Laporan Tahan Api

  • Uploaded by: rifqi
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tahan Api as PDF for free.

More details

  • Words: 2,440
  • Pages: 13
I.

MAKSUD DAN TUJUAN 1.

Maksud Melakukan proses penyempurnaan tahan api pada kain poliester dengan variasi suhu curing 150ᵒC,170ᵒC dan 190ᵒC

2.

Tujuan

Menganalisis hasil penyempurnaan tahan api dengan pengaruh variasi suhu curing 150ᵒC,170ᵒC dan 190ᵒC dengan kain poliester II.

TEORI DASAR 2.1 Serat Poliester Bentuk melintang serat poliester adalah bulat dan didalamnya terdapat bintik-bintik, sedangkan penampang membujurnya berbentuk silinder dinding kulit yang tebal. Sifat fisika polyester : 1.

Kekuatan dan mulur dalam keadaan kering dan basah sama.

2.

Mempunyai elastisitas yang baik sehingga tahan kusut.

3.

Moisture regain dalam keadaan standar 0,4 %, dalam kelembaban relatif 100 % moisture regain 0,6–0,8 %.

4.

Morfologi seratnya berbentuk silinder dengan penampang lintang bulat.

5.

Titik leleh 250 C dan tidak menguning pada suhu tinggi.

6.

Tahan serangga, jamur dan bakteri.

7.

Berkurang kekuatannya dalam penyinaran lama tetapi tahan sinarnya masih cukup baik dibandingkan serat lain.

8.

Direndam dalam air akan mengkeret 7-14 %. Sifat kimia polyester :

1.

Tahan terhadap asam lemah pada suhu tinggi, asam kuat dingin, basa lemah, tetapi kurang tahan basa kuat.

2.

Tahan zat oksidator, alkohol, keton, sabun dan zat untuk dry clean.

3.

Akan menggelembung dalam larutan 2 5 asam benzoat, asam salisilat, fenol dan meta kresol dalam air; dispersi 0,5 % monoklorobenzena, p-diklorobenzena, tetrahidronaftalena, metil benzoat dan metil salisilat dalam air; dispersi 0,3 % o-fenil fenol dan p- fenil fenol dalam air.

4.

Larut dalam meta-kresol panas, asam triflouro asetat-orto-klorofenol.

1

2.2

Resin Anti Api Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang terus terbakar bila terkena api,

sedangkan kain tahan api atau non-flammable (flame proof atau fire proof) merupakan kain yang tidak terbakar bila dikenai api. Flame retardant ialah istilah yang digunakan untuk menerangkan sifat tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung secara lambat dan api akan mati dengan sendirinya bila sumber nyala api ditiadakan. Pada proses pembakaran kain, terjadi dekomposisi kimia serat dan menghasilkan suatu bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar. Bila nyala api dipadamkan, maka akan meninggalkan residu seperti karbon. Sifat kain pada pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan yang menguap dan perlu diketahui bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan meneruskan pembakaran. Pembakaran akan berlangsung cepat jika struktur kain mendukung penyimpanan udara atau oksigen, sehingga meneruskan pembakaran setelah terjadi proses penyalaan pada kain, misalnya pada kain yang permukaannya berbulu (nepped pile) atau kain yang strukturnya terbuka. a) Proses Terbakarnya Bahan Tekstil Proses pembakaran pada dasarnya terdiri dari proses pemanasan, dekomposisi, penyalaan, dan perambatan. Panas yang timbul akibat adanya sumber dari luar akan menyebabkan terjadinya proses pembakaran. Panas akan menaikkan temperatur bahan tekstil sampai terjadi degradasi dan dekomposisi pada struktur polimer, dimana dari polimer selulosa biasanya akan terbentuk sisa karbon. Selanjutnya padatan akan terurai menghasilkan gas, baik gas yang mudah terbakar maupun tidak. Jumlah relatif gas mudah terbakar ataupun tidak yang dihasilkan bergantung pada sifat serat, kondisi lingkungan, dan zat kimia yang digunakan. Proses pembakaran biasanya dibagi menjadi proses menyala (flamming), membara (glowing), dan memijar (smoldering). 1. Nyala (flame) Menyala adalah proses pembakaran yang digambarkan sebagai suatu proses terbakarnya gas yang terurai di permukaan. Proses dekomposisi termal yang terjadi pada selulosa selalu didahului oleh proses nyala. Proses nyala ini menghasilkan gas, cairan, arang, dan padatan. Penyalaan merupakan proses pembakaran yang terjadi secara eksotermis yang terdiri dari uap yang mudah terbakar dan terurai di permukaan bahan tekstil.

2

2. Bara (glow) Membara merupakan proses eksotermis yang terjadi dan berada di atas permukaan. Keadaan ini berlangsung dalam kondisi jumlah oksigen yang melimpah. Bahan tekstil dengan penyempurnaan tahan bara sering diperoleh bersama-sama dengan sifat tahan nyala api. Zat penghambat nyala yang berfungsi sebagai penghambat bara misalnya fosfat. Beberapa jenis lainnya seperti sulfamat mempunyai daya penahan bara yang kecil. Panas pembakaran pada selulosa sekitar 400-5000C, sednagkan temperatur nyala bara api sekitar 6000C. 3. Pijar (smolder) Proses pemijaran secara umum terjadi di bawah permukaan dan biasanya dalam kondisi persediaan oksigen yang sangat sedikit. Proses pemijaran ini terjadi secara lambat, dan biasanya disertai dengan keluarnya asap, tetapi tanpa disertai adanya nyala atau bara. Kemampuan meneruskan pemijaran sangat dipengaruhi oleh adanya panas dari reaksi eksotermis yang ditahan di dekat area yang sedang berpijar. Temperatur minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan pemijaran dipengaruhi oleh karakteristik bahan ketika mengalami proses oksidasi dan jumlah oksigen yang ada. Pada kondisi kandungan oksigen yang lebih besar, dengan temperatur yang lebih rendah, proses pembaraan dapat bertahan lebih lama. Metode yang baik dan dapat digunakan untuk mencegah proses pemijaran adalah dengan menghilangkan panas dengan segera dari daerah yang mengalami proses oksidasi. b) Proses Dehidrasi Katalis Pada proses dehidrasi katalis, zat tahan api akan bereaksi dengan serat yang akan menyebabkan terjadinya dekomposisi serat sehingga menyebabkan jumlah tar dan gas yang mudah menyala menjadi berkurang, sedangkan jumlah arang akan bertambah. Pada teori dehidrasi ini, bila zat tahan api bereaksi dengan serat, maka akan menghasilkan bentuk ester. Zat dehidrasi yang digunakan dapat berupa asam atau basa. Pada proses dehidrasi asam, zat yang digunakan dapat berbentuk asam lewis atau berupa garamgaram netral yang dapat membentuk asam lewis pada suhu tinggi. Pada tipe tahan api ini, ada hubungan antara sifat tahan api pada kain dengan perbandingan antara jumlah arang dan jumlah tar atau perbandingan antara jumlah CO2 dan CO yang terbentuk pada proses degradasi termal. Perbandingan CO dan CO2 yang lebih besar akan menyebabkan sifat tahan api yang dihasilkan semakin baik. Proses nyala bara api (after glow) merupakan proses pembakaran tanpa adanya nyala api yang terdapat pada sisa arang yang ditinggalkan setelah proses pirolisis selulosa 3

di udara dan tidak bergantung pada nyala pembakaran. Proses nyala bara api berbeda dengan proses penyalaan yang nampak, dan mengalami reaksi dan proses pencegahan yang berbeda dengan nyala api yang nampak. Pada proses perambatan nyala api, reaksi pembakaran terjadi pada kondisi eksoterm. Perbandingan panas yang dihasilkan pada proses pembentukan karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 26,4 kkal

C + O2

CO

+ ½ O2 94,3 kkal 67,9 kkal

CO2 Gambar

1.

Reaksi

pembentukan

karbon

monoksida

(CO)

dan

karbondioksida (CO2) Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa panas yang dibutuhkan pada proses oksidasi karbon menjadi karbon dioksida hampir empat kali proses oksidasi karbon menjadi karbon monoksida (CO). Jika reaksi dihentikan pada CO, maka api tidak akan mungkin merambat sendiri karena kekurangan panas. Hal ini digunakan untuk membuat tahan api yang akan menghambat pembentukan CO, sehingga jumlah CO yang dihasilkan menjadi lebih kecil dan nyala api serta nyala bara api akan sulit merambat. Elemen utama yang paling sering digunakan untuk tahan api yang permanen untuk selulosa adalah fosfor, nitrogen, bromine, klor dan antimoni. Dari unsur-unsur tersebut fosfor dan bromine merupakan zat yang paling efisien ketika digunakan sendiri. Efisiensi fosfor makin tinggi dengan adanya senyawasenyawa tertentu yang mengandung nitrogen, bromine, dan klor. c) Proses Penyempurnaan Tahan Api dengan Senyawa Organofosfat Pada suasana asam senyawa ini dapat bereaksi dan berikatan langsung dengan selulosa seperti berikut:

4

CH3Ona

(RO)2POH + CH2CHCONH2

(RO)2POCH2CH2CONH2 dioksan

dialkil-fosfonopropionamida

HCHO

R = CH3 atau C2H5 (RO)2POCH2CH2CONHCH2OH N-metilol dialkil-fosfonopropionamida

(RO)2POCH2CH2CONHCH2OH+Sel-OH

H+

(RO)2POCH2CH2CONHCH2O-Sel + H2O

Proses penyempurnaan ini biasanya diterapkan berdasarkan proses termoseting. Untuk meningkatkan kandungan nitrogen di dalam serat, dan untuk meningkatkan keefektifan tahan api yang dihasilkan, maka ke dalam larutan biasanya ditambahkan resin dari jenis aminoplas seperti polimetilol melamin atau trimetilol melamin. Penggunaan resinresin tersebut juga dapat meningkatkan ketahanan cuci hasil penyempurnaan tahan api hingga pada tingkat permanen. Untuk memperoleh hasil dengan sifat fisik dan estetik yang baik maka juga direkomendasikan untuk menambahkan sejumlah resin pengikat silang, pembasah, pelembut dan katalis.

5

III.

ALAT DAN BAHAN 4.1. Alat yang digunakan

4.2. Bahan yang digunakan

1. Mesin pad

1. Kain poliester

2. Mesin stenter

2. Organo fosfat

3. Piala gelas 500mL

3. Katalis

4. Pipet volume

4. Teepol

5. Pengaduk

5. Na2CO3

6. Baki/wadah 7. Timbangan 8. Gelas ukur

IV.

RESEP 1. Organo fosfat

: 400 g/L

2. Katalis

: 50 g/L

3. WPU

: 70%

4. Pre Drying

: 100 oC menit selama 1 menit

5. Cure

: 150 oC,170 oC dan 190 oC menit selama 2 menit

PERHITUNGAN RESEP

V.

1. Larutan

: 400 ml/l / 1000L x 200 = 80 ml

2. Katalis 50 g/L

: 50 g/L x 200/1000 L = 10 g

FUNGSI ZAT 1. Organofosfat

= Untuk memberikan efek resin tahan api.

2. Katalis

= Untuk mempercepat proses reaksi antara mesin dengan serat

3. Na2CO3

= Untuk memperbaiki kelarutan resin

4. Teepol

= Untuk proses pencucian

6

VI.

DIAGRAM ALIR

Persiapan alat dan bahan

Perhitungan dan penimbangan resep

Pembuatan larutan resin anti tahan api

Perendaman kain dalam larutan resin anti tahan api

Padding kain (WPU 70%)

Pre Drying 1000C,1’

Cure1500C, 1700C, 1900C,2’

Evaluasi (uji pembakaran cara vertikal)

VII.

SKEMA PROSES Pemerasan WPU 70 %

Drying 100 C 1menit

O

curing 1500C, 1700C, 1900C, 2 menit

Dry

Perendaman

7

VIII.

LANGKAH KERJA

1. Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan (mesin pad, gelas piala, pengaduk, timbangan, pemanas, kain polyester). 2. Timbang resep yang dibutuhkan untuk membuat larutan resin anti kusut. 3. Pembuatan larutan resin tahan api. 4. Tuangkan larutan resin tahan api diatas baki/wadah. 5. Rendam kain polyester di dalam larutan resin tahan api. 6. Kain di pad, dan langsung di drying pada mesin stenter dengan suhu 1000C selama 1 menit. 7. Setelah di pre drying kain di curing pada suhu 1500C, 1700C, 1900C selama 2 menit. 8. Kain dicuci dan tidak dicuci 9. Kemudian lakukan evaluasi pada kain yang telah di resin dengan evaluasi uji pembakaran cara vertical.

IX.

DATA PERCOBAAN Tabel Data Hasil Evaluai Kain Contoh Uji dengan Uji Pembakaran Cara Vertikal Keterangan: 1. suhu 1500C - cuci Waktu padam = 22 detik Waktu bara

=

Panjang arang = - non cuci Waktu padam = 3 detik Waktu bara

=

Panjang arang = 2. suhu 1700C - cuci Waktu padam = 32 detik Waktu bara

=

Panjang arang = - non cuci 8

Waktu padam = 1 detik Waktu bara

=

Panjang arang = 3. suhu 1900C - cuci Waktu padam = 15 detik Waktu bara

=

Panjang arang = - non cuci Waktu padam = 1 detik Waktu bara

=

Panjang arang = 

Kain blanko polyester tidak memiliki waktu bara

9

X.

DISKUSI Pada praktikum penyempurnaan tahan api kain ini dilakukan variasi jenis resin dan konsentrasi resin yang dilakukan pada bahan yang berbeda yaitu kain kapas, poliester, T/C dan nylon. Jenis resin yang digunakan yaitu Pyrovatex dan Nicca F1 none P-205 dengan konsentrasi 100 g/l dan 300 g/l.

Dalam pengujian tahan api ini, prosesnya adalah eksotermis sehingga pada saat menyala pada kain maka akan terjadi dekomposisi termal atau penguraian suhu yang akan menghasilkan gas, cairan, arang dan padatan. Berdasarkan data pengujian yang didapat, kain yang dilakukan penyempurnaan tahan api memiliki ketahanan api yang lebih baik dibandingkan dengan kain yang tidak dilakukan penyempurnaan tahan api setelah dilakukan uji pembakaran secara vertikal. Hal ini disebabkan pada proses dehidrasi katalis, zat tahan api bereaksi dengan serat yang akan menyebabkan terjadinya dekomposisi serat sehingga menyebabkan jumlah tar dan gas yang mudah menyala menjadi berkurang, sedangkan jumlah arang akan bertambah. Pada teori dehidrasi ini, bila zat tahan api bereaksi dengan serat, maka akan menghasilkan bentuk ester. Zat dehidrasi yang digunakan dapat berupa asam atau basa. Pada proses dehidrasi asam, zat yang digunakan dapat berbentuk asam lewis atau berupa garamgaram netral yang dapat membentuk asam lewis pada suhu tinggi. Pada tipe tahan api ini, ada hubungan antara sifat tahan api pada kain dengan perbandingan antara jumlah arang dan jumlah tar atau perbandingan antara jumlah CO2 dan CO yang terbentuk pada proses degradasi termal. Perbandingan CO dan CO2 yang lebih besar akan menyebabkan sifat tahan api yang dihasilkan semakin baik. Pada

proses

penyempurnaan

tahan

api

ini

dilakukan

proses

0

curing/pemanasawetan pada suhu 150 C dalam waktu 2 menit yang mana tujuannya adalah untuk membentuk ikatan silang antara resin tahan api dengan serat sehingga resin dapat berpolimerisasi masuk kedalam serat. Pada prinsipnya penyempurnaan tahan api akan menghasilkan nilai ketahanan api yang tinggi pada serat dengan semakin banyaknya konsentrasi resin tahan api yang digunakan. Semakin lama waktu pemanasawetan juga menyebabkan ketahanan apinya semakin baik pula. Hal ini terjadi karena pada saat pemanasawetan terjadi ikatan silang antara resin dengan serat lebih banyak sehingga semakin lama waktu pemanas awetan akan menghasilkan kain dengan ketahanan nyala api yang baik. Hal ini mungkin juga disebabkan pada suhu tinggi garam akan berpolimerisasi membentuk lapisan yang melindungi bahan dari udara dan mengikat zatzat yang mudah menguap selama terjadi pembakaran. 10

Dari hasil pengujian dapat dilihat pula bahwa umumnya sifat tahan api dari kain yang telah dilakukan penyempurnaan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kain yang tidak dilakukan penyempurnaan tahan api (blanko). Dilihat dari waktu nyala api dan nyala bara, umumnya kain yang telah dilakukan penyempurnaan tahan api memiliki waktu nyala api dan waktu bara yang lebih singkat dibandingkan dengan blanko atau bahkan tanpa adanya bara. Hal tersebut memperlihatkan bahwa resin tahan api Nicca F1 None P205 maupun Pyrovatex dapat berfiksasi dengan serat menyebabkan terjadinya dekomposisi serat sehingga menyebabkan jumlah tar dan gas yang mudah menyala menjadi berkurang, sedangkan jumlah arang akan bertambah. Jumlah resin tahan api yang digunakan bervariasi yakni 100 g/l dan 300 g/l . Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa semakin banyak resin yang digunakan maka semakin baik pula sifat tahan api pada bahan atau contoh uji. Hal ini karena semakin banyak resin maka jumlah resin yang terfiksasi ke dalam serat dan berpolimerisasi pada suhu tinggi juga akan semakin banyak sehingga sifat tahan api kain semakin baik pula. Terlihat untuk kain kapas, poliester, nilon dan T/C yang menggunakan resin tahan api baik jenis pyrovatex maupun Nicca Fi None P-205 yang dengan bertambahnya konsentrasi resin mampu meningkatkan sifat tahan api pada bahan. Indikatornya adalah semakin banyak resin waktu nyala semakin sedikit atau bahkan tidak terbakar dan bahkan tanpa adanya bara.

11

XI.

KESIMPULAN 1. Kain yang diberi resin tahan api memberikan ketahanan api yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi resin tahan api. 2. Semakin banyak jumlah atau konsentrasi resin tahan api yang digunakan akan memberikan sifat tahan api yang lebih baik pula. 3. Untuk kain T/C hasil optimal didapat pada konsentrasi 300 g/L dengan jenis resin pyrovatex. 4. Untuk kain kapas hasil optimal didapat pada konsentrasi 300 g/L dengan jenis resin pyrovatex dan nicca Fi None P-205. 5. Untuk kain nilon hasil optimal didapat pada konsentrasi 300 g/L dengan jenis resin pyrovatex dan konsentrasi 100 g/L pada jenis resin Nicc Fi None P-205 6. Untuk kain poliester hasil optimal didapat pada konsentrasi 300 g/L dengan jenis resin Nicca Fi None P-205.

12

XII.

DAFTAR PUSTAKA 1. Indarto, S.Teks Teknologi Penyempurnaan Tekstil. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil: Bandung. 1998. 2. P. Soeprijono S.Teks, dkk, Serat Serat Tekstil. Institut Teknlogi Tekstil: Bandung. 1974. 3. S. Hendrodyantopo S.Teks, dkk, Teknologi Penyempurnaan. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil: Bandung. 1998.. 4. Soeparman S.Teks, Surdia N.M.M.Sc, Dr, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk. Teks. Teknologi Penyempurnaa. Institut Teknologi Tekstil: Bandung. 1974.

13

Related Documents

Laporan Tahan Api
August 2019 37
Api
April 2020 43
Api
July 2020 25
Api
November 2019 64
Api
November 2019 62
Api
July 2020 32

More Documents from ""

Laporan Tahan Api
August 2019 37
3880-9885-1-sm.pdf
December 2019 46
Kak I-challenge.docx
May 2020 24
Cash Flow.docx
May 2020 16
30593.pdf
May 2020 19