Laporan Praktikum4.docx

  • Uploaded by: Wahyu Arianto
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,583
  • Pages: 23
Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN (Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMSC))

Oleh

Nama

: Wahyu Arianto

NPM

: 240110160081

Hari, Tanggal Praktikum

: Rabu, 11 Oktober 2017

Waktu / Shift

: 13.30 – 15.30 WIB / B1

Co. Ass

: 1. Connie Shintia Ayu Sidabutar 2. Lisa Oktavia Br Napitupulu 3. Zahrah Eza Arpima 4. Zulfaa Irbah Zain

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLGI PROSES DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2017

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Bahan hasil pertanian merupakan bahan yang masih melakukan respirasi pada saat dipanen maupun sebelum dipanen. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kelansungan kualitas dan kuantitas bahan hasil pertanian. Jika penyimpanan bahan hasil pertanian setelah dipanen tidak disesuaikan dengan kondisi lingkungannya, maka akan terjadi penyusutan kualitas dan kuantitas bahan hasil pertanian seperti perubahan warna menjadi pucat, beraroma busuk, dan lain – lain. Selain kondisi lingkungan bahan hasil pertanian yang harus diperhatikan, kadar air pada bahan hasil pertanian juga merupakan salah faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas bahan hasil pertanian. Kadar air yang tinggi pada bahan hasil pertanian mempengaruhi terhadap laju respirasi dan transpirasi bahan hasil pertanian. Apabila tidak diberikan perlakukan seperti pengeringan pada saat penyimpanan, maka cenderung bahan hasil pertanian lebih cepat membusuk karena kadar air juga dapat meningkatkan kandungan mikrobiologis yang dapat merusak kualitas dan kuantitas bahan hasil pertanian. Oleh sebab itu, praktikum ini dilakukan untuk mengamati kadar air suatu bahan hasil pertanian jika diberi perlakuan seperti pengeringan, pendinginan, dan jika dimasukkan ke dalam oven yang nantinya bahan hasil pertanian ini akan disimpan. Dengan diketahuinya kadar air bahan hasil pertanian setelah diberikan perlakuan pengeringan, pendinginan, dan lain – lain, maka akan semakin mudah untuk mengantisipasi terjadinya pembusukan pada bahan hasil pertanian jika disimpan pada waktu yang lama.

1.2. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Mengamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture tester. 2. Mengukur kadar air bahan hasil pertanian dengan metode dasar ( metode oven).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kadar Air Bahan Hasil Pertanian Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan, yang dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (drybasis). Kadar air memiliki batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air menununjukkan tingkat kekeringan dan mempunyai aspek terhadap daya simpan serta mutu hasil proses selanjutnya (Souhoka, 1983). Kadar air bahan simpan berpengaruh terhadap hama gudang, umur biji serta kerusakan mekanik baik selama penanganan, pemrosesan ataupun pembersihan. Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam memepengaruhi kemampuan benih untuk mempertahankan viabilitasnya. Menurut Suprapto (1982), bahwa tingkat kadar air yang aman untuk menyimpan seperti tanaman jagung pipilan adalah 13 persen. Dalam batas tertentu makin rendah tingkat kadar air benih, makin lama benih tersebut dapat mempertahankan viabilitasnya.

2.2. Kondisi Penyimpanan Dalam penyimpanan masalah kadar air, suhu dan kelembaban udara sangat menentukan daya simpan. Bahan yang disimpan umumnya dalam keadaan kering dengan kadar air maksimum 14 persen (Efendi, 1980). Penurunan mutu bahan pangan dikelompokan dalam penyusutan kualitatif dan penyusutan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahan – perubahan biologi. (mikroba, serangga, tungau,respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan,getaran, suhu, kelembaban), serta perubahan – perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan,ketengikan, penurunan nilai gizi dan keamanan terhadap kesehatan manusia). Penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian akibat penanganan pasca panen yang tidak memadai dan juga karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga dan tikus).

Kerusakan yang terjadi selama penyimpanan akan menjadi penyebab utama penurunan mutu. Kerusakan dapat berupa rusak fisik yang disebabkan oleh serangan hama dan jamur sehingga terjadi penurunan nilai pangan dan terkontaminasi, rusak kimiawi disebabkan oleh penurunan kadar karbohidrat protein dan lemak karena proses metabolisme dan mikroba (Kartasapoetra, 1987). Tingkat kerusakan dari hasil panen yang dapat disimpan sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpan terutama suhu dan kelembaban serta wadah penyimpanan. Hama gudang dalam simpanan memerlukan keadaan suhu udara atau temperature minimum dan maksimum. Temperatur minimum ialah temperature terendah, dimana hama produk pertanian dalam simpanan dapat hidup. Sedangkan temperatur maksimum adalah suhu udara tertinggi dimana hama produk pertanian dalam simpanan masih dapat hidup. Biasanya batas antara temperatur minimum dan temperature maksimum yaitu antara 5 °C sampai 45℃, sedangkan temperatur optimumnya berkisar antara 25℃ sampai 30 ℃. Kelembaban udara sangat berkaitan erat dengan temperatur dimana pengaruhnya sangat menentukan perkembangan hidup hama gudang. Kebutuhan serangga akan air sangat dipengaruhi dan berhubungan erat dengan kelembaban udara.Serangga memperoleh air dari linggkungannya dengan empat cara yaitu melalui makanan,langsung menghisap air, melalui kulit luar yang dapat menghisap uap air di udara dan melalui proses oksidasi nitrogen yang terkandung dalam bahanbahan simpanan di dalam tubuh maupun dari makanan (Kartasapoetra, 1991).

2.3. Pengeringan Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air pada bahan sampai pada batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme seperti bakteri, khamir atau kapang yang dapat menyebabkan pembusukan dapat dihentikan sehingga bahan dapat disimpan lebih lama, sementara volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi berkurang sehingga mempermudah transport, dengan demikian diharapkan biaya produksi lebih murah.

Disamping

keuntungan-keuntungannya,

pengeringan

juga

mempunyai

beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dan sebagainya. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami maupun dengan cara buatan (artificial drying) dengan memakai alat pengering seperti oven. Berkaitan dengan proses pengeringan Novary (1997) menyatakan bahwa waktu dan suhu pengeringan yang digunakan tidak dapat ditentukan dengan pasti untuk setiap bahan pangan, tetapi tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan, diantaranya untuk jenis bubuk bahan pangan menggunakan suhu 40 – 60℃ selama 6 – 8 jam. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan.

2.4.

Pendinginan Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang

digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara – 1℃ sampai + 4℃. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2℃ sampai + 16℃. Kegunaan umum pendinginan adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Kelayakan bahan pangan untuk dikonsumsi dapat diperpanjang dengan penurunan suhu, karena dapat menurunkan reaksi dan penguraian kimiawi oleh bakteri. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses pendinginan. Yang harus diperhatikan dalam melakukan proses pendinginan yang baik adalah : 

Waktu antara panen dan “pre-cooling”



Jenis karton, palet; ventilasi



Cara pendinginan dan waktu yang dibolehkan



Suhu produk sebelum didinginkan



Suhu produk akhir



Sanitasi dari sistem pendingin



Pelihara suhu produk

2.5. Kadar Air Kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content (EMC)) Kadar air kesetimbangan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengeringan. Kadar air kesetimbangan suatu bahan hasil pertanian adalah kadar air padatan basah hasil pertanian yang berada dalam kesetimbangan dalam udara sekelilingnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu (Koko, 2011). Apabila bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang kelembaban relatifnya meningkat maka bahan hasil pertanian tersebut termasuk ke dalam proses isoterm adsorpsi. Sedangkan apabila bahan hasil pertanian ditempatklan pada udara yang kelembaban relatifnya menurun maka bahan tersebut mengalami proses isoterm desorpsi. Proses pengeringan merupakan proses desoropsi dimana kadar air bahan hasil pertanian akan menurun secara progresif dengan menurunnya kelembaban relatifnya (Koko, 2011).

2.6. Desikator Desikator adalah sebutan lain dari Eksikator. Desikator adalah sebuah alat yang terbuat dari kaca berbentuk panci bersusun dua yang bagian bawahnya diisi bahan pengering seperti silika gel sehingga pengaruh uap air selama pengeringan dapat diserap oleh silika gel tersebut.

Karena terbuat dari kaca yang tebal, maka

Desikator tergolong peralatan laboratorium yang berbobot. Terutama karena penutup

yang

sulit

dilepas

dalam

keadaan

dingin

karena

dilapisi

Vaseline(Rudiyansyah, 2013). Desikator berfungsi sebagai: a. Tempat menyimpan sampel yang harus bebas air b. Mengeringkan dan mendinginkan sample yang akan di gunakan untuk uji kadar air.

Cara menggunakan desikator : a. Cara membuka tutup desikator adalah dengan menggesernya ke samping b. Letakkan sampel yang baru keluar dari oven atau yang akan di keringkan dan didinginkan c. Lalu tutup kembali dengan cara yang sama dengan cara membukanya tadi yaitu di geser kesamping. Perhatikan Silika gel yang berfungsi sebagai penyerap uang air. Silika gel yang masih bisa menyerap uap air berwarna biru; jika silika gel sudah berubah menjadi merah muda maka perlu dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC sampai warnanya kembali biru(Rudiyansyah, 2013).

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Alat yang digunakan yaitu : 1. Cawan digunakan untuk tempat atau wadah bahan hasil pertanian. 2. Desikator digunakan untuk tempat menyimpan sampel yang harus bebas air, mengeringkan dan mendinginkan sampel yang digunakan untuk uji coba kadar air 3. Refrigerator digunakan untuk menurunkan kadar air pada makanan atau minuman atau bahan hasil pertanian. 4. Oven digunakan untuk memanaskan bahan hasil pertanian. 5. Moisture tester digunakan untuk mengetahui kelembaban kadar air suatu zat, bisa biji – bijian ataupun yang lainnya. 6. Timbangan analitik digunakan untuk mengukur berat bahan hasil pertanian yang hendak diukur. 7. RH meter digunakan untuk mengukur suhu dan RH lingkungan maupun bahan hasil pertanian. 8. Thermometer digunakan untuk mengukur suhu bahan hasil pertanian.

3.1.2. Bahan Bahan yang digunakan yaitu biji – bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, dan jagung .

3.2. Prosedur Praktikum Prosedur pada praktikum kali ini adalah : a. Pengamatan pada bahan awal 1) Kadar air semua bahan diukur (3 kali) dengan menggunakan moisture tester. 2) Ukur suhu dan RH udara (3 kali) pada ruangan praktikum.

b. Penurunan kadar air 1) Ukur suhu dan RH pada oven. 2) Siapkan bahan dan cawan, masukkan bahan ( 5 g) ke dalam cawan. 3) Simpan cawan yang telah berisi bahan ke dalam oven, dan beri tanda untuk 3 pengamatan (5, 15 dan 20 menit). 4) Sesudah 5, 15 dan 20 menit keluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator. 5) Ukur kadar air bahan untuk 3 pengamatan

c. Peningkatan kadar air 1) Ukur suhu dan RH refrigerator. 2) Siapkan bahan dan cawan, masukkan bahan ( 5 g) ke dalam cawan. 3) Simpan cawan yang telah berisi bahan ke dalam refrigerator, dan beri tanda untuk 3 pengamatan (5, 15 dan 20 menit). 4) Sesudah 5, 15, dan 20 menit keluarkan cawan dari refrigerator dan dimasukkan ke dalam desikator. 5) Ukur kadar air bahan untuk 3 pengamatan.

d. Pembacaan pada moisture tester 1) Sebelum memasukkan bahan dalam tempat sampel, bersihkan tempat sampel dengan sikat. 2) Gunakan sendok dan pinset untuk memasukkan sampel (pilih sampel yang baik).

Gambar 1. Penataan sampel 3) Putar grinding handle ke kiri (stop line) dan masukkan wadah ke dalam instrumen. 4) Tunggu selama 20 detik dan lihat pengukuran pada layer LCD. 5) Untuk merubah sampel tekan select button.

6) Pengukuran dapat dilakukan sebanyak 3 kali dengan sampel yang sama dan untuk mendapatkan nilai rata-rata tekan average button (interval pengukuran 3 menit). 7) Matikan alat dengan menekan average button dua kali. e. Pengukuran kadar air metode oven pada 130oC (ISTA) 1) Panaskan cawan kosong dalam oven pada 130 oC selama  20 menit. 2) Setelah dipanaskan masukkan cawan ke dalam desikator selama  20 menit, dinginkan dan timbang (a gram). 3) Masukkan 5 gram bahan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan timbang (b gram). 4) Masukkan dalam oven dengan suhu 130oC selama 60 menit. 5) Setelah selesai cawan dikeluarkan dan simpan dalam desikator untuk didinginkan selama 10 menit. 6) Bila sudah dingin cawan beserta bahan ditimbang (c gram). 7) Hitung kadar air bahan basis basah dan basis kering untuk 3 pengamatan

b - c gram  100% b  a gram b - c gram 100% kadar air basis kering (Ka db)  c  a gram

kadar air basis basah (Ka wb) 

BAB IV HASIL

4.1 Hasil Pengamatan Tabel 1. Hasil Pengukuran Suhu dan RH Pengukuran Ruangan ke

Refrigerator T (oC)

RH (%)

RH (%)

Oven

T (oC)

T (oC)

RH (%)

1

60

26,5

71

15,1

59

65

2

61

26,7

72

15

61

65

3

58

27

70

15

62

65

Rata - Rata

59,67

26,73

71

15,03

60,66

65

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kadar Air Jagung Segar Metode ISTA Massa

Ma + Massa

Ma + Massa Bahan

Kadar Air (%)

Cawan Ma

bahan Awal, Mb

Akhir, Mc (gr)

Wb

Db

(gr)

(gr)

Kel. 1

4,3688

9,4057

9,0888

6,3074

6,7320

Kel. 2

4,9650

9,9744

9,6702

6,07258 6,465187

Kel. 3

4,3107

9,3908

9,0849

6,02153 6,40735

Kel. 4

5,4925

10,4943

10,1817

6,249

6,667

Kel. 5

4,2875

9,2931

8,9768

6,3189

6,7451

Bahan

Tabel 3. Penurunan dan Peningkatan Kadar Air Nama Bahan

Perlakuan

Kadar

Rata –

Kadar Air Akhir

@5gr

Waktu

Air Awal

rata

Penurunan Peningkatan

(Menit)

(%)

Kadar

(Oven)

(Refrigerator)

8,9

8,8

8,7

8,8

8,7

9,5

Air Awal

Kacang Hijau

5

8,8

10

8,7

20

8,7

8,7

Kacang Kedelai

Kacang Tanah

Jagung

Kacang Kedelai

5

11,3

10,9

11,1

10

11,3

10,5

11,4

20

11,3

10,3

11,2

5

11,2

10,4

11,0

10

11,2

10,2

10,3

20

11,3

9,7

13,2

5

12,5

12,3

13,1

10

12,7

12,2

13,2

20

13

10,7

13,3

5

11,2

11,06

10,3

10

11

10,06

11,1

20

11

10,0

11,1

11,3

11,23

12,7

11,1

4.2 Perhitungan 4.2.1 Perhitungan Basis Basah (WB) a. Wb = =

Mb−Mc Mb−Ma

× 100%

(9,4057 − 9,0888) × 100% = 6,3074 % (9,4057 − 4,3688) Mb−Mc

b. Wb = Mb−Ma × 100% =

(9,9744 − 9,6702) × 100% = 6,07258 % (9,9744 − 4,9650) Mb−Mc

c. Wb = Mb−Ma × 100% =

(9,3908 − 9,0849) × 100% = 6,021535009 % (9,3908 − 4,3107) Mb−Mc

d. Wb = Mb−Ma × 100% =

(10,4943 − 10,1817) × 100% = 6,249 % (10,4943 − 5,4925) Mb−Mc

e. Wb = Mb−Ma × 100% =

(9,2931 − 8,9768) × 100% = 6,3189 % (9,2931 − 4,2875)

4.2.2 Perhitungan Basis Kering (DB) Mb−Mc

a. Db = Mc−Ma × 100% =

(9,4057 − 9,0888) × 100% = 6,7320 % (9,0888 − 4,3688) Mb−Mc

b. Db = Mc−Ma × 100% =

(9,9744 − 9,6702) × 100% = 6,465187 % (9,6702 − 4,9650) Mb−Mc

c. Db = Mc−Ma × 100% =

(9,3908 − 9,0849) × 100% = 6,407356206 % (9,0849 − 4,3107) Mb−Mc

d. Db = Mc−Ma × 100% =

(10,4943 − 10,1817) × 100% = 6,667 % (10,1817 − 5,4925) Mb−Mc

e. Db = Mc−Ma × 100% =

(9,2931 − 8,9768) × 100% = 6,7451 % (8,9768 − 4,2875)

4.3 Grafik

8.95

8.9

Kadar Air %

8.85

8.8

8.75

8.7 y = -0.0114x + 8.9 R² = 0.5714

8.65 0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 1. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kacang Hijau

9.6 9.5

y = 0.05x + 8.45 R² = 0.8929

9.4

Kadar Air %

9.3 9.2 9.1 9 8.9 8.8 8.7 8.6

0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 2. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kacang Hijau

11 10.9

Kadar Air %

10.8 10.7 10.6

10.5 10.4 10.3

y = -0.0371x + 11 R² = 0.8622

10.2 0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 3. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kacang Kedelai

11.45 11.4

Kadar Air %

11.35 11.3

y = 0.0029x + 11.2 R² = 0.0204

11.25 11.2 11.15 11.1 11.05

0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 4. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kacang Kedelai

10.5 10.4 10.3

Kadar Air %

10.2 10.1 10 9.9 9.8 y = -0.0471x + 10.65 R² = 0.9973

9.7 9.6 0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 5. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kacang Tanah

14 y = 0.1671x + 9.55 R² = 0.7116

12

Kadar Air %

10 8 6 4 2 0

0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 6. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kacang Tanah

12.6

12.4 12.2

Kadar Air %

12 11.8 11.6 11.4 11.2

11 y = -0.1129x + 13.05 R² = 0.9249

10.8 10.6 0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 7. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Jagung

13.35 y = 0.0129x + 13.05 R² = 0.9643

13.3

Kadar Air %

13.25

13.2

13.15

13.1

13.05

0

5

10

15

20

25

Waktu

, Gambar 8. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Jagung

11.2 11

Kadar Air %

10.8 10.6 10.4 10.2

10 y = -0.0614x + 11.09 R² = 0.6209

9.8 0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 9. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kacang Kedelai (5)

11.4 y = 0.0457x + 10.3 R² = 0.5714

11.2

Kadar Air %

11

10.8

10.6

10.4

10.2 0

5

10

15

20

25

Waktu

Gambar 10. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kacang Kedelai (5)

BAB V PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas tentang Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMSC). Praktikum ini dilakukan untuk mengamati kadar air suatu bahan hasil pertanian jika diberi perlakuan seperti pengeringan, pendinginan, dan jika dimasukkan ke dalam oven yang nantinya bahan hasil pertanian ini akan disimpan. Yang dilakukan adalah pengukuran kadar air kacang kedelai dan kacang tanah setelah diberikan perlakuan yaitu beberapa cawan dimasukkan ke dalam oven dan refrigerator secara bersamaan diperoleh bahwa kadar air setelah dimasukkan ke dalam oven akan mengalami penurunan kadar air sedangkan pada refrigerator mengalami kenaikan kadar air . Hal ini terjadi karena kacang kedelai maupun kacang tanah jika dimasukkan ke dalam oven akan terjadi pembakaran atau pemberian panas pada kacang kedelai maupun kacang tanah sehingga air yang berada pada bahan hasil pertanian akan menguap. Kemudian pada refrigerator, kenaikan kadar air disebabkan karena proses pendinginan membuang panas pada bahan hasil pertanian dengan menurunkan suhu sehingga apabila bahan hasil pertanian dikeluarkan dari refrigerator maka akan terjadi kenaikan kadar air. Pada apraktikum ini juga, terdapat data yang tidak sesuai dengan teori yaitu kelompok dua yang mana pada kadar awal lebih tinggi dari pada kadar air setelah lima menit. Hal ini dapat disebabkan karena bahan hasil pertanian setelah dikeluarkan dari refrigerator, bahan hasil pertanian lansung diukur kadar airnya sehingga tidak ada waktu untuk bahan hasil pertanian untuk mencair. Dari praktikum ini juga dapat diamati bahwa waktu sangat berpengaruh terhadap penurunan dan peningkatan kadar air bahan hasil pertanian. Tetapi pada praktikum kali ini, penurunan dan peningkatan kadar air tidak sesuai dengan teori. Seharusnya jika semakin lama waktu bahan hasil pertanian berada dalam oven maupun refrigerator, maka kadar air yang dihasilkan akan semakin menurun (oven) atau meningkat (refrigerator). Terlihat dari grafik bahwa grafik tidak konstan naik tetapi grafik tidak konstan. Hal ini dapat disebabkan pada proses pemindahan bahan hasil pertanian karena alat yang digunakan hanya satu maka harus menunggu giliran

dengan kelompok. Dengan mengulur waktu pengukuran dapat mengakibatkan perubahan kadar air tidak sesuai dengan teori yang berlaku. Pada pengukuran kadar air jagung dengan metode dasar yaitu dengan mengunakan oven atau metode ISTA, hasil kadar air basah dan kadar air kering setiap kelompok yang diuji berbeda – beda. Hal ini dapat disebabkan oleh massa jagung yang digunakan juga berbeda – beda. Dalam hal ini, jika massa jagung besar, maka kadar air basah dan kadar air kering yang diperoleh juga akan besar. Hal ini terbukti dari praktikum yang dilakukan, yaitu kelompok empat dengan massa jagung 5,4925 gram, kadar air basah yaitu 6.249 gram, dan kadar basah kering sebesar 6.667 gram. Pada praktikum ini, beberapa faktor yang menyebabkan adanya perbedaan kadar air basah, kadar air kering, kadar air kering, penurunan kadar air pada saat di dalam oven, dan peningkatan kadar air pada saat di dalam refrigerator yaitu komponen penyusun kacang kedelai, kacang tanah, dan jagung berbeda – beda. Sekalipun merupakan jenis yang sama, tetapi penyusunnya berbeda – beda. Misalnya kadar air pada satu biji kacang kedelai berbeda dengan kacang kedelai lainnya. Selain itu, faktor ukuran, bentuk, massa setiap bahan hasil pertanian yang berbeda – beda satu sama lainnya.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Dari praktikum ini dapat disimpulkan: 1. Hasi pengukuran kadar air dengan menggunakan oven dan refrigerator terdapat beberapa data yang tidak sesuai dengan literatur. 2. Waktu berpengaruh terhadap penurunan dan peningkatan kadar air bahan hasil pertanian dengan grafik yang naik atau semakin lama maka akan terjadi penurunan dan peningkatan, tetapi pada praktikum yang dilakukan tidak sesuai dengan literatur. 3. Massa bahan hasil pertanian berbanding lurus dengan kadar air basah dan kadar air kering dan pada praktikum yang dilakukan hasil yang diperoleh sesuai dengan teori atau literatur. 4. Kadar air basis basah nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai kadar air basis kering.

6.2. Saran Dari praktikum ini sebaiknya : 1. Jumlah alat seperti moisture tester tidak hanya satu saja yang digunakan sehingga pengukuran tidak harus menunggu kelompok lain. 2. Massa bahan hasil pertanian yang digunakan pada saat praktikum sama dengan kelompok lain.

DAFTAR PUSTAKA

Tandiabang, J., M.S. Saenong, dan D. Baco. 1998. Kehilangan hasil jagung oleh kumbang bubuk Sitophilus zeamais pada berbagai umur simpan dan wadah penyimpanan, Laporan Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tahun 1997 /1998. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain, Maros. Kartasapoetra, A. G., 1987. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Edisi Pertama. Rineka Cipta. Jakarta. Novary, E. W. 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya,Jakarta.http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20 Pendinginan/bab10.php (Diakses pada tanggal 1 November 2017 pukul 21.00 WIB) Wendi. 2011. Kadar Air dalam Bahan Hasil Pertanian. Terdapat https://www.pdfcoke.com/doc/76403850/Pengeringan-Kadar-Air-BahanHasil-Pertanian (Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017 pukul 12.34 WIB). Rudiyansyah, Hery. 2013. Desikator. Terdapat pada: http://www.alatlabor.com/article/detail/76/desikator. (Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017 pukul 11.34 WIB). Koko. 2011. Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Bahan Pangan. Terdapat pada: https://www.pdfcoke.com/doc/79766316/PENGERINGAN. (Diakses pada tanggal 30 Oktober 2017 pukul 11.18 WIB).

LAMPIRAN

Gambar 1. Oven

Gambar 3. Pengukuran Kacang

Gambar 5. Pemasukan cawan

Gambar 2. Refrigerator

Gambar 4. Moisture Tester

Related Documents

Laporan
August 2019 120
Laporan !
June 2020 62
Laporan
June 2020 64
Laporan
April 2020 84
Laporan
December 2019 84
Laporan
October 2019 101

More Documents from "Maura Maurizka"