LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP KELUARGA 1. Pengertian Keluarga Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi
yang
bertujuan
untuk
menciptakan,
mempertahankan
budaya,
dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga ,Duvall dan Logan (2010). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Bailon dan Maglaya (2008). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Departemen Kesehatan RI (2005) Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah : 1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi 2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain 3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik 4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
2. Struktur Keluarga
1. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah 2. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu 3. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu 4. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami 5. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
3. Ciri-Ciri Struktur Keluarga 1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga 2. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya masing-masing 3. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
4. Macam-Macam Struktur / Tipe / Bentuk Keluarga 1. Tradisional : a. The nuclear family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak. b. The dyad family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah c. Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri
d. The childless family Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita e. The extended family (keluarga luas/besar) Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek), keponakan, dll) f. The single-parent family (keluarga duda/janda) Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan) g. Commuter family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end) h. Multigenerational family Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah i. Kin-network family Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll) j. Blended family Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya k. The single adult living alone / single-adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati 2. Non-Tradisional a. The unmarried teenage mother Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah b. The stepparent family Keluarga dengan orangtua tiri c. Commune family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama d. The nonmarital heterosexual cohabiting family Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan e. Gay and lesbian families Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)
f. Cohabitating couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu g. Group-marriage family Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan anaknya h. Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya i. Foster family Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya j. Homeless family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental k.. Gang Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
5. Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers cit Friedman, 2006):
1. Pasangan baru (keluarga baru) Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing : a. Membina hubungan intim yang memuaskan b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial c. Mendiskusikan rencana memiliki anak
2. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama) Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan : a. Persiapan menjadi orang tua b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan kegiatan keluarga c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan 3. Keluarga dengan anak pra-sekolah Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat anak berusia 5 tahun : a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman b. Membantu anak untuk bersosialisasi c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar) e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling repot) f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak 4. Keluarga dengan anak sekolah Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk : a. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga 5. Keluarga dengan anak remaja Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa : a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga 6. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan) Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua : a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar b. Mempertahankan keintiman pasangan c. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga 7. Keluarga usia pertengahan Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal : a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak c. Meningkatkan keakraban pasangan 8. Keluarga usia lanjut Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi keduanya meninggal : a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan b.Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat e. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).
Konsep Dasar 1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dannoduslimfe.(Suzanne &Smelzher, 2001). Tuberkulosis
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
bakteri
mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elizabeth, 2000,). Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangatbervariasi. (Mansjoer, Arif,2001) Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lain. Termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe, agen infeksius terutama adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Brunnner&Suddarth, 2001). Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe humanus( jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Muhammad Amin,2001) Jadi dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru karena disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosisyang biasa ditularkan melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus.
2. Etiologi Agen infeksius utama dari TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis, batang aerobik tahan asam (BTA) yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara.Spesies lain kuman ini yang infeksi
pada
manusia
adalah
dapat memberikan
Mycobacteriumbovis,MycobacteriumKansasii,
Mycobacterium Intracellulare, sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak(lipid)inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dam lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sitoplasma magrofak. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya ( Mansjoer , 2000). Pada patogenesis tuberculosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada makrofag penjamu. Mikobakterium mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus. Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan merupakan determinan yang penting pada patogenesis penyakit. (Harrison, 2002).
3. Epidemiologi Penyakit TB Paru adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh kuman TB. Basil tuberkulosis menginfeksi seseorang melalui saluran pernapasan. Penyakit ini telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta per tahun (WHO, 1993). Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-negara berkembang. Indonesia itu sendiri merupakan negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India.Diantara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini disebabkan : a.
Kemiskinan pada berbagai penduduk
b.
Meningkatnya penduduk dunia
c.
Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
d.
Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB
e.
Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.
4. Patofisiologi Indvidu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulangm korteks serebri), dan area pari lainnya (lobus atas). Sistem imuntubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jarigan ini mengakibatkan
penumpukan
eksudat
dalam
alveoli,
menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektof. Ganulomas diubah menjadi massa jaringan fibrisa, bagian sentral dari masa fibrosaini disebut Tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nektrotik, membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif juga dapatterjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bekteri dorman. Dalam kasus ini, Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam kronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkasn penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yan memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia
lebih
lanjut,
pembengkakakn
tuberkel,
dan
selanjutnya. Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah hilum paru-paru kemudian melus kelobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif. Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan mempagosit, namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel. Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .( Sylvia.A.Price.1995.hal 754 ) Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 ) Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754) Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754).
5. Pathway Mycobacterium Tuberculosis Masuk ke Sal. Pernapasan mll droplet udara
Risti Penyebaran Infeksi
Menuju Alveoli Memperbanyak Diri Menginfeksi Paru Tuberkulosis (TBC)
Alveoli
Bronkus Infeksi oleh bakteri M. Tuberculosis
Infeksi oleh bakteri M. Tuberculosis
Peningkatan Metabolisme Peningkatan Leukosit
Sistem imun tubuh
Kerusakan Alveoli
Reaksi Inflamasi
Pelepasan interleukin-1
Kerusakan Alveolus
Fagosit menelan antigen
Mencetuskan Hipotalamus mencapai set point
Daerah pertukaran O2 dan CO2
Limfosit normal melisis basil dan jaringan normal
Peningkatan Suhu Tubuh
Penumpukan eksudat di Sal. Pernafasan Sputum di Sal. nafas
Hipertermi Obstruksi jalan nafas oleh sputum
Reaksi antibodi Aktivasi sensori nervus vagus
Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas
Ke medula oblongata Batuk Penekanan pada abdomen HCL meningkat Mual, muntah Anoreksia Kebutuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Pembentukan ATP berkurang Intoleran Aktivitas
Gangguan Gangguan pertukaran Pertukanran CO2 dan O2 Gas CO2 dan PO2 Hipoventilasi
Reaksi Anaerob meningkat
Dyspnea Proasam Laktat Pola Nafas Tidak Efektif
Nyeri Akut
6. Manifestasi Klinis Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptosis. Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Smeltzer, Suzanne C,2001) Biasanya orang yang mengidap penyakit tuberkulosis menunjukkan gejalagejala atau tanda-tanda sebagai berikut: a. Batuk-batuk berdahak lebih dari 4 minggu. b. Batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah c. Dada terasa sakit atau nyeri d. Terasa sesak waktu bernafas e. Suhu badan meningkat f. Nafsu makan berkurang g. Badan mengurus. (Kusuma, Hardy,2012) Demam Biasanya sufebril menyerupai demam influensa.Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influensa. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
a. Batuk / Batuk Darah Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya irritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batukkering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. b. Sesak Nafas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. c. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya. d. Malaise Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, BB menurun, sakitkepala, meriang, nyeriotot, keringatmalam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara teratur.
7. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemerikasaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pda tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal lobus atas atu segemen apikal lobus bawah) tetapi dapt pula mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupi tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambara radiologi berupa bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), masa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks).Pada suatu foto dada sering didapatkan bemacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik maupun sklerotik) maupun antelekstasis dan empisema. Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkolosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed
Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal. Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bila dibuat transversal, sagital dan koronal.
b. Pemeriksaan Laboratorium 1. Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.
2. Sputum Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah dapat diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak
mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktiv. Dalam hal ini dianjurkan dalam satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air sebanyak ±2ltr dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit , sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi di ambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL ( broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga di dapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah di dapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkiran di Indonesia ditemukan pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan di dalam sputum mereka.Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain 5000 kuman dalam 1mL sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan muldifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah : a) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa b) Pemeriksaan
sediiaan
langsung
(pewarnaan khusus) c) Pemeriksaan dengan biakan ( kultur ) d) Pemeriksaan terhadap resistensi obat
dengan
mikroskop
fluoresens
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400 Radiometric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.Kadangkadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja.
3. Tes Tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanaya dipakai test Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purfied Protein Derivative) intrcutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength. Kadang-kadang bila denga 5 T.U. masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U.(second sterngth). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes mantuox dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti.Setelah 48-72 jam setelah tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak
sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipegaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil test mantoux ini dibagi dalam: a) Indurasi 0-5mm (diameternya) : Mantoux negatif= golongan non sensitivy. Disini peranan antibodi humoral apaling menonjol. b) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivy. Disini peran antibodi humoral masih menonjol. c) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif= golonagan normal sensitivy. Disini peran kedua antibodi seimbang. d) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat= golongan hypersensitivy. Disini peran antibodi selular paling menonjol. e) Untuk pasien dengan HIV positif, Test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.
8. Komplikasi Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. a. Komplikasi dini :
pleuritis,
efusi
pleura,
empiema,
laringitis,
usus,
Poncet’sarthropathy b. Komplikasi lanjut :obstruksi jalan nafas (SOPT—Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, korpulmonal, amiloidosis, sinrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier dan kavitas TB.
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu : a. Pleuritis tuberkulosa Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe) Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di
dalam
saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat
menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
f. Keruskan parenkim paru berat Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS) Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
h. Kor pulmonale Merupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik akibat kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. Keadaan ini juga dapat terjadi sekalipun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, tetapi meninggalkan banyak jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit tuberkulosis dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.
i. Aspergiloma Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds sphrophyte dari genus aspergillus dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan dan spesies aspergillus yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu aspergillus fumigatus. Umumnya aspergillus akan menginfeksi paru-paru,
yang
menyebabkan
empatsindrom,
yakni
Allergic
Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA), Chronic Necrotizing Pneumonia
Aspergillosis (CNPA), aspergiloma dan aspergilosis invasif. Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang. Aspergiloma merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan bula emfisema.
9. Prognosis Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini penyakit ini diagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya pada 10% - 30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan tetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis. (Hasanah, 2010).
10.Klasifikasi Klasifikasi diagnosis TB paru adalah : a. TB paru : 1) BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB. 2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rotgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB
(initial therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat
b. TB paru tersangka Diagnosis tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rotgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai.
c. Bekas TB (tidak sakit) Ada riwayat TB pada pasien di masa lali dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rotgen noemal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.
Berdasarkan terapi WHO membagi menjadi 4 kategori, yaitu: a. Kategori I
: ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dankasus baru dengan batuk TB berat.
b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengansputum BTA positif. c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainanparu yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dariyang disebut dalam kategori I d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. (Kusuma, Hardy,2012)
11. Penatalaksanaan Medis
Zain (2001) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding). a. Pencegahan Tuberkulosis Paru 1) Pemeriksaan kontak Pemeriksaan kontakyaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil test tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest x-ray Mass chest x-ray yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu.
3) Vaksinasi BCG Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG), satu bentuk strain hidup basil TB sapi yang dilemahkan adalah jenis vaksin yang paling banyak dipakai diberbagai Negara. Pada vaksinasi BCG, organisme ini disuntikan ke kulit untuk membentuk vokus primer yang berdinsing, berkapur dan berbatas tegas.
BCG
tetap
berkemampuan
untuk
meningkatkan
resistensi
imunologis pada hewan dan manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi dengan organisme virulent karena tidak menimbulkan penyakit pada pnjamunya.
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama adalah bayi yang menyusui pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil test tuberkulin positif karena resikotimbulnya TB milier dan meningitis TB, b) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil test tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, c) Individu yang menunjukkan konversi hasil test tuberkulin dari negatif menjadi positif, d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, e) Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia—PPTI)
b. Pengobatan Tuberkulosis Paru Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.
1) Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat. b) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S) c) Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid (INH)
2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant) a) Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid b) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli digunakan Pirazinamid (Z).
3) Aktivitas
bakteriostatis,
obat-obatan
yang
mempunyai
aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam. a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino salisilik (PAS), dan sikloserine. b) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (23bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasrkan lokasi
TB, berat
ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan
bakteriologi, apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu,
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengakajian Pengkajian menurut 11 pola fungsi Gordon yaitu : a.
Pola pemeliharaan kesehatan 1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru 2) Kebiasaan merokok atau minum alkohol 3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
b. Pola nutrisi metabolic 1) Nafsu atau selera makan menurun 2) Mual 3) Penurunan berat badan 4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik c. Pola eliminasi 1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi 2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat tuberculosis paru d. Pola aktivitas dan latihan 1) Kelemahan umum/ anggota gerak 2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu. e. Pola tidur dan istirahat 1) Kesulitan tidur pada malam hari 2) Mimpi buruk 3) Berkeringat pada malam hari f. Pola persepsi kognitif Nyeri dada meningkat karena batuk g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular 2) Perasaan tidak berdaya h. Pola peran hubungan dengan sesama 1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran 2) Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang. i. Pola reproduksi seksualitas Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan j. Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress 1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini) 2) Ansietas 3) Perasaan tidak berdaya k. Pola sistem kepercayaan Kegiatan beribadah terganggu
2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan retensi secret, mucus berlebih. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi. c. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan hipoventilasi. d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah. g. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. h. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme purulen.
3. Intervensi Keperawatan No a
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
NOC :
NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
diharapkan bersihan jalan nafas efektif
chinlift atau jaw thrust bila perlu
dengan kriteria hasil:
2. Posisikan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan alat bantu nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya suara tambahan
2. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
nafas, frekuensi pernafasan dalam
7. Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada suara
8. Berikan bronkodilator bila perlu
nafas abnormal)
9. Berikan pelembab udara kassa basah
3. Mampu mengidentifikasikan dan mecegah
faktor
yang
dapat
menghambat jalan nafas.
NaCl lembab 10. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan 11. Monitor respirasi dan status O2
b
NOC :
NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan Airway management diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil: 1. Mendemonstrasikan ventilasi
dan
peningkatan
oksigenasi yang
1. Buka jalan nafas ,gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan
pasien
memaksimalkan ventilasi
untuk
adekuat
3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
2. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda
distress
pernafasan
4. Pasang mayo bila perlu 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypnea (mampu mengeluarkan
alat bantu nafas buatan
sputum,
mampu
suara tambahan 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 7. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah, tidak ada
8. Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips)
9. Berikan pelembab udara kassa basah
4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
NaCl lembab 10. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan 11. Monitor respirasi dan status O2
Repiratory Monitoring: 1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernafasan. 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan
otot
tambahan
dan
retraksi otot intracostal. 3. Monitor suara nafas 4. Monitor
pola
nafas:bradipena,
takipnea, kurssmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 5. Catat lokasi trakea 6. Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis) 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan nafas utama 9. Auskultasi
suara
paru
setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya c.
NOC :
NIC:
Setelah diberikan asuhan keperawatan Respiratory monitoring: diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil:
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernafasan. 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan,
NOC: respiratory status : ventilation
penggunaan
otot
tambahan
respiratory status : airway patency
retraksi otot intracostal
dan
vital sign status
3. Monitor pernafasan hidung
Indicator:
4. Monitor pola nafas : bradipnea,
1. Frekuensi pernafasan dbn (12
5. Palpasi ekspansi dada
x/menit) 2. Irama
takipnea, hiverpentilasi
nafas
sesuai
yang
diharapkan 3. Kedalaman inspirasi
6. Auskultasi suara nafas 7. Monitor kemampuan pasien untuk batuk efektif
4. Ekpansi dada simetris
8. Monitor skresi pernafasan pasien
5. Bernafas mudah
9. Monitor hasil rongent
6. Mengeluarkan sputum pada
10. Monitor adanya crepitus
jalan nafas
7. Bersuara secara adekuat
Airway Management: 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
8. Ekspulsi udara 9. Tidak didapatkan penggunaan otot –otot tambahan 10. Tidak
ada
chin lift atau jawtrust bila perlu 2. Posisikan
suara
nafas
pasien
untuk
meminimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlu pemasangan
tambahan 11. Tidak ada retraksi dada
alat bantu nafas buatan
12. Tidak ada pernapasan pursed
4. Pasang mayo bila perlu 5. Keluarkan secret nafas, catat adanya
lips 13. Tidak
ada
dispnea
saat
suara tambahan 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
istirahat 14. Tidak ada orthopnea
suara tambahan
15. Tidak didapatkan nafas pendek
7. Lakukan suction pada mayo
16. Tidak ada fremitus taktil
8. Berikan bronkodilator bila perlu
17. Perkusi suara sesuali dengan
9. Berikan pelembab udara kassa basah
harapan 18. Tidal
NaCl lembab
volume sesuai
yang
diharapkan 19. Bronkopnia
10. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan sesuai
dengan
11. Monitor respirasi dan status O2
yang diharapakan 20. Tidal volume sesuai dengan Oxygen Therapy yand diharapkan 21. Kapasital vital sesuai yang diharapkan 22. Tes fungsi pulmonal sesuai yang diharapkan
1. Bersihkan mulut,hidung dan secret trakea 2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur perlaratan oksigen 4. Pertahankan posisi pasien 5. Observasi
adanya
tanda-tanda
hivopentilasi
Keterangan penilaian NOC: 1. Tidak pernah menunjukan
6. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigen.
2. Jarang menunjukan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menujukan 5. Selalu menunjukkan d
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Fever treatment : selama proses keperawatan diharapkan
1. monitor suhu sesering mungkin
suhu tubuh dalam rentang normal
2. monitor IWL
dengan kriteria hasil :
3. monitor warnaa dan suhu kulit
1. suhu
tubuh
dalam
rentang
normal 2. nadi dan RR dalam rentang normal 3. tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
4. monitor tekanan darah, nadi, dan RR 5. monitor penurunan tingkat kesadaran 6. monitor WBC, Hb, dan Hct 7. monitor intak e dan output 8. berikan antipiretik 9. berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam 10. selimuti pasien 11. lakukan tapid sponge 12. kolaborasi pemberian cairan IV 13. kompres pasien pada lipatan paha dan aksila 14. tingkatkan sirkulasi udara 15. berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation : 1. monitor suhu tiap minimal 2 jam 2. rencanakan monitoring suhu secara kontinu 3. monitor TD, Nadi, RR 4. monitor warna kulit dan suhu kulit 5. monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi 6. tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7. selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh 8. ajarkan
pasien
cara
mencegah
keletihan akibat panas 9. berikan antipiretik jika perlu
Vital Sign Monitoring 1. monitor TD, Nadi, suhu, dan RR 2. catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. monitor VS saat pasien berbaring, duduk, berdiri 4. auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, Nadi, dan RR sebelum, selama dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor pernapsan
frekuensi
dan
irama
8. monitor suara paru 9. monitor pola pernapsan abnormal 10. monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit 11. monitor sianosis perifer 12. monitor
adanya
cushing
triad
(tekanan nadi melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13. indentifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign e
Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC : diharapkan nyeri pasien berkurang
1. Kalikan pengkajian nyeri secara
dengan kriteria hasil :
konferhensif
termasuk
1. Mengenal faktor- faktor penyebab.
karakteristik,
durasi,
2. Tindakan
kualitas dan factor presipitasi.
pertolongan
non
analgetik. 3. Mengenal onset nyeri. 4. Menggunakan analgetik.
lokasi, frekuensi,
2. Observasi reaksi nonverbal
dari
ketidaknyamanan. 3. Gunakan
teknik
komunikasi
5. Melaporkan gejala kepada perawat.
terapiutik
untuk
mengetahui
6. Nyeri terkontrol.
pengalaman nyeri pasien
7. Melaporkan nyeri. 8. Frekuensi nyeri. 9. Ekspresi wajah. 10. Lamanya episode nyeri. 11. Posisi melindungi tubuh.
4. Kaji
kultur
yang mempengaruhi
respon nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri pada masa lampau 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
12. Perubahan respirasi rote.
kesehatan
lain
tentang
ketidak
13. Perubahan heart.
efektipan cobtrol nyeri masa lampai
14. Perubahan tekanan darah.
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
15. Perubahan ukuran pupil.
mencari dan menemukan dukungan
16. Kehilangan nafsu makan.
8. Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan 9. Kurangi faktor presifitasi nyeri 10. Pilih dan lakukan penanganan nyari (farmakalogi, non farmakaologi dan interpersonal) 11. Kaji tipe dan sumbernyeri untuk menentukan intervensi 12. Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi 13. Berikan analgetik untuk mengatasi nyeri f
Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC: selama proses keperawatan diharapkan Nutrition Management kebutuhan
nutrisi
dapat
terpenuhi
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan criteria hasil: 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. 3. Mampu
1. Kaji adanya alergi makanan.
menentuka jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan Fe.
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi. 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein protein dan vitamin C. 5. Berikan substansi gula.
5. Tidak
terjadi
penurunan
badan yang berarti.
berat
6. Yakinkan
diet
mengandung
yang
tinggi
dimakan
serat
untuk
menegah konstipasi. 7. Berikan
makanan
yang
terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi). 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor
jumlah
nutrisi
dan
kandungan kalori. 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 11. Kajikemampuan mendapatkan
pasien nutrisi
untuk yang
dibutuhkan.
Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal. 2. Monitor adanya penurunan berat badan. 3. Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan. 4. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan. 5. Monitor lingkungan selama makan. 6. Jadwalkan pengobatandan tindakan tidak selama jam makan.
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi. 8. Monitor turgor kulit. 9. Monitor kekeringnan, rambut kusam, dan mudah patah. 10. Monitor mual dan muntah. 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht. 12. Monitor makanan kesukaan. 13. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan. 14. Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan jaringan konjungtiva. 15. Monitor kalori dan intake nutrisi. 16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral. 17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet. g
NOC :
NIC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Terapi aktifitas selama proses keperawatan diharapkan aktivitas
dapat
dilakukan
dengan
keriteria hasil :
aktifitas
penyebab
(fisik,
toleransi
psikologis
atau
motivasional)
1. Istirahat dan aktivitas seimbang 2. Tidur siang 3. Mengetahui
1. menentukan
2. berikan periode aktivitas selama beraktifitas
keterbatasan
3. pantau
respon
kardiopulmonal
energinya
setelah
4. Menggunakan teknik konservasi energi
melakukan
aktifitas
dan
sebelum melakukan aktifitas 4. meminimalkan kerja kardiovaskuler
5. Mengubah gaya hidup seusai dengan tingkat energi 6. Memelihara nutrisi yang adekuat 7. Persediaan ebergi cukup untuk beraktifitas.
dengan memberikan posisi tidur ke posisi setegah duduk 5. jika
memungkinkan
tingkatkan
aktofitas secara bertahap (dari duduk, jalan, aktifitas maksimal) 6. pastikan
perubahan
posisi
klein
Keterangan penilaian NOC :
secara bertahap dan monitor gejaa
1. tidak pernah menunjukan
dan intoleran aktivitas
2. jarang menunjukan
7. monitor
intake
3. kadang menunjukan
memastikan
4. sering menunjukan
sumber energi
5. selalu menunjukan
nutrisi
kecukupan
untuk sumber-
8. ajarkan kepada klien bagaimana mengunakan teknik pernafas ketika
Toleransi aktifitas indicator : 1. saturasi aktifitas bdn dalam respon sktifitas 2. HR dbn dalam merespon aktifitas 3. RR dbn respon aktifitas 4. TD sistolik dbn dalam respon aktifitas 5. TD distolik
dbm dalam respon
aktifitas 6. Kecepatan berjalan 7. Jarang berjalan
melakukan aktifitas
8. ADL telah dilakukan Keterangan penilaian NOC :
h
1
tidak pernah dilakukan
2
jarang dilakukan
3
kadang dilakukan
4
sering dilakukan
5
selalu dilakukan
NOC : Setelah keperawatan keperawatan
NIC : dilakukan
tindakan Infection Control (Kontrol Infeksi)
selama diharapkan
asuhan penyebab
1. bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
infeksi tidak terjadi dengan kriteria
2. pertahankan teknik isolasi
hasil :
3. batasi pengunjung bila perlu
1. klien bebas dari tanda dan gejala
4. instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi
mencuci tangan saat berkunjung dan
2. mendeskripsikan proses penularan penyakit,
factor
yang
mempengaruhi
penularan,
serta
penatalaksanaannya
mencegah timbulnya infeksi leukosit
berkunjung
meninggalkan
pasien 5. gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan
3. menunjukan kempampuan untuk
4. jumlah
setelah
dalam
6. cucitangan
setiap
sebelum
dan
sesudah tindakan keperawatan batas
normal 5. menunjukan perilaku hidup sehat
7. gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 8. pertahankan
lingkungan
aseptik
selama pemasangan alat 9. ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum 10. tingkatkan intake nutrisi 11. berikan terapi antibiotic bila perlu
Infection protection : 1. monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 2. monitor hitung granulosit, WBC 3. monitor kerentanan terhadap infeksi 4. batasi pengunjung 5. saring pengunjung terhadap penyakit menular 6. pertahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko 7. pertahankan teknik isolasi k/p 8. berikan perawatan kulit pada area epidema 9. inspeksi kondisi luka/insisi bedah 10. dorong masukan nutrisi yang cukup 11. dorong masukan cairan 12. dorong istirahat 13. instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep 14. ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 15. ajarkan cara menghindari infeksi 16. laporkan kecurigaan infeksi
17. laporkan kultur positif
4. Implementasi Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi 1. Bersihan jalan napas efektif. 2. Pertukaran gas tidak terganggu. 3. Pola napas efektif (12-24x/mnt pada orang dewasa). 4. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5℃ − 37,5℃) 5. Nyeri berkurang atau hilang. 6. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh. 7. Aktivitas dapat dilakukan dengan maksimal. 8. Penyebaran infeksi tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi.Ed.4. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedoteran. Jilid 1. Ed.3.Jakarta : EGC Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC Hardy, Kusuma. 2012.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA, NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hadry Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2006. Buku Ajar FisiologiKedokteran, Edisi 11. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC Muttaqin,
Arif.
2008.
Buku
AsuhanKeperawatanKliendenganGannguanSistemPernafasan.
Ajar Jakarta:
Salemba Medika Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid II Edisi IV. Jakarta: PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversita s Indonesia. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, River Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
Soeparman dkk,2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah, Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang