SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Tiara Intan Citaresmi 103020047 Ria Melanti Umar
Pembentukan suatu larutan tidak akan menimbulkan pengaruh terhadap sifat-sifat kimia zat-zat penyusun larutan tersebut. Sifat-sifat fisis suatu zat sering berubah tatkala larutan itu menjadi komponen larutan (Achmad, 1996). Terdapat beberapa sifat fisis larutan yang bergantung pada sejumlah partikel zat terlarut, tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Sifat-sifat seperti itu dikelompokkan sebagai sifat koligatif larutan, meliputi penurunan tekanan uap larutan, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik (Sunarya, 2005). Tujuan percobaan dari Sifat Koligatif Larutan adalah untuk menentukan penurunan tekanan uap, untuk menentukan titik beku larutan, untuk menentukan titik didih, dan untuk menentukan tekanan osmotik (Sutrisno, dkk, 2010). Prinsip percobaan dari Sifat Koligatif Larutan adalah berdasarkan pada hukum Roult yang menyatakan penurunan titik beku suatu larutan, sebanding dengan konsentrasi larutan yang dinyatakan dengan metode molaritas. 1. Penurunan Tekanan Uap ∆P = x . P° 2. Penurunan Titik Beku ∆Tf = Kf . m 3. Kenaikan Titik Didih ∆Td = Kd . m 4. Tekanan Osmotik π=M.R.T (Sutrisno, dkk, 2010). Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut tetapi hanya bergantung pada konsentrasi pertikel zat terlarutnya. Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan nonelektrolit. Sifat koligatif larutan
adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi hanya semata-mata ditentukan oleh banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan (konsentrasi zat terlarut) (Anonim, 2010).
Gambar 1. Sifat Koligatif Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, Walaupun pada konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit tersebut terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit. Ada empat jenis sifat koligatif larutan, yaitu: penurunan tekanan uap (∆P), penurunan titk beku (∆Tf) kenaikan titik didih (∆Tb), dan tekanan osmotik (π) (Anonim, 2010). Dalam larutan, terdapat beberapa sifat zat yang hanya ditentukan oleh banyaknya partikel zat terlarut. Oleh karena sifat koligatif larutan ditentukan oleh banyaknya partikel zat terlarut, maka perlu diketahui tentang konsentrasi larutan. Titik didih suatu zat cair adalah temperatur dimana tekanan uap sama dengan tekanan atmosfer. Dengan kata lain tekanan yang disebabkan oleh uap yang berada
Artikel Kimia Dasar Sifat Koligatif Larutan
dalam suatu gelembung-gelembung yang membuat permukaan cairan terdorong ke atas melawan tekanan atmosfer yang ke bawah (Brady, 1999). Tekanan uap suatu zat cair akan meningkat bila suhu dinaikkan sampai zat itu mendidih. Suatu zat cair dikatakan mendidih bila tekanan uapnya sama dengan tekanan udara di atas cairan (tekanan udara luar). Jika ke dalam suatu cairan yang mendidih ditambahkan zat yang tidak menguap maka tekanan uap larutan yang terbentuk akan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murni. Akibatnya, agar larutan itu mendidih maka diperlukan tambahan kalor sebesar penurunan tekanan uap akibat penambahan zat terlarut yang tidak menguap tersebut (Sunarya, 2005). Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni. Untuk larutan non elektrolit kenaikan titik didih dinyatakan dengan: ΔTb = m . Kb keterangan: ΔTb = kenaikan titik didih (oC) m = molalitas larutan Kb = tetapan kenaikan titik didih molal
(W menyatakan massa zat terlarut), maka kenaikan titik didih larutan dapat dinyatakan sebagai:
Bila panas ditambahkan, sebagian zat padat akan meleleh sehingga lebih banyak cairan terbentuk, tetapi suhunya akan tetap sama sebagai kedua fasa masih tetap ada (Brady, 1999). Penurunan tekanan uap akibat zat terlarut yang tidak menguap dapat menyebabkan penuruan titik beku suatu larutan. Gejala ini terjadi karena zat terlarut tidak larut dalam fasa padat pelarut. Contohnya saja es murni, es murni selalu memisah ketika larutan dalam air membeku, untuk itu diperlukan suhu lebih rendah lagi untuk mengubah seluruh larutan menjadi fasa padatnya (Sunarya, 2005). Adanya zat terlarut dalam larutan akan mengakibatkan titik beku larutan lebih kecil daripada titik beku pelarut. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Keterangan : ∆Tf = penurunan titik beku kf = penurunan titik beku molal m = massa zat terlarut Mr = massa molekul relatif (Anonim, 2010). Tekanan uap (Vapor Pressure) adalah suatu ukuran yang memiliki kecenderungan molekul-molekul suatu cairan untuk berhasil menguap. Makin besar tekanan uap suatu cairan maka makin mudah molekul-molekul cairan itu berubah menjadi uap. Harga tekanan uap akan membesar (cairan makin mudah menguap) apabila suhu dinaikkan (Achmad, 1996).
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik didih larutan dinyatakan sebagai : Tb = (100 + ΔTb) oC (Anonim, 2010). Titik beku atau titik leleh adalah suhu tertentu dimana cairan, dan zat padatnya dapat berada dalam keadaan setimbang. Titik beku atau titik leleh tergantung dari arah mana pendekatan yang ditempuh, dari suhu tinggi atau suhu rendah. Pada titik beku kecepatan partikel meninggalkan keadaan padat, dan memasuki keadaan cair sama dengan kecepatan partikel meninggalkan keadaan cair dan memasuki keadaan padat.
Gambar 2. Gambaran penurunan tekanan uap Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu
Artikel Kimia Dasar Sifat Koligatif Larutan
tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair menyebabkan terjadinya penurunan tekanan uap. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan berkurang (Anonim, 2010). Menurut Roult : p = p o . XB keterangan: p : tekanan uap jenuh larutan po : tekanan uap jenuh pelarut murni XB : fraksi mol pelarut Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi : P = Po (1 – XA) P = P o – P o . XA P o – P = P o . XA
adalah suatu selaput yang dapat dilalui oleh suatu molekul-molekul pelarut dan tidak dapat dilalui oleh zat terlarut. Menurut Van't Hoff, tekanan osmotik larutan dirumuskan : Keterangan : π = tekanan osmotik M = molaritas larutan R = tetapan gas ( 0,082 ) T = suhu mutlak (Anonim, 2010).
Sehingga : ΔP = po . XA keterangan: ΔP : penuruman tekanan uap jenuh pelarut po : tekanan uap pelarut murni XA : fraksi mol zat terlarut Tekanan uap larutan adalah salah satu sifat fisik yang dipengaruhi oleh adanya suatu solut. Bila suatu solut yang tidak menguap dilarutkan dalam pelarut cairan maka tekanan pelarutnya dikatakan rendah (Brady,1999). Osmosis adalah suatu proses dimana suatu solven akan berdifusi dari larutan konsentrasi rendah kelarutan yang lebih pekat melalui suatu lapisan tipis yang hanya dapat dilalui oleh partikel solven tetapi tidak dapat dilalui oleh partikel solut pada suatu proses osmosis untuk menyamakan konsentrasi antara dua larutan yang dihubungkan oleh suatu membran (Brady, 1999). Kecepatan pada pergerakan suatu molekul-molekul solven dari konsentrasi rendah ke arah larutan yang konsentrasinya tinggi akan lebih cepat dari arah sebaliknya kemungkinan disebabkan pada permukaan membran, konsentrasi solven dilarutkan yang lebih encer maka akan menjadi lebih besar (Brady, 1999). Tekanan osmotik adalah gaya yang diperlukan untuk mengimbangi desakan zat pelarut yang melalui selaput semipermiabel ke dalam larutan. Membran semipermeabel
Gambar 3. Tekanan Osmotik Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain disebut larutan Hipotonis. Larutan yang mempunyai tekanan lebih tinggi dari yang lain disebut larutan Hipertonis. Larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama disebut Isotonis (Anonim, 2010). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada larutan elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama. Contoh : Larutan 0,5 molal glukosa dibandingkan dengan larutan 0,5 molal garam dapur. Untuk larutan glukosa dalam air jumlah partikel (konsentrasinya) tetap, yaitu 0,5 molal. Untuk larutan garam dapur: NaCl(aq) → Na+(aq) + Cl-(aq) karena terurai menjadi 2 ion, maka konsentrasi partikelnya menjadi 2 kali semula = 1,0 molal. Yang menjadi ukuran langsung dari keadaan (kemampuannya) untuk mengion adalah derajat ionisasi. Besarnya derajat ionisasi ini dinyatakan sebagai : α° = jumlah mol zat yang terionisasi atau jumlah mol zat mula-mula Untuk larutan elektrolit kuat, harga derajat ionisasinya mendekati 1, sedangkan untuk
Artikel Kimia Dasar Sifat Koligatif Larutan
elektrolit lemah, harganya berada di antara 0 dan 1 (0 < α < 1). Atas dasar kemampuan ini, maka larutan elektrolit mempunyai pengembangan di dalam perumusan sifat koligatifnya (Anonim, 2010). Molalitas (kemolalan) adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000 gram) pelarut. Molalitas didefinisikan dengan persamaan berikut :
Keterangan : m = molalitas larutan (mol / kg) n = jumlah mol zat terlarut (g / mol) P = massa pelarut (g) (Anonim, 2010). Kemolaran atau molaritas suatu larutan adalah banyaknya mol zat terlarut per liter larutan. M= n V M = gr × 1000 Mr V Fraksi mol adalah satuan konsentrasi yang dimana semua komponen larutannya dinyatakan berdasarkan mol. Fraksi mol komponen i, dilambangkan dengan xi adalah jumlah mol komponen i dibagi dengan jumlah mol semua komponen dalam larutan. Fraksi mol j adalah xj, dan seterusnya. Jumlah fraksi mol dari semua komponen adalah 1. Persamaannya dapat ditulis. Molalitas didefinisikan dengan persamaan berikut:
(Anonim, 2010). Meskipun sifat koligatif melibatkan larutan, sifat koligatif tidak bergantung pada interaksi antara molekul pelarut, dan zat terlarut, tetapi bergantung pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan. Sifat koligatif terdiri dari penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik (Anonim, 2010). Peristiwa dimana molekul-molekul zat cair melepaskan diri dari permukaan cairannya, dan membentuk fasa gas atau uap disebut menguap. Gejala ini disebabkan oleh adanya kemampuan partikel untuk memecahkan gaya antaraksi antar molekul
suatu cairan. Kemudahan suatu senyawa yang menguap ditentukan oleh kekuatan gaya antar molekul. Maka makin lemah gaya antar partikel makin mudah zat itu akan menguap. Kemudian uap yang terbentuk menimbulkan tekanan, disebut tekanan uap (Sunarya, 2005). Pada sifat koligatif larutan, titik didih berbanding lurus dengan suhu. Jika suhu naik maka titik didih akan naik, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan, maka titik didihnya akan meningkat (Anonim, 2010). Alat yang digunakan dalam percobaan Sifat Koligatif Larutan adalah termometer, gelas kimia, tabung reaksi, kaki tiga, kawat kasa, statif, klem, bunsen, neraca triple beam, batang pengaduk, dan penjepit tabung reaksi. Bahan yang digunakan dalam percobaan Sifat Koligatif Larutan adalah sukrosa (C12H22O11), Naftalen (C10H8), aquadest, dan belerang (S). Metode percobaan Penentuan Titik Beku Naftalena adalah pertama timbang 5 gram naftalena menggunakan neraca triple beam, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih, dan kering. Rancang terlebih dahulu alat-alat sesuai prosedur, kemudian gelas kimia diisi dengan aquadest sebanyak 200 ml. Panaskan air dalam gelas kimia secara perlahan sampai semua naftalen yang berada di dalam tabung reaksi mencair. Keluarkan pembakar atau bunsen, dan padamkan api, kemudian selanjutnya setiap 1 menit suhu dicatat sampai mencapai 70°C. Buatlah grafik perubahan suhu pelarut naftalen sebagai fungsi waktu, dan tentukan titik beku pelarut naftalen dari grafik tersebut. Catatan : Pelarut naftalen dari percobaan di atas jangan dibuang, karena akan digunakan untuk percobaan berikutnya. Metode percobaan Penentuan Titik Beku Belerang dalam Naftalena adalah pertama timbang serbuk belerang sebanyak 1 gram menggunakan neraca triple beam. Panaskan kembali air dalam gelas kimia seperti pada percobaan di atas sampai semua naftalen menjadi cair kembali. Dimasukkan serbuk belerang sebanyak 1 gram ke dalam tabung reaksi yang berisi naftalen yang telah
Artikel Kimia Dasar Sifat Koligatif Larutan
mencair, kemudian diaduk sampai semua belerang melarut dalam naftalen, dan pemanasan dilanjutkan sampai belerang tadi tercampur atau larut pada naftalen yang mencair. Keluarkan atau dimatikan api pada pembakar atau bunsen, dan padamkan api, kemudian selanjutnya setiap 1 menit suhu dicatat sampai mencapai 70°C. Buatlah grafik, dan tentukan penurunan titik beku larutan belerang dalam naftalen. Metode percobaan Penentuan Titik Didih Sukrosa adalah pertama disiapkan terlebih dahulu alat-alat yang bersih, dan kering sesuai dengan prosedur. Kemudian alat tersebut disusun sesuai dengan prosedur percobaan pada gambar. Kemudian bahan disiapkan yaitu gula, dan ditimbang menggunakan neraca triple beam sebanyak 10 gram. Dipanaskan air sebanyak 200 ml di dalam gelas kimia menggunakan pemanas atau bunsen sampai air tersebut mendidih (sampai keluar gelembung-gelembung pada dasar gelas kimia). Apabila air sudah mendidih, dimasukkan gula sebanyak 10 gram tadi ke dalam pelarut atau air yang mendidih. Sebelumnya catat suhu awalnya sebelum dimasukkan gula. Kemudian setelah semua gula tersebut larut di dalam air yang mendidih, catat suhunya sebagai suhu akhir. Pemanas atau bunsen dimatikan, dan hitung Kb. Penentuan Titik Beku Pelarut Naftalena Tabel 1. Titik Beku Naftalen Waktu (Menit) Suhu (°C) 1 94 2 92 3 89 4 87 5 85 6 82 7 80 8 80 9 79 10 79 11 78 12 76 13 74 14 72 15 70 (Sumber : Tiara Intan Citaresmi, Meja 11, Kelompok 2, 2010)
Penentuan Titik Beku Pelarut Belerang dalam Naftalena Tabel 2. Titik Beku Naftalen-Belerang Waktu (Menit) Suhu (°C) 1 92 2 90 3 88.5 4 85 5 82 6 80 7 77 8 75 9 73 10 71.5 11 72 12 71 13 70 (Sumber : Tiara Intan Citaresmi, Meja 11, Kelompok 2, 2010) Penentuan Titik Didih Sukrosa Tabel 3. Titik Didih Sukrosa 88°C T.awal 92°C T.akhir 4°C ∆T 27,36°Cm-1 Kb 4°C ∆Tb (Sumber : Tiara Intan Citaresmi, Meja 11, Kelompok 2, 2010) Faktor yang menyebabkan pengkristalan, dan pembekuan adalah sifat naftalen (C10H8) yang akan membeku apabila proses pemanasannya dihentikan atau tidak dalam keadaan dipanaskan. Walaupun sebenarnya suhu pada saat dimatikan tinggi, sekitar 70°C. Akan tetapi proses pembekuan terjadi. Sama halnya jika naftalen tersebut ditambah dengan belerang, proses pembekuan hanya sedikit lambat karena larutan tersebut tidak murni. Air murni yang pada tekanan 1 atm mempunyai titik beku 0°C, dan titik didih 100°C. Larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah dari yang lain disebut larutan hipotonis. Larutan yang mempunyai tekanan lebih tinggi dari yang lain disebut larutan hipertonis. Larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama disebut isotonis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan untuk
Artikel Kimia Dasar Sifat Koligatif Larutan
mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama. Rumus molekul naftalen yaitu C10H8 dengan massa relatifnya sebesar 128. Sedangkan rumus molekul sukrosa yaitu C12H22O11 dengan massa relatifnya sebesar 342. Aplikasi dari sifat koligatif larutan dalam bidang pangan misalnya digunakan untuk menentukan titik beku pada pembuatan es krim, dan titik didih pada pembuatan larutan gula. Selain itu, aplikasi lainnya dengan memanfaatkan proses penurunan tekanan osmotik suatu larutan yang terjadi pada mentimun yang disimpan lama pada mesin pendingin lalu dikeluarkan pada suhu kamar, dapat juga dimanfaatkan untuk proses pembuatan telur asin, dan acar pada mentimun. Berdasarkan percobaan Sifat Koligatif Larutan adalah para praktikan dapat menentukan penurunan titik beku naftalen, penurunan titik beku naftalen, dan belerang, dan penentuan titik didih larutan gula. Selain itu dari percobaan penurunan titik beku naftalen didapat hasil ∆Tf sebesar 1,36°C, dan Tf sebesar -1,36°C. Untuk penurunan titik beku naftalen, dan belerang didapat hasil ∆Tf sebesar 2,38°C, Tf sebesar -2,38°C, dan Tf larutan belerang sebesar -3,74°C. Untuk titik didih larutan gula didapat hasil suhu awal sebesar 88°C, suhu akhir sebesar 92°C, ∆T sebesar 4°C, dan Kb sebesar 27,36°Cm-1. Saran dari Sifat Koligatif Larutan adalah sebaiknya alat yang sudah tidak berfungsi atau kotor sebaiknya diganti dengan alat yang baru, dan ada penambahan. Agar para praktikan tidak membuang-buang waktunya untuk membersihkan alat yang digunakan atau gagal dalam melakukan percobaan. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2010), Sifat Koligatif Larutan, www.chem-is-try-org, Accessed : 7 Desember 2010. Achmad, Hiskia, (1996), Kimia Larutan, PT Citra Aditya Bakti : Bandung.
Brady, E. James, (1999). Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binapura Aksara : Jakarta. Khopkar, S. M, (1990). Konsep Dasar Kimia Analiti. UI-Press : Jakarta. Sunarya, Drs. Yayan, M.si., (2005), Kimia Dasar 2 Berdasarkan Prinsip-Prinsip Terkini, Edisi kedua, Alkemi Grafisindo Press : Bandung. Sutrisno, Ela Turmala, (2010)., Penuntun Praktikum Kimia Dasar, Universitas Pasundan : Bandung. Underwood, A. L, (1988), Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga : Jakarta.