LAPORAN PRAKTIKUM PENGAMATAN ORGANISME AVERTEBRATA AIR DI PERAIRAN PANTAI LEATO KELURAHAN LEATO SELATAN KECAMATAN KOTA TIMUR KOTA GORONTALO
OLEH Ujang Zulkifli NIM: 1131416012
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul Pengamatan Organisme Avertebrata Air Diperairan Pantai Leato Kelurahan Leato Selatan Keceamatan Kota Timur Kota Gorontalo. Dengan selesainya laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penyusun. Untuk itu penyusun mengucapkan banyak terimakasih. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Sehingga, diharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk laporan-laporan selanjutnnya.
Gorontalo, 23 Maret 2019
DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................... i Daftar Isi .................................................................................................................. ii Daftar Tabel............................................................................................................. iii Daftar Gambar ........................................................................................................ iv Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2 1.3 Manfaat ........................................................................................................... 2 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Filum Ecinodermata ......................................................................................... 3 2.2 Filum Mollusca ................................................................................................ 3 2.3 Filum Arthropoda ............................................................................................. 4 2.4 Filum Annelida ................................................................................................ 5 Bab III Metode Praktikum 3.1 Tempat Dan Waktu .......................................................................................... 7 3.2 Alat Dan Bahan ................................................................................................ 7 3.3 Prosedur Kerja .................................................................................................. 8 Bab IV Hasil dan Pembahasa 4.1 Hasil ................................................................................................................. 9 4.2 Pembahasa ........................................................................................................ 11 Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 22 5.2 Hasil ................................................................................................................. 22 Daftar Pustaka Lampiran
DAFTAR TABEL 1. Tabel 1. Alat yang digunakan untuk praktek ...................................................... 7 2. Tabel 2. Hasil pengamatan organisme hewan avertebrata air ............................. 9
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1. Ophiucoma denatata ....................................................................... 12 2. Gambar 2. Chonus sp ......................................................................................... 14 3. Gambar 3. Portunus pelagis............................................................................... 19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia ini terdapat lebih dari satu juta spesies hewan yang sudah teridentifikasi, dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menjumpai hewan vertebrata dari pada avertebrata, tetapi sebenarnya jumlah spesies vertebrata hanya 5% dan selebihnya merupakan hewan avertebrata. Vertebrata adalah golongan hewan yang memiliki tulang belakang. Avertebrata adalah golongan hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Avertebrata air adalah hewan yang tidak bertulang belakang yang sebagian atau seluruh daur hidupnya hidup di dalam air yang memiliki ciri-ciri umum diantaranya otaknya tidak terlindung oleh tengkorak, memiliki rangka luar dan biasanya susunan saraf ventaral. Avertebrata air terdiri dari delapan filum yaitu Protozoa, Porifera, Coelenterate, Ecinodermata, Mollusca, Plathyhelminthes, Nemathelminthes, Arthropoda, dan Annelida. Avertebrata memiliki ukuran tubuh yang bervariasi mulai dari ukuran mikrometer sampai makrometer, dari bentuk tubuh yang sederhana sampai yang kompleks (Sahami dan Hamzah, 2014). Bidang perikanan tidak hanya mencakup studi tentang pemeliharaan ikan, jenis-jenis ikan serta cara bagaimana penangkapannya saja, melainkan juga menyangkut seluruh kehidupan yang terdapat didalam perairan baik perairan di darat maupun perairan laut termasuk jenis-jenis hewan yang hidup didalamnya. Semua kehidupan dalam perairan membentuk suatu hubungan keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya, juga dengan lingkungan yang disebut ekosistem (Sahami dan Hamzah, 2014). 2.2 Tujuan Tujuan dari praktekum avertebrata air adalah mahasiswa dapat mengetahui dan mengidentifikasikan organisme avertebrata air di Pantai Leato Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo. 2.3 Manfaat Manfaat yang diharapkan pada kegiatan praktikum ini dilakukannya paraktek avertebrata
adalah
mahasiswa
memiliki
wawasan
dan
kemampuan
untuk
mengidentifikasikan avertebrata air yang terdapat di Pantai Pantai Leato Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo.
BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Filum Ecinodermata Ecinodermata berasal dari dari Yunani yaitu echinos yang berarti duri dan derma yang berarti kulit. Echinodermata adalah hewan yang berkulit duri. Seluruh hewan Ecinodermata adalah simetri bilateral dan sebagian besar memiliki pengaut tubuh dari zat kapur dan tonjolan-tonjolan duri. Hewan ini hidup di pantai dan di dalam laut sampai kedalaman ±300 m, sebagian hidup babas, gerakannya lamban, tidak ada yang parasite, merupakan hewan pemakan sampah-sampah laut sehingga laut menjadi bersih. Hewan ini kadang-kadang mengelompok dalam jumlah yang besar tetapi tidak membentuk koloni (Sahami dan Hamzah, 2014). Respirasi dilakukan oleh insang kecil (papulae). Beberapa jenis bernafas menggunakan kaki ambulakral, sedangkan pada holothuroidae menggunakan batang batang seperti pohonn yang terdapat dalam cloasca. Sistem saraf detang batang cincin yang bercabang-cabang. Filum Echinodermata dibagi dalam 5 kelas yaitu kelas Arteroidea (bintang laut), kelas Ophiuroidea (bintang ular), keals Echinoidea (landak laut), kelas Crinoidea (lilin laut), dan kelas Holothuroidea (teripang laut). Dari kelas Crinoidea (lilin laut) digunakan sebagai hiasan akuarium dan kelas Arteroidea (bintang laut) sebagai obat anti biotik, dan kelas holothuroidea di perdagangkan sebagai teripang kering bahkan dijadikan sebagai keripik timun laut, dan dari keals Echinoidea (landak laut) dapat di jadikan sebagai bioindikator lingkunan (Sahami dan Hamzah, 2014).
2.2 Filum Molluska Molluska berasal dari bahasa Romawi molis yang berarti lunak. Kebanyak dapat dijumpai di laut dangkal, beberapa pada kedalaman sampai 7000 m, ada juga yang hidup di air payau, dan air darat. Anggota dari filim ini Molluska mempunyai bentuk tubuh yang sangat beaneka ragam, dari bentuk silindir sampai bentuk hamper bulat tanpa kepala dan tertutup oleh dua keeping cangkang besar. Tubuh moluska simetris bilateral, tertutup mantel yang menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral (Suwignyo, et al, 2005). Terbentuknya
cangkang
tergantung
dari
faktor
keturunan,
struktur
cangkangnya dapat dibuat tonjolan-tonjolan ataupun duri-duri. Mental inilah yang merupakan arsitek dalam pembentukan truktur serta corok warna dari pada cangkang. Lapisan struktur cangkang ini dinamakan lapisan prismatic. Sel-sel lainnya dari mental mengolah rangkaian materi organik dari protein yang sisebut conchiolin dan bila direkatkan dengan kristal kalsium disebelah cangkang, lapisan sebelah dalam menjadi mengkilap seperti perak dan dinamakan lapisan nacreous atau lapisan mutiara. Sebagian besar struktur cangkang terbuat dari kalsium karbonat, yaitu kira-kira 89-99% dan sebagian lainya yaiti 1-2% terbuat dari phosphate, bahan organik conchiolin dan air lapisan necrous yang mengkilap mengandung lebih banyak conchiolin dibandingkan dengan lapisan prismatik (Sahami dan Hamzah, 2014). 2.3 Filum Arthropoda Arthropoda adalah hewan yang memiliki kaki dan tubuh yang beruas-ruas, tubuhnya juga terbadi menjadi 3 bagian yaitu kepala, dada dan perut. Tubuhnya
bilateral simetris yang dibungkus oleh zat chitine yang merupakan eksoskeleton (rangka luar), biasanya pada ruas-ruas terdapat bagian-bagian yang tidak berchitine, sehingga ruas-ruas tersebut dapat digerakan. Sistem saraf tangga tali, celeom pada hewan kecil merupakan satu rongga berisi darah yang disebut haomocoel. Eksoskeleton tubuh crustacean dibagi atas dua bagian yaitu, anterior yang disebut cephalothorax, dan posterior yang terdiri dari buku-buku yang disebut abdomen. Di dalam tubuh udang terdapat sistem alat yang khas yang terdapat pada hewan tinggkat tinnggi yaitu tangga celeom sebagian besar berisis alat-alat reproduksi. Selain itu, terdapat alat-alat lain yang susunannya metameris (Sahami dan Hamzah, 2014). Arthropoda terdiri dari beberapa kelas yaitu, kelas Crustacean (udang), kelas Onychopora (prepatus), kelas Chilopoda (kelabang), kelas Diplopoda (kelemayar), kelas insekta (belalang), kelas arachnoidea (laba-laba), kelas pauropoda (pauropus) dan kelas symhyla (scutigerella). Peranan Arthropoda sebagai makanan bagi hewan lainnya di perairan, sebagai makanan, sebagai campuran bahan industri dan dapat dikonsumsi (Sahami dan Hamzah, 2014). 2.4 Filum Annelida Kata Annelida berasal dari bahasa Latin yaitu annulus yang artinya cincin kecilkecil dan berarti bentuk, karena bentuk cacing seperti sejumlah besar cincin kecil yang diuntai. Annelida terdapat di laut, air payau, air tawar dan beberapa di darat. Ciri khas filum Annelida adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas tubuh yang sama sepanjang sumbu anterior posterior. Istilah lain untuk ruas tubuh yang sama ialah metamere,
somite, atau segment. Segmen pada Annelida tidak hanya membagi otot tubuh saja, melainkan juga menyekat rongga tubuh atau celeom dengan sekatan yang disebut septum. Tiap septum terdiri atas dua lapis peritoneum, masing-masing berasal dari ruas dimuka dan dibelakang (Suwignyo, et al, 2005). Sistem saraf terdiri atas sepasang ganglion atau otak pada prostomium, saraf penghubung melingkari pharynk, sebuah atau sepasang benang saraf ventral sepanjang tubuh yang dilengkapi sebuah ganglion dan sepasang saraf lateral pada tiap ruas. Reproduksi secara seksual dengan pembantukan gamet dan fregmentasi, yang kemudian beregenerasi.
Filum Annelida terdiri dari Polychaeta (bristle worms),
Oligochaeta dan Hirudinea (leeches). Peranan annelida adalah dapat menggemburkan tanah, menjadi bahan kosmetik, obat, dan campuran makan berprotein tinggi bagi hewan ternak, Sebagai makanan, dan dapat menghasilkan zat hirudin (zat antikoagulan) (Paramata, 2017).
BAB III METODE PARAKTIKUM 3.1 Tempat dan Waktu Praktikum yang di laksanakan pada hari Sabtu, 1 April 2017 pukul 09.30 WITA bertempat di Pantai Leato Selatan Kecematan Kota Timur Kota Gorontalo. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Tabel 1. Alat yang digunakan untuk praktek. No.
Alat
Fungsi
1.
Tali raffia
Untuk mengikat patok sehingga membentuk persegi
2.
Patok kayu (±1 meter)
Untuk membuat transek termasuk kuadran.
3.
Meteran
Untuk mengukur panjang tali
4.
Alat tulis menulis
Untuk menulis dan menggambar avertebrata yang ditemukan
5.
Kamera
Untuk dokumentasi
6.
Termometer
Untuk ukuran suhu air
7
Indikator PH
Untuk Menentukan PH air
8
Sesidisk
Untuk mengukur kedalaman air
9
Botol sedang
Untuk mengukur arus
3.2.2 Bahan Daerah perairan Pantai Leato Selatan dengan berbagai macam hewan avertebrata air yang ditemui di lokasi praktikum 3.3. Prosedur Kerja Prosedur kerja pada praktikum avertebrata air adalah : 1. Setiap kelompok praktikum memasang patok, kemudian patok tersebut di ikat dengan tali raffia sehingga berbentuk persegi dengan ukuran 10 × 10 meter. 2. Kemudian setiap kelompok mencari organisme avertebrata perairan di lokasi praktek. 3. Setiap kelompok praktikum melakukan identifikasi organisme perairan (avertebrata air) yang ditemui di lokasi praktek dengan mengklasifikasi organisme avertebrata air yang di temui sesuai dengan filum serta kelasnya. 4. Kemudian menjelaskan ciri-ciri, cara hidup, habita, organisme yang ditemui, menjelaskan peranan organisme perairan yang ditemui khususnya dalam bidang perikanan. 5. Semua data hasil pengamatan pada lokasi praktek dimasukkan pada bab hasil dan pembahasan sesuai dengan bidangnya, dan mendokumentasikan serta mengambar setiap specimen sampel yang anda temui dilokasi praktek.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 2. Hasil pengamatan organisme hewan avertebrata air No.
Nama organisme yang di
Jumlah
Filum
peroleh
organisme
1.
Ophiocoma dentata
2
Ecinodermata
2.
Placuna placenta
2
Mollusca
3.
Conus sp
2
Mollusca
Gambar tangan organisme
4.
Octopus sp
1
Mollusca
5.
Portunus pelagicus
2
Artropoda
6.
Penaeus monodon
5
Artropoda
7.
Dendronereis pinnaticirris
6
Annelida
4.2 Pembahasan 4.2.1 Ophiocoma dentata Ophiocoma dentate termasuk dalam kelas Ophiuraidea yang memiliki tubuh bola dengan lima lengan bulat panjang yang terdiri dari ruas-ruas yang sama. Di bagian lateral terdapat duri, sedangkan di bagian dorsal serta ventral tidak terdapat duri. Mulut terletak di pusat tubuh yang dikelilingi oleh lima kelompok lempeng kapur yang berfungsi sebagai rahang. Tidak memiliki caeca dan anus. Bahan makanan yang tidak terjerna dikeluarkan kembali melalui mulut. Di sekitar mulut terdapat lima pasang kantung kecil seperti bursea yang berfungsi sebagai alat respirasi dan menerima saluran gonad (Sahami dan Hamzah, 2014). Bintang ular (Ophiocoma dentata) aktif pada malam hari, berenang dan mencari makanan dengan bantuan tangan-tangannya yang gemulai dan meliuk-liuk seperti ular. Tanganya rapuh dan muda putus, namun akan tumbuh tangan baru (Suwignyo. et al, 2005). Ophiocoma dentata dapat hidup dari 0-35 m di perairan tropis indo-pasifik (Rowe dan Gates, 1995 dalam Widianari, 2012). Mereka dapat hidup pada berbagai macam substrat (misalnya batu, pasir kerikil dan dasar lumpur atau berada di dalam lubang kecil teras terumbu karang). Mereka suka hidup teduh (tidak terlalu banyak sinar matahari atau alami). Ophiocoma dentate. Memangsa invertebrate kecil seperti daging krustasea dan potongan ikan atau jenis alga. Diameter cakram Ophiocoma antara 1-2,5 cm, panjang lengan dapat mencapai 15 cm (Erhardt dan Moosleiner, 1998 dalam Widianari, 2012). Warna cakram Ophiocoma dentate adalah hitam atau coklat gelap dan durinya berwarna hitam gelap (Widianari, 2012). Klasifikasi
Ophiocoma dentate: Kingdom : Animalia Filum : Echinodermata Kelas : Ophiuroidea Ordo : Ophiurida Famili : Ophiocomidea Genus : Ophiocoma Spesies : Ophiocoma denatata
Gambar 1 Ophiocoma denatata (Sumber : Dok. Pribadi 2017) 4.2.2 Karang (Placuna placenta) Planma placenta merupakan salah satu biota Moluska dari kelas Bivalvia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan yang bergizi. Planma placenta
merupakan organisme yang dominan di ekosistem lithoral (wilayah pasang surut) dan sublithoral yang dangkal, termasuk pantai berbatu di perairan terbuka maupun estuaria (Setyobudiandi, 2000 dalam Artanti, 2008). Planma placenta hidup di perairan dangkal dengan kedalainan 50 m, tetapi ada juga yang hidup pada kedalaman 80 m. Di daerah estuaria ada juga yang ditemukan pada kedalaman 1-2 m pada saat air pasang atau air surut terendah (Swennen, 2001 dalam Artanti, 2008). Planma placenta merupakan hewan jilter feeder dengan makanan plankton dan detritus organik. Ketika berada dalarn air, Planma placenta akan sedikit membuka cangkangnya untuk melakukan makan dan respirasi kemudian arus air akan mengalir melalalui cangkang dan partikel makanan disaring dengan menggunakan insangnya yang besar. Ketika pada pasang surut terendah, katupnya menutup (Artanti, 2008). Mental pada Planma placenta berbentuk jaring yang tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Pada tepi mental terdapat tiga lapisan yaitu lapisan dalam, lapisan tengah dan lapisan luar. Lapisan dalam adalah lapisan yang paling tebal dan berisis otot radial dan otot melingkar. Lapisan tengah adalah lapisan yang mengandung alat indra. Lapisan luar sebagai penghasil cangkang. Umumnya tiram menyaring makanannya menggunakan insang yang berlubang-lubang. Makanan utamanya adalah plankton terutama fitoplankton. Saluran penceranan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan saluran untuk keluarnya air (Suwignyo et al, 2005). Klasifikasi Planma placenta (Swennen, 2001 dalam Artanti, 2008) adalah: Kingdom :Animalia
Filum : Moluska Kelas : Bivalvia Ordo : Ostreoida Famili : Placunidae Genus : Placuna Species : Placuna placenln 4.2.3 Conus sp Conus sp atau yang biasa disebut siput kekede sudah dimanfaatkan oleh masyarakat terutama cangkangnya sebagai hiasan atau bahan baku untuk kerajinan tangan, dan sumber makanan. Siput kekede (Conus sp) merupakan genus dari famili Conidae yang memiliki keragaman warna dan pola yang besar, mempunyai pola gambar yang indah pada cangkangnya. Habitat siput kekede (Conus sp) pada umumnya berada di daerah ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Siput kekede (Conus sp) adalah hewan bentik/bentos, sehingga tempat hidup siput kekede adalah substrat atau dasar perairan, namun demikian ada juga yang hidup dengan cara membenamkan diri di dalam substrat (infauna) (Kamal, 2015).
Gambar 2. Conus sp
(Sumber : Dok. Pribadi 2017) Bernapas menggunakan insang dan umumnya peredaran dara terbuka. Darah mengalir dari ventricle (bilik) menuju oarta pendek, ke arteri posterior dan arteri anterior. Darah dari arteri menyebar (berakhir) dalam sinus darah pada organ yaitu rongga-rongga diantara jaringan penghubung tanpa dinding khusus (Suwignyo. et al, 2005). Keong rajun kerucut biasanya memangsa cacing, siput lainnya dan bahkan ikan, dengan menyemprotkan racun ke mangsanya yang membuat mangsanya menjadi lumpuh. Dengan demikian dengan mudah mendekati mangsanya (Suwignyo. et al, 2005). Klasifikasi siput : Kingdom : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda Famili : Conidea Genus : Conus Spesies : Conus sp 4.2.4 Octopus sp Octopus sp adalah organisme avertebrata air yang filum moluska, kelas cepalopoda. Secara umum tubuh gurita dibedakan menurut bagian kepala, leher dan tubuh. Pada daerah kepala terdapat delapan lengan yang berfungsi untuk menangkap
mangsa dan bergerak. Mulut gurita terdapat dalam cincin lengan. Pada bagian dalam mulut terdapat sepasang rahang yang saling tumpang tindih berbentuk seperti paruh kakatua terbalik dan juga gigi parut atau radula. Gurita (Octopus sp) memiliki dua mata yang besar dan menonjol di sekitar pinggiran kepala. Gurita punya medan penglihatan hampir 3600 sehingga mampu mendeteksi mangsa dan musuh. Batang tubuh gurita menyerupai kantong tanpa sirip lateral dan dibungkus oleh mantel yang akan membentuk leher pada batas kepala dan pangkal tubuh. Lengan dilengkapi dengan cincin penghisap yang terletak pada bagian dalam. Cincin penghisap tidak mempunyai pengait seperti yang dimiliki cumi-cumi. Pada saat gurita berenang, kedelapan lengan tersebut dikumpulkan menjadi satu yang dipakai sebagai kemudi (Paruntu, 2009). Octopus sp merupakan hewan karnivora, mempunyai penglihatan yang tajam untuk mencari mangsa dan menggunakan tentakelnya untuk menangkap mangsa. Gurita (Octopus sp) yang tinggal di dasar perairan hanya menunggu mangsa di tempat persembunyiannya atau berburu mangsa dimalam hari. Mangsanya seperti siput, ikan dan terutama kepiting yang ditangkap dengan tangan-tangannya kemudian dilumpuhkan memakai racun dari kelenjar ludahnya. Gurita (Octopus sp) memiliki alat kelamin yang terpisah dan pertukaran gas melalui parmukaan seluruh tubuh (Suwignyo et al 2005). Klasifikasi gurita : Kingdom : Animalia Filum : Moluska
Kelas : Cephalopoda Ordo :Octopoda Famili : Octopodidae Genus : Octopus Spesies : Octopus sp 4.2.5 Udang (Penaeus monodon) Penaeus monodon merupakan ciri khas udang asli Indonesia dan banyak ditemukan pada hampir semua perairan Indonesia. Pertumbuhan Penaeus monodon sangat cepat dan dapat mencapai ukuran yang besar serta bila dimasak warnanya akan berubah menjadi merah cerah yang membangkitkan selera konsumen. Walaupun ada juga yang berwarna biru atau cokelat pada tubuh aslinya (Rakhmawan, 2009). Penaeus monodon memiliki kulit tubuh yang keras dari bahan chitin. Tubuhnya dibagi 15 menjadi dua, yakni bagian cephalotorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Cephalotorax dilindungi kulit chitin yang tebal yang disebut karapas (carapace). Bagian depan kepala yang menjorok merupakan kelopak kepala yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi atau disebut juga dengan cucuk (rostrum). Rostrum di kepala memiliki tujuh buah gerigi di bagian atas dan tiga buah gerigi di bagian bawah dengan sepasang mata di bawah pangkal kepala (Rakhmawan, 2009) Klasifikasi Udang (Penaeus monodon): Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Penaeidae Genus : Penaeus Spesies : Penaeus monodon Pada kepala udang dewasa berturut-turut dari anterior ke posterior terdapat sepasang antenna pertama (antennule), sepasang antena kedua (antenna), sepasang mandible mengapit mulutnya atau menutupi bagian ventral mulut sepasang maksial pertama dan sepasang maksial kedua. Bentuk mindebel pendek dan tebal berfungsi untuk menggiling atau menggigit, maksila pertama dan maksila kedua untuk membantu proses makan. Reproduksi secara seksual, dioecious, telur dierami oleh betina. Telur menetas menjadi larva zooea yang berenang bebas sebagai plankton dan stadium larva sampai tiga bulan, kemudian turun ke dasar untuk tempat tinggalnya (Suwignyo et al, 2005). 4.2.6 Kepiting (Poriunus pelagicus) Poriunus pelagicus dikenal dengan nama rajungan, swimming crab atau kepiting pasir merupakan kepiting yang dapat hidup pada berbagai habitat, seperti pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur, pasir putih berlumpur bersama rumput laut di selat-selat terbuka dan di pulau-pulau berkarang. Rajungan seringkali berenang dekat
permukaan pada kedalaman lebih kecil dari satu meter dan dapat juga pada kedalanan lebih dari 56 m (Moosa, 980 dalam Kinasih, 2008). Rajungan (Portunus pelagicus) adalah perenamg aktif tetapi saat tidak aktif, mereka mengubur diri dalam sedimen menyisakan mata, antena di permukaan dasar laut dan ruang ingsang terbuka (FishSA, 2000 dalam Saudela 2004). Pada umumnya kepiting ini berkeliaran pada malam hari untuk mencari makanan, keluar dari tempat persembunyiannya dan bergerak menuju ke tempat yang banyak makanannya. Tingkah laku rajungan dipengaruhi oleh beberapa faktor alam dan buatan. Faktor alam diantaranya adalah perkembangan hidup, feeding habit, pengaruh siklus bulan dan reproduksi. Sedangkan faktor buatan salah satunya adalah penggunaan umpan pada saat penangkapan rajungan dengan menggunakan crap pots (Saudela 2004) Klasifikasi rajungan menurut Pennak (1978) dalam Kinasih (2008) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostraca Subkelas : Eucarida Ordo : Decapoda Famili : Portunidae Genus : Porrunus Spesies : Portunus pelagicus
Gambar3. Portunus pelagicus (Sumber : Dok. Pribadi 2017) 4.2.6 Cacing nereis (Dendronereis pinnaticirris) Cacing nereis (Dendronereis pinnaticirris) (GRUBE 1864) termasuk cacing polychaete yang bermanfaat sebagai pakan induk krustasea, pakan ikan dan kerangkerangan, umpan pancing ikan, makanan, penyerap limbah organik dalam sistem akuakultur, pemeran di jaring makanan di habitat pelagis dan habitat bentis,
indikator pencemaran, dan organisme uji toksikologis (Fauchald dan Jumars 1979 dalam Mustofa 2012). Cacing nereis memiliki tubuh lunak dengan kulit luar yang sangat tipis sehingga sangat mudah dimakan udang dan merupakan cacing poliket yang paling sering ditemukan pada setiap lokasi dan kedalaman laut (Cognetti dan Maltagliati 2000 dalam Mustofa 2012). Makanan cacing nereis berupa alga, sisa-sisa hewan, sisa-sisa bahan organik, dan organisme hidup lainnya (Barnes 1987 dalam Mustofa 2012). Klasifikasi cacing nereis (Dendronereis pinnaticirris) (Grube 1864 dalam Mustofa, 2012) adalah: Kingdom : Animalia Filum : Annelida Kelas : Polychaeta Ordo : Phyllodocida Subordo : Nereidiformia Famili : Nereididae Genus : Dendronereis Spesies : Dendronereis pinnaticirris Cacing neriens (Dendronereis pinnaticirris) umumnya ditemukan pada semua kedalamanan air, bersembunyi di bawah batu atau menggali lubang pasir atau lumpur, dan menempati perairan laut dangkal, (Fauchald dan Jumars 1979
dalam Mustofa, 2012). Panjang tubuh Dendronereis pinnaticirris dewasa di habitat alami antara 8–18 cm dengan jumlah ruas 120–150 (Wu et al. 1985; Sugiharto 2008 dalam Mustofa, 2012). Cacing neries (Dendronereis pinnaticirris) fase muda yang belum matang gonad (immature) belum dapat dibedakan jenis kelaminnya secara kasat mata karena warna tubuhnya sama yakni merah kecoklatan. Kebanyakan cacing nereis (Dendronereis pinnaticirris) bereproduksi secara seksual dan kelaminnya terpisah. Cacing ini bersifat semelparous yaitu bereproduksi sekali pada akhir hidupnya dan kebanyakan menjadi epitoke Banyak nereis berkemampuan untuk meregenerasi diri dari bagian tubuh yang hilang (IPTEK-net 2009 dalam Mustofa, 2012).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwadi perairan kota
Selatan
ditemukan
organisme
avertebrata
air
seperti
Bintang ular
(Ophiocoma dentata) termasuk filum Ecinodermata, Karang (Placuna placenta), Siput kekede (Conus sp) dan Gurita (Octopus sp) termasuk filum Artropoda, Kepiting (Portunus pelagicus) dan Udang (Penaeus monodon) termasuk filum Artropoda serta Cacing nereis (Dendronereis pinnaticirris) dari filum Annelida 5.2
Saran Sebagai manusia yang berpendidikan kita harus mencegah dan melestarikan
alam ini agar organismenya tetap terjaga terutama alam yang yang berkaitan dengan perairan, untuk itu tidak membuang sampah sembarangan apalagi di area pantai.
DAFTAR PUSTAKA Artanti. 2008. Perubawan Populasi Simping (Placuna Placenta, Linn,1758) Dari Upaya Tangkap Di Perairan Kronjo,Tangerang, Banten. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Bogor. Kamal. 2015. Analisis Komunitas Siput Kekede (Conus Spp) Di Perairan Laluin Kayoa Maluku Utara. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kinasih. 2018. Karakteristik Fouling Dan Polarisasi Konsentrasi Pada Proses Recovery Protein Sebagai Bahan Flavor Dari Air Sisa Pasteurisasi Pengolahan Rajungan Dengan Reverse Osmosis. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Program Stud1 Teknologi Hasil Perikanan. Bogor. Mustofa. 2012. Teknologi Pembesaran Cacing Nereis Dendronereis Pinnaticirris (Grube 1864). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nontji. 2005. Perairan Nusantara. Djambatan. Jakarta. Paramata. 2017. Philum Annelida. Bahan Ajaran ppt. Universitas Negeri Gorontalo, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Manajemen Sumberdaya Perairan. Rahim et. al. 2009. Mollusca (Kelas Pelecypoda). ppt. Universitas Syiah Kuala, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Biologi. Aceh. Rakhmawan. 2009 .Analisis Daya Saing Komoditi Udang Indonesia Di Pasar Internasional. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Departemen Ilmu Ekonomi. Bogor. Sahami dan Hamzah. 2014. Avertebrata Air. Deepublish. Yogyakarta Suadela. 2004. Analisis Tingkat Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Jaringan Rajungan (Studi Kasus Di Di Teluk Banteng). Institusi Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Program Studi Pemanfaatan Sumbardaya Perikanan. Bogor. Suwignyo. et al, 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Suwadaya. Jakarta. ______________ 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Suwadaya. Jakarta. Widianari. 2012. Effects of temperature change on activity and survival of selected tropical ophiuroidea (Ophiomastix annulosa, Ophiarachna incrassate, Ophiocoms cf dentate) and asteroidean (Fromiamillleporella). Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Bogor.
LAMPIRAN
1
2
3
4
5.