LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN “RESPIRASI KACANG HIJAU (Vigna radiata L)”
Oleh: Anisah 17030204027 Pendidikan Biologi A 2017
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019
A.
Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah?
B.
Tujuan Percobaan Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah
C.
Hipotesis Ha
: Terdapat pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah
H0
:Tidak terdapat pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah
D.
Kajian Pustaka Respirasi merupakan proses biologis pada makhluk hidup artinya proses penyerapan O2 yang digunakan dalam proses pembakaran (oksidatif) dengan menghasilkan energi dan diikuti adanya proses pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbodioksida dan air. Proses respirasi melibatkan kerja berbagai enzim. Sehingga enzim tidak mengalami kerusakan maka enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbon dioksida (Hendy, 1990). Karbohidrat dan asam-asam organik merupakan substrat utama dalam jaringan yang diperlukan oleh kebanyakan tumbuhan dalam proses respirasi. Proses respirasi dapat dibedakan dalam 3 fase yaitu (a) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, (b) gula yang dioksidasi menjadi asam piruvat, (c) transformasi asam-asam organik dan asam piruvat secara aerobik menjadi CO2, air dan energi (Paramita, 2010). Respirasi pada hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O. Yang disebut substrat respirasi adalah setiap senyawa organik yang dioksidasikan dalam respirasi, atau senyawasenyawa yang terdapat dalam sel tumbuhan yang secara relatif banyak jumlahnya dan biasanya direspirasikan menjadi CO2 dan air. Sedangkan metabolit respirasi adalah intermediat-intermediat yang terbentuk dalam reaksi-reaksi respirasi (Simbolon, 1989).
Ditinjau dari kebutuhannya akan oksigen, respirasi dapat dibedakan menjadi respirasi aerob yaitu respirasi yang menggunakan oksigen bebas untuk mendapatkan energi dan respirasi anaerob atau biasa disebut dengan proses fermentasi yaitu respirasi yang tidak menggunakan oksigen namun bahan bakunya adalah seperti karbohidrat, asam lemak, asam amino sehingga hasil respirasi berupa karbondioksida, air dan energi dalam bentuk ATP (Keeton, 1997). Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6 O2
→
6CO2 + 6H2O + Energi
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Sedangkan untuk menghitung respirasi dapat menggunakan koefisian respirasi (KR), yaitu perbandingan CO2 dengan O2 (Barbosa, 2011). Substrat respirasi meliputi senyawa karbohidrat, glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, lipid, asam-asam organik, dan protein. Proses respirasi yang dominan terjadi pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu: tunas, biji yang berkecambah, ujung tunas, ujung akar, serta kuncup bunga. Hubungan respirasi dengan lintasan metabolisme lain di dalam tumbuhan dapat dilihat melalui glikolisis, lintasan pentosa fosfat, serta siklus asam sitrat (Barbosa, 2011). Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap atau diperlukan dan menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi (Simbolon, 1989). Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah melakukan respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma yang kaya akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini, berfungsi sebagai substrat yang dapat
menghasilkan energi dalam menyokong proses pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan) (Barbosa, 2011). Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2 dan CO2. Laju respirasi menentukan daya tahan produk yang disimpan sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada tumbuhan ditandai oleh penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan konsentrasi CO2 dalam chamber (Wills et al., 1981). Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan respirasi. Pada 0oC respirasi sangatlah rendah, sedang pada 35oC-45oC akan mencapai maksimum. Tetapi apabila temperatur terus menerus diatas 30oC maka kegiatan respirasi akan menurun. Sehabis 3 jam tampaklah berkurangnnya kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan karena non-aktifnya enzim-enzim, bertimbun tumbuhnya CO2, kurangnya O2 dan kurangnya persediaan substrat. Antara 100-300 kegiatan kenaikan respirasi ada 2 sampai 2,5 kali, dengan kata lain perkataan, Q10-nya antara temperatur-temperatur optimum, respirasi makin berkurang. Dibawah 0oC respirasi sangatlah sukar untuk diselidiki, namun ada beberapa jaringan tanaman yang masih dapat diamati kegiatan respirasinya pada temperatur 2oC (D. Dwidjoseputro, 1985). Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Ketersediaan substrat Respirasi bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang banyak gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula
tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah (Salisbury & Ross, 1995). 2. Ketersediaan oksigen Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Yasa, 2009). 3. Suhu Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Pada suhu yang lebih rendah, kerja enzim tidak optimal sehingga mengakibatkan reaksi pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih lambat sehingga volume CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih sedikit (Salisbury & Ross, 1995). 4. Jenis dan Umur Tumbuhan Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Grander, 1991).
E.
Variabel Penelitian Variabel kontrol
: Volume NaOH, konsentrasi NaOH, jumlah tetesan PP, berat kecambah, umur kecambah, waktu penyimpanan kecambah, volume BaCl2.
Variabel manipulasi
: Perbedaan suhu ruangan 30°C dan suhu inkubator 37°C
Variabel respon
: Laju respirasi kecambah
F.
Definisi Operasional Variabel Dalam praktikum kali ini variabel manipulasi yang digunakan oleh praktikan adalah suhu. Suhu yang digunakan dalam praktikum ini adalah suhu ruangan 30oC dan suhu inkubator 37oC. Suhu sengaja dibuat berbeda supaya dapat dijadikan pembanding serta dapat diketahui pengaruhnya terhadap variabel respon yang akan diamati. Dalam sebuah percobaan atau penelitian harus ada variabel-variabel yang dikontrol, dimana variabel tersebut sengaja diatur dan dibuat sama agar hasil yang diperoleh valid sehingga diharapkan tidak akan mengganggu hasil uji. Variabel kontrol pada praktikum ini diantaranya yaitu volume NaOH 30 ml per erlenmeyer, jumah tetesan PP 2 tetes, berat kecambah 5 gram per sampel, umur kecambah 2 hari, waktu penyimpanan kecambah 24 jam, volume BaCl2 2,5 ml. Pada praktikum ini variabel respon yang muncul adalah kecepatan laju respirasi kecambah. Kecepatan laju respirasi kecambah termasuk ke dalam variabel respon karena muncul sebagai bentuk respon akibat adanya manipulasi dengan perbedaan suhu ruangan 30oC dan suhu inkubator 37oC.
G.
Alat dan Bahan Praktikum
pengaruh
kadar enzim
terhadap
kecepatan reaksi
pengubahan amilum dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 10 Maret 2019 dan 11 Maret 2019 yang bertempat di laboratorium fiologi tumbuhan pada gedung C10 Jurusan Biologi Fmipa UNESA, Surabaya. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu erlemenyer 250 ml 6 buah, timbangan, spet, kain kasa, benang, plastik dan pipet. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu kecambah kacang hijau umur 2 hari, larutan NaOH 0,5 M, larutan HCl 0,5 N, larutan BaCl2 0,5 N, dan larutan Phenolftalin (PP).
H.
Rancangan Percobaan Kecambah kacang hijau berumur 2 hari
Erlenmeyer
- Disiapkan 6 buah
- Ditimbang 5 gram
- Masing-masing diisi 30
- Dibungkus dengan kain
ml larutan NaOH 0,5
kasa lalu diikat dengan
M.
tali Erlenmeyer + Kecambah - Kecambah digantungkan diatas larutan NaOH - Botol ditutup rapat-rapat dengan plastik
Simpan dalam inkubator 37oC (selama 24 jam)
Simpan dalam suhu ruang 30oC (selama 24 jam)
- Diambil 5 ml NaOH dalam botol dan dimasukkan kedalam erlenmeyer - Ditambahkan BaCl2 - Ditambahkan 2 tetes larutan PP - Dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai berwarna bening Hasil
I.
Langkah Kerja 1. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan. 2. Siapkan 6 erlenmeyer kemudian isilah masing-masing dengan 30 ml larutan NaOH 0,5 M. 3. Timbang 5 gram kecambah yang disediakan kemudian bungkus dengan kain kasa dan ikat dengan seutas tali. Masing-masing 2 sampel untuk suhu ruangan dan 2 sampel untuk suhu di dalam ruang inkubator.
4. Masukkan ke dalam erlenmeyer dan gantungkan bungkusan kecambah tersebut di atas larutan NaOH dengan bantuan talinya, kemudian tutup rapat-rapat botol tersebut dengan plastik. 1. Siapkan 6 erlenmeyer, isilah dengan 30 ml larutan NaOH 0,5 M. 2. Timbang 5 gram kecambah, bungkus dengan kain kasa, ikat dengan tali 3. Masukkan ke erlenmeyer, gantung dengan tali kecambah di atas NaOH, tutup 4. Simpan 2 botol isi kecambah, 1 botol tanpa kecambah (suhu ruang, inkubator) 5. Setelah 24 jam lakukan titrasi 6. Ambil 5 ml larutan NaOH dalam botol 7. Tambahkan 2,5 ml BaCl2 8. Tetesi dengan 2 tetes PP sehingga larutan berwarna merah 9. Titrasi dengan HCl 0,5 N, dihentikan setelah warna merah hilang 5. Simpanlah 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah (kontrol) masing-masing di dalam ruangan dengan suhu ruangan dan yang lain di dalam inkubator besuhu 37°C. 6. Setelah 24 jam lakukan titrasi untuk mengetahui jumlah gas CO2 yang dilepaskan selama respirasi kecambah. 7. Ambil 5 ml larutan NaOH dalam botol, masukkan dalam erlenmeyer. Kemudian tambahkan 2,5 ml BaCl2 dan tetesi dengan 2 tetes PP sehingga larutan berwarna merah. Sehingga larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,5 N. Titrasi dihentikan setelah warna merah tepat hilang.
J.
Rancangan Tabel Pengamatan Tabel 1. Hasil Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Transpirasi Kecambah
Suhu
Erlenmeyer
Volume
Volume CO2
CO2 hasil
Laju respirasi
HCl (ml)
+ terikat (ml)
respirasi (ml)
(ml/jam)
-3,6
-0,15
1,2
0,05
Suhu ruang
Kontrol
3
12
(30oC)
A
3,4
9,6
B
3,8
7,2
Suhu
Kontrol
4,1
5,4
inkubator
A
3,8
7,2
(37oC)
B
4
6
0.1
Kecepatan Respirasi
0.05 0.05 0
30˚C
37˚C
-0.05
Laju respirasi (ml/jam)
-0.1 -0.15 -0.15 -0.2
Suhu
Grafik 1. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Respirasi Kecambah
K.
Rencana Analisis Data Berdasarkan tabel dan grafik dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat dianalisis bahwa semakin besar suhu dapat mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan pada proses respirasi kecambah kacang hijau. Terdapat perbedaan antara volume CO2 yang dihasilkan pada keadaan suhu ruang 30oC dan keadaan pada suhu inkubator 37oC. Pada suhu ruang didapatkan nilai CO2 hasil transpirasi sebesar -3,6 ml, sedangkan pada suhu inkubator didapatkan nilai CO2 hasil transpirasi sebesar 1,2 ml. Pada percobaan dengan perlakuan menempatkan erlenmeyer pada suhu ruang 30oC didapatkan kecepatan respirasi kecambah kacang hijau adalah -0,15 ml/jam. Sedangkan pada percobaan dengan perlakuan menempatkan erlenmeyer pada suhu inkubator 37oC didapatkan kecepatan respirasi kecambah kacang hijau adalah 0,05 ml/jam.
L.
Hasil Analisis Data Proses respirasi merupakan deretan reaksi kimia, sehingga peka terhadap perubahan temperatur. Pada 0°C, kecepatan respirasi sangat rendah. Kenaikan temperatur sampai 35°C atau 45°C akan mencapai maksimum, kemudian turun lagi pada temperatur yang lebih tinggi. Perlakuan temperatur ini berkaitan dengan lamanya perlakuan, artinya pada 25-30°C mula-mula kecepatan respirasi naik, namun akan menurun jika
berlangsung lama. Umumnya semakin tinggi temperatur, penurunan kecepatan respirasi semakin cepat (Dwidjoseputro, 1985). Pada percobaan ini, digunakan kecambah kacang hijau yang masih muda yaitu kecambah yang berumur 2 hari karena kecambah muda masih aktif melakukan metabolisme yang menghasilkan energi. Energi tersebut digunakan untuk pertumbuhan kecambah (Yasa, 2009). Kecambah yang diuji digantung di dalam Erlenmeyer yang berisi 30 ml NaOH yang nantinya berfungsi untuk mengikat CO2 hasil respirasi kecambah. Dibutuhkan waktu 24 jam untuk mengamati respirasi kecambah. NaOH yang didapat dari erlenmeyer direaksikan dengan BaCl2 kemudian ditirasi dengan HCl untuk mengetahui banyaknya CO2 yang dibebaskan. Kecambah yang diuji di gantung di atas larutan NaOH. Larutan NaOH berfungsi sebagai sebagai larutan yang dapat berikatan dengan CO2 hasil dari respirasi kecambah. NaOH yang mengikat CO2 akan membentuk natrium bikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut. Setelah 24 jam, NaOH di reaksikan dengan BaCl2 dan dititrasi dengan HCl untuk mengetahui banyaknya CO2 yang dibebaskan, penambahan BaCl2 berfungsi untuk mengendapkan karbondioksida yang telah diikat oleh NaOH. NaOH yang tidak mengikat CO2 tidak semuanya bereaksi dengan BaCl2 dan menghasilkan Ba(OH)2 yang berwarna bening. Kemudian Ba(OH)2 tersebut diuji dengan PP, terjadi perubahan warna menjadi merah. Warna merah menunjukkan bahwa Ba(OH)2 bersifat basa. Indikator pp berfungsi untuk memudahkan mengamati perubahan warna ketika larutan dititrasi. Kemudian larutan dititrasi dengan asam kuat yaitu HCl dengan menggunakan pipet tetes hingga larutan berubah warna menjadi bening kembali. Warna dapat kembali bening menunjukkan bahwa larutan basa telah bereaksi sempurna dengan asam sehingga larutan menjadi netral. Jumlah karbon dioksida yang dilepaskan oleh kecambah pada proses repirasi aerob berbanding lurus dengan jumlah HCl yang diteteskan ketika titrasi dengan kata lain semakin banyak karbondioksida yang dilepaskan maka semakin banyak HCl yang diperlukan saat titrasi, dan begitu pula sebaliknya.
Dari hasil praktikum yang didapatkan menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi laju reaksi respirasi. Hal ini sesuai dengan teori (Salisbury & Ross, 1995), dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu sampai titik atau suhu optimum. Pada suhu inkubator 37°C volume CO2 hasil respirasi sebesar 1,2 ml sehingga didapatkan kecepatan respirasi sebesar 0,05 ml/jam. Hal ini dikarenakan pada suhu inkubator suhunya dibuat konstan (stabil), pada suhu yang konstan (stabil) kerja enzim akan lebih optimal tanpa mengalami kerusakan. Proses respirasi melibatkan kerja berbagai enzim. Sehingga enzim tidak mengalami kerusakan maka enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbon dioksida (Hendy, 1990). Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi kecambah lebih besar. Selain itu, pada suhu yang lebih tinggi volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga kadar CO2 yang dilepaskan makin besar. Sedangkan pada suhu ruangan 30˚C volume CO2 hasil respirasi kecambah lebih rendah daripada suhu inkubasi yaitu sebesar -3,6 ml, sehingga didapatkan kecepatan respirasi sebesar -0,15 ml/jam. Hal ini dikarenakan pada suhu yang lebih rendah, kerja enzim tidak optimal sehingga mengakibatkan reaksi pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih lambat sehingga volume CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih sedikit dan kadar CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih kecil (Salisbury & Ross, 1995). M.
Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah, sehingga menerima Ha dan menolak Ho. 2. Semakin tinggi suhu, maka semakin cepat laju respirasi pada kecambah. Hal ini terlihat pada suhu inkubator 37˚C laju respirasinya lebih tinggi yaitu 0,05 ml/jam. Sedangkan pada suhu ruang 30˚C laju respirasinya lebih rendah dibandingkan suhu inkubator 37˚C yaitu sebesar -0,15 ml/jam.
N.
Daftar Pustaka Barbosa, L.D.N dkk. 2011. “Influence Of Temperature On The Respiration Rate Of Minimally Processed Organic Carrots (Daucus Carota L. Cv. Brasília)”. Ciênc. Tecnol. Aliment. Vol.31(1): 78-85. Dwidjoseputro, D. 1985. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Djambatan. Grander, Pearce dan R.L. Mithell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta : Universitas Indonesia. Hendy, S. 1990. Biologi Pertanian. Jakarta : Rajawali Press. Keeton, W.T. 1967. Biological Science. Norton and company. INC. New York Paramita, Octhaviani. 2010. “Pengaruh Memar terhadap Perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga (Mangifera Indica L) Var Gedong Gincu pada Berbagai Suhu Penyimpanan”. Kompetensi Teknik. Vol.2(1): 29-38. Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB. Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta : Penerbit Erlangga. Wills, R.A.H., T.H. Lee, D. Graham, W.B. McGlasson, E.G. Hall. l98l. Postharvest An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and vegetables. Sydney: New South Wales University Press. Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. www.idonbiu.com. (diakses pada tanggal 23 Maret 2019).