Laporan Studi Radiotracer Dan Detektor Radiasi.docx

  • Uploaded by: Fianti Damayanti
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Studi Radiotracer Dan Detektor Radiasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,801
  • Pages: 27
LAPORAN STUDI “RADIOTRACER DAN DETEKTOR RADIASI”

Oleh : Rizki Amalia / 17030230401 Fianti Damayanti / 17030234019 Nur Wanda A./ 17030234021

KIMIA A JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019 A. RADIOTRACER

Ide dasar di balik penggunaan radiotracers adalah semua isotop yang diberikanelemen akan berperilaku sama secara kimia. Dengan demikian, atom-atom radioaktif

24

Na akan

berperilaku dengan cara yang sama seperti yang dari 23Na stabil dalam sistem kimia kecuali untuk efek karena perbedaan kecil dalam massa. Dengan menggunakan teknik analisis kimia konvensional, biasanya orang bisa mendeteksi nanogram ke jumlah mikrogram suatu zat. Untuk

23

Na, jumlah ini akan sesuai dengan kebutuhan 1013-1016 atom untuk mendapatkan

respons analitis. Untuk atom radioaktif, seperti 24Na, satu disintegrasi yang terdeteksi sesuai dengan pembusukan satu atom. Teknik radioanalitik rutin akan memungkinkan deteksi jumlah yang 105 kali lebih kecil dari yang dibutuhkan untuk analisis kimia. Ini sensitivitas tinggi sangat penting dalam sejumlah studi. Misalnya, aktivitas spesifik tritium murni adalah ~30 Ci/mmol. Dengan demikian, seseorang dapat mentolerir pengenceran faktor 10 12 dan masih mendeteksi senyawa berlabel tritium. Dengan demikian dimungkinkan untuk dideteksi terjadinya zat metabolik yang biasanya hadir pada tingkat rendah konsentrasi untuk menentang metode identifikasi kimia yang paling sensitif. Seseorang

dapat

mengukur

aktivitas

enzim

dengan

mengikuti

tingkat

penghilangansubstrat berlabel atau tingkat penampilan produk berlabel. Biologis senyawa, seperti vitamin atau hormon, yang biasanya dalam kadar rendah seperti itu. Seseorang dapat mengukur aktivitas enzim dengan mengikuti tingkat penghilangan substrat berlabel atau tingkat penampilan produk berlabel. Biologis senyawa, seperti vitamin atau hormon, yang biasanya dalam rendah seperti itukonsentrasi yang membuat deteksi sulit, dapat diukur menggunakan radiotracer teknik seperti radioimmunoassay (RIA). Keuntungan unik dari eksperimen radiotracer termasuk sensitivitasnya yang tinggi,kesederhanaannya, dan biaya yang kecil (dibandingkan dengan teknologi pesaing seperti spektrometri massa). Dalam percobaan yang dirancang dengan baik, keberadaan radiotracers tidak mempengaruhi sistem yang diteliti dan analisis apa pun tidak merusak. Gangguan dari spesies lain yang mungkin ada tidak penting (dibandingkan dengan metode analisis konvensional di mana gangguan dapat menggagalkan analisis). Mungkin keuntungan paling luar biasa dari penggunaan radioisotop adalah peluangditawarkan untuk melacak mekanisme dinamis. Fenomena biologis seperti ion transportasi melintasi membran sel, pergantian, metabolisme perantara, atau translokasi pada tanaman bisa, sebelum munculnya metode radiotracer, hanya didekatisecara tidak langsung.

1. DESAIN EKSPERIMEN RADIOTRACER a. Kriteria Desain Dasar Penggunaan

radiotracers

tergantung

pada

asumsi

dasar

tertentu

yang

dipenuhi.Asumsi pertama, yang disebutkan di atas, adalah isotop radioaktif yang diberikanelemen berperilaku identik sebagai isotop stabil dari elemen yang sama. Sebenarnya,asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Perbedaan massa antara radiotracerinti dan inti stabil dapat menyebabkan pergeseran dalam laju reaksi atau kesetimbanganefek isotop). Memang benar, bagaimanapun, bahwa dalam banyak kasus efek isotop tidak signifikanmempengaruhi kegunaan metode radioisotop. Karena tingkat kimianyastabilitas ikatan karena gerakan getaran secara langsung berkaitan dengan akar kuadrat darimassa isotop yang terlibat, jelas bahwa efek isotop akan menjadi pentinghanya untuk elemen dengan berat atom rendah. Isotop hidrogen menunjukkan kasus ekstrem. Jadi, 1H, 2H (D), dan 3H (T)hampir tidak dapat diharapkan untuk bertindak sebagai zat yang sama secara kimia sejak kerabatperbedaan massa sangat besar. Karenanya, tritium tidak dapat digunakan secara tidak kritis pelacak untuk hidrogen dalam hal laju reaksi, meskipun, tentu saja, penggunaannya dalam menentukan. Lokasi hidrogen dalam suatu organisme tidak dilarang. Dalam kasus radioaktif 14C dan stabil 12C, ada perbedaan~15% dalam massayang dapat mempengaruhi hasil beberapa penelitian. Secara umum, orang harus mencatat bahwa apa yang disebut efek isotop, pada kenyataannya, harus dipertimbangkan dari sudut pandang dua tipe dasar: efek isotop intramolekul dan intermolekul. b. Pertimbangan Praktis Ketersediaan Radiotracer faktor utamanya adalah apakah radioisotope elemen yang akan dilacak tersedia dengan karakteristik yang tepat (paruh, partikelenergi, dll.). Misalnya, meskipun radioisotop oksigen dan nitrogen akansangat diinginkan dalam banyak penyelidikan, radionuklida berumur panjang yang tersediaelemen-elemen ini memiliki waktu paruh masing-masing 2 dan 10 menit. Jelas, pendek sekaliwaktu paruh sangat membatasi penggunaan isotop tersebut untuk banyak eksperimen pelacak. Disisi

lain, untuk beberapa elemen, pilihan radioisotop yang dapat digunakan mungkin tersediaseperti 22Na atau 24Na dan 57Co atau 60Co. Yang sama pentingnya adalah spesifik yang tersediaaktivitas radionuklida yang diberikan. Ada radionuklida, seperti

36

Cl, yang

tidak bisamudah dibuat dengan aktivitas spesifik yang diinginkan. Idealnya, radiotracer harusmemiliki waktu paruh yang beberapa kali durasi percobaan untuk mengurangi atauhindari koreksi untuk pembusukan, tetapi cukup pendek untuk tidak menyebabkan kontaminasi jangka panjangatau masalah pembuangan. Jika memungkinkan, radiasi yang dipancarkan harus relatif mudahmendeteksi Faktor kedua adalah apakah senyawa yang ditandai ingin secara komersialtersedia atau dapat dengan mudah disintesis. Perhitungan

Jumlah

Pelacak

yang

Dibutuhkan

untuk

Radiotracer

Eksperimenpercobaan harus, secara umum, melibatkan jumlah radioaktivitas yang mudah dideteksi.Ada sedikit alasan untuk melakukan percobaan pelacakan di mana hasilnyatidak pasti karena kurangnya jumlah yang diamati atau satu yang memerlukan paling dalamsistem penghitungan tingkat rendah. Sebagai contoh bagaimana perhitungan seperti itu dilakukan, mari kita pertimbangkan latihan laboratorium untuk menentukan konstanta produk kelarutan perakiodida. Evaluasi Bahaya Hal pertama yang dipertimbangkan adalah kemungkinan bahaya ke eksperimen atau ke rekan kerja. Dalam sebagian besar eksperimen radiotracer, bahaya dari radiasi eksternal langsung tidak menimbulkan masalah serius. Namun, ada situasi di mana tidak demikian halnya, misalnya tinggi tingkat (millicuries) dari pemancar g-ray digunakan. Misalnya, 10 mCi dari 24Na akan memberikan dosis sekitar 204 miliroentgens per jam (mR / jam) (pada jarak 1 kaki).Orang juga harus sangat berhati-hati tentang dosis radiasi yang dikirim ke tangan dan jari sambil memegang bahan radioaktif. Hal lain yang menjadi perhatian dalam penggunaan pelacak pemancar



-

atau

β

-

adalah

kemungkinan menelan senyawa berlabel, khususnya mereka yang diketahui memiliki waktu pergantian yang lama dalam tubuh manusia. Inimasalah dibuat akut di mana sampel dalam bentuk aerosol atau kering bubuk pada beberapa tahap percobaan. Kerusakan radiasi pada sistem biologis yang diteliti dapat terjadi pada dua tingkat: fisiologis dan histologis. Secara umum, dosis radiasi yang lebih tinggi diperlukan untuk itu dapatkan jenis kerusakan yang terakhir. Setiap kali diduga bahwa kerusakan radiasi adalahmemengaruhi respons fisiologis organisme, disarankan untuk mengulangi

percobaan dengan tingkat radioaktivitas yang lebih rendah, sambil mempertahankan hal yang samatingkat kimia total senyawa yang diberikan. Efek biologik dari radiasi dari dosis radiotracer telah dilaporkan terjadi pada tingkat dosis berikut: 0,045 badan pada tikus, 0,8

μ Ci 32P/g berat badan pada tikus, 47

pada tikus dan tikus, 0,5

μ Ci

131

I/g berat

μ Ci24Na/g berat badan

μ Ci89Sr/g berat badan pada tikus dan tikus, 0,05

Ci32P/mL larutan pemeliharaan untuk larva nyamuk, dan 2

μ

μ Ci32P/L larutan nutrisi

untuk tanaman jelai. 2. PERSIAPAN RADIOTRACER DAN SENYAWANYA Ada beberapa ratus radionuklida yang telah digunakan sebagai radiotracers. Sebagian daftar sifat-sifat nuklida ini dan metode produksinyaditunjukkan pada Tabel 4.1. Tiga mekanisme produksi umum untuk primerradionuklida adalah (n, g) atau (n, p) atau (n, a) reaksi dalam reaktor nuklir (R),reaksi yang diinduksi partikel bermuatan biasanya melibatkan penggunaan siklotron (C),dan inti produk fisi (F), biasanya diperoleh dengan pemisahan kimia dariuranium yang diiradiasi. Inti kaya neutron umumnya dibuat menggunakan reaktor atau Tabel 1Pelacak Yang Biasa Digunakan

sebagai produk fisi, sedangkan inti kaya proton diproduksi dalam siklotron. [Tidak ditunjukkan pada Tabel 1 adalah pemancar positron berumur pendek,

11

C,

13

N,

15

O, dan

19

Fbiasa digunakan dalam positron emission tomography (PET), yang diproduksi di

Indonesiasiklotron.] 1. Sintesis Kimia Label 14C dapat dimasukkan ke dalam beragam senyawa menurut standar prosedur sintetik kimia organik. Selain itu, beberapa metode baru milikitelah dirancang untuk menghemat radionuklida yang digunakan. Saat sintesis kimiamungkin, biasanya metode pilihan. Metode sintetik memberikan yang terbaikkontrol atas hasil, posisi label, dan kemurnian produk. Untuk semua sintesismelibatkan

14

C, Ba14CO3 biasanya diambil

sebagai bahan awal. Cukup sering inidikonversi menjadi 14CO2 untuk sintesis. Sintesis kimiawi senyawa berlabel mengalami beberapa batasan dan masalah, meskipun. Satu batasan menyangkut jumlah dan biaya radioaktifbahan awal. Faktor ini mengharuskan merancang rute sintetis ke yang diinginkansenyawa di mana radiolabel dapat dimasukkan di dekat akhir urutanreaksi, sehingga untuk mengamankan setinggi mungkin hasil keseluruhan dari bahan berlabel mungkin.Saat ini, banyak senyawa berlabel tersedia secara komersial sebagai permulaanbahan untuk sintesis. Namun, dalam merencanakan rute sintetis baru, perlupertimbangkan kompatibilitasnya dengan bahan awal spesifik yang tersedia. Kerugian lain dari sintesis kimia adalah ketika digunakan untuk memproduksi senyawa biologis penting tertentu, seperti asam amino, rasemikcampuran hasil D dan L isomer. Karena organisme, pada umumnya, memetabolismeL-form selektif, seperti dalam kasus asam amino, penggunaan rasemat seperti dipenyelidikan biologis agak tidak fisik dan dapat mengarah pada yang tidak diinginkankebingungan. Metode untuk resolusi campuran rasemat tersedia. Kebanyakanini membosankan dan tidak cocok untuk operasi skala kecil. 2. Biosintesis Organisme hidup, atau sediaan enzim aktif, menawarkan biokimia yang berarti menyintesissenyawa berlabel tertentu yang tidak tersedia melalui sintesis kimia. Ini

termasuk makromolekul (protein, polisakarida, asam nukleat, dll) dan banyak molekul yang lebih sederhana (vitamin, hormon, asam amino, dan gula). Itukeberhasilan penggunaan biosintesis untuk produksi senyawa berlabel yang diberikantergantung pada beberapa faktor. Pertama, suatu organisme harus dipilih yang akan disintesisdan mengakumulasi jumlah praktis dari senyawa yang diinginkan. Kondisi budayaharus ditetapkan untuk memberikan hasil optimal dari aktivitas spesifik tinggi. Terakhirdan yang paling penting, Anda harus merencanakan untuk mengisolasi dan memurnikan senyawa berlabel, sebagaiserta menentukan pola distribusi label, jika label tertentu diinginkan. Metode fotosintesis menawarkan keuntungan menggunakan

14

CO2 yang relatif

murah(dari Ba14CO3) sebagai bahan awal. Pati karbon-14 berlabel, glukosa,fruktosa, dan sukrosa dapat diisolasi dengan hasil yang baik dari daun hijau atau suspensi algayang telah terpapar 14CO2 dan diterangi untuk waktu yang lama. Mikroorganisme

atau

sistem

enzim

digunakanmenghasilkan asam organik berlabel

yang

dibuat

darinya

telah

14

C, baik dengan sintesis langsung atau

transformasi substrat berlabel. Beberapa spesies mikroorganisme telah digunakan untuk menghasilkan asam lemak lebih tinggi dengan kondensasi. Secara umum, prosedur biosintesis cenderung melelahkan dan terbatas pada skala keciloperasi. Seseorang sering menghadapi masalah pemurnian ketika berusaha mengisolasi senyawa biologis spesifik dalam sistem khas. 3. Pelabelan Tritium Senyawa dapat diberi label dengan tritium dengan beberapa metode. Sintetis klasik metode yang memanfaatkan zat antara yang berlabel memiliki keuntungan menghasilkan produk itumemiliki aktivitas spesifik yang dapat diprediksi, secara spesifik diberi label, dan memiliki minimumproduk sampingan yang sudah tua. Di antara metode pelabelan tritium adalah: 1) Dengan Mengurangi Prekursor Tak Jenuh Metode pemilihan labeldengan tritium adalah reduksi dari prekursor tak jenuh yang cocok (mengandung gandaikatan, gugus karbonil,

dll.)

dengan

gas

tritium

bebas-pembawa

atau

hidrida

logam

tritiated.Keterbatasan utama dari metode ini adalah ketersediaan yang tidak jenuh yang sesuaiprekursor senyawa yang diinginkan. Sangat penting untuk melakukan

sintesis dalam nonhydroxylicpelarut (dioksan, etil asetat, dll.). Pengurangan dilakukan dalam alkohol atauair akan menyebabkan pertukaran gas tritium yang hampir lengkap dengan pelarut. 2) Dengan Pertukaran Reaksi Pelabelan tritium acak dapat diamankan dengan sederhanametode pertukaran, dengan atau tanpa aksi katalitik. Meski kegiatan spesifik tinggidapat diperoleh dengan metode ini, beberapa tritium yang diperkenalkan mungkin labil.Penghapusan tritium labil ini dan pemurnian produk diperlukan. 3) Dengan Paparan Gas Pada pertengahan 1950-an, Wolfgang dan Rowland menjelaskanpelabelan recoil tritium dari senyawa organik. Wilzbach, pada tahun 1957, pertama kali menggambarkanpendekatan yang disederhanakan untuk pelabelan acak dengan tritium yang kemudian disebutMetode paparan gas Wilzbach. Dalam metode ini, senyawa yang akan diberi label adalahterkena sejumlah Curie gas tritium bebas-pembawa di kapal reaksi tertutupperiode beberapa hari hingga beberapa minggu. Energi dilepaskan dalam disintegrasitritium dan diserap oleh sistem menyediakan energi aktivasi yang diperlukan untuklabel efek. Senyawa yang dilabeli dengan metode Wilzbach “umumnya diberi label(G). ”Aktivitas spesifik 1–125

μ

Ci / g senyawa murni telah dilaporkan. Namun, pelabelan Wilzbach sering disertai dengan pembentukan oleh-produk sampingan dari aktivitas spesifik tinggi. Seperti dalam kasus pelabelan pertukaran, sebagian besar tritium dalam senyawa berlabel sering labil. Ini pembentukan produk samping berlabel adalah masalah utama dari paparan gas metode karena aktivitas spesifik produk sampingan mungkin beberapa urutan besarnya lebih besar dari senyawa yang diinginkan. Secara umum, karena besarnya prosedur pemurnian yang diperlukan dan sifat pelabelan acak, kami menyarankan bahwa semua rute sintetis lainnya dieksplorasi sebelum pemaparan gasmetode dipilih. 4. Radiolisis Senyawa berlabel Dalam banyak situasi, pelaku eksperimen akan lebih memilih untuk membeli senyawa berlabelpemasok komersial daripada berupaya mensintesis mereka. Radiokimia kemurnian senyawa yang dibeli tersebut tidak dapat diasumsikan. Komposisi diri akibat radiasi (Radiolisis) dapat menyebabkan pembentukan berbagai degradasi berlabelproduk

yang harus dihilangkan sebelum percobaan penggunaan senyawa.Tingkat radiolisis tergantung pada sifat senyawa berlabel, berapa lamatelah disimpan, dan cara penyimpanannya. Radiolisis paling signifikan terjadi padapemancar

β -berenergi

rendah (terutama tritium) karena energi peluruhan dihamburkanhampir seluruhnya dengan senyawa itu sendiri. Selanjutnya, pengotor melibatkan lainnyaradionuklida mungkin ada. B. DETEKTOR RADIASI 1. Besaran yang Diukur Secara definisi, radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir. Radiasi ini memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh panca indra manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan. Sebagaimana sifatnya yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca indera manusia, maka untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi, atau dosisnya. 

Kuantitas radiasi Kuantitas radiasi adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus dengan aktivitas sumber radiasi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.

Gambar 1: hubungan antara aktivitas dan kuantitas

Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran (kuantitas radiasi) merupakan sebagian dari radiasi yang dipancarkan oleh sumber. 

Energi radiasi (E) Energi radiasi merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Bila sumber radiasinya berupa radionuklida maka tingkat atau nilai energi radiasi yang dipancarkan tergantung pada jenis radionuklidanya. Kalau sumber radiasinya berupa pesawat sinar-X, maka energi radiasinya bergantung kepada tegangan anoda (kV). Tabel 1 menunjukkan contoh energi radiasi yang dipancarkan oleh beberapa radionuklida. Tabel 1: probabilitas dan energi beberapa jenis isotop



Jenis radionuklida

Energi

Probabilitas

Cd-109

88 keV

3,70%

Cs-137

662keV

85%

Co-60

1173 keV dan 1332 keV

99% dan 100%

Dosis radiasi Dosis radiasi menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh radiasi. Nilai dosis ini sangat ditentukan oleh kuantitas radiasi, jenis radiasi dan jenis bahan penyerap. Dalam proteksi radiasi pengertian dosis adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi Penggunaan sistem pengukur radiasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok

yaitu untuk kegiatan proteksi radiasi dan untuk kegiatan aplikasi/penelitian radiasi nuklir. Alat ukur radiasi yang digunakan untuk kegiatan proteksi radiasi harus dapat menunjukkan nilai dosis radiasi yang mengenai alat tersebut. Sedangkan alat ukur yang digunakan di bidang aplikasi radiasi dan penelitian biasanya ditekankan untuk dapat menampilkan nilai kuantitas radiasi atau spektrum energi radiasi yang memasukinya. Setiap alat ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu detektor dan peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang jadi bila

dikenai radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response) tertentu yang lebih mudah diamati sedangkan peralatan penunjang, biasanya merupakan peralatan elektronik, berfungsi untuk mengubah tanggapan detektor tersebut menjadi suatu informasi yang dapat diamati oleh panca indera manusia atau dapat diolah lebih lanjut menjadi informasi yang berarti. Gambar 2. menunjukkan bagian utama deteksi radiasi.

Gambar 2: konstruksi alat ukur radiasi 2. Mekanisme Pendeteksian Radiasi Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang terjadi di dalam medium karena adanya penyerapan energi radiasi oleh medium tersebut. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme atau interaksi yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering dimanfaatkan untuk mendeteksi atau mengukur radiasi adalah proses ionisasi dan proses sintilasi. 

Proses ionisasi Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatannya di dalam atom. Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.

Gambar 3: peristiwa terlepasnya elektron ketika dikenai radiasi (ionisasi langsung) Jumlah pasangan ion, elektron yang bermuatan negatif dan sisa atomnya yang bermuatan positif sebanding dengan jumlah energi yang terserap.

N adalah jumlah pasangan ion, E adalah energi radiasi yang terserap dan w adalah daya ionisasi bahan penyerap, yaitu energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah proses ionisasi. Jadi dalam proses ionisasi ini, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila diberi medan listrik maka elektron yang dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan bergerak menuju ke kutub positif. Pergerakan elektron- elektron tersebut dapat menginduksikan arus atau tegangan listrik yang dapat diukur oleh peralatan penunjang misalnya Amperemeter ataupun Voltmeter. Semakin banyak radiasi yang mengenai bahan penyerap atau semakin besar energi radiasinya maka akan dihasilkan arus atau tegangan listrik yang semakin besar pula. 

Proses Sintilasi Proses sintilasi adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan adalah radiasi sinar -X tetapi karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri dengan unsur aktivator, yang berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang, maka radiasi yang dipancarkannya berupa sinar tampak. Proses sintilasi ini akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan elektron tersebut dapat disebabkan karena lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih tinggi bila dikenai radiasi (proses eksitasi). Jadi dalam proses

sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak kekosongan elektron di orbit sebelah dalam sehingga semakin banyak percikan cahayanya.

Gambar 4: proses sintilasi penyerapan energi radiasi (kiri) dan pemancaran cahaya (kanan) 3. Jenis Detektor Radiasi a.

Detektor Isian Gas Detektor isian gas adalah detektor yang paling banyak digunakan untuk mengukur radiasi (Safitri, dkk, 2011). Detektor isian gas merupakan tabung tertutup yang berisi gas dan terdiri dari 2 buah elektrode. Dinding tabung sebagai elektrode negatif (katode) dan kawat yang terbentang di dalam tabung pada poros sebagai elektrode positif (anode). Skema detektor isian gas disajikan pada gambar berikut (Surakhman dan Sayono, 2009).

Gambar 1. Detektor isian gas

Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik. Adapun skema dari proses ionisasi disajikan pada gambar berikut

Gambar 2. Proses ionisasi Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain. Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses avalanche. Jumlah pasangan ion yang terbentuk bergantung pada jenis dan energi radiasinya. 

Radiasi alfa dengan energi 3 MeV misalnya, mempunyai jangkauan (pada tekanan dan suhu standar) sejauh 2,8 cm dapat menghasilkan 4.000 pasangan ion per mm lintasannya.



Radiasi beta dengan energi kinetik 3 MeV mempunyai jangkauan dalam udara (pada tekanan dan suhu standar) sejauh 1.000 cm dan menghasilkan pasangan ion sebanyak 4 pasang tiap mm lntasannya. Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu

detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller (GM).

a. Detektor Kamar Ionisasi Detektor kamar ionisasi beroperasi pada tegangan paling rendah. Jumlah elektron yang terkumpul di anoda sama dengan jumlah yang dihasilkan oleh ionisasi primer. Dalam kamar ionisasi ini tidak terjadi pelipat-gandaan (multiplikasi) jumlah ion oleh ionisasi sekunder. Dalam daerah ini dimungkinkan untuk membedakan antara radiasi yang berbeda ionisasi spesifikasinya, misalnya antara partikel alfa, beta dan gamma. Namun, arus yang timbul sangat kecil, kira-kira 10-12 A sehingga memerlukan penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi (Hidayanto, 2009). b. Detektor Proporsional Salah satu kelemahan dalam mengoperasikan detektor pada daerah kamar ionisasi adalah out put yang dihasilkan sangat lemah sehingga memerlukan penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, tetapi masih tetap dapat memanfaatkan kemampuan detektor dalam membedakan berbagai jenis radiasi, maka detektor dapat dioperasikan pada daerah proporsional (Hidayanto, 2009). Alat pantau proporsional beroperasi pada tegangan yang lebih tinggi daripada kamar ionisasi. Daerah ini ditandai dengan mulai terjadinya multiplikasi gas yang besarnya bergantung pada jumlah elektron mula-mula dan tegangan yang digunakan. Karena terjadi multiplikasi maka ukuran pulsa yang dihasilkan sangat besar. (Hidayanto, 2009).

Multiplikasi terjadi karena elektron-elektron yang dihasilkan oleh ionisasi primer dipercepat oleh tegangan yang digunakan sehingga elektron tersebut memiliki energi yang cukup untuk melakukan ionisasi berikutnya (ionisasi sekunder). Meskipun terjadi

multiplikasi, namun jumlah elektron yang dihasilkan tetap sebanding (proporsional) dengan ionisasi mula-mula. Karena itu dinamakan alat pantau proporsional (Hidayanto, 2009). Keuntungan dari alat pantau proporsional adalah bahwa alat ini mampu mendeteksi radiasi dengan intensitas cukup rendah. Namun, memerlukan sumber tegangan yang super stabil, karena pengaruh tegangan pada daerah ini sangat besar terhadap tingkat multiplikasi gas dan juga terhadap tinggi pulsa out put (Hidayanto, 2009). c. Detektor Geiger Mueller Sejak ditemukan detektor radiasi pengion oleh Hans Geiger pada tahun 1908, kemudian tahun 1928 disempurnakan oleh Walther Mueller menjadi tabung detektor Geiger-Mueller yang konstruksinya sederhana dibandingkan dengan jenis detektor yang lain. Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau lainnya (gas mulia dan gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu (Safitri, dkk, 2011). Detektor Geiger (Geiger Counter) merupakan alat ukur cacah radiasi yang berdasarkan pada prinsip ionisasi atom-atom gas. Detektor ini berisi gas pada tekanan rendah, kawat halus yang berfungsi sebagai anode, dan selubung silinder sebagai katode. Jika terdapat partikel dari radiasi bahan radioaktif yang masuk melalui jendela (window) detektor, maka partikel itu dipercepat oleh anode, sehingga dapat mengionisasi gas disekitar anode, dan akibatnya diperoleh pulsa listrik. Cacah pulsa listrik itu sebanding dengan jumlah partikel dari bahan radioaktif yang masuk detektor (Jati dan Priyambodo, 2010: 308). b. Detektor Sintilasi Detektor jenis ini merupakan alat ukur cacah radiasi oleh bahan radioaktif, atau radiasi oleh alam pada berbagai nilai tenaga dari partikel atau foton yang dideteksi. Jika sinar jatuh pada kristal scintilator (NaI) maka kristal berpendar. Hal ini disebabkan oleh elektron atau atom dari kristal yang tereksitasi, dan kemudian kembali ke arah bawah dengan mengemisi foton. Radiasi foton itu mengenai katode, dan selanjutnya katode melepas elektron yang disebut radiasi fotokatode. Selanjutnya, kelajuan elektron

diperbesar dengan melewatkannya pada beda potensial bertingkat sehingga potensialnya naik secara bertahap, serta diperkuat oleh tabung fotomultiplier. Detektor ini juga mampu memberi informasi tenaga dari partikel atau foton yang ditangkap oleh detektor itu (Jati dan Priyambodo, 2010: 308). Detektor sintilasi terdiri dari dua bagian, yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik a. Sintilator Cair (Liquid Scintillation) Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.

Gambar 3. Sintilator Cair Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai photomultiplier. Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan gambar di bawah. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan

dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.

Gambar 4. Proses Sintilasi Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier. Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai detektor radiasi. 1)

Kristal NaI(Tl) Detektor NaI(Tl) merupakan detektor jenis sintilasi. Bahan sintilator berupa kristal tunggal Natrium Iodida yang didopping dengan sedikit Tallium. Sinar gamma yang terdeteksi berinteraksi dengan atom-atom bahan sintilator berupa interaksi efek fotolistrik, hamburan Compton, dan efek pembentukan pasangan. Elektron bebas hasil interaksi selanjutnya akan mengalami proses ionisasi dan penetralan (excitasi).

2) Kristal ZnS(Ag) 3) Kristal LiI(Eu) 4) Sintilator Organik b. Tabung Photomultiplier

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik. Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 4. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.

Gambar 5. Tabung Photomultiplier Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik. Kelebihan Detektor Sintilasi 

Bekerja sangat cepat; yaitu dapat memberikan pulsa listrik dan kembali ke tahanan semula, kemudian siap digunakan lagi dalam waktu yang sangat pendek (10-8 s).



Dapat dirancang untuk memberikan ukuran pulsa yang berbanding lurus dengan kehilangan energy radiasi di dalam sintilator.



Mempunyai efisiensi pendeteksian terhadap sinar

gamma lebih tinggi

dibandingkan pencacah isi gas. c.

Detektor Zat Padat Berdasarkan daya hantarnya, bahan dibagi menjadi: konduktor, semikonduktor, dan isolator. Pada kristal, elektron berada pada tingkat-tingkat energi yang sangat berdekatan hingga menyerupai pita energi. Detektor ini menggunakan bahan utama semikonduktor yang merupakan gandengan positif (P) dan negatif (N). Jika detektor tidak teradiasi, maka tidak mengalirkan arus listrik, sedangkan apabila ada radiasi dapat memberikan lubang (hole) pada bahan gabungan, sehingga muncul arus listrik. Alat ini cukup sederhana, hanya saja volume aktif bahan yang dimiliki sangat kecil (Jati dan Priyambodo, 2010: 309). Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

Gambar 6. Bahan semikonduktor Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke

pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi. Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

Gambar 7. Proses perubahan energi radiasi menjadi energi listrik Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik. Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila

kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi. Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan. Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

4. Keunggulan - Kelemahan Detektor Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi. Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan. Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan

intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor. Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran. Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal. Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.

Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.

DAFTAR PUSTAKA G.F. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley, Toronto, 1989. Hidayanto, Eko. 2009. Detektor Radiasi. Diakses pada tanggal 24 Februari 2019 Jati B. Murdaka Eka dan Priyambodo T. Kuntoro. 2010. Fisika Dasar untuk Mahasiswa Ilmuilmu Eksakta dan Teknik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. K. Debertin and R.G. Helmer, Gamma and X-ray Spectrometry with Semiconductor Detectors, North-Holland, Amsterdam, 1988. Kenneth S. Crane, Introductory Nuclear Physics, John Wiley & Sons, Toronto, 1988. Loveland, Walter D. David J. Morrissey, dan Glenn T. Seaborg. 2006. Modern Nuclear Chemistry. Hooken: John Willey & Sons, Inc. Safitri Irma, dkk. 2011. Jurnal Perbandingan Karakteristik Detektor Geiger-Mueller Self Quenching dengan External Quenching. Diakses pada tanggal 24 Februari 2019. Surakhman dan Sayono. 2009. Jurnal Pembuatan Detektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping dengan Gas Isian Argon –Etanol. Diakses pada tanggal 24 Februari 2019. Tsoulfanidis, Detection and Measurement of Radiation, Taylor and Francis, New York, 1995

CONTOH SOAL 1. Apakah faktor yang mempengaruhi ketersediaannya radiotracer? Jawab: Faktor utamanya adalah apakah radioisotop elemen yang akan dilacak tersedia dengan karakteristik yang tepat (paruh, partikel energi, dll.). Faktor kedua adalah apakah senyawa yang ditandai ingin secara komersial tersedia atau dapat dengan mudah disintesis. 2. Apa keunggulan dan kerugian dari proses sintesis kimia Jawab: Keunngulan metode sintesis kimia adalah suatu sintesis yang dirancang untuk menghemat radionuklida yang digunakan. Metode sintetik memberikan yang terbaik kontrol atas hasil, posisi label, dan kemurnian produk. Sedangkan keerugian dari sintesis kimia adalah ketika digunakan untuk memproduksi senyawa biologis penting tertentu, seperti asam amino, rasemik campuran hasil D dan L isomer. Karena organisme, pada umumnya, memetabolisme L-form selektif, seperti dalam kasus asam amino, penggunaan rasemat seperti di penyelidikan biologis agak tidak fisik dan dapat mengarah pada yang tidak diinginkan. Kebanyakan ini membosankan dan tidak cocok untuk operasi skala kecil. 3. Apa saja faktor keberhasilan penggunaan biosintesis untuk produksi senyawa? Jawab:

Pertama, suatu organisme harus dipilih yang akan disintesis dan mengakumulasi jumlah praktis dari senyawa yang diinginkan. Kondisi budaya harus ditetapkan untuk memberikan hasil optimal dari aktivitas spesifik tinggi. Terakhir dan yang paling penting adalah merencanakan untuk mengisolasi dan memurnikan senyawa berlabel, sebagai penentuan pola distribusi label, jika label tertentu diinginkan. 4. Partikel alfa berenergi 4,5 Mev memasuki ruang ionisasi yang berisi dengan udara. Dengan laju 300/ detik. Jika semua energy hilanh di dalam tabung berapakah arus rata rata dalam tabung ?. secara rata rata setiap partikel alfa menghasilkan pasangan ion membutuhkan energy 35,2 ev jawab : jumlah pasangan yang d i hasilkan 4,5 x 106 = =1,278 x 105 partikel alfa 35,2 5

7

dalam 1 detk pasangan yang dihasilkan=300 x 1,278 x 10 =3,834 x 10 pasagan Muatan

yang

di

hasilkan

perdetik

3,834 x 107 pasangan x 1,6 x 10−19 C=6,1344 x 10−12 C Kuat arus rata rata dalam tabung =

Q −19 I = =6,3144 x 10 A T

5. Partikel alfa memasuki jendela tabung GM dengan laju kecepatan tetap 800 cacah per menit . jika 107 elektron dikumpulkan dalam tabung untuk setiap lucutan. Maka berapakah rata rata dalam tabung ? jawab : jumlah cacah =

800 13,33 = menit s

jumlah pasangan = 13,33 x 107 arus rata rata dalam tabung = 13,33 x 107 x 1,6 x 10-19 C = 21,328 x 10-12 A = 2,1328 x 10-11 A 6. Sebuah partikel

α

kehilangan semua energinya di dalam gas sebuah tabung ionisasi

dan menghasilkan 12.000 pasangan ion. Berapakah jumlah muatan listrik total dengan tanda yang sama yang dikumpulkan pada pelat ? Jawab : Q=nxe

= 12.000 x 1,6 x 10-19 C = 1,92 x 10-15 C 7. Sebuah tabung geiger beroperasi pada tegangan 1200 volt. Kawat sumbu memiliki diameter 0,3 mm dan silinder luar mempunyai diameter 6 cm. berapa medan listrik di antara kedua elektroda ? jawab : diket : v = 1200 volt a = 0,3 mm : 2 = 0,15 mm = 0,15 x 10-3 m b = 6 cm : 2 = 3 cm = 3 x 10-2 m E=

v b r ln a

=

1200 2 x 10−2 r ln 0,15 x 10−3 =

1200 r ln200

= 226,8 v/ mr

Related Documents


More Documents from "dewi"