LAPORAN PRAKTIKUM
PENILAIAN STATUS GIZI PENGUKURAN ANTROPOMETRI
OLEH : ELVIRA EKA PUTRI K11116536 KELOMPOK 3 KELAS D
LABORATORIUM KIMIA BIOFISIK PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan gizi yang berbeda, hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan tinggi badan. Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan meghasilkan status gizi baik. Status gizi yang optimal dapat menjamin peningkatan kemampuan fisik dan intelegensi serta produktivitas kerja. Pengaturan keseimbangan zat gizi antara asupan dan kebutuhan tubuh sangat penting oleh karena kekurangan atau kelebihan zat gizi berpengaruh pada kondisi kesehatan dan status gizi (Thamaria, 2017). Menurut United Nation Childrenβs Fund (UNICEF) tahun 1990, bahwa masalah gizi disebabkan oleh dua factor utama, yaitu langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yang menimbulkan masalah gizi yaitu kurangnya asupan makanan dan penyakit yang diderita. Seseorang yang asupan gizinya kurang akan mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan mudah sakit. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah kurangnya ketersediaan makanan di rumah dan pola asuh anak yang jelek serta pelayanan kesehatan dan lingkungan yang kurang baik (Thamaria, 2017). Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian status gizi dapat menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi, misalnya status gizi yang berhubungan dengan bentuk fisik tubuh manusia, metode yang digunakan ialah metode pengukuran antropometri (Thamaria, 2017). Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti manusia dan metri adalah ukuran. Metode antropometri dapat diartikan sebagai mengukur
fisik dan bagian tubuh manusia. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia. Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi. Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi adalah konsep dasar pertumbuhan. Pertumbuhan adalah terjadinya perubahan sel-sel tubuh, terdapat dalam dua bentuk yaitu bertambahnya jumlah sel dan atau terjadinya pembelahan sel, secara akumulasi menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh. Jadi pada dasarnya menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menilai pertumbuhan (Thamaria, 2017). Pengukuran antropometri bermanfaat bila ada ketidakseimbangan antara protein dan energi. Dalam beberapa kasus, pengukuran antropometri dapat mendeteksi malnutrisi tingkat sedang maupun parah, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk mendeteksi status kekurangan gizi tertentu. Pengukuran antropometri memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan, yaitu mampu menyediakan informasi mengenai riwayat gizi masa lalu yang tidak dapat diperoleh dengan bukti yang sama melalui metode pengukuran lainnya. Menurut Gibson (2005), pengukuran ini dapat dilakukan dengan relatif cepat, mudah, dan reliable menggunakan peralatan-peralatan yang portable, tersedianya metode-metode yang terstandarisasi, dan digunakannya peralatan yang
terkaliberasi.
Untuk
membantu
dalam
menginterpretasi
data
antropometrik, pengukuran umumnya dinyatakan sebagai suatu indeks, seperti tinggi badan menurut umur (Thamaria, 2017). Metode antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energy (karbohidrat dan lemak). Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, yaitu umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, jaringan lunak (lemak subcutan). Parameter sebagai ukuran tunggal sebenarnya belum bisa digunakan untuk menilai status gizi, maka harus dikombinasikan. Kombinasi beberapa parameter itu disebut dengan indeks antropometri yang terdiri dari, berat badan menurut umur, tinggi badan
menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, lingkar lengan atas menurut umur, dan indeks massa tubuh (Mardalena, 2017). B. Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah didalam praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana menghitung dan menentukan status gizi perseorangan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) ? 2. Bagaimana menghitung dan menentukan status gizi perseorangan dengan perhitungan prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut ? 3. Bagaimana menghitung dan menentukan status gizi perseorangan dengan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR) ? 4. Bagaimana menghitung dan menentukan status gizi perseorangan dengan perhitungan Lingkar Perut (LP) ? 5. Bagaimana menghitung dan menentukan status gizi perseorangan dengan pegukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) ? 6. Bagaimana menghitung dan menentukan status gizi perseorangan dengan perhitungan Percent Body Fat (PBF) ?
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui penilaian status gizi seseorang dan melakukan berbagai pengukuran antropometri. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus praktikum ini adalah : a. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). b. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.
c. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR). d. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan Lingkar Perut (LP). e. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan pegukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA). f. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan perhitungan Percent Body Fat (PBF).
D. Manfaat Adapun manfaat dari praktikum ini adalah agar Mahasiswa dapat mengetahui status gizi seseorang melalui pengukuran antropometri dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut, Waist to Hip Ratio (WHR), Lingkar Perut (LP), Lingkar Lengan Atas (LiLA) dan percent Body Fat (%BF).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Indeks Massa Tubuh (IMT) Koup Devenport menggunakan cara penilaian status gizi dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). Cara yang digunakan untuk mengetahuistatus gizi orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih. Indeks massa tubuh memiliki kelebihan, yaitu merupakan pengukuran yang sederhana dan mudah dilakukan, dapat menentukan kelebihan dan kekurangan berat badan. Namun, indeks ini tak lepas dari kekurangan, yaitu hanya dapat digunakan untuk menentukan status gizi orang dewasa (usia 18 tahun ke atas), tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan, dan juga tidak dapat digunakan untuk menentukan status gizi bagi orang yang menderita sakit edema, asites dan hepatomegaly (Irianto, 2008). Adapun cara penilaiannya adalah menggunakan formasi berikut :
IMT =
Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m)2
Pengukuran status gizi umur <18 tahun dapat menggunakan beberapa indikator, seperti Z-Score IMT/U, Z-Score BB/U, dan Z-Score TB/U (Sirajuddin, 2018).
Tabel 2.1. Kategori IMT (WHO 2000) Klasifikasi BMI (kg/π¦π ) Underweight
<18,50
- Severe Thinness - Moderate Thinness - Mild Thinness Normal
<16,00 16,00-16,99 17,00-18,49 18,50-24,99
Overweight
β₯25,00
-
Pre-Obesitas
Obesitas - Obesitas kelas I - Obesitas kelas II - Obesitas kelas III Sumber : Sirajuddin, 2018
25,00-29,99 β₯30,00 30,00-34,99 35,00-39,00 β₯40,00
B. Tinjauan Umum Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut Tinggi badan merupakan salah satu pengukuran status gizi pada dewasa dan lansia. Salah satu pengukuran antropometri adalah mengukur tinggi lutut. Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan seseorang dan dapat digunakan untuk mengukur tinggi badan penderita gangguan tulang belakang atau seseorang yang tidak dapat berdiri. Berbeda dengan tinggi badan, tinggi lutut hanya sedikit mengalami perubahan seriring dengan bertambahnya usia. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang dari beberapa tulang panjang, seperti lengan kaki. Oleh karena itu, tinggi lutut dan panjang lengan digunakan sebagai indicator dalam pengukuran tinggi badan pada lansia (Murbawani, 2012). Penilaian komposisi tubuh pada orang tua sangat diperlukan mangingat golongan usia tersebut relative rentan terhadap penyakit. Parameter penting yang digunakan untuk memperkirakan komposisi tubuh antara lain tinggi badan dan berat badan untuk mendapatkan Indeks Massa Tubuh (IMT), serta massa lemak (Murbawani, 2012). Pengukuran tinggi badan merupakan hal yang mudah dilakukan untuk golongan anak dan usia muda namun tidak demikian dengan usia tua. Banyak lansia yang mengalami deformitas pada tulang belakang sehingga tinggi badan
berkurang atau bahkan tidak mampu berdiri tegak. Pada populasi ini diperlukan pengukuran lain dari tubuh yang dapat mencerminkan tinggi badan. Pengukuran yang sering digunakan untuk memperkirakan tinggi badan adalah tinggi lutut dan rentang lengan.nilai tinggi lutut dan rentang tangan dimasukkan ke persamaan tertentu untuk mendapatkan nilai tinggi badan (Murbawani, 2012). Adapun rumus prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut sebagai berikut : Perempuan : 84,88 - (0,24 x umur(thn) + (1,83 x TL β
75βumur x 5
1,2
Laki-Laki : 64,19 β (0,04 x umur(thn) + (2,02 x TL) C. Tinjauan Umum Waist To Hip Rasio (WHR) Obesitas merupakan status gizi berlebih pada manusia. Obesitas sentral merupakan salah satu jenis obesitas dengan penumpukan lemak di bagian abdominal tubuh. Obesitas sentral berperan besar pada perkembangan penyakit degenerative seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan lainnya menjadi lebih cepat. Salah satu indikator pengukuran obesitas sentral adalah pengukuran Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) atau biasa juga disebut dengan Waist to Hip Rasio (WHR) (Hidayatulloh, 2011). Obesitas dapat dinilai dari pengukuran antropometri dengan indikator seperti indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, lingkar lengan atas, serta rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul. Lingkar pinggang merupakan pengukur distribusi lemak abdominal yang mempunyai hubungan erat dengan indeks massa tubuh (Bell et al., 2001). Studi Farmingham (2007) memperlihatkan bahwa peningkatan lingkar pinggang merupakan prediktor sindroma metabolik yang lebih baik dibandingkan indeks massa tubuh (Thamaria, 2017). Semakin gemuk seseorang maka ukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul akan semakin membesar sehingga rasio lingkar pinggang panggul yang tinggi, memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke. Hal ini terjadi karena
penumpukan lemak di perut mempunyai pengaruh pada peningkatan kadar kolesterol (Thamaria, 2017). Rumus WHR : WHR =
Jenis kelamin Laki-Laki
Perempuan
Lingkar Pinggang Lingkar Panggul
Tabel 2.2. Interpretasi Hasil Pengukuran RLPP Risiko Kelompok umur Low Moderate High 20-29
<0,83
0,83-0,88
0,89-0,94
Very High >0,94
30-39
<0,84
0,84-0,91
0,92-0,96
>0,96
40-49
<0,88
0,88-0,95
0,96-1,00
>1,00
50-59
<0,90
0,90-0,96
0,87-1,02
>1,02
60-69
<0,91
0,91-0,96
0,99-1,03
>1,03
20-29
<0,71
0,71-0,77
0,78-0,82
>0,82
30-39
<0,72
0,72-0,78
0,79-0,84
>0,84
40-49
<0,73
0,73-0,79
0,80-0,87
>0,87
50-59
<0,74
0,74-0,81
0,82-0,88
>0,88
<0,76
0,76-0,83
0,84-0,90
>0,90
60-69 Sumber : Sirajuddin, 2018
D. Tinjauan Umum Lingkar Perut Cara lain yang biasa dilakukan untuk memantau risiko kegemukan adalah dengan mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik yaitu tidak lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm untuk perempuan (Sirajuddin, 2018). Menurut Gotera (2006), pengukuran lingkar perut lebih memberi arti dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral) karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar perut (Thamaria, 2017).
Tabel 2.3 Nilai Ambang Batas Lingkar Perut Menurut Berbagai Negara Laki-laki Perempuan Negara (cm) (cm) USA (ATP III) 120 (90) 88 (85) Europeans 94 80 Middle Eastern, Eastern European, North 94 80 Africans Sub-Saharan Africans 94 80 Asian (including Chinese, South Asia and 90 80 Japanese) Ethnic south and central Americans 90 80 Indonesia 90 80 Sumber: Sirajuddin, 2018
E. Tinjauan Umum Lingkar Lengan Atas (LiLA) Berbagai penelitian membuktikan bahwa gizi berperan sebagai factor penentu utama kualitas sumber daya manusia, terutama sejak 1.000 hari pertama kehidupan, pada masa kehamilan sampai usia bayi 2 tahun. Peran penting gizi pada masa kehamilan membuat status gizi ibu hamil mendapat perhatian yang besar. Status kekurangan energi kronis (KEK) sebelum hamil mempengaruhi pertumbuhan janin dan menjadi pertimbangan capaian peningkatan berat selama kehamilan. Di Indonesia, berat badan prahamil umumnya tidak diketahui sehingga lingkar lengan atas (LiLA) dijadikan indikator risiko KEK pada ibu hamil. Lingkar Lengan Atas (LiLA) telah digunakan sebagai indicator proksi terhadap risiko kekurangan energi kronis (KEK) untuk ibu hamil di Indonesia karena tidak terdapat data berat badan prahamil pada sebagian besar ibu hamil. Selama ini ambang batas LiLA yang digunakan adalah 23,5 cm (Ariyani, 2012). KEK dapat dialami wanita usia subur usia 15-45 tahun sejak remaja kemudian berlanjut pada masa kehamilan dan menyusui akibat cadangan energy dan zat gizi rendah. Salah satu dampak jangka panjang masalah gizi makro pada wanita usia subur dan ibu hamil dengan KEK adalah melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Ibu yang mengalami KEK berisiko melahirkan bayi BBLR 4,8 lebih besar daripada ibu yang tidak mengalami KEK. Setiap tahun diperkirakan sekitar 350.000 bayi lahir dengan
BBLR β€ 2.500 gram yang merupakan salah satu penyebab utama angka gizi kurang dan kematian balita. Untuk menanggulangi dan mengurangi kelahiran bayi BBLR perlu langkah yang lebih dini antara lain melakukan deteksi wanita usai subur berisiko KEK sejak dini. Data menunjukkan bahwa sepertiga (35,65%) WUS menderita KEK, masalah ini mengakibatkan pada saat hamil akan menghambat pertumbuhan janin sehingga menimbulkan risiko pada bayi dengan BBLR (Ferial, 2011). F. Tinjauan Percent Body Fat (PBF) Tubuh manusia diibaratkan sebuah mesin yang dirancang unik dan terdiri dari berbagai system biologi yang diatur oleh organ dalam tubuh. Keseimbangan tubuh bergantung pada asupan makanan dan aktivitas fisik. Era globalisasi di berbagai sendi kehidupan saat ini cenderung memberikan perubahan pada gaya hidup dan pola makan. Hal ini menyebabkan manusia semakin konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya, salah satunya berkaitan dengan kebiasaan makan. Kebiasaan makan tanpa memperhatikan kuantitas, porsi sekali makan dan kepadatan energi dari makanan yang dikonsumsi dapat mempengruhi kesehatan, sehingga menyebabkan terjadinya obesitas dan anemia (Lestari, 2015). Selain berpengaruh terhadap kesehatan, obesitas dan anemia pada remaja juga berhubungan dalam mempengaruhi proses belajar yang diketahui melalui hasil ujian. Ini disebabkan karena tingginya kadar lemak dan rendahnya asupan zat besi pada tubuh manusia, sehingga terjadi penurunan fungsi kognitif. Akibatnya, mudah merasa lelah dan sulit untuk berkonsentrasi karena tubuh tidak memperoleh oksigen yang cukup (Thamaria, 2017). Untuk itu, perlu dilakukan pengukuran lemak tubuh untuk mengetahui seberapa besar persentase lemak yang ada di dalam tubuh. Pengukuran lemak tubuh dilakukan melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, missal : lengan atas (tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), ditengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung lutut, pertengahan tungkai bawah (Sirajuddin, 2018).
Tabel 2.4. PBF Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Healthy Sex Under Fat Overweight Obese Range Woman (years) 20 β 40 < 21 % 21 β 33 % 33 β 39 % > 39 % 41 β 60 < 23 % 23 β 35 % 35 β 40 % > 40 % 61 β 79 < 24 % 24 β 36 % 36 β 42 % > 42 % Men (years) 20 β 40 <8% 8β9% 19 β 25 % >25 % 41 β 60 < 11 % 11 β 12 % 22 β 27 % > 27 % 61 β 79 < 13 % 13 β 25 % 25 β 30 % > 30 % Sumber : Sirajuddin, 2018
BAB III METODE PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu Praktikum Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada tanggal 22 Maret 2018, pukul 13.30 β 17.30 WITA.
B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan digital seca, microtoice, alat ukur tinggi lutut, pita LiLA, meteran, dan skinfold caliper.
C. Peserta Praktikum Adapun peserta yang mengikuti praktikum adalah kelompok 1, 2, 3, dan 4 kelas D Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
D. Prosedur Kerja 1. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) a. Mengukur Berat Badan 1) Dipastikan praktikan mengenakan pakaian biasa (diusahakan dengan pakaian yang minimal) dan tidak menggunakan alas kaki. 2) Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0. 3) Diminta praktikan untuk berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus kedepan. Diusahakan tetap tenang. 4) Dibaca berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat. b. Mengukur Tinggi Badan 1) Dilepaskan alat kaki terlebih dahulu, kemudian diposisikan praktikan tepat dibawah microtoice.
2) Dipastikan kaki praktikan rapat dan lutut diluruskan. Tumit, pantat, dan bahu praktikan menyentuh dinding vertikal. 3) Diarahkan praktikan dengan pandangan lurus kedepan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertikal. Tangan praktikan dilepas kesamping badan dengan telapak tangan menghadap paha. 4) Diminta praktikan untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Diusahakan bahu praktikan tetap santai. 5) Ditarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, dipegang secara horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat. 2. Mengukur Tinggi Lutut a. Diminta praktikan duduk dengan salah satu kaki praktikan ditekuk hingga membentuk sudut 900 proximal hingga patella. b. Diletakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada telapak kaki praktikan lalu tarik hingga titik tengah lutut praktikan. c. Dibaca alat ukur hingga 0.1 cm terdekat. 3. Mengukur Lingkar Pinggang a. Dipastikan praktikan menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang praktikan gunakan. b. Diminta praktikan untuk berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang relaks. c. Dipastikan pengukur menghadap ke praktikan dan meletakkan alat ukur melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian yang paling kecil dari tubuh praktikan. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat. Bagi praktikan yang gemuk,
dimana sukar menentukan bagian paling kecil, daerah yang harus diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan iliaca. d. Dilakukan pengukuran di akhir dari ekspresi yang normal, dan alat ukur tidak menekan kulit. e. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat. 4. Mengukur Lingkar Panggul a. Dipastikan praktikan mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan. b. Diminta praktikan berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh praktikan dan kaki dirapatkan. c. Diletakan pengukur menghadap ke subjek dan alat ukur melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil dari tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat. d. Dilakukan pengukuran di akhir dari ekspresi yang normal dan alat ukur tidak menekan kulit. e. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat. 5. Mengukur Lingkar Perut a. Dijelaskan pada praktikan tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran. b. Diminta praktikan dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir praktikan untuk menentukan titik pengukuran. c. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. d. Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul praktikan. e. Ditetapkan titik tengah di antara titik rusuk terakhir praktikan dengan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.
f. Diminta praktikan untuk berdiri tegak dan bernapas dengan normal (ekspirasi normal). g. Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut praktikan, lalu kembali menuju titik tengah diawal pengukuran. h. Dilihat bagian perut praktikan, apabila praktikan mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi. i. Diukur pita tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1 cm. 6. Mengukur LiLA a. Menentukan Titik Mid Point pada Lengan. 1) Diminta praktikan untuk berdiri tegak. 2) Diminta praktikan untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan). 3) Ditekukkan lengan praktikan sehingga membentuk 90o, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang praktikan dan menentukan titik tengah antara tulang atas pada bahu kiri dan siku. 4) Ditandai titik tengah tersebut dengan pena. b. Mengukur Lingkar Lengan Atas 1) Diarahkan praktikan dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan, telapak tangan menghadap ke bawah. 2) Diukur lingar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LiLA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara horizontal pada lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita. 3) Dicatat lingkar lengan atas pada skala 0,1 cm terdekat. 7. Mengukur Tebal Lipatan Kulit a. Menentukan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1) Digunakan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri pengukur untuk mengangkat kedua sisi dari kulit dan lemak subkutan praktikan kurang lebih 1 cm proximal dari daerah yang diukur. 2) Diangkat lipatan kulit praktikan pada jarak kurang lebih 1 cm yang tegak lurus arah garis kulit sampai pengukuran selesai. 3) Dipegang caliper oleh tangan kanan. 4) Dilakukan pengukuran dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh caliper dilepas. b. Mengukur TLK pada Tricep 1) Diminta praktikan berdiri dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh. 2) Dilakukan pengukuran pada mid point (sama seperti LiLA). 3) Diletakkan telapak tangan kiri praktikan
pada bagian lengan
kearah tanda yang telah dibuat dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah dan pengukur berdiri di belakang responden. Tricep skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi. 4) Diukur tricep skinfold dengan mendekati 0,1 mm. c. Mengukur TLK pada Subscapular 1) Diminta praktikan berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh. 2) Diminta praktikan untuk meletakkan tangan kiri ke belakang. 3) Diraba scapula dan mencari ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata samapi menentukn sudut bawah scapula oleh pemeriksa untuk mendapatkan tempat pengukuran. 4) Ditarik subscapular skinfold dalam arah diagonal (infero-lateral) kurang lebih 45ΒΊ ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak pada bagain bawah sudut scapula. 5) Diletakkan skinfold 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur mendekati 0,1 mm
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Hasil Praktikum 1. Indeks Massa Tubuh (IMT) Adapun hasil dari pengukuran Indeks Massa Tubuh adalah sebagai berikut. Tabel 4.1. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Peserta Praktikum A Ardiansyah P. Elvira Eka Putri Irenda Kartika Maris Liling Patanduk Muh. Anzhar Islami Nirmala Sari B. Nur Akifah Sartika P. Nurul Magfirah Patresia Batti Winda Aprilia
Berat Badan (kg) 45,9 45,4 55,8 48,4 51,4 51,0 38,0 38,5 48,3 40,4
Tinggi Badan (cm) 163,1 146,4 164,5 149,5 168,1 149,5 147,3 148,0 159,0 151,8
Indeks Massa Tubuh (IMT) 17,25 21,31 20,62 21,80 18,18 22,81 18,09 17,57 19,10 17,5
Sumber : Data Primer, 2018 2. Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut Adapun hasil dari pengukuran prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut adalah sebagai berikut.
Tabel 4.2. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Peserta Praktikum A Ardiansyah P. Elvira Eka Putri Irenda Kartika Maris Liling Patanduk Muh. Anzhar Islami Nirmala Sari B. Nur Akifah Sartika P. Nurul Magfirah Patresia Batti Winda Aprilia
Tinggi Lutut (cm) 51,6 45,5 52,5 44,5 52,3 47,0 45,0 47,0 48,9 47,2
TB berdasarkan TL (cm) 167,66 150,14 162,95 148,31 169,07 152,89 149,23 152,89 156,36 153,18
Sumber : Data Primer, 2018 3. WaistβHip To Ratio (WHR) Adapun hasil dari pengukuran Waist Hip to Ratio (WHR) adalah sebagai berikut. Tabel 4.3. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Waist β Hip To Ratio (WHR) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Peserta Praktikum A Ardiansyah P. Elvira Eka Putri Irenda Kartika Maris Liling Patanduk Muh. Anzhar Islami Nirmala Sari B. Nur Akifah Sartika P. Nurul Magfirah Patresia Batti Winda Aprilia
Lingkar Pinggang (cm) 68 66,5 66 69 64,8 70 64 63 64 59
Lingkar Panggul 69,2 73,4 71,5 77,5 68,4 80,5 73 66 78,5 68
Waist β Hip To Ratio (WHR) 0,98 0,90 0,92 0,89 0,94 0,86 0,87 0,95 0,81 0,86
Sumber : Data Primer, 2018 4. Lingkar Perut Adapun hasil dari pengukuran Lingkar Perut adalah sebagai berikut.
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Lingkar Perut No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Peserta Praktikum A Ardiansyah P. Elvira Eka Putri Irenda Kartika Maris Liling Patanduk Muh. Anzhar Islami Nirmala Sari B. Nur Akifah Sartika P. Nurul Magfirah Patresia Batti Winda Aprilia
Lingkar Perut (cm) 69,3 71,4 69 73 66,3 75 70 63,4 70,5 61
Sumber : Data Primer, 2018 5. Lingkar Lengan Atas (LiLA) Adapun hasil dari pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) adalah sebagai berikut. Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Peserta Praktikum Elvira Eka Putri Irenda Kartika Maris Liling Patanduk Nirmala Sari B. Nur Akifah Sartika P. Nurul Magfirah Patresia Batti Winda Aprilia
Lingkar Lengan Atas (LiLA) 23,0 25,6 26,2 27,5 22,1 21,1 26,5 22,3
Sumber : Data Primer, 2018 6. Percent Body Fat (PBF) Adapun hasil dari pengukuran Percent Body Fat (PBF) adalah sebagai berikut.
Tabel 4.6. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Percent Body Fat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Peserta Praktikum A Ardiansyah P. Elvira Eka Putri Irenda Kartika Maris Liling Patanduk Muh. Anzhar Islami Nirmala Sari B. Nur Akifah Sartika P. Nurul Magfirah Patresia Batti Winda Aprilia
Tebal Tricep (mm) 3 30 39 39 4 26 31 17 32 22
Tebal Subscapular (mm) 8 28 17 20 7 20 15 12 15 11
% Body Fat 9 42 40 42 8 34,8 35 25 38 27,11
Sumber : Data Primer, 2018 B. Pembahasan 1. Indeks Massa Tubuh (IMT) Dari tabel hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), dapat dilihat bahwa praktikan Elvira Eka Putri memiliki IMT 21,3 yang termasuk dalam kategori normal. Tinggi rendahnya IMT seseorang, dipengaruhi oleh pola hidup dan asupan makanan. Perkembangan teknologi, media elektronik dan gaya hidup sedentary menjadi penyebab berkurangnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan keluaran energi. Selain itu, perilaku kehidupan modern yang merujuk pada pola makanan tinggi kalori, lemak dan kolesterol juga berdampak pada meningkatnya risiko obesitas (Thamaria, 201). Berdasarkan hasil dan teori yang ada, nilai IMT praktikan Elvira Eka Putri termasuk dalam kategori normal. Hal ini dapat dikatakan bahwa pola hidup praktikan cukup baik karena memiliki IMT tidak lebih dan tidak kurang dari nilai standarisasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, untuk mempertahankan IMT normal maka dapat dilakukan dengan kebiasaan olahraga teratur, mengatur pola makan dengan susunan menu gizi seimbang dan melakukan kegiatan fisik sehari-hari.
2. Prediksi Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut Adapun hasil pengukuran tinggi lutut praktikan Elvira Eka Putri yaitu 45,5 cm. Jadi, hasil dari pemeriksaan prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut menunjukkan bahwa praktikan memiliki tinggi badan 150,14 cm. Perkiraan parameter
farmakokinetik dan
evaluasi
status
gizi
bergantung pada pengukuran yang akurat tidak hanya berat badan tetapi juga tinggi badan. Namun, sejumlah penyakit dapat menyebabkan kesulitan dalam pengukuran tinggi badan secara akurat. Oleh karena itu, berbagai rumus berdasarkan tulang yang tidak berubah panjang telah dikembangkan. Metode-metode yang dikembangkan tersebut termasuk pengukuran tinggi lutut, pengukuran panjang lengan, pengukuran panjang setengah rentang tangan. Hasil pengukuran prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut dapat dikatakan signifikan apabila selisih nilainya kurang dari 5 cm (Sirajuddin, 2018). Berdasarkan hasil dan teori yang ada, nilai prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut praktikan termasuk dalam kategori signifikan karena nilainya hanya selisih 4. 3. Waist to Hip Rasio (WHR) Pada tabel hasil pengukuran Waist to Hip Ratio (WHR), menunjukkan bahwa praktikan Elvira Eka Putri memiliki lingkar pinggang 66,5 cm dan lingkar panggul 73,4 cm. Setelah dilakukan perhitungan WHR, didapatkan angka 0,90 yang termasuk kategori very high. Nilai WHR praktikan termasuk dalam nilai WHR yang cukup tinggi yang menandakan bahwa rata-rata praktikan memiliki risiko yang sangat tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskuler. Lingkar pinggang menjadi indikator yang lebih kuat terhadap faktor risiko kardiometabolik dibandingkan dengan IMT. Hal tersebut berkaitan dengan distribusi lemak pada tubuh. Perbanyak melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari hari, Karena Aktivitas fisik mampu menurunkan
ukuran lingkar pinggang, berkaitan erat dengan penurunan persentase lemak tubuh (Thamaria, 2017). Berdasarkan hasil yang diperoleh, praktikan Elvira Eka Putri sangat berisiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskuler. Hal ini menunjukkan bahwa praktikan memiliki jumlah lemak yang banyak karena kurangnya melakukan aktivitas fisik sehari-hari dan pola makan yang tidak teratur. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penyakit, sebaiknya lebih memperhatikan pola makan dan mengurangi makan makanan yang berlemak. Untuk menurunkan nilai WHR atau kadar lemak dalam tubuh dapat dilakukan dengan memperbaiki pola makan dan meningkatkan kebiasaan olahraga. 4. Lingkar Perut Pada tabel hasil pengukuran lingkar perut, menunjukkan bahwa praktikan Elvira Eka Putri memiliki lingkar perut yaitu 71,4 cm yang temasuk dalam kategori normal. Pengukuran lingkar perut yang dilakukan sangat bermanfaat untuk mengetahui timbunan lemak di dalam rongga perut. Semakin tinggi timbunan lemak, maka lingkar perut akan semakin meningkat (Thamaria, 2017). Berdasarkan hasil dan teori yang ada, nilai lingkar perut praktikan Elvira Eka Putri termasuk dalam kategori normal. Untuk menjaga agar agar lingkar perut tersebut tetap normal hendaknya memperhatikan makanan yang dikomsumsi, usahakan rendah lemak, rajin berolahraga serta mengurangi mengkomsumsi cemilan pada malam hari. 5. Lingkar Lengan Atas (LiLA) Pada tabel hasil pengukuran LiLA, menunjukkan bahwa praktikan Elvira Eka Putri memiliki LiLA 23 cm yang termasuk dalam kategori KEK yang berarti bahwa praktikan memiliki cadangan energi yang tidak cukup untuk metabolisme tubuh. Pengukuran LiLA dapat menentukan apakah seseorang menderita KEK atau tidak. Jika, berada < 23,5 maka berisiko terkena KEK.
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama. Berdasarkan hasil dan teori yang ada, nilai LiLA praktikan Elvira Eka Putri termasuk dalam kategori KEK. Untuk mendapatkan nilai normal, maka dapat dilakukan dengan mengatur pola makan dengan susunan menu gizi seimbang, dan memperbanyak mengkonsumsi makanan yang mengandung protein tinggi. 6. Percent Body Fat (PBF) Pada tabel hasil pengukuran Percent Body Fat (PBF), menunjukkan bahwa praktikan Elvira Eka Putri memiliki nilai percent body fat 42% yang termasuk dalam kategori obese. Hal ini menandakan bahwa praktikan memiliki risiko terkena penyakit degenerative, seperti hipertensi, jantung, diabetes, stroke, dan kanker. Kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko penyakit degeneratif seperti PJK, diabetes melitus, dan stroke. Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung di bawah kulit. Pengukuran tabal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta persentase lemak tubuh dan untuk menentukan status gizi secara antropometrik (Sirajuddin, 2018). Berdasarkan hasil dan teori yang ada, nilai percent body fat praktikan Elvira Eka Putri termasuk dalam kategori obese. Dengan begitu, sebelum penyakit menyerang tubuh, maka sebaiknya melakukan pencegahan terlebih dahulu. Karena seseorang yang terkena obesitas sangat rentan untuk terserang berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan agar tidak timbunya penyakit degenerative terutama dalam memperbaiki pola makan misalnya mengurangi makanan goring
gorengan,
banyak
mengkonsumsi
mengurangi porsi makanan.
makanan
yang
berserat,
serta
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil Praktikum, peserta yang bernama Elvira Eka Putri mendapatkan hasil sebagai berikut : 1. Untuk Indeks Massa Tubuh (IMT) praktikan melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan mendapatkan hasil 21,31 yang termasuk dalam kategori normal. 2. Untuk pengukuran TB menurut TL adalah 153,80 yang termasuk dalam kategori signifikan. 3. Untuk Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP) praktikan melalui pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul mendapatkan hasil 0,90 yang termasuk dalam kategori Very High. 4. Untuk pengukuran lingkar perut praktikan melalui pengukuran lingkar perut mendapatkan hasil 71,4 cm yang termasuk dalam kategori normal. 5. Untuk pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) praktikan mendapatkan hasil 23 cm yang termasuk dalam kategori normal. 6. Untuk persen Body Fat (%BF) praktikan adalah 42% yang termasuk dalam kategori obesitas. B. Saran 1. Saran Untuk Dosen Sebaiknya dosen yang bertanggung jawab dalam praktikum ini bisa memulai kelas dengan tepat waktu, agar proses praktikum dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. 2. Saran Untuk Asisten Sebaiknya asisten dapat membantu dan membimbing peserta praktikum dengan baik dan sabar. 3. Saran Untuk Laboratorium Sebaiknya meja laboratorium diperbanyak lagi agar peserta tidak berdesakan dan praktikum dapat berjalan dengan nyaman.
4. Saran Untuk Praktikum Sebaiknya praktikum bisa dimulai dengan tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA Ariyani, DE, dkk. 2012. Validalitas lingkar lengan atas mendeteksi risiko kekurangan energi kronik pada wanita Indonesia. Artikel Penelitian. [online]. Vol. 7. No. 1. hh. 83-90. http://media.neliti.com. [Diakses 24 Maret 2018]. Berg, T, dkk. 2017. Nutritional status among adolescent girls in children's homes: anthropometry and dietary patterns. Clinical Nutrition. [online]. hh. 1-8. http://dx.doi.org/10.1016/j.clnu.2017.03.020. [Diakses 24 Maret 2018]. Evans, JE. 2013. Anthropometry clinical examination. Nutritional Assessment. [online]. Vol. 2. hh. 227-232. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-3750839.00197-5. [Diakses 24 Maret 2018]. Ferial, EW. 2011. Hubungan antara status gizi ibu berdasarkan ukuran lingkar lengan atas dengan berat badan lahir bayi di RSUD Daya kota Makassar. Jurnal Alam dan Lingkungan. [online]. Vol. 2. No. 3. hh.11-21. http://respository.unhas.ac.id. [Diakses 24 Maret 2018]. Hidayatulloh, A, dkk. 2011. Hubugan faktor risiko obesitas dengan rasio lingkar pinggang pinggul mahasiswa FKM UI. Jurnal Kesehatan. [online]. hh. 1-12. http://jurnal.fkm.unand.ac.id. [Diakses 24 Maret 2018]. Irianto, Djoko Pekik. 2008. Panduan gizi lengkap keluarga dan olahragawan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Lestari, JW. 2015. Hubungan antara persentase lemak tubuh, indeks massa tubuh dan kadar hemoglobin dengan tes tulis siswa SMA IPIEMS Surabaya. Jurnal Antropologi. [online]. Vol. IV. No. 1 hh. 22-29. http://jurnal.unair.ac.id. [Diakses 24 Maret 2018]. Mardalena, I. 2017. Dasar-dasar ilmu gizi dalam keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Murbawani, EA. 2012. Tinggi badan yang diukur dan berdasarkan tinggi lutut menggunakan rumus chumlea pada lansia. Media Medika Indonesiana. [online]. Vol. 46. No.1. hh. 1-6. https://ejournal.undip.ac.id. [Diakses 23 Maret 2018]. Sirajuddin, S, dkk. 2016. Penuntun praktikum kesehatan masyarakat dasar. Makassar: Universitas Hasanuddin. Thamaria, N, dkk. 2017. Penilaian status gizi. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan. [online]. hh. 1-309. http://bppsdmk.kemkes.go.id. [Diakses 23 Maret 2018].