Laporan Praktikum Labtek Uji Impak.docx

  • Uploaded by: Farhan Adi Farrasandi
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Labtek Uji Impak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,156
  • Pages: 17
Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul F Uji Impak

Oleh: Nama

: Irdo Feihdrata

Nim

: 13708021

Kelompok

: 4

Anggota

: Alwin Setya

(13708006)

Reza Fauzan Risch

(13708015)

Irdo Feihdrata

(13708021)

M Wira Baskoro

(13708042)

Galih Satwika

(13708043)

Asisten

: M.Yura

(13706015)

Tanggal Praktikum

: 29 Maret 2010

Tanggal Penyerahan : 5 April 2010

Laboratorium Metalurgi Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2010

I.

Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada perang dunia ke-2, pecahnya sambungan las kapal Liberty dan tanker T2 menjadi slah satu pusat perhatian. Hal ini terjadi pada masa-masa musim dingin. Padahal, material yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kapal merupakan material yang cukup kuat. Kegagalan-kegagalan ini terjadi baik ketika kapal sedang menghadapi keadaan laut yang berat maupun ketika kapal sedang berlabuh. Karena hal inilah yang membuat orang berpikir bahwa material yang ulet ataupun kuat, jika berada pada temperatur yang rendah akan berubah sifat menjadi getas.

Ada tiga faktor yang menyebabkan kegagalan akibat sifat getas material yaitu (1) Triaxial State of Stress, (2) temperatur yang rendah, dan (3) Pembebanan secara cepat. Salah satu dari ketiga faktor ini saja ada, dapat menyebabkan kegagalan yang bersifat getas. Triaxial State of Stress terjadai ketika terdapat takikan pada spesimen. Hampir seluruh kegagalan yang bersifat getas disebabkan temperatur yang rendah. Pembebanan yang cepat, membuat spesimen tidak sempat berdeformasi plastis dan langsung patah. 1.2 Tujuan Praktikum 1.

Mengetahui pengaruh beban impak terhadap sifat mekanik material

2.

Mengetahui standar dan prosedur pengujian impak

3.

Mengetahui faktor yang mempengaruhi kegagalan material dengan beban impak

II.

Teori Dasar

Pengujian impak yang dilakukan pada praktikum ini sesuai standar ASTM E 23 untuk metode charpy. Dalam pengujian mekanik terdapat perbedaan dalam jenis beban yang diberikan . Tabel Jenis Pembebanan Berdasarkan Strain Ratenya

No

Rentang

kecepatan

regangan

Kondisi atau Tipe Pengujian

1

10-8 s/d 10-5 s-1

Uji creep pada beban konstan

2

10-5 s/d 10-1 s-1

Pengujian tarik static

3

10-1 s/d 102 s-1

Pengujian tarik atau tekan dinamik

4

102 s/d 104 s-1

Pengujian impak dengan kecepatan tinggi

5

104 s/d 108 s-1

Pengujian impak dengan kecepatan super tinggi (balistik)

Uji impak dilakukan untuk mengetahui sifat suatu material ketika diberi pembebanan dinamis secara tiba-tiba pada temperatur tetentu. Selain itu juga untuk mengetahui temperatur transisi dari suatu material sehingga dalam produksi dapat dilakukan proses-proses yang sesuai dan tepat.

Uji impak dilakukan dengan menggunakan logam berbentuk balok yang diberi takikan kemudian diberi pembebanan tepat di belakang takikan yang sudah dibuat tadi. Takikan diberikan pada spesimen, agar tejadi konsentrasi tegangan. Sehingga hasil yang didapat dari pengujian akan lebih akurat.

Prinsip kerja dari pengujian ini adalah energi potensial. Energi potensial awal dari pemukul akan berbeda dengan energi potensial ketika pemukul sudah melewati spesimen. Harga impak dinyatakan sebagai energi yang diserap spesimen per satuan luas penampang spesimen. Gambar mesin uji impak dapat dilihat di bawah ini.

Spesimen yang digunakan untuk pengujian impak dapat dilihat di bawah ini.

p h t

l

Untuk menghitung besar harga impak dari spesimen digunakan rumus di bawah ini.

HI 

E mgh2  h1   A A

Dengan

HI

: harga impak (joule/mm2)

E

: selisih energi potensial (joule)

m

: massa pemukul (kg)

g

: percepatan gravitasi (m/s2)

h1

: tinggi awal pemukul (m)

h2

: tinggi pemukul setelah memukul spesimen (m)

A

:Luas permukaan di belakang takikan

Pada pengujian impak terdapat dua metode, yaitu metode Charpy dan metode Izod. Perbedaan utama dari dua metode ini adalah posisi dan penempatan spesimen dan tumpuan dari spesimen. Pada metode Charpy, spesimen diletakkan secara horizontal. Penumpu ada pada sisi kiri dan sisi kanan dari spesimen. Pembebanan diberikan dari sisi belakang dari takikan. Metode ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu : -

Tingkat kesalahan lebih rendah dari metode Izod

-

Spesimen yang digunakan relatif kecil

-

Proses pengujian cukup mudah

-

Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit

-

Pengujian dapat dilakukan pada suhu di bawah temperatur ruang

Penggambaran metode Charpy dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Metode kedua adalah metode Izod. Spesimen pada uji ini tidak jauh berbeda dengan spesimen metode Charpy. Pada metode ini, spesimen dibenamkan dengan posisi vertikal. Pembebanan dilakukan dari arah depan dari takikan. Tidak seperti metode Charpy, metode ini tidak memiliki kelebihan. Melainkan kekurangan jika dibandingkan dengan metode Charpy. Kekurangan dari metode ini adalah prosedurnya yang kurang praktis dan harga impak yang dihasilkan kurang akurat karena energi tidak seluruhnya diserap oleh spesimen. Tetapi juga diserap oleh daerah sekitar bagian spesimen yang terbenam. Penggambaran metode Izod dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Patahan akibat pengujian impak ada dua macam. Yang pertama adalah patah getas. Patah getas pada umumnya ditandakan oleh permukaannya yang mengkilap/ memantulkan cahaya serta rata. Pada patah getas, beban impak yang diterima spesimen mengakibatkan patahan intergranular, yaitu energi yang diterima memutuskan ikatan antara sel satuan di dalam butiran. Yang kedua adalah patah ulet. pTah ulet pada umumnya ditandai dengan permukaan patahan yang kasar, buram dan menyerap cahaya. Beban impak yang diterima spesimenmengakibatkan patahan transgranular. Artinya, energi yang diterima memisahkan butiran pada batas butirnya. Energi yang diserap oleh material yang mengalami patah getas dengan material yang mengalami patah ulet berbeda. Material yang mengalami patah ulet akan menyerap lebih sedikit energi daripada material yang mengalami patah ulet. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya patah getas pada material. Yang pertama adalah triaxial state of stress. Pada pengujian kali ini, untuk menginisiasi triaxial stress, diberikan takikan pada spesimen. Triaxial stress ini pada umumnya diinisiasi oleh adanya cacat atau pori pada material. Jika tidak ada cacat atau pori tersebut, triaxial stress akan menyebar secara tidak merata pada material. Yang kedua adalah temperatur yang rendah. Pada umumnya, material akan patah getas ketika berada pada temperatur rendah. Yang ketiga adalah laju pembebanan. Jika suatu material diberi pembebanan yang

tinggi, material tersebut tidak akan sempat berdeformasi plastis. Sehingga, material itu akan langsung patah seperti patah getas. Temperatur transisi dari suatu material dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : -

Struktur mikro material

-

Komposisi dari material

-

Permukaan akhir dari material

-

Bentuk spesimen

III.

Data Percobaan Spesimen : Aluminium No.

p (mm)

l (mm)

t (mm)

h (mm)

T (0C)

E (Joule)

1

58,25

9,175

9,175

7,45

25

20

2

58,30

9,2

9,2

7,35

80

62

3

58,05

9,2

9,175

7,35

40

48

4

59,275

9,3

9,3

7,35

-40

24

5

59,40

9,15

9,15

7,35

-20

34

Spesimen : Baja No.

p (mm)

l (mm)

t (mm)

h (mm)

T (0C)

E (Joule)

1

58,25

9,3

9,4

7,25

26

170

2

59,25

9,3

9,3

7,45

80

226

3

58,45

9,4

9,1

7,2

40

145

4

60,00

9,4

9,325

7,25

-40

8

5

59,275

9,325

9,325

7,25

-60

6,1

Dengan

T = Temperatur saat terjadi tumbukan E = Energi yang diserap spesimen akibat tumbukan

Data yang diperlukan adalah HI. Untuk mendapatkan nilai HI, kita harus memiliki data luas penampang di bawah takikan dan data energi yang diserap. Untuk mencari luas penampang dibawah takikan, dapat kita cari dengan A=hxl

Setelah itu dapat dicari nilai HI yaitu, 𝐻𝐼 =

𝐸 𝐴

Maka, akan didapat data seperti di bawah ini Aluminium No.

E (Joule)

A (mm2)

HI (Joule/mm2)

1

20

68,35

0,293

2

62

67,62

0,917

3

48

67,62

0,710

4

24

68,35

0,351

5

34

67,25

0,506

No.

E (Joule)

A (mm2)

HI (Joule/mm2)

1

170

67,43

2,52

2

226

69,29

3,26

3

145

67,68

2,14

4

8

68,15

0,12

5

6,1

67,61

0,09

Baja

Dari data-data yang telah kita dapat, dapat digambar grafik HI terhadap T dan E terhadap T seperti pada lembar berikutnya

HI VS T 3.5 3

HI (Joule/mm2)

2.5 2 Aluminium

1.5

Baja

1 0.5 0

-100

-50

0 -0.5 T (0C)

50

100

E VS T 250 200

E (Joule)

150 Aluminium

100

Baja

50 0 -100

-50

0 -50 T (0C)

50

100

IV.

Analisis Data

Pada percobaan uji impak kali ini, metode yang digunakan adalah metode Charpy. Metode ini digunakan karena nilai energi yang diserap oleh spesimen lebih maksimal. Jika dibandingkan dengan metode Izod, keakuratan nilai energi yang diserap oleh spesimen, metode Charpy lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh penempatan dan tumpuan spesimen. Pada metode Izod, tumpuan yang dimiliki hanya satu. Sehingga, energi yang terserap terbagi antara tumpuan dengan spesimen. Lain halnya dengan metode Charpy. Pada metode ini, penumpu yang digunakan ada dua sehingga energi yang diserap oleh penumpu lebih kecil dan energi yang diserap oleh spesimen lebih asli.

Temperatur rendah yang digunakan untuk menguji spesimen aluminium dan baja berbeda. Untuk aluminium digunakan -200C dan -400C sedangkan untuk baja, digunakan suhu -400C dan -600C. Hal ini disebabkan pendinginan yang agak sulit. Karena harus menggunakan nitrogen cair. Suhu dari spesimen aluminium yang didinginkan sedikit terlalu lama dibiarkan di suhu ruang. Karena spesimen yand diuji adalah spesimen baja terlebih dahulu. Sehingga temperatur spesimen aluminium naik.

Patahan dari setiap temperatur pengujian tidak semuanya sama. Ada patahan yang getas dan ada juga patahan yang ulet. Patahan yang getas, ditandai dengan permukaannya yang lebih rata jika dibandingkan dengan patahan ulet. Selain itu, patahan getas memiliki permukaan yang memantulkan cahaya. Patahan getas memiliki bentuk yang lebih rapi dibandingkan patahan ulet. Pada patahan getas, patahan terjadi secara intergranular. Artinya, yang terputus atau terbelah akibat pembebanan impak adalah atom-atom dari spesimen itu sendiri. Pada patahan ulet, permukaannya tidak rata. Terdapat bagian-bagian yang berbentuk seperti stalagtit pada gua. Selain itu, patahan getas tidak memantulkan cahaya. Permukaan patahan ulet tidak rapi sma sekali. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan patahan getas.

Patahan ulet terjadi secara antar granular. Artinya, yang terputus akibat pembebanan impak adalah ikatan antar atomnya.

Dari grafik antara energi dengan suhu dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pada suatu material, semakin besar energi yang diserap suatu material. Hal ini disebabkan oleh sifat dari material. Jika semakint tinggi suhu suatu material maka, semakin ulet material tersebut.

Suatu material yang sifat dasarnya ulet, pada umumnya tidak memiliki temperatur transisi. Sebagai contoh, spesimen yang diuji kali ini, yaitu aluminium. Karena sifatnya yang ulet, aluminium tidak memiliki temperatur transisi. Salah satu penyebabnya adalah struktur kristal dari aluminium. Berbeda dengan baja, aluminium memiliki struktur kristal FCC. Struktur ini memiliki sistem slip yang lebih banyak dubandingkan dengan BCC. Dengan sistem slip yang lebih banyak, atomatomnya akan lebih mudah bergerak sehingga akan lebih mudah terdeformasi plastis. Karena lebih mudah terdeformasi plastis maka, material tersebut akan lebih sulit mengalami kegagalan. Seperti yang dapat kita lihat dari data, pada lima suhu yang rentangnya cukup besar, energi yang diserap tidak memiliki perbedaan yang begitu besar. Berbeda denga baja. Energi yang diserap baja pada temperatur kamar dan temperatur tinggi jauh berbeda dengan energi yang diserap pada temperatur di bawah nol memiliki perbedaan yang sangan besar.

Pada pengujiaan impak, kita akan mendapatkan tiga temperatur transisi yaitu, NDT (Nil Ductile Temperature), FATT (Fracture Appearance Transition Temperature), dan FTP (Fracture Transition Plastic). NDT merupakan temperatur transisi ketika material yang 100% getas menjadi sebagian ulet. FATT merupakan temperatur transisi ketika material bersifat 50% getas dan 50% ulet. FTP merupakan temperatur transisi ketika material yang 100% ulet menjadi sebagian getas.

Patahan pada aluminium dari percobaan kali ini menunjukkan sifat-sifat patah ulet. Tetapi, energi yang diserap oleh spesimen relatif kecil. Padahal, seharusnya untuk material yang ulet, energi yang diserap besar. Hal ini mungkin disebabkan oleh

pembebanan terhadap alluminium terlalu besar, sehingga spesimen langsung patah ketika diberi pembebanan.

V.

Kesimpulan -

Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui temperatur transisi dari suatu material. Temperatur transisi perlu untuk diketahui agar kita dapat melakukan perlakuan ataupun proses yang tepat ke suatu material tertentu.

-

Material yang bersifat getas akan menyerap energi beban impak lebih kecil dibandingkan dengan material yang besifat ulet. Artinya, untuk mematahkan material ulet, akan membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan material getas.

VI.

Daftar Pustaka Callister, William D. Materials Science and Engineering: An Introduction. John Wiley&Sons, Inc. 1994. Dieter, George E. Mechanical Metallurgy. Second Edition. McGraw-Hill Inc. 1976.

Lampiran 7.1 Tugas Setelah praktikum -

Buatlah Kurva yang menghubungkan antara temperatur dengan energi yang diserap oleh spesimen pada aluminium dan baja dengan menggunakan Microsoft Excel !

-

Tentukan temperatur transisi dari kedua material tersebut ! Apakah kegunaan dari Temperatur transisi suatu material ? Jelaskan dengan baik dan tepat

-

Buatlah analisis mengenai bentuk patahan untuk semua spesimen !

Jawab

E VS T 250 226 200 150

E (Joule)

VII.

170 145 Aluminium

100

Baja

50 6.1 -100

-50

8

0 0 -50 T (0C)

50

100

-

Temperatur transisi baja terletak pada -430C sampai 400C. Aluminium tidak memiliki temperatur transisi karena aluminium merupakan material yang ulet

-

Pada baja, spesimen yang mengalami patah getas adalah spesimen yang diuji pada suhu -400C dan -600C. Hal ini ditandai dengan bentuk patahan spesimen yang rata dan berkilau atau memantulkan cahaya. Energi yang diserap pada temperatur-temperatur tersebut jauh lebih kecil dibandingkan spesimen yang diuji pada temperatur kamar dan temperatur tinggi. Untuk tiga spesimen baja yang lainnya, patahan yang terjadi adalah patah ulet. Hal ini ditandai dengan patahan yang tidak rata dan tidak memantulkan cahaya. Energi yang diserap juga cukup besar dibandingkan dengan spesimen yang

diuji pada temperatur dibawah nol. Untuk spesimen aluminium, seluruh spesimen mengalami patah ulet yang ditandai dengan permukaannya yang kasar dan menyerap cahaya.

Related Documents


More Documents from "Devi Indriani"