah : a) Penganalisaan agregat, untuk mengetahui baik tidaknya agregat untuk campuran beton tersebut. b) Pengetesan slump, untuk mengetahui nilai kekentalan campuran beton tersebut yang menandakan baik tidaknya kualitas campuran tersebut. c) Pengujian kekuatan tekan, langkah tersebut, untuk menyatakan kekuatan beton dalam menahan beban yang diberikan kepadanya. Dengan menerapkan langkah tersebut, diharapkan beton yang dihasilkan akan memenuhi mutu yang diinginkan.

1

I.1 BETON Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air. Biasanya dipercayai bahwa beton mengering setelah pencampuran dan peletakan. Sebenarnya, beton tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen berhidrasi, mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk material seperti-batu. Beton digunakan untuk membuat perkerasan jalan, struktur bangunan, fondasi, jalan, jembatan penyeberangan, struktur parkiran, dasar untuk pagar/gerbang, dan semen dalam bata atau tembok blok. Nama lama untuk beton adalah batu cair. Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) tahun 1971 tahun NI/2, kelas beton dibagi menjadi tiga bagian dengan masing-masing mutu sesuai dengan tujuan penggunaannya, yaitu 1. Beton mutu rendah (beton nonstructural) 2. Beton mutu menengah, digunakan untuk structural. 3. Beton mutu tinggi, digunakan untuk konstruksi khusus.

Beton yang baik ialah beton yang dapat menahan beban yang diberikan padanya. Adapun syarat beton yang baik ialah : a. Kedap air (water tight) b. Awet dan tahan lama (durable) c. Tidak retak-retak (no cracking) d. Tidak banyak mengalami penyusutan e. Tidak mempunyai Karang beton (honey Combing) f. Tidak Lapuk (efflorescence)

2

g. Tidak pecah-pecah (Spalling) h. Permukaan tahan terhadap pengausan (abrasion)

Untuk mencapai sifat-sifat tersebut diperlukan pengetahuan tentang : a. Sifat bahan campuran untuk beton secara prinsip-prinsip perencanaan campuran. b. Perkiraan-perkiraan yang dapat dipercaya mengenai kondisi-kondisi lapangan juga harga bahan. c. Kualitas dari campuran beton. d. Perhitungan proporsi dan penimbangan bahan (air, semen, dan agregat). e. Penggunaan banyaknya air untuk campuran beton. f. Perawatan secara berulang. g. Cara-cara pengangkutan beton awal, pengecoran dan pemadatannya. h. Pengawasan dan pemeriksaan.

3

I.2 BAHAN-BAHAN CAMPURAN BETON

I.2.1 Semen Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat batu, bata, batako, maupun bahan bangunan lainnya. Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin), yang artinya "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski sempat populer di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi,

sekitar

abad

pertengahan

(tahun

1100-1500

M)

resep

ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran. Nilai semen Portland sebagai bahan pengeras ditentukan oleh reaksi kimia antara semen dan air. Umunya air dibutuhkan kira-kira 20% dari berat semen. Semen

Portland

dibagi

menjadi

lima

type

yaitu

:

a. Semen Portland type I, umumnya digunakan tanpa persyaratan yang khusus. b. Semen Portland type II, dalam penggunaanya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. c. Semen Portland type III, penggunaanya memerlukan kekuatan awal yang tinggi. d. Semen Portland type IV, penggunaanya memerlukan panas hidrasi yang rendah. e. Semen Portland type V, tahan terhadap serangan Sulfat mengeluarkan panas 25-40% lebih rendah dari type I.

4

Jenis semen No.SNI

Nama

SNI 15-0129-2004 Semen portland putih SNI 15-0302-2004 Semen portland pozolan / Portland Pozzolan Cement (PPC) SNI 15-2049-2004 Semen portland / Ordinary Portland Cement (OPC) SNI 15-3500-2004 Semen portland campur SNI 15-3758-2004 Semen masonry SNI 15-7064-2004 Semen portland komposit

I.2.2 Air Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Salah satunya adalah dalam hal pembuatan beton. Pada pembuatan beton air diperlukan dalam proses pengadukan untuk melarutkan semen sehingga membentuk pasta (bereaksi dengan semen) yang kemudian mengikat semua agregat dari yang paling besar sampai paling halus dan menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dalam proses pengadukan, penuangan, maupun pemadatan. Pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara air dan semen maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen atau yang biasa disebut Faktor Air Semen (FAS). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi penguatan beton. Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu kekuatan beton pada umur 7 hari/28 hari tidak boleh kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang menggunakan air standar/suling.

5

Karena air mempunyai peranan penting dalam pencampuran beton, maka air tidak dapat ditambahkan sembarangan dalam pengadukan mortal, jadi harus diingat faktor air semennya disesuaikan dengan kebutuhan dalam workability serta mutu beton yang diinginkan. Dan yang perlu dicatat bahwa jumlah air yang terlalu banyak dapat menyebabkan kekuatan beton menjadi rendah. Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton. Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air diusahakan agar tidak membuat rongga pada beton, tidak membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi pada tulangan yang mengakibatkan beton menjadi rapuh. Berikut ini uraiannya : 1. Air tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter karena dapat mengurangi daya lekat atau bisa juga mengembang (pada saat pengecoran karena bercampur dengan air) dan menyusut (pada saat beton mengeras karena air yang terserap lumpur menjadi berkurang). 2. Air tidak mengandung garam lebih dari 15 gram karena resiko terhadap korosi semakin besar. 3. Air tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gram/liter karena bisa menyebabkan korosi pada tulangan. 4. Air tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter karena dapat menurunkan mutu beton sehingga akan rapuh dan lemah. 5. Air tidak mengandung minyak lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton sebesar 20 %. 6. Air tidak mengandung gula lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton pada umur 28 hari. 7. Air tidak mengandung bahan organik seperti rumput/lumut yang terkadang terbawa air karena akan mengakibatkan berkurangnya daya lekat dan menimbulkan rongga pada beton.

6

I.2.3 Agregat Agregat

merupakan

salah

satu

bahan

material

beton.

Dalam

pengambilan agregat pihak kontraktor memberikan bukti mengenai mutu dan tetap terjaminnya mutu tersebut pada konsultan. 1. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir batuan yg dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu. Adapun syarat-syarat dari agregat halus yg digunakan: a. Pasir terdiri dari butir-butir tajam dan keras, bersifat kekal artinya tidak mudah lapuk oleh pengaruh cuaca yaitu terik matahari dan hujan. b. Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%. c. Tidak mengandung bahan-bahan organik yg terlalu banyak.

2. Agregat Kasar dapat berupa kerikil hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir lebih dari 5mm. Kerikil dalam penggunaannya harus memenuhi syarat-syarat berikut : a. Butir-butir keras tidak dapat berpori dan bersifat kekal

(tidak

pecah akibat cuaca). b. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi maka harus dicuci terlebih dahulu sebelum menggunakannya. c. Tidak mengandung zat-zat yang bisa merusak batuan (zat yg reaktif terhadap alkali).

7

BAB II PENENTUAN PARAMETER UNTUK PEMBENTUKAN ADUKAN

II.1

MENENTUKAN KADAR ORGANIK DALAM AGREGAT HALUS Bahan-bahan organik terjadi dari proses pembusukan daun-daunan, humus dan asam. Jika agregat campuran beton mengandung bahan-bahan organik akan mengakibatkan kekuatan beton. Oleh karena itu agregat halus (pasir) harus diperiksa kandungan organiknya. Tujuan pemeriksaan agregat halus adalah untuk menentukan layak atau tidaknya pasir untuk dipakai dalam adukan berdasarkan kadar organik dalam pasir. Alat :  Gelas ukur  Organic Plate Bahan :  Pasir secukupnya  NaOH 3% secukupnya Langkah pelaksanaan:  Isi pasir dalam gelas ukur 40 ml, campurkan NaOH 3% sampai 80 ml,  Kocok hingga pasir tercampur rata dengan NaOH,  Diamkan selama ± 24 jam,  Bandingkan warna cairan dengan organik plate.

8

Hasil percobaan : Dari hasil pengamatan warna cairan setelah 24 jam, diperoleh warna cairan sesuai dengan warna standar No.3. Hal ini berarti bahwa bahan organik yang terkandung di dalam pasir tersebut dapat digunakan sebagai campuran beton. Warna yang sesuai dengan standar No.3 ini melambangkan bahwa kadar organik dalam agregat halus berkisar sekitar 2,5%.

9

II.2

PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR AGREGAT HALUS Agregat berasal dari sungai kerap kali mengandung kotoran lumpur. Dalam hal ini dimaksud dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melewati saringan nomor 200 atau saringan 0,063 menurut ASTM. Dalam campuran beton, lumpur dapat menimbulkan kurang sempurnanya ikatan pasta semen dengan agregat. Bila kadar lumpur yang dikandung pasir lebih besar dari 5% sebaiknya agregat tersebut ditolak untuk campuran beton atau harus dicuci terlebih dahulu. Tujuan pemeriksaan kadar lumpur adalah untuk menentukan kadar lumpur yang terkandung di dalam agregat halus. Alat :  Gelas Ukur Bahan :  Pasir secukupnya  Air secukupnya Langkah pelaksaan :  Masukkan pasir dalam gelas ukur ± 1/3 nya,  Tambahkan air hingga tanda batas, kocok dan diamkan selama ± 24 jam,  Baca tinggi pasir dan tinggi lumpur. Hasil percobaan : Dari hasil pengukuran diperoleh data sebagai berikut : Tinggi pasir (T1)

= 79 ml

Tinggi Lumpur (T2)

= 1 ml

10

Kadar lumpur yang dikandungnya : 𝑇2 𝑥 100% 𝑇1 + 𝑇2

=

1,5 77+1,5

𝑥 100% = 1,9108 %

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kadar lumpur yang terkandung dalam pasir yang digunakan lebih kecil dari 5%. Hal ini berarti bahwa pasir tersebut layak digunakan dalam campuran beton.

11

II.3

KADAR AIR AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR Kandungan/kadar air agregat adalah banyaknya air yang terdapat dalam agregat tersebut baik pasir maupun batu dalam satuan berat dibandingkan dengan berat keseluruhan dari agregat. Dengan diketahuinya kandungan air, air campuran beton dapat disesuaikan agar faktor air semen (water cement ratio) yang diambil konstan. II.3.1 Agregat Halus (pasir) Tujuan penentuan kadar air pada agregat halus adalah untuk menentukan persentase kadar air yang dikandung agregat halusnya. Alat :  Pan/wadah  Timbangan digital  Oven Bahan :  Agregat halus di lapangan ± 2.000 Gram Langkah pelaksaan :  Timbangkan berat pan,  Masukkan benda uji ke dalam pan/wadah dan timbang beratnya,  Hitung berat benda uji,  Keringkan benda uji berikut pan/wadah dalam oven dengan suhu (110 ± 5˚C) sampai berat tetap selama ± 24 jam,  Timbang berat pan dan benda uji,  Hitung berat benda uji kering oven.

12

Hasil percobaan: a.

Berat Wadah

: 233,9

gram

b.

Berat wadah dan benda uji

: 2233,9

gram

c.

Berat benda uji (b-a)

: 2000

gram

d.

Berat benda uji kering

: 1985,7

gram

Kadar air :

(𝑐−𝑑)𝑥 100% 𝑐

=

(2000−1985,7)𝑥100% 2000

= 𝟎, 𝟕𝟏𝟓%

Dari hasil yang diperoleh kadar air agregat halus setelah pengujian adalah 0,715%, sedangkan kadar air normal agregat halus adalah 6,5%, hal ini menunjukkan bahwa agregat halus ini dapat digunakan dalam campuran beton. II.3.2 Agregat kasar (kerikil) Tujuan penentuan kadar air pada agregat kasar adalah untuk menentukan persentase kadar air yang dikandung agregat kasar. Alat :  Pan/wadah  Timbangan digital  Oven Bahan :  Agregat kasar dilapangan ± 2500 gram Langkah pelaksanaan :  Berat pan ditimbang,  Berat uji dimasukkan ke dalam pan/wadah dan beratnya ditimbang,  Berat benda uji dihitung,

13

 Benda uji berikut pan dikeringkan ke dalam oven dengan suhu ( 110 ± 5˚C) sampai berat tetap selama ± 24 jam,  Berat pan dan benda uji yang telah dikeringkan ditimbang kembali,  Berat benda uji kering oven dihitung. Hasil percobaan : a. Berat wadah

: 197,0

gram

b. Berat wadah dan benda uji

: 2697,0

gram

c. Berat benda uji (b-a)

: 2500

gram

d. Berat benda uji kering

: 2497,1

gram

Kadar air :

(𝑐−𝑑)𝑥 100% 𝐷

=

(2500−2497,1)𝑥 100% 2500

= 𝟎, 𝟏𝟒𝟓%

Dari hasil yang diperoleh kadar air agregat kasar setelah pengujian adalah 0,145%, sedangkan kadar air normal agregat kasar adalah 1,06%, hal ini menunjukkan bahwa agregat kasar ini dapat digunakan dalam campuran beton.

14

II.4

ANALISA GRADASI AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR Penguraian susunan butiran agregat (gradasi) bertujuan untuk menilai agregat halus atau kasar cocok digunakan pada produksi beton. Susunan butiran diperoleh dari hasil penyaringan benda uji dengan menggunakan beberapa fraksi saringan. Pada pelaksanaannya perlu ditentukan batas maksimum/minimum butiran sehubungan pengaruh terhadap sifat pekerjaan, penyusutan, kepadatan, kekuatan dan juga faktor ekonomi dari beton. Nilai modulus kehalusan dari bahan agregat tertentu tergantung dari : a) Komposisi butirannya b) Susunan saringan yang digunakan c) Banyaknya saringan d) Besarnya masing-masing lubang saringan

II.4.1

Agregat Halus Tujuannya adalah untuk menentukan gradiasi agregat halus dengan

menggunakan hasil analisa saringan. Alat :  Timbangan digital  Saringan  Kuat/sikat halus  Mesin pengguncang (steve shaker)

15

Bahan :  Pasir dengan berat 2000 gram

Langkah pelaksanaan :  Bersihkan saringan dari kotoran-kotoran yang menempel dengan kuas dan sikat halus,  Timbang masing-masing berat saringan,  Susun ayakan dari ukuran yang paling besar hingga ukuran yang paling kecil,  Masukkan agregat (benda uji) ke dalam saringan yang telah di susun,  Lakukan pengayakan dengan alat steve selama ± 15 menit,  Timbang kembali berat agregat yang tertahan di masing-masing saringan,  Hitung persentase berat benda uji yang tertahan di atas masingmasing saringan terhadap berat total.

16

Hasil percobaan :

No.

No. Steve

Kumulatif (%)

Berat

%

tertahan

Tertahan

Tertahan

Lolos

1.

4,75

4,4

0,22

0,22

99,78

2.

2,38

21,2

1,06

1,28

98,72

3.

1,68

100,8

5,04

6,32

93,68

4.

1,19

117

5,85

12,17

87,83

5.

0,59

579,3

28,965

41,135

58,865

6.

0,149

1121,4

56,07

97,205

2,795

7.

Pan

55,9

2,795

100

0

Jumlah

2000

258,33

Fine Modulus = 2,5833% Modulus kehalusannya adalah 2,5833%. Berarti sesuai dengan modulus kehalusan yang disyaratkan, yaitu 2,2 – 2,6. Semakin tinggi modulus kehalusan agregat halus maka kuat lentur beton semakin besar.

17

II.4.2

Agregat Kasar Peralatan dan prosedur kerjanya sama dengan agregat halus, sedangkan bahan yang digunakan adalah batu pecah dengan berat contoh 2500 gram.

No.

No. Steve

Kumulatif (%)

Berat

%

tertahan

Tertahan

Tertahan

Lolos

1.

31,70

0

0%

0%

100 %

2.

25,40

0

0%

0%

100%

3.

19,10

631,7

25,268 %

25,268 %

74,732 %

4.

15,90

593,3

23,732 %

49 %

51 %

5.

9,52

800,4

32,016 %

81,016 %

18,984 %

6.

4,75

330,6

13,224 %

94,24 %

5,76 %

7.

Pan

144

5,76 %

100 %

0%

Jumlah

2500

349,524 %

Fine Modulus = 3,49524% Modulus kehalusannya adalah 3,49524% Dari hasil yang diperoleh menunjukkan modulus agregat kasar adalah 3,49524%. Sedangkan modulus agregat normalnya adalah 1,5%-3,8%. Hal ini menunjukkan bahwa agregat kasar dapat digunakan dalam campuran beton.

18

II.5

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS Berat jenis agregat perbandingan berat sejumlah volume agregat tanpa mengandung rongga udara terhadap berat air pada volume yang sama. Jenis agregat dibedakan dalam dua keadaan yaitu keadaan jenuh permukaan (saturated surface dry) atau disingkat SSD dan keadaan kering absolute atau kering oven (oven dry). Pada pemeriksaan berat jenis ini juga akan didapat nilai absorbsi (penyerapan) adalah persentase perbandingan antara berat air yang terserap agregat pada kondisi jenuh permukaan dengan berat agregat dalam keadaan kering oven. Alat: -

Timbangan digital

-

Piknometer

-

Kerucut terpancung + batang penumbuk untuk menentukan benda uji dalam keadaan SSD

-

Oven

-

Pan/wadah

-

Kuas

Bahan : Benda uji dalam hal ini pasir yang terlebih dahulu dibuat dalam keadaan jenuh air kering permukaan (SSD) sebanyak 500 gram.

Langkah pelaksanaan : Cara menentukan SSD agregat halus 1. Masukkan benda uji pasir dalam kerucut terpancung dalam 3 lapisan yang masing-masing lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali, 2. Kemudian cetakan kerucut terpancung diangkat perlahan-lahan.

Catatan : #Jika keadaan agregat kering, maka agregat perlu ditambah air #Jika keadaan agregat basah, maka agregat perlu dikeringkan. 19

Menentukan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus 1. Agregat ditimbang dalam keadaan SSD tersebut seberat 500 gram dan dimasukkan ke dalam piknometer. 2. Air bersih dimasukkan sehingga mencapai 90% dari isi piknometer, setelah itu diputar dan diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya. 3. Kemudian tambahkan air sampai mencapai tanda batas, piknometer direndam dalam bak perendam selama ±24 jam. 4. Timbang piknometer berisi air dan benda uji. 5. Timbang berat pan/wadah kosong. 6. Keluarkan benda uji dari piknometer dan masukkan ke dalam pan/wadah kosong yang ditimbang tadi. Keringkan dalam oven dengan suhu (110±5°C) sampai berat tetap selama ±24 jam, kemudian dinginkan lalu timbang kembali untuk mendapatkan berat keringnya. 7. Isi kembali piknometer dengan air sampai tanda batasnya, lalu timbang beratnya.

Hasil Percobaan : A. Berat Piknometer

= 176,5

gram

B. Berat contoh kondisi SSD

= 500

gram

C. Berat Piknometer + air + contoh SSD

= 976,7

gram

D. Berat piknometer +air

= 673,6

gram

E. Berat contoh kering

= 495,7

gram

20

Apparent Spesific Gravity : 𝐸 = 𝟐, 𝟓𝟕𝟗 𝐸+𝐷−𝐶 Bulk Spesific Gravity Kondisi Kering : 𝐸 = 𝟐, 𝟓𝟏𝟖 𝐵+𝐷−𝐶 Bulk Spesific Gravity Kondisi SSD : 𝐵 = 𝟐, 𝟓𝟑𝟗 𝐵+𝐷−𝐶 Persentase Absorbsi Air : 𝐵−𝐸 𝑥 100% = 𝟎, 𝟖𝟔𝟕 % 𝐸

21

II.6 BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR Pada prinsipnya dasar teori berat jenis dan penyerapan air untuk agregat kasar dan agregat halus adalah sama termasuk pengertian absorbsi, hanya pengukuran dilaksanakan dalam dua metode jika agregat halus (pasir) menggunakan metode Thawlows dengan cara kerucut terpancung maka berat jenis dan penyerapan agregat kasar dilakukan dengan cara penimbangan di luar dan di dalam air. Alat: -

Timbangan digital

-

Oven

-

Keranjang besi dan penggantung

-

Meja dan bak perendam khusus

-

Lap bersih/kain penyerap

Bahan : Agregat kasar (batu) sebanyak ±5000 gram yang telah direndam dalam air terlebih dahulu.

Langkah pelaksanaan : 1. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat pada permukaan agregat dengan cara merendam agregat di dalam air selama ±24 jam, 2. Keluarkan benda uji dari rendaman air, dilap dengan kain penyerap, sampai selaput air pada permukaan agregat hilang. Agregat ini dinyatakan dalam keadaan jenuh air kering permukaan atau SSD, 3. Timbang berat keranjang, 4. Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh air kering permukaan atau SSD sebanyak ±5000 gram, 5. Masukkan keranjang (kosong) ke dalam bak perendam dan timbang kembali berat keranjang dalam air sampai berat tetap,

22

6. Masukkan agregat (benda uji) tadi ke dalam keranjang dan timbang beratnya dalam air sampai berat tetap, 7. Keluarkan keranjang berisi benda uji dari bak perendam, diamkan sebentar, 8. Kemudian dimasukkan ke dalam oven ± 24 jam dengan suhu (110±5°C), agregat dan keranjang ditimbang untuk mendapatkan berat keringnya.

Hasil Percobaan : A. Berat contoh SSD

= 5000

gram

B. Berat contoh dalam air

= 3150

gram

C. Berat contoh kering di udara = 4967,6

gram

Apparent Spesific Gravity : 𝐶 = 𝟐, 𝟕𝟑𝟑 𝐶−𝐵 Bulk Spesific Gravity Kondisi Kering : 𝐶 = 𝟐, 𝟔𝟖𝟓 𝐴−𝐵 Bulk Spesific Gravity Kondisi SSD : 𝐴 = 𝟐, 𝟕𝟎𝟑 𝐴−𝐵 Persentase Absorbsi Air : (𝐴 − 𝐶)𝑥 100% = 𝟎, 𝟔𝟓𝟐 % 𝐶

23

II.7 MENENTUKAN BERAT VOLUME AGREGAT KASAR DAN AGREGAT HALUS Berat Volume agregat ditinjau dalam dua keadaan yaitu berat volume gembur dan berat volume padat. Berat volume gembur merupakan perbandingan berat agregat sebanyak isi literan (container) dengan volume literan, sedangkan berat volume padat adalah perbandingan berat agregat sebanyak isi literan dalam keadaan padat dengan volume literan. Volume agregat padat merupakan hasil pemadatan standar dalam keadaan kering absolut.

Alat : -

Timbangan besar berkapasitas 20 kg

-

Literan/wadah 10 liter (mould)

-

Batang penumbuk/tongkat pemadat

Bahan : Agregat halus dan agregat kasar dalam kondisi kering.

Langkah pelaksanaan : 1. Berat wadah/literan ditimbang, 2. Agregat dimasukkan dalam wadah sampai penuh, kemudian diratakan. Setelah itu beratnya ditimbang untuk mendapatkan berat dalam keadaan gembur, 3. Agregat dikeluarkan dari wadah, 4. Wadah tadi diisi kembali dengan agregat sebanyak 3 lapisan, masingmasing lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali, 5. Agregat diratakan dan ditimbang beratnya dalam kondisi padat.

24

Hasil Percobaan : PEMERIKSAAN BERAT VOLUME AGREGAT HALUS/PASIR A. Volume Mould

= 10 liter

B. Berat Mould

= 4,69 kg

C. Berat Pasir kondisi Gembur = 16,38 kg 𝐶

D. Berat Isi Kondisi Gembur = 𝐴 = 1,638 g/liter E. Berat Pasir Kondisi Padat = 16,43 kg 𝐸

F. Berat Isi kondisi Padat

= 𝐴 = 1,643 kg/liter

Berat isi rata-rata

=

𝐹+𝐷 2

= 1,6405 kg/liter

PEMERIKSAAN BERAT VOLUME AGREGAT KASAR/BATU A. Volume Mould

= 10 liter

B. Berat Mould

= 4,69 kg

C. Berat Batu kondisi Gembur = 15,29 kg D. Berat Isi Kondisi Gembur =

𝐶 𝐴

= 1,529 kg/liter

E. Berat Batu Kondisi Padat

= 17,01 kg

F. Berat Isi kondisi Padat

= 𝐴 = 1,701 kg/liter

Berat isi rata-rata

=

𝐸

𝐹−𝐷 2

= 1,615 kg/liter

25

BAB III RANCANGAN CAMPURAN BETON DENGAN METODE ACI (K-225) PENETAPAN VARIABEL PERENCANAAN 1. Kategori jenis struktur = Kubus 2. Rencana SLUMP berdasarkan Tabel III = 7,5 – 10 cm 3. Kekuatan tekan rencana beton = 225+ 1,64*50 =307 kg/cm2 4. Modulus kehalusan pasir = 2,58 5. Ukuran maksimum agregat kasar (Tabel IV) = 19,10 cm 6. Spesific Grafity agregat halus = 2,539 kg/m3 7. Spesific Grafity agregat kasar = 2,703 kg/m3 8. Berat Volume agregat kasar = 1615 kg/m3 9. Spesific Grafity semen = 3,15 kg/m3 10. Spesific Grafity air = 1kg/m3 PERHITUNGAN KOMPOSISI UNSUR BETON 11. Rencana air adukan/m3 beton (Tabel V)= 202 kg/m3 12. Prosentase udara yang terperangkap (Tabel V)= 2 % 13. W/C Ratio berdasarkan Tabel II = 0,58 14. W/C Ratio berdasarkan Grafik I = 0,56 15. W/C Perencanaan (yang terkecil dari (13) dan (14)) = 0,56 16. Berat semen =

202 0,56

= 360,71 kg

26

17. Volume agregat kasar perlu/m3 beton (Tabel VI) = 64 % = 0,64 m3 18. Berat agregat kasar= (17)x(8) = 0,64 x 1615 = 1033,6 kg 19. Volume semen/m3 beton =

(16) (9)

𝑥 0,001 =

(11)

20. Volume air/m3 beton (10) 𝑥 0,001 = 21. Volume agregat kasar =

(18) (7)

202 1

𝑥 0,001 =

360,71 3,15

𝑥 0,001 = 0,1145 m3

𝑥 0,001 = 0,202 m3 1033,6 2,703

𝑥 0,001 = 0,3823 m3

22. Volume udara terperangkap/m3 beton = (12) = 0,02 m3 23. Volume perlu agregat halus/m3 beton =1 – {(19) + (20) + (21) + (22)} = 1- {(0,1145) + (0,202) + (0,3823) + (0,02)} = 0,2812 m3

KOMPOSISI BERAT UNSUR ADUKAN M3 BETON 24. Semen = (16) = 360,71 Kg 25. Air = (11) = 202 kg 26. Agregat halus kondisi SSD = (23)x(6)x1000 = 0,2812 x 2,539 x 1000 = 713,9668 kg 27. Agregat kasar kondisi SSD = (18) = 1033,6 kg 28. Faktor semen =

(24) 50

=

360,71 50

= 7,2142 zak (1 zak = 50kg)

KOREKSI UKURAN AIR & BERAT UNSUR UNTUK PERENCANAAN LAPANGAN 29. Kadar air agregat kasar = 0,00145 30. Absorbsi agregat kasar = 0,00652 31. Kadar air agregat halus = 0,00715 32. Absorbsi agregat halus = 0,00867 33. Tambahan air adukan dari agregat kasar =

(27)((30)−(29)) (1−(29))

=

1033,6 𝑥 (0,00652−0,00145) 1−0,00145

= 4,241802

27

34. Tambahan Agregat Kasar =

(27)((29)−(30)) (1−(29))

=

1033,6 𝑥 (0,00145−0,00652) 1−0,00145

= - 4,241802

35. Tambahan air adukan dari agregat halus

=

(26)((32)−(31)) (1−(31))

=

713,9668 𝑥 (0,00867−0,00715)

36. Tambahan Agregat Halus

1−0,00715 (26)((31)−(32)) (1−(31))

=

= 1,0930447

713,9668 𝑥 (0,00715−0,00867) 1−0,00715

= - 1,09304477

37. Semen (24) = 360,71 Kg 38. Air (25) + (33) + (35) = 207,3348 Kg 39. Agregat halus kondisi lapangan (26) + (36) = 712,873 Kg 40. Agregat kasar kondisi lapangan (27) + (34) = 1029,358 Kg KOMPOSISI UNSUR UNTUK KEPERLUAN BENDA UJI 41. Banyaknya benda uji = 20 buah 42. Volume benda uji = 0,15 x 0,15 x 0 ,15 = 0,003375 m3 43. Semen

= (41) x (42) x (37) + 15% = 20 x 0,003375 x 360,71 +(15% x 20 x 0,003375 x 360,71) = 27,99905 kg

44. Air

= (41) x (42) x (38) + 15% = 20 x 0,003375 x 207,3348 + 15% =17,8825 kg

45. Agregat halus = (41) x (42) x (39) + 15% z= (20 x 0,003375 x 712,873) + 15% = 55,3367 kg 46. Agregat kasar = (41) x (42) x (40) + 15% = (20 x 0,003375 x 1029,358) + 15% = 79,90384 kg

28

KOMPOSISI UNSUR KAPASITAS MESIN MOLEN 0,0015 m3 47. Semen = 0,015x(37)= 0,015 x 360,71 = 5,41065 kg 48. Air = 0,015x(38)= 0,015 x 207,3348 = 3,110022 kg 49. Agregat halus = 0,015 x (39) = 0,015 x 712,873 = 10,693 kg 50. Agregat kasar = 0,015 x (40) = 0,015 x 1029,358 = 15,44037 kg

29

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BETON IV.1 PEMBUATAN BENDA UJI Kekuatan karakteristik beton diperoleh dari hasil pengetesan sejumlah benda uji beton. Benda uji beton dapat berbentuk kubus ukuran 15 x 15 x 15 cm, kubus ukuran 20 x 20 x 20 cm, dan silinder ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 30 cm. Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, benda uji standar ialah kubus ukuran 15 x 15 x 15 cm, sedangkan menurut American Concrete Instute Standard 211-1-77 adalah silinder ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 30 cm. Dalam praktikum ini, akan dibuat 20 buah benda uji berupa kubus 15 x 15x 15 cm.

Peralatan : 1. Cetakan kubus 15 x 15 x 15 cm sebanyak 20 buah 2. Sekop, talam, ember, dan sendok spesi 3. Tongkat pemadat 4. Timbangan 5. Mixer concrete (mollen)

Bahan : 1. Semen 2. Agregat halus (Pasir) 3. Agregat kasar (Batu pecah) 4. Air

Langkah pelaksanaan : 1. Siapkan dan timbang masing-masing bahan berupa semen, air, pasir dan batu sesuai komposisi yang telah dihitung dalam mix design. Siapkan cetakan kubus dan olesi dengan oli secukupnya,

30

2. Bersihkan dan basahi mixer concrete dengan air, kemudian masukkan komponen-komponen pembentuk beton dengan urutan batu (kerikil), pasir, semen, dan terakhir air sedikit-sedikit dalam mixer concrete ± 3 menit, 3. Setelah beton masak, kemudian adukan beton tersebut dikeluarkan dari mixer concrete untuk kemudian dilakukan pengetesan slump, 4. Masukkan adukan ke dalam cetakan kubus dibagi 3 lapisan yang sama besarnya dan setiap lapisan dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan, kemudian diketok-ketok bagian sisinya dengan martil karet perlahan-lahan sehingga rongga bekas tusukan tertutup.

31

IV.2 PENGETESAN SLUMP BETON Jumlah air yang dibutuhkan beton tergantung pada jenis beton yang akan direncanakan. Penentuannya didasarkan pada diameter agregat maksimum yang digunakan. Untuk menentukan kekentalan (konsistensi) adukan beton dinyatakan dengan nilai slump. Konsistensi adukan dapat ditentukan dengan kerucut Abram’s (Slump Cone). Kerucut Abram’s adalah sebuah kerucut terpancung yang terbuat dari logam dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm dan tingginya 30 cm. Peralatan ini dilengkapi dengan sebuah plat tempat meletakkan dan sebuah alat pemadatan dari besi diameter 5/8”-60 cm, salah satu ujungnya dibulatkan. Kekentalan adukan beton diperoleh dengan cara mengukur besar turunnya permukaan beton muda (fresh concrete) setelah slump cone ditarik vertikal ke atas. Besar turunnya permukaan beton muda disebut slump. Tujuan dilakukan pengetesan slump beton adalah untuk mengetahui konsistensi beton dan menghindari adukan beton yang terlalu kental atau terlalu encer. Peralatan : -

Cetakan kerucut terpancung (kerucut Abram’s)

-

Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm yang terbuat dari baja tahan karat dengan ujung bulat

-

Pelat dasar kedap air

-

sendok semen

Bahan : -

Beton segar

Langkah pelaksanaan : 1. Basahi cetakan dengan air, 2. Masukkan adukan ke dalam kerucut Abram’s dalam 3 lapisan yang sama tebalnya, setiap lapisan dipadatkan sebanyak 25 kali secara merata. Setelah itu bidang rata dari kerucut diratakan dan dibiarkan dalam 30 detik. Sementara itu, adukan beton yang jatuh di sekitar kerucut dibersihkan, 32

3. Kemudian cetakan diangkat perlahan-lahan tegak lurus ke atas (vertikal). Cetakan lalu dibalik dan diletakkan dengan perlahan-lahan di samping benda uji, 4. Ukur jarak turunnya permukaan adukan beton/mortal tersebut terhadap tinggi semula, 5. Hasil pengukuran tersebut menyatakan kekentalan (konsistensi) adukan beton yang dilaksanakan.

Hasil Percobaan : Besarnya tes slump = 7,75 cm. Dari percobaan, nilai slump memenuhi slump standar, yaitu 7,5 – 10 cm

33

IV.3 PENGETESAN KUAT TEKAN Benda uji yang telah tercapai masa pengetesan dikeluarkan dari bak perendaman untuk diberi beban. Beton sebagai suatu bahan konstruksi yang sangat heterogen sehingga mengakibatkan timbulnya kekuatan tekan yang bervariasi dan hasil pemeriksaan sejumlah benda uji nilainya akan menyebar sekitar nilai rata-rata tertentu. Besar kecilnya penyebaran dari nilai hasil pemeriksaan ini disebut deviasi standar (S). Deviasi standar merupakan tolak ukur dari mutu pelaksanaan pekerjaan pembetonan. Kekuatan tekan karakteristik beton ditentukan berdasarkan prakiraan dimana kemungkinan adanya kekuatan benda uji beton yang kurang atau lebih dari nilai terbatas pada prosentase kecil tertentu. Ukuran dari besar kecilnya penyebaran hasil pemeriksaan beton menjadi ukuran dari mutu pelaksanaannya. Tujuan dari pengetesan ini untuk mengetahui kekuatan tekan beton dari masing-masing benda uji.

Peralatan : 1. Timbangan 2. Alat uji tekan (Compression Machine)

Bahan : Beton muda yang telah direndam dalam air dan minimal telah berumur 3 hari. Beton yang dibuat sebagai benda uji berjumlah 12 buah. Setiap pengujian diperlukan kubus beton sebanyak 4 (empat) buah benda uji.

Langkah pelaksanaan : 1. Keluarkan benda uji dalam bak perendaman sebanyak 4 (empat) buah dan keringkan dengan cara melap bagian permukaan benda uji, 2. Timbang masing-masing berat benda uji dan catat,

34

3. Masukkan benda uji pada alat uji tekan (compression machine) dan diberi tekanan hingga jarum pada alat uji tekan yang menunjukkan kuat tekan beton tersebut tidak dapat bergerak naik lagi. Kemudian baca angka yang ditunjukkan jarum merah pada alat uji tekan dan catat hasil pengujian

kuat

tekan

beton

tadi.

Pengujian tekan beton ini dilakukan kembali setelah beton berumur 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari.

35

36

Grafik Kuat Tekan dari Perbandingan Beton Berdasarkan Umur

Chart Title 900

800 772.5 729.5

700

602.5

600

500

746.25

473.75 Series1

400

300

200

100

0 3 Hari

9 Hari

16 Hari

23 Hari

28 Hari

37

38

Data Statistik : Mutu Beton K-225 Menyatakan kekuatan tekan karakteristik minimum adalah 225 kg/cm² pada umur 28 hari. F’b =

𝑓𝑏 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖

Ket : Korelasi 3 hari = 0,55 Korelasi 9 hari = 0,716 Korelasi 16 hari = 0,9 Korelasi 23 hari = 0,964 Korelasi 28 hari = 1

Rata-rata (Kuat tekan beton rata-rata) f’bm =

=

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 (∑ 𝑓′𝑏) 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (𝑛) 7365,7739 20

= 368,2887

Standar Deviasi : S

=

=

√∑|𝑿𝒊−𝑿|² 𝐧−𝟏 √𝟏𝟒𝟒𝟖𝟒,𝟗𝟕𝟑 𝟏𝟗

= √762,367 = 27,6109

39

Efisiensi Cost : S

=

=

𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝒇′𝒃𝒎 𝟐𝟕,𝟔𝟏𝟎𝟗 𝟑𝟔𝟖,𝟐𝟖𝟖𝟕

𝑥 100

= 7,49 % Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat dilakukan pengurangan penggunaan semen sebanyak 7,49 %. Kuat tekan karakteristik : f’bk

= f’bm – (1,64 x s) = 368,2887 – (1,64 x 27,6109) = 368,2887 – 45,281 = 323.0077 kg/cm²

Dalam perencanaan kekuatan tekan karakteristik dapat mencapai paling tidak 225 kg/cm². Sedangkan dalam perhitungan didapat karakteristik beban mencapai paling tidak 323,0077 kg/cm², berarti hasil yang didapat sesuai dengan perencanaan semula.

40

BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : -

Umur beton berpengaruh terhadap kekuatan tekan beton tersebut. Semakin tua umur beton, pada umumnya semakin tinggi kuat tekannya.

-

Kekuatan tekan beton juga tergantung pada kondisi bahan yang digunakan, maka dalam perencanaan harus menggunakan bahan yang layak sesuai standar yang telah ditetapkan.

-

Kenaikan kekuatan beton pada umur-umur muda lebih tinggi daripada kenaikan kekuatan pada umur-umur yang lebih tua, karena pada umur beton masih muda, ikatan awal terjadi lebih cepat daripada beton yang lebih tua umurnya.

-

Kadar Lumpur agregat halus yang digunakan adalah 1,25 %.

-

Kadar air agregat halus yang digunakan adalah 0,75 %.

-

Kadar air agregat kasar yang digunakan adalah 0,572 %.

-

Modulus kehalusan agregat halus yang digunakan adalah 2,3564.

-

Modulus kehalusan agregat kasar yang digunakan adalah 4,0465.

-

Persentase absorbsi agregat halus yang digunakan adalah 0,826 %.

-

Persentase absorbsi agregat kasar yang digunakan adalah 1,046 %.

-

Berat volume agregat halus yang digunakan adalah 1,4955 kg/liter.

-

Berat volume agregat kasar yang digunakan adalah 1,5235 kg/liter.

-

Nilai slump dalam percobaan ini adalah 7,75 cm. Jadi, slump yang didapatkan sesuai dengan perencanaan, yaitu 7,5 – 10 cm.

-

Semakin tinggi standar deviasi, semakin kecil kekuatan betonnya.

-

Dalam praktikum ini, akan dibuat beton K-225, yaitu beton dengan kekuatan tekan 225 kg/cm2. Beton yang dihasilkan dalam praktikum ini memiliki kuat tekan ± 262,833kg/cm2

41

V.2 SARAN Kami memiliki beberapa saran untuk percobaan ini : -

Benda uji sebaiknya dibuat lebih banyak lagi agar didapat hasil yang lebih teliti(Sesuai peraturan SK-SNI beton 1991-2000).

-

Bahan yang digunakan dapat divariasikan, misalnya semen yang digunakan dapat divariasikan menjadi dua jenis, contohnya tiga roda atau holcim, dll. Selain didapatkan hal-hal seperti praktikum ini, juga dapat mengetahui kualitas semen yang digunakan.

-

Perawatan terhadap alat-alat praktikum diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan.

42

DAFTAR PUSTAKA

1. ----------, 2006, Petunjuk Pratikum Teknologi Beton, Pontianak, Laboratorium Bahan dan Konstruksi Universitas Tanjungpura.

2. L.j. Murdock, Brook, K.M, 1978, Bahan dan Praktek Beton, Jakarta, Erlangga.

3. Wahyu P. dan Hendra R, 1992, Studi Komperatif Efektifitas Beberapa Metode Rancangan Beton, Bandung, ITB.

4. Tjokrodimuljo, Kardiyono, 1995, Teknologi Beton. Yogyakarta, NK.

43

LAMPIRAN

Tabel I . W/C ratio berdasarkan jenis konstruksi dan kondisi lingkungan KONDISI LINGKUNGAN

Jenis Konstruksi

Kondisi

Basah-kering

Mendapat pengaruh

Normal

berganti-ganti

sulfat & air laut

0,53

0,49

0,40

*

0,53

0,44

-

0,44

0,44

*

-

-

*

-

-

Konstruksi langsing atau

yang

hanya

mempunyai penutup tulangan kurang dari 2,5 cm. Struktur

dinding

penahan tanah, pilar, balok, abutman Beton yang tertanam dalam air Struktur lantai beton di atas tanah Beton

yang

terlindung

dari

perubahan

udara

(konstruksi

interior

bangunan) * W/C ratio ditentukan berdasarkan persyaratan kekuatan tekan rencana beton TABEL II atau Grafik 1

44

Tabel II. Hubungan antara W/C ratio dengan kuat tekan beton Kekuatan Tekan Beton Umur 28 hari (kg/cm2)

Nilai rata-rata W/C

420

0,44

350

0,53

280

0,62

210

0,73

140

0,89

Nilai pada tabel II berdasarkan

ukuran terbesar agregat kasar

berdiameter 2,5 cm.

Tabel III. Ukuran SLUMP yang dianjurkan bagi berbagai jenis konstruksi SLUMP (cm) URAIAN Maksimum

Minimum

8,00

2,50

8,00

2,50

3.Pelat, balok, kolom, dan dinding

10,00

2,50

4.Perkerasan Jalan

8,00

2,50

5.Pembetonan Massal

5,00

2,50

1.Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak bertulang 2.Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan konstruksi di bawah tanah

45

Tabel IV. Ukuran Maksimum Agregat Ukuran maksimum agregat yang digunakan harus memenuhi ketentuan : 1. 1/5 lebih kecil atau sama dari ukuran terkecil dimensi struktur 2. 1/3 lebih kecil atau sama dari tebal pelat lantai 3. 3/4 lebih kecil atau sama dari jarak bersih tulangan, berkas tulangan, atau berkas kabel pratekan

Tabel V. Jumlah berat air perlu untuk setiap m3 beton dan udara yang terperangkap untuk berbagai SLUMP dan ukuran maksimum agregat Berat air (kg/m3) beton untuk ukuran agregat yang berbeda

SLUMP (cm)

10 mm 12,5 mm

20 mm

25 mm

38 mm

50 mm

75 mm

150 mm

2,5 – 5

208

199

187

179

163

154

142

125

7,5 – 10

228

217

202

193

179

169

157

136

15 – 17

243

228

214

202

187

178

169

-

Prosentase udara (%) yang ada dalam unit beton 3

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0,3

0,2

46

Tabel VI. Prosentase volume agregat kasar/satuan volume beton Ukuran

Prosentase volume agregat kasar dibandingkan dengan

maksimum

satuan volume beton untuk modulus kehalusan agregat halus

agregat kasar

tertentu

(mm)

2,40

2,60

2,80

3,00

10,0

50

48

46

44

12,5

59

57

55

53

20,0

66

64

62

60

25,0

71

69

67

65

37,5

75

73

71

69

50,0

78

76

74

72

75,0

85

80

78

76

150,0

87

85

83

81

Volume pada Tabel VI berdasarkan kondisi agregat kering atau dry rodded. Nilai dalam tabel dipilih dari hubungan empiris untuk dapat mendapatkan beton dengan tingkat kekenyalan umum. Untuk beton yang kurang kenyal bagi pekerjaan jalan, harga di dalam tabel dinaikkan sebanyak 10%. Untuk yang lebih kenyal seperti beton yang ditempatkan melalui system pompa, nilai pada tabel dikurang sampai 10%.

47

Gambar Retakan Sampel Beton Setelah Pengetesan Kuat Tekan

Pengetesan I Ukuran sample : 15 x 15 x 15 cm Tanggal 07 Mei 2012 (umur beton 3 hari)

No.

Berat Beton

Tampak

Tampak

Tampak

Tampak

(kg)

Depan

Kanan

Belakang

Kiri

1.

8,236

2.

8,166

3.

8,146

4.

8,246

48

Gambar Retakan Sampel Beton Setelah Pengetesan Kuat Tekan

Pengetesan II Ukuran sample : 15x 15 x 15 cm Tanggal 14 Mei 2012 (umur beton 9 hari)

No.

Berat Beton

Tampak

Tampak

Tampak

Tampak

(kg)

Depan

Kanan

Belakang

Kiri

1.

8,128

2.

8,058

3.

8,018

4.

8,074

49

Gambar Retakan Sampel Beton Setelah Pengetesan Kuat Tekan

Pengetesan III Ukuran sample : 15x 15 x 15 cm Tanggal 21 Mei 2010 (umur beton 16 hari)

No.

Berat Beton

Tampak

Tampak

Tampak

Tampak

(kg)

Depan

Kanan

Belakang

Kiri

1.

8,170

2.

8,180

3.

8,250

4.

8,156

50

Gambar Retakan Sampel Beton Setelah Pengetesan Kuat Tekan

Pengetesan III Ukuran sample : 15x 15 x 15 cm Tanggal 28 Mei 2010 (umur beton 23 hari)

No.

Berat Beton

Tampak

Tampak

Tampak

Tampak

(kg)

Depan

Kanan

Belakang

Kiri

1.

8,224

2.

8,044

3.

8,194

4.

8,036

51

Gambar Retakan Sampel Beton Setelah Pengetesan Kuat Tekan

Pengetesan III Ukuran sample : 15x 15 x 15 cm Tanggal 4 Juni 2010 (umur beton 28 hari)

No.

Berat Beton

Tampak

Tampak

Tampak

Tampak

(kg)

Depan

Kanan

Belakang

Kiri

1.

8,126

2.

8,208

3.

8,238

4.

8,142

52

Dokumentasi Praktikum

Pengujian kadar lumpur pada agregat halus/pasir.

Shieve Shaker (Mesin Pengguncang)

53

Oven

Timbangan digital

54

Timbangan Digital kapasitas 20 Kg

Piknometer

55

Slump

Kerucut Terpancung

56

Pengujian kerucut terpancung

Pengujian Slump

57

Related Documents

Laporan
August 2019 120
Laporan !
June 2020 62
Laporan
June 2020 64
Laporan
April 2020 84
Laporan
December 2019 84
Laporan
October 2019 101

More Documents from "Maura Maurizka"

Laporan Tekban.docx
April 2020 8
3. Bab I - Bab Vii.docx
April 2020 18
Indra, Tian.docx
April 2020 20
May 2020 64