BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV (Human Immunodeficiency Virus) 2.1.1 Definisi, Etiologi, Dampak dan Faktor Resiko Definisi HIV
(Human
Immunodeficiency
Virus)
adalah
virus
yang
dapat
menyebabkan penyakit AIDS (Acquaired Immunodeficiency Syndrome). HIV akan menginfeksi limfosit T helper CD4+ dan menyebabkan penyakit AIDS setelah beberapa tahun tidak ditangani. Penyakit ini merupakan penyakit epidemik yang menyebar di seluruh dunia. Pola penyakit dapat berubah akibat peningkatan perjalanan dan penyakit baru. Patogen yang ada seperti multidrug-resistant tuberculosis dan adanya infeksi eksotik pada daerah beriklim sedang.1 Infeksi HIV dikenali pertama kali pada tahun 1981 pada pria muda yang berhubungan seksual dengan pria di Amerika Serikat. Kasus yang sangat jarang sudah pernah terjadi pada 1959 di Afrika Tengah (saat virus muncul melewati species barrier dari monyet simpanse). Kemudian setelah pertama kali dikenal HIV dengan cepat menjadi pandemi global. Sebagian infeksi yang baru ini terjadi di
negara-negara
berkembang,
khususnya
Afrika
sub-sahara
dimana
perkembangannya mencapai 2/3 kasus di dunia. Hal ni dapat terjadi karena layanan kesehatan yang terbatas dan kurangnya pendidikan dan pemahaman tekait dengan tingkat infeksi yang sangat tinggi, walaupun mortalitas menurun karena adanya obat antiretroviral.2 Etiologi Retrovirus HIV merupakan jenis virus RNA. Aslinya merupakan patogen pada primata, namun dapat melompati species barrier dan mulai menginfeksi manusia pertama kali pada abad ke-20. Species HIV-1 lebih ganas dan lebih berpotensi menyebabkan pandemi. Sedangkan HIV-2 lebih terbatas pada negara seperti Afrika Barat, dan sifatnya kurang infeksius. 2
2
Cara utama penularan HIV adalah secara seksual. Resiko transmisi seksual lebih besar pada negara-negara berkembang mungkin karena tingginya insiden infeksi urogenital lainnya, biasanya yang menyebabkan ulserasi mukosa. Penyebaran langsung ke bayi terjadi ketika kehamilan via plasenta, selama kelahiran dan saat menyusui. Resiko dari transmisi vertikal mencapai 30%, dan hal ini terjadi pada hampir semua kasus infeksi HIV pada anak-anak. Saliva tidak infeksius, kecuali telah terkontaminasi dengan darah.2 Dampak HIV menargetkan pada limfosit T helper CD4+ sehingga hasilnya adalah terjadi penurunan jumlah CD4+ hingga mencapai 500sel/mm3. kemudian karena penurunan tersebut sistem kekebalan tubuh pasien yang terinfeksi HIV akan semakin melemah dan meyebabkan mudah untuk terinfesi mikroorganisme lainnya seperti virus, fungi, bakteri, parasit dan lainnya. Dalam kondisi ini berarti pasien akan mudah untuk mengalami penyakit lainnya. Setelah itu ada fase latensi dimana virus tidak lagi bereplika. Setelah beberapa bulan atau beberapa tahunkemudian barulah virus muncul kembali dan menyebabkan penyakit AIDS dimana CD4+ pasien sudah semakin menurun dan mencapai kurang dari 200sel/mm3. pada tahap ini HIV akan bermanifestasi pada banyak gejala klinis seperti infeksi, neoplasma, dan penyakit autoimun. Jika tidak ditangani dengan baik maka HIV akan berujung dengan kematian. 1
Gambar 2.1: progres HIV1
3
Faktor Resiko Ada beberapa tindakan atau individu yang beresiko untuk terinfeksi HIV, yaitu:3 -
Obat-obatan yang disuntikkan atau steroid atau peralatan yang digunakan bersama (seperti jarum suntik)
-
Unprotected vaginal, anal, dan oral sex dengan pria yang berhubungan dengan pria, berganti pasangan, atau pasangan yang tidak diketahui.
-
Pekerja seks komersial
-
Orang yang didiagnosa atau dirawat karena Hepatitis, Tuberculosis, atau penyakit menular seksual seperti Sifilis
-
Unprotected sex dengan siapa saja yang termasuk kategori di atas atau seseorang yang tidak diketahui riwayatnya.3
2.1.2 Patogenesis dan Mekanisme Penularan Patogenesis Virus dikelilingi oleh envelope protein yang terdiri dari glicoprotein (gp41, gp120) yang akan mengenali dan berikatan dengan sel target. Selain itu juga dibutuhkan coreceptor, yaitu CCR5 (nantinya akan berikatan dengan surface chemocine receptor) dan CXCR4 (berikatan dengan T-cell strain). HIV menginfeksi sel CD4+ terutama limfosit T helper, monosit, dan makrofag, sel Langerhans, brain glial cell dan beberapa colonic cell. 1 Kerusakan neurologis juga dapat dimediasi oleh produksi faktor faktor yang mempengaruhi fungsi sel saraf atau pemancar neura oleh makrofag yang terinfeksi HIV. Varian HIV yang menggunakan co-receptor CCR5 masuk mendominasi pada infeksi awal, sementara varian yang menggunakan CXCR4 muncul ketika penyakit berkembang. 1 Setelah terjadinya interaksi anatara partikel virus dan receptor, lapisan virus akan menyatu dengan membran sel dan melepas kapsul eksternalnya. Kemudian nukleokapsid menembus sitoplasma, kemudian melepaskan DNA virus.
4
Kemudian, RNA messenger dibawa ke sitosol dan diproses dalam berbagai transkrip dengan ukuran berbeda, melalui aksi protein Rev virus , yang mengarah ke sintesis protein virus oleh polisom. Ketiadaan protein Rev akan memancing pengumpulan RNA messenger di inti sel.1 Selanjutnya, protein virus disintesis dan membentuk rantai panjang tungggal harus diproses untuk menjadi elemen struktural dari nukleokapsid dan lapisan virus, serta untuk membentuk protein aktivitas enzimatik (transcriptase, ribonuclease, integrase, dan protease). Akhirnya, genom virus ditutupi oleh nuklokapsid, kemudian diproyeksikan ke dalam membran sel dalam selapis protein, seperti viral beta 2-mikroglobulin dan gp41 dan gp120, virus tersebut kemudian dilepaskan.1 Antibodi terhadap HIV berkembang dan muncul dalam serum dalam waktu 6 minggu hingga bulan dari infeksi. Kemudian, ada variabel periode laten yang dapat berlangsung bertahun-tahun sampai infeksi HIV bermanifestasi dengan penyakit HIV dan akhirnya dengan AIDS. 1 Mekanisme penularan HIV ditansmisikan melalui cairan tubuh , paling sering dengan:1 -
sexual intercourse, yaitu melalui mani, darah, dan saliva yang mengandung HIV
-
darah , produk darah, dan organ yang didonasi yang sudah terkontaminasi HIV
-
jarum yang terkontaminasi, biasanya pada pengguna narkotika intravena dan adanya luka akibat jarum
-
transmisi vertikal (ibu ke anak) selama in utero, melahirkan dan menyusui. HIV ditransmisikan secara primer melalui seksual, via:1
-
Unprotected sex dengan penderita HIV, dengan tidak menggunakan kondom. Unprotected anal sex lebih beresiko daripada unprotected vaginal sex.
-
Memiliki pasangan seksual yang multipel. Hal ini dapat meningkatkan infeksi HIV 5
-
Berbagi jarum, jarum suntik, air bilasan atau peralatan lain yang digunakan untuk menyiapkan narkoba atau penyalahan injeksi
-
Lahir dari ibu yang terinfeksi HIV selama kehamilan, kelahiran dan menyusui Transmisi HIV yang jarang terjadi, yaitu:1
-
Terluka karena jarum atau benda tajam lain yang terkontaminasi HIV
-
Mendapat transfusi darah yang terkontaminasi HIV, produk darah, atau transplantasi organ atau jaringan dari penderita HIV
-
Mendapat injeksi yang tidak aman dan steril dari perawatan medik atau dental
-
Makan makanan yang sudah digigit oleh penderita HIV
-
Digigit oleh penderita HIV
-
Berkontak dengan darah atau bagian tubuh lain yang luka dari penderita HIV
-
Deep open-mouth kissing
-
Mentato atau menindik dengan alat yang tidak steril dan terdapat virus HIV HIV tidak bereplikasi di luar tubuh dan tidak menyebar melalui:
-
Udara
-
Air
-
Serangga seperti nyamuk
-
Kontak sosial seperti berjabat tangan
-
Closed-mouth kissing
-
Saliva, air mata atau keringat yang tidak mengandung darah1
2.1.3 Gambaran Klinis a. Manifestasi Oral Lesi oral dapat menjadi salah satu cirri dan gejala awal dari infeksi HIV dan resiko menjadi AIDS. Untuk alasan ini, klinikan harus dapat mengetahui manifestasi oral dari infeksi HIV. Manifestasi oral yang umum ditemukan
6
meliputi kandidosis mukosa oral, lesi merah sebagai Kaposi sarcoma dan hairy leukoplakia pada tepi lateral lidah.4 Kondisi lainnya yang terjadi berkaitan dengan infeksi HIV adalah HSV,herpes zoster, recurrent apthous ulceration, linear gingival erythema, necrotizing ulcerative periodontitis, dan necrotizing ulcerative stomatitis, pembesaran kelenjar saliva, xerostomia, dan melanotic pigmentation.4 Oral candidiasis, hairy leukoplakia, specific form periodontium disease (NUP & NUS), Kaposi sarcoma, dan non Hodgkin lymphoma telah dilaporkan berkaitan dengan infeksi HIV secara kuat.4 a. Oral Candidiasis Oral candidiasis merupakan salah satu manifestasi yang paling umum dari infeksi HIV. Diagnosis kandidiasis oral pada pasien HIV dengan limfadenopati persisten dapat menjadi nilai prediktif untuk menunjukkan adanya perkembangan dari AIDS. Tampilan dari kandidiasis pseudomembran pada pasien HIV menjadi satu indicator kuat tentang adanya proses perkembangan AIDS. Bentuk kandidiasis eritema juga menjadi indictor proses AIDS. Informasi tentang persentasi individu HIV dengan kandidiasis oral akan berguna bagi klinikan untuk mengevaluasi pasien untuk menegakkan diagnosis inisial dari HIV/AIDS atau menentukan tahapan dari infeksi dan level immunosupresi. Bagaimana pun manifestasi oral dari
pengguna agen antifungal
profilaksis.4
Gambar 2.2 . Kandidiasis oral4 b. Kaposi Sarcoma
7
Kaposi sarcoma adalah salah satu fungsi ganas dari sel endothelial yang disebabkan oleh human herpes virus tipe 8 (HHV-8). Pada pasien HIV, Kaposi sarcoma sering disebarkan ke seluruh tubuh dan prosesnya berlangsung dengan cepat.
Gambar 2.3 . Kaposi sarcoma4 c. Hairy Leukoplakia Hairy leukoplakia merupakan suatu kelainan yang bersifat asimtomatik, terjadi lesi putih pada bagian tepi dari lidah yang disebabkan karena terjadinya reaktivasi dan replikasi dari Epstein-Barr Virus (EBV). Lesi ini dapat muncul pada pasien dengan kondisi immunosupresi status HIV.diagnosis dapat ditegakkan dengan media skraping yang diperiksa melalui proses biopsy. Ciri histologis meliputi koilocytosis dan hyperkeratosis. Proyeksi permukaan seperti berambut dari lesi perawatan nya menggunakan anti viral.4
Gambar 2.4 . Hairy Leukoplakia4 d. Lymphadenopathy Limfadenopati pada servikal dan submandibula merupakan suatu temuan dini pada pasien yang terinfeksi HIV. Kondisi ini bersifat
8
persisten dan dapat ditemukan. Pada infeksi atau pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan pembesaran limfa. Nodul akan membesar hingga ukuran lebih dari 1 cm (diameter) dengan daerah multiple pada pembesaran mungkin ditemukan.4
b. Manifestasi Sistemik Setelah inkubasi HIV ada periode inkubasi singkat, diikuti oleh infeksi diseminata akut dan periode laten yang panjang sampai infeksi oportunistik muncul. Setengah pasien mengalami demam glandular akut 2-4 minggu setelah terpapar, sakit kepala, limfadenopati lunak, radang tenggorokan, dan ruam.4 Pada periode laten yang berkepanjangan jumlah CD4+ menurun secara perlahan tetapi respon imun cukup memadai untuk mencegah infeksi oportunistik. Sekitar 2/3 pasien mengalami limfadenopati dan pasien dapat menular pada periode ini. Fase laten rata-rata 8 tahun tapi sangat bervariasi. Sebagian besar pasien yang terinfeksi berkembang menjadi infeksi simtomatik atau dikenal dengan stadium 3 AIDS.4 AIDS ditandai infeksi oleh jamur, bakteri, parasit, dan virus. Infeksi lebih sulit ditangani pada daerah yang immunocompeten. Demam non spesifik, diare, dan penurunan berat
badan sering terjadi kemuadian akan muncul
penyakit-penyakit seperti Kaposi sarcoma, limfoma plasmablastin, purpura thrombocytopeni.4
2.1.3 Prosedur Diagnosis a. Anamnesis Spesifik 2.
Apakah jenis kelamin pasien tersebut?
Karena, penderita HIV 70% umumnya terjadi pada laki-laki dengan kulit hitam dan 25% pada perempuan
3.
Apakah pekerjan pasien?
Karena, pekerja seksual lebih berisiko tinggi terkenal HIV
9
4.
Apakah pasien sudah menikah? Jika sudah, apakah pasangannya menderita HIV? Jika tidak, apakah pasien suka ganti ganti pasangan? Atau apakah pasien pernah berhubungan badan laki-laki dengan laki-laki?
Karena, HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual, hubungan seksual laki-laki dengan laki-laki lebih berisiko tinggi dan dapat melalui hubungan seksual apabila tidak menggunakan kondom
5.
Berapakah usia pasien?
6.
Karena, umumnya rentan terjadi pada usia 20-45 tahun
Apakah pasien pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang/narkotika? Jika pasien tidak mengakuinya, maka dapat dilihat apakah di bagian badannya terdapat bekas suntikkan?
Karena, penggunaan obat dapat ditularkan dari suntikan melalui intravena dan akan berisiko terkena HIV
7.
Apakah dirumah pasien ada orang yang terkena HIV? Atau apakah pasien tinggal bersama dengan orang yang terkena HIV?
8.
Karena, HIV dapat tertular melalui kontaminasi darah
Apakah pasien merasa kekurusan?
Karena, gejala dari HIV adalah mengalami penurunan berat badan
b. Pemeriksaan Klinis Initial Assesment Penilaian awal seseorang yang baru didiagnosis dengan HIV harus menyeluruh dan mencakup riwayat medis dan pemeriksaan klinis yang komprehensif dan terfokus, serta tes laboratorium yang sesuai, untuk menilai tahap penyakit HIV pada individu. Investigasi laboratorium dasar tergantung pada sumber daya yang tersedia, dan digunakan untuk menentukan tujuan dan rencana manajemen. Semua pasien harus memiliki: tes antibodi HIV; panel subset limfosit, termasuk jumlah CD4; skrining hepatitis; uji laboratorium penelitian penyakit kelamin; tes kulit tuberkulin; dan, idealnya, hitung darah lengkap (CBC), profil
10
kimia, kreatinin, tes fungsi hati (LFT), glukosa darah puasa, lipid serum, dan urinalisis. Viral load HIV juga harus dilakukan pada awal di sebagian besar negara maju. Pengujian resistansi obat (genotipe / fenotipe) direkomendasikan dalam pengaturan di mana terdapat tingkat tinggi virus yang resistan terhadap sirkulasi (mis., AS).5 Frekuensi dan waktu pengujian berbeda untuk setiap investigasi, dan panduan lokal harus dikonsultasikan. History Dokter harus memperoleh riwayat gejala umum yang mungkin terkait dengan HIV, dengan memberikan perhatian khusus pada gejala-gejala yang akan membantu dalam penanggulangan penyakit HIV oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) atau klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).6,7 Ini termasuk demam dan keringat malam, kehilangan berat badan, ruam kulit, sariawan atau ulserasi, diare, sakit kepala, dan perubahan status mental atau fungsi neuropsikiatri. Gejala-gejala seperti demam, sakit tenggorokan, keringat malam, kelelahan, malaise, mialgia, diare, dan ruam semuanya dapat dikaitkan dengan infeksi HIV akut atau primer.8 Semua perawatan di rumah sakit baru-baru ini harus dirinci karena mungkin terkait dengan HIV. Perhatian harus diberikan pada faktor-faktor risiko untuk tertular HIV, seperti penggunaan obat intravena dan riwayat seksual, termasuk orientasi seksual dan risiko penularan HIV lebih lanjut, jumlah pasangan, apakah pasangan mengetahui status HIV, penggunaan kondom, dan PMS sebelumnya ( termasuk virus hepatitis). Latar belakang sosial dan masalah gaya hidup harus didiskusikan, termasuk9 : Lingkungan rumah: jenis perumahan, berapa banyak orang yang tinggal di sana, pasokan air dan listrik Pekerjaan Riwayat merokok Olahraga Penggunaan alkohol atau penggunaan zat lain saat ini dan sebelumnya Pemeriksaan klinis 11
Dalam memulai dengan kesan umum dokter tentang pasien, itu harus ditetapkan jika pasien baik atau sakit. Pemeriksaan harus disesuaikan dengan gejala pasien. Faktor spesifik untuk evaluasi meliputi: Pengukuran berat dan tinggi badan Pemeriksaan untuk limfadenopati generalisata, mencatat lokasi, ukuran, dan mobilitas nodus Pemeriksaan kulit untuk ruam dan bekas luka terkait HIV (termasuk herpes zoster), erupsi pruritus papular, infeksi jamur, atau sarkoma Kaposi Pemeriksaan mulut untuk kandidiasis mulut, leukoplakia berbulu mulut, sarkoma Kaposi, dan penyakit periodontal Pemeriksaan dada dan kardiovaskular untuk tanda-tanda, misalnya, infeksi paru Pemeriksaan perut untuk mengevaluasi hepatomegali atau splenomegali Pemeriksaan genitalia untuk tanda-tanda PMS (pada semua pasien) Pemeriksaan neurologis, termasuk penilaian status mental, meningismus, dan neuropati perifer, dan fundoscopy mencari lesi retina2 Penilaian psikiatrik harus mencakup memperhatikan pengaruh dan orientasi pasien. Anoreksia dan limfadenopati dapat dikaitkan dengan infeksi HIV akut atau primer.9
c. Pemeriksaan Penunjang dan Interpretasi Hasil Laboratorium ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) merupakan tes penyaringan untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV. ELISA memiliki tingkat sensitivitas 90%, namun memiliki peluang kesalahan yang tinggi pula. Penatalaksanaan terkini berupa pengecekan dengan ELISA yang dilakukan secara berulang (dua kali) untuk memastikan keakuratan, lalu dilakukan analisa Western blot.2,4
12
Kombinasi ELISA dan Western blot menghasilkan akurasi 99%. Hasil ELISA dan Western blot yang positif mengindikasikan paparan terhadap virus HIV, sedangkan jika hasil Western blot negatif, infeksi diragukan. 2,4 Pemeriksaan ELISA menggunakan saliva sebagai pendekatan alternatif menunjukkan sensitivitas 98%. Abott telah mengembangkan pemeriksaa kombinasi yang bernama ARCHITECT HIV Ag/Ab Combo Assay, yang dapat mendeteksi adanya antigen HIV (antigen p24 yang dihasilkan oleh HIV) dan antibodi terhadap HIV. Test ini penting untuk mendiagnosis HIV pada fase akut ketika antibodi belum terbentuk dan untuk mengamati perkembangan penyakit pasien.2,4 Penghitungan asam nukleat melalui polimerase chain reaction (PCR) digunakan untuk menghitung banyaknya virus dalam darah, sebagai penentu derajat viremia dan monitor respon terhadap terapi. Deteksi menunjukkan hasil paling banyak pada tiga bulan pertama setelah infeksi awal dan pada tahap akhir penyakit. PCR memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik dibanding tes lainnya, namun terhitung lebih mahal. 2,4
Tabel 2.1 : Tahapan HIV pada orang dewasa2,4
2.1.4 Rencana Perawatan a. Perawatan Penggunaan obat antiretroviral treatment (ART) atau highly active antiretroviral treatment (HAART) yang merupakan kombinasi dari tiga atau lebih
13
ART dengan mekanisme aksi yang berbeda telah menjadi perawatan utama infeksi HIV. 1,2 Perawatan dilakukan sesegera mungkin, tidak harus pada tahap akhir infeksi untuk mencegah transmisi infeksi lainnya.npenggantian obat yang berulang dilakukan karena adanya mutasi virus yang menghasilkan strain yang resisten. Perawatan juga tidak dapat dihentikan, karena akan menimbulkan resistensi, hingga HAART dikatakan sebagai perawatan seumur hidup (life time use).1,2 HAART dapat memiliki reaksi berbalik yang dapat membatasi toleransi pasien. Medikasi ini tidak dapat menyembuhkan infeks, hanya menekan replikasi virus dan menunda imunosupresi. Pasien AIDS dapat memperlama jangka waktu hidup dengan perawatan HAART, namun memiliki risiko efek obat berbalik, efek neurologi, meningkatkan tingkat hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes.1,2 Berdasarkan mekanisme kerjanya, antiretroviral dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu Entry Inhibitors, Nucleoside Reverse Transcriptasi Inhibitors, Nonnucleoside Reverse Transcriptasi Inhibitors, Protease Inhibitors, dan Integrase Inhibitors.1,2
14
Tabel 2.2: antiretroviral yang digunakan untuk HAART1,2
Tabel 2.3: Antiretroviral drugs, peringatan dan efek sampingnya. 1,2
15
b. Prognosis Prognosis infeksi HIV tergantung terhadap keefektifan antiretroviral, resistensi virus, dan efek samping yang diberikan obat. Namun, infeksi HIV masih memberikan gambaran yang buruk (poor prognosis). Jika sudah mencapai tahap AIDS, kemungkinan yang terjadi jika dibiarkan tanpa adanya perawatan adalah kematian dalam dua tahun, kurang lebih sepuluh tahun setelah infeks awal.2
Gambar 2.5: Hasil Infeksi HIV2
c. Rujukan
16
Rujukan dilakukan kepada spesialis penyakit dalam untuk tatalaksana lebih lanjut atau bagian patologi klinik untuk mengonfirmasi atau melakukan tes lain jika akan dilakukan tindakan (pencabutan gigi, pengisian saluran akar).10 Kriteria yang harus ada dalam surat rujukan kepada ahli bidang lain meliputi;
Tanggal pembuatan surat rujukan
Salam pembuka
Nomor rekam medik
Nama pasien
Usia pasien
Jenis kelamin pasien
Bagian yang dituju
Diagnosa kerja
Gambaran klinis yang ditemukan
Riwayat penyakit
Riwayat obat-obatan
Tindakan yang ingin dilakukan
Salam penutup
Dokter pemeriksa
Sedangkan rujukan kepada laboratorium meliputi;10
Tanggal pembuatan surat rujukan
Salam pembuka
Nomor rekam medik
Nama pasien
Usia pasien
Jenis kelamin pasien
Tempat pengambilan spesimen
Tanggal pengambilan spesimen
Diagnosa kerja
Pemeriksaan yang ingin dilakukan
Dokter pemeriksa 17
18
Contoh Surat Rujukan11
Gambar 2.6: Formulir surat rujukan11
19
2.2
NUG
2.2.1 Definisi, Etiologi dan Faktor Predisposisi Definisi Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) merupakan suatu perubahan patologis gingiva yang telah dikenal selama ratusan tahun. Saat ini, nama penyakit ini telah didahului dengan istilah akut yaitu ANUG. Namun, beberapa peneliti telah menghentikan penggunaan kata ini, karena tidak ada bentuk kronis penyakit. 12
Infeksi gingiva ini oleh bakteri fusiform dan spirochetes, juga dikenal sebagai ANUG, Vincent’s infection, dan trench mounth. Umumnya merupakan infeksi oportunistik yang disebabkan oleh kondisi resistensi infeksi inang yang berkurang seperti malnutrisi, infeksi virus sistemik,gawat darurat,dan hilangnya kompetensi sistem kekebalan tubuh. NUG menghasilkan rasa sakit yang parah, demam ringan, bau nafas, ulserasi pseudomembran, eksudat, dan eritema.12 Etiologi Etiologi dari NUG adalah adanya bakteri spesifik yaitu bacillus dan spirochetes. Lebih jelasnya terdapat berbagai flora yang konstan terdapat di NUG, yang dimana flora ini adalah tipe bakteri yang heterogen. Pada 1890 ahli fisiololgi prancis Jean Hyacinthe Vincet mengidentifikasikan bakteri fusiformis, Bacillus fusiformis/Fusobacterium nucleatum, dan juga spiroseta borrelia incentii, terlihat pada plak yang terjangkit NUG, dan dia meyakini kalau bacteri fusiform yang menyebabkannya. Dan spiroseta adalah bakteri saprofit oportunis.12 Organisme atau bakteri anaerob utama yang terlibat adalah Treponema species, Prevotella intermedia, Fusobacteria nucleatum, Peptostreptococcus micros, Porphyromonas gingivalis, Selenomonas species, and Campylobacter, bakteri-bakteri ini menghasilkan berbagai metabolisme yang dapat merusak, yang mampu menurunkan imunoglobulin serta zat penghambat neutropil chemotaxis.12 Faktor Predisposisi
20
Stress Immunosuppression Smoking Poor nutritional status Poor oral hygiene Inadequate sleep Recent ilness12
2.2.2 Patogenesis Berikut adalah beberapa mikroba yang terlibat: Treponema, Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum, Peptostreptococcus micros, Porphyromonas gingivalis, Selenomonas, dan Campylobacter. Pada pasien dengan HIV, candida dan herpesvirus juga sering ada. Lingkungan yang permisif dari host yang immunokompresi memungkinkan mikroba berkembang biak dengan baik. Adanya kerusakan jaringan akibat dari produksi endotoksin dan aktivitas imunologi. Penurunan kemotaksis dan fagositosis dari neutrofil menyebabkan kontrol infeksi buruk, sehingga jika ada penyakit sistemik maka NUG dapat menyebar dengan cepat dari gingiva ke periodonsium masuk ke jaringan lunak sehingga jika bertambah parah dan akan menjadi Noma atau cancrum oris.12
21
2.2.3 Gambaran Klinis NUG dapat terjadi pada semua usia. Beberapa publikasi melaporkan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada individu yang berkulit putih. Manifestasi oral menunjukkan Ulcerasi awal hanya melibatkan ujung papila interdental. Terdapat bau busuk, rasa sakit yang luar biasa, perdarahan spontan, dan adanya akumulasi dari necrotic debris. Papila interdental terinflamasi, edematous, dan hemorrhagic, juga menampilkan area “punched-out” serta nekrosis yang ditutupi dengan pseudomembran abu-abu.12 Proses perkembangan NUG yang berkelanjutan menyebabkan hilangnya perlekatan dan berkembang terkait dengan periodontitis disebut
necrotizing
ulcerative periodontitis. Atau hanya menyebar di jaringan lunak disebut necrotizing ulcerative mucositis,necrotizing stomatitis. Jika infeksi meluas dari mukosa ke kulit wajah biasanya disebut noma ( cancrum oris).12
2.2.4 Prosedur Diagnosis Untuk menegakkan suatu diagnosis diperlukan beberapa tahap, yaitu dimulai dengan melakukan anamnesa kepada pasien untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit pasien. Dokter gigi harus dapat memberikan pertanyaan anamnesa dengan baik, agar bisa menjuruskan diagnosis penyakit sehingga selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yang tepat agar didapatkan suatu diagnosis. a. Anamnesa Spesifik Adapun pertanyaan yang dapat ditanyakan dalam anamnesis kasus NUG adalah : -
Berapa usia pasien? Alasan : karena biasanya NUG terjadi pada pasien dengan dewasa muda hingga usia paruh baya di USA dan Eropa, sedangkan pada Negara berkembang NUG sering terjadi pada anak-anak yang malnutrisi. 12
22
-
Apakah lesi terasa sakit dan bau? Alasan : karena lesi NUG menyebabkan rasa sakit yang parah dan juga memiliki ciri khas bau busuk seperti jerami yang membusuk. Jika lesi tidak bau, pada pasien tanpa factor predisposisi, kemungkinan lesi tersebut merupakan penyakit lain, seperti gonorrhea. 1,2
-
Apakah lesi mengalami perdarahan spontan? Alasan : karena lesi nekrosis NUG ditutupi oleh pseudomembran abu-abu. Jika pseudomembran tersebut dibersihkan akan terjadi perdarahan.
-
Apakah pasien mengalami demam, atau merasa lemas? Alasan : karena biasanya pasien dengan NUG mengalami gejala klinis tambahan berupa demam, malaise dan lymphadenopathy. 12
-
Apakah pasien sedang banyak pikiran atau mengalami hal yang membuat stress? Dan apakah pasien tidur dengan cukup? Alasan : karena stress merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya NUG. Kurang tidur juga menjadi factor predisposisi NUG. 12
-
Apakah pasien merokok? Alasan : karena merokok adalah factor predisposisi dari NUG.2,3,12
-
Apakah pasien menderita penyakit tertentu atau mengkonsumsi obatobatan tertentu? Alasan : karena beberapa penyakit dapat menyebabkan immunosupresi (seperti AIDS dan diabetes), begitu pula dengan obat-obatan seperti obat immunosupresive.
Immunosupresi
merupakan
salah
satu
factor
predisposisi NUG.2,3,12 -
Berapa kali pasien menyikat gigi dalam sehari dan bagaimana cara pasien menyikat gigi? Apakah pasien rutin control ke dokter gigi? Alasan : karena oral hygiene yang buruk adalah factor predisposisi NUG. Dengan mengetahui jumlah kunjungan pasien ke dokter gigi dan berapa kali pasien sikat gigi dalam sehari, dokter gigi dapat mengetahui kesadaran pasien dalam menjaga oral hygiene nya.2,3,12
-
Apakah pekerjaan pasien? Alasan : dengan mengetahui pekerjaan pasien, dokter gigi dapat mempertimbangkan apakah pasien berkecukupan atau tidak. Karena jika
23
pasien tidak berkecukupan, maka kemungkinan pasien memiliki status gizi yang buruk. Status gizi buruk adalah factor predisposisi NUG.2,3,12
b. Pemeriksaan Klinis (EO dan IO) Pemeriksaan Ekstraoral : Secara ekstraoral, pasien dengan NUG akan tampak mengalami malaise. Selain itu pasien juga mengalami demam. Akan tampak pembengkakan pada sekitar area leher pasien, karena pasien mengalami lymphadenopathy.12 Gejala ini biasanya lebih tampak pada pasien dengan imunodefisiensi. 3
Pemeriksaan Intraoral : -
NUG terjadi secara akut, gejala awalna berupa salvias berlebih, metallic taste, dan sensitivitas pada gingival
-
Area pertama yang terkena adalah ujung papilla interdental, namun setiap bagian margin gingival dapat terpengaruh. 3
-
Papilla interdental inflamasi, edema dan hemoragik
-
Papilla interdental mengalami ulserasi berbentuk tumpul (blunted) dan menunjukkan area “punched-out”
-
Gingival mengalami nekrosis yang tampak seperti kawah yang ditutupi pseudomembran abu-abu
-
Jika pseudomembran dibersihkan akan terjadi perdarahan
-
Pasien mengeluhkan rasa sakit yang parah pada gingivanya, dan bau busuk
-
Sering terjadi perdarahan spontan pada gingiva dan akumulasi debris nekrotik
-
Lesinya terbatas pada gingival dan tersebar di sepanjang margin gingiva, jarang melewati attached gingiva.2,12
24
c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis NUG adalah pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium akan dilakukan kultur dengan mengambil specimen dari sekresi sulkus gingiva. Hasil dari kultur ini akan menunjukkan pertumbuhan flora campuran, tapi khususnya akan tampak kultur positif Treponema spp, Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum, dan bakteri lainnya yang menjadi etiologi NUG. Lesi nekrotik gingival juga bias disebabkan oleh bakteri selain fusospirochetes, seperti Pseudomonas aeruginosa. 3 Selain itu juga dapat dilakukan biopsy. Dari biopsy akan terlihat lesi menujukkan ulserasi, nekrosis yang meluas leukocytoclasia, histiocytic vasculitis dengan luminal fibrin clot dan infiltasi limfosit. 3
2.2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis NUG dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan gambaran klinisnya. Dimana dari gambaran klinis NUG memiliki ciri khas yaitu ulser pada papilla interdental membentuk “punched-out” dan nekrosis seperti kawah disepanjang margin gingival yang ditutupi pseudomembran berwarna keabu-abuan. Pasien akan mengeluhkan rasa sakit yang parah, bau busuk dan metallic taste. Selain itu pasien juga mengalami demam, malaise dan lymphadenopathy. Melalui anamnesis, dokter gigi dapat mengetahui riwayat pasien yang mungkin menjadi factor predisposisi NUG, seperti merokok, stress, status gizi yang buruk, penyakit immunosupresi dan factor predisposisi lainnya.2,3,12 Pemeriksaan penunjang seperti kultur bakteri dan biopsy juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis NUG.3
Diagnosis Banding
Adapun, diagnosis banding ANUG, yaitu : a. Primary Herpetic Gingivostomatitis
25
Gambar 2.7 . Primary Herpetic Gingivostomatitis13 Disebabkan oleh infeksi virus Herpes Simplex Virus, lesi menyebar dan lesi primer berupa vesikel. Terdapatnya eritema. Lesi primer akan rupture dan meninggalkan ulser spherical atau oval yang agak dalam. Lokasinya menyebar pada gingiva, meliputi mukosa bukal dan bibir. Penyakit ini sering terjadi pada anak dan biasanya berdurasi 7-10 hari serta menular.13 b. Desquamative Gingivitis
Gambar 2.8. Desquamative Gingivitis13 Desquamative gingivitis adalah terjadinya desquamasi pada epitel gingiva. Jika dilakukan bacterial smear maka akan menampilkan sejumlah sel epitel dan beberapa bentuk bakteri. Lesinya menyebar di marginal gingiva, attached gingiva dan area lainnya dari mukosa oral. Lesinya bisa atau tidak nyeri dan kronis serta papilla bisa tidak mengalami nekrosis. Sering terjadi pada dewasa khususnya wanita dan tidak berbau.13 c.
Chronic Destructive Periodontal Disease
26
Gambar 2.9 . Chronic Destructive Periodontal Disease13 Jika dilakukan bacterial smear maka hasilnya akan bervariasi. Daerah yang terlibat adalah marginal gingiva dan riwayat kronis. Lesinya tidak nyeri dan biasanya tida desquamasi, tetapi materi purulent dapat tampak dari poket gingiva. Biasanyanya terjadi pada dewasa, kadang bisa juga pada anak-anak. Penyakitnya berbau tetapi bukan fetid odor.13 d. Diptheria Diphteria disebabkan oleh bakteri Corybacterium diphteria dan jarang berdampak pada marginal gingiva. Lesinya susah diseka dan kurang nyeri. Daerah yang terkena adalah kerongkongan, fauces dan tonsils. Temuan serologi normal, menular dan perawatan antibiotic tidak efektif.13 e.
Secondary Stage of Syphilis Syphilis disebabkan oleh Treponema pallidum dan jarang terjadi pada
marginal gingiva. Lesinya mudah disea dan sedikit nyeri. Bagian mulut yang terlibat menyebar. Temuan serologi abnormal, hanya kontak langsung yang dapat menularkan dan terapi antibiotik sangat efektif.13 2.2.6 Rencana Perawatan a. Perawatan Dan Peresepan Obat Perawatan untuk pasien NUG harus mengikuti beberapa sekuens, yaitu :
27
1.
Kunjungan Pertama Pada kunjungan pertama harus dilakukan evaluasi secara komprehensif
terhadap pasien, meliputi riwayar medis keseluruhan dengan menitikberatkan penyakit yang sekarang diderita pasien, kondisi hidup, riwayat makanan yang dikonsumsi, merokok, jenis pekerjaan, waktu beristirahat, factor risiko untuk infeksi HIV, dan parameter psikososial (seperti : Stress, depresi). 13 Pemeriksaan klinis inisial harus meliputi pemeriksaan tampilan umum, adanya halitosis, adanya lesi kulit, vital signs meliputi suhu tubuh, dan palpasi untuk memeriksa kelenjar getah bening, khususnya submaksila dan submental. 13 Rongga mulut diperiksa untuk mengetahui jenis lesi NUG, penyebarannya, dan kemungkinan keterlibatan regio orofaring. Oral hygiene dievaluasi, juga evaluasi adanya pericoronal flaps, poket periodontal, dan factor risiko local (seperti kontur yang buruk dan restorasi yang buruk, dan adanya kalkulus). 13 Tujuan dari terapi inisial adalah mengurangi jumlah mikroba dan menghilangkan jaringan nekrotik ke derajat yang me-repair dan regenerasi jaringan normal dapat kembali. Adapun, yang dilakukan pada terapi inisial ini, yaitu : 13 a) Aplikasikan anestesi topikal dan setelah 2 atau 3 menit usap dengan lembut area lesi dengan cotton pellet yang sudah dicelup ke larutan peroxide untuk mengangkat pseudomembran dan debris yang tidak melekat. b) Setiap cotton pellet digunakan hanya untuk area kecil, lalu dibuang, gerakan menyapu area yang luasa dengan satu pellet tidak dianjurkan. c) Setelah area dibersihkan dengan air hangat, kalkulus superfisial dapat dihilangkan menggunakan scaler ultrasonic. Scaling dan kuretase subgingival dikontraindikasikan karena ini dapat memperluas infeksi ke jaringan yang lebih dalam dan bakteremia, kecuali darurat. d) Antibiotik diresepkan untuk pengobatan pasien ANUG. Pasien dengan ANUG sedang atau berat dan limfadenopati local atau gejala sistemik
28
lainnya dapat diberikan amoksisilin 500 mg per oral setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk pasien yang alergi amoksisilin, antibiotik lainnya dapat diresepkan seperti eritromisin (500 mg setiap 6 jam) atau metronidazole (500 mg 2 kali sehari selama 7 hari). Kompilasi sistemik harus mereda dalam 1 hingga 3 hari. Antibiotik tidak dianjurkan pada pasien NUG yang tidak memiliki kompilasi sistemik. Terdapat beberapa intruksi yang diberikan untuk pasien NUG, yaitu : 13 a) Hindari tembakau, alkohol, dan makanan berbumbu. b) Kumur-kumur dengan segelas penuh campuran hydrogen peroksida 3 % dan air hangat setiap 2 jam atau larutan chlorhexidine 0,12% dua kali sehari. c) Istirahat yang cukup. Lakukan aktivitas seperti biasanya, tetapi hindari antivitas fisik berlebihan atau paparan matahari yang terlalu ama, seperti olahraga. d) Sikat gigi untuk menghilangkan kotoran di permukaan dengan pasta gigi lembut atau hanya air dan sikat ultrasoft; menyikat gigi dengan kuat dan penggunaan dental floss akan terasa menyakitkan. e) Analgesik, seperti obat NSAIDs (mis : ibuprofen), dapat diresepkan untuk menghilangkan rasa sakit. f) Pasien yang mengalami komplikasi sistemik seperti demam tinggi, malaise, anoreksi, atau lemas dapat diintruksikan untuk banyak istirahat dan minum banyak cairan. g) Pasien diminta untuk kembali ke klinik dalam 1 hingga 2 hari. 2.
Kunjungan Kedua Pada kunjungan kedua, setelah 1-2 hari kunjungan pertama, pasien
dievaluasi untuk perbaikan tanda dan gejala. Kondisi pasien biasanya membaik, rasa sakitnya berkurang atau tidak ada lagi. Margin gingiva dari area yang terlibat eritema tetapi tanpa ada pseudomembran. 13
29
Scaling dapat dilakukan jika perlu dan akan terasa sensitif. Gingiva yang menyusut dapat sebelumnya ditutupi kalkulus, yang dapat dibersihkan. Instruksi pasien masih sama seperti sebelumnya. 13 3.
Kunjungan Ketiga Sekitar 5 hari setelah kunjungan kedua, pasien dievaluasi untuk resolusi
gejala dan rencana komprehensif untuk manajemen kondisi periodontal pasien dievaluasi. Pasien biasanya sudah tidak ada gejala lagi pada waktu ini. Eritema masih terlihat dan gingiva hanya nyeri sedikit saat di stimulasi taktil. 13 Pasien diintruksikan untuk prosedur control biofilm, yang penting untuk kesuksesan perawatan dan menjaga kesehatan periodontal. Pasien dikonsulkan untuk nutrisi, penghentian merokok, dan kondisi atau habit yang terkait dengan rekuren ANUG. 13 Obat kumur hydrogen perokside dihentikan, tetapi obat kumur klorhexidine masih tetap untuk 2-3 minggu tambahannya. Scaling dan root planning dapat diulang jika diperlukan. Jadwal untuk perawatan gingivitis kronis, poket periodontal, dan periocoronal flaps, juga untuk menghilangka faktor risiko lokal diatur. 13 Pasien harus dievaluasi kembali dalam 4-6 minggu setelah perawatan untuk menentukan kebersihan mulut pasien, habit, faktor psikososial, kebutuhan untuk bedah rekontruksi atau estetik dan interval visit selanjutnya. 13 b.
Prognosis ANUG
Prognosis ANUG akan baik jika dihilangkan faktor etiologi dan faktor predisposisi, pasien kooperatif dalam meningkatkan Oral Hygiene-nya, dilakukan beberapa terapi konservatif dan terapi suppoertif, berhenti merokok, dan control berkala.12,13 Tetapi, prognosis ANUG akan buruk, jika pada orang HIV tetapi kontrl infeksi virus buruk dan ini terkait dengan jumlah CD+ yang rendah. 13
30
2.3 Antibiotik Sore Mouth 2.3.1 Definisi, Etiologi dan Faktor Predisposisi Candidiasis Erythematous disebut juga dengan acute atrophic candidiasis atau antibiotic sore mouth. Penyakit ini biasanya terjadi akibat penggunaan antibiotik spektrum luas. Pasien sering mengeluhkan sensasi terbakar yang biasanya disertai dengan hilangnya papilla filiform pada dorsal lidah yang menghasilkan kemerahan dan penampilan “bald tongue”.12 Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan candidiasis erythematous adalah merokok dan antibiotic spektrum luas.3 Factor predisposisi : a. Immunodeficiency b. Gangguan endokrin c. Diabetes Melitus d. Hypoparathyroidsm e. OH buruk f. Hamil g. Kortikosteroid topical/sistemik h. Penggunaan antibiotik sistemik14 2.3.2 Patogenesis Candidiasis disebabkan oleh c.albican dan beberapa spesies candida seperti c.glabrata, c.krusei dan c.pseudotropicalis. C.albican merupakan organisme yang umum ditemukan di rongga mulut orang sehat. Perubahan c.albican menjadi pathogen berhubungan dengan factor lokal dan sistemik seperti penggunaan antibiotic yang akan mengganggu flora normal rongga mulut. Infeksi ini biasanya superfisial, mengenai bagian terluar dari mukosa oral yang terlibat. Pada pasien
31
yang immunocompromised seperti AIDS, infeksi ini mungkin meluas ke saluran pencernaan (candida esophagitis), saluran pernapasan dan system organ lain.14 2.3.3 Gambaran Klinis Pasien sering mengeluhkan sensasi terbakar dan disertai dengan hilangnya papilla filiform di dorsal lidah sehingga menimbulkan gambaran klinis berupa kemerahan dan “bald tongue”.12
Gambar 2.10: gambaran klinis erythematous candidiasis12
Gambar 2.11: erythematous candidiasis karena inhalasi steroid12 2.3.4 Prosedur Diagnosis Prosedur diagnosis antibiotic sore mouth12 I. Patient History 1. identifikasi pasien 2. keluhan utama pasien mengeluhkan seperti rasa nyeri , terbakar. 32
3. penyebab dari keluhan utama 4. Riwayat penyakit - kondisi medis sebelumnya - infeksi dan imunisasi - immunocompromised apakah pernah melakukan transplantasi organ? apakah sedang menggunakan perawatan inhaler steroid? kapan terjadinya? (kronis atau akut?) dimana terjadinya? (palatum durum, palatu mole, dan dorsum)12 5. Family History apakah keluarga pasien pernah memiliki penyakit yang sama?12 6. Sosial History lingkungan pasien, ekonomi 7. Dental history keadaan riwayat gigi geligi pasien juga penting untuk diperiksa12 II. Physical Examination •
general patient appraisal
•
extraoral examination pemeriksaan extraoral untk mengetahui hal spesifik yang terjadi pada pasien diluar rongga mulut.
•
intraoral examination - mukosa terlihat merah - lesi terlihat pada palatum durum, palatum mole, dan dorsum - bentuknya tidak terlalu spesifik - memiliki batas difus12 33
III. Adjunctive Diagnostic Information •
microscopic examination of tissue sample
•
microbiologic examination of tissue sample
•
consultasions and referrals12
1. Collection of Information -
Tahapan awal mengumpulkan informasi diagnosis yang ada
-
Mencakup, ungkapan langsung dari pasien, pemeriksaan klinis, dan data informasi tambahan, seperti tes laboratorium
-
Mencakup, patient history, physical examination, adjunctive procedures
-
Kemudian, didapatkan dugaan/opini sementara12
2. Evaluation of Information -
Tahap kedua ialah mengatur informasi yang ada
-
Dokter gigi mencari hubungan antara data tsb, kemudian dibandingkan berdasarkan dari pengetahuan drg
-
Perbandingan ini dapat mendukung dugaan awal drg
-
Namun, perbandingan ini juga dapat menemukan ketidak akuratan sehingga dugaan awal dari awal dari drg bisa saja salah12
3. Diagnostic Decision -
Drg merumuskan dari opini-opini yang didapatkan dari evaluasi tadi
-
Setiap opini/diagnosis penjelasan dari setiap elemen dari status pasien yang paling konsisten atau cocok dengan informasi yang ada12
4. Reassessment -
Tahap akhir dari metode diagnosis, yaitu reassessment
-
Dari sini, drg bisa memprediksi respon dari abnormalitas setelah dilakukannya perawatan
-
Pada dasarnya, ini untuk mengetest diagnosis
-
Apabila diagnosis benar dan perawatan sesuai, maka respon dari kondisi dapat diprediksi12
34
2.3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis Suspect antibiotik sore mouth Pasien biasanya mendeskripsikan burning sensation. Jika ketidaknyamanan itu tidak spontan, maka rasa sakit dapat ditimbulkan oleh tekanan abrasif ringan dengan kapas kasa. Patchy biasanya melibatkan lidah dan jaringan yang mendasarinya, tetapi seluruh permukaan oral dapat terinfeksi. Fitur yang menunjukkan resistensi host berkurang dapat diidentifikasi. Contohnya termasuk terapi antibiotik, systemic steroid medication, immune system deficiency, xerostomia, anemia, diabetes, dan poor OH. Identifikasi atrophic candidiasis lainnya adalah ketika denture bearing mukosa supporting a maxillary denture : pasien menggunakan 24 jam sehari. Wanita dengan intraoral candidiasis memiliki gejala vagina candidiasis. Diagnosis salah satu bentuk kandidiasis oral pada dasarnya klinis dan didasarkan pada pengenalan lesi. Resolusi infeksi jamur menegaskan diagnosis. Metode tambahan tambahan untuk diagnosis kandidiasis oral termasuk sitologi eksfoliatif, biopsi, dan kultur.15
Diagnostik Banding -
Media Rhomboid Glossitis (Central papillary athrophy) Penyakit ini disebabkan oleh candidiasis dengan tipe kronis dan asimptomatik. Lesi yang konsisten ini terdapat pada midline lidah dan posterior dorsal lidah. Juga terdapat erythema karena kehilangan papilla filiform. Bentuk dari lesinya simetris dan permukaan nya halus. Untuk perawatannya dapat di berikan antifungal.12
-
Atrophic Glossitis Disebabkan nutrional deficiency/disease systemic. Permukaan halus karena athrophy papilla filiform. Tampilannya mengkilat dan berwarna 35
pink/merah
juga
lesinya
asimptomatik.
Atrophic
glossitis
ini
membutuhkan defisiensi nutrisi.2
2.3.6 Rencana Perawatan a. Perawatan dan Peresepan Obat Pertama dapat dilakukan anamnesa untuk mengetahui factor predisposisi yang dapat menyebabkan candidiasis oral. Lalu hilangkan factor predisposisinya.4 Untuk pasien imunosupresive dapat diberikan : 4 -
Fluconazole 50 mg/hari selama 7-14 hari
-
Itraconazole 100 mg/hari selama 14 hari namun itraconazole ini memiliki resiko efek samping
Juga dapat kita berikan untuk pasien Antibiotik Sore Mouth yaitu :4 -
Ketaconazole (Nizoral) tablet 200 mg Disp : 20 tab Sig : 1x sehari dengan minum jus jeruk
-
Fluconazole (Diflucan) tab 100 mg Disp : 20 tab Sig : 2 tab sehari
b. Prognosis Jika factor predisposisi tidak dihilangkan maka candidiasis akan tetap terjadi. Jadi factor predisposisi dalam hal ini antibiotic harus dihentikan/diganti agar prognosis penyakit menjadi baik. 4
36
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan HIV adalah virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. HIV akan menginfeksi limfosit T helper CD4+ dan menyebabkan penyakit AIDS setelah beberapa tahun tidak ditangani. Cara utama penularan HIV adalah secara seksual. Penyebaran langsung ke bayi terjadi ketika kehamilan via plasenta, selama kelahiran dan saat menyusui. Saliva tidak infeksius, kecuali telah terkontaminasi dengan darah. Sel target HIV adalah CD4+ sel limfosit T helper. Pasien yang mengalami infeksi HIV akan mengalami penurunan jumlah CD4+. Infeksi HIV terjadi dalam 3 tahap, dimana tahap akhir infeksi ini adalah pasien sudah menderita AIDS. Jika pasien sudah menderita AIDS maka akan terlihat bahwa jumlah CD4+ pasien sudah kurang dari 200 cells/mikroliter. Dampak terburuk dari AIDS adalah kematian. Manifestasi oral dari infeksi HIV sangat bervariasi. EC-clearinghouse mengklasifikasikan manifestasi ini dalam 3 kelompok : 1) Strongly associated, 2) less commonly associated, dan 3) seen in HIV infection. NUG dan antibiotic sore mouth (ASM) adalah salah satu manifestasi oral yang berkaitan erat dengan infeksi HIV. Pasien dengan HIV dapat diberikan perawatan dengan obat antiretroviral. Pemberian obat ini tidak dapat menyembuhkan infeksi HIV, namun hanya dapat memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang jangka hidup pasien HIV. Apabila pasien sudah mencapai tahap AIDS dan tidak diberikan perawatan, kemungkinan yang akan terjadi adalah kematian dalam 2 tahun, kurang lebih sepuluh tahun setelah infeksi awal. NUG (necrotizing ulcerative gingivitis) adalah penyakit yang sangat berbeda dan spesifik yang bias menyebabkan kerusakan signifikan jaringan periodontal tapi tidak sering berkontribusi dalam penyakit periodontal kronis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri fusiform dan spirochetes. Saat ini diketahui
37
bakteri yang berperan dalam NUG yaitu Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, Porphyromonas gingivalis, Treponema spp dan Selenomonas spp. Adapun factor predisposisi NUG adalah imunosupresi, merokok, trauma local, status gizi yang buruk, oral hygiene buruk, tidur yang tidak cukup dan penyakit sistemik. Kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri-bakteri tersebut yaitu ulserasi pada papilla interdental gingival yang membentuk punched-out dengan nekrosis seperti kawah yang ditutupi oleh pseudomembran abu-abu di sepanjang margin gingiva. Lesi ini menyebabkan rasa sakit yang sangat parah dan bau busuk serta metallic taste. Pasien juga mengalami demam, malaise dan lymphadenopathy. Perawatan
untuk
NUG
adalah
dengan
menghilangkan
factor
predisposisinya, setelah itu dilakukan debridement untuk membersihkan area lesi. Sebelum dilakukan debridement pasien diberikan anestesi local terlebih dahulu, karena lesi tersebut sangat sakit. Setelah itu, pasien harus sering melakukan control untuk melihat perkembangan lesinya. Tidak lupa instruksikan pasien untuk menjaga oral hygiene nya dan memotivasi pasien, Candidiasis Erythematous disebut juga dengan acute atrophic candidiasis atau antibiotic sore mouth. Penyakit ini biasanya terjadi akibat penggunaan antibiotik spektrum luas. Pasien sering mengeluhkan sensasi terbakar yang biasanya disertai dengan hilangnya papilla filiform pada dorsal lidah yang menghasilkan kemerahan dan penampilan “bald tongue”. Factor predisposisi imunodefiisiensi,
DM,
yang dapat
OH
buruk,
menyebabkan ASM gangguan
endokrin
antara lain kortikosteroid
topical/sistemik, penggunaan antibiotic sistemik, dll. Pasien mengalami ASM sering mengeluhkan sensai terbakar dan disertai dengan hilangnya papilla filiform di dorsum lidah sehingga menunjukkan tampilan klinis berupa kemerahan dan “bald tongue”. Perawatan untuk pasien dengan ASM adalah dengan menghilangkan factor predisposisi nya terlebih dahulu. Kemudian pasien dapat diberikan obat antifungal. 38
DAFTAR PUSTAKA 1. Scully, C. Scully’s Medical Problems In Dentistry. 7th Edition. 2014. Churchill Livingstone. Elsevier. p 499-502; 507 2. E.W. Odell. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 9th Edition. 2017. Elsevier. p408-9; 410-11;92; 285 3. Micheal. Burket’s Oral Medicine. 12th Edition. 2015. People’s Publishing House. P557;68-9; 94 4. Little, James W. Miller, Craig S. Rhodus, Nelson L. Little and Falace’s Dental Management of The Medically Compromised Patient, 9th ed Elsevier. 2018. P 297-301; 317-18; 608 5. Department of Health and Human Services Panel on Antiretroviral Guidelines for Adults and Adolescents. Guidelines for the use of antiretroviral agents in HIV-1-infected adults and adolescents. October 2018 [internet publication]. 6. Centers for Disease Control and Prevention. Revised surveillance case definition for HIV infection: United States, 2014. MMWR Recomm Rep. 2014;63(RR-03):1-10. 7. World Health Organization. WHO case definitions of HIV for surveillance and revised clinical staging and immunological classification of HIVrelated disease in adults and children. Geneva, Switzerland: WHO Press; 2007 [internet publication]. 8. Fidler S, Fox J. Primary HIV infection: a medical and public health emergency requiring rapid specialist management. Clin Med (Lond). 2016 Apr;16(2):180-3. 9. UNAIDS, World Health Organization. UNAIDS/WHO policy statement on HIV testing. June 2004 [internet publication]. 10. Buku Pedoman Skills Lab Mahasiswa Kedokteran Gigi Unviersitas Syiah Kuala 2019 11. EMI Guidelines - Appendix 34 Referral letter to infectious disease/HIV physician (reviewed May 2016)
39
12. Neville BW., et al. Oral and Maxillofacial Pathology 4th Edition. WB Saunders Company. Philadelphia. 2015. pg : 143-5; 192-3 13. Newman, Michael G., Takei, Henry H. Newman and Caranza’s Clinical Periodontology. 13 Ed. USA : Elsevier. 2019. P. 1581; 2586-91. 14. Regezi, Sciubba, Jordan. Oral Phathology Clinical Pathologic Correlation. 7th ed. Sounders. St. Louit: Elsevier. 2017. p104-105 15. Millsop Jillian W., Fazel Nasim, Oral Candidiosis, Clinics in Dermatology (2016). Page 4-6 16.
40