LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN STERILISASI DAN PEMBUATAN MEDIUM
Disusun oleh: ELSA NURSYAHADAH
16304244017
BAYU KHRISNA INDRIYANI
16304244018
DIAN ANDISTRI
16304244020
YOANISA AMALIA INSANI
16304244021
Kelompok 11 Pendidikan Biologi (A) 2016
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2019
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Metode
kultur
jaringan
merupakan
prosedur
laboratorium
aseptis
yang
membutuhkan fasilitas yang unik dan keahlian khusus. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar metode kultur jaringan dapat dilaksanakan, diantaranya adalah laboratorium kultur jaringan tumbuhan, alat dan bahan yang diperlukan dalam metode kultur jaringan tumbuhan, metode sterilisasi, serta pembuatan media pertumbuhan. Laboratorium kultur jaringan hendaknya memiliki luas yang memadai agar dapat berfungsi secara maksimal. Pengaturan ruangan laboratorium harus dapat mengakomodasi berbagai kegiatan yang berbeda. Selain penataan ruang laboratorium kultur jaringan, hal yang perlu diperhatikan adalah sterilisasi. Sterilisasi adalah proses membunuh dan menghilangkan semua mikroorganisme dan spora dalam suatu material atau objek. Tujuan utamanya adalah untuk meminimalisir atau meniadakan potensi kontaminasi dari mikroba yang tidak diinginkan. Metode sterilisasi yang dilakukan diupayakan berlangsung secara cepat dan dapat meminimalkan atau menghilangkan potensi kontaminasi mikroba seefektif mungkin. Di dalam ruangan kultur jaringan harus dalam keadaan aseptik. Bermuara dalam kondisi yang aseptik, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptik. Untuk mendapatkan ruangan dengan kondisi yang aseptik perlu dilakukan sterilisasi pada tiap ruangan dengan ketentuan tertentu, tergantung karakter dari masing-masing fungsi ruangan kultur jaringan tersebut. Semua jenis tanaman yang menyebabkan diciptakannya berbagai macam media yang disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan dikulturkan (Hendaryono, 1994). Media pertumbuhan dalam kultur jaringan merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam 2
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Tiga faktor tersebut, yaitu laboratorium kultur jaringan, teknik sterilisasi, dan media pertumbuhan untuk kultur jaringan penting diketahui sebagai pengetahuan awal untuk menunjang pelaksanaan praktikum kultur jaringan. Oleh karena itu, pada penyusunan laporan kali ini dibahas lebih rinci mengenai teknik sterilisasi, dan media pertumbuhan. Pembuatan larutan stok berdasarkan pengelompokan stok makro, stok mikro, stok Fe, stok vitamin dan stok hormon sangat diperlukan terutama bila larutan stok tidak disimpan terlalu lama (segera digunakan habis). Stok hormon dapat disimpan antara 2-4 minggu, sedangkan stok hara dapat disimpan 4-8 minggu. Dengan adanya larutan stok, pembuatan media selanjutnya hanya dengan teknik pengenceran dan pencampuran saja. Oleh karena itu, praktikkan membuat larutan stok terlebih dahulu untuk efisiensi waktu. Larutan stok yang dibuat adalah larutan stok makro dengan 2 kali konsentrasi sebanyak 200 ml. Larutan stok merupakan larutan yang berisi satu atau lebih komponen media yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi kompenen tersebut dalam formulasi media yang akan dibuat. Larutan stok biasanya dibuat dengan konsentrasi 10, 100 atau 1000 kali lebih pekat. Jika larutan stok dibuat, pembuatan media dapat dilakukan dengan cara mengambil sejumlah larutan stok sehingga konsentrasinya menjadi sesuai dengan yang terdapat pada formulasi media yang dikehendaki (Yusnita, 2003). Dalam pembuatan larutan stok, yang perlu diperhatikan adalah penyatuan beberapa komponen media sekaligus dalam suatu larutan stok dan harus mempertimbangkan kecocokan dan kestabilan dari sifat kimianya. Dalam larutan stok yang berisi beberapa komponen media jangan sampai ada endapan. Hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan hara dalam media eksplan atau tanaman yang dikulturkan. Setelah larutan stok dibuat, pengambilanya untuk media dapat dilakukan dengan cara memipet atau menakarnya dengan gelas ukur (Yusnita, 2003). Pembutan larutan stok dimaksudkan untuk memberi kemudahan pekerjaan dalam pembutan media selanjutnya antara lain; menghemat pekerjaan menimbang bahan media 3
setiap kali ingin membuat media, mengatasi kesulitan penimbangan dalam jumlah yang sangat kecil, mengurangi kerusakan bahan kimia akibat terlau sering dibuka dan ditutup (Marlin dkk, 2007). Keberhasilan kultur jaringan ditentukan oleh media tanam dan jenis tanaman. Campuran media yang satu mungkin cocok dengan jenis tanaman tertentu, namun tidak cocok untuk jenis tanaman yang lain. Hal ini disebabkan karena setiap spesies tanaman dan bagian dari tanaman mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mensintesa atau merombak zat- zat yang menyusun media. Oleh karena itu tidak ada formulasi yang sesuai untuk semua jenis tanaman yang menyebabkan diciptakannya berbagai macam media yang disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan dikulturkan (Hendaryono, 1994). Biasanya setiap tanaman mempunyai kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhannya. Inti dari teknik kultur jaringan yaitu menyediakan nutrisi dengan media yang tepat untuk pertumbuhan eksplan. Masa kini banyak media yang dibuat khusus untuk penyediaan nutrisi bagi eksplan, salah satunya yaitu media MS (Murashige and Skoog) yang merupakan media yang paling banyak digunakan untuk teknik kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan adalah BAP. Menurut Noggle dan Fritz (1983) BAP memiliki struktur yang mirip dengan kinetin dan juga aktif dalam pertumbuhan dan proliferasi kalus, sehingga BAP merupakan sitokinin yang paling aktif. B. Tujuan 1.
Untuk mengetahui teknik sterilisasi dalam kultur jaringan.
2.
Untuk mengetahui cara pembuatan stok mikro.
3.
Untuk mengetahui cara pembuatan stok myoinositol.
4.
Untuk mengetahui cara pembuatan medium kultur jaringan tanaman.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori Kontaminasi merupakan salah satu faktor pembatas dalam keberhasiln pembiakan tanaman secara kultur jaringan, hal tersebut dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Mikroorganisme (jamur, bakter atau virus) yang masuk dan berkembang biak dengan pesat akan menyerang tanaman dalam botol kultur yang akibatnya dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan tanaman. Idealnya ruangan yang digunakan untuk proses kultur jaringan tanaman bersifat aseptik. Sehingga dibutuhkan ruangan yang sangat bersih dan udara yang kering. Beberapa upaya untuk mencegah munculnya mikro organisme harus dilakukan selama aktifitas kultur jaringan berlangsung. Di dalam kultur jaringan dibutuhkan ruangan yang steril sehingga disediakan ruang khusus dan tidak tercampur atau bersentuhan langsung dengan lingkungannya/ruang lain. Karena hal ini dapat menimbulkan kontaminan masuk ke dalam laboratorium atau bahan kultur. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut maka diperlukan sterilisasi ruangan sebagai langkah awal dalam usaha pembiakan tanaman secara kultur jaringan. Bahan-bahan sterilisasi dapat berupa bahan pemutih, yang dicampur dengan air, dan kemudian dipelkan ke lantai, dan dapat dilakukan menggunakan alkohol maupun menggunakan formalin 5%. Seluruh kegiatan kultur jaringan harus dilakukan secara aseptik. Artinya, seluruh bahan dan alat yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu. Termasuk ruangan laboratoriumnya dan pekerja yang melakukan. Sterilisasi ruangan biasanya dilakukan dengan menyalakan lampu UV selama beberapa menit dan menyemprotkan alkohol 70%. Sementara itu alat dan bahan yang digunakan disterilkan dengan memanaskan dalam autoclave atau direndam larutan sodium hipoklorit (kloroks). Bagi para pekerja, sebelum melakukan aktivitas di dalam laboratorium seluruh permukaan tubuhnya disemprot dengan alkohol 70% (Yuliarti, 2010). Sterilisasi adalah segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar air flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi 5
juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril (Aryulina, 2004). Sterilisasi merupakan teknik membersihkan dan membebaskan suatu benda dari segala kehidupan mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, dan virus). Sterilisasi dalam metode kultur jaringan, meliputi sterilisasi ruangan, sterilisasi alat tanam, sterilisasi media tanam, dan sterilisasi eksplan (Lili Sugiyarto,2018 : 6-7). 1.
Sterilisasi Ruang Salah satu ruang yang harus dijaga kesterilannya adalah ruang transfer yang digunakan untuk inokulasi, isolasi dan subkultur. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 95%, dan lantai dengan kain pel yang dibasahi dengan alkohol 95% atau phenol. Sterilisasi ini mutlak, sterilisasi dilakukan menjelang ruang inokulasi akan digunakan. Lampu ultraviolet dapat digunakan untuk sterilisasi ruang, dan biasanya selalu dinyalakan apabila ruang inokulasi tidak digunakan, serta dimatikan saat masuk dalam ruang ini (Edhi Sandra, 2013).
2.
Sterilisasi Alat Tanam Sterilisasi laminar dilakukan dengan spirtus atau alkohol 70%. Permukaan laminar sebelum mulai bekerja dibersihkan dengan tisu yang sudah dicelupkan alkohol 70%. Laminar yang dilengkapi dengan lampu UV, sebelum digunakan juga dinyalakan selama 1-2 jam untuk mematikan kontaminan yang ada di permukaan laminar. Hal serupa juga dilakukan setelah selesai melakukan penanaman atau inokulasi. Laminar harus tetap dijaga kebersihannya (Lili Sugiyarto,----: 7).
3.
Sterilisasi Alat dan Media Alat-alat logam dan gelas yang akan digunakan dalam kultur jaringan dapat disterilkan dengan autoclave. Alat-alat gelas dan logam disterilkan dengan autoclave pada temperatur 121°C dan tekanan 1 atm, selama 30 menit, sedangkan sterilisasi bahan atau media kultur selama 15 menit. Alat- alat seperti pinset dan scalpel and blade selain disterilkan dengan autoclave dapat dilakukan dengan pembakaran di atas api bunsen. Botol-botol yang akan disterilisasi sebelumnya ditutup dengan kertas 6
payung dan diikat dengan karet. Aquadest disterilkan seperti sterilisasi alat selama 30 menit. 4.
Sterilisasi Eksplan Eksplan adalah bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bahan eksplan dapat berupa organ, jaringan, maupun sel. Eksplan dari organ lebih mudah dikulturkan, misalnya: daun, batang, akar. Metode sterilisasi setiap eksplan berbeda, tergantung pada jenis tanamannya, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaannya, umur tanamannnya, kondisi tanamannnya (sakit atau sehat pada saat pengambilan), musim saat pengambilan, dan lingkungan tumbuhnya. Pada prinsipnya, sterilisasi eksplan adalah mensterilkan dari kontaminasi mikroorganisme, tanpa mematikan eksplannya (Edhi Sandra, 2013). Beberapa jenis bahan kimia yang umum digunakan dalam sterilisasi eksplan beserta kisaran konsentrasi dan lama waktu perendaman sebagai berikut.
Tabe l 1. Beberapa Bahan Kimia untuk Sterilisasi Eksplan beserta Kisaran Konsentrasi dan Lama Waktu Perendaman Bahan kimia
Konsentrasi
Lama Perendaman
Kalsiummhipokorit
1-10 %
5-30 menit
Natriumhipoklorit
1-2 %
7-15 menit
Hidrogenperoksida
3-10 %
5-15 menit
Perak nitrat
1%
5-30 menit
Merkuriklorida
0,1-0,2 %
10-20 menit
Gas klorin
-
60-240 menit
Betadine
10 %
5-10 menit
Benlate
2 g/L
20-30 menit
Antibiotik
50 mg/L
30-60 menit
Alkohol
70 %
½-1 menit
(Sumber: Zulkarnain, 2009: 95). Sterilisasi eksplan dilaksanakan dengan tahap menyiapkan bahan sterilisasi, alat sterilisasi, bahan tanaman. Penyiapan bahan tanaman dilakukan dengan cara mencuci 7
bersih pada air mengalir baigan-baigan tanaman yang akan dijadikan eksplan, sedangkan bahan yang tidak diperlukan dibuang. Bagian yang sudah dicuci bersih lalu direndam berturut-turut dalam fungisida dan bakterisida, yang telah diberi beberapa tetes Tween-20 atau Tween-80 selama 30-60 menit bergantung pada bagian tanaman. Kemudian dibilas dengan air steril dan dipotong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang dapat masuk ke dalam cawan petri/gelas piala 250 mL. Bagian eksplan kemudian direndalm dalam larutan antibiotik selama 60 menit, dan selanjutnya dilakukan dalam LAFC (Zulkarnain, 2009: 96-97). Tanaman memerlukan makanan pokok dan makanan tambahan. Nutrisi tanaman terbagi dalam dua kategori, yakni elemen makro sebagai makanan pokok, dan elemen mikro sebagai makanan tambahan/pelengkap (Anonim, 2013). Pada saat memulai melakukan kegiatan kultur jaringan diperlukan ruang dan peralatan. Ukuran ruang yang diperlukan disesuaikan dengan volume aktivitas kultur jaringan yang dilakukan. Ruang yang diperlukan untuk kegiatan kultur jaringan, idealnya laboratorium memiliki ruang persiapan, ruang transfer, ruang kultur. Dimana ruang persiapan didalamnya terdapat lemari pendingin, autoclave, oven, pH meter, alat-alat gelas standar. Didalam ruang transfer terdapat LAFC (Laminar Air Flow Cabinet) atau kotak pindah, lemari tempat penyimpanan alat-alat steril, microwave, sedangkan di dalam ruang kultur dilengkapi dengan rak kultur dan lampu fluorescent, AC (Air Conditioner) untuk menjaga temperatur dan RH (Barahima, 2011). Media kultur jaringan merupakan tempat hidup dan sumber nutrisi bagi jaringan. Bahan-bahan media kultur jaringan terdiri dari garam-garam anorganik, sumber karbon, vitamin, ZPT, Nitrogen organik, asam-asam makroorganik, dan substansi kompleks. Garam-garam anorganik meliputi unsur makro dan mikro. Unsur hara makro antara lain (N, P,K, Ca, S, Mg). Sedangkan unsur hara mikro (fe, Mn, Zn, B, Cu, Mo). Sumber karbon yang digunakan dapat berupa sukrosa, galaktosa, fruktosa, laktosa, galaktosa, maltosa atau pati dengan konsentrasi 2-3%. Vitamin berupa tiamin (B1), piridoksin (B6), dan asam nikotinat, dapat juga niasin, glisin, mioinositol, sianokoba amin, asam folat, asam askorbat, ribovlavin dll. Tiamin digunakan untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, sebagai koenzim, dan reaksi yang menghasilkan energi. Asam nikotinat berfungsi untuk reaksi enzimatik, sebagai prekursor dari alkaloid. Asam askorbat berfungsi 8
untuk mencegah warna coklat pada permukaan jaringan. Selain itu dalam sedia perlu ditambahkan ZPT namun dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Nitrogen organik dapat berupa asam amino, glutamin, asparagin, dan adenin. Nitrogen organik dibutuhkan setelah pembentukan kalus. Asam-asam organik dapat berupa sitrat, malat, suksinat, atau fumarat. Penambahan asam-asam organik dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan sel-sel pada jaringan di media amonium sebagai sumber nitrogen. Untuk mendapatkan media padat dibutuhkan agar-agar sebnayak 0,8-1% larutan (Any Fitriani, 2013:1-10). Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). MioInositol atau meso-insitol merupakan heksitol (gula alkohol berkarbon 6) sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004;58). Myo-inositol atau meso-inositol atau i-inositol digunakan dalam media untuk memperbaiki pertumbuhan dan morfogenesis, sehingga myo-inositol dianggap sebagai golongan vitamin untuk tanaman. Menurut Myo-inositol berperan dalam keikutsertaan dalam lintasan biosintesa asam-D-galakturonat yang menghasilkan vitamin C dan pectin serta kemungkinan inkorporasinya dalam fosfoinositida dan fosfatidil inositol yang berperanan dalam pembelahan sel. Penambahan myo-inositol dengan konsentrasi antara 20-100 mg/l pertama kali ditunjukkan oleh Jacquiot dalam kultur kambium tanaman elm (George dan Sherringtone, 1984). Myo-inositol berpengaruh dalam morfogenesis kultur, misalnya dalam kultur Haworthiasp. Pembentukan pucuk dalam Haworthiasp tergantung dari keberadaannya myo-inositol (Kaul dan Sabharwal, 1972, 1975). Di alam Myoinositol ditemukan dalam air kelapa, dan dalam jumlah kecil didalam agar dipasaran. Myo-inositol juga digunakan dalam pembuatan media Wood & Braun dan Murashige & Skoog (George dan Sherringtone, 1984). Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakn di tanah. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus 9
tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992: 44). Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim (2006:3) dalam Sukarasa (2007:21) adalah sebagai berikut : 1.
Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
2.
Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO. Berfugsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
3.
Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2. Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.
4.
Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O. Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
5.
Sulfur (S). Berfungsi dalam berbagai reaksi-reaksi reduksi oksidasi.
6.
Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2. Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein.
7.
Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3; FeSO4.7H2. Berfungsi untuk membantu asilmilasi nitrogen.
10
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus, pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor: kelarutan dari garam-garam penyusun media, pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam–garam lain, efisiensi pembekuan agar-agar, Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992). Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003). Selain itu teknik kultur jaringan memiliki dua kegunaan utama. Pertama adalah untuk perbanyakan cepat dalam jumlah yang banyak dan seragam sesuai induknya, dan yang kedua untuk menghasilkan bibit-bibit baru yang unggul dalam perbaikan tanaman (Mattjik, 2005). Sedangkan menurut Welsh (1981) penciptaan tanaman-tanaman baru secara efisien, murah dan bebas dari virus maupun cendawan. Keberhasilan dalam penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon (gula), vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991).
11
Media kultur jaringan adalah media tanam yang terdiri dari berbagai komposisi dan macam unsur hara dan sebagainya. Menurut Ryugo (1988) media tanam pada kultur jaringan berisi kombinasi dari asam amino essensial, garam-garam anorganik, vitaminvitamin, larutan buffer, dan sumber energi (glukosa). Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro (Yusnita, 2003). Dikarenakan media merupakan faktor penting dalam penentu keberhasilan in vitro maka menurut Rahardja (1994) untuk membuat media dengan jumlah zat seperti yang ditentukan, diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara tepat. Ketidaktepatan ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang tidak dikehendaki. Beberapa media dasar yang banyak digunakan dalam kultur jaringan antara lain media dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media dasar Vacin dan Went (1949) digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan Nitsch (1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan tanaman monokotil, media dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk tanaman berkayu. Dari sekian banyak media dasar di atas, yang paling banyak digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS) (Widyastuti, 2002). Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat, kalium dan ammoniumnya yang tinggi, dan jumlah hara anorganiknya yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak sel tanaman dalam kultur (Wetter dan Constabel, 1991).
12
BAB III METODE A.
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Jumat, 1 dan 8 Maret 2019 pukul 11.10-12.50 WIB di Labolatorium Kultur Jaringan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY. B. Alat dan bahan 1. Alat Alat Tulis
Pipet Tetes
Solasi
Kamera
Autoclave
Tissue
Kranjang
Botol Kultur
Spatula
Pel
Beker glass
Kertas
Sapu
pH stick
Gelas ukur
Hot plate
Magnetic stirer
-
Magnetic stirer
Botol semprot
-
Timbangan analitik
Alumuniumfoil
-
Erlenmeyer 1000 ml
Plastic warp
-
2. Bahan Aquadest
Iron Stok 2,5 ml
NH4NO3 3300 mg
Vitamin stok 1 ml
KNO3 3800 mg
Mikronutrien stok 0,625 ml
MgSO4.7 H2O 740 mg
Larutan hormon 2,4 D
KH2PO4 340 mg
Agar-agar powder 7 gram
CaCl2.2H2O 880 mg
Vitamin stok 0,8 ml
Larutan hormon BAP
Sukrosa 20 gram
Larutan Stok Makro 25 ml Myo Inositol 2,5 ml
13
C. Cara kerja a. Sterilisasi Alat Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Petridish, botol jam, pinset, scalpel, kertas payung, karet gelang, plastic wrap, dan label. Pertama botol, petridish, pinset dan scalpel direndam dengan deterjen kurang lebih 1 hari dan dibilas dengan air keran kemudian keringkan. Selanjutnya, alat yang sudah bersih disimpan pada tempat yang bebas debu dan dikeringkan tanpa di lap. Setelah botol kering, botol ditutup dengan plastik, petridish dengan kertas dan dililit dengan karet gelang. Lalu, semua alat diletakkan dalam autoklaf untuk disterilisasi selama 20 menit pada suhu 121⁰C-126⁰C dan pada tekanan 15-20 Psi. Setelah diautoklaf, alat-alat disimpan di dalam rak inkubasi. Untuk sterilisasi LAF digunakan alkohol 96%. b. Larutan Stok Mikro NP Siapkan alat dan bahan yang digunakan. Aquadest steril 300 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 1 L. Kemudian, semua bahan (MnSO₄.4H₂O, ZnSO₄.7H₂O, H₃BO₃, KI, Na₂MoO₄.2H₂O, CoCl₂.6H₂O, dan CuSO₄.5H₂O) dimasukkan ke dalam erlenmeyer satu per satu. Dimana bahan yang dimasukkan tersebut sebesar : •
MnSO4.4H2O 11.15mg x400= 4460 mg
•
ZnSO4.7H2O 4.3 mg x400= 1720 mg
•
H3BO3 3.1 mg x 100 = 1240 mg
•
KI 0.415 mg x 100 = 166 mg
•
Na2MoO4.2H2O 0.125 mg x 100 = 50 mg
•
CoCl2.6H2O 0.0125 mg x 100 = 5 mg
•
CuSO4.5H2O 0.0125 mg x 100 = 5 mg Selanjutnya bahan-bahan tadi dimaksukkan (secara urut), dilarutkan 1 per satu
dengan cara di stirer sampai bening dan tidak ada endapan atau serbuk yang masih belum larut. Jika 1 sudah larut, baru zat yang baru dilarutkan dengan cara yang sama. Jika semua
14
sudah larut, tambahkan aquades sampai 500 ml. Penggunaan 400x.(500 / 400 = 1.25 ml/L). c. Larutan Stok Myoinositol Langkah pertama yaitu aquades 200 ml diukur dengan gelas ukur yang berukuran 100ml sebanyak 2 kali, lalu ditaruh di atas stirer. Untuk berat bubuk myoinositol itu 5x jadi 500 mg yang dimasukkan ke aquades 200 ml. Setelah di stirer sekitar 5 menit (hingga homogen) lalu ditutup dengan aluminium foil. Diberi label keterangan (tanggal dan kelas) lalu dimasukkan kedalam kulkas. d. Pembuatan Media NP Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Siapkan aquades steril sebanyak 400 ml yang diukur dengan gelas ukur yang dituang ke dalam labu erlenmeyer kapasitas 1000 ml, dan selanjutnya labu erlenmeyer berisi aquades tersebut ditaruh di atas hot plate dan stirer, dan di dalamnya disertakan magnetic stirer agar saat pencampuran bahan–bahan tersebut dapat benar–benar homogen. Setelah pemanas dan stirer dinyalakan, bahanbahan yang dimasukkan secara berurutan yaitu larutan makro sebanyak 40 ml, stok besi 5 ml, larutan mikro 1,25 ml (1250 µliter), vitamin NP 10 ml/liter. Lalu, berturut–turut dimasukkan bahan–bahan yaitu mioinositol 100 mg, sukrosa 20 gram/liter. Langkah selanjutnya, ditambahkan aquades steril hingga volume mencapai 800 ml, dan diukur pH dengan indikator pH. Setelah diukur, apabila masih berada di pH 4, maka ditambah dengan larutan NaOH. Karena indikator pH belum berada pada range pH antara pH 5 dan pH 6, maka terus ditetesi sekitar total 24 tetes NaOH (dengan rincian tetesan 2 tetes, lalu 1, 3, 3, 2, 5, 5, dan terakhir 3 tetes), pH ideal untuk pembuatan media yaitu sekitar 5,7 – 5,8. Kemudian, aquades steril ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer hingga volumenya 1000 ml. Saat pembuatan media di atas hot plate dan stirer tersebut, labu erlenmeyer ditutup menggunakan aluminium foil agar tetap steril. Setelah volume 1000 ml, ditambahkan bubuk agar dengan takaran 7 gram/liter, dan ditunggu sampai mendidih. Setelah mendidih, labu erlenmeyer berisi media NP AK tersebut diangkat, kemudian isinya dibagi jadi dua, yaitu 250 ml pada labu erlenmeyer A untuk mengisi 24 petri NP AK, dan 750 15
ml untuk mengisi 24 botol jam. Masing–masing petri diisi sebanyak 10 ml, dan masing– masing botol jam diisi sebanyak 30 ml. Labu erlenmeyer dengan isi 250 ml media NP AK disterilisasi terlebih dahulu dengan dimasukkan ke dalam autoklaf, tetapi labu erlenmeyer yang berisi 750 ml media NP AK tidak perlu disterilisasi di dalam autoklaf, dan langsung dituang ke dalam botol jam (masing–masing 30 ml). Setelah labu erlenmeyer berisi media NP AK 250 ml sudah disterilisasi, segera dituang ke dalam petri, masing–masing 10 ml. Setelah selesai proses penuangan, maka disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit. e. Pembuatan Media MS a) Media MS AK (MS Air Kelapa untuk kultur biji) Siapkan alat dan bahan yang digunakan. Aquadest steril 300 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 1 L. Kemudian, semua bahan (makro, iron, mikro, vitamin, myoinositol, air kelapa) dimasukkan ke dalam erlenmeyer satu per satu. Dimana bahan yang dimasukkan tersebut sebesar : Makro (40 ml/L)>> 40 : 1000 x 750 = 30 ml Sebesar 30 ml makro dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Iron (5 ml/L) >> 5 : 1000 x 750 = 3,75 ml Sebesar 3,75 ml iron dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Mikro (5 ml/L) >> 5 : 1000 x 750 = 3,75 ml Sebesar 3,75 ml mikro dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Vitamin (20 ml/L) >> 20 : 1000 x 750 = 15 ml Sebesar 15 ml vitamin dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Myoinositol (40 ml/L) >> 40 : 1000 x 750 = 30 ml Sebesar 30 ml myoinositol dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Air kelapa >> sebesar 150 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Setelah semua bahan di atas larut, lalu gula sukrosa 20 gram dimasukkan dan dilarutkan. Kemudian aquadest steril dimasukkan sampai 750 ml. pH diatur 5,6 – 5,8 jika terlalu basa makan ditambah dengan HCL, jika terlalu asam maka ditambah dengan NaOH. Setelah itu, agar sebanyak 7 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut, lalu dipanaskan hingga mendidih. Setelah mendidih, diangkat kemudian di 16
setrilisasi dengan autoklaf dengan temperature 121oC selama 15 menit. Lalu, dituang ke botol jam sebanyak 30 ml dengan jumlah botol jam 24 buah di dalam ruangan LAF (Laminar Air Flow) agar media tetap steril. b) Media MS Petri Siapkan alat dan bahan yang digunakan. Aquadest steril 300 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 1 L. Kemudian, semua bahan (makro, iron, mikro, vitamin, myoinositol) dimasukkan ke dalam erlenmeyer satu per satu. Dimana bahan yang dimasukkan tersebut sebesar : Makro (40 ml/L)>> 40 : 1000 x 600 = 24 ml Sebesar 24 ml makro dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Iron (5 ml/L) >> 5 : 1000 x 600 = 3 ml Sebesar 3 ml iron dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Mikro (5 ml/L) >> 5 : 1000 x 600 = 3 ml Sebesar 3 ml mikro dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Vitamin (20 ml/L) >> 20 : 1000 x 600 = 12 ml Sebesar 12 ml vitamin dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Myoinositol (40 ml/L) >> 40 : 1000 x 600 = 24 ml
Sebesar 24 ml myoinositol dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah semua bahan di atas larut, lalu gula sukrosa 20 gram dimasukkan dan dilarutkan. Kemudian aquadest steril dimasukkan sampai 600 ml. Dari jumlah 600 ml larutan tersebut, maka dibagi menjadi 2 (300 ml untuk MS Petri 2,4 D dan 300 m,l untuk MS Petri BAP) f. MS + 2,4 D 1 ppm (Induksi Kalus) Sebanyak 300 ml larutan yang telah dibuat di atas kemudian ditambahkan hormone 2,4 D sebanyak 300 μl. Lalu pH diatur 5,6–5,8 jika terlalu basa makan ditambah dengan HCL, jika terlalu asam maka ditambah dengan NaOH. Setelah itu, agar sebanyak 7 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut, lalu dipanaskan hingga mendidih.Setelah mendidih, diangkat kemudian di setrilisasi dengan autoklaf dengan temperature 121oC
17
selama 15 menit. Lalu,dituang ke botol jam sebanyak 10 ml dengan petri dish 30 buah di dalam ruangan LAF (Laminar Air Flow) agar media tetap steril. g. MS + BAP 2 ppm (Induksi Tunas) Sebanyak 300 ml larutan yang telah dibuat di atas kemudian ditambahkan hormon BAP sebanyak 600 μl. Lalu pH diatur 5,6–5,8 jika terlalu basa makan ditambah dengan HCL, jika terlalu asam maka ditambah dengan NaOH. Setelah itu, agar sebanyak 7 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut, lalu dipanaskan hingga mendidih. Setelah mendidih, diangkat kemudian di setrilisasi dengan autoklaf dengan temperature 121oC selama 15 menit. Lalu,dituang ke botol jam sebanyak 10 ml dengan petri dish 30 buah di dalam ruangan LAF (Laminar Air Flow) agar media tetap steril.
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1.
Hasil Pembuatan Media NP Hasil pembuatan media NP tidak terdapat kontaminasi pada botol jam.
2.
Hasil Pembuatan Media MS 1) Media MS AK Gambar
Keterangan Dari 24 media MS AK terdapat 1 media pada
botol
jam
yang
terkena
kontaminasi.
19
2) Media MS Petri Gambar
Keterangan Dari 30 media MS Petri 2,4 D terdapat 1 mediapada petri dishbagian pinggir tempat penuangan dari erlenmeyer yang terkena kontaminasi.
Dari 30 media MS Petri BAP terdapat 1 media pada petri dish bagian pinggir tempat penuangan dari erlenmeyer yang
terkena kontaminasi.
B. Pembahasan a. Sterilisasi Alat Syarat utama dalam kegiatan kultur jaringan adalah kondisi yang aseptis atau steril untuk semua komponen dalam kultur jaringan. Kegiatan kultur diawali dengan sterilisasi alat dan bahan. Sterilisasi alat dan bahan adalah perlakuan untuk menjadikan suatu alat atau bahan yang bebas dari mikroorganisme yang tidak diingikan seperti jamur dan bakteri. Alat-alat yang digunakan yaitu botol kultur, cawan petri, erlenmeyer, batang pengaduk, gelas piala, pipet serta peralatan glass ware lainnya harus bersih dan steril. Sterilisasi alat yang dilakukan pada praktikum ini adalah menggunakan autoclave. Alatalat yang di sterilisasi yaitu peralatan yang berupa glass ware dan dissecting kit. glass 20
ware dan dissecting kit ini di sterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 120˚ C dengan tekanan 17,5 psi selama 30 menit karena pada tekanan ini bakteri dan jamur yang terdapat dalam peralatan akan mati. Tidak hanya glass ware dan dissecting kit saja yang digunakan pada praktikum kultur jaringan. Berikut adalah peralatan yang akan digunakan pada praktikum kultur jaringan beserta fungsinya. 1.
Autoclave Autoclave merupakan alat yang digunakan untuk sterilisasi alat dan media kultur jaringan, peralatan yang biasa di sterilisasi menggunakanautoclave adalah glass ware dan dissecting kit. Autoclave merupakan alat yang mampu mensterilkan bermacamp macam alat dan bahan yang digunakan dalam lingkup mikrobiologi yakni menggunakan uap air yang bertekanan panas. Jadi autoclave adalah alat yang digunakan untuk mensterilkan alat atau bahanp bahan yang dalam hal ini dugunakan pada teknik kultur jaringan. Autoclave bekerja berdasarkan prinsip tekanan panas uap air. Beberapa mikroba akan mati apabila berada pada kondisi lingkungan panas tinggi, tetapi ada pula mikroba yang masih bisa hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim seperti mampu hidup di lingkungan yang suhunya tinggi. Autoclave digunakan pada tekanan 17,5 psi dan suhu 120°C.
2.
Laminar Air Flow (LAF) Laminar Air Flow (LAF) merupakan lemari yang digunakan sebagai tempat ketika akan melakukan penanaman eksplan dalam kultur jaringan. Prinsip kerja dari laminar air flow ini adalah dengan mengalirkan arus udara yang laminair ke dalam almari penabur melalui saringan yang besar dengan ukuran mesh 0,22p0,24 mikron. Bakteri dan jamur ditahan oleh saringan ini, sehingga udara yang masuk kedalam laminar air flow sudah steril dan membuat ruangan menjadi steril pula.Sama seperti peralatan yang lainnya, laminar air flow pun harus melalui tahap sterilisasi. Laminar air flow terlebih dahulu disemprot dengan alkohol 70 % di bagian dalamnya. Setelah sterilisasi dengan alkohol, pintu laminar air flow ditutup dan lampu ultraviolet (UV) dinyalakan selama ½ sampai 1 jam. Setelah sterilisasi dengan lampu ultraviolet (UV) pekerjaan dapat segera dimulai.
21
3.
Botol Jam Botol jam digunakan sebagai tempat media yang digunkanan untuk menanam eksplan. Botol kultur ini harus dicuci hingga bersih terlebih dahulu menggunakan detergen. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada dinding botol guna menghindari kontaminasi.
4. Gelas Piala Gelas piala merupakan wadah yang terbuat dari borosilikat.Gelas piala yang digunakan untuk bahan kimia yang bersifat korosif terbuat dari PTPE. Fungsi gelas piala pada kultur jaringan adalah untuk mengaduk, mencampur dan memanaskan larutan yang akan digunkan untuk pembuatan media. 5. Gelas ukur Gelas ukur adalah gelas berbentuk tabung dengan skala pada dindingnya. Pada praktikum ini gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah larutan yang akan digunakan dalam jumlah cukup banyak seperti akuades. Gelas ukur termasuk dalam glass ware, ukuran volume gelas ukur bermacampmacam misalnya : 100 ml, 300 ml sampai 1000 ml. Gelas ukur biasanya jarang disterilkan karena penggunaannya hanya untuk pembuatan medium saja. 6. Botol Erlenmeyer Botol erlemeyer adalah botol berdasar lebar, botol ini terbuat dari kaca bening yang tahan panas. Erlemeyer pada kultur jaringan dipergunakan untuk tempat dan sarana menuangkan air suling maupun untuk tempat media dan penanaman eksplan. Ukuran erlemeyer bermacampmacam dari volume 50 ml, 100 ml, 200 ml, 250 ml, sampai 2 liter. 7. Cawan Petri Cawan petri atau petridish adalah jenis gelas piala yang dibutuhkan dalam kultur jaringan untuk memotong eksplan yang akan ditanam pada media. Cawan petri biasanya disterilisasi bersama dengan kertas saring di dalamnya tetapi
22
sebelumnya cawan petri ini harus dicuci bersih kemudian dikeringkan dan setelah kering dibungkus dengan kertas payung coklat untuk disterilisasi dengan autoclave. 8. Bunsen Lampu Spirtus atau bunsen digunakan untuk sterilisasi dissecting kit(scalpel dan pinset) di dalam laminar air flow pada saat penanaman atau subpculture. Sterilisasi dengan menggunakan bunsen ini dengan cara mencelupkandissecting kit kedalam alkohol kemudian dibakar diatas api bunsen. 9. Pipet Tetes Pipet tetes (drop pipette) berfungsi membantu memindahkan cairan dari wadah yang satu ke wadah yang lain dalam jumlah yang sangat kecil tetes demi tetes. Pipet tetes ini memiliki ketelitian yang kurang dalam memindahkan larutan karena hanya dapat digunakan dengan perkiraan. 10. Pinset Dalam kultur jaringan pinset digunakan untuk memegang atau mengambil irisan eksplan atau untuk menanam eksplan. Teknik penanaman eksplan harus diusahakan agar ujung pinset tidak mengenai media supaya tidak terkontaminasi. 11. Scalpel Scalpel atau pisau dalam kultur jaringan digunakan untuk mengiris atau memotong eksplan. Scalpel ini termasuk dalam peralatan yang masuk kategori dissecting kit. Sebelum digunkan scalpel harus disterilisasi di dalamautoclave dan dengan di flamir yaitu scalpel dicelupkan dalam alkohol kemudian dibakar di atas api Bunsen. 12. Alumunium Foil dan Seal Alumunium foil digunakan sebagai penutup botol kultur. Aluminium foil dipotong persegi dan ukuran potongan aluminium foil dibuat sedemikian rupa sehingga aluminium foil tersebut menutupi bagian terbuka dari botol kultur sampai 2 inchi ke bawah pada tepi botol kultur atau wadah lainnya. Dan untuk lebih
23
merapatkan penutupan dapat dipakai seal. Aluminium foil ini tahan panas sehingga saat dipanaskan dalam autoclave pun tidak masalah. 13. Magnetik Stirrer dan Hot Plate Magnetic stirrer digunakan untuk menghomogenkan larutan media yang akan dibuat nantinya. Magnet pengaduk ini nantinya akan berputar pada dasar botol dimana magnet akan menempel karena adanya gaya tarik menarik magnet. Kecepatan putaran dapat diatur sesuai keinginan.Ada beberapa jenis magnetic stirrer yang dilengkapi dengan hot plate yang bisa digunakan untuk memanaskan. 14. Kertas PayungKertas payung berguna untuk membungkus peralatan seperti dissecting kit saat di sterilisasi di dalam autoclave.
Selain peralatanpperalatan tersebut ada pula peralatanpperalatan lain yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan, seperti spatula untuk mengaduk larutan secara manual saat pembuatan media, rak kultur untuk menempatkan botol kultur baik setelah sterilisasi maupun yang sudah berisi media dan eksplan, tisu untuk membersihkan atau mengelap botol yang basah, serta sarung tangan untuk membungkus tangan dan masker yang digunakan untuk menutupi mulut agar tidak terjadi kontaminasi pada media maupun eksplan yang ditanam. b. Larutan stok Mikro NP dan Myoinositol Larutan stok merupakan larutan yang berisi satu atau lebih komponen media yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi kompenen tersebut dalam formulasi media yang akan dibuat. Larutan stok biasanya dibuat dengan konsentrasi 10, 100 atau 1000 kali lebih pekat. Jika larutan stok dibuat, pembuatan media dapat dilakukan dengan cara mengambil sejumlah larutan stok sehingga konsentrasinya menjadi sesuai dengan yang terdapat pada formulasi media yang dikehendaki. Pembuatan larutan stok dimaksudkan untuk memberi kemudahan pekerjaan dalam pembuatan media salanjutnya antara lain,menghemat pekerjaan menimbang bahan media setiap kali ingin membuat media, mengatasi kesulitan penimbangan dalam jumlah 24
yang sangat kecil. Lalu mengurangi kerusakan bahan kimia akibat terlalu sering dibuka dan ditutup (Marlin 2012). Dalam pembuatan larutan stok yang perlu diperhatikan adalah penyatuan beberapa komponen media sekaligus dalam suatu larutan stok dan harus mempertimbangkan kecocokan dan kestabilan dari sifat kimianya, oleh karena itu itu pencampuran larutan stok harus satu per satu dan volume yang dicampurkan harus sesuai, dalam larutan stok yang berisi beberapa komponen media jangan sampai ada endapan. Untuk menjaga agar larutan stok yang mengandung besi, botol yang telah diisi oleh larutan stok harus dilapisi dengan aluminium foil agar larutan tersebut terjaga dari sinar matahari yang ada dan menjaganya agar tidak cepatrusak. Penyimpanan larutan stok harus sesuai dan tidak boleh pada ruangan yang terkena sinar matahari langsung untuk menjaga kualitas dari larutan stok tersebut. Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses fisiologi lainnya (Gunawan, 2001). Unsur mikro, terdiri dari boron (B), cobalt (Co), tembaga (Cu), Iodium (I), besi (Fe), mangan (Mn), molybdenum (Mo) dan seng (Zn). Sedangkan Myoinositol merupakan molekul penting dalam memproduksi dinding sel. Umumnya tumbuhan
memiliki
dinding
sel
primer
dan
sekunder
yang
terdiri
dari
polisakarida,protein dan lignin. Myoinositol sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta banyak digunakan dalam pembuatan media kultur in vitro sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Myoinositol merupakan senyawa karbohidrat meskipun bukan merupakan gula pada umumnya (Barnejee et al.,2007). Karbohidrat selain sebagai bahan baku yang menghasilkan energi untuk proses respirasi juga sebagai bahan pembentukan sel-sel baru,dalam konsentrasi yang tepat dapat merangsang petumbuhan tunas. Pertambahan jumlah disebabkan terjadinya proses pembelahan sel pada meristem pucuk ,selanjutnya diikuti oleh proses pemanjangan dan pembesaran sel. c.
Pembuatan Media NP dan Media MS (MS AK dan MS Petri) Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan komponen faktor lingkungan yang menyediakan unsur pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro, unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat 25
pengatur tumbuh, garam-garam organic, persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat. Pada praktikum pembuatan media kali ini yakni membuat media NP dan media MS (MS AK dan MS Petri (MS Petri 2,4 D dan MS Petri BAP). Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992). Penambahan sukrosa digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidrat yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa.Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.Sedangkan untuk medium NP0 digunakan untuk menabur biji anggrek pada praktikum selanjutnya. Pada praktikum yang telah di laksanakan dilakukan penambahan NaOH untuk mencapai pH netral setelah semua bahan tercampur rata pada pembuatan medium. Menurut Gamborg dan Shyluk (1981) dalam Gunawan (1992), sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan. Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus.pH tesebut harus diatur sedemikian rupa, hal ini ditujukan agar tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma, sehingga media yang dibuat sesuai dengan kondisi yang menjadi syarat untuk tumbuhnya eksplan dalam kultur jaringan. Selain itu, jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak
26
dapat memadat. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor: -
Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
-
Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
-
Efisiensi pembekuan agar-agar. Bahan pemadat media yang digunakan adalah agar-agar.Agar-agar adalah
campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae.Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992).Agar ditambahkan pada larutanharus dalam takaran yang tepat, karena, konsentrasiagar yang terlalu tinggi dapat mengurangi difusi persenyawaan dari dan ke arah eksplan sehingga pengambilan hara dan zat tumbuh berkurang, sedangkan zat penghambat dari eksplan tetap berkumpul di sekitar eksplan. Smith (1992) menyatakan pemilihan media kultur jaringan merupakan kunci sukses dalam kultur jaringan. Hal ini menyebabkan banyak diadakan penelitian untuk memodifikasi media-media yang memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam tanaman. Sumber karbon merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan kultur jaringan selain kombinasi zat tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992).Mio-Inositol atau mesoinsitol merupakan heksitol (gula alkohol berkarbon 6) sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004 : 58). Myoinositol atau meso-inositol atau i-inositoldigunakan dalam media untuk memperbaiki pertumbuhan dan morfogenesis, sehingga myo-inositol dianggap sebagai golongan vitamin untuk tanaman. MenurutMyo-inositolberperan dalam keikutsertaan dalam lintasan biosintesa asam-D-galakturonat yang menghasilkan vitamin C dan pectin serta kemungkinan inkorporasinya dalam fosfoinositida dan fosfatidil inositol yang berperanan dalam pembelahan sel. Penambahan myo-inositol dengan konsentrasi antara 27
20-100 mg/l pertama kali ditunjukkan oleh Jacquiot dalam kultur kambium tanaman elm (George dan Sherringtone, 1984). Myoinositol kulturHaworthiasp.
berpengaruh
dalam
Pembentukan
morfogenesis
pucuk
kultur,
misalnya
dalamHaworthiasp.tergantung
dalam dari
keberadaannya myo-inositol (Kaul dan Sabharwal, 1972, 1975). Di alam Myo-inositol ditemukan dalam air kelapa, dan dalam jumlah kecil didalamagardipasaran.Myoinositol juga digunakan dalam pembuatan media Wood & Braun dan Murashige & Skoog (George dan Sherringtone, 1984). Berdasarkan hasil pengamatan selama 1 minggu setelah pembuatan media NP dan MS dapat diketahui jika media NP tidak terdapat kontaminasi.Sedangkan pada media MS AK (air kelapa) dan MS Petri terdapat kontaminasi. Dimana pada media MS AK (air kelapa) terdapat kontaminasi berupa jamur di bagian pinggir botol jam dimungkinkan pada saat penuangan media ke dalam botol jam tidak dekat dengan lampu Bunsen sehingga terjadi kontaminasi. Sedangkan pada media MS Petri terjadi kontaminasi pada MS Petri 2,4 D dan MS Petri BAP, dimana keduanya mengalami kontaminasi berupa jamur pada bagian pinggir dekat dengan tempat dituangkan media dari tabung Erlenmeyer ke petri dish. Sehingga dimungkinkan kontaminasi itu terjadi akibat mulut tabung Erlenmeyer menempel pada petri dish ketika media MS dituang.Seharusnya pada saat penuangan media di dalam ruangan LAF mulut tabung Erlenmeyer tidak boleh menempel pada petri dish ataupun botol jam.
28
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pengamatan pada praktikum kali ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Teknik sterilisasi Syarat utama dalam kegiatan kultur jaringan adalah kondisi yang aseptis atau steril. Alat-alat yang digunakan yaitu botol kultur, cawan petri, erlenmeyer, batang pengaduk, gelas piala, pipet serta peralatan glass ware lainnya harus bersih dan steril.Alat yang digunakan adalah autoclave. Alat-alat yang di sterilisasi yaitu peralatan yang berupa glass ware dan dissecting kit pada suhu 120˚ C dengan tekanan 17,5 psi selama 30 menit. 2. Pembuatan larutan stok mikro Larutan stok biasanya dibuat dengan konsentrasi 10, 100 atau 1000 kali lebih pekat. Jika larutan stok dibuat, pembuatan media dapat dilakukan dengan cara mengambil sejumlah larutan stok sehingga konsentrasinya menjadi sesuai dengan yang terdapat pada formulasi media yang dikehendaki. Dalam pembuatan larutan stok yang perlu diperhatikan adalah penyatuan beberapa komponen media sekaligus dalam suatu larutan stok dan harus mempertimbangkan kecocokan dan kestabilan dari sifat kimianya. Untuk menjaga agar larutan stok yang mengandung besi, botol yang telah diisi oleh larutan stok harus dilapisi dengan aluminium foil agar larutan tersebut terjaga dari sinar matahari yang ada dan menjaganya agar tidak cepat rusak. 3. Larutan myoinositol Myoinositol atau meso-inositol atau i-inositoldigunakan dalam media untuk memperbaiki pertumbuhan dan morfogenesis, sehingga myo-inositol dianggap sebagai golongan vitamin untuk tanaman. Myoinositol berperan dalam keikutsertaan dalam lintasan biosintesa asam-D-galakturonat yang menghasilkan vitamin C dan pectin serta kemungkinan inkorporasinya dalam fosfoinositida dan fosfatidil inositol
29
yang berperanan dalam pembelahan sel. Di alam Myoinositol ditemukan dalam air kelapa, dan dalam jumlah kecil didalam agar dipasaran. 4. Media kultur Media kultur merupakan komponen faktor lingkungan
yang menyediakan
unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro, unsur hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam organic, persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat. Apabila larutan media pH-nya rendah kurang dari 5.8 maka ditambah NaOh, dan apabila pH nya lebih dari 6.0 maka ditambahkan KCl. Pada praktikum ini, media kultur yang dibuat yaitu media NP dan MS. Dalam proses pembuatan media kultur harus benar-benar diperhatikan tingkat sterilitas dan kebutuhan atau jumlah komponen penyusun media kultur.
30
Daftar Pustaka Aryulina, D., dkk. 2004. Biologi SMA/MA. Jakarta: Erlangga. Barahima, Abbas. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Bandung: Alfabeta. Edhi Sandra .2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. Bogor: IPB Press. George, E. T and P. O. Sherington. 1984. Plant Popagation by Tissue Culture Handbook And Directory Comercil Collaboration. Exogetis Ltd, England. Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Jogyakarta : Kanisius. Lili Sugiyarto.2018. Pengenalan Laboratorium Kultur Jaringan. Yogyakarta: Jurdik Biologi FMIPA UNY. Marlin, Yulian, dan Hermansyah. 2012. Inisiasi Kalus Embriogenik Pada Kultur Jantung Pisang “Curup” Dengan Pemberian Sukrosa, BAP dan 2,4-D. Jurnal Agrivigor. 11(2) : 276-284. Mattjik, N. A. 2005. Peran kultur Jaringan Dalam Perbaikan Tanaman. Bogor: FPIPB. Noggle, G.R and Frits, G.J. 1983. Introduction Plant Physiology, Second Edition.New Jersey: Prentice Hall, Inc, Englewood Clifts. Yuliarti, Nurheti. 2010. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga.ANDI : Yogyakarta Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Tangerang : P.T Agromedia Pustaka. Zulkarnain.2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
31
Lampiran 1. Sterilisasi alat
Membungkus petridish
Memberi label pada setiap
dengan kertas payung.
bungkus petridish.
Membungkus botol jam
Memasukkan botol jam dan
Otoklaf selama 15 menit
dengan plastik dan diikat
patridish yang telah
dengan suhu 121⁰C.
dengan karet.
dibungkus ke ketanjang
Memotong kertas payung.
otoklaf.
32
2. Larutan stok dan pembuatan media
Saat menambahkan bahan untuk
Saat menyampurkan bahan
media MS.
sampai homogen.
Larutan stok Mikro
Larutan stok Iron
Larutan Myoinositol.
Larutan stok Makro
33
Larutan stok Vitamin
Saat membuat Media MS Petri
Media MS Petri + 2,4 D
Media MS Petri + BAP
Media MS AK
Saat membuat Media NP
34