Laporan Susu Dan Telur (autosaved).docx

  • Uploaded by: alfin
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Susu Dan Telur (autosaved).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,072
  • Pages: 47
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu dan produk olahannya memiliki kandungan protein, lemak, dan vitamin yang sangat dibutuhkan tubuh dalam perkembangan tiap individu pada setiap fase. Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, kuda, kambing dan unta. Komponen penting dalam air susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang bermanfaat bagi kesehatan sebagai probiotik. Selain itu ada telur yang juga merupakan salah satu sumber protein yang baik bagi tubuh. Telur adalah sumber protein bermumu tinggi, kaya akan vitamin, dan mineral. Protein telur nyaris sempurna karena mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sangat dibutuhkan dalam jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sangat dibutuhkan oleh manusia karena tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari makanan (Haryoto, 1998). Susu dan telur sangat mudah di dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini beragam teknologi pengolahan susu dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan baru yang lebih menarik tanpa mengurangi manfaat dari susu. Sama halnya dengan telur yang saat ini hampir menjadi bahan utama dari pengolahan suatu produk karena manfaatnya yang beragam. Dalam praktikum kali ini akan mengetahui dan mengamati karakteristik serta sifat fungsional pada susu dan telur. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan praktikum kali ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui karakteristik susu dan produk olahannya yang meliputi pengamatan warna, bau, rasa, kekentalan, pH, berat jenis, uji alkohol dan pengaruh enzim terhadap susu segar. 2. Mengamati kualitas eksternal dan internal telur

3. Mengamati sifat fungsional telur sebagai emulsifier, clarifying agent, pembentuk buih/busa.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Jenis-jenis Susu dan SNI 2.1.1 Susu Segar Susu yang banyak dikonsumsi oleh manusia adalah susu yang berasal dari sapi perah. Susu segar yang berasal dari sapi perah mengandung nilai gizi yang lengkap dan tinggi kandungannya. Kandungan susu terdiri dari protein, lemak, laktosa, vitamin, dan mineral yang berguna dan bermanfaat untuk menjaga kesehatan manusia. Mutu susu segar yang baik sangat dipengaruhi oleh penanganan pasca panen susu mulai dari saat pemerahan, distribusi hingga pemasaran ke konsumen. Pengujian awal untuk mengetahui kualitas susu diperlukan untuk menentukan apakah susu tersebut memenuhi standar untuk diolah atau tidak. Pengujian bisa berupa pengujian organoleptik serta pengujian pH dan berat jenis susu (Muchtadi dkk., 2010). Tabel 1. Kandungan Gizi Susu Segar per 100 gram Komposisi Jumlah Energi (kkal) 61 Protein (g) 3,2 Lemak (g) 3,5 Karbohidrat (g) 4,3 Kalsium (mg) 143 Fosfor (mg) 60 Besi (mg) 1,7 Vitamin A (μg) 39 Vitamin B1 (mg) 0,03 Vitamin C (mg) 1 Air (g) 88,3 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes RI (2005) 2.1.2 Susu UHT Pada susu UHT, pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat memiliki tujuan untuk membunuh seluruh mikroba maupun patogen dan sporanya, sehingga memiliki kualitas susu yang sangat baik. Panas yang diberikan sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu gizi dan mutu sensori seperti warna, aroma serta rasa khas susu segar tidak terlalu banyak perubahan.

Menurut SNI 01-3950-1998, susu UHT adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu minimal pada suhu 135°C selama dua detik, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, serta dikemas secara aseptik. Tabel 2. Standar Mutu Susu UHT Jenis Uji Warna Bau Rasa Protein Lemak Bahan Kering Tanpa Lemak Total Padatan Pewarna Tambahan Cemaran Logam Timbal Tembaga Seng Timah Raksa Cemaran Arsen Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Sumber: SNI 01-3950-1998

Satuan %b/b %b/b %b/b

Persyaratan khas, normal sesuai label khas, normal sesuai label khas, normal sesuai label min 2,7 min 3,0 min 8,0

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

tidak dipersyaratkan tidak dipersyaratkan maks 0,3 20 40 40 0,03 0,1 0

Dalam proses pemanasan susu UHT susu dialirkan secara kontinyu dan dipanaskan secara cepat dan langsung steril. susu UHT dapat disimpan tahan lama tanpa penambahan bahan pengawet dan tidak perlu disimpan di lemari pendingin hingga kurang lebih 10 bulan hingga satu tahun setelah diproduksi. Susu UHT yang telah dibuka kemasannya harus segera diminum atau disimpan dalam pendingin maksimal lima hari (Usmiati dan Abubakar, 2009). 2.1.3 Susu Pasteurisasi Susu termasuk bahan pangan yang memiliki kandungan gizi tinggi, tetapi pertumbuhan mikroba sering terjadi pada produk pangan yang memiliki kandungan gizi tinggi seperti susu. Perlakuan pasteurisasi pada susu untuk mencegah jumlah mikroba di dalam susu. Pasteurisasi susu merupakan perlakuan panas yang diberikan

pada bahan (susu) sengan suhu di bawah titik didih. Proses pasteurisasi pada susu bertujuan untuk mengurangi mikroorganisme patogen yang ada di dalam bahan sehingga menjadikan produk memiliki daya simpan yang cukup lama (Setya, 2012). Menurut SNI 01-3951-1995, susu pasteurisasi adalah susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasan pada temperatur 63-66°C selama ± 30 menit atau pada pemanasan 72°C selama ± 15 detik, kemudian segera didinginkan sampai 10°C, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4,4°C. Tabel 3. Standar Mutu Susu Pasteurisasi Jenis Uji Bau Rasa Warna Kadar Lemak Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak Kadar Protein Total Plate Count Coliform Sumber : SNI 01-3951-1995

Satuan %b/b %b/b

Persyaratan khas khas khas 2,8 7,7

%b/b maksimum maksimum

2,5 3 x 10 10

2.1.4 Susu Kental Manis Susu Kental Manis adalah susu yang dipekatkan dan ditambahkan gula. Produk ini memiliki warna kekuningan dan terlihat seperti mayonnaise. Konsentrasi gula dalam fase air pada susu kental manis tidak boleh kurang dari 62.5% atau lebih dari 64.5%. Susu kental manis dapat dibuat dari susu skim (whole milk) atau dari susu rekombinasi berbasis Skim Milk Powder (SMP), Anhydrous Milk Fat (AMF), dan air. Susu kental manis mempunyai kadar lemak 8%, gula 45%, padatan non lemak 20%, dan air 27% (Bylund, 2003). Menurut SNI 2971: 2011, susu kental manis merupakan produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dari campuran susu dan gula dengan menghilangkan sebagian airnya hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu atau

hasil rekonstruksi susu bubuk dengan penambahan gula dengan/tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan susu kental manis rekonstitusi antara lain susu segar, susu bubuk skim, gula pasir, lemak susu (anhidrous milk fat), vitamin A, vitamin B1, vitamin D3, serta laktosa. Tabel 4. Kandungan Gizi Susu Kental Manis per 100 gram Komposisi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)

Jumlah 336 8,2 10 55 275 209 0 510 0,05 1

2.1.5 Susu Bubuk Full Cream Susu bubuk berlemak atau dikenal dengan susu bubuk full cream adalah susu berbentuk bubuk yang diperoleh dari susu cair, atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau krim bubuk. Susu bubuk full cream merupakan susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk, yang telah dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan (menghilangkan sebagian besar air). Persyaratan minimum susu bubuk full cream adalah kadar lemak susu tidak kurang dari 26 % dan kadar air tidak lebih dari 5 % (Widodo, 2003). Tabel 5. Kandungan Gizi Susu Bubuk Full Cream per 100 gram Komposisi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg)

Jumlah 502 27 26 40 800 600 6,67

Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Sumber : SNI 01-2970-2006

1580 0,6 47

2.1.6 Yoghurt Yoghurt atau dalam bahasa Turki disebut jugurt atau yogurut, yang berarti susu asam. Pengertian yoghurt adalah susu pasteurisasi yang difermentasikan dengan bakteri tertentu sehingga menghasilkan rasa asam dan aroma yang khas. Yoghurt memiliki kandungan gizi yang tinggi , seperti vitamin B kompleks, kalsium (Ca) dan protein, yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh jika dikonsumsi secara rutin ( Ismayani, 2008). Menurut SNI 2981:2009 yoghurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Yoghurt yang bermutu baik teksturnya halus, lembut, dan tidak berbutir. Tabel 6. Syarat Mutu Yoghurt No 1

2 3 4 5 6

Kriteria Uji Keadaan -Penampakan -Bau -Rasa -Konsentrasi Lemak : % : b/b Bahan Kering Tanpa Lemak : % : b/b Protein : b/b Abu Jumlah asam (sebagai laktat) : % : b/b

Spesifikasi Cairan Kental -Sampai semi padat -Normal/khas -Asam/khas -Homogen Maks. 3.8 Maks. 8.2 Min. 3.5 Maks. 1.10 0.5-2.0

7

Cemaran logam -Timbal (Pb) : mg/kg -Tembaga (Cu) : mg/kg -Seng (Zn) : mg/kg -Timah (Sn) : mg/kg -Raksa (Hg) : mg/kg -Arsen (As) : mg/kg 8 Cemaran mikroba -Bakteri coliform - E.coli : APM/g -Salmonella Sumber : SNI (2009)

Maks. 0.3 Maks. 20 Maks. 40 Maks.40 Maks. 0.03 Maks. 0.1

Maks. 10 <3 Negatif / 100 gram

2.1.7 Susu Rebus Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Susu yang dikonsumsi manusia sebagian besar berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsur darah pada kelenjar susu sapi (Winarno, 1993). Pada bahan padat susu terdapat berbagai senyawa kimia, baik yang tergolong senyawa zat gizi makro (makronutrien) seperti lemak, protein dan karbohidrat, maupun senyawa zat gizi mikro (mikro nutrien) seperti vitamin dan mineral serta beberapa senyawa lainnya (Mohamad, 2002). Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100oC). Bahan pangan yang dimasak dengan menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekulmolekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno,2008). Tujuan Perebusan pada susu dilakukan untuk menghilangkan ataupun memusnakan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri atau mikroorganisme (Suriawiria, 1995).

2.2 Pengaruh Penambahan Ekstrak Nanas Pada Susu Buah nanas mengandung bromelain (enzim protease yang dapat menghidrolisa

protein),

Enzim

bromelin

yang

ditambahkan

pada

susu

berkemampuan untuk memecah struktur molekul protein menjadi bentuk lebih sederhana (Suprapti, 2008). Dari berat 100 gram buah nanas kupas dan dibuat menjadi ekstrak sehingga dihasilkan 50 ml ekstrak nanas (Asryani, 2007). Murtini dan Qomarudin (2003) buah nanas yang masih hijau atau belum matang mengandung bromelin lebih sedikit dibanding buah nanas segar yang sudah matang. 2.3 Mekanisme Terjadinya Emulsi Pada Telur Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonik. Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butiir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno, 2008). Kuning telur sebagian besar tersusun oleh lipoprotein suatu zat pengemulsi dan stabilitator yang baik dari seluruh telur. Lipoprotein kuning telur bersifat koloid senang air terserap diantara minyak dan air. Karena itu kuning telur besar selaki manfaatnya dalam pembuatan mayonaise dan salad dressing (Maxes, 1984). Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak dan air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air maka terjadi dispersi minyak dalam air sebagai contoh susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak terjadilah emulsi air dalam minyak sebagai contoh mentega dan margarin (Bernasconi, 1995). Beberapa bahan yang dapat berfungsi sebagai emulsifier adalah kuning telur, telur utuh, gelatin, pektin, pasta kanji, albumin atau beberapa tepung yang sangat halus seperti mustard. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Gamman, 1992).

2.4 Karakteristik Jenis-Jenis Telur 2.4.1 Telur Puyuh Telur puyuh adalah produk utama yang dihasilkan oleh ternak puyuh dengan nilai gizi yang tinggi dan disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa serta harga relatif murah. Telur puyuh menyatakan bahwa telur puyuh merupakan sumber protein dan lemak terbaik. Setiap 100 g telur puyuh mengandung 15,00 g protein dan 10,20 g lemak (Lukito dkk, 2012). Telur puyuh memiliki kelemahan yaitu mudah rusak, kerusakan yang sering terjadi berupa kerusakan fisik, kimia dan kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba, baik secara langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemaran mikroba yang berasal dari tanah, udara, air, debu disekitar tempat bertelur, dan dari kotoran puyuh (Syarief dan Halid, 1990). 2.4.2 Telur Bebek Telur bebek merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur bebek biasanya berukuran besar dan warna kerabang putih sampai hijau kebiruan. Rata-rata bobot telur itik adalah 60-75 g. Keunggulan telur bebek dibandingkan dengan telur unggas lainnya antara lain kaya akan mineral, vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E, niasin, dan vitamin B12. Selain keunggulan, telur bebek atau itik juga mempunyai kekurangan dibandingkan dengan telur unggas lainnya yaitu mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga merangsang peningkatan kadar kolesterol darah. Kadar kolesterol telur itik kira-kira dua kali lipat dibandingkan dengan telur ayam (Resi, 2009). 2.4.3 Telur Ayam Kampung Ayam kampung merupakan salah satu unggas lokal yang umumnya dipelihara petani di pedesaan sebagai penghasil telur tetas, telur konsumsi, dan daging. Selain dapat diusahakan secara sambilan, mudah dipelihara dengan teknologi sederhana, dan sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan mendesak. Ayam

kampung

sebagai

salah

satu

spesies

ayam

di

Indonesia

berasal

dari

genus gallus, salah satu diantaranya yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus) yang terdapat di hutan Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi. Selain itu Gallus javanicus yang dikenal sebagai ayam hutan hijau terdapat di Pulau Jawa, Bali sampai Nusa Tenggara Barat (Srigandono, 1997). Kerabang telur ayam kampung sebagian besar berwarna putih atau kecoklatan. Pigmen yang dihasilkan di uterus pada saat kerabang diproduksi menimbulkan

warna

tersebut.

Pigmen

coklat

pada

kerabang

telur

adalah porhpyrin yang secara merata disebarkan ke seluruh kerabang. Tekstur Telur Ayam Kampung dapat dilihat permukaan kerabang telur. kerabang telur dengan permukaan agak berbintik-bintik. Kerabang telur merupakan pembungkus telur yang paling tebal, bersifat keras dan kaku. Pada kerabang terdapat pori-pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Pada permukaan luar kerabang terdapat lapisan kutikula, yang merupakan pembungkus telur paling luar. Tekstur telur ayam kampung dapat dilihat dan diraba, yaitu permukaan telur dapat berupa halus dan kasar (Suprijatna et al., 2005). 2.4.4 Telur Negeri Telur ayam negeri adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan masyarakat dapat mengonsumsi telur ayam negeri untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini karena telur ayam negeri relatif murah dan mudah diperoleh serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan (Lestari, 2009). Telur ayam negeri banyak mengandung berbagai jenis protein berkualitas tinggi. Pada albumen mengandung lima jenis protein yaitu ovalbumin, ovomukoid, ovomucin, ovokonalbumin, dan ovoglobulin, sedangkan pada yolk terdiri dari dua macam, yaitu ovovitelin dan ovolitelin. Ovovitelin adalah senyawa 8 protein yang mengandung fosfor (P), sedangkan ovolitelin sedikit mengandung fosfor tapi banyak mengandung belerang (S) (Budiman, 2009).

Telur ayam negeri termasuk mengandung semua jenis asam amino esensial bagi kebutuhan manusia. Asam amino esensial merupakan komponen utama penyusun protein yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Telur ayam negeri mengandung berbagai vitamin dan mineral, termasuk vitamin A, riboflavin, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, choline, besi, kalsium, fosfor dan potassium (Buckle et al., 1986). 2.5 Sifat Fungsional Telur Sifat-sifat fungsional didefinisikan sebagai sekumpulan sifat dari pangan atau bahan pangan yang memengaruhi penggunaannya. Sifat-sifat tersebut antara lain: daya koagulasi, daya buih, daya emulsi, serta control kristalisasi. Sifat-sifat fungsional sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor fisika atau faktor kimia. Yang banyak berperan dalam menentukan sifat tersebut adalah sifat fisik/kimia protein yang meliputi komposisi asam amino termasuk persentase dan penyebarannya, ukuran molekul, konformasi dan ikatan serta gaya yang berperan dalam struktur molekul protein tersebut (Siregar, 2012). Sifat yang dimiliki pada kuning telur atau putih telur sebagai berikut : 1. Daya busa (Foaming) Busa adalah bentuk dispersi koloida gas dalam cairan. Apabila putih telur dikocok, maka gelembung udara akan terperangkap dalam albumen cair dan membentuk busa. Semakin banyak udara yang terperangkap, busa yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Kestabilan busa ditentukan oleh kandungan ovomusin (salah satu komponen putih telur) (Hartono, 2009). 2. Waktu Koagualasi dan Kekuatan Gel Koagulasi atau gelatinasi produk adalah proses kimia dimana cairan sol berubah menjadi gel. Koagulasi ditandai dengan perubahan dari molekul rantai 13 panjang menjadi struktur tiga dimensi, dimana struktur makromolekul pada sol menjadi matriks gel tiga dimensi. Kekuatan elektrostatis yang kuat mengikat makromolekul di dalam fase sol dengan ikatan hidrogen, ikatan disulfide dan ikatan

intermolekul menyebabkan makromolekul insoluble dalam gel. Makromolekul protein dan karbohidrat, baik putih maupun kuning telur mempunyai kemampuan membentuk gel (Bell dan Weaver, 2002). Koagulasi oleh panas terjadi akibat reaksi antara protein dan air yang diikuti dengan penggumpalan protein karena ikatan-ikatan antar molekul. Putih telur ayam akan terkoagulasi pada suhu 620C. Sedangkan kuning telurnya terkoagulasi pada 650C. Putih telur bebek terkoagulasi pada suhu yang lebih rendah, yaitu 550C setelah 10 menit pemanasan. Kemampuan koagulasi ini memungkinkan telur untuk mengikat air dan mempertahankan kesan basah produk bakery selama penyimpanan (Winarno dan Koswara, 2002). Waktu koagulasi lebih cepat terjadi pada produk putih telur yang tidak diberi tambahan sukrosa dibandingkan dengan yang diberi tambahan sukrosa (Nahariah et al., 2010). Kemampuan protein untuk membentuk gel sangat penting dalam proses pengolahan pangan. Teknik pengolahan pangan yang berhubungan dengan kemampuan pembentukan gel adalah perlakuan menggunakan panas. Pemanasan pada protein akan menyebabkan denaturasi. Adanya pemanasan dan keberadaan air, protein dapat membentuk matriks gel dengan menyeimbangkan interaksi antara protein-protein dan protein-pelarut di dalam produk pangan. Matriks gel ini dapat mengikat air, lemak, dan ingredient lainnya untuk dapat menghasilkan berbagai jenis produk, seperti adonan roti, tahu, keju dan yogurt (Andarwulan et al., 2011). 3. Pengemulsi Kuning telur mengandung agen pengemulsi. Kandungan Kuning telur berupa minyak yang bersifat surface active yaitu lesitin, kolesterol dan lesitoprotein.. Lesitin mendukung terbentuknya emulsi minyak dalam dalam air, sedangkan kolesterol cenderung untuk membentuk emulsi air dalam minyak. Hal ini mencegah campuran minyak dan air

dari pemisahan. Lesitin menarik partikel minyak dan air dan membentuk lapisan tipis di sekitar mereka untuk menjaga mereka agar tidak menyebar. Ketika membuat mayones, yang lesitin telur mengelilingi partikel minyak, mencegah mereka dari bergabung dan pemakaian minyak ( Kamel, 1991).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat Dan Bahan 3.1.1 Alat Adapun Alat yang digunakan saat praktikum sebagai berikut : 1. Baskom 2. Sendok 3. Beaker glass 4. Gelas ukur 5. Hote plate 6. Penggaris 7. Neraca digital 8. Tabung reaksi 9. Keramik 10. Jangka sorong 11. Laktometer 12. Kertas pH 13. Spatula 14. Stopwatch 15. Water bath

16. Pipet volume 17. Pipump

3.1.2 Bahan Adapun bahan yang digunakan saat praktikum sebagai berikut : 1. Telur puyuh 2. Telur bebek 3. Telur ayam kampung 4. Telur negeri 5. Susu segar 6. Susu pasteurisasi 7. Susu UHT 8. Susu kental manis 9. Susu full cream 10. Susu rebus 11. Youghurt 12. Tisu 13. Teh 14. Enzim bromelin (ekstrak nanas) 15. Minyak 16. Air

3.2 Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan 3.2.1 Pengamatan karakteristik susu dan olahan susu

Susu 100ml

Penuangan ke dalam beaker glass

Pengamatan warna, aroma, kekentalan, dan cita rasa

Perbandingan warna, aroma, kekentalan, dan cita rasa

Saat melakukan pengamatan karakteristik susu dan olahan susu hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan susu segar, susu UHT, susu pasteurisasi, susu kental manis, susu full cream, susu rebus dan yoghurt dengan takaran 100ml. Setelah itu tuang susu ke dalam beaker glass untuk melakukan pengamatan. Hal yang diamati berupa warna, aroma, kekentalan dan cita rasa. Lalu, aka ada perbedaan pada masing-masing susu sehingga selanjutnya dilakukan perbandingan warna, aroma, kekentalan dan cita rasa pada masing-masing susu. 3.2.2 Pengamatan pH susu

Susu 100ml

Kertas pH Universal

Pencelupan

Pengukuran nilai pH

Pada perlakuan pengamatan pH membutuhkan susu 100ml dan kertas pH. Penggunaan kertas pH bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman susu. Kertas pH akan dicelupkan pada masing-masing susu tujuannya untuk mengetahui nilai pH pada susu. Kertas pH yang sudah dicelup selanjutnya akan diukur dengan pH universal. 3.2.3 Pengamatan berat jenis susu

Susu 200 ml

Penuangan ke dalam gelas ukur Pencelupan laktometer Perhitungan skala Pada pengamatan berat jenis susu dibutuhkan susu segar 200ml. Setelah itu susu dituangkan ke dalam gelas ukur. Berat jenis susu akan dihitung menggunakan laktometer dengan cara mencelupkan laktometer. Skala laktometer sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Skala SNI susu 1,028 jika berat jenis susu kurang dari nilai tersebut berarti susu mengandung air. 3.2.4 Pengamatan pengaruh enzim terhadap susu

Susu 10ml

Ekstrak nanas rebus 1ml

Susu 5ml

Susu 5ml

Penuangan ke dalam tabung reaksi A

Penuangan ke dalam tabung reaksi B

Ekstrak nanas tanpa rebus 1ml

Homogenisasi Pendiaman ± 5 menit Pengamatan perubahan

Pada perlakuan ini membutuhkan dua susu 5 ml. Percobaan A susu akan diberikan 1ml ekstrak nanas yang direbus sedangkan percobaan B akan diberikan 1ml ekstrak nanas yang tidak direbus. Selanjutnya percobaan A dan B di homogenisasi lalu di diamkan selama 5 menit. Pada buah nanas mengandung enzim bromelin yang berguna untuk memecah protein pada susu. Setelah itu dilakukan pengamatan pada percobaan A dan B. 3.2.5 Pengamatan Karakteristik Telur Beberapa Spesies Ternak a. Pengamatan karakteristik telur Telur Ayam Kampung,Telur Ayam negeri,Telur Puyuh,Telur Bebek

Pengamatan kualitas eksternal (berat, warna cangkang, keutuhan cangkang, kebersihan cangkang, ketebalan cangkang, dan ukuran rongga udara)

Pengamatan kualitas internal (warna kuning telur, indeks kuning telur, indeks putih telur, pH putih telur, berat jenis putih telur, dan haugh unit)

Hal pertama yang dilakukan meyiapkan telur ayam kampung, telur ayam negeri, telur ayam puyuh, telur bebek. Setelah itu mengamati kualitas eksternal seperti berat, warna cangkang, keutuhan cangkang,kebersihan cangkang dan ukuran rongga udara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan karakteristik setiap jenis telur. Lalu setelah mengamati kualitas eksternal dari masing-masing telur selanjutnya mengamati kualitas internal yang meliputi warna kuning telur, indeks kuning telur, indeks putih telut, pH putih telur, berat jenis putih telur dan haugh unit. b. Pengukuran diameter dan tinggi putih telur dan kuning telur

Telur

Pemecahan di atas bidang datar

Pengukuran diameter dan tinggi putih telur

Pemisahan putih telur dan kuning telur

Pengukuran diameter dan tinggi kuning telur Hal yang pertama dilakukan menyiapkan telur. Setelah itu telur dipecahkan diatas bidang datar. Tujuannya dipecahkan diatas bidang datar agar mempermudah saat proses pengukuran. Selanjutnya ukur diameter putih telur serta tinggi putih telur. Jika proses pengukuran diameter dan tinggi putih telur sudah selesai, lalu

memisahkan putih telur dan kuning telur. Tahap terakhir mengukur diameter dan tinggi pada kuning telur menggunakan penggaris. c. Pengukuran indeks putih dan kuning telur Telur

Pemecahan di atas bidang datar Pengukuran diameter dan tinggi kuning telur

Perhitungan indeks kuning telur Hal yang pertama dilakukan menyiapkan telur. Setelah itu telur dipecahkan diatas bidang datar. Tujuannya dipecahkan diatas bidang datar agar mempermudah saat proses pengukuran. Selanjutnya ukur diameter putih telur serta tinggi putih telur. Saat selesai melakukan pengukuran diameter rata-rata dan tinggi pada putih dan kuning telur, tahap terakhir mencatat dan menghitung indeks dari kuning dan putih telur menggunakan rumus. d. Pengukuran pH putih telur Telur

Pemisahan putih telur dan kuning telur

Pengukuran pH menggunakan pH meter

Pada pengukuran pH putih telur hal yang pertama dilakukan memisahkan putih telur dan kuning telur. Selanjutnya dilakukan pengukuran pH pada putih telur dengan menggunakan pH meter. e. Pengukuran berat jenis putih telur Telur

Pemisahan putih telur dan kuning telur

Pemasukkan putih telur ke dalam gelas ukur

Pengukuran volume dan berat putih telur

Perhitungan berat jenis putih telur Pada pengukuran berat jenis putih telur, tahap pertama yang dilakukan memisahkan putih telur san kuning telur. Setelah itu masukkan putih telur ke dalam gelas ukur. Lalu, volume dan berat putih telur akan diukur. Tahap terakhir menghitung berat jenis putih telur. f. Pengukuran Haugh unit

Telur

Penimbangan

Perhitungan haugh unit

Pada pengukuran haugh unit telur hal yang pertama dilakukan yaitu menimbang telur utuh. Selanjutnya dilakukan perhitungan pada haugh unit dengan menggunakan rumus yang sudah ada. g. Pengukuran tebal cangkang

Cangkang Telur

Pengukuran tebal cangkang Pada pengukuran tebal cangkang telur hal yang pertama dilakukan yaitu menyipkan cangkang telur. Selanjutnya dilakukan pengukurang tebal cangkang telur.

3.2.6 Pengamatan Sifat Fungsional Telur a. Pengamatan telur sebagai emulsifier Penyiapan tabung reaksi sebanyak 3 buah

Penambahan 5 ml air ke dalam tabung reaksi

Penambahan 1 ml minyak ke dalam tabung reaksi

Pengocokan

Penambahan 1 ml kuning telur, puth telur, dan campuran kuning dan putih telur ke dalam tabung reaksi

Pengocokan

Pengamatan perubahan

Pada pengamatan telur sebagai emulsifier, tahap pertama yang dilakukan menyiapkan 3 tabung reaksi. Setelah itu menuangkan air 5ml dan minyak 1 ml ke

dalam tabung reaksi. Kemudian campuran air dan minyak pada tabung reaksi akan dikocok. Minyak goreng berfungsi sebagai pembentuk emulsi. Selanjutnya menambahkan 1ml kuning telur pada tabung pertama, pada tabung kedua ditambahkan 1 ml putih telur dan pada tabung ketiga ditambahkan dengan 1ml putih serta kuning telur. Masing-masing tabung reaksi akan dikocok dan nantinya akan terlihat perbedaan tabung manakah yang membentuk emulsifier. Tahap terakhir lakukan pengamatan terhadap perubahan setelah di kocok. b. Pengamatan telur sebagai clarifying agent Air sebanyak 100 ml

Penuangan ke dalam gelas beaker

Pendidihan

Penambahan teh

Penambahan 5 ml kuning telur, puth telur, dan campuran kuning dan putih telur ke dalam tabung reaksi

Pengamatan perubahan

Pada pengamatan telur sebagai clarifying agent membutuhkan air sebanyak 100ml. Selanjutnya air dituangkan kedalam beaker glass dan dididihkan di atas hot plate. Kemudian ditambahkan teh ke dalam air yang sudah mendidih. Lalu, menambahkan 5ml kuning telur pada tabung pertama, pada tabung kedua ditambahkan 5 ml putih telur dan pada tabung ketiga ditambahkan dengan 5 ml putih serta kuning telur. Pada saat penambahan telur menggunakan gelas ukur agar telur yang ditambahkan volumenya bisa sesuai. Tahap terakhir lakukan pengamatan yang terjadi. c. Pengamatan telur sebagai pembentuk busa 2 Telur

Pengambilan putih

Pengambilan putih

telur (A)

dan kuning telur (B)

Pengukuran volume (VA1)

Pengukuran volume (VB1)

Pengocokan selama 5 menit

Pengukuran volume

Perhitungan

Pada pengamatan telur sebagai pembentuk busa tahap pertama yang dilakukan menyiapkan 2 telur. Pada sampel A, telur diambil putih telurnya saja lalu volumenya akan diukur (VA1). Pada sampel B, putih dan kuning telur diukur volumenya (VB1). Kemudian masing-masing sampel dikocok selama 5 menit. Selajutnya melakukan pengukuran volume kembali setelah pengocokan. Tahap terakhir menghitung kemampuan pembentukan busa yang bisa dihasilkan masingmasing sampel menggunakan rumus.

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Hasil Pengamatan Susu a. Pengamatan karakteristik susu dan berbagai olahan susu Jenis Susu

Warn a 4

Arom a 2

Kekentala n 2

Citaras a 5

Susu sterilisasi (UHT)

2

3

2

2

Susu pasteurisas i

5

5

5

5

Susu kental manis

3

3

1

1

Susu full cream

5

4

2

5

Youghurt

1

1

3

1

Susu segar

Gambar

Susu rebus (1000C, sampai mendidih

4

3

4

2

Keterangan :    

Warna : 1-5 merupakan tingkatan warna susu dari yang keruh ke lebih putih. Aroma : 1-5 merupakan tingkatan aroma susu dari asam ke khas susu. Kekentalan : 1-5 merupakan tingkatan kekentalan dari cair ke kental. Citarasa : 1-5 merupakan tingkatan citarasa susu dari hambar ke gurih.

b. Pengamatan pH Hasil Pengamata n Dengan kertas pH

Sega r

Rebu s

UH T

6

6

6

Sampel susu Pasteurisas Full i crea m 6 6

Kenta l manis 6

c. Pengamatan berat jenis susu Hasil Pengamatan Skala pada laktometer

Sampel Susu Segar 1,026

d. Pengamatan pengaruh enzim terhadap susu Sampel Dengan enzim rebus

Hasil pengamatan Encer, lebih putih, tidak ada gumpalan

Dengan enzim tanpa rebus

Lebih kental, putih, ada gumpalan

Gambar

Yoghur t 5

4.1.2 Hasil Pengamatan Telur a. Pengamatan karakteristik telur beberapa spesies ternak Kualitas Eksternal

Sampel

Ayam Kampung Telur Puyuh Telur Bebek Ayam Negeri

Berat (gr)

43,10

Ukuran

Ketebalan Warna

Rongga

Keutuhan Kebersihan Cangkang

Udara

(cm) Putih Kecoklatan

(cm)

Utuh

Bersih

0,25

1,5

Utuh

Bersih

0,13

0,5

0,3

2

0,25

1,7

Krem dan 12,80

Berbintik hitam

55,02

63,40

Putih Tulang Coklat Muda

Utuh

Utuh

Kurang Bersih Kurang Bersih

Kualitas Internal

Sampel

Ayam Kampung Telur Puyuh Telur Bebek

Warna

Indeks

Indeks

pH

BJ

Kuning

Kuning

Putih

Putih

Putih

Telur

Telur

Telur

Telur

Telur

Utuh

Bersih

0,25

1,5

Utuh

Bersih

0,13

0,5

0,3

2

43,10

Putih Kecoklatan

Haugh Unit

Krem dan 12,80

Berbintik hitam

55,02

Putih Tulang

Utuh

Kurang Bersih

Ayam Negeri

63,40

Coklat Muda

Utuh

Kurang Bersih

0,25

1,7

b. Pengamatan Sifat Fungsional Telur Telur sebagai emulsifier Jenis Ayam

Sampel

Gambar Sebelum

Gambar Sesudah

Perlakuan

Perlakuan

Keterangan

Tabung 1

Menyatu, berwarna

(Kuning)

kuning cerah

Ayam

Tabung 2

Tidak menyatu, berwarna

Kampung

(Putih)

putih

Tabung 3

Agak menyatu, berwarna

(Campuran)

sedikit kuning

Tabung 1

Menyatu, berwarna

(Kuning)

kuning pucat

Telur

Tabung 2

Tidak menyatu, berwarna

Puyuh

(Putih)

putih

Tabung 3

Menyatu, berwarna

(Campuran)

kuning pucat

Telur

Tabung 1

Agak menyatu, busa

Bebek

(Kuning)

banyak

Tabung 2 (Putih)

Tabung 3 (Campuran)

Menyatu, busa sedikit

Menyatu, busa sedang

Ayam

Tabung 1

Menyatu, berwarna

Negeri

(Kuning)

kuning

Tabung 2 (Putih)

Tabung 3 (Campuran)

Tidak menyatu

Kurang Menyatu

Telur sebagai clarifiying agent Jenis Ayam

Sampel

Gambar Setelah

Gambar Sesudah

Perlakuan

Perlakuan

Keterangan

Tabung 1

Padat dan

(Kuning)

mengikat

Ayam

Tabung 2

Kampung

(Putih)

Tabung 3 (Campuran)

Lunak dan kurang mengikat Agak lunak dan sedikit mengikat

Tabung 1

Sedikit

(Kuning)

mengikat

Telur

Tabung 2

Puyuh

(Putih)

Tabung 3 (Campuran)

Mengikat

Hancur, tidak mengikat

Tabung 1

Agak

(Kuning)

Mengikat

Telur

Tabung 2

Bebek

(Putih)

Tabung 3 (Campuran)

Tabung 1 (Kuning)

Ayam

Tabung 2

Negeri

(Putih)

Mengikat

Hancur / Tidak mengikat

Mengikat teh

Kurang Mengikat Teh

Tabung 3

Agak

(Campuran)

Mengikat

Telur sebagai pembentuk busa Jenis Ayam

Sampel

A (Putih)

V1

V2

%

Gambar

Gambar

Pembentu

Sebelum

Sesudah

kan Busa

Perlakuan

Perlakuan

25

80

2.2

45

100

1.22

6,5

7

7,69

8,5

10

17,69

13

19

46,14

Keterangan

Busa lebih banyak

Ayam Kampung

B (Telur)

A (Putih)

Busa lebih sedikit

Busa lebih sedikit

Telur Puyuh

B (Telur)

Telur

A

Bebek

(Putih)

Busa lebih banyak

Busa lebih banyak

B (Telur)

A (Putih)

50

55

10

37,5

60

37,5

60

90

60

Busa lebih banyak

Busa lebih banyak

Ayam Negeri B (Telur)

Busa lebih sedikit

4.2 Hasil Perhitungan 4.2.1 Kualitas Internal Telur Sampel

Ayam Kampung Telur Puyuh Telur Bebek Ayam Negeri

Indeks Kuning Telur 0,45

Indeks Putih Telur

BJ Putih Telur

Haugh Unit

0,048

1,72

229,48

0,4 0,44 0,5

0,04 0,0074 0,105

0,53 0,72 0,866

2,698 81,49 182,59

4.2.2 Telur sebagai pembentuk busa Jenis Telur Ayam Kampung Telur Puyuh Telur bebek

Sampel A (Putih) B (Telur) A (Putih) B (Telur) A (Putih) B (Telur)

%Pembentukan Busa 2,2 1,22 7,69 17,69 46,14 10

Telur Ayam Negeri

A (Putih) B (Telur)

37,5 60

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Pengamatan Karakteristik Berbagai Jenis Susu Pada praktikum karakteristik susu memerlukan sampel susu yang berbedabeda yaitu segar,susu UHT , susu pasteurisasi, susu kental manis, susu bubuk full cream, yoghurt dan susu rebus. Berdasarkan data pengamatan yang di diperoleh saat melakukan perbandingan warna susu pasteurisasi dan susu bubuk full cream memiliki warna yang lebih putih dibandingkan dengan susu yang lain. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan pernyataan Widodo (2003) bahwa Susu bubuk full cream memiliki warna putih kekuningan atau bisa juga disebut putih tulang pekat yang disebabkan oleh adanya kandungan lemak dan beta karoten yang menyebabkan susu itu berwarna kuning, sedangkan warna putihnya merupakan hasil dispersi cahaya dari butiran-butiran lemak ,protein, dan mineral yang ada di dalam susu. Pada perbandingan aroma, susu pasteurisasi memiliki aroma yang khas susu dari sampel susu yang lain sendangkan yoghurt memiliki aroma yang asam. Sampel susu yang memli kekentalan tertinggi adalah susu pasteurisasi sedangkan susu kental manis lebih encer dibandingkan dengan susu yang lain .Temperatur ikut juga menentukan viskositas air susu lalu tekstur susu lama-kelamaan semakin menental atau menggumpal, hal ini karena kasein susu juga tergumpalkan (Setya, 2012). Selain itu susu segar, susu pasteurisasi dan susu bubuk full cream memiliki cita rasa khas susu dibandingakn dengan susu yang lain. 5.1.2 Pengamatan pH Pada praktikum pengamatan pH memerlukan sampel susu yang berbedabeda yaitu segar,susu UHT , susu pasteurisasi, susu kental manis, susu bubuk full cream, yoghurt dan susu rebus. Berdasarkan data pengamatan yang di diperoleh saat melakukan pengamatan pH terendah yaitu yoghurt dengan hasil 5. Sampel susu yang lain saat di ukur pHnya memiliki hasil yang sama 6. Nilai pH yang rendah pada yoghurt sesuai dengan teori bahwa selama proses fermentasi, bakteri asam laktat akan memfermentasi karbohidrat yang ada hingga terbentuk asam laktat.

Pembentukan asam laktat ini menyebabkan peningkatan keasaman dan penurunan nilai pH. BAL akan memanfaatkan gula dalam susu untuk difermentasi menjadi asam laktat hingga terjadi penurunan nilai pH dan peningkatan keasaman.(Hidayat, 2013). 5.1.3 Pengamatan berat jenis susu Pada pengamatan berat jenis susu memerlukan sampel susu segar. Berdasarkan data pengamatan yang di diperoleh saat melakukan pengamatan berat jenis susu segar sebanyak 200 ml yaitu 1.026. Berat jenis susu pada SNI nomor 013141- 1998 adalah minimal 1,028. Jika berat jenis susu yang diukur kurang dari berat jenis SNI maka susu telah dicampur dengan cairan yang berat jenisnya kurang dari susu contohnya air. Semakin besar berat jenis susu, maka semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air dalam susu kecil. 5.1.4 Pengamatan pengaruh enzim terhadap susu Pada pengamatan pengaruh enzim terhadap susu dibutuhkan 2 sampel yang akan di berikan enzim. Ada dua perlakuan enzim yaitu dengan pemanasan dan tanpa pemanasan. Berdasarkan data yang diperoleh setelah melaksanakan pengamatan pengaruh enzim bromelin (ekstrak nanas) terhadap susu. Susu yang mendapatkan ekstrak nanas dengan perlakuan tidak panas akan lebih terhidrolisis proteinnya seperti terjadinya gumpalan dan aroma khas susu dan lebih kental. Hal tersebut disebabkan oleh enzim bromelin yang ditambahkan pada susu berkemampuan untuk memecah struktur molekul protein menjadi bentuk lebih sederhana (Suprapti, 2008). 5.1.5 Pengamatan Karakteristik Telur beberaoa spesies ternak 1. Kualitas Eksternal Pada pengamatan karakteristik kualitas eksternal telur berupa berat, warna, keutuhan, kebersihan, ketebalan cangkang dan ukuran rongga udara pada telur. Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh telur ayam negri memiliki kualitas

yang baik meskipun telurnya kurang bersih. Berat telur ayam negeri 64,40, memiliki warna coklat muda, utuh, kurang bersih, ketebalan cangkang 0,25 dengan ukuran rongga udara 1,7. Telur yang diproduksi ayam ras petelur tidak selamanya mempunyai struktur yang normal. Ketidaknormalan telur tersebut dapat terjadi pada kerabang atau pada isi telur (Buckle et al.,1986). Kualitas eksternal telur tentunya didukung dengan penanganan pada saat telur di panen. Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor yakni kualitas luarnya berupa kulit cangkang dan isi telur, faktor luar meliputi bentuk, warna, takstur, keutuhan dan kebersihan kulit. sedangkan faktor isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna serta posisi kuning telur dan ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur (Sarwono, 1986). 2. Kualitas internal Pada pengamatan karakteristik kualitas internal telur berupa warna kuning telur, indeks kuning telur, indeks putih telur, pH putih telur, Berat jenis putih telur, dan Haugh Unit. Sampel yang digunakan pada pengamatan ini yaitu telur ayam kampung, telur puyuh, telur bebek, telur ayam negeri. Berdasarkan data pengamatan yang di dapatkan terdapat perbedaan pada masing-masing telur. Warna kuning telur pada ayam negeri bernilai tinggi dari telur ayam yang lain yaitu 63,40. Indeks kuning telur juga pada telur ayam kampung putih kecoklatan, telur puyuh krem dan berbintik, telur bebek putih tulang dan telur ayam negri coklat muda. Indeks putih telur dari semua sampel utuh. Telur ayam kampung bersih, berat jenisnya 0,25 dan haugh unit 1,5. Telur puyuh bersih, berat jenisnya 0,13 dan haugh unit 0,5. Telur bebek kurang bersih, berat jenisnya 0.3 dan haugh unit 2. Telur ayam negri kurang bersih, berat jenisnya 0,25 dan haugh unit 1,7. Menurut Kurtini et al. (2014), standar dan pengkelasan telur (grading) ditunjukkan untuk penyediaan telur yang seragam, baik bentuk fisik maupun karakter kualitasnya. Dasar penetapan kelas (grade) dilihat dari telur yang utuh, albumen, dan yolk. Faktor kualitas internal berkaitan dengan pakan yang diberikan dan prinsip penyimpanan telur adalah mencegah evaporasi air, keluarnya CO2 dari dalam isi telur, dan mencegah masuknya mikroba ke dalam telur selama penyimpanan. Suhu penyimpanan telur

terbaik adalah 10ºC dan kelembaban ruang penyimpanan tidak boleh < 60% atau > 80% (Kurtini et al., 2014). 5.1.6 Pengamatan sifat fungsional telur 1. Pengamatan telur sebagai emulsifier Pada pengamatan telur sebagai emulsifier dilakukan tiga kali percobaan. Sampel yang di uji yaitu telur kampung, telur puyuh, telur bebek dan telur ayam negri. Disediakan 3 tabung reaksi yang akan di isi kuning telur (Tabung 1), putih telur (Tabung 2) dan campuran putih kuning telur (Tabung 3). Pada telur ayam kampung tabung 1 menyatu dan memiliki kuning cerah, tabung 2 tidak menyatu dan memiliki warna putih, tabung 3 agak menyatu serta warnanya sedikit kuning. Pada telur puyuh tabung 1 menyatu dan memiliki kuning pucat, tabung 2 tidak menyatu dan memiliki warna putih, tabung 3 menyatu dan memiliki kuning pucat. Pada telur bebek tabung 1 agak menyatu dan memiliki busa banyak, tabung 2 menyatu dan busa sedikit, tabung 3 menyatu dan memiliki busa sedang. Pada telur ayam negeri tabung 1 menyatu dan memiliki kuning, tabung 2 tidak menyatu dan memiliki warna putih, tabung 3 menyatu dan memiliki kuning pucat. Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk melokulnya yang dapat terikat baik pada minyak atau air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air maka akan terjadi disperse minyak dalam air sebagai contoh susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak terjadilah emulsi air dalam minyak. Gelatin dan albumin (putih telur), adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein (Winarno, 2008). 2. Pengamatan telur sebagai Clarifiying Agent Pada pengamatan telur sebagai clarifiying agent dilakukan 3 percobaan, Disediakan 3 tabung reaksi yang akan di isi kuning telur (Tabung 1), putih telur (Tabung 2) dan campuran putih kuning telur (Tabung 3). Berdasarkan data

pengamatan yang di dapat masing-masing sampel telur memiliki hasil yang berbeda-beda. Saat perlakuan beaker glass akan diberikan kuning telur, putih telu dan campuran kuning dan putih telur sebanyak 5 ml. Lalu akan diberikan serbuk teh yang dididihkan diatashot plate disertai pengadukan sampai mendidih. Tujuannya adalah agar kuning telur, putih telur, maupun campuran keduannya dapat serbuk teh. Putih telur terdiri dari albumin dan globulin, bermuatan positif yang menarik tanin bermuatan negatif dan dapat menghilangkan kotoran dengan cara mengikat . Keterkaitan peptida obligasi berupa hidrogen albumin dengan kelompok hidroksil ditemukan di tanin. Setelah dua pasang, mereka menjadi dinetralkan dan partikel menetap, karena berat badan mereka lebih berat. 3. Pengamatan telur sebagai pembentuk busa Berdasarkan data pengamatan yang didapatkan telur ayam negri pada percobaan (A) menghasilkan lebih banyak busa yaitu 2,2%. Pada telur puyuh percobaan (B) menghasilkan banyak busa yaitu 17,69%. Pada percobaan telur bebek percobaan (A) menghasilkan banyak busa yaitu 46,14%. Pada percobaan telur ayam negri percobaan (A) lebih banyak menghasilkan busa dibangding percobaan (B) yaitu 37,5%. Setiap sampel telur memiliki buih yang berbeda-beda hal tersebut bisa disebabkan oleh kualitas telur yang kurang bagus atau tingkat kecepatan pengocokan yang berbeda. Semakin cepat pengocokan maka udara yang terperangkap oleh sel telur semakin banyak sehingga buih yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat aslinya(Sitrait,1986).

BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Setiap susu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan kandungan gizi yang berbeda-beda pula. Berbagai jenis susu yang mengalami berbagai proses pengolahan yang berbeda, sehingga kadar kandungan nutrisi dan gizi pada susu tersebut juga berbeda yang menyebabkan susu memiliki karakteristik yang berbeda pula baik dalam segi warna, aroma, rasa, kekentalan, pH dan berat jenis. 2. Waktu penyimpanan telur sangan mempengaruhi karakteristik eksternal maupun karakteristik internal pada telur. Semakin lama telur disimpan, maka warna telur semakin memudar dan cangkang telur semakin menipis. Pada kualitas internal telur Semakin lama penyimpanan, nilai indeks albumen dan yolk semakin menurun akibat tercampurnya kedua bagian telur tersebut. 3. Bagian telur yang sangat efektif sebagai emulsifier dan clarifying agent yaitu kuning telur karena koagulasinya lebih padat daripada mengunakan putih telur. Sedangkan bagian telur yang memiliki daya buih paling tinggi yaitu putih telur. 6.2 Saran Saat melakukan praktikum sebaiknya waktu praktikum dimanajemen sebaik mungkin selain itu kelengkapan alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat terpenuhi dan praktikum selanjutnya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : PT Dian Rakyat. Asryani, D. M. 2007. Eksperimen Pembuatan Kecap Manis dari Biji Turi dengan Bahan Ekstrak Buah Nanas. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Bell, D.D and W.D Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Production. Gaitherburg, MD. USA. Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995. Susu Pasteurisasi. Jakarta: BSN. Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-3950. Susu UHT. Jakarta: BSN. Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 2981 .Yoghurt. Jakarta: BSN. Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 3141.1. Susu Segar. Jakarta: BSN. Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 2971: 2011. Susu Kental Manis.Jakarta: BSN. Bernasconi. 1995. Teknologi Pangan. Jakarta : Gramedia. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1986. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Jakarta : UI Press. Budiman, A.K, 2009. Protein dan Asam Amino. Sumatra: Universitas Sumatra Utara. Bylund, G. 2003. Dairy Processing Handbook, 2nd ed. Lund: Tetra Pak Processing System AB. Haryoto. 1998. Pengawetan Telur Segar .Yogyakarta : Penerbit Kansius. Hidayat, I.R. 2013. Total Bakteri Asam Laktat, Nilai Ph Dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt Dari Susu Sapi Yang Diperkaya Dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1 : 160 – 167.

Gamman, P. M. 1992. Ilmu Pangan Nutrisi Dan Mikrobiologi. Yogyakarta.: UGMPress. Kamel, B.S. 1919. Food additive User's Handbook. New York : Van Nostrand Reinhold. Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2014. Produksi Ternak Unggas. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA). Lestari, P, I. 2009. Analisis Relationship Marketing antara Peternakan Pamulihan Farm dengan Pemasok dan Pelanggannya. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lukito, G. A., Suwasrastuti dan Hintono. 2012. Pengaruh berbagai metode pengasinan terhadap kadar NaCl, kekenyalan dan tingkat kesukaan konsumen pada telur puyuh asin. Animal Agriculture Journal. 1 (1) : 829-838. Ismayani, Yeni. 2008. Kreasi Favorit dengan Yoghurt. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Resi, K. 2009. Pengaruh Sistem Pemberian Pakan yang Mengandung Duckweed terhadap Produksi Telur Itik Lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Mataram. Mataram. Sarwono, S.W. 1986. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta : Bulan Bintang. Siregar, R., A. Hintono,dan S. Mulyani. 2012. Perubahan sifat fungsional telur ayam ras pasca pasteurisasi. Anim. Jurnal Agriculture. 1(12):521-528. Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Setya , Wardana. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Surakarta : UNISRI Press. Suriawiria. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung : Angkasa. Suprijatna, E. U. 2005. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta : Penebar Swadaya. Suprapti, L. 2008. Produk-produk Olahan Ikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Ayam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Syarief, R. dan H. Halid. 1990. Buku Monograf Teknologi Penyimpanan Pangan. Laboratorium Rekayasa Pangan dan Gizi. Bogor : IPB Press. Murtini, E.S dan Qomarudin. 2003. Pengempukan Daging dengan Enzim Protease. Jakarta : Gramedia. Maxes, P.A. 1984. Ilmu Pangan. Jakarta : Gramedia. Nahariah, E. Abustam dan R. Malaka. 2010. Karakteristik Fisikokimia Tepung Putih Telur Hasil Fermentasi Saccharomyces cereviceae dan Penambahan Sukrosa pada Putih Telur Segar. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan,Universitas Hasanuddin. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Makassar. 1(1): 35-42. Usmiati, S., dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor : Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Depok : Lacticia Press. Winarno. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Related Documents


More Documents from ""