BAB 1 PENGUJIAN ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR
1.1
Pendahuluan
Pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan untuk mengetahui gradasi butiran dari agregat halus dan agregat kasar termasuk agregat campuran. Pengujian dilakukan dengan cara penyiapan, penimbangan, pengeringan, dan penyaringan contoh uji. Hasil pengujian dinyatakan dalam persentase material yang tertahan pada setiap saringan, persentase total dari material yang lolos setiap saringan, dan persentase total dari material yang tertahan pada setiap saringan, dan persentase total dari material yang tertahan pada setiap saringan, serta indeks modulus kehalusan. 1.2
Ruang Lingkup
Metode uji ini meliputi penentuan pembagian ukuran partikel agregat halus dan agregat kasar dengan penyaringan berdasarkan standar SNI ASTM C136:2012 “Cara Uji Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar”. 1.3
Arti dan Kegunaan
Analisis saringan agregat adalah penentuan persentase berat butiran agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka-angka persentase tersebut digambarkan pada grafik pembagian butir. Agregat biasanya terdiri atas beraneka ragam ukuran mulai dari kecil sampai besar. Apabila agregat yang digunakan mempunyai ukuran yang seragam maka volume pori-pori yang diperoleh akan sangat besar akan, tetapi jika agregat yang digunakan mempunyai ukuran yang bervariasi maka volume poripori akan sangat kecil dengan jumlah kemampatan yang sangat tinggi. Untuk mendapatkan hasil pencampuran beton dengan jumlah kemampatan yang tinggi maka kita memerlukan agregat dengan ukuran yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, perlu dilakukannya pengujian terhadap gradasi atau pengujian analisis saringan untuk menguraikan ukuran-ukuran agregat dalam saringan atau ayakan. Batasan ukuran butiran antara agregat halus dan agregat kasar menurut British Standard 1
adalah 4,75 mm. Dimana agregat halus dibagi menjadi 4 kelompok, dengan spesifikasi batas bawah dan atas dari persentase berat kumulatif lolos saringan sebagai berikut : Tabel 1.1 Batas Gradasi Agregat Halus menurut SNI-03-2834-2000 Batas Persentase Lolos Ayakan Agregat SNI-03-2834-2000 No.
Ukuran (mm)
Gradasi No. 1 (Sangat Kasar) Bawah Atas
Gradasi No. 2 (Agak Kasar)
Gradasi No. 3 (Agak Halus)
Gradasi No. 4 (Halus)
Bawah
Atas
Bawah
Atas
Bawah
Atas
ASTM C33 Fine Aggregate
3/8"
9,600
100
100
100
100
100
100
100
100
Bawah 100
Atas 100
No. 4
4,800
90
100
90
100
90
100
95
100
95
100
No. 8
2,400
60
95
75
100
85
100
95
100
80
100 85
No. 16
1,200
30
70
55
90
75
100
90
100
50
No. 30
0,600
15
34
35
59
60
79
80
100
25
60
5
30
0
10
No. 50 No. 100
0,300
5
20
8
30
12
40
15
50
0,150
0
10
0
10
0
10
0
15
(Sumber: SNI 03-2834-2000 dan ASTM C33)
Adapun untuk agregat kasar memiliki pengelompokkan batas bawah dan batas atas berdasarkan SNI 03-2834-2000 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.2 Batas Gradasi Agregat Kasar Menurut SNI 03-2834-2000
No. Saringan
Ukuran Saringan (mm)
Batas Persentase Lolos Ayakan Agregat Ukuran Butiran Maks. 10 mm Bawah
Ukuran Butiran Ukuran Butiran Maks. 20 mm Maks. 40 mm
Atas
Bawah
Atas
Bawah
Atas
3"
76,20
-
-
-
-
100
100
1,5"
38,10
-
-
100
100
95
100
3/4"
19,05
100
100
95
100
35
70
3/8"
9,60
50
85
30
60
10
40
No. 4
4,74
0
10
0
10
0
5
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Tabel 1.3 Batas Gradasi Agregat Kasar Menurut ASTM C33 Ukuran Nominal
No. Gradasi
4"
3 1/2"
100
88,90
3" 76,2 0
2 1/2"
2"
1 1/2"
1"
3/4"
1/2"
3/8"
No.4
No.8
63,50
50,80
38,10
25,40
19,05
12,70
9,60
4,74
2,40
2
No.1 6 1,20
1 1/2" - 3 1/2"
1
1 1/2" - 2 1/2"
2
1" - 2" N0.4 - 2"
100
90-100
-
25-60
-
0-15
-
0-5
100
90-100
35-70
0-15
-
0-5
3
100
90-100
35-70
0-15
-
0-5
357
100
95-100
-
35-70
-
10-30
20-55
3/4" - 1 1/2"
4
100
90-100
No.4 - 1 1/2"
467
100
95-100
-
0-5
0-15
-
0-5
-
35-70
-
10--30
0-5
1/2" - 1"
5
100
90-100
20-55
0-10
0-5
-
3/8" - 1"
56
100
90-100
40-85
10--40
0-15
0-5
No.4 - 1"
57
100
95-100
-
25-60
-
0-10
0-5
3/8" - 3/4"
6
100
90-100
20-55
0-15
0-5
-
No.4 - 3/4"
67
100
90-100
-
20-55
0-10
0-5
No.4 - 1/2"
7
100
90-100
40-70
0-15
0-5
No.8 - 1/2"
8
100-100
85-100
10--30
0-10
(Sumber: ASTM C33)
1.4
Peralatan dan Bahan
1.4.1
Peralatan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari: 1) Satu set saringan; Tabel 1.4 Ukuran Saringan No .
Ukuran
Sa
Saringa
ri
n (mm)
ng an 3,5
90,0
” 3” 2,5
75,0 63,0
” 2” 1,5
50,0 37,5
” 1”
25,0
¾”
19,0
½” 3/
12,5 9,5
8” No
4,75
.4 No
2,36
.8 No
1,18
3
0-5
. 16 No .
0,60
30 No .
0,30
50 No .
0,15
10 0 No .
0,075
20 0
(Sumber: ASTM E11)
2) Timbangan berkapasitas 20 kg dan kapasitas 5 kg (digital) dengan ketelitian 0,1% dari berat benda uji; 3) Oven (110 ±5°C); 4) Sieveshaker; 5) Sendok pasir; 6) Sikat/ kuas. 1.4.2
Bahan
Berat minimum benda uji tergantung pada ukuran maksimum agregat dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 1.5 Berat Benda Uji Minimum Agregat Halus Ukuran
Be
Maksimum
rat
Agregat Halus
Be
No.
U
Sarin
k
gan
u
a
r
Uji (gr
a
)
n S 4
nd
a r i n g a n 4 ,
No. 4
7 5 2
30 0
,
No. 8
3 8
(Sumber: SNI ASTM C136:2012)
Tabel 1.6 Berat Benda Uji Minimum Agregat Kasar Ukuran Maksimum Agregat Kasar U k u r a n No. Sarin gan
S a r i n g a n 9 0 , 0 7 5 , 0
3,5”
3”
5
Be rat Be nd a Uji (kg )
100
60
6 3 , 0 5 0 , 0 3 7 , 5 2 5 , 0 1 9 , 0 1 2 , 5 9 , 5
2,5”
2”
1,5”
1”
¾“
½“
3/8 “
35
20
15
10
5
4
1
(Sumber : SNI ASTM C136:2012)
1.5
Persiapan Praktikum
Persiapan praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 1) Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110±5°C) selama ± 24 jam atau hingga mencapai berat tetap;
6
Gambar 1.1 Benda Uji Dimasukkan ke dalam Oven 2) Berat benda uji dalam keadaan kering oven sesuai dengan Tabel 1.2 (untuk agregat halus) dan Tabel 1.3 (untuk agregat kasar). 1.6
Prosedur Praktikum
Prosedur yang dilakukan, terdiri dari: 1) Benda uji diayak dengan susunan saringan paling besar ditempatkan di bagian paling atas selama 15 menit;
Gambar 1.2 Saringan Disusun 2) Masing-masing ayakan dibersihkan, dimulai dari ayakan yang teratas dengan kuas; 3) Berat agregat ditimbang yang tertahan di atas masing-masing ayakan;
7
Gambar 1.3 Agregat Ditimbang 4) Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No.4; Selanjutnya agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti tercantum di atas. 1.7
Perhitungan
Persentase berat benda uji yang tertahan di atas saringan: 1) Berat Benda Uji: Berat Tertahan Kumulatif = ( W n-1 ) – Wn .......................................................(1-1) W W n -1 Persentase Berat Tertahan Kumulatif = n x 100% + x 100% A A ...................................................................................................................................................(1-2) Persentase Berat Lolos Kumulatif = (A - W n ) x 100% ............................................(1-3) 2) Modulus Kehalusan: Σ Skum AH (%) .................................................................(1-4) 100 Σ Skum AK (%) FMAK = ..................................................................(1-5) 100 FMAH =
Keterangan: A Wn Wn-1 FMAH FMAK ΣSkum(%) AH ΣSkum(%) AK
= Berat benda uji = Berat Tertahan pada saringan ke-n = Berat Tertahan pada saringan sebelumnya = Modulus kehalusan agregat halus = Modulus kehalusan agregat kasar = Berat total % tertahan kumulatif saringan 4, 8, 16, 30, 50, 100 = Berat total % tertahan kumulatif saringan > 0,150 mm.
1.8
Pengolahan Data
1.8.1
Agregat Halus 8
Pengujian Analisis Saringan Halus dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Teknik Sipil UKRIDA. Dari hasil pengujian disajikan dalam bentuk data tabel dan gambar grafik. Berikut di bawah ini adalah pegolahan data hasil pengujian. Tabel 1.7 Data Pengujian Analisa Saringan Agregat Halus Benda Uji 1 NO. Saringa n 3/8" 4 8 16 30 50 100 200
Ukuran Saringan (mm) 9.500 4.750 2.360 1.180 0.600 0.300 0.150 0.075 Pan Total Benda Uji (gr)
Berat Tertahan (gr) 0 0 2 16 35 127 108 8 2 298
Kumulatif Berat Tertahan Persentase (%) Tertahan 0 0.00 0 0.00 2 0.67 18 6.04 53 17.79 180 60.40 288 96.64 296 99.33 298 100.00
Persentase Lolos (%) 100.00 100.00 99.33 93.96 82.21 39.60 3.36 0.67 0.00
Contoh perhitungan pada saringan No.8 benda uji 1 1. Persentase tertahan (%) % tertahan
=
Wn x 100% A
=
2 x 100% 298
= 0,67% 2. Persentase berat lolos kumulatif Persentase lolos
= (100% - % tertahan) = (100% - 0,67%) = 99,33%
Bedasarkan Tabel 1.7 diperoleh berat agregat halus yang tertahan disetiap saringan untuk benda uji 1. Untuk data analisa saringan agregat halus benda uji 2 dapat dilihat di lampiran. Tabel 1.7 Analisa Saringan Kumulatif Berat Lolos Benda Uji Agregat Halus NO. Saringa n 3/8" 4
Kumulatif Ukuran Saringan Benda Benda Rata(mm) Uji 1 Uji 2 rata 9,600 100,00 100,00 100,00 4,740 100,00 100,00 100,00 9
Syarat (%) SNI 03-28342000 Gradasi No.4 100-100 95-100
Syarat (%) ASTM C33 100-100 95-100
8 16 30 50 100 200
2,400 1,200 0,425 0,300 0,150 0,075 Pan
99,33 93,96 82,21 39,60 3,36 0,67 0,00
98,66 92,64 80,60 43,81 4,01 0,33 0,00
99,00 93,30 81,41 41,71 3,68 0,50 0,00
95-100 90-100 80-100 15-50 0-15 0-0 -
80-100 50-85 25-60 5-30 0-10 -
Berdasarkan analisa saringan agregat halus pada Tabel 1.8 didapat rata-rata kumulatif berat lolos yang dapat dikorelasikan dengan syarat SNI 03-2834-2000 Gradasi No. 4 dan ASTM C33. Adapun rata-rata kumulatif dan syarat-syarat dikorelasikan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
Object 19
Gambar 1.4 Grafik Agregat Halus terhadap Batas Gradasi SNI 03-2834-2000 Dari Gambar 1.4 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kumulatif berat lolos agregat halus telah memenuhi syarat SNI 03-2834-2000 Gradasi No.4.
10
Object 21
Gambar 1.5 Grafik Agregat Halus terhadap Batas Gradasi ASTM C33 Dari Gambar 1.5 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kumulatif berat lolos agregat halus hampir memenuhi syarat ASTM C33. Tidak memenuhi syarat ASTM C33 karena agregat halus yang digunakan dalam pengujian ini masuk kedalam gradasi No.4 (pasir halus). Sehingga benda uji banyak tertahan disaringan nomor tinggi. 1.8.2 Agregat Kasar Berikut ini adalah tabel data pengujian analisa saringan agregat kasar Tabel 1.8 Data Pengujian Analisa Saringan Agregat Kasar Benda Uji 1 Tabel 1.8 Analisa Saringan Kumulatif Berat Lolos Benda Uji Agregat Kasar NO. Saringa n 3"
Ukuran Kumulatif Saringan Benda Benda Rata(mm) Uji 1 100,00 Uji 2 100,00 rata 75,000 100,00 63,000 100,00 100,00 100,00 50,000 100,00 100,00 100,00 37,500 100,00 100,00 100,00 25,400 93,27 96,03 94,65 19,050 60,97 63,58 62,28 12,700 25,61 30,40 28,01 9,600 12,16 13,40 12,78 4,740 0,07 0,08 0,08 PAN 0,00 0,00 0,00
Syarat (%) SNI 03-28342000 Ukuran 100-100
Syarat (%) ASTM C33 Gradasi - No.
2,5" 2" 1,5" 1" 3/4" 1/2" 3/8" No. 4
95-100 35-70 10-40 0-5 -
100 95-100 35-70 10-30 0-5 -
Berdasarkan analisa saringan agregat kasar pada Tabel 1.8 didapat rata-rata kumulatif berat lolos yang dapat dikorelasikan dengan syarat SNI 03-2834-2000 Gradasi No. 4 dan ASTM C33 Gradasi No. 467. Adapun rata-rata kumulatif dan syarat-syarat dikorelasikan dalam bentuk grafik sebagai berikut. 11
Object 24
Gambar 1.6 Grafik Agregat Kasar terhadap Batas Gradasi Uk. Butiran Maks. 40 mm
Object 26
Gambar 1.7 Grafik Agregat Kasar terhadap Batas Gradasi ASTM C33 Dari Gambar 1.6 dan Gambar 1.7 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kumulatif berat lolos agregat halus telah memenuhi syarat SNI 03-2834-2000 Gradasi No.4 dan syarat ASTM C33. Berikut ini adalah tabel pengolahan data modulus kehalusan agregat halus dan kasar. Tabel 1.9 Modulus Kehalusan Agregat Jenis Agregat
Benda Uji
ΣSkum AH (%)
Fineness Modulus 12
Average
Syarat ACI
Keterangan
Agregat Halus Agregat Kasar
1 2 1 2
181.54 180.27 707.615 696.186
1.82 1.80 7.08 6.96
1.81
2,2-3,1
7.02
5,5-8,5
Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi Memenuhi Memenuhi
Contoh perhitungan agregat halus benda uji 1: ΣSkumAH = Berat total % tertahan kumulatif saringan 4, 8, 16, 30, 50, 100
Fineness Modulus
= 0,00 + 0,67 + 6,04 + 17,79 + 60,40 + 96,64 = 181,54 % Σ Skum AH (%) = 100 181,54 = 100 = 1,82
Pada Tabel 1.9 diporeh nilai rata-rata Fineness Modulus agregat halus dan agregat kasar masing-masing 1,81 dan 7,02. Nilai Fineness Modulus agregat kasar berada pada rata-rata 7,02 sehingga nilai rata-rat Fineness Modulus agregat kasar telah memenuhi syarat ACI 221 yaitu 5,5 – 8,5 dan nilai Fineness Modulus agregat halus berada pada rata-rata 1,81 dan tidak memenuhi syarat ACI 221 yaitu pada interval 2,2 – 3,1. Nilai Fineness Modulus agregat halus tidak masuk syarat ACI 211 karena pasir yang digunakan pada pengujian ini masuk gradasi No.4 sehingga dikategorikan sebagai agregat yang sangat halus.
13
BAB 2 PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR
2.1
Pendahuluan
Ketepatan massa komponen agregat dan air dalam pembuatan beton sangat mempengaruhi kualitas beton tersebut. Namun pada kenyataannya sering kali ditemui stok agregat yang akan digunakan berada dalam kondisi basah sehingga massa agregat dan massa air perlu dikoreksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kadar air agregat antara lain sesuai dengan cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan. 2.2
Ruang Lingkup
Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ini mencakup penentuan persentase air yang dapat menguap dari dalam contoh agregat dengan cara pengeringan berdasarkan standar SNI 1971:2011, “Cara uji kadar air agregat dengan pengeringan”. Hasil pengujian kadar air ini dapat digunakan dalam pekerjaan perencanaan campuran dan pengendalian mutu terhadap beton. Apabila agregat dapat berubah secara kimiawi akibat pemanasan (misalnya kapur), atau diperlukan pengukuran yang lebih teliti maka pengujian harus menggunakan oven berventilasi yang dilengkapi dengan pengontrol temperatur. 2.3
Arti dan Kegunaan
Kadar air agregat merupakan perbandingan antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan berat agregat dalam keadaan kering atau dengan kata lain adalah banyaknya air yang terkandung di dalam agregat, dan disajikan dalam bentuk persentase. Nilai kadar air ini digunakan untuk mengoreksi terhadap tekanan air pada perencanaan pembuatan beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat di lapangan. Kadar air agregat secara umum dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: 1) Kadar air dengan keadaan dimana agregat kering dan sama sekali tidak 2)
berair (kering tungku); Kadar air dengan keadaan dimana permukaan agregat kering akan tetapi
3) 4)
pori-porinya tetap basah (kering udara); Kadar air yang keadaannya jenuh kering permukaan; Kadar air dengan keadaan dimana agregat banyak mengandung air (basah). 14
2.4 2.4.1
Peralatan dan Bahan
Peralatan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari: 1) Timbangan berkapasitas 20 kg dan kapasitas 5 kg (digital) dengan ketelitian 0,1% dari berat benda uji; 2) Oven; 3) Cawan logam berkapasitas cukup besar untuk tempat pengeringan benda uji; 4) Sendok pasir/sekop. 2.4.2
Bahan
Berat minimum benda uji tergantung pada ukuran maksimum agregat dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 2.1 Persyaratan Berat Minimum Benda Uji J
Ukuran
e
Nominal
n
Maksimum Agregat
i
Mas sa Min imu
s
m
A
Ben
g r
da mm
inci
e
Agr
g
egat
a t A
Uji
(Kg) 4,75
g
(No. 4)
r e g a t 15
0,5
H a l u s A g r e g
9,5 12,5 19,0 25,0 37,5 50
3/8 1/2 3/4 1 1½ 2
1,5 2 3 4 6 8
63
2½
10
a t K a s a r (Sumber: SNI 1971:2011)
2.5
Persiapan Praktikum
Benda uji disiapkan agregat kasar dan agregat halus sesuai dengan yang diisyaratkan.
2.6
Prosedur Praktikum
Prosedur yang dilakukan, terdiri dari: 1) Cawan ditimbang dan dicatat beratnya (W1);
16
Gambar 2.1 Berat Cawan Ditimbang 2) Benda uji dimasukkan ke dalam cawan, kemudian ditimbang beratnya (W2);
Gambar 2.2 Berat Benda Uji Ditimbang 3) Berat benda uji dihitung (W3 = W2 – W1); 4) Benda uji + cawan dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ±5°C) hingga mencapai berat tetap.
Gambar 2.3 Benda Uji Dikeringkan ke Dalam Oven 5) Setelah kering, benda uji ditimbang dan dicatat berat benda uji + cawan (W4); 6) Hitung berat benda uji kering (W5= W4 – W1); 7) Lakukan pengujian pada 2 benda uji yang berbeda. 17
2.7
Perhitungan
Untuk menentukan besarnya kadar air agregat, digunakan rumus berikut: W3 - W 5 Kadar air agregat = x 100%......................................................(2-1) W5 Keterangan: W1 = Berat cawan W2 = Berat cawan + benda uji awal W3 = Berat benda uji awal (W2-W1) W4 = Berat cawan + benda uji kering oven W5 = Berat benda uji kering oven (W4-W1) 2.8
Pengolahan Data
Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil UKRIDA. Data disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 2.2 Kadar Air Agregat Halus dan Kasar
Berat wadah (W1) Berat benda uji + wadah (W2) Berat benda uji awal (W3) Berat wadah + benda uji kering oven (W4) Berat benda uji kering oven (W5) Kadar air total Rata-rata kadar air
Agregat Halus Benda Uji Benda Uji 1 2 279 162
Agregat Kasar Benda Benda Uji Uji 1 2 220 218
779
662
6220
6218
500
500
6000
6000
768
660
6092
6138
489
498
5872
5920
0,40%
2,18%
1,35% 1,77%
2,25% 1,33%
Dari hasil pengujian pada Tabel 2.2 diperoleh rata-rata kadar air untuk agregat halus dan agregat kasar masing-masing sebesar 1,33 % dan 1,77 %. Berdasarkan nilai ratarata kadar air agregat kasar dan halus yang telah diperoleh maka pengujian yang telah dilakukan telah masuk syarat ACI E1-99 yaitu 0%-2% untuk agregat halus dan 0%-10% untuk agregat kasar. BAB 3 PENGUJIAN KADAR ORGANIK AGREGAT HALUS
18
3.1
Pendahuluan
Pengujian ini digunakan untuk memberikan peringatan bahwa mungkin ada sejumlah kotoran organik yang merugikan dalam penerimaan agregat halus yang akan digunakan sebagai material untuk beton. 3.2
Ruang Lingkup
Pengujian dilakukan untuk menentukan perkiraan adanya kotoran organik yang merugikan dalam agregat halus dengan menggunakan standar warna kaca (organic plate) berdasarkan standar SNI 2816:2014, “Cara uji bahan organik dalam agregat halus untuk beton”. 3.3
Arti dan Kegunaan
Nilai yang terpenting dari standar ini adalah untuk memberikan peringatan bahwa mungkin ada sejumlah kotoran organik yang merugikan. Bila benda uji tetap ingin digunakan walapun pengujian menghasilkan warna yang lebih gelap dari warna standar, maka disarankan untuk melakukan uji pengaruh kotoran organik pada kekuatan mortar sesuai ASTM C87. 3.4 3.4.1
Peralatan dan Bahan
Peralatan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari: 1) Gelas ukur transparan dengan volume 350 ml dengan penutup karet yang tidak bereaksi dengan NaOH; 2) Piring standar warna atau organic plate; 3) Timbangan berkapasitas 5 kg (digital). 3.4.2
Bahan
1) Agregat halus yang lolos saringan No. 4 dengan berat minimum 500 gram dalam keadaan kering. Pengujian dilakukan dalam kondisi belum dicuci dua benda uji dan sudah dicuci dua benda uji; 2) Larutan NaOH (Natrium Hidroksida) 3%.
19
3.5
Persiapan Praktikum
Benda uji dikeringkan sebanyak 500 gram dalam oven dengan suhu (110±5ºC) selama ± 24 jam atau hingga mencapai berat tetap. 3.6
Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 1) Benda uji dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai 130 ml;
Gambar 3.1 Benda Uji Dimasukkan ke Dalam Gelas Ukur 2) Senyawa NaOH 3% ditambahkan ke dalam gelas ukur sampai 200 ml;
Gambar 3.2 Senyawa NaOH 3% ditambahkan ke Dalam Gelas Ukur
3) Gelas ukur ditutup dengan rapat, kemudian gelas ukur dikocok selama 10 menit, kemudian didiamkan selama 24 jam; 20
4) Warna cairan diamati di atas permukaan pasir dalam gelas ukur itu dan warnanya dibandingkan dengan larutan pembanding.
Gambar 3.3 Warna Cairan Diamati 5) Jika kadar organik terlalu tinggi/ atau terlalu kotor (lebih besar dari standar warna Gardner no. 11) maka warna cairan di dalam gelas ukur lebih tua bila dibandingkan dengan warna cairan pembanding. 3.7
Pengolahan Data
Pengujian Kadar Organik Agregat Halus dilakukan di laboratorium Teknik Sipil Ukrida. Hasil pengujian disajikan dalam bentuk table sebagai berikut Tabel 3.1 Hasil Pengujian Kadar Organik Agregat Halus Organic Plate
Benda Uji Sebelum Dicuci Sesudah Dicuci 14-16 11-14
Berdasarkan Tabel 3.1 diperoleh kadar organik agregat halus sebelum dan sesudah dicuci. Untuk kadar organik kadar agregat halus sebelum dicuci berada pada interval 14-16 sedangkan kadar organik agregat halus yang sudah dicuci berada pada interval 11-14. Sehingga nilai kadar organik agregat halus sebelum dan sesudah dicuci telah masuk SNI 2816:2014.
21
BAB 4 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS
4.1
Pendahuluan
Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan bagi para pelaksana di laboratorium dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus. 4.2
Ruang Lingkup
Standar ini menetapkan cara uji berat jenis curah kering (bulk) dan berat jenis semu (apparent) serta penyerapan air agregat halus. Agregat halus adalah agregat yang ukuran butirannya lebih kecil dari 4,75 mm (No. 4). Cara uji ini digunakan untuk menentukan berat jenis curah kering dan berat jenis semu, berat jenis cruah dalam kondisi kering jenuh permukaan, serta penyerapan air setelah (24±4) jam di dalam air berdasarkan standar SNI 1970:2008, “Cara uji berat jenis dan penyerapan agregat halus”.
22
4.3
Arti dan Kegunaan
Dalam penggunaannya, berat jenis curah adalah suatu sifat yang pada umumnya digunakan dalam menghitung volume yang ditempati oleh agregat dalam berbagai campuran yang mengandung agregat termasuk beton semen, beton aspal dan campuran lain yang diproporsikan atau dianalisis berdasarkan volume absolut. Berat jenis curah yang ditentukan dari kondisi jenuh kering permukaan digunakan apabila agregat dalam keadaan basah yaitu pada kondisi penyerapannya sudah terpenuhi. Sedangkan berat jenis curah yang ditentukan dari kondisi kering oven digunakan untuk menghitung ketika agregat dalam keadaan kering atau diasumsikan kering. Berat jenis semu adalah kepadatan relatif dari bahan padat yang membuat partikel pokok tidak termasuk ruang pori di antara partikel tersebut dapat dimasuki oleh air. Angka penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat dari suatu agregat akibat air yang menyerap ke dalam pori di antara partikel pokok dibandingkan dengan pada saat kondisi kering, ketika agregat tersebut dianggap telah cukup lama kontak dengan air sehingga air telah menyerap penuh. Standar laboratorium untuk penyerapan akan diperoleh setelah merendam agregat yang kering ke dalam air selama (24±4) jam. Agregat yang diambil dari bawah muka air tanah akan memiliki nilai penyerapan yang lebih besar bila tidak dibiarkan mengering. Sebaliknya, beberapa jenis agregat mungkin saja mengandung kadar air yang lebih kecil bila dibandingkan dengan yang pada kondisi terendam selama 15 jam. Untuk agregat yang telah kontak dengan air dan terdapat air bebas pada permukaan partikelnya, persentase air bebasnya dapat ditentukan dengan mengurangi penyerapan dari kadar air total. 4.4
Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari : 1) Timbangan berkapasitas 20 kg dan kapasitas 5 kg (digital) dengan ketelitian 0,1% dari berat benda uji; 2) Piknometer 500 ml; 3) Suatu cetakan yang terbuat dari baja yang tebalnya 0,8 mm berbentuk frustum kerucut (kerucut terpancung) dengan ukuran sebagai berikut : Diameter dalam atas (40±3)mm, diameter dalam bagian bawah (90±3) mm dan tinggi kerucut terpancung (75±3) mm; 23
4) Batang penumbuk dengan berat (340±15) gram dan permukaan pemadat berbentuk lingkaran yang rata dengan diameter (25±3) mm; 5) Oven; 6) Termometer; 7) Saringan No.4 (4,75 mm); 8) Talam-talam stainless. 4.5
Persiapan Praktikum
Persiapan praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 1) Lakukan pengeringan dengan menggunakan oven dengan temperatur 110±5oC selama 24±4 jam; 2) Setelah kering, lakukan penyaringan dengan menggunakan saringan No. 4 (4,75 mm) sebanyak 1000 gram untuk satu benda uji; 3) Rendam benda uji yang telah disaring selama 24±4 jam. 4) Lakukan untuk benda uji hingga sebanyak 2 benda uji.
4.6
Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 4.6.1
Penentuan Saturated and Surface Dry Condition Agregat Halus
1)
Ambil benda uji yang sebelumnya telah direndam sebanyak 500 gram untuk satu benda uji, kemudian letakkan dalam wadah untuk dilakukan pengeringan;
2)
Lakukan pengeringan dengan menggunakan kipas pengering;
3)
Pengeringan dilakukan dengan diaduk menggunakan alat pengaduk secara bersamaan dengan kipas pengering hingga mencapai
4)
kondisi jenuh kering permukaan; Kemudian
setelah
dikeringkan,
pengujian kelembaban permukaan menggunakan kerucut;
24
lakukan
proses
5)
Letakkan kerucut pada sebuah bidang rata, kemudian letakkan kerucut sesuai posisi, lalu masukkan agregat halus yang sudah
mengalami proses pengeringan hingga kerucut terisi penuh; 6) Ratakan bagian atas kerucut dari sisa agregat halus yang berlebih, dan bersihkan sisa-sisa agregat halus yang tumpah saat proses pengisian agregat halus kedalam kerucut; 7) Setelah terisi penuh, pegang kerucut tersebut agar 8)
dapat mempertahankan posisi kerucut tersebut; Kemudian lakukan pemadatan dengan menggunakan batang penumbuk dengan menumbuk sebanyak 25 kali secara perlahan dan jatuh bebas. Ketinggian jatuh bebas alat penumbuk adalah ± 5 mm dari
9)
permukaan benda uji, lalu angkat secara vertical dan perlahan; Periksa bentuk agregat hasil penentuan, setelah kerucut diangkat. Bentuk umumnya ada 3 macam, yang masing-masing menyatakan kandungan air dari agregat tersebut, yaitu:
Gambar 4.1 Bentuk Umum Penentuan Saturated and Surface Dry Condition Agregat Halus Bila agregat halus belum mencapai kondisi jenuh
10)
kering permukaan, dan kondisi masih terlalu lembab, lakukan proses pengeringan kembali secara singkat. Kemudian lakukan kembali proses pemadatan dengan menggunakan kerucut hingga mencapai kondisi jenuh kering permukaan; 11)
Untuk proses pemadatan dengan kerucut, dapat dilakukan metode alternatif dengan cara mengisi kerucut hingga penuh, kemudian tumbuk sebanyak 10 kali, kemudian isi kembali kerucut tersebut hingga penuh, lalu kembali ditumbuk sebanyak 10 kali. Lakukan hal yang sama, dan tumbuk sebanyak 2 kali dan 3 kali. 4.6.2
Penentuan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
1) Isi piknometer dengan air bersih sampai tanda batas, lalu timbang beratnya (B3) 25
2) Timbang agregat dalam keadaan saturated and surface dry condition tersebut seberat 500 gram (S) dan masukkan ke dalam piknometer; 3) Masukkan air bersih mencapai 90% isi piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya; 4) Tambah air sampai mencapai tanda batas; 5) Timbang piknometer berisi air dan benda uji (B1); 6) Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 – 115)°C sampai berat tetap (24 jam), kemudian dinginkan benda uji, lalu timbang beratnya (B2); 7) Lakukan pengujian pada 2 benda uji yang berbeda. 4.7
Perhitungan
Perhitungan berat jenis dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus berikut: Berat jenis kering =
A B+S-C
.........................................................(4-1)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD)=
S B +S- C
.........................................................................................................................(4-2) S- A Penyerapan= x 100%............................................................(4-3) A Keterangan: A = berat benda uji kering oven B = berat piknometer + air (100%) C = berat pikonometer + air + benda uji S = berat benda uji dalam kondisi jenuh kering permukaan
4.8
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah tabel data yang diperoleh dari pengujian yang telah dilakukan; 2. Tabel pengolahan data berat jenis dan penyerapan agregat halus berdasarkan hasil yang diperoleh; Tabel 4.1 Contoh Data Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus Perhitungan Berat jenis curah kering (bulk specific gravity)
Persamaan A B+S-C
26
Benda Uji 1 2,52
Benda Uji 2 2,51
RataRata 2,52
Berat jenis curah jenuh kering permukaan (saturated surface dry) Berat jenis semu (apparent specific gravity) Penyerapan air (absorption)
S B+S-C A A+B-C S-A A
2,58
2,58
2,58
2,67
2,69
2,68
2,25%
2,67%
2,46%
× 100% 3. Berikan analisa singkat mengenai perbandingan hasil berat jenis dan penyerapan yang diperoleh berdasarkan ACI 221.
BAB 5 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT KASAR
5.1
Pendahuluan
Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ini dimaksudkan untuk memberi tuntunan dan arahan bagi para pelaksana di laboratorium dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar. 5.2
Ruang Lingkup
Metode ini dilakukan untuk menentukan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar menurut standar SNI 1969:2008, “Cara uji berat jenis dan penyerapan agregat kasar”. Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,75 mm (Saringan No.4). Berat jenis dapat dinyatakan dengan berat jenis curah kering, berat jenis curah pada kondisi jenuh kering permukaan atau berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan penyerapan air berdasarkan pada kondisi setelah (24±4) jam direndam di dalam air.
27
5.3
Arti dan Kegunaan
Dalam pelaksanaannya berat jenis curah adalah suatu sifat yang pada umumnya digunakan dalam menghitung volume yang ditempati oleh agregat dalam berbagai campuran yang mengandung agregat termasuk beton semen, beton aspal dan campuran lain yang diproporsikan atau dianalisis berdasarkan volume absolut. Berat jenis curah yang ditentukan dari kondisi jenuh kering permukaan digunakan apabila agregat dalam keadaan basah yaitu pada kondisi penyerapannya sudah terpenuhi. Sedangkan berat jenis curah yang ditentukan dari kondisi kering oven digunakan untuk menghitung ketika agregat dalam keadaan kering atau diasumsikan kering. Berat jenis semu (apparent) adalah kepadatan relatif dari bahan padat yang membuat partikel pokok tidak termasuk ruang pori di antara partikel tersebut dapat dimasuki oleh air. Angka penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat dari suatu agregat akibat air yang menyerap ke dalam pori di antara partikel utama dibandingkan dengan pada saat kondisi kering, ketika agregat tersebut dianggap telah cukup lama kontak dengan air sehingga air telah menyerap penuh. Standar laboratorium untuk penyerapan akan diperoleh setelah merendam agregat yang kering ke dalam air selama (24±4) jam. Agregat yang diambil dari bawah muka air tanah akan memiliki penyerapan yang lebih besar apabila digunakan, bila tidak dibiarkan mengering. Sebaliknya, beberapa jenis agregat apabila digunakan mungkin saja mengandung kadar air yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kondisi terendam selama (24±4) jam. Untuk agregat yang telah kontak dengan air dan terdapat air bebas pada permukaan partikelnya, persentase air bebasnya dapat ditentukan dengan mengurangi penyerapan dari kadar air total yang ditentukan dengan cara uji AASHTOT 255. Prosedur umum yang digambarkan dalam cara uji ini cocok untuk digunakan dalam menentukan penyerapan agregat yang dikondisikan dengan cara uji yang berbeda dengan perendaman selama (24±4) jam, seperti penggunaan pompa hampa udara atau kondisi air mendidih. Namun nilai yang didapat untuk penyerapan akan berbeda, berat jenis curah pada kondisi jenuh kering permukaan. Pori pada agregat ringan mungkin tidak dapat benar-benar terisi dengan air atau sebaliknya setelah perendaman selama (24±4) jam. Pada kenyataannya beberapa jenis agregat, tetap saja tidak akan mencapai potensi penyerapan yang sebenarnya 28
walaupun setelah direndam selama beberapa hari. Oleh karena itu, cara uji ini tidak untuk digunakan dalam pemeriksaan agregat ringan. 5.4
Peralatan dan Bahan
5.4.1
Peralatan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari : 1) Bouyance Balance;
Gambar 5.1 Bouyance Balance Sumber : https://www.indiamart.com/proddetail/buoyancy-balance2) 3) 4) 5) 6)
18385997933.html Talam-talam stainless; Keranjang kawat; Tangki air + kawat penggantung; Saringan No.4 (4,75 mm); Oven yang dilengkapi dengan pengatur temperatur untuk memanasi sampai
dengan 110°C ± 5°C; 7) Termometer. 5.4.2
Bahan
Berat benda uji minimum untuk digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 5.1 Berat Benda Uji Minumum Ukuran nominal maksimum mm
inci
63 2 1/2 50 2 37,5 1 1/2 25 1 19 3/4 12,5 atau Kurang 1/2 atau Kurang (Sumber : SNI 1969:2008)
29
Berat minimum Benda uji (kg) 12 8 5 4 3 2
5.5
Persiapan Praktikum
Persiapan pengujian, meliputi : 1) Cuci bersih benda uji sampai bersih; 2) Keringkan masing-masing benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C selama ± 24 jam. 3) Lakukan perendaman pada benda uji sampai (24±4) jam. 5.6
Prosedur Praktikum
Pengujian dilakukan, sebagai berikut : 1) Pindahkan benda uji dari dalam air dan guling-gulingkan pada suatu lembaran penyerap air sampai semua lapisan permukaan benda uji hilang; 2) Timbang benda uji yang sudah mencapai kondisi jenuh kering permukaan dan catat beratnya; 3) Isi tangki dengan air sampai tinggi air melewati tinggi keranjang kawat; 4) Tempatkan benda uji pada keranjang kawat dan lakukan penimbangan di dalam tangki yang sudah diisi air pada temperatur (23±2) C dan catat beratnya. Pastikan udara yang terperangkap di dalam sela-sela agregat hilang; 5) Setelah itu, benda uji yang sudah ditimbang di dalam air dikeringkan sampai berat tetap atau selama (24±4) jam pada temperatur (110±5)C; 6) Dinginkan benda uji pada temperatur ruang selama (1,0±0,5) jam, lalu lakukan penimbangan pada benda uji yang sudah kering; 5.7
Perhitungan
Perhitungan berat jenis dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus berikut: A Berat jenis curah (bulk spesific gravity) = ..........................................(5-1) B-C Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry) = B B-C
.................................................................................................................(5-2)
Berat jenis semu (Apparent) = Penyerapan = Keterangan: A = berat benda uji kering oven (gr) 30
B-A A
A A-C
...........................................................(5-3)
x 100% ................................................................(5-4)
B C
= berat benda uji kering permukaan jenuh (gr) = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gr) 5.8
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah tabel data yang diperoleh dari pengujian yang telah dilakukan; 2. Tabel pengolahan data berat jenis dan penyerapan agregat kasar berdasarkan hasil yang diperoleh;
Tabel 5.2 Contoh Data Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Perhitungan Berat jenis curah kering (Sd) Berat jenis curah
Persamaan A (B - C)
Benda Uji 1
Benda Uji 2
Rata-rata
2,43
2,43
2,43
2,55
2,53
2,54
B (B - C)
jenuh kering permukaan (Ss)
A 2,76 2,72 2,74 (A - C) (B - A) ×100% Penyerapan air (Sw) 4,96% 4,46% 4,71% A 3. Berikan analisa singkat mengenai perbandingan hasil berat jenis dan Berat jenis semu (Sa)
[
]
penyerapan agregat kasaar yang diperoleh berdasarkan ACI 221.
31
BAB 6 PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR AGREGAT KASAR
6.1
Pendahuluan
Metode uji ini merupakan acuan dan pegangan bagi pelaksana, teknisi laboratorium atau produsen dalam melakukan pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan 75 µm (No.200). Secara garis besar metode uji ini untuk memperoleh persentase jumlah bahan yang lebih halus dari saringan 75 µm (No. 200) dalam agregat mineral dengan pencucian yang berguna bagi perencanaan campuran beton. 6.2
Ruang Lingkup
Metode uji ini meliputi penentuan jumlah bahan yang lolos saringan 75 µm (No.200) dalam agregat mineral dengan pencucian menurut standar SNI ASTM C117:2012, “Metode uji bahan yang lebih halus dari saringan 75 µm(No.200) dalam agregat mineral dengan pencucian. Butiran lempung dan butiran agregat lain yang tersebar oleh air pencuci, sebagaimana bahan lain yang larut dalam air akan terpisah dari agregat selama pengujian.
6.3
Arti dan Kegunaan
Bahan yang lebih halus dari saringan 75 µm (No.200) dapat dipisahkan dengan jauh lebih efisien dan sempurna dari partikel yang lebih besar dengan cara penyaringan basah daripada penyaringan kering. Karena itu, untuk menentukan bahan yang lebih halus dari saringan 75 µm (No.200) dalam agregat halus atau kasar dengan akurasi yang tinggi, maka hasil uji metode ini lebih diutamakan daripada penyaringan kering yang sesuai dengan Metode Uji ASTM C 136 (SNI 03-1968). Hasil uji metode ini tercakup dalam perhitungan Metode Uji ASTM C 136 (SNI 031968), dan jumlah total dari bahan yang lebih halus dari 75 µm dengan pencucian, ditambah dengan hasil yang diperoleh dari penyaringan kering untuk contoh yang sama, dilaporkan dengan hasil dari Metode Uji ASTM C 136 (SNI 03-1968). Biasanya penambahan bahan yang lebih halus dari 75 µm yang diperoleh pada proses penyaringan kering jumlahnya sedikit. Jika jumlahnya banyak, efisiensi dari proses pencucian harus diperiksa. Hal ini dapat menjadi indikasi dari degradasi agregat. 32
6.4 6.4.1
Peralatan dan Bahan
Peralatan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari: 1) Saringan nomor 16 (1,18 mm) dan saringan nomor 200 (0,075 mm); 2) Wadah pencucian; 3) Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram; 4) Oven. 6.4.2
Bahan
Benda uji adalah agregat kasar yang sudah dalam kondisi kering oven selama 24±4 jam, dengan ketentuan ukuran sebagai berikut: Tabel 6.1 Ukuran maksimum agregat Ukuran maksimum agregat Ukuran Saringan No. 4 atau lebih
mm
≤4,75 kecil No. 4 – 3/8 Inch 4,75 – 9,5 3/8 Inch – ¾ Inch 9,5-19 ≥ ¾ Inch >19 (Sumber : SNI ASTM C117:2012) 6.5
Berat Kering Benda Uji (gr) 300 1000 2500 5000
Persiapan Praktikum
Agregat yang telah disaring sesuai dengan ketentuan, dan yang telah mengalami proses pengeringan oven selama 24±4 jam. Dua benda uji dalam kondisi sudah dicuci, dua benda uji dalam kondisi belum dicuci. 6.6
Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 1) Ambil benda uji agregat kasar yang telah kering oven (yang melalui pemanasan dengan suhu 100 ± 5°C selama 24 jam). Untuk total berat agregat yang akan dipakai disesuaikan dengan tabel ukuran maksimum agregat; 2) Timbang berat wadah (W2); 3) Timbang benda uji dan wadah (W1);
33
4) Masukkan air kedalam wadah yang berisi benda uji, sehingga benda uji dalam kondisi terendam; 5) Lakukan pengadukkan agar bahan halus yang lolos saringan 200 terpisah secara sempurna dengan benda uji agregat kasar tersebut. Bahan halus tersebut akan melayang diatas air cucian tersebut; 6) Setelah itu, siapkan saringan nomor 16 (1,18 mm) dan nomor 200 (0,075 mm), lalu tuang air cucian tersebut dengan perlahan agar agregat kasar tidak ikut masuk kedalam saringan; 7) Masukkan kembali bila ada agregat yang tertahan disaringan nomor 16 dan 200 kedalam wadah dan keringkan dalam oven dengan suhu 110±5 oC; 8) Setelah kering, timbang dengan timbangan dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh (W4); 9) Lakukan hal yang sama untuk 2 benda uji. 6.7
Perhitungan
Persentase kadar lumpur yang terkandung didalam agregat kasar dapat dihitung sebagai berikut: 1) Berat benda uji kering awal: W3 = W1 – W2......................................................................(6-1) 2) Berat kering benda uji sesudah pencucian: W5 = W4 – W2......................................................................(6-2) 3) Kadar Lumpur: Persentase Kadar Lumpur (W6) = 3) Keterangan: W1 = Berat benda uji dan wadah W2 = Berat wadah W3 = Berat benda uji awal W4 = Berat benda uji kering oven W5 = Berat kering benda uji sesudah pencucian W6 = Persentase Kadar Lumpur
34
W3 – W5 W3
x 100% ...............................(6-
6.8
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah tabel data yang diperoleh dari pengujian yang telah dilakukan; Tabel 6.2 Contoh Data Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur Ag
Ag
reg
reg
at
at
Se
Ses
bel
ud
u
Item
ah
m
Di
Di
cu
cu
ci
ci
Benda UjiBenda 1 UjiBenda 2 UjiBenda 1 Uji 2 Berat
benda
uji
dan
wadah (W1) Berat wadah (W2) Berat benda uji kering awal (W3) Berat benda uji setelah dioven (W4) Berat kering benda uji sesudah pencucian (W5) Kadar lumpur (%) Rata-rata kadar lumpur (%)
5295
5218
5376
5219
295
218
376
219
5000
5000
5000
5000
5136
5096
5321
5190
4841
4868
4951
4971
3,18%
2,44% 2,1
0,98 %
0,5 % 0,7
8%
2. Berikan analisa singkat mengenai perbandingan hasil kadar lumpur agregat dengan ketentuan yang berlaku. .
35
8%
BAB 7 PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT KASAR DENGAN MESIN ABRASI LOS ANGELES
7.1
Pendahuluan
Cara uji ini sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin abrasi Los Angeles. Tujuannya untuk mengetahui angka keausan yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus terhadap berat semula dalam persen. Hasilnya dapat digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan bahan perkerasan jalan atau konstruksi beton. 7.2
Ruang Lingkup
Metode pengujian ini meliputi prosedur untuk pengujian keausan agregat kasar dengan ukuran 75 mm (3 inci) sampai dengan ukuran 2,36 mm (saringan No.8) dengan menggunakan mesin abrasi Los Angeles berdasarkan standar SNI 2417:2008, “Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles”. 7.3
Arti dan Kegunaan
Keausan adalah perbandingan antara benda bahan aus lewat saringan No.12 (1,70 mm) terhadap berat semula dalam persen. Untuk menguji kekuatan agregat kasar dapat menggunakan bejana Rudolf ataupun dengan mesin abrasi Los Angeles. 7.4 7.4.1
Peralatan dan Bahan
Peralatan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari : 1) Mesin abrasi Los Angeles; Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter dalam 711 mm (28 inci) panjang dalam 508 mm (20 inci); silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar; silinder berlubang untuk memasukkan benda uji; penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu; di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 89 mm (3,5 inci); 36
2) Saringan No.12 (1,70 mm) dan saringan-saringan lainnya; 3) Timbangan berkapasitas 5 kg, dengan ketelitian 0,1% terhadap berat contoh atau 5 gram; 4) Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm (1 27/32 inci) dan berat masing-masing antara 390 gram sampai dengan 445 gram; 5) Oven yang dilengkapi dengan pengatur temperatur untuk memanasi sampai dengan 110°C ± 5°C; 6) Talam-talam stainless. 7.4.2
Bahan
Berat benda uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7.1. Tabel 7.1 Daftar Gradasi dan Berat Benda Uji Uk ura n
Gradasi dan Berat Benda Uji (Gram)
Sar ing an Tertaha
mm 75 63 50 37,5 25 19 12,5 9,5 6,3 4,75
Lolos
n
Saringan
Saringa
inci 3 2½ 2 1½ 1 ¾ ½ 3/8 ¼ No.4
n mm inci 63 2½ 50 2 37,5 1 ½ 25 1 19 ¾ 12,5 ½ 9,5 3/8 6,3 ¼ 4,75 No.4 2,36 No.8 Tot al Ju
A
B
C
D
E
F
1250±25 1250±25 1250±10 1250±10 -5000±10
2500±10 2500±10 5000±10
2500±10 2500±10 5000±10
2500±10 2500±10 5000±10
2500±50 2500±50 5000±50 10000±10
5000±50 5000±25 10000±1
12
11
8
6
12
12
mla h Bol 37
a Ber
5000±25 5000±25 5000±25 2500±15
5000±25
at Bol a (gra m) (Sumber : SNI 2417-2008, halaman 4) 7.5
Persiapan Praktikum
Persiapan pengujian, meliputi : 1) Cuci dan keringkan agregat pada temperatur (110± 5)°C sampai berat tetap; 2) Pisah-pisahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki dengan cara penyaringan dan lakukan penimbangan; 3) Gabungkan kembali fraksi-fraksi agregat sesuai gradasi yang dikehendaki; 4) Catat berat contoh dengan ketelitian mendekati 1 gram.
7.6
Prosedur Praktikum
Pengujian dilakukan, sebagai berikut : 1) Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Abrasi Los Angeles; 2) Mesin diputar dengan kecepatan 30 – 33 rpm. Jumlah putaran gradasi A, B, C, dan D adalah 500 putaran dan untuk gradasi E ,F, dan G adalah 1000 putaran; 3) Setelah pemutaran selesai, benda uji dikeluarkan dari mesin kemudian disaring sengan saringan No. 12. Butiran yang tertahan di atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu (110±5)°C sampai berat tetap. 7.7
Perhitungan
Untuk menghitung hasil pengujian, digunakan rumus sebagai berikut : 1) Keausan :
38
5000±25
5000
Keausan Agregat (%) =
a-b a
x 100%........................................
Keterangan : a = Berat benda uji semula, dinyatakan dalam gram; b = Berat benda uji tertahan saringan No. 12 (1,70 mm), dinyatakan dalam gram. 7.8
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah tabel data yang diperoleh dari pengujian yang telah dilakukan; Tabel 7.2 Contoh Pengolahan Data Keausan Agregat Benda Uji Jenis gradasi agregat kasar Jumlah boja baja yang digunakan (buah) Jumlah putaran (Putaran) Berat benda uji sesuai jenis gradasi (W1) Berat benda uji dalam keadaan kering oven (W2) Keausan (%) Rata-rata keausan (%)
Benda Uji
1 2 B B 11 11 500 500 5000 5000 3814 3618 23.72% 27.64% 25,68%
2. Berikan analisa singkat mengenai perbandingan hasil data keausan agregat yang diperoleh dengan SNI yang berlaku. BAB 8 PENGUJIAN BERAT ISI AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR
8.1
Pendahuluan
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan berat isi padat dan lepas dalam agregat kasar dan agregat halus. 8.2
Ruang Lingkup
Pengujian berat isi dan rongga udara dalam agregat ini hanya mencakup perhitungan berat isi dalam kondisi padat atau lepas dan rongga udara dalam agregat berdasarkan standar SNI 03-4804-1998, “Cara uji berat isi agregat halus dan agregat kasar”.
39
8.3
Arti dan Kegunaan
Berat isi agregat adalah perbandingan rasio antara beratnya agregat dan volumenya. Apabila jumlah bahan agregat diperhitungkan dengan ukuran volume maka pada perhitungan bahan campuran beton berat isi ini sangat diperlukan. Rongga udara dalam satuan volume agregat adalah ruang di antara butir-butir agregat yang tidak diisi oleh partikel yang padat. 8.4 8.4.1
Peralatan dan Bahan
Peralatan
Peralatan yang digunakan, terdiri dari: 1) Timbangan berkapasitas 20 kg dengan ketelitian 0,1% dari berat benda uji; 2) Tongkat pemadat; 3) Wadah; 4) Sendok pasir/sekop. 8.4.2
Bahan
Bahan yang digunakan, terdiri dari: 1) Agregat dalam keadaan sudah dicuci dan kering oven; 2) Agregat sebanyak 125-200% dari volume mold. 8.5
Persiapan Praktikum
Bersihkan benda uji agregat dan keringkan benda uji dalam oven dengan suhu (110±5°C) selama ± 24 jam atau hingga mencapai berat tetap. 8.6 8.6.1
Prosedur Praktikum
Berat Isi Padat
Berat isi padat agregat dilakukan dengan cara: 1) Timbang berat mold atau wadah (T); 2) Isi wadah sepertiga dari volume penuh dan ratakan dengan batang perata; 3) Setiap lapisan dipadatkan dengan cara ditusuk sebanyak 25 kali dengan batang penusuk;
40
4) Isi lagi sampai volume menjadi dua per tiga penuh kemudian ratakan dantusuk seperti diatas; 5) Isi wadah sampai berlebih dan tusuk lagi; 6) Ratakan permukaan agregat dengan batang perata; 7) Timbang berat benda uji beserta wadah (G); 8) Lakukan pengujian sebanyak 2 kali dengan benda uji yang berbeda. 8.6.2
Berat Isi Lepas
Berat isi lepas agregat dilakukan dengan cara: 1) Timbang berat mold atau wadah (T); 2) Isi wadah dengan agregat memakai sekop atau sendok secara berlebihan dan hindarkan terjadinya pemisahan dari butir agregat; 3) Ratakan permukaan dengan batang perata; 4) Timbang berat benda uji beserta wadah (G); 5) Lakukan pengujian sebanyak 2 kali dengan benda uji yang berbeda. 8.7
Perhitungan
Agregat dalam keadaan kering oven dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : G−T 3 M= (kg / m ) ...............(8-1) V Keterangan: M = Berat isi agregat dalam kondisi kering oven (kg) G = Berat agregat dan wadah (kg) T = Berat wadah (kg) V = Volume wadah (m3) 8.8
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah tabel data dari berat isi agregat kasar, beserta analisa singkat mengenai hasil berat isi yang diperoleh; Tabel 8.1 Contoh Data Berat Isi Agregat Kasar Keterangan Berat Wadah (kg) Berat Agregat dan Wadah (kg)
Berat Isi Lepas Benda Benda
Berat Isi Padat Benda Benda
Uji 1 6,35
Uji 2 6,35
Uji 1 6,35
Uji 2 6,35
28,13
28,32
29,84
29,16
41
Berat Agregat (kg) Berat Isi Agregat (kg/m3) Rata-rata Berat Isi
21,78
21,97
23,49
22,81
1350,31
1361,90
1456,25
1414,10
1356,11 1435,17 (kg/m3) 2. Lampirkan tabel data dari berat isi agregat halus, beserta analisa singkat mengenai hasil berat isi agregat halus yang diperoleh. Tabel 8.2 Contoh Data Berat Isi Agregat Halus Keterangan Berat Wadah (T) (kg) Berat Agregat dan Wadah (G) (kg) Berat Agregat (kg) Berat Isi Agregat (kg/m3) Rata - Rata Berat Isi (kg/m3)
Berat Isi Lepas Benda Benda
Berat Isi Padat Benda Benda
Uji 1 6,35
Uji 2 6,35
Uji 1 6,35
Uji 2 6,35
28,23
28,18
29,23
29,54
21,88
21,83
22,88 1418,0
23,19 1437,1
0
6
1356,45 1352,98 1354,71
42
1427,58
BAB 9 PENGUJIAN BERAT JENIS SEMEN 9.1
Pendahuluan
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan untuk melakukan pengujian berat isi semen portland. Berat isi semen Portland adalah perbandingan antara berat kering semen pada suhu ruang dengan satuan isi. 9.2
Ruang Lingkup
Metode ini mencakup menentukan nilai berat isi semen Portland dan untuk pengendalian mutu semen berdasarkan standar SNI 15-2531-1991, “Cara uji berat jenis semen Portland”. 9.3
Arti dan Kegunaan
Semen adalah bahan yang digunakan secara umum di seluruh dunia sebagai bahan dasar untuk beton, mortar, plester, dan adukan. Semen akan bereaksi dan dapat mengeras apabila bersenyawa dengan air yang disebut sebagai proses Hidrasi. Berat jenis semen disyaratkan memiliki nilai 3,15. Pada kenyataannya berat jenis semen yang diproduksi akan berkisar antara 3,05 hingga 3,25. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam campuran.
9.4 9.4.1
Peralatan dan Bahan
Peralatan
1) Botol Le Chatelier; 2) Cawan; 3) Beaker Glass; 4) Corong; 5) Timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1% dari berat benda uji; 6) Termometer. 9.4.2
Bahan
1) Semen Portland 64 gram; 2) Kerosin bebas air. 43
9.5
Prosedur Praktikum
1) Isi botol le chatelier dengan kerosin hingga sampai skala 0-1, dan keringkan bagian dalam botol di atas permukaan cairan; 2) Letakkan botol le chatelier berisi kerosin ke dalam cawan berisi air, biarkan botol ±60 menit hingga suhu kerosin sama dengan suhu air; 3) Setelah suhu cairan dan suhu air sama, baca tinggi permukaan cairan terhadap skala botol (V1); 4) Masukkan benda uji semen sebanyak 64 gram ke dalam botol secara hati-hati, jangan sampai ada benda uji yang menempel pada dinding botol; 5) Goyang botol secara perlahan hingga gelembung udara dalam benda uji keluar, kemudian masukkan kembali botol ke dalam cawan air dan biarkan hingga suhu dalam botol dan air sama; 6) Baca tinggi permukaan larutan pada skala botol (V2). 9.6
Perhitungan
Rumus yang digunakan dalam menentukan berat jenis semen, yaitu: Berat semen Berat jenis semen = ................................................(9-1) V 2 - V1 Keterangan: V1 = pembacaan tinggi permukaan kerosin terhadap skala botol pada suhu air; V2 = pembacaan tinggi permukaan benda uji + kerosin terhadap skala botol pada suhu air. 9.7
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah tabel pengolahan data dari pengujian yang telah dilakukan; Tabel 9.1 Contoh Hasil Pengujian Berat Jenis Semen
44
B
B
e
e
n
n
d
d
a
a
U
U
j
j
i
i
B
1 6
2 6
e
4
4
) V
2
2
1
,
,
1
2
) V
2
2
2
2
2
(
,
,
m
8
6
r a t S e m e n ( g r a m
( m l
l 45
) B
3
3
e
,
,
r
0
1
a
9
4
t J e n i s S e m e n R
3,11
a t a r a t a 2. Berikan analisa singkat berdasarkan tabel pengujian berat jenis yang telah dilampirkan. BAB 10 PEMERIKSAAN PH AIR 10.1
Pendahuluan
Pengujian dilakukan untuk mendapatkan tingkat keasaman (pH) air yang akan digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan beton. 46
10.2
Ruang Lingkup
Metode pengujian ini hanya meliputi pengujian pada air yang akan digunakan sebagai material pembuatan beton. 10.3
Arti dan Kegunaan
Air mempunyai peranan penting dalam pembuatan campuran beton. Air diperlukan dalam proses pengadukan untuk melarutkan semen (air bereaksi dengan semen) sehingga membentuk pasta dan semen dapat mengikat agregat kasar maupun agregat halus. Selain itu, air juga mempengaruhi kekuatan beton. Kualitas air berkatian dengan unsur-unsur kimia yang terkandung dan terlihat dari tingkat keasaman (pH) air tersebut. Air yang bersifat terlalu asam ataupun basa dapat menyebabkan beton menjadi rapuh ataupun meningkatkan resiko korosi pada beton. 10.4
Peralatan dan Bahan
10.4.1 Peralatan Peralatan yang digunakan, terdiri dari: 1) Gelas ukur 25 ml; 2) Cawan 50 ml; 3) Kertas pH (Lakmus). 10.4.2 Bahan Air suling/ air bersih.
10.5
Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 1)
Masukkan benda uji ke dalam gelas cawan secukupnya;
2)
Ambil kertas pH sepanjang 1 cm, celupkan sebagian ke dalam benda uji, lihatlah perubahan kertas pH tersebut;
47
3)
Bandingkan kertas tersebut dengan warna kertas pH dengan bermacam-macam kadar keasaman dan kebebasan yang terdapat pada kertas indikator;
4)
Lakukan pengujian tersebut sebanyak 2 kali dengan benda uji yang berbeda.
10.6
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Lampirkan tabel data pH dari pengujian yang telah dilakukan; 2. Berikan analisa singkat berdasarkan data pH air yang telah diperoleh.
48
BAB 11 PERANCANGAN CAMPURAN BETON (MIX DESIGN)
11.1
Pendahuluan
Pada dasarnya, beton terdiri dari agregat, semen hidrolis, air, dan boleh mengandung bahan bersifat semen lainnya dan atau bahan tambahan kimia lainnya. Beton dapat mengandung sejumlah rongga udara yang terperangkap atau dapat juga rongga udara yang sengaja dimasukkan melalui penambahan bahan tambahan. Bahan tambahan kimia sering digunakan untuk mempercepat, memperlambat, memperbaiki sifat kemudahan pengerjaan (workability), mengurangi air pencampur, menambah kekuatan, atau mengubah sifat-sifat lain dari beton yang dihasilkan. Beberapa bahan bersifat semen seperti abu terbang, pozolan alam / tras, tepung terak tanur tinggi dan serbuk silika dapat digunakan bersama-sama dengan semen hidrolis untuk menekan harga atau untuk memberikan sifat-sifat tertentu seperti misalnya untuk mengurangi panas hidrasi awal, menambah perkembangan kekuatan akhir, atau menambah daya tahan terhadap reaksi alkali-agregat atau serangan sulfat, menambah kerapatan, dan ketahanan terhadap masuknya larutan-larutan perusak. Umumnya proporsi beton yang tidak mengandung bahan tambahan kimia dan atau bahan-bahan selain semen hidrolis, dicampur ulang dengan menggunakan bahanbahan tersebut di atas atau semen yang berbeda. Karakteristik dari beton yang dicampur ulang ini harus diperiksa kembali dengan campuran percobaan di laboratorium atau di lapangan. 11.2
Ruang Lingkup
Tata cara ini menguraikan tentang metode pemilihan campuran beton dengan semen hidrolis yang dibuat dengan atau tanpa bahan-bahan bersifat semen atau bahan tambahan kimia lainnya berdasarkan standar SNI 7656-2012, “Tata cara pemilihan campuran untuk beton normal, beton berat, dan beton massa”. Beton ini terdiri dari agregat normal dan atau berat (untuk membedakannya dari agregat ringan) dengan sifat kemudahan pengerjaan (workability) yang sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi umumnya. Bahan pengikat hidrolis yang diacu dalam standar ini adalah Semen Portland (SNI 15-2049-2004). 49
11.3
Arti dan Kegunaan
Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat. Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi (2200 – 2500) kg/m3 menggunakan agregat alam yang dipecah. Dalam perencanaan campuran beton perlu ditentukan terlebih dahulu mutu beton/ kuat tekan yang diinginkan. Kuat tekan beton yang disyaratkan f’c adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur (berdasarkan benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm). Kuat tekan beton yang ditargetkan fcr adalah kuat tekan rata rata yang diharapkan dapat dicapai yang lebih besar dari f’c. 11.4
Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 1) Pemilihan Slump Pengukuran slump berdasarkan SNI 1972:2008, “Cara uji slump beton” Bila slump tidak diisyaratkan, gunakan tabel sebagai berikut: Tabel 11.1 Nilai Slump yang Dianjurkan untuk Berbagai Pekerjaan Konstruksi Slump (mm) Maksimum Minimum
Tipe Konstruksi Pondasi beton bertulang (dinding dan
75
25
pondasi telapak) Pondasi telapak tanpa tulangan,
75
25
pondasi tiang pancang, dinding bawah Balok dan dinding bertulang 100 25 Kolom bangunan 100 25 Perkerasan dan pelat lantai 75 25 Beton massa 50 25 (Sumber : SNI 7656:2012, “Tata cara pemilihan campuran untuk beton normal, beton berat, dan beton massa”) 2) Pemilihan ukuran besar butir agregat maksimum Ukuran nominal agregat kasar maksimum dengan gradasi yang baik memiliki rongga udara yang lebih sedikit dibandingkan dengan agregat berukuran lebih kecil. Secara umum ukuran nominal agregat maksimum harus yang terbesar yang dapat diperoleh secara ekonomi dan tetap menurut dimensi komponen struktur/konstruksinya. Ukuran agregat maksimum tidak boleh melebihi :
50
a) 1/5 dari ukuran terkecil dimensi antara dinding-dinding cetakan/ berkisting: b) 1/3 tebal pelat lantai: c) 3/4 jarak minimum antar masing-masing batang tulangan, berkas-berkas tulangan, atau tendon tulangan pra-tegang (pretensioning strands). Bila diinginkan beton berkekuatan tinggi, maka hasil terbaik dapat diperoleh dengan ukuran nominal agregat maksimum yang lebih kecil karena hal ini akan memberikan kekuatan lebih tinggi pada rasio airsemen yang diberikan. 3) Perkiraan air pencampur dan kandungan udara Banyaknya air untuk tiap satuan isi beton yang dibutuhkan agar menghasilkan slump tertentu tergantung pada : a) Ukuran nominal maksimum, bentuk partikel dan gradasi agregat; b) Temperatur beton; c) Perkiraan kadar udara dan; d) Penggunaan bahan tambahan kimia. Slump tidak terlalu dipengaruhi oleh jumlah semen atau bahan bersifat semen lainnya dalam tingkat pemakaian yang normal. Agregat kasar yang bundar dan bersudut, keduanya bermutu baik dan memiliki gradasi yang sama, dapat diharapkan menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang kira-kira sama untuk jumlah semen yang sama, sekalipun ada perbedaan dalam rasio airsemen atau rasio air-(semen+pozolanik) yang dihasilkan dari kebutuhan air pencampur yang berbeda.
51
Tabel 11.2 Perkiraan Kebutuhan Air Pencampur dan Kadar Udara untuk sebagai Slump dan Ukuran Nominal Agregat Maksimum Batu Pecah Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah 9,5 12,7 19 25 37,5 50 75 Slump (mm) mm mm mm mm mm mm mm Beton tanpa tambahan udara 25-50 207 199 190 179 166 154 130 75-100 228 216 205 193 181 169 145 150-175 243 228 216 202 190 178 160 > 175 Banyaknya udara 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 dalam beton (%) Beton dengan tambahan udara 25-50 181 175 168 160 150 142 122 75-100 202 193 184 175 165 157 133 150-175 216 205 197 184 174 166 154 > 175 Jumlah kadar udara
150 mm 113 124 0,2 107 119 -
yang disarankan untuk tingkat pemaparan sebagai berikut: Ringan (%) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 Sedang (%) 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0 3,5 3,0 Berat (%) 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 (Sumber : SNI 7656:2012, “Tata cara pemilihan campuran untuk beton normal, beton berat, dan beton massa”) 4) Pemilihan rasio air-semen atau rasio air-bahan bersifat semen Rasio w/c atau w/(c+p) yang diperlukan tidak hanya ditentukan oleh syarat kekuatan, tetapi juga oleh beberapa faktor di antaranya oleh keawetan. Oleh karena agregat, semen, dan bahan bersifat semen yang berbeda-beda umumnya menghasilkan kekuatan yang berbeda untuk rasio w/c atau w/(c+p) yang sama, sangat dibutuhkan adanya hubungan antara kekuatan dengan w/c atau w/(c+p) dari bahan-bahan yang sebenarnya akan dipakai.
52
Tabel 11.3 Hubungan antara Rasio Air-Semen (w/c) atau Rasio Air-Bahan Bersifat {w/(c+p)} dan Kekuatan Beton Kekuatan beton umur 28 hari,
Rasio air-semen (berat) Beton tanpa Beton dengan
tambahan tambahan udara Mpa 40 0,42 35 0,47 0,39 30 0,54 0,45 25 0,61 0,52 20 0,69 0,6 15 0,79 0,7 (Sumber : SNI 7656:2012, “Tata cara pemilihan campuran untuk beton normal, beton berat, dan beton massa”) Untuk tingkat pemaparan yang sangat buruk, w/c atau w/(c+p) harus dipertahankan tetap rendah sekalipun persyaratan kekuatan mungkin dicapai dengan nilai lebih tinggi. Batasan nilai-nilai pada tabel sebagai berikut : Tabel 11.4 Maksimum Rasio w/c atau Rasio w/(c+p) yang Diizinkan untuk Beton Tingkat Pemaparan Berat (Severe Exposures) Struktur
Struktur
selalu/seringkali 0,45
yang 0,40
Tipe struktur Bagian tipis (pegangan tangga, gili-
gili, sills, talang, Struktur lain ornamental work) 0,50 0,45 (Sumber : SNI 7656-2012, “Tata cara pemilihan campuran untuk beton normal, beton berat, dan beton massa”) 5) Perhitungan kadar semen Banyaknya semen untuk tiap satuan volume beton diperoleh dari penentuan dalam contoh-contoh di langkah 3 dan langkah 4. Kebutuhan semen adalah sama dengan perkiraan kadar air pencampur dibagi rasio air-semen. Namun demikian, bila persyaratannya memasukkan pembatasan pemakaian semen minimum secara terpisah selain dari persyaratan kekuatan dan keawetan, campuran haruslah didasarkan pada kriteria apapun yang mengarah pada pemakaian semen yang lebih banyak. Penggunaan bahan pozolanik atau
bahan
tambahan
kimia
akan
mempengaruhi sifat-sifat dari beton baik dari beton segar maupun beton yang telah mengeras. 6) Perkiraan kadar agregat kasar
53
Agregat dengan ukuran nominal maksimum dan gradasi yang sama akan menghasilkan beton dengan sifat pengerjan yang memuaskan bila sejumlah tertentu volume agregat (kondisi kering oven) dipakai untuk tiap satuan volume beton. Volume agregat kasar persatuan volume beton dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 11.5 Volume agregat kasar per satuan volume beton Ukuran
Volume agregat kasar kering
nominal
oven* per satuan volume beton
agregat maksimum
2,4
2,6
2,8
3
(mm) 9,5 0,5 0,48 0,46 0,44 12,5 0,59 0,57 0,55 0,53 19 0,66 0,64 0,62 0,6 25 0,71 0,69 0,67 0,65 37,5 0,75 0,73 0,71 0,69 50 0,78 0,76 0,74 0,72 75 0,82 0,8 0,78 0,76 150 0,87 0,85 0,83 0,81 (Sumber: SNI 7656:2012) Volume ini dipilih dari hubungan empiris untuk menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan untuk pekerjaan konstruksi secara umum. Untuk beton yang lebih kental (kelecakan rendah), seperti untuk konstruksi lapis lantai (pavement), nilainya dapat ditambah sekitar 10%. 7) Perkiraan kadar agregat halus Setelah memperkirakan agregat kasar, seluruh komponen bahan dari beton sudah dapat diperkirakan, kecuali agregat halus. Bila berat per satuan volume beton dapat dianggap atau diperkirakan dari pengalaman, maka berat agregat halus yang dibutuhkan adalah perbedaan dari berat beton segar dan berat total dari bahan-bahan lainnya. Umumnya, berat satuan dari beton telah diketahui dengan ketelitian cukup dari pengalaman sebelumnya yang memakai bahanbahan yang sama. Tabel 11.6 Perkiraan awal berat beton segar Ukuran nominal maksimum agregat (mm)
Perkiraan awal berat beton, kg/m³ Beton tanpa Beton dengan tambahan tambahan udara 54
udara
9,5 12,5 19 25 37,5 Ukuran nominal
2280 2200 2310 2230 2345 2275 2380 2290 2410 2350 Perkiraan awal berat beton, kg/m³ Beton tanpa Beton dengan tambahan
maksimum agregat (mm) tambahan udara udara 50 2445 2345 75 2490 2405 150 2530 2435 (Sumber: SNI 7656:2012, “Tata cara pemilihan campuran untuk beton
normal, beton berat, dan beton massa”) Bila diinginkan perhitungan berat beton per m³, secara teoritis rumus berikut ini dapat digunakan U =10Ga (100-A) + c (1-Ga/Ga)-w(Ga-1) Keterangan : U : berat beton segar, kg/m3 Ga :berat jenis rata-rata gabungan agregat halus dan kasar, kering p SSD : Saturated surface dry Gc : berat jenis semen (umumnya = 3,15) A : kadar udara (%) W : syarat banyaknya air pencampur, kg/m3 C : syarat banyaknya semen, kg/m3 Untuk mendapatkan volume agregat halus yang disyaratkan, satuan volume beton dikurangi jumlah seluruh volume dari bahan-bahan yang diketahui yaitu air, udara, bahan yang bersifat semen dan agregat kasar. Volume beton adalah sama dengan berat beton dibagi densitas bahan. 8) Penyesuaian terhadap kelembaban agregat Jumlah agregat yang harus ditimbang untuk beton harus memperhitungkan banyaknya kandungan air yang terserap dalam agregat. Banyaknya air pencampuran yang harus ditambahkan ke dalam campuran harus dikurangi sebanyak air bebas yang didapat dari agregat, yaitu jumlah air dikurangi air terserap. 11.5
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Tabel data properties agregat kasar dan agregat halus; Tabel 11.7 Contoh Data properties Agregat Kasar dan Agregat Halus Parameter
Satuan 55
Agregat Kasar
Agregat Halus
Modulus Kehalusan 7,02 2,3 Kadar Air % 2,05 1,11 Kadar Organik 14 Kering 2,43 2,52 Berat Jenis SSD 2,54 2,58 Semu 2,74 2,68 Penyerapan % 4,71 2,46 Padat kg/m3 1435,17 1427,58 Berat Isi Lepas kg/m3 1356,11 1354,71 2. Buatlah tahapan dalam pembuatan mix design rencana berdasarkan SNI yang berlaku; Tabel 11.8 Contoh Mix Design Beton dalam kg/m3 K u a Ma teri al
nt it as (k g/ m 3
) 23 Air
1,
Se
95 41
me
4,
n Ag
19
reg at kas ar Ag
11 13 ,0 9
reg
73
at
2,
hal
12
us 56
Ber at Tot al (kg /m3
24 79 ,1 8
) Tabel 11.9 Contoh Jumlah Material yang Dibutuhkan untuk Pengecoran 10 Mold K ua Mat eria l
nti tas (k g/ m3 ) 12
Air
,8
Se
2 24
me
,1
n Agr
6
egat kas ar Agr egat hal us Ber
64 ,9 4 42 ,7 1 14
at
4,
Tot
63
al (kg/ 57
m3) Tabel 11.10 Contoh Jumlah Material untuk Pengecoran Pertama Setela h K
Penam
u
bahan
Materia
a
10%
l
nt
Pasta
it
dan
as
Agreg at Halus
12 ,8 Air
2 lit
14,10 liter
er 24 Semen
,1
26,58
6
kg
kg 64 Agregat
,9
64,94
kasar
4
kg
kg 42 Agregat
,7
46,98
halus
1
kg
kg 14 Berat
4,
Total
63
(kg/m3)
k
g 3. Buatlah koreksi pengecoran berdasarkan pengecoran sebelumnya. 58
152,60 kg
59
BAB 12 PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON 12.1
Pendahuluan
Standar ini menjelaskan persyaratan persiapan material, pencampuran beton serta pembuatan dan perawatan benda uji beton dalam laboratorium. Bila persiapan benda uji dikontrol seperti ketetapan di dalam standar ini, benda uji dapat digunakan untuk mengembangkan informasi untuk tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Proporsi campuran untuk pekerjaan beton; b. Evaluasi berbagai campuran dan material yang berbeda; c. Korelasi dengan pengujian yang tidak merusak (non-destructive test); d. Penyediaan benda uji bagi tujuan-tujuan penelitian. 12.2
Ruang Lingkup
Standar ini meliputi cara kerja pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium, di bawah pengendalian secara akurat. Terhadap persyaratan bahan dan kondisi pengujian menggunakan beton yang dapat dipadatkan dengan tongkat pemadat atau penggetar berdasarkan SNI 2439:2011. 12.3
Arti dan Kegunaan
Benda uji beton pada umumnya dibuat dalam beberapa bentuk. Untuk keperluan uji tekan, benda uji beton dapat berupa kubus berukuran 15x15x15 cm dan silinder berukuran 15x30 cm sedangkan untuk keperluan uji tekan lentur berbentuk balok berukuran 15x15x75 cm atau 10x10x60 cm. Pembuatan benda uji beton dilakukan dengan cara mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen, dan air sebagai bahan pereaksi sehingga semua material tersebut dapat bereaksi secara kimia dan saling mengikat. Hasil pencampuran tersebut akan menghasilkan beton segar. Beton segar adalah campuran beton yang mengalami perubahan karakteristik setelah proses pengadukan. Pada waktu ± 24 jam, campuran beton tersebut akan mengalami proses pengerasan dan menghasilkan beton keras. Untuk menjaga mutu beton, perlu dilakukan perawatan. Perawatan beton tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peningkatan temperatur beton atau 60
penguapan air secara berlebihan yang dapat mempengaruhi mutu beton. Penguapan yang berlebihan tersebut dapat mengakibatkan beton mengalami keretakan (crack). Perawatan beton dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: cara perendaman dan penguapan. 12.4
Peralatan dan Bahan
12.4.1 Peralatan Peralatan yang digunakan, terdiri dari : 1) Cetakan kubus beton ukuran 15x15x15 cm (2 buah) dan cetakan silinder ukuran 15x30 cm (10 buah) 2) Batang penusuk (tamping rod); 3) Palu karet 4) Alat penggetar 5) Mesin pengaduk (Molen) : 6) Ember plastik 7) Sendok semen; 8) Sekop; 9) Timbangan 10) Kuas 11) Oli 12) Plat aluminium 13) Plastik 12.4.2 Bahan Bahan yang digunakan, terdiri dari: 1) Agregat kasar dengan berat sesuai dengan perencanaan; 2) Agregat halus berat jumlah sesuai dengan perencanaan; 3) Air bersih dengan berat sesuai dengan perencanaan; 4) Semen dengan berat sesuai dengan perencanaan; 5) Bahan tambahan, apabila dalam pembuatan beton digunakan.
12.5
Persiapan Praktikum
Persiapan praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 61
1) Timbang
bahan-bahan
yang
diperlukan
sesuai
dengan
perhitungan
perancangan campuran beton; 2) Bersihkan molen dari sisa-sisa campuran beton (bila ada); 3) Olesi bagian dalam cetakan dengan oli. 12.6
Prosedur Praktikum
12.6.1 Pengadukan Benda Uji Beton Pengadukan benda uji beton, dilakukan sebagai berikut: 1) Pengadukan kering (Dry mix) Masukkan agregat halus dan semen ke dalam bak kemudian diaduk dengan hand mixer sampai tercampur dengan merata. 2) Pengadukan Menggunakan Mesin Pengaduk (Molen) a) Masukkan agregat kasar dan sebagian air ke dalam mesin pengaduk (molen); b) Hidupkan mesin pengaduk (molen) sehingga agregat kasar dan sebagian air tercampur secara merata; c) Setelah agregat kasar dan sebagian air tercampur secara merata, masukkan adukan dry mix ke dalam mesin pengaduk; d) Biarkan semen, pasir dan agregat kasar tercampur hingga merata; e) Masukkan sisa air ke dalam molen secara merata dan biarkan mesin pengaduk berputar hingga beton tampak seragam; f) Matikan mesin pengaduk, kemudian ambil sebagian kecil campuran beton untuk keperluan uji slump; g) Pengujian slump dilakukan sesuai dengan tabel dengan penjelasan pada bab 13; h) Jika nilai slump sudah sesuai dengan perencanaan, masukkan adonan beton ke dalam molen, kemudian diputar kembali. 12.6.2 Pembuatan Benda Uji Beton Pembuatan benda uji beton, dilakukan dengan prosedur berikut: 1) Penempatan Benda Uji a)
Letakan beton ke dalam cetakan dengan menggunakan sekop atau sendok beton tumpul; 62
b) Penyendokan beton dipilih dari wadah pengaduk beton untuk menjamin beton merupakan perwakilan dari campuran; c) Sebarkan beton di dalam cetakan lalu padatkan dengan tongkat penusuk; d) Pemadatan beton dalam cetakan silinder dengan kedalaman 300 mm dilakukan bertahap dalam tiga lapis, dimana per lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali. (Diameter tongkat untuk cetakan silinder dengan diameter 150 mm yaitu 16 mm); e) Tambahkan jumlah beton pada lapisan akhir agar jumlah beton tepat setelah dipadatkan; f)
Jangan tambahkan benda uji yang tidak mewakili campuran ke dalam cetakan.
2) Penempatan Cetakan a) Cetak benda uji sedekat mungkin dengan tempat penyimpanan selama 24 jam pertama; b) Jika tidak ada tempat untuk mencetak benda uji dekat tempat penyimpanan, maka segera pindahkan benda uji ke ruang penyimpanan; c) Letakkan cetakan di permukaan kaku, terbebas dari getaran, benturan dan gangguan lainnya saat memindahkan benda uji. 12.6.3 Perawatan Benda Uji Beton Perawatan benda uji beton, dilakukan sebagai berikut: a) Tutup permukaan beton dengan lembaran plastik yang kuat, awet, dan kedap air sedikitnya selama 24 jam; b) Diamkan benda uji hingga tepat pada waktu dibuka dari cetakan, pastikan benda uji berada pada permukaan yang rata dan bebas dari gangguan; c) Buka benda uji dari cetakan setelah 24 ± 8 jam setelah pencetakan; d) Rendam benda uji pada bak perendaman hingga satu hari sebelum pengujian. 12.7
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah analisa mengenai pembuatan dan perawatan benda uji, perbandingan jumlah benda uji rencana dengan benda uji yang diperoleh saat pengecoran,
63
perbandingan nilai slump rencana dan nilai slump actual pada pengecoran pertama; 2. Buatlah analisa mengenai pembuatan dan perawatan benda uji, perbandingan jumlah benda uji rencana dengan benda uji yang diperoleh saat pengecoran, serta perbandingan nilai slump rencana dan nilai slump actual pada pengecoran kedua. BAB 13 KEMUDAHAN KERJA (WORKABILITY)
13.1
Pendahuluan
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan berat jenis maksimum campuran beraspal yang tidak dipadatkan, yang telah dibuat berdasarkan mix design. 13.2
Ruang Lingkup
Metode pengujian ini meliputi penentuan nilai slump beton baik di laboratorium maupun di lapangan. Metode ini digunakan untuk memantau homogenitas dan workability adukan beton segar dengan kekentalan tertentu yang dinyatakan dengan satu nilai slump. 13.3
Arti dan Kegunaan
Workability merupakan kemudahan campuran beton untuk digunakan dalam kegiatan konstruksi dimana di dalamnya termasuk kegiatan pengangkutan dan pencetakan dari beton itu sendiri. Seiring dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan khususnya bidang sipil dan arsitektur, sering kita jumpai bentuk-bentuk struktur yang unik dan melengkung dimana untuk beton normalnya sendiri khususnya pemadatan bentuk unik dan melengkung menyebabkan sulitnya penggunaan alat vibrator/ penggetar. Hal inilah yang merupakan contoh dari salah satu pendefenisian terhadap workability. Campuran beton harus kohesif agar terhindar dari kemungkinan keropos, water gain, serta segregasi. Variabel yang biasa menentukkan dalam hal workability adalah pengujian nilai slump. Dimana nilai slump erat kaitannya dengan rasio jumlah air dan semen (nilai w/c) yang digunakan.
64
Kemudahan ini diindikasikan melalui uji slump test dimana semakin tinggi nilai slump semakin mudah untuk dikerjakan. Nilai slump yang terlalu tinggi akan membuat beton keropos setelah mengeras karena air yang terjebak didalamnya menguap. Oleh sebab itu untuk mendapatkan kuat tekan yang sesuai dengan perencanaan maka perlu adanya suatu urutan kerja yang sesuai dengan kriteria, dimana awal saat penakaran sampai dengan perawatan, pemadatan harus dilakukan dengan syarat mutu. Penggunaan jumlah air yang tidak tepat dapat menurunkan kualitas dari adukan beton. Kualitas beton dikatakan tidak baik (rendah) jika: 1)
Adukan beton terlalu banyak menggunakan air;
2)
Adukan beton terlalu sedikit menggunakan air;
3)
Adukan beton terlalu kasar dan sukar dikerjakan.
Adapun tingkat kepadatan campuran beton dinyatakan dengan angka faktor kepadatan seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 13.1 Tingkat Workabiity Bedasarkan Faktor Kepadatan Tingk
Cara
U
at Work
Pem
k
adat
u
an
r
abilit y
a n M a k s i m a l A g r e g 65
Slump (mm)
Fakt or Kep adat an
a t ( m m ) Diget arkan Sanga t renda h
lama 1
sekal
0 2
i dan disert
0 0
0,65 0,68
0 0 – 10 0 – 25
0,75 078 0,78
5 – 25 25 – 100 50 – 100
0,90 0,92 0,92
25 – 100 50 – 125
0,95 0,95
0
ai tekan an 1 Diget
Renda
arkan
h
inten
0 2 0 4
sif
0 1 Sedan
Diget
g
arkan
Tingg i
0 2 0 4 0 1
Tanp
0 2
a getar
0
(Sumber: SNI 2493:2011) 13.4
Peralatan dan Bahan
13.4.1 Peralatan 1) Plat alas yang tidak menyerap air; 66
2) Kerucut abrams; 3) Mistar pengukur; 4) Batang penusuk (tamping rod); 5) Timbangan berkapasitas 50 kg; 6) Compacting factor apparatus; 7) Sekop dan sendok semen. 13.4.2 Bahan Adonan beton segar. 13.5
Persiapan Praktikum
Persiapkan peralatan dan adonan yang akan digunakan. 13.6
Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum dilakukan dengan beberapa cara berikut: 1) Prosedur pengujian slump: a. Ambil adukan beton yang baru saja dikeluarkan dari alat pengaduk; b. Basahi kerucut dan letakkan di atas pelat dan dalam kondisi permukaan yang datar; c. Masukkan ke dalam kerucut ± 1/3 bagian adonan beton segar lalu dipadatkan dengan batang pemadat secara merata sebanyak 25 kali, lakukan hal yang sama untuk lapisan kedua dan ketiga; d. Penumbukkan batang pemadat hanya untuk lapisan bersangkutan saja dan tidak mengenai lapisan sebelumnya; e. Dalam pengisian dan pemadatan lapisan atas, lebihkan adukan beton kemudian lakukan pemadatan dengan batang pemadat; f. Ratakan permukaan atasnya dengan batang pemadat; g. Angkat kerucut tersebut dengan perlahan-lahan dengan posisi vertikal, kemudian tunggu selama + 30 detik. Kemudian ukur penurunan yang terjadi yaitu perbedaan antara tinggi awal dengan tinggi akhir; h. Pengujian slump dilakukan tidak melebihi waktu 2 ½ menit. 2) Prosedur pemadatan dengan compacting factor apparatus: a. Timbang silinder cetakan yang terletak pada dasar rangkaian alat, kemudian letakkan kembali pada rangkaian alat; b. Masukkan adukan beton ke dalam kerucut 1 hingga penuh, dasar dari kerucut 1 harus dalam keadaan tertutup; 67
c. Buka dasar kerucut 1, sehingga adukan jatuh ke dalam kerucut 2 yang mempunyai ukuran lebih kecil dari kerucut 1, ratakan permukaan kerucut 2 yang berisi beton segar dengan batang penusuk (tamping rod); d. Buka dasar kerucut 2, sehingga adukan jatuh ke dalam silinder cetakan, ratakan permukaan silinder lalu timbang berat silinder+benda uji dan kurangi dengan berat silinder, ini sebagai berat beton semi padat (Bsp); e. Bersihkan silinder cetakan, kemudian masukkan kembali beton yang baru saja dikeluarkan selapis demi selapis sebanyak 6 lapisan; f. Lakukan pemadatan dengan menusuk beton segar dengan batang penusuk (tamping rod) sebanyak 30 kali untuk tiap lapisannya; g. Ratakan permukaan silinder, kemudian timbang berat silinder+benda uji dan kurangi dengan berat silinder, ini sebagai berat beton yang dipadatkan (Bp). 13.7
Perhitungan
Untuk menentukan kepadatan pada pembuatan campuran beton, digunakan rumus sebagai berikut: Kepadatan adukan= Kepadatan=
B2 - B B
B1 - B V
(kg/cm2) .........................................(13-1)
(kg/cm3).......................................................(13-2)
B1 - B .........................................................(13-3) B2 - B Faktor kepadatan compacting factor apparatus = Faktor kepadatan=
Bsp Bp
....................................................................................................(13-4)
Keterangan: B = Berat cetakan silinder (kg). B1 = Berat cetakan dan adonan beton pada lapisan ke-2 (kg) B2 = Berat cetakan dan adonan beton pada lapisan ke-3 (kg) V = Volume cetakan silinder (m3) Bp = berat beton padat (kg) Bsp = berat beton semi padat (kg).
68
13.8
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Tabel data workability benda uji; Tabel 13.2 Contoh Data Workability Benda Uji Beton Slump Cor Pertama Cor Kedua 9 11 0,005304 12,0 11,5
Nilai Slump (cm) Volume Cetakan Silinder (m3) Berat Cetakan Silinder (B) (kg) Berat Cetakan dan Benda Uji Pada Lapisan Ke-2 (B 1)
21,0
21,5
24,5
24,0
1696,9696 1,0417 0,72
1885,5218 1,0870 0,80
(kg) Berat Cetakan dan Benda Uji Pada Lapisan Ke-3 (B 2) (kg) Kepadatan Adukan (kg/m3) Kepadatan Faktor Kepadatan
Tabel 13.3 Contoh Data Workability Benda Uji Beton dengan Compacting Factor Apparatus Peng
Pe
ecora
ng
n
eco
Perta
ra
ma
n Ke du
Berat
6737
Silinder
a 67 37
Kosong (gram) Berat Benda
1402
14
Uji
8
08
Semi
Padat
7
(gram) Berat Benda
1789
17
Uji
3
57
Padat
(gram)
0 69
Faktor
0,78
Kepadatan
0,8 0
2. Buatlah analisa mengenai pengaruh nilai workability pada beton sebagai faktor kepadatan dan hubungan antara nilai workability dan pelaksanaan pengecoran actual.
70
BAB 14 PENGUJIAN KADAR UDARA (AIR CONTENT) DALAM BETON SEGAR
14.1
Pendahuluan
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas beton untuk struktur bangunan air adalah dengan mencegah terjadinya struktur beton yang memiliki angka pori besar. Beton dengan angka pori besar atau keropos mengakibatkan air mudah meresap ke dalam beton sehingga terjadi bocoran pada struktur beton. Pengawasan mutu beton dimulai dari pemilihan jenis semen dan agregat yang memenuhi syarat sesuai dengan SNI terkait, proses pengadukan beton, pengecoran, dan pemeliharaan beton setelah pengecoran. Pada tahap pengadukan beton harus dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan udara dalam adukan beton segar agar kandungan udara dalam beton tidak melebihi ketentuan yang disyaratkan untuk struktur bangunan air sehingga menghindari terjadinya keropos pada beton setelah mengeras. Untuk itu perlu adanya standar uji kandungan udara dalam beton segar sehingga kualitas beton yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan. 14.2
Ruang Lingkup
Metode ini menetapkan cara pengujian kandungan udara dalam beton segar dengan metode tekan menggunakan alat ukur kandungan udara tipe Washington, persyaratan peralatan, benda uji dan pengujian, rumus-rumus perhitungan, cara pengujian dan pelaporan sesuai dengan standar SNI 3418:2011. 14.3
Arti dan Kegunaan
Kandungan udara pada beton akan mempengaruhi kekuatan dan kecepatan pengerasan dari beton tersebut. Besarnya nilai kandungan udara yang diperlukan sangat bergantung pada penggunaan beton yang dikehendaki, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui nilai kandungan udara memiliki nilai di bawah 2% atau tidak.
71
14.4
Peralatan dan Bahan
14.4.1 Peralatan Peralatan yang digunakan, terdiri dari : 1) Timbangan kapasitas 20 kg dengan ketelitian 1 gram; 2) Palu karet; 3) Batang penusuk (tamping rod) 4) Alat ukur kadar udara tipe Washington berupa bejana sebagai berikut:
Berbentuk silinder baja atau logam keras yang tidak mudah rusak
karena semen dan mampu menahan tekanan; Diameter 0,9 sampai 1,1 kali tinggi, dengan kapasitas minimum
bejana disesuaikan dengan ukuran agregat: - 6 liter untuk ukuran diameter agregat maksimum 50 mm; - 12 liter untuk ukuran diameter agregat maksimum 80 mm. Tutup terbuat dari baja atau logam keras lain yang dilengkapi dengan: - Lubang air dan katup udara, untuk pengujian dengan injeksi -
air; Pipa untuk memasang selang pada katup udara, untuk
pengujian tanpa injeksi air; - Baut pengunci untuk menghindari kebocoran; - Pompa udara (manual) Tutup ruang udara dengan kapasitas sekitar 5% dari volume bejana; Dilengkapi alat ukur tekanan udara, dengan: - Kapasitas 2 kg/cm2 dengan ketelitian 0,01 kg/cm2; - Skala yang jelas untuk menentukan tekanan awal.
14.4.2 Bahan Bahan yang digunakan, terdiri atas: 1) Semen; 2) Agregat kasar dan halus; 3) Air. 14.5
Persiapan Praktikum
Persiapan pengujian dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Kalibrasi volume bejana: 72
a. Timbang berat bejana kosong (=W1); b. Isi bejana dengan air sampai penuh dan ratakan permukaannya dengan kaca; c. Timbang bejana dan air (=W2); d. Hitung volume bejana dengan rumus (1); e. Lakukan 2-3 kali dan ambil nilai rata-ratanya. 2) Menentukan tekanan awal: a. Isi bejana dengan air secukupnya; b. Pasang tutup bejana; c. Tutup semua kran dan kencangkan tutup bejana dengan memutar baut pengunci untuk mencegah kebocoran; d. Ruang udara diberi tekanan dengan pompa manual sampai posisi jarum sedikit lebih tinggi dari angka 0; e. Setelah 5 detik, buka kran pengatur udara hingga jarum menunjukkan tekanan tepat pada titik skala pembacaan tekanan awal; f. Buka katup udara dan periksa apakah alat ukur tekanan awal tepat menunjukkan angka 0; g. Lakukan tahapan ini sampai 2 atau 3 kali, bila tidak tepat maka lakukan penyetelan sampai jarum menunjukkan angka 0. 3) Pembacaan skala manometer: a. Lakukan prosedur seperti langkah (2); b. Ambil air dari bejana dan nyalakan jumlah air dalam persen dari kapasitas bejana; c. Ulangi prosedur seperti pada langkah (2) kemudian bandingkan persen air yang diambil dengan skala pembacaan kadar udara; d. Jika perbandingan skala sesuai, maka skala pembacaan kadar udara benar dan bila tidak lakukan pengaturan kembali.
14.6
Prosedur Praktikum
Pengujian dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Tahap pengujian kadar udara agregat: a. Timbang agregat halus dan agregat kasar seberat Fb dan Cb dalam 73
keadaan kering permukaan; b. Rendam masing-masing agregat selama 5 menit kemudian masukkan ke dalam bejana yang telah diisi air sepertiga volume bejana; c. Masukkan masing-masing agregat seberat Fb dan Cb ke dalam bejana sedikit demi sedikit agar semua agregat terbenam dalam air; d. Hilangkan glembung udara yangada dengan cara bagian sisi luar bejana diketuk pelan-pelan dengan alat pemukul dari kayu atau karet; e. Bila agregat sudah masuk ke dalam bejana semua, pasang tutup bejana dan kencangkan dengan memutar baut untuk menghindari kebocoran; f. Beri tekanan udara dengan pompa, setelah 5 detik buka kran pengatur pelan-pelan kemudian baca dan catat angka pada jarum penunjuk pada alat ukur tekanan udara; g. Angka tersebut adalah nilai kadar udara agregat (CF). 2) Tahap pengujian kandungan udara dalam beton segar sebagai berikut: a. Ambil adukan beton segar ± 1,5 kali volume bejana (B); b. Masukkan adukan beton segar ke dalam bejana dalam 3 lapis yang kira-kira sama tebalnya; c. Setiap lapisan ditumbuk (dengan alat tumbuk yang sama dengan uji slump beton) merata sebanyak 25 kali kemudian bagian luar bejana diketuk-ketuk dengan palu kayu atau karet sebanyak 10 kali dan ratakan permukaannya, lalu pasang penutup bejana; d. Kencangkan tutup bejana dengan memutar baut untuk menghiindari kebocoran; e. Beri tekanan udara dengan pompa, setelah 5 detik buka kran pengatur pelan-pelan; f. Baca dan catat angka pada jarum penunjuk pada alat ukur tekanan udara; g. Angka tersebut adalah nilai kandungan udara sebelum koreksi (A1).
14.7
Perhitungan
Untuk menghitung hasil pengujian, digunakan rumus sebagai berikut : 1) Kalibrasi volume bejana: V= 2) Berat agregat untuk pengujian
74
W 2 -W 1 γw
...................................................(14-1)
S B S Cs = B Fs =
Fb .........................................................(14
Cb..........................................................(14
3) Nilai kadar udara
A = A1 – CF................................................................(
Keterangan : V = volume bejana (liter) W1 = berat bejana kosong (kN)) W2 = berat bejana dan air (kN) γw = berat isi air (kN/m3) Fs = berat agregat halus setelah dikoreksi (kN) Cs = berat agregat kasar setelah dikoreksi (kN) S = volume adukan beton segar dalam bejana (liter) B = volume satu adukan beton segar (liter) Fb = berat agregat halus untuk satu campuran (kN) Cb = berat agregat kasar untuk satu campuran (kN) A = nilai kandungan udara dalam beton segar (%) A1 = kandungan udara beton segar dari pembacaan pada alat ukur tekanan udara (%) CF
= faktor koreksi yang diperoleh dari pembacaan kandungan udara agregat pada alat ukur tekanan ...udara (%)
75
14.8
Pengolahan Data
Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Tabel pengolahan data pengujian kandungan udara yang diperoleh; Tabel 14.1 Data Pengujian Kandungan Udara Satuan Berat
Bejana
Uji 1
Uji 2
kN
Air (W2) Berat Isi Air (Ƴw) Berat Agregat
kN/m kN
Kasar (Cb) Berat Agregat
kN
Udara
%
Agregat (CF) Kandungan Udara Sebelum
Benda
kN
Kosong (W1) Berat Bejana Berisi
Halus (Fb) Kadar
Benda
Koreksi
%
(A1) Tabel 14.2 Hasil Pengujian Kandungan Udara Satuan
Benda
Bend
Uji 1
a Uji 2
Volume Bejana
liter
(V) Berat
Agregat
kN
Halus
Koreksi
(Fs) Berat
Agregat
Kasar
Koreksi
kN
(Cs) Kandungan Udara
%
Beton
Segar (A1)
76
2. Buatlah analisa mengenai perbandingan hasil kandungan udara dengan ketentuan yang berlaku. BAB 15
77
BAB 15 PENGUJIAN BETON
15.1 Pendahuluan Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pengujian yang terdiri dari pengujian beban tekan aksial, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas dari benda uji beton. 15.2 Ruang Lingkup Metode ini meliputi penetapan kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas benda uji beton silinder ataupun kubus yang dicetak baik di laboratorium maupun di lapangan. Metode ini dibatasi untuk beton yang memiliki berat isi lebih besar dari 800 kg/m3 yang mengacu terhadap standar SNI 1974-2011 (uji kuat tekan beton), SNI 03-2491-2002 (uji kuat tarik belah beton), dan 15.3 Arti dan Kegunaan Secara umum, pengujian beton terdiri dari tiga jenis yaitu uji kuat tekan, modulus elastisitas, dan kuat tarik belah beton. Pengujian beton dapat dilakukan pada umur 3, 7, 14, 21, dan 28 hari. Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu. Modulus elastisitas untuk beton adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan beton terhadap regangannya, dimana tegangan mencapai 40% dari kuat tekan maksimum. Kuat tarik belah adalah nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton yang berbentuk silinder yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji dengan posisi mendatar sejajar dengan permukaan meja penekan mesin uji tekan. Pengujian kuat tarik belah digunakan untuk mengevaluasi ketahanan geser dari komponen struktur yang terbuat dari beton dengan komposisi agregat ringan. Adapun dalam pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas dikenal istilah “Capping” yang merupakan pemberian suatu lapisan gips yang rata pada ujungujung silinder, sehingga sisi atas silinder menjadi rata. Diharapkan beban yang akan bekerja pada saat pengujian benda uji dapat bekerja merata pada permukaan silinder dan bukan terpusat pada permukaan.
78
15.4 Peralatan dan Bahan 15.4.1 Peralatan Peralatan yang digunakan, terdiri dari: 1) Mesin uji tekan dengan kapasitas sesuai kebutuhan; 2) Modulus of elasticity in concrete test;
Gambar 15.1 Modulus of elasticity in concrete test Sumber : http://matest.com/en/Products/-/ELASTIC-MODULUSDETERMINATION/determination-of-concrete-static-elastic-modulus 3) Split tensile test (Alat uji kuat tarik belah); 4) Pelat atau batang penekan tambahan; 5) Bantalan bantu pembebanan (kayu lapis ukuran tebal ±3 mm dan lebar 25 mm); 6) Dial; 7) Jangka sorong; 8) Timbangan berkapasitas 20 kg dengan tingkat ketelitian 0,1% dari berat contoh; 9) Pelat kaca; 10) Baskom/ wadah; 11) Spatula; 12) Nivo. 15.4.2 Bahan Bahan yang digunakan, terdiri dari: 1) Benda uji berbentuk kubus dan atau berbentuk silinder; 79
2) Gypsum; 3) Air. 15.5
Persiapan Praktikum
Persiapan praktikum yang dilakukan, terdiri dari: 1) Benda uji dikeluarkan 1 hari sebelum umur pengujian kuat tekan; 2) Benda uji ditempatkan pada tempat yang kering dan dibiarkan hingga benda uji kering; 3) Pastikan benda uji tidak terganggu selama proses pengeringan; 4) Ukur diameter dan tinggi benda uji; 5) Timbang berat benda uji beton sekitar 1 – 2 jam sebelum pengujian; 6) Pisahkan benda uji yang akan diuji tekan dan uji tarik belah (benda uji untuk uji tekan harus dicapping dan benda uji untuk uji tarik belah tidak perlu dilakukan pengepingan); 7) Lapisi (capping) permukaan atas dan bawah benda uji yang akan diuji tekan dan modulus elastisitas dengan menggunakan adonan gypsum. Pelapisan permukaan benda uji (capping) dilakukan dengan cara : a) Pembuatan adonan gypsum; b) Letakkan adonan gypsum di atas benda uji; c) Ratakan dengan pelat kaca dengan disentriskan menggunakan nivo yang diletakkan di atas kaca. 15.6
Prosedur Praktikum 15.6.1 Pengujian Modulus Elastisitas dan Kuat Tekan Beton
Pengujian modulus elastisitas dan kuat tekan beton dilaksanakan dengan langkahlangkah berikut: 1) Pastikan benda uji telah dilapisi (capping) pada bagian permukaannya; 2) Pasang alat kompresometer-ekstensometer pada benda uji; 3) Pasang alat pengukur deformasi atau dial gauge pada posisi yang tepat; 4) Masukkan landasan sesuai dengan benda uji yang akan diuji; 5) Letakkan alat modulus of elasticity in concrete test beserta benda uji pada mesin uji tekan secara sentris; 6) Atur alat digital sesuai bentuk benda uji, apakah itu silinder atau kubus; 80
7) Jalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan berkisar antara 0,2 - 0,4 MPa per detik; 8) Lakukan pembebanan hingga benda uji hancur atau dial pada mesin tidak naik lagi; 9) Catat beban maksimum dan kuat tekan yang diperoleh. 15.6.2 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton Pengujian kuat tarik belah beton, dilakukan sebagai berikut: 1) Berilah tanda panda benda uji berbentuk silinder dengan menarik garis tengah pada setiap ujung; 2) Pastikan garis tengah tersebut berada dalam bidang aksial yang sama; 3) Letakkan bantalan kayu lapis pada bagian alas alat split tensile test untuk menjaga agar benda uji tidak bergerak dan tetap terbagi dalam bidang aksial yang sama; 4) Letakkan benda uji pada alat split tensile test dengan posisi berada di atas bantalan kayu lapis dan pada bagian atas benda uji diberikan juga bantalan kayu lapis lainnya; 5) Perhatikan titik tengah alat split tensile test dan titik tengah benda uji berada pada posisi segaris; 6) Letakkan alat split tensile test beserta abenda uji pada mesin uji tekan dan atur agar posisi tengah alat split tensile test berada tepat dibawah titik tengah bagian atas alat uji tekan; 7) Jalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan berkisar antara 0,2 - 0,4 MPa per detik; 8) Lakukan pembebanan hingga benda uji hancur atau dial pada mesin tidak naik lagi; Catat beban maksimum dan kuat tarik belah yang diperoleh. 15.7 Perhitungan Untuk perhitungan data yang diperoleh, digunakan beberapa rumus berikut; 1) Kuat tekan beton f’c = 2) Modulus elastisitas beton 81
P A
.........................................................................(
Ec =
S2 -S 1 ε2-0,000050
.................................................................(15-2)
3) Modulus elastisitas teoritis beton M. Elastisitas Teoritis = 3320 x √ F'c + 6900 .............................................(15-3) 4) Kuat tarik belah beton 2P Fct = .....................................................................(15-4) πLD 5) Kuat tarik belah teoritis beton Fct Teoritis = 0,556 x √ F'c .......................................................(15-5) 6) Standar Deviasi ´ )2 Σ (Xi- X σ = .................................................................(15-6) n-1 7) Variasi σ Variasi = ´ x 100% ...............................................................(15-7) X
√
Keterangan: f’c = tegangan maksimal tekan benda uji (N/mm2) atau (MPa); P = beban maksimum (N); A = luas penampang permukaan beton (mm2); L = panjang silinder (mm); Xi = kuat tekan beton (MPa) D = diameter silinder (mm); S2 = kuat tekan 40% maksimum; S1 = kuat tekan pada regangan longitudinal 0,000050; ε = regangan longitudinal pada saat S2.
15.8 Pengolahan Data Bagian yang dicantumkan dalam laporan, yaitu: 1. Buatlah narasi mengenai benda uji yang akan diuji, yaitu a) Dimensi benda uji; b) Jumlah benda uji; c) Mutu rencana benda uji; 82
d) Dan sebagainya. 2. Lampirkan tabel data uji kuat tekan dari benda uji; Tabel 15.1 Contoh Data Uji Kuat Tekan Tanggal N o
Kode
Pembuata
Uji
n
Berat
Umu r
Dimens
(Hari
i (cm)
)
2 3 4 5 6 7 8
K04-
7-Okt-
BU1 K04-
17 7-Okt-
BU2 K04-
17 14-Okt-
BU3 K04-
17 14-Okt-
BU4 K04-
17 21-Okt-
30-Sep-17
BU5 K04-
17 21-Okt-
BU6 K04-
17 28-Okt-
BU7 K04-
17 28-Okt-
BU8
17
Beban
Uji
Maksimu
(gram
m (kN)
Teganga n (MPa)
) 11793
364,4
20,6
11866
353,4
19,9
12091
265,1
15,0
12001
427,9
24,2
12000
428,1
24,2
11953
446,1
25,2
12032
482,4
27,2
12084
487,3
27,5
7
14 Ø15 x 30 21
28
3. Buatlah grafik hubungan antara kuat tekan beton dan umur beton berdasarkan data uji kuat tekan dari benda uji, beserta analisa antara hubungan kuat tekan beton dan umur beton. 35 30
Kuat Tekan (Mpa)
1
Benda
25 20
Kuat Tekan Beton Polynomial (Kuat Tekan Beton) Kuat Tekan Rencana Linear (Kuat Tekan Rencana)
15 10 5 0
7
14
21
28
Umur Beton (Hari)
83
Gambar 15.1 Contoh Grafik Kuat Tekan Beton Berdasarkan Umur Benda Uji
4. Buatlah standar deviasi kuat tekan dari seluruh benda uji; Tabel 15.2 Contoh Standar Deviasi Kuat Tekan Benda Uji Berbentuk Silinder No . 1 2 3 4 5 6 7 8
Beban
Kuat Tekan
Kuat Tekan 28 Hari
Maksimum kN 364,40 353,40 265,10 427,90 428,10 446,10 482,40 487,30 Σ
MPa 20,60 19,90 15,00 24,20 24,20 25,20 27,20 27,50
MPa 31,69 30,62 17,05 27,50 25,47 26,53 27,20 27,50 213,55
(Xi- x´ )2 24,98 15,38 93,10 0,65 1,49 0,03 0,26 0,65 136,53 4,42
σ
5. Buatlah distribusi frekuensi berdasarkan standar deviasi yang diperoleh; Tabel 15.3 Contoh Distribusi Frekuensi No 1 2 3 4 5 6
Batas Kelas 13,45-17,85 17,86-22,28 22,29-26,69 26,70-31,11 31,12-35,42 35,43-39,95 Total
Nilai Tengah 15,65 20,07 24,49 28,91 33,27 37,69
Frekuensi 1 0 2 4 1 0 8
Frekuensi Relatif 12,5 0 25 50 12,5 0 100
6. Buatlah kurva bell yang menunjukkan sebaran data kuat tekan benda uji beton yang diperoleh berdasarkan nilai rata-rata dari kuat tekan benda uji tersebut. 3σ
84 2σ
3σ
2σ
V = 16,54 %
0.02
10
15
20
25
30
35
40
45
Kuat Tekan Beton (MPa) Gambar 15.2 Contoh Grafik Distribusi Kuat Tekan Beton Keterangan : Mean .= 26,69 MPa; σ bawah = 13,45 MPa; 3σ bawah = 22,28 MPa; σ atas = 31,11 MPa; 2σ atas = 35,53 MPa; 3σ atas = 39,94 MPa. 2σ bawah = 17,86 Mpa. 7. Buatlah analisa nilai standar deviasi dan variasi yang diperoleh terhadap ACI 214R-11; 8. Buatlah tabel tegangan dan regangan dari benda uji; Tabel 15.4 Contoh Tegangan dan Regangan Benda Uji N
Kuat
Deformas
Pmi
o 1
Teka 482,4
i (mm) 0,100
n 448,
2
487,3
0,091
6 453,
Pelastis1
4,125
Pelastis2
σelastis 1
σelastis 2
179,4
0,00023
0,0101
5 181,2
3 0,00023
5 0,0102
εelastis 1
εelastis 2 0,00041
0,0000 5
3 0,00037
2 8 3 5 6 9. Buatlah tabel modulus elastisitas benda uji dan analisa perbandingan antara modulus elastisitas teoritis dan modulus elastisitas yang diperoleh. Tabel 15.5 Contoh Modulus Elastisitas Benda Uji Beton No
Modulus
Modulus
Elastisitas
Elastisitas Teoritis
(MPa) (MPa) 1 27304,177 25084,389 2 30734,971 10. Buatlah tabel kuat tarik belah benda uji dan analisa perbandingan antara kuat tarik belah teoritis dan kuat tarik belah yang diperoleh; Tabel 15.6 Contoh Nilai Kuat Tarik Belah 85
No
Beban
Tegangan
Kuat Tarik
Kuat Tarik Belah
Maksimum (kN) (MPa) Belah (MPa) Teoritis (MPa) 1 183,3 2,5 2,592 3,045 2 180,2 2,5 2,548 11. Ulangi kembali prosedur 2-11 untuk pengecoran kedua.
86